17 " Page
Ilmu dalam perspektif: Sebuah kumpulan karangan tentang hakikat ilmu" Oleh: Jujun S. Suriasumantri
EKA TRANSIANA : 111417253010
TUGAS FILSAFAT ILMU DAN MANUSIA
Ringkasan buku "Ilmu dalam perspektif: sebuah kumpulan karangan tentang hakikat ilmu"
Oleh: Jujun S. Suriasumantri
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Cholicul Hadi, MS.
Dr. Achmad Chusairi, S.Psi., MA.
Oleh: Eka Transiana ( 111714253010)
MAGISTER SAINS PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
RESUME BUKU
MATA KULIAH FILSAFAT ILMU DAN MANUSIA
" Ilmu dalam perspektif: Sebuah kumpulan karangan tentang hakikat ilmu"
Oleh: Jujun S. Suriasumantri
Perhitungan statistika dan logika
Perhitungan statistika dan logika
MatematikaLAMBANGMIND MAPPING
Matematika
LAMBANG
BERPIKIRMendeskripsikan
BERPIKIR
Mendeskripsikan
Bahasa
Bahasa
Pola pikir empirisPola pikir rasionalPENGETAHUAN
Pola pikir empiris
Pola pikir rasional
PENGETAHUAN
Tahapan ilmu-Perumusan masalah-Pengamatan& pengumpulan data -Penyusunan dan klasifikasi data - Perumusan Hipotesis -Deduksi dari Hipotesis -Test pengujian dan kebenaran
Tahapan ilmu
-Perumusan masalah
-Pengamatan& pengumpulan data
-Penyusunan dan klasifikasi data
- Perumusan Hipotesis
-Deduksi dari Hipotesis
-Test pengujian dan kebenaran
SOSIAL
SOSIAL
Metode keilmuanILMU
Metode keilmuan
ILMU
Dasar ilmu-Ontologi- Epistimologi- AxiologiALAM
Dasar ilmu
-Ontologi
- Epistimologi
- Axiologi
ALAM
Ilmu berkaitan dengan etika
Ilmu berkaitan dengan etika
Buku yang berjudul "Ilmu dalam Perspektif: sebuah kumpulan karangan tentang hakikat ilmu" oleh Jujun S. Suriasumantri ini membahas hakekat keilmuan secara mendalam. Secara umum inti pembahasan dalam kumpulan karangan ini mencakup antara lain peranan berpikir dalam peradaban manusia, hakekat ilmu, kelebihan dan kekuarangannya kegunaan teori keilmuan. Juga dibahas peranan beberapa disiplin keilmuan seperti matematika, logika, statistika, bahasa, dan juga peranan penelitian. Tidak ketinggalan pula pembahasan mengenai hubungan antara etika dengan ilmu. Buku ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan pokok mengenai:
Apakah yang disebut dengan ilmu dan bagaimanakah karakteristik, kegunaan dan asumsi ilmu?
Bagaimana perbedaan antara ilmu dengan pengetahuan?
Apakah hubungan antara ilmu dengan berpikir dan pengaruh berpikir terhadap kemajuan peradaban manusia?
Apakah peranan matematika, statistika, logika dan bahasa dalam kegiatan keilmuan?
Apakah yang disebut metode penelitian keilmuan?
Dimanakah letak pentingnya penelitian?
Apakah hubungan etika dengan ilmu?
Apakah perbedaan ilmu alam dan ilmu sosial?
Oleh sebab itu, pembahasan pada resume (ringkasan) ini dibuat berfokus pada pertanyaan –pertanyaan pokok yang ada dalam pembahasan buku "Ilmu dalam Perspektif: sebuah kumpulan karangan tentang hakikat ilmu" oleh Jujun S. Suriasumantri
Tentang hakikat ilmu: sebuah pengantar redaksi Oleh: Jujun Suriasumantri
(Homo sapiens, manusia yang berpikir)
Berpikir adalah hal yang mencirikan hakikat manusia. Berpikir merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pikiran tertentu yang berakhir pada sebuah kesimpulan. Proses berpikir menggunakan lambang berupa abstraksi dari obyek yang sedang dipikirkan. Bahasa adalah salah satu dari lambang tersebut dimana obyek-obyek kehidupan kongkrit dinyatakan dengan kata-kata. Ada bahasa verbal yaitu bahasa yang diungkapkan dengan kata-kata dan ada bahasa yang mempergunakan angka. Sekolah merupakan salah satu tempat manusia berpikir secara formal.
Hasil dari proses berpikir manusia adalah pengetahuan. Pengetahuan menjadikan manusia dapat menghayati hidup dengan lebih sempurna. Penerapan pengetahuan yang diperoleh manusia akan menghasilkan sebuah penemuan. Berbagai peralatan dikembangkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sebagaimana pada zaman dahulu manusia hanya mengenal kapak dan batu hingga dan kini sampailah manusia mengenal komputer dan alat-alat teknologi canggih lainya. Hal ini bersumber dari penerapan pengetahuan manusia melalui berpikir.
Pada hakekatnya manusia dalam memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga masalah pokok yakni: Apa yang ingin diketahui? Bagaimanakah cara memperoleh pengetahuan? Dan apakah nilai pengetahuan tersebut ? Ilmu merupakan salah satu dari buah pemikiran manusia yang dapat menjawab ketiga pokok pertanyaan tersebut. Pemikiran-pemikiran besar dalam sejarah kebudayaan manusia dapat dibedakan dari tiga cara mereka menjawab pertanyaan tersebut. Ketiga masalah pokok tersebut merupakan titik tolak dalam pengembangan pemikiran selanjutnya. Ketiga pertanyaan tersebut menurut analisis falsafah disebut sebagai Ontologi yang membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, suatu pengkajian tentang teori "ada". Epistemologi yakni teori pengetahuan, bagaimana cara kita mendapatkan pengetahuan mengenai obyek tersebut? dan Axiologi yakni teori tentang nilai kegunaan pengetahuan tersebut. Ilmu pun dipelajari ditinjau dari titik tolak yang sama yaitu ketiga pertanyaan pokok tersebut.
Untuk dapat menghargai sebuah ilmu maka harus mengetahuai apa hakikat ilmu sebenarnya. Pada dasarnya ilmu memberikan kebenaran akan tetapi bukanlah satu-satunya kebenaran. Terdapat tempat masing-masing dalam kehidupan manusia bagi Falsafah, seni, agama dan lainya disamping ilmu. Semuanya bersifat saling membutuhkan dan saling mengisi. Sebagaimana yang telah Enstein katakan bahwa "Ilmu tanpa agama adalah buta dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh"
Falsafah dapat diartikan sebagai suatu cara berpikir yang radikal dan menyeluruh, cara pikir yang mengupas sesuatu secara sangat mendalam. Falsafah menanyakan segala sesuatu dari kegiatan berpikir. Falsafah bukanlah menjawab sebuah pertanyaan namun malah mempersoalkan jawaban yang diberikan. Hubungan falsafah dengan ilmu yaitu falsafah mempelajari sedalam-dalamnya dan hasil pengkajiannya merupakan dasar bagi eksistensi ilmu. Ilmu merupakan kumpulan dari pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan ilmu dengan pengetahuan lainnya.
Dasar ontologi ilmu
Objek penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindra manusia. Dalam batasan- batasan tersebut maka ilmu mempelajari objek objek empiris seperti benda, tumbuh-tumbuhan, hewan atau manusia itu sendiri. Ilmu mempelajari berbagai gejala dan peristiwa yang menurut anggotanya mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Berdasarkan objek yang ditelaahnya maka ilmu dapat disebut sebagai suatu pengetahuan empiris, dimana objek-objek yang berbeda diluar jangakauan manusia tidak termasuk kedalam bidang penelaahan keilmuan tersebut. Inilah yang merupakan salah satu ciri ilmu yakni orientasi terhadap dunia empiris. Ilmu tidak bermaksud memotret atau memproduksikan suatu kejadian tertentu dan mengabstraksikannya dalam bahasa keilmuan. Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa hal itu terjadi, dengan membatasi diri dengan hal-hal yang asasi. Dalam hal ini proses keilmuan bertujuan untuk memeras hakikat objek empiris tertentu, untuk mendapatkan sari yang berupa pengetahuan mengenai objek tersebut.
Untuk mendapatkan pengetahuan ini ilmu membuat beberapa andaian (asumsi) mengenai obyek-obyek empiris. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya. Asumsi yang berbeda menyebabkan penarikan kesimpulan yang berbeda. Ilmu menganggap bahwa obyek-obyek empiris yang menjadi bidang penelaahannya mempunyai sifat keragaman, memperlihatkan sifat berulang dan semuanya jalin-menjalin secara teratur. Suatu peristiwa tidaklah terjadi secara kebetulan namun mempunyai pola yang teratur. Ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai obyek empiris diantaranya:
Asumsi pertama menganggap obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, seperti dalam hal bentuk, struktur, sifat, dan sebagainya. Klasifikasi merupakan pendekatan keilmuan yang pertama terhadap obyek-obyek yang ditelaahnya. Taxonomi merupakan cabang keilmuan yang mula-mula berkembang. Dengan adanya klasifikasi ini, kita menganggap bahwa individu-individu dalam suatu kelas tertentu memiliki ciri-ciri yang serupa, maka ilmu tidak berbicara mengenai kasus individu melainkan suatu kelas tertentu.
Asumsi yang kedua adalah anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu obyek dalam suatu keadaan tertentu. Kegiatan ini jelas tidak mungkin dilakukan bila obyek selalu berubah-ubah setiap waktu. Ilmu hanya menuntut adanya kelestarian yang relatif, artinya sifat-sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu.
Asumsi yang ketiga yaitu Determinisme. Determinisme merupakan asumsi ilmu yang menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urut-urutan kejadian yang sama. Ilmu tidak mengemukakan bahwa X selalu mengakibatkan Y, melainkan mengatakan bahwa X mempunyai peluang yang besar untuk mengakibatkan terjadinya Y. Determinisme dalam pengertian ilmu berkonotasi dengan sifat peluang (probabilistik). Statistika merupakan metode yang menyatakan hubungan probabilistik antara gejala-gejala dalam penelaahan keilmuan.
Dasar epistimologi ilmu
Epistemologi atau teori pengetahuan membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang di dapat melalui metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu dengan buah pemikiran yang lainnya. Atau dengan kata lain ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode keilmuan. Karena ilmu merupakan sebagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang memiliki sifat tertentu maka ilmu juga dapat disebut dengan pengetahuan keilmuan. Untuk tujuan inilah agar tidak terjadi kerancuan antara pengertian ilmu (science) dengan pengetahuan (knowledge) . kegiatan keilmuan bersifat dinamis. Hakekat keilmuan ditentukan oleh cara berpikir yang dilakukan menurut persyaratan keilmuan. Ilmu bersifat terbuka, demokratis, dan menjunjung kebenaran di atas segala – galanya.
Metode keilmuan
Ilmu merupakan gabungan cara-cara manusia sebelumnya dalam mencari pengetahuan. Pada dasarnya ditinjau dari cara berpikir manusia terdapat dua pola pikir dalam memperoleh pengetahuan yaitu :
Pola pikir rasional
Didasarkan kepada pemahaman rasionalisme dimana ide tentang kebenaran sudah ada. Pikiran manusia dapat menegetahui ide tersebut namun tidak menciptakannya, dan tidak pula mengajarinya lewat pengalaman. Sistem pengetahuan dibagun secara koheran diatas landasan-landasan pernyataan yang sudah pasti. Namun darimanakah kita akan mendapatkan kebenaran yang pasti jika hal itu terpisah dengan pengalaman manusia?
Pola pikir empirisme
Berpikir rasional cenderung untuk percaya kepada kebenaran yang pasti menurut masing-masing orang. Oleh karena itu munculah kaum empiris. Empiris menganjurkan agar manusia kembali ke alam untuk mendapatkan pengetahuan. Menurut mereka, pengetahuan tidak ada secara apriori di benak manusia, melainkan harus diperoleh dari pengalaman indrawi.
Akan tetapi, ternyata pendekatan empiris ini tidak menjadikan lebih dekat pada kebenaran. Sebab gejala yang terdapat dalam pengalaman kita baru mempunyai arti. Fakta yang ada sebagai dirinya sendiri, tidaklah mampu memberi apa-apa. Pendekatan rasional empiris membentuk dua kutub yang bertentangan. Seiring dengan waktu, lambat laun kedua pihak ini menyadari kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Timbulah gagasan untuk menggabungkan kedua pendekatan ini untuk menyusun metode yang lebih dapat diandalkan dalam menemukan pengetahuan yang benar. Gabungan antara pendekatan rasional dan empiris dinamakan metode keilmuan.
Berpikir secara keilmuan memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan ilmu terletak pada pengetahuan yang tersusun secara logis dan sistematis serta telah teruji kebenaranya. Faktor pengujian ini memberikan karakteristik yang unik kepada proses kegiatan keilmauan. Karena dengan demikian khasanah teoritis ilmu harus selalu dinilai bedasarkan pengujian empiris. Proses penilaian yang terus-menerus ini mengembangkan suatu mekanisme yang bersifat memperbaiki diri suatu kesalahan teoris cepat atau lambat akan diperbiki dengan adanya bolak-balik dari pengujian secara empiris. Mekanisme ini dimungkinkan dengan adanya karakteristik ilmu yang lain yakni bersifat terbuka dan tersurat (eksplisit). Sedangkan kekurangannya adalah banyak yang menganggap ilmu sebagai pengetahuan yang dapat diandalkan karena proses penemuannya yang sangat ketat. Namun kenyataan ini tidak boleh menutup mata kita terhadap berbagai kerurangan ilmu. Kekurangan ini bersumber pada asumsi landasan epistimologis ilmu, yang menyatakan bahwa kita mampu memperoleh kemampuan yang bertumpu pada persepsi, ingatan, dan penalaran.
Beberapa konsep dalam ilmu
Secara singkat metode keilmuan adalah sebuah teori pengetahuan yang dipergunakan manusia dalam memberikan jawaban tertentu terhadap suatu pernyataan. Lewat pengorganisasian yang sistematis dan pengujian pengamatan, manusia telah mampu mengumpulkan pengetahhuan secara kumulatif. Proses metode ilmiah merupakan suatu rangkaian tertentu untuk mendapatkan jawaban yang tertentu dari pernyataan yang tertentu pula. Kerangka dasar prosedur ini dapat diuraikan dalam enam langkah sebagai berikut :
Sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah.
Metode keilmuan pada tahap permulaan ini menekankan kepada pernyataan yang jelas dan tepat dari sebuah masalah. Suatu kumpulan obyek dan kejadian yang dapat diamati secara empiris didukung oleh metode keilmuan dengan argumentasi bahwa penalaran itulah yang membangun struktur dan mengarahkan penyelidikan.
Pengamatan dan pengumpulan data.
Kegiatan keilmuan cenderung diarahkan pada pengumpulan data. Pengamatan yang diteliti yang dimungkinkan oleh terdapatnya berbagai alat, yang dibuat manusia, memberikan dukungan yang dramatis terhadap konsep deduktif. Tumpuan terhadap persepsi indera secara lansung atau tidak langsung, dan keharusan untuk melakukan pengamatan secara teliti, seakan menyita perhatian kita terhadap segi empiris dari penyelidikan keilmuan tersebut.
Penyusunan dan klasifikasi data
Tahap metode keilmuan ini menekankan kepada penyusunan fakta dalam kelompok-kelompok, jenis-jenis, dan kelas-kelas. Dalam semua cabang ilmu, usaha untuk mengidentifikasikan, menganalisis, membandingkan, dan membedakan fakta-fakta yang relevan tergantung kepada adanya sistem klasifikasi yang disebut taksonomi.
Perumusan Hipotesis
Dalam konsep mengenai hipotesis yang peranannya sangat menentukan dalam metode keilmuan, ditemukan baik unsur empiris maupun unsur rasional. Pertama-tama harus terdapat data empiris dalam bentuk fakta yang dapat diamati dan diukur. Di samping itu, harus terdapat pula konsep yang bersifat kategoris, yaitu memisahkan macam-macam data logis, dan kemudian menyusunnya sedemikian rupa sehingga kemungkinan hubungan-hubungannya dapat dijajagi.
Deduksi dari Hipotesis
Hipotesis menyusun pernyataan logis yang menjadi dasar untuk penarikan kesimpulan atau deduksi mengenai hubungan antara benda-benda tertentu yang sedang diselidiki. Penalaran deduktif, yang sedemikian penting dalam tahap hipotesis ini, ditunjukkan oleh fakta bahwa kebanyakan apa yang kita kenal sebagai pengetahuan keilmuan adalah lebih bersifat teoritis daripada empiris, dan bahwa ramalan tergantung kepada bentuk logika silogistik.
Test pengujian dan kebenaran (Verifikasi Hipotesis)
Pengujian kebenaran dalam ilmu berarti mengetes alternative-alternatif hipotesis dengan pengamatan kenyataan sebenarnya atau lewat percobaan.
Hakikat ilmu ialah sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang dapat diandalkan yang berguna untuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol gejala-gejala alam. Kemudian dalam bentuk bagaimanakah ilmu harus disusun agar sesuai dengan tujuan kegunaan? Untuk menjawab hal ini maka hal yang paling mendasar adalah ilmu harus bersifat umum. Sebab suatu pernyataan yang bersifat umum akan memiliki ruang lingkup yang luas. Kemudian pertanyaan selanjutnya bagaimana cara untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum yang dapat diandalkan? Maka perlu untuk mengetahui istilah induksi. Induksi adalah suatu cara pengambilan keputusan dimana kita menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus individual.
Sebagai contoh katakanlah kita ingin melihat pengaruh dari pemupukan pada tanaman padi. Setelah beberapa minggu padi tersebut dipupuk ternyata membuahkan hasil. Padi tersebut lebih tinggi dari pada tahun-tahun sebelumnya saat tidak dipupuk. Agar pengetahuan yang diperoleh dapat diandalkan tentunya tidak cukup dengan kesimpulan yang ditarik berdasarkan pengamatan. Maka persyaratan apa yag dapat dimasukan agar suatu sifat dapat berlaku umum? Karena pada dasarnya kejadian satu dengan kejadian lainya terkait dengan pola yang teratur dan bukan bersifat kebetulan.
Maka dalam hal ini diperlukanlah statistika untuk menarik kesimpulan umum yang dapat diandalkan. Statistika juga dapat dikatakan sebagai alat atau metode yang terlibat dalam proses induktif dari kegiatan keilmuan. Tidak ada penelitian yang benar-benar bersifat keilmuan dilakukan tanpa statistika. Begitu juga logika dan matematika sangat berkaitan dengan kegiatan keilmuan. Lambang-lambag yang digunakan dalam logika simbolis, dan logika makin lama makin bersifat matematis. Hukum-hukum matematika pada dasarnya adalah pernyataan-pernyataan logika atau dapat dikatakan semua oprasi matematika dapat direduksikan menjadi bebrapa kaidah logika.
Matematika memiliki keunikan lain dalam fungsinya sebagai lambang yang dipakai dalam komunikasi pengetahuan. Seperti diketahui manusia berkomunikasi satu sama lain lewat lambang-lambang. Bahasa adalah lambang begitu juga matematika. Matematika sebagai alat komunikasi keilmuan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan bahasa. Bahasa sering kali memiliki arti yang samar. Matematika yang mempengaruhi hampir segenap aspek kebudayaan manusia darilukisan yang berdasarkan perspektif sampai tangga nada matematis, juga memiliki keindahan seperti yang dikatakan oleh Bertrand Russel.
Dasar Axiologi Ilmu
Dasar axiologi ilmu berkaitan dengan kegunaan ilmu. Ilmu telah banyak megubah dunia baik dalam memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang duka. Akan tetapi aplikasi ilmu juga dapat berdampak buruk dalam kehidupan manusia. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Francis Bacon Pengetahuan adalah kekuasaan. Apakah kekuasaan itu akan berubah berkat ataukah malapetaka bagi umat manusia, semua itu tergantung pada orang yang menggunakan kekuasaannya tersebut. secara ontologis dan axiologis ilmuwan harus mampu menilai antara yang baik dan yang buruk. Kekuasaan ilmu yang besar mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat dan berjiwa besar.
Hubungan etika dengan ilmu oleh: N. Daldjoeni
Etika tidak bisa dilepaskan dengan ilmu. Sesungguhnya bebas nilai atau tidaknya ilmu merupakan masalah rumit, yang tak mungkin dijawab dengan sekedar ya atau tidak. Mereka yang berpaham ilmu itu bebas nilai menggunakan pertimbangan yang didasarkan atas nilai diri yang diwakili oleh ilmu bersangkutan. Bebas disitu berarti tak terikat secara mutlak. Padahal bebas dapat mengandung dua jenis makna. Pertama, kemungkinan untuk memilih; keduanya, kemampuan atau hak untuk menentukan subyeknya sendiri. Disitu harus ada penentuan dari dalam bukan dari luar. Dengan penggulatan masalah di atas akhirnya dapat disimpulkan bahwa dua paham yang berbeda itu tak perlu dilihat sebagai suatu pertentangan.
Fase empiris rasional
Di zaman Yunani dulu, Aristoteles mengatakan bahwa ilmu itu tak mengabdi kepada pihak lain. Ilmu digulati oleh manusia demi ilmu itu sendiri. Sebagai latar belakangnya dikenal ucapan: Primum vivere, deinde philosophari yang artinya kira-kira: berjuang dulu untuk hidup, barulah boleh berfilsafah. Memang, kegiatan berilmu barulah dimungkinkan setelah yang bersangkutan tak banyak lagi disibukkan oleh perjuangan sehari-hari mencari nafkah. Menurut faham Yunani, bentuk tertinggi dari ilmu adalah kebijaksanaan. Di zaman Yunani itu etika dan politik saling berjalan erat. Kebijaksanaan politik mengajarkan bagaimana manusia harus mengarahkan negara. Sebaliknya ilmu tak dapat mengubah apa-apa, baik yang ada maupun yang akan datang. Pada masa itu, ilmu adalah sekedar apa yang dicapai; ilmu tak dirasakan sebagai suatu tantangan.
Tugas suatu generasi terbatas pada mencapai ilmu tersebut, untuk kemudian diteruskan kepada generasi berikutnya. Belum ada tuntutan supaya sebelum ilmu diteruskan harus terlebih dulu dikembangkan. Baru sejak abad ke-17 ilmu giat dikembangkan di Eropa; orang juga mencari apa tujuan sebenarnya dari ilmu. Dengan itu fase yang sifatnya empiris rasional mulai bergeser ke fase eksperimental rasional. Sifat progresif ini menunjukkan bahwa ilmu bukan sekedar tujuan bagi dirinya sendiri melainkan suatu sarana untuk mencapai sesuatu.
Faham pragmatis
Apakah sebenarnya tujuan dari ilmu itu; jawaban dapat beraneka ragam. Misalnya, untuk kemajuan, perkembangan ekonomi dan teknik, kemewahan hidup, kekayaan, kebahagiaan manusia. Dalam hakekat ilmu, sewaktu kita mulai menyentuh nilainya yang dalam, di situ kita terdorong untuk bersikap hormat kepada ilmu. Hormat ini pertama-tama tak diajukan kepada ilmu murni tetapi ilmu sebagaimana telah diterapkan dalam kehidupan. Sebenarnya nilai dari ilmu terletak pada penerapannya. Ilmu mengabdi masyarakat sehingga ia menjadi sarana kemajuan. Boleh saja orang mengatakan bahwa ilmu itu mengejar kebenaran dan kebenaran itu inti etika ilmu, tetapi jangan dilupakan bahwa kebenaran itu ditentukan oleh derajat penerapan praktis dari ilmu. Pandangan yang demikian itu termasuk faham pragmatis tentang kebenaran. Di situ kebenaran merupakan suatu ide yang berlandaskan efek-efeknya yang praktis.
Logos dan Ethos
Apa yang sebenarnya merupakan daya tarik dari ilmu bagi ilmuwan? Van Peursen sehubungan dengan ini menunjukkan pada sifat ilmu yang tak akan selesai. Dijelaskan bahwa ilmu itu beroperasi dalam ruang yang tak terbatas. Kegiatannya berisi aneka ketegangan dan gerak yang penuh dengan keresahan. Keresahan ilmu itu memang cocok dengan hasrat manusia yang tanpa henti ingin tahu segalanya. Muncul pertanyaan ini: apakah keresahan itu sama dengan kebenaran? Apakah keresahan itu yang menciptakan kebenaran? Tulis Van Peursen: keresahan itu keinginan yang tak dapat dipenuhi atau jarak yang prinsip ke kebenaran.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka perlu diketahui hubungan antara logos dan ethos. Martin Heidegger mengatakan bahwa jika kita sebutkan manusia itu memiliki logos, itu tak berarti bahwa manusia sekedar ditabiati oleh akal. Ditunjukkannya bahwa logos berkaitan dengan kata kerja legein yang artinya macam-macam, dari berbicara sampai membaca; kemudian diluaskan menjadi memperhatikan, menyimak, mengumpulkan makna, penyimpan dalam batin, berhenti untuk menyadari. Dalam arti yang disebut terakhir itu, logos bertemu dengan ethos dan ethos ini dapat berarti penghentian, rumah, tempat tinggal, endapan sikap. Kemudian arti logos selanjutnya: sikap hidup yang menyadari sesuatu, sikap yang mengutamakan tutup mulut untuk berusaha mendengar, dengan mengorbankan berbicara lebih. Sehubungan ini Karl Jasper menulis bahwa ilmu adalah usaha manusia untuk mendengarkan jawaban-jawaban yang keluar dari dunia yang dihuninya. Di sinilah lengketnya etika dengan ilmu.
Kebenaran keilmuan
Kebenaran intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-bidang kehidupan. Kebenaran memang merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Dengan demikian maka pengabdian ilmu secara netral, tak berwarna, dapat melunturkan pengertian kebenaran, sehingga ilmu terpaksa menjadi steril. Uraian keilmuan tentang masyarakat sudah semestinya harus diperkuat oleh kesadaran terhadap berakarnya kebenaran. Seperti disebutkan di depan, ilmu bukan tujuan tetapi sarana, karena hasrat akan kebenaran itu berhimpit dengan etika pelayanan bagi sesama manusia dan tanggung jawab secara agama. Sebenarnya ilmuwan dalam gerak kerjanya tak usah memperhitungkan adanya dua faktor: ilmu dan tanggung jawab, karena yang kedua itu sudah lengket dengan yang pertama
Ilmu –ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial: beberapa perbedaan oleh: Deobold B. Vandalen
Dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam yang kemajuannya sangat pesat, ilmu-ilmu sosial agak tertinggal di belakang. Hal ini disebabkan oleh subyek ilmu-ilmu sosial adalah manusia sebagai makhluk multidimensional. Beberapa perbedaan ilmu alam dan sosial:
Obyek Penelaahan
Gejala sosial lebih kompleks dibandingkan dengan gejala alami yang hanya bersifat fisik. Kendati juga memiliki karakteristik fisik, gejala sosial memerlukan penjelasan yang lebih dalam. Hal yang bersifat azasi sering tak tersentuh oleh pengamatan terhadap gejala fisik karena sifatnya yang umum. Penelaahan ilmu alam meliputi beberapa variabel dalam jumlah yang relatif kecil dan dapat diukur secara tepat, sedangkan variabel ilmu sosial sangat banyak dan rumit.
Kesukaran dalam Pengamatan
Pengamatan langsung gejala sosial lebih sulit dibandingkan dengan gejala ilmu-ilmu alam. Ahli ilmu sosial tidak mungkin menangkap gejala masa lalu secara indrawi kecuali melalui dokumentasi yang baik, sedangkan seorang ahli ilmu kimia atau fisika, contohnya bisa mengulangi percobaan yang sama setiap waktu dan mengamatinya secara langsung. Hakikat ilmu-ilmu sosial tidak memungkinkan pengamatan secara langsung dan berulang.
Mungkin saja seorang ahli ilmu sosial mengamati gejala sosial secara langsung, tetapi ia akan menemui kesulitan untuk melakukannya secara keseluruhan karena gejala sosial lebih variatif dibandingkan gejala fisik. Perlakuan yang sama terhadap setiap individu penelitian dalam ilmu sosial bisa menghasilkan suatu tabulasi, tetapi peluang kebenaran pada perlakuan yang sama itu pun tidak sebesar peluang kesamaan dalam ilmu-ilmu alam.
Obyek Penelaahan yang tidak terulang
Gejala fisik pada umumnya bersifat seragam dan dapat diamati secara langsung. Gejala sosial bersifat unik dan sukar terulang kembali. Abstraksi secara tepat dapat dilakukan terhadap gejala fisik lewat perumusan kuantitatif dan hukum yang berlaku secara umum. Tetapi kebanyakan masalah sosial bersifat spesifik dalam konteks historis tertentu.
Hubungan antara Ahli dan Obyek Penelaahan
Ahli ilmu sosial mempelajari manusia, makhluk hidup yang penuh tujuan dalam tingkah lakunya, sedangkan gejala fisik kealaman seperti unsur kimia bukanlah suatu individu melainkan barang mati. Karena itu subyek penelaahan ilmu sosial dapat berubah secara tetap sesuai dengan tindakan manusia yang didasari keinginan dan pilihan masing-masing. Ahli ilmu alam menyelidiki proses alami dan menyusun hukum yang bersifat umum mengenai proses alam. Apa pun yang ia lakukan tidak bermaksud untuk mengubah alam atau harus setuju atau tidak setuju terhadap proses alam. Sedangkan ahli ilmu sosial tak bisa melepaskan diri dari jalinan unsur-unsur kejadian sosial.
KESIMPULAN
Pembahasan yang ditulis diatas bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai beberapa persoalan yag berkaitan dengan ilmu dalam perspektif. Adapan kesimpulan dari jawaban pertanyaan diatas ialah:
Ciri hakikat manusia adalah berpikir. Berpikir merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pikiran tertentu yang berakhir pada sebuah kesimpulan.
Proses berpikir menggunakan lambang berupa abstraksi dari obyek yang sedang dipikirkan. Hasilnnya berupa pengetahuan.
Pengetahuan menjadikan manusia dapat menghayati hidup dengan lebih sempurna.
Penerapan pengetahuan yang diperoleh manusia akan menghasilkan sebuah penemuan. Sebagaimana pada zaman dahulu manusia hanya mengenal kapak dan batu hingga dan kini sampailah manusia mengenal komputer dan alat-alat teknologi canggih lainya. Ini merupakan salah satu bukti pengetahuan (buah dari berpikir) mempengaruhi peradaban.
Ilmu merupakan kumpulan dari pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan ilmu dengan pengetahuan lainnya.
Objek penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindra manusia.
Dasar-dasar ilmu Ontologi (tentang apa yang ingin kita ketahui, suatu pengkajian tentang teori "ada"), Epistemologi (bagaimana cara mendapatkan pengetahuan) dan Axiologi (teori tentang nilai kegunaan pengetahuan).
Ilmu merupakan sebagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang memiliki sifat tertentu maka ilmu juga dapat disebut dengan pengetahuan keilmuan. Untuk tujuan inilah agar tidak terjadi kerancuan antara pengertian ilmu (science) dengan pengetahuan (knowledge) kegiatan keilmuan bersifat dinamis. Hakekat keilmuan ditentukan oleh cara berpikir yang dilakukan menurut persyaratan keilmuan.
Ilmu bersifat terbuka, demokratis, tersurat (eksplsit) dan menjunjung kebenaran di atas segala – galanya.
Pola pikir rasional didasarkan kepada pemahaman rasionalisme dimana ide tentang kebenaran sudah ada. Pikiran manusia dapat menegetahui ide tersebut namun tidak menciptakannya, dan tidak pula mengajarinya lewat pengalaman.
Pola pikir kaum empiris pengetahuan tidak ada secara apriori di benak manusia, melainkan harus diperoleh dari pengalaman indrawi.
Gabungan antara pendekatan rasional dan empiris menjadi sebuah metode keilmuan.
Secara singkat metode keilmuan adalah sebuah teori pengetahuan yang dipergunakan manusia dalam memberikan jawaban tertentu terhadap suatu pernyataan. Lewat pengorganisasian yang sistematis dan pengujian pengamatan, manusia telah mampu mengumpulkan pengetahhuan secara kumulatif.
Penelitian merupakan serangkaian kegiatan yang memiliki tujuan untuk memperoleh informasi atau data. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan membandingkan antara data yang dihasilkan dari penelitian dengan yang terjadi dimasyarakat. Penelitian menjadi penting karena dapat memecahkan masalah yang terjadi di masyarakat, dan memberikan solusi serta jawaban yang tepat bagi masyarakat.
Peranan bahasa dalam kegiatan keilmuan. Bahasa adalah salah satu dari lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa memiliki dua fungsi sebagai media berpikir dan media komunikasi. Proses berpikir manusia tidak dapat dilepas dari bahasa yang dikuasainya karena manusia berpikir melalui simbol-simbol bahasa.
Peranan matematika merupakan lambang berpikir, statistik dan logika juga memiliki kaitan dalam kegiatan keilmuan. Pada intinya ketiga ilmu ini sangat diperlukan sebagi landasan bagi teknologi dan pengetahuan modern. Matematika memberikan keterampilan yang tinggi pada seseorang dalam hal daya abstraks, analisis permasalahan dan penalaran logika. Statistika dapat dikatakan sebagai alat atau metode yang terlibat dalamproses induktif dari kegiatan keilmuan. Tidak ada penelitian yang benar-benar bersifat keilmuan dilakukan tanpa statistika.
Hubungan etika dengan ilmu. Etika memeng tidak dalam kawasan ilmu yang bersifat otonom.tetapi tidak dapat disangkal peranannya dalam perbincangan ilmu pengetahuan. Pengembangan ilmu harus berpijak pada proyeksi tentang kemungkinan yang secara etis diterimaoleh masyarakat
Perbedaan ilmu sosial dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam yang kemajuannya sangat pesat, ilmu-ilmu sosial agak tertinggal di belakang. Hal ini disebabkan oleh subyek ilmu-ilmu sosial adalah manusia sebagai makhluk multidimensional.