SIMPOSIUM NASIONAL
Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005
Prof. Dr. Asril Aminullah, SpA(K) (Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI/RSCM) Jakarta
Sepsis epsis neonat al masih masih meru pakan masalah masalah utam a yang belum dapat terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan neonatus. Di Negara berkembang, hampir sebagian besar neonatus yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Hal yang sama ditemukan di Negara maju pada bayi yang dirawat di unit perawatan intensif neonatus. Di samping samping morbi dit as, as, mort alit as yang t inggi inggi ditem ukan pula pada pender it a sepsis epsis neonat us. us. Dalam laporan WHO WHO yang dikut ip Child Child Healt h Research esearch Proj Proj ect Special Special Report : Reducing perinatal and neonatal mortality (1999) (1999) dikem ukakan bahwa 42% kem at ian neonat us t erj adi karena berb agai agai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernafasan, tetanus neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. Di samping Tetanus neonatorum, case fatality rate yang tinggi ditemukan pada sepsis neonatal. Hal ini terjadi karena banyak faktor risiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah dan 1 ditanggulangi. Angka Angka kej adian/ insidens insidens seps sepsis is di negara yang sedang berkemb ang masih masih cukup t inggi (1.8 – 18 / 1000) 1000) dibandi ng dengan dengan negara negara maj u (1-5 pasien pasien / 1000 2 kelahiran) . Walaupun infeksi bakterial berperan penting dalam sepsis neonatal, tetapi infeksi virus tetap perlu dipertimbangkan dalam mengahadapi penderit a. Dari pengumpulan pengumpulan data selama selama 5 t ahun t erakhir, Shatt Shatt uck (1992 (1992)) mel aporkan bahwa selain selain infeksi bakt eri , inf eksi eksi virus khusus khususnya nya ent erovir us 3 berp eran pula sebagai sebagai penyebab seps sepsis is// meni ngit is neonat al. Pada makalah i ni pembahasan hanya terbatas pada bayi dengan infeksi bakterial. Insiden sepsis neonatal tidak banyak mengalami perbaikan dari tahun ke tahun, tetapi sebaliknya kematian yang terjadi just ru memperlihatk an perb aikan yang nyata. Di Inggri Inggri s mi salnya, angka kemat ian seps sepsis is neonat neonat al pada tahun 1985-1987 dibandingkan dengan data tahun 1996-1997 menunjukkan penu run an yang ber mak na (25-30% pada t ahun 1985-1987 m enj adi 10% pada tahun 1996-1997). Keadaan ini mempunyai kaitan dengan kemajuan teknologi kedokteran yang tersedia serta ditemukannya berbagai macam antibiotika
Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaa penatalaksanaanya. nya.
Hal : 1
SIMPOSIUM NASIONAL
Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005
baru. Perbaikan angka kematian ini tidak disertai dengan adanya perubahan 4 insidens dalam w akt u yang sama. Stagnasi insidens sepsis baik di Negara maju maupun Negara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor perinatal yang belum dapat tertanggulangi dengan opt imal. Faktor t ersebut ant ara lain : ¾ ¾
¾ ¾ ¾
Diagnosis yang sulit ditegakkan karena gejala dan tanda sepsis klasik j ar an g dit em ukan pad a neon at us. Biakan darah, yang merupakan baku emas dalam diagnosis, baru memberikan hasil setelah 3-5 hari. Demikian pula pemeriksaan penunjang seperti C reactive protein , rasio I/ T dll, t idak spesif ik dan sulit dipakai sebagai pegangan dalam diagnosis pasti pasien sepsis. Sist em imun t idak berf ungsi baik karena m asih belum berkembang Kuman penyebab infek si ti dak sama sat u dengan lainnya, baik antar klinik, antar waktu ataupun antar Negara. Sering terjadi dilema dalam penatalaksanaan pasien. Keterlambatan pengobatan akan meningkatkan mort alit as, sedangkan gambaran klinik yang tidak khas sering menimbulkan over diagnosis dan o ve r t r e a t m e n t yang dapat m erugikan penderit a.
Semua permasalahan tersebut di atas telah menjadi kendala dalam pelayanan optimal penderita sepsis. Dalam 5 – 10 tahun terakhir ini terdapat informasi baru dalam upaya mengatasi masalah sepsis serta memberikan cakrawala baru dalam pencegahan 5,6,7 dan manajemen bayi agar dapat tumbuh dan berkembang optimal. Beberapa st udi yang dil aporkan akhir- akhir ini t elah mem ungkinkan diagnosis t at a laksana sepsis yang lebi h ef isien dan ef ekt if pada bayi yang beri siko. Walaupun cara terakhir ini membutuhkan teknologi kedokteran yang lebih canggih dan mahal yang mungkin belum dapat terjangkau untuk Negara berkembang, hal ini patut untuk diketahui dan dikembangkan dikemudian hari. Pada karangan ini selanjutnya akan dibahas upaya terkini dalam diagnosis dan t at a laksana sepsis neonatal .
Jenis kuman sangat menentukan tata laksana sepsis. Pemilihan antibiotika akan memberikan hasil optimal apabila sesuai dengan kuman penyebabDi samping itu lamanya pengobatan sangat tergantung dari jenis kuman yang ditem ukan. Demikian pula prognosis pasien t elah dibukt ikan pula mempunyai hubungan yang erat dengan kuman penyebab. Pasien sepsis neonatal secara garis besar dapat dikelompokan dalan dua kelom pok besar yait u sepsis awi t an dini (earl y onset neonat al sepsis) dan sepsis awit an lambat (lat e onset of neonat al sepsis). Pada awit an dini, 85%%
Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya.
Hal : 2
SIMPOSIUM NASIONAL
Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005
penderit a ter j adi dalam 24 j am pert ama, 5% pada 24-48 j am, sedang sisanya 2. 4 terjadi setelah hari ke 2 sampai ke 6. Kuman penyebab infeksi biasanya berasal dari ibu yang menimbulkan infeksi bayi saat kehamilan, persalinan atau saat kelahiran. Proses infeksi ini t erj adi tr anspasent al atau dapat p ula ter j adi infeksi oleh kum an j alan lahir (vagina dan cervix ibu). Di Negara maju kuman yang tersering ditemukan pada infeksi awitan dini adalah kelompok kuman B Streptococcus (GBS), Escherichia coli, Haemophilus 3 influenzae , dan Listeria monocytogenes . Di FKUI/ RSCM sel am a t ahun 2002 kuman yang ditemukan pada awitan dini berturut-turu t adalah Enterobacter ( 8) sp., Acinetobacter sp dan Coli sp . Berlainan dengan kelompok awitan dini, pada penderita awitan lambat pola kuman yang ditemukan biasanya terdiri dari kuman nosokomial. Infeksi terjadi setelah hari ke 7 dan kuman penyebab infeksi biasanya berasal dari lingkungan di sekitarnya. Proses infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Kuman yang sering ditemukan pada penderita semacam ini termasuk St aphylococcus aureus, E coli , Kl ebsiel l a, Pseudom onas, Enterobacter, Candida, GBS, Serratia, Acinetobacter, dan kuman anerob. Dalam penelit ian di RSCM/ FKUI pada awi t an lambat t ersebut bert urut -t urut 8 dit emukan kuman Ent erobacter sp, Klebsiella sp dan Acintobacter sp. Sebagaim ana halnya di Indon esia/ RSCM, hamp ir sebagian besar kuman penyebab di negara berkembang adalah kuman Gram negatif berupa kuman 8, 9 enterik seperti Enterobacter sp, Klebsiella sp dan Coli sp. Sedangkan di Ameri ka Ut ara dan Eropa Barat 40% pender it a ter ut ama disebabkan oleh Streptokokus grup B. Selanjutnya kuman lain seperti Coli sp, Listeria Sp dan 4 Ent erovirus dit emukan dalam j umlah yang lebih sedikit . Walaupun penyebab perbedaan ini belum diketahui secara pasti, tetapi beber apa hipot esa yang serin g dikemuk akan adalah karena :
Tingginya angka kej adian koloni sasi kum an pada ibu. Perbed aan pola kuman yang berada dil ingkungan ibu dan bayi. Perbedaan dalam respons imun dan faktor-faktor genetik dari populasi Perbedaan dalam melakukan analisa mikrobiologik yang dilaksanakan di masing2 negara.
Di samping adanya perbedaan antar negara, pola kuman juga selalu berubah 3,10 dari waktu ke waktu. Pada Tabel 1 terlihat perubahan pola kuman t ersebut. Di RSCM dalam 30 t ahun ter akhir ini t elah t erlihat t iga kali per ubahan pola kum an yang ada.
Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya.
Hal : 3
SIMPOSIUM NASIONAL
Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005
Tabel 1 : Perbedaan
pola kuman dari waktu ke waktu (Sumber : Perinatolog Dari rahim ibu 10 menuju sehat sepanjang hayat, 28 Jan 2004 ) 1975-1980
RSCM/FKUI
(Monintja,1981; Aminullah 1993, I 2003) Amerika serikat (Texas Univ.; Atlanta) (Shattuck Schuchat 1997) Inggris (Heath PT 2003)
1985-1990
Salmonella sp Klebsiella Sp
Pseudomonas Sp Klebsiella Sp E. Coli
Group B Strep. E.Coli Listeria Sp
E.Coli Group B Strep. Listeria Sp Enterovirus
Amir
CDC
1992;
Group B Strep. E.Coli Listeria Sp Enterovirus
1995-2003
Acinetobacter Sp Enterobacter Sp Pseudomonas Sp Serratia Sp. E.Coli Group B Strep. Listeria Sp Strep. pneumoniae
Group B Strep. Listeria Sp E.Coli Enterovirus
Perubahan
pola kuman ini m empunyai art i yang penting dalam penat alaksanaan penderita sepsis neonatus. Selain pemilihan antibiotika yang dipergunakan, perubahan kuman semacam ini akan berpengaruh terhadap prognosa serta komplikasi jangka panjang yang mungkin diderita neonatus. Penderita sepsis yang disebabkan kuman Streptokokus Grup B ternyata mempunyai angka kematian yang lebih rendah dibandingkan penderita yang disebabkan kuman 11,12 Gram Negat if . Melihat kenyataan-kenyataan di atas dalam kaitannya dengan perbedaan j eni s kum an , t at a l ak san a sep sis neon at al m em er l ukan per t im ban gan2 an t ar a lain :
Pemilihan antibiotika empirik dalam tata laksana sepsis harus mem perhat ikan pola j enis kuman penyebab yang paling sering dit emukan di masing2 klinik. Jenis kuman penyeb ab perl u dievaluasi secara berkal a Upaya diagnosis dini jenis kuman penyebab akan berpengaruh terhadap tata laksana dan prognosis pasien.
Fetus selama dalam kandungan terlindung dari bakteri ibu karena adanya cairan dan lapisan amni on. Bil a t erj adi kerusakan lapisan amni on, fet us akan mudah mendapat infeksi melalui amnionitis. Paparan bayi terhadap bakteri terjadi pertama kali saat ketuban pecah dilanjutkan saat bayi melalui jalan lahir. Pada saat ketuban pecah, bakteri dari vagina akan menjalar ke atas sehingga kesemp at an inf eksi akan t erj adi pada j anin. Di sampi ng inf eksi oleh
Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya.
Hal : 4
SIMPOSIUM NASIONAL
Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005
kuman vagina, risiko infeksi juga meningkat apabila terjadi infeksi ibu selama persalinan dan kelahiran. Dikemukakan bila suhu ibu > 37,8 0 C, kemungkinan 10 – 38% bayi ak an ber isiko m ender it a sep sis n eonat al . Setelah kelahiran, infeksi biasanya berasal dari kuman yang berada dari lingkungan di sekit arnya dan invasi bakt eri m asuk ke dalam t ubuh mel alui udara pernafasan, saluaran cerna atau m elalui kuli t yang t erinf eksi. Dalam 5-10 tahun terakhir ini telah diajukan pula konsep baru dalam bidang infeksi yang dikenal dengan "syst emic i nf lamm at ory response syndrome" (SIRS). Ist ilah ini dipakai pada pasien yang mem perlihat kan gambaran klinik infeksi dengan respons sistemik seperti takhikardia, takhipnea, hipertermia atau hipotermia. Pada stadium lebih lanjut cascade inflamasi ini menimbulkan perubahan fungsi berbagai organ tubuh yang disebut Multi Organ Dysfuntion Syndrome (MODS). Konsep ini menggambarkan patofisologi baru dalam cascade 13 inf lam asi yang agak berbeda dengan gamb aran yang dianut sebelum nya. Walaupun pada mulanya konsep ini lebih banyak diteliti pada pasien dewasa, tetapi patofisiologi mengenai SIRS dan MODS ini mulai di bahas pula 14,15,16,17 dalam bidang pediatr i dan neonatus. Pada pasien SIRS dit emukan pul a perubahan fi siologik sist em im un, b aik humoral maupun seluler, yang berupaya unt uk mengimbangi at au melakukan reaksi eliminasi mikroba melalui pembentukan berbagai komplemen dan antibodi. Salah satu proses yang terjadi dalam respons imun tubuh tersebut adalah 18 terbentuknya sitokin. Sitokin yang terbentuk dalam proses infeksi ini berfungsi sebagai regulator reaksi tubuh terhadap infeksi, inflammasi atau trauma. Sebagian sitokin (Pro i nf lamm at ory cyt okine sepert i IL-1, IL-2 dan TNF- a) dapat memperburuk keadaan penyakit tetapi sebagian lainnya ( a n t i - inflammatory cytokine seperti IL-4 dan, IL-10) bert indak meredam infeksi dan mempertahankan homeostasis organ vital tubuh. Produksi sitokin proinflamasi seperti interleukin (IL)-1 dan tumor necrosis factor (TNF) akan menimbulkan demam, proses inflamasi, destruksi jaringan dan pembentukan yang berlebihan, akan menimbulkan syok septik, disfungsi multi organ da n 19 kematian. Pada infeksi sistemik neonatus proses pembentukan sitokin ini juga t e r l i h a t . 17 Kadar sitokin proinflamasi (IL-2, IL-6, IFN-g, TNF-a) dan anti infl amasi (IL-4, IL-10) meningkat pada neonat us dan peningkat an t ersebut lebih tinggi pada bayi dengan infeksi sistemik dibandingkan dengan tanpa infeksi. Perubahan keseimbangan homeostasis akan terjadi apabila terdapat domi nasi salah sat u sit okin proi nf lamasi at au ant iinf lamasi. Domi nasi dari sit okin proinf lamasi akan m enimbulkan r enj atan dan disfungsi organ, sebaliknya bila sit okin antii nfl amasi berl ebihan akan t erj adi supresi t erhadap sist em im un. Berbagai p enelit ian eksperim ental maupun st udi kl inis banyak dilakukan dalam mempelajari cascade inflamasi ini. Dalam suatu studi eksperimental pada hewan coba, penyuntikan TNF-a dan IL-1 memperlihatkan perubahan
Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya.
Hal : 5
SIMPOSIUM NASIONAL
Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005
fisiologis yang sejalan dengan cascade inf lamasi. Selanj ut nya apabila di lakukan rintangan aktifitas IL –1 dengan reseptor antagonis IL-1 (IL-1ra) ternyata hal ini 7,20,21 melindungi binatang dari kem atian akibat bakt eremi a dan endotoksemia. Hasil ini menunjang hipotesis yang mengemukakan bahwa pengurangan tingkat sirkulasi TNF-a dan IL-1 dalam sirkulasi akan memperlemah perkembangan cascade sepsis dan memungkinkan dipergunakannya terapi anti sitokin dalam menurunkan angka kematian karena syok septik pada pasien sepsis. Pembentukan sitokin juga mempunyai arti penting dalam menentukan diagnosis dini proses sepsis neonatal. Kuster dkk. melaporkan bahwa sitokin yang beredar dalam sirkulasi pasien sepsis dapat dideteksi 2 hari sebelum 6 gejala klinis sepsis muncul. Konsep baru mengenai cascade inflamasi seperti dijelaskan di atas ini mempunyai arti yang penting dalam manajemen pasien, sehingga komplikasi jangka panjang yang mengganggu tumbuh kembang bayi dapat dihindarkan.
Pada masa neonatus, diagnosis dini sepsis penting artinya karena penyakit ini berpotensi mengancam kelangsungan hidup bayi. Selain itu keterlambatan pengobatan akan berpengaruh terhadap prognosis pasien. Dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain :
Faktor risiko Gambaran Klinik Pemeriksaan penunjang
Ketiga faktor ini akan saling menunjang karena salah satu faktor saja sulit dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosis.
Faktor risiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang dider it a pasien. Pada awit an dini d i Divisi Perinat ologi FKUI/ RSCM f act or r isiko 22 ini dikelomp okkan dalam 2 kelompok yait u:
Fakt or r isiko mayor Ketuban pecah > 24 j am Ibu demam; saat int rapart um suhu > 38 C Korioamnionitis Denyut j antung janin yang menet ap > 160x/ menit Ket uban berbau °
Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya.
Hal : 6
SIMPOSIUM NASIONAL
Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005
Faktor risiko minor Ketuban pecah > 12 j am Ibu demam; saat i nt rapart um suhu > 37,5 C Nilai Apgar rendah ( m enit ke-1 < 5 , menit ke-5 < 7 ) Bayi berat lahir sangat rendah ( BBLSR ) < 1500 gram Usia gestasi < 37 minggu Kehami lan ganda Keputi han pada ibu yang tidak diobat i. Ibu dengan infek si salur an kemi h (ISK) / t ersangka ISK yang t idak di obat i. °
Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus. Bila terdapat faktor risiko mayor dan 2 faktor risiko minor maka diagnosis sepsis harus dilakukan secara proaktif dengan mem perhati kan gejala klinis sert a dilakukan pemeriksaan penunj ang sesegera mungkin . Perhatian khusus ini akan meningkatkan identifikasi dini dan tata laksana yang lebih efisien sehingga mortalitas dan morbiditas pasien sepsis neonatal diharapkan dapat diperbaiki. Pada awitan lambat faktor risiko infeksi sangat tergantung kepada lingkungan t empat peraw atan bayi. Beberapa fakt or ter sebut ant ara lain ialah adanya infeksi silang dan inf eksi nosokomi al, pelayanan a/ ant isepsis yang t idak opti mal sert a petugas/ sarana/ pra sarana yang t idak memadai.
Gambaran klinis pasien sepsis neonatal tidak spesifik. Gejala-gejala sepsis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada neonatus, namun tragisnya keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan karakt erist ik kum an penyebab dan respon t ubuh t erhadap masuknya kuman. Gambaran klinik yang bervariasi tersebut dapat terlihat 3,23,24 dalam tabel 2. Bervariasinya gejala klinik ini merupakan penyebab sulitnya diagnosis pasti pasien. Karena itu pemerikasaan penunjang berupa pemeriksaan laborator ium ataupun pem eriksaan khusus lainnya perlu dilakukan.
Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya.
Hal : 7
SIMPOSIUM NASIONAL
Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005
Tabel 2 : Gambaran
klinis pasien sepsis/meningitis neonatus
Gejala klinis Gangguan minum Letargi/tampak sakit berat Gangguan nafas/dispnea Ikterus/hiperbilirubinemia Jittery/Iritabel Kejang Gangguan serebral(spastis,paresis) Hipertermia/hipotermia Serangan apnea Gangguan gastrointestinal
Frekuensi Aminullah 1993 100% 100% 59% 55% 16% 48% 23% 34% 20% 14%
,
Shattuck, 1992 35%
Pong 2003 48%
27%
33%
62% 19%
60% 42%
46% 15% 12%
60% 31% 20%
A,
Pemeriksaan penunjang mempunyai arti penting dalam upaya memberikan konfirmasi diagnosis infeksi pada neonatus. Beberapa pemeriksaan yang saat ini dianjurkan untuk segera dilakukan pada pasien sepsis neonatal antara lain ialah : Pemer iksaan dar ah Pemeriksaan ini dikenal dengan istilah Septic work up. Dalam t indakan tersebut dilakukan antara lain pemeriksaan biakan darah. Sampai saat ini hasil biakan darah merupakan baku emas dalam menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil biakan baru akan diketahui 25 dalam waktu minimal 3-5 hari. Selain itu hasil juga dipengaruhi oleh kemungkinan pemberian antibiotika sebelumnya atau adanya kemungkinan kontami nasi kum an nosokomial. Hasil kult ur perl u dipert imbangkan secara hat ihati apalagi bila ditemukan kuman yang berlainan dari jenis kuman yang biasa dit emukan di masing-masing klinik. Pemeriksaan lain dalam septic-work up adalah pemeriksaan komponenkomponen darah. Pada sepsis neonatal t rombosit openia dapat dit emukan pada 10-60% pasien. Jumlah t rom bosit biasanya kurang dari 100.000 dan t erj adi pada 1-3 minggu setelah diagnosis sepsis ditegakkan. Sel darah putih dianggap lebih sensitif dalam menunjang diagnosis ketimbang hitung trombosit. Enam puluh persen pasien sepsis biasanya disertai perubahan hitung sel. Gambaran sel darah putih pasien tidak spesifik. Pasien dapat memperlihatkan gambaran leukopeni ataupun leukositosis (Nilai normal leukosit neonatus 5000/ uL - 25.000/ uL). Selain hit ung leukosit , rasio antara neutr ofil imm atur e dan neutr ofil t ot al (rasio I/ T) seri ng dipakai sebagai penunj ang diagnosis sepsis neonat al.
Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya.
Hal : 8
SIMPOSIUM NASIONAL
Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005
Sensit if it as rasio I/ T ini 60-90% sehi ngga diagnosis sepsis , per lu disert ai 26 kombinasi dengan gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang lain. Pemeri ksaan C-react ive pr ot ein. C-reactive protein (CRP) adalah protein yang timbul pada fase akut ker usakan j ari ngan dan biasanya me ningkat pada 50-90% pasien sepsis neonatal. Peninggian kadar CRP ini terjadi 24 jam setelah terjadi sepsis, meningkat pada hari ke 2-3 sakit dan menetap tinggi sampai infeksi teratasi dan menurun kembali set elah penyembuhan. Karena prot ein ini dapat meningkat pada berbagai kerusakan jaringan tubuh, pemeriksaan ini tidak dapat dipakai sebagai indikator tunggal dalam menegakan sepsis neonatal. Nilai CRP akan lebih bermanfaat bila dilakukan secara serial karena dapat memberikan informasi respons pemberian antibiotika serta dapat pula dipergunakan untuk menentukan lamanya pemberian pengobatan dan kejadian 27,28 kekambuhan pada pasien dengan sepsis neonatal . Pemer iksaan cair an serebr ospinal Meningitis merupakan salah satu komplikasi yang perlu dipertimbangkan pada pasien sepsis neonat al. Sehubungan dengan it u pemeri ksaan cairan serebrospinal dengan melakukan pungsi lumbal merupakan indikasi yang perlu dikerjakan pada semua neonatus tersangka sepsis kecuali pada bayi yang tidak stabil misalnya penderita sindrom gangguan nafas atau bayi dengan penyakit 12 berat lainnya. Selain dil akukan pem eriksaan kult ur, diperiksa pula j umlah sel darah putih, diferensiasi sel, konsentrasi protein, glukosa serta pewarnaan Gram unt uk identi fi kasi macam kuman. Pewarnaan Gram tersebut dilaporkan dapat dipakai sebagai penunjang diagnosa din i pasien sepsis. Hampi r 61 % bayi pasien yang disebabkan kum an 11 Gram negative,dapat di diagnosis melalui pemeriksaan pewarnaan Gram. Pemeriksaan penunjang lain . Upaya lain banyak dilakukan dalam rangka pendekatan diagnosis. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti granulocyte colony-stimulating factor dan prokalsitonin juga telah diteliti dalam upaya tersebut, namun semuanya masih memerlukan penelitian lebih lanjut . Saat ini t elah dikembangkan met ode Latex Particle Agglutination (LPA) dan Countercurrent immunoelectrophoresis(CIE) untuk pemeri ksaan terhadap Streptococcus grup B dan E. coli. Pemer iksaan ini biasanya dilakukan bila hasil kultur negatif atau dikhawatirkan negatif karena 29 pemberian ant ibiotika maternal intr apart um. Akhir-akhir ini di beberapa Negara maju pemeriksaan biomolekuler dikerjakan guna menentukan diagnosis dini pasien sepsis. Dibandingkan dengan biakan darah, pemeriksaan ini dilaporkan mampu lebih cepat memberikan informasi jenis kuman.. Di beberapa kota besar Inggris, pemeriksaan cara ini telah dapat dilakukan pada semua fasilitas laboratorium guna deteksi dini Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya.
Hal : 9
SIMPOSIUM NASIONAL
Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005
kuman tert entu antara lain N. m e n i n g i t i d i s dan S pneumoniae . Selain manfaat untuk deteksi dini, Pol ymer ase Chain React ion (PCR) mempunyai kemampuan 5 pula unt uk m enent ukan pr ognosis pasien sepsis neonatal. Selanjutnya dikemukan bahwa studi PCR secara kuantitatif pada kuman dibukt ikan mem punyai kait an yang erat dengan berat nya penyakit . Apabila studi dan sosialisasi pemeriksaan semacam ini telah berkembang dan terjangkau diharapkan cara pemeriksaan ini dapat pula bermanfaat untuk penat alaksanaan dini dan sekaligus memp erbai ki p rognosis pasien. Konsep baru dalam bidang inf eksi yang berkait an dengan perub ahan fisiologik sistem imun memberikan peluang pula dalam menunjang diagnosis sepsis neonat al. Pemb ent ukan sit okin pr oinf lamasi (IL-2, IL-6, IFN-g, TNF-a) dan anti inflamasi (IL-4, IL-10) yang terlihat pada proses sepsis neonatus mempunyai arti penting karena mampu menunjang diagnosis infeksi secara dini.. Kuster dkk. melaporkan bahwa sitokin yang beredar dalam sirkulasi 6 pasien sepsis dapat d idet eksi 2 har i sebelum gej ala kli nis sepsis muncul. Kedua pemeri ksaan ter akhir, pemeri ksaan biomolekuler ataupun r espons imun, memerlukan teknologi kedokteran yang lebih canggih dan biaya mahal yang mungkin bel um b isa t erj angkau oleh sebagian besar Negara berkem bang.
Pada kenyataannya untuk menentukan kuman secara pasti tidak mudah dan mem but uhkan wakt u, sedangkan pengobatan harus secepat nya dilaksanakan guna menghindarkan komplikasi yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan hal tersebut pengobatan antibiotika secara empiris perlu dilakukan dengan memperhatikan pola kuman penyebab yang tersering ditemukan di klinik tersebut. Selain pola kuman hendaknya diperhatikan pula resistensi kuman di masing-masing pusat kesehatan. Segera setelah didapatkan hasil kult ur darah, maka j enis antibi oti ka disesuaikan dengan kuman penyebab dan pol a r esist ensinya. Pemberian pengobatan pasien sebaiknya dengan memberikan antibiotika kombinasi. Hal ini dilakukan selain untuk memperluas cakupan terhadap mikr oorganisme pat ogen, j uga pent ing untuk mencegah resist ensi. Divisi Perinatologi RSCM menggunakan obat golongan Ceftasidim sebagai 22 antibiotika pilihan pertama. Dosis yang dianj urkan 50 – 100 mg/ kgBB/ kg (tergantung berat ringannya gejala sepsis), diberikan 2 kali sehari. Beberapa kuman Gram negatif saat ini hanya sensitif terhadap imipenem atau mer openem de ngan dosis 25 mg/ kgBB/ dosis. Frekuensi pember ian 2 kali sehari. Dalam kepustakaan dikemukakan bahwa kuman Streptokokus Grup B dan kuman Gram Positip lainnya masih sensitif terhadap Penicillin (dosis 100000200000 U/ kgBB/ hari) atau amp isili n (dosis 100-200 mg/ kgBB/ hari) . Sedangkan kuman Listeria masih sensitif terhadap kombinasi antibiotika ampisilin dan
Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya.
Hal : 10
SIMPOSIUM NASIONAL
Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005
aminogli kosid sert a golongan Pseudomonas biasanya sensit if t erhadap sefalosporin. Lamanya pengobatan sangat tergantung kepada jenis kuman penyebab. Pada penderita yang disebabkan oleh kuman Streptokokus dan Listeria, pemberian ant ibiot ika dianj urkan selama 10-14 hari, sedangkan penderit a yang disebabkan kuman Gram Negatif pengobatan kadang-kadang diteruskan sampai 2-3 mi nggu.
Mortalitas sepsis neonatal sampai saat ini masih cukup tinggi dan berki sar ant ara 20-40%. Salah sat u fakt or yang mungkin t urut berp eran dalam t ingginya mort alit as adalah sist em im unologik bayi yang belum berkem bang sempurna. Walaupun pemberian antibiotika masih merupakan tatalaksana utama pengobatan sepsis neonatal, berbagai upaya pengobatan inkovesional 30 banyak dilaporkan dalam upaya memperbaiki mortalitas bayi. Beberapa bentuk pengobatan yang sering dikemukakan dalam kepustakaan antara lain : Pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP) Pada bayi dengan sepsis pemberian FFP biasanya diberikan apabila ditemukan gangguan koagulasi. Gangguan koagulasi yang sering dihadapi pasien adalah Disemi nasi koagulasi int ravaskular (Dissemi nat ed Int ravascular Coaagulation – DIC). Di samping faktor koagulaasi, FFP juga mengandung antibodi, komplemen, dan protein lain seperti C-reactive protein dan f i b r o n e c t i n . Walaupun FFP mengandung antibodi protektif tertentu, namun dalam dosis 10 mL/ kg, j umlah anti bodi t idak adekuat unt uk mencapai kadar prot eksi pada t ubuh bayi. Pada pemberi an secara kont inu ( sepert i 10 mL/ kg set iap 12 jam ) m aka kadar prot eksi baru dapat dicapai. Studi yang dilaporkan oleh Acuna et al mengemukakan bahwa pada kenyat aannya FFP hanya meningkat kan IgA dan IgM bayi t anpa meningkat kan kadar IgG. Selanjutnya dikemukakan dengan tersedianya gammaglobulin intravena (Intravena Immunoglobulin - IVIG), pemberian IVIG ini akan lebih 31 aman dalam menghindarkan efek samping pemberian FFP. Transfusi tukar Secara teoritis, transfusi tukar dengan menggunakan whole blood segar 32,33 pada sepsis neonatorum bert uj uan : 1. mengeluarkan/ mengurangi t oksin atau produk bakt eri sert a mediatormediator penyebab sepsis 2. memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan meningkatkan kapasit as oksigen dal am darah 3. memperbaiki sistem imun dengan adanya tambahan neutrofil dan berbagai ant ibodi yang mungkin t erkandung dalam darah donor.
Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya.
Hal : 11
SIMPOSIUM NASIONAL
Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005
Transfusi tukar juga mempunyai beberapa kelemahan seperti kesulitan teknik pelaksanaan, mempunyai potensi menimbulkan infeksi dan reaksi transfusi. Belum ada penelitian berskala besar untuk menguji efikasi dan keamanannya sehingga transfusi tukar tidak dianjurkan sebagai terapi sepsis secara umum. . Pemberi an i mmunoglobuli n secar a i nt r avena (IVIG) Pemberian immunoglobulin dilakukan dengan harapan dapat meni ngkatkan ant ibodi t ubuh sert a mem per baiki fagosit osis dan kemot aksis sel darah put ih. Manfaat pem ber ian IVIG sebagai t at alaksana t ambahan pada penderita sepsis neonatal masih bersifat kontroversi. Boehme U et al melaporkan adanya penurunan mort alit as bayi premat ur secara bermakna pada pemberian IVIG, sedangkan peneliti lain tidak memperlihatkan perbedaan. 34 Studi multisenter yang dilakukan oleh Weisman dkk melaporkan adanya penurunan mortalitas pasien pada 7 hari pertama, tetapi kelangsungan hidup selanjutnya tidak berbeda bermakna. 35 Dalam suatu studi metanalisa yang dilakukan terhadap 4933 bayi yang mendapatkan profilaksis IVIG dan 110 bayi menerima IVIG sebagai terapi sepsis dilaporkan bahwa pemberian IVIG tersebut lebih bermanfaat sebagai profilaksis sepsis neonatal (khususnya pada bayi BBLR) diband ingkan bil a di pakai sebagai te rap i st andar d sepsis. 36 Pemberi an Gr anulocyt e Colony St i mulat i ng Factor (G-CSF) Gr anulocyt e-Macr ophage Colony St i mulat i ng Factor (GM-CSF)
and
Sistem granulopetik pada bayi baru lahir, khususnya bayi kurang bulan, masih belum berkembang baik. Neutropenia sering ditemukan pada pasien sepsis neonatal dan keadaan ini terutama terjadi karena defisiensi G-CSF dan 37 GM-CSF. Pemberian G-CSF secara langsung akan memperbanyak neutrofil dalam sir kulasi karena produ ksi dan pelep asan neut rof il dari sumsum t ulang 38 meningkat. Berbagai studi telah membuktikan bahwa pemberian G-CSF walaupun dapat menigkatkan jumlah hitung neutrofil tetapi tidak 38,39 mem perlihat kan perbaikan dalam angka kemat ian pasien. Karena itu pemberian rutin G-CSF sampai saat ini tidak dianjurkan, tetapi beberapa klinik menggunakannya dengan dosis 10 ug/ kg/ hari pada pasien dengan neutr openia 30 yang t idak m emperl ihatkan per baikan dengan pemberi an IVIG. Penat al aksanaan i munologik sepsi s neonat al. Seperti telah dikemukakan terdahulu bahwa dalam 10 telah diajukan konsep baru dalam bidang infeksi yang dikenal inflammatory response syndrome" (SIRS). Konsep ini patof isologi baru dalam cascade inf lam asi yang agak berbeda
Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya.
tahun terakhir ini dengan "systemic menggambarkan dengan gambar an
Hal : 12
SIMPOSIUM NASIONAL
Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005
yang dianut sebelumnya. 13 Pada pasien SIRS dit em ukan per ubahan f isiologik sist em im un, baik humoral maupun seluler, yang berupaya untuk m engimbangi atau melakukan reaksi eliminasi mikroba melalui pembentukan berbagai komplemen dan antibodi. Pelaporan ini mempunyai arti yang penting dalam manajemen pasien. Pada bayi dengan risiko dimungkinkan merencanakan penatalaksanaan sepsis secara lebih efisien dan efektif sehingga komplikasi j an gka pan j an g yan g m engga nggu t um buh kem ban g bay i dap at dihindar kan . Berbagai penelitian eksperimental maupun studi klinis banyak dilakukan untuk menghambat cascade inflamasi ini. Salah satu cara adalah dengan menurunkan aktivitas biologis dari IL-1 dan TNF-a. Dalam suatu studi eksperimental pada hewan coba, penyuntikan TNF-a dan IL-1 memperlihatkan perubahan fisiologis yang sej alan d engan cascade infl amasi. Selanj ut nya apabila di lakukan rint angan aktifitas IL –1 dengan reseptor antagonis IL-1 (IL-1ra) ternyata dapat melindungi binatang dari kematian akibat bakteremia dan endotoksemia 40,41,42 Hasil ini memperkuat hipotesis yang mengemukakan bahwa pengurangan tingkat sirkulasi TNF-a dan IL-1 dalam sirkulasi akan memperlemah perkembangan secara dini cascade sepsis dan memeperkuat pula kemungkinan penggunaan t erapi ant i sitokin dalam m enurunkan angka kemat ian karena syok sepst ik pada pasien sepsis. Studi klinis pemberian terapi IL-1ra dan anti TNF-a pada penderita sepsis baru merupakan penelitian pendahuluan. Apabila studi klinik ini dapat dilakukan pada pasien dengan hasil seperti pada penelitian eksperim ental, diharapkan tat a laksana pasien akan menj adi lebih opt imal. Penat al aksanaan i nkonvesi onal lai n. Selain upaya yang telah dibahas di atas beberapa tatalaksana lain dilakukan pula dalam rangka mengatasi mortalitas dan morbiditas sepsis neonatal. Pemberian transfusi granulosit dikemukakan dapat memperbaiki pengobatan pada penderita. Hal ini dilakukan karena produksi dan respons fungsi sel darah putih yang menurun pada keadaan sepsis neonatal. Demikian pula pemberian tranfusi packed red blood cells dikemukakan dapat bermanfaat dalam terapi sepsis neonatal. Alasan yang dikemukakan dalam pemberi an tr ansfusi ini adalah untuk m engatasi keadaan anemia dan menj amin 30,33 oksigenisasi jaringan yang optimal pada pasien sepsis. Dalam kepust akaan dikemukankan pula peran kort ikost eroid dalam sepsis neonat al. Manfaat t erapi kortikosteroid intravena ini masih kontroversial. Pemberian obat ini dapat dianjurkan apabila bayi menderita syok septic yang ditandai dengan adanya hipot ensi yang ti dak berreaksi t erhadap pemberi an cairan atau catecholamines. Pada keadaan ini dapat diber ikan hydrocor t isone dengan dosis 2 mg/ kg 43 BB/ hari.
Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya.
Hal : 13
SIMPOSIUM NASIONAL
Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005
1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8.
9. 10 . 11 . 12 . 13 .
14 . 15 . 16 . 17 .
18 . 19 . 20 .
21 . 22 . 23 .
Child Health Research Project Special Report : Reducing Perinatal and Neonatal mortality, Report of a meeting, Baltimore, Maryland, 1999; 3(1):6-12. Gerdes JS ; Diagnosis and management of bact erial inf ect ions in the neonat ae. Pediat Clin N Am 2004, 51: 939-959 Shattuck KE, Chonmaitree T : The changing spectrum of neonatal meningitis over a fif t een-year period. Clin Pediatr 1992, 31:130-136. Bellig LL, Ohning BL : Neonatal sepsis. Home page eMedicine h t t p : / / w w w . e m e di c in e. c om / p ed / t o p ic 263 0. h t m . Moodi N, Carr R : Promising stratagems for reducing the burden of neonatal sepsis. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2000; 83:F150-F153. Kuster H, Weiss M, Willeitner AE, et al. Interleukin-1 receptor antag onist and int erleukin-6 f or early diagnosis of neonatal sepsis 2 days before cl inical m anifest ation. Lancet. 1998;352: 1271-1277. Fisher CJ, Agosti JM, Opal SM, et al. Treatment of septic shock with the tumour necrosis f act or: Fc fusion prot ein. N Engl J Med 1996; 334:1697–702. Aminullah A, Rohsiswatmo R, Amir I, Situmeang E, Suradi R,: Etiology of Early and Late Sepsis in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (Preliminary Report). Abstract 12 t h National Congress of Child Healt h and 11 t h Asean Pediatric Federetion Conference, Bali, 2002; p. 125. Aggarwal R, Sarkar N, Deorari AK, Paul VK : Sepsis in the newborn. Indian J Pediatr 2001; 68:1143-7. Abstract. Asril Aminullah : Perinatologi – Dari rahim ibu menuju sehat sepanjang hayat; Pidato pengukuhan Guru Besar Tet ap FKUI, 28 Januari 2004. Unhanand M, Mustafa MM, McCracken GH Jr, Nelson JD : Gram negative enteric bacillary meningit is : a tw enty-one-year experience. J Pediatr 1993; 122(1):15-21. 92. Heath P T, Nik Yusoff N K, Baker C J: Neonatal meningitis. Arch Dis Child Fetal Neonat al Ed 2003; 88:F173–F178. Bone RC. Immunologic dissonance: a continuing evolution in our understanding of the systemic inflammatory response syndrome and the multiple organ dys function syndrom e. Ann Int ern Med1996;125:690–1. Proulx F, Fayon M, Farrel C, et al: Epidemiology of sepsis and multiple organ dysfunction syndrome in children. Chest 1996; 109: 1033-1037. Kempley ST, Murdoch E. Splanchnic haemodynamicdisturbances in perinatal sepsis. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2000; 83:F139-F142. Tant aleán JA, León RJ, Sant os AA, Sánchez E. Multi ple Organ Dysf unct ion Syndrom e in Children. Pedat r Crit Care Med 4(2), 2003. Ng P C, Li K, Wong R P O et al, Proinfl ammat ory and anti -infl ammat ory cytokine responses in preterm infants with systemic infections Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2003;88:F209–F213. Pinsky MR, Vincent JL, Deviére J, et al. Serum cytokine levels in human septic shock: relat ion t o mult iple-syst em organ failure and mort alit y. Chest 1993;103:565–75. Dinarello CA. Proinf lamm at ory Cyt okines, Chest 2000; 118:503–508. Gerard C, Bruyns C, Marchant A, et al. Interleukin 10 reduces the release of tumor necrosis factor and prevents lethality in experimental endoto xemia. J Exp Med1993;177:547–50. Howard M, Muchamuel T, Andrade S, et al. Interleukin 10 protects mice from lethal endot oxemi a. J Exp Med 1993;177:1205–8. Sepsis neonat al. St andar d Pelay anan Medik Divisi Perinat ologi FKUI/ RSCM, 2004. Pong A, Bradley JS. Bacterial m eningitis and t he newborn inf ant. Infect Dis Clin North Am. 1999; 13:711-33.
Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya.
Hal : 14
SIMPOSIUM NASIONAL
Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005
24 . Aminullah A : Beberapa masalah meningitis neonatal di bangsal bayi-baru-lahir FKUI/ RSCM. Perinat ologi m enj elang t ahun 2000, Diagnosis antenat al – Neurologi Perin atal , Edit or TS Pusponegoro, 1993 hal 179-187. 25 . Kumar Y, Qunibi M, Neal TJ, Yoxall CW : Time to positivity of neonatal blood cultures Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2001;85:F182-F186 ( November ). 26 . DaSilva O, Ohlsson A, Kenyon C. Accuracy of leukocyte indices and C-reactive protein for diagnosis of neonatal sepsis; A critical review. Pediatr Infect Dis J 1995; 15: 362366. 27 . Berger C, Uehlinger J, Ghelfi D et al. Comparison of C-reactive protein and white cell count with differential in neonates at risk for septicaemia. Europ J Pediatr 1995; 154(2) : 138-144. 28 . Kawamura M, Nishida H. The usefulness of serial C-reactive protein measurements in managing neonatal inf ecti on. Act a Paediatr 1995; 84: 10-13. 29 . Rabais GP, BronfinDR, Daum RS.Evaluation of a commercially available latex agglutinat ion test f or rapid diagnosis of Group B St rept ococcal inf ecti on. Pediatr Infect Dis 1987; 6:177-81. 30 . Weiss MD.;. Burchfield DJ, Adjunct Therapies to Bacterial Sepsis in the Neonate NBIN 2004, 4(1):46-50. 31 . Acunas BA, Peakman M, Liossis G, et al. Effect of fresh frozen plasma and gammaglobulin on humoral immunity in neonatal sepsis. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 1994; 70: F182-F187. 32 . Vain, N.E., Mazlumian, J.R. & Swarmer, O.W., et al. Role of exchange transfusion in t he treat ment of severe Septi cemia. . Pediatrics 1980; 66 :: 693. 33 . Murray NA, Roberts IA. Neonatal transfusion practice. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. ; 2003; 89(2) : F101-7 34 . Boehme U, Sidiropoulos, Muralt GV, et al. Immunoglobulin supplementation in preventi on and t reatm ent of neonat al sepsis. Pediatr Infect Dis J 1986; 5 : S193-95. 35 . Weisman LE, Stoll BJ, Kueser TJ, et al. Intravenous immune globulin
therapy for early onset sepsis in premature neonates. J Pediatr 1992; 121 : 431-43. 36 . Jenson HB, Polloc k BH Meta-analyses of the Effectiveness of Intravenous Immune Globulin for Preventi on and Treat ment of Neonatal Sepsis. Pediatr 1997; 99 : e2 37 . Mathur NB, Singh A, Sharma VK, et al. Evaluation of risk factors for fatal neonatal sepsis. Indian Pediat r 1996;33: 817-822. 38 . Murray JC, McClain KL, Wearden ME, et al. Using granulocyte colony-stimulating factor for neutropenia during neonatal sepsis. Arch Pediatr Adolesc Med 1994;148:764-766. 39 . Bedford Russell AR, Emmerson AJ, Wilkinson N, et al. A trial of recombinant human granulocyte colony stim ulating factor for t he treatm ent of very low birt hweight infants with presumed sepsis and neutropenia. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2001;84:F172F176. 40 . Gerard C, Bruyns C, Marchant A, et al. Interleukin 10 reduces the release of tumor necrosis factor and prevents lethality in experimental endoto xemia. J Exp Med1993;177:547–50. 41 . Howard M, Muchamuel T, Andrade S, et al. Interleukin 10 protects mice from lethal endot oxemi a. J Exp Med 1993;177:1205–8. 42 . Fisher CJ, Agosti JM, Opal SM, et al. Treatment of septic shock with the tumour necrosis f act or: Fc fusion prot ein. N Engl J Med 1996; 334:1697–702. 43 . Seri I, Tan R, Evans J, et al. Cardiovascular eff ects of hydrocort isone in pret erm infant s with pressor-resistant hypotension. Pediatrics 2001;107:1070-1074.
Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya.
Hal : 15