KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
REFERAT: MIOMA UTERI
OLEH: THIEA ARANTXA 030.09.255 ANNISA PARASAYU 030.09.026
PEMBIMBING: dr. UNGGUL YUDATMO, Sp.OG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI KARAWANG, 18 JULI 2014 KATA PENGANTAR 1
Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga dapat terselesaikannya referat dengan judul “Mioma Uteri”. Penulisan referat ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Kandungan di RSUD Karawang periode 2 Juni – 9 Agustus 2014. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah sulit untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Unggul Yudatmo, Sp.OG selaku pembimbing yang telah membantu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini, dan kepada semua pihak yang turun serta membantu penyusunan makalah ini. Akhir kata dengan segala kekurangan yang penulis miliki, segala saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang mempergunakannya selama proses kemajuan pendidikan selanjutnya. Karawang, 18 Juli 2014
Penulis
LEMBAR PERSETUJUAN 2
Presentasi referat dengan judul “MIOMA UTERI” Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan di RSUD Karawang periode 2 Juni – 9 Agustus 2014.
Karawang, 18 Juli 2014
dr. Unggul Yudatmo, Sp.OG
DAFTAR ISI 3
Kata Pengantar .................................................................................................................
2
Lembar Persetujuan ..........................................................................................................
3
Daftar Isi ...........................................................................................................................
4
BAB I – PENDAHULUAN ............................................................................................
5
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
6
II. 1. Anatomi Uterus ............................................................................................
6
II. 2. Histologi Uterus ...........................................................................................
9
II. 3. Fisiologi Uterus ...........................................................................................
11
II. 4. Definisi ........................................................................................................
13
II. 5. Epidemiologi ...............................................................................................
13
II. 6. Etiologi ........................................................................................................
13
II. 7. Faktor Risiko ...............................................................................................
14
II. 8. Patofisiologi .................................................................................................
17
II. 9. Klasifikasi ....................................................................................................
18
II. 10. Degenerasi .................................................................................................
20
II. 11. Gambaran Klinik ........................................................................................
21
II. 12. Mioma Uteri dan Kehamilan .....................................................................
25
II. 13. Diagnosis ...................................................................................................
26
II. 14. Diagnosis Banding .....................................................................................
28
II. 15. Terapi .........................................................................................................
28
II. 16. Komplikasi .................................................................................................
34
II. 17. Prognosis ...................................................................................................
36
II. 18. Pencegahan ................................................................................................
36
BAB III – KESIMPULAN .............................................................................................
38
Daftar Pustaka ..................................................................................................................
39
BAB I 4
PENDAHULUAN Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh faktor yang tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi, dan hanya bermanifestasi selama usia reproduktif. Faktor risiko mioma uteri antara lain usia penderita, hormon endogen, riwayat keluarga, etnik, berat badan, diet, kehamilan dan paritas, dan kebiasaan merokok. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum diketahui pasti, namun telah diketahui bahwa hormon estrogen memang menjadi prekursor pertumbuhan miomatosa. Bila terjadi perubahan pasokan darah selama pertumbuhannya, maka mioma dapat mengalami perubahan sekunder atau degeneratif. Walaupun seringkali asimtomatik, gejala yang mungkin ditimbulkan sangat bervariasi, seperti perut terasa penuh dan membesar, metroragia, nyeri panggul kronik, menoragia, hingga infertilitas. Perdarahan hebat yang disebabkan oleh mioma merupakan indikasi utama histerektomi. Mioma dapat memberi komplikasi seperti perdarahan, degenerasi ganas, dan torsi.
BAB II 5
TINJAUAN PUSTAKA II. 1. Anatomi Uterus Uterus merupakan organ otot yang sebagian tertutup oleh peritoneum, sedangkan kavumnya dilapisi oleh endometrium. Terletak antara rektum dan vesika urinaria, dinding belakang hampir seluruhnya tertutup peritoneum dan ikut membentuk dinding depan cul de sac Douglas, dan dinding depan sebagian tertutup peritoneum yang longgar. Sekitar serviks bersatu dengan vesika urinaria. Bentuk uterus seperti buah pir dengan struktur badannya berbentuk segitiga, dengan serviks agak lurus dan menonjol ke vagina. Isthmus antara ostium uteri internum dan kavum endometrial saat hamil menjadi segmen bawah rahim (SBR).1 Dinding depan uterus agak mendatar sedangkan dinding belakangnya konveks. Tuba Fallopii berinsersi pada kornu uteri, dan fundus uteri berada di atas insersio tuba. Sedikit di bawah insersio tuba tempat asal ligamentum rotundum dan ligamentum latum. Ukuran uterus sebelum menarke adalah 2.5 x 3.5 cm, saat dewasa 6 x 8 cm, dan pada multipara 9 x 10 cm. Berat uterus sebelum hamil adalah 70-80 gr, saat hamil 1100 gr, dengan volume saat hamil 5 liter. Peritoneum penutup uterus melekat erat kecuali di bagian bawahnya plika vesikouterina dan bagian lateralnya membentuk ligamentum latum, terus menuju dinding pelvis melalui ligamentum infundibulopelvikum.1 Ligamen-ligamen penyokong uterus antara lain: -
Ligamentum latum adalah lapisan longgar sehingga dapat mengikuti pembesaran kehamilan. Merupakan pelipatan peritoneum di tepi lateral uterus, menuju pelvis sehingga membagi ruangan pelvis menjadi bagian anterior dan posterior. 2/3 bagian tengahnya menutupi mesosalping, yang mengandung tuba Fallopii, dan 1/3 bagian lateralnya khususnya dari tepi bawah fimbriae tuba, terdapat penebalan menjadi ligamentum infundibulopelvikum. Di bagian bawah dekat serviks terjadi penebalan menjadi satu dengan jaringan ikat tulang pelvis menjadi ligamentum kardinale Mackenrodt.1
6
-
Ligamentum kardinale Mackenrodt menghubungkan supravaginal dengan tulang pelvis, dan merupakan tempat masuknya arteri uterina, serta dekat tempat menyilangnya ureter.
-
Berfungsi mempertahankan kedudukan rahim sehingga tetap pada posisinya. Ligamentum rotundum berasal di bagian depan dan sedikit bawah insersio tuba Fallopii, ditutupi oleh peritoneum parietale dan menjadi lanjutan ligamentum latum menuju kanalis inguinalis, dan berakhir di ujung labium mayus. Besarnya sekitar 3-5 mm, karena kehamilan ligamentum rotundum ikut mengalami hipertrofi panjang dan tebalnya.
-
Berfungsi mempertahankan agar uterus dalam posisi antefleksi. Ligamentum sakrouterina, terletak posterolateral supravaginal dan serviks melingkari rektum menuju tulang sakrum S2 dan S3. Terdiri dari jaringan ikat dan otot polos dan ditutupi oleh peritoneum, menjadi batas lateral kavum Douglas. Berfungsi sebagai penyangga uterus agar tetap pada posisinya.1
7
Otot rahim terdiri dari bentuk miring dari dua ostium tuba sehingga keseluruhannya membentuk anyaman. Komposisinya menurut Dubrauszky (1966) semakin kecil ke bagian bawah sehingga sekitar serviks hanya 10%. Dengan komposisi demikian, postpartum akan menjepit pembuluh darah, menghindari terjadinya perdarahan postpartum. Pembuluh darah uterus terdiri atas arteri uterina dan arteri ovarika. Arteri uterina, cabang arteri hipogastrika interna, masuk melalui ligamentum latum menuju uterus dengan bercabang: 1) arteri uterina desendens untuk serviks dan vagina bagian atas, 2) arteri uterina asendens berjalan sepanjang tepi uterus sambil memberikan cabangnya menuju otot rahim, 3) bagian atasnya akan memberikan cabangnya pada fundus uteri, tuba Fallopii, dan ovarium, 4) cabang tuba Fallopii akan memberikan darahnya ke ovarium, 5) cabang arteri ovarika, arteri uterina mengadakan anastomosis dengan arteri ovarika dari infundibulopelvikum, 6) arteri uterina menyilang ureter sekitar 2 cm di lateral serviks.1 Arteri ovarika merupakan cabang dari aorta melalui ligamentum infundibulopelvikum. Membentuk beberapa cabang menuju hilum ovarii dan sepanjang ovarium di tepi bagian atasnya dan mengadakan anastomosis dengan cabang arteri ovarika dari arteri uterina. Pembuluh darah vena di sekitar uterus pada ligamentum latum terbentuk pleksus Pampiniformis yang menuangkan darah ke vena ovarika. Vena ovarika kanan langsung ke vena kava inferior, vena 8
ovarika kiri menuju vena renalis kiri. Pembuluh limfa uterus menuju beberapa arah yaitu: serviks menuju kelenjar iliaka atau percabangan arteri iliaka interna, lainnya menuju kelenjar getah bening periaorta.1 Serviks uteri berada di bawah isthmus, bagian atas setinggi plika vesikouterina. Bagian belakangnya tertutup peritoneum sedangkan lateralnya dihubungkan dengan pelvis oleh ligamentum kardinale Mackenrodt. Sebagian menonjol ke vagina disebut portio vaginalis. Bentuk pada nulipara bulat utuh sedangkan pada multipara terdapat bibir atas dan bibir bawah. Jaringan serviks didominasi oleh jaringan ikat hanya 10% otot polos. Kanalis servisis dilapisi sel kolumnar bersilia, intinya di dasar sedangkan bagian atasnya bening diisi lendir, terdapat kelenjar serviks uteri. Serviks seluruhnya tertutup oleh sel bertatah vagina, sedangkan kanalis servisis tertutup oleh epitel kubus dengan batas yang jelas.1 Inervasi uterus berasal simpatikus, serebrospinal, dan parasimpatikus. Parasimpatikus berasal dari S2, S3 dan S4 dekat dengan serviks menuju pleksus Frankenhauser. Simpatikus berasal dari pleksus pada aorta menuju pleksus iliaka interna. Selanjutnya masuk pleksus Frankenhauser, dalam bentuk ganglion berbagai besar, sedikit serviks dan di bagian belakang forniks di depan rektum. Serat saraf ini memelihara uterus, vesika urinaria dan vagina bagian atas. Beberapa ujungnya berakhir bebas di antara otot dan masuk menuju endometrium. Serat saraf sensori berasal dari T11, T12 menujukan rasa sakit ke SSP. Rasa sakit sekitar serviks dan bagian atas jalan lahir menuju sakrum melalui S2, S3 dan S4. Rasa sakit jalan lahir bagian bawah menuju nervus pudendalis.1 II. 2. Histologi Uterus Dinding uterus relatif tebal dan terdiri atas 3 lapisan. Bergantung pada bagian uterus, lapisan serosa (jaringan ikat dan mesotel), atau adventisia (jaringan ikat) dapat dijumpai di bagian luarnya. Lapisan uterus lainnya adalah miometrium, yakni suatu lapisan otot polos tebal, dan endometrium, atau mukosa uterus.2
9
Miometrium adalah lapisan paling tebal di uterus, terdiri atas berkas-berkas serabut otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat. Berkas otot polos ini membentuk 4 lapisan yang tidak berbatas tegas. Lapisan pertama dan keempat terutama terdiri atas serat yang tersusun memanjang, yaitu sejajar dengan sumbu panjang organ. Lapisan tengah mengandung pembuluh darah yang lebih besar. Selama kehamilan, miometrium akan mengalami masa pertumbuhan pesat akibat adanya hiperplasia (bertambahnya jumlah sel otot polos) dan hipertrofi (bertambahnya ukuran sel). Selama kehamilan, banyak sel otot polos memiliki ciri ultrastruktur sel penghasil-protein dan aktif menyintesis kolagen, yang akan meningkatkan kandungan kolagen dalam urin. Setelah kehamilan, terdapat destruksi sejumlah sel otot polos, pengecilan ukuran sel-sel lainnya, dan degradasi enzimatik kolagen. Uterus mengecil sampai berukuran hampir sama dengan ukurannya sebelum kehamilan.2 Endometrium terdiri atas epitel dan lamina propria yang mengandung kelenjar tubular simpleks yang kadang-kadang bercabang di bagian dalamnya (dekat miometrium). Sel-sel epitel pelapisnya merupakan gabungan selapis sel-sel silindris sekretoris dan sel bersilia. Epitel kelenjar uterus serupa dengan epitel superfisial, namun sel bersilia jarang dijumpai di dalam kelenjar. Jaringan ikat lamina propria kaya akan fibroblas dan mengandung banyak substansi dasar. Serat jaringan ikatnya terutama berasal dari kolagen tipe III. Lapisan endometrium dapat 10
dibagi menjadi 2 zona: 1) lapisan basal yang paling dalam, dan berdekatan dengan miometrium; lapisan ini mengandung lamina propria dan bagian awal kelenjar uterus, 2) lapisan fungsional mengandung sisa lamina propria dan sisa kelenjar, selain epitel permukaan. Ketika lapisan fungsional mengalami perubahan besar selama siklus menstruasi, lapisan basal hampir tak mengalami perubahan. Pembuluh darah yang menyuplai endometrium terutama penting untuk pelepasan sebagian besar lapisan ini secara periodik. Arteri arkuata tersusun melingkar di lapisan tengah miometrium. Dari pembuluh ini, 2 set arteri muncul untuk mendarahi endometrium: arteri lurus (rekta), yang menyuplai lapisan basal, dan arteri spiralis, yang mengalirkan darah ke lapisan fungsional.2 II. 3. Fisiologi Uterus Sistem reproduksi wanita ditandai oleh siklus-siklus kompleks yang terhenti oleh perubahan yang lebih kompleks lagi sewaktu terjadi kehamilan. Ovarium berfungsi menghasilkan ovum dan mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron. Estrogen pada wanita bertanggungjawab untuk berbagai fungsi, yaitu pematangan dan pemeliharaan seluruh sistem reproduksi wanita serta pembentukan karakteristik seks sekunder wanita. Progesteron penting untuk mempersiapkan lingkungan yang sesuai untuk janin yang sedang tumbuh.3 Siklus ovarium terdiri atas fase folikel dan luteal. Folikel bekerja pada paruh pertama siklus untuk menghasilkan telur matang pada saat ovulasi. Korpus luteum mengambil alih peran pada paruh kedua siklus untuk mempersiapkan saluran reproduksi wanita untuk kehamilan jika terjadi pembuahan. Folikel terdiri atas sel granulosa dan sel teka, yang berfungsi sebagai satu kesatuan untuk mensekresikan estrogen, yang ditandai oleh pembentukan antrum yang berisi cairan. Sewaktu sel folikel mulai menghasilkan estrogen, sebagian dari hormon ini disekresikan ke dalam darah untuk disebarkan ke seluruh tubuh. Pada hari keempat belas, folikel matang menjadi folikel de Graaf dan kemudian terjadi ovulasi. Kemudian ovarium memasuki fase luteal, di mana folikel yang telah ruptur membentuk korpus luteum (proses luteinisasi) yang menghasilkan progesteron. Jika tidak terjadi kehamilan maka korpus luteum menjadi korpus albikans. Siklus menstruasi dipengaruhi pula oleh FSH dan LH untuk mendorong maupun menghambat sekresi hormon ovarium.3
11
Estrogen merangsang pertumbuhan miometrium dan endometrium. Hormon ini juga meningkatkan sintesis reseptor progesteron di endometrium agar dapat dipertahankan setelah dipersiapkan oleh estrogen. Di bawah pengaruh progesteron, jaringan ikat endometrium menjadi longgar dan edematosa akibat penimbunan elektrolit dan air untuk mempermudah implantasi, merangsang kelenjar endometrium agar mengeluarkan dan menyimpan glikogen, menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah endometrium. Progesteron juga menurunkan kontraktilitas uterus agar kondusif untuk implantasi. Saat menstruasi terjadi penurunan kadar hormon ovarium 12
sehingga merangsang prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh endometrium, penurunan oksigenasi sehingga terjadi disintegrasi pembuluh darah yang dikeluarkan. Prostaglandin juga merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium, untuk membantu mengeluarkan darah dan debris sebagai darah haid.3 II. 4. Definisi Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos rahim dan jaringan ikat yang menyokongnya, sering juga disebut sebagai fibromioma, leiomioma, fibroid.4,5 II. 5. Epidemiologi Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh faktor yang tidak diketahui secara pasti. Insidensnya 3-9 kali lebih banyak pada ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Selama 5 dekade terakhir, ditemukan 50% kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna.4 Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Jarang sekali ditemukan pada wanita berumur 20 tahun dan belum pernah (dilaporkan) terjadi sebelum menarche, paling banyak ditemukan pada wanita berumur 35-45 tahun. Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma masih tumbuh. Mioma uteri lebih banyak ditemukan pada wanita berkulit hitam, karena wanita berkulit hitam memiliki lebih banyak hormon estrogen dibanding wanita kulit putih.6 II. 6. Etiologi Penyebab pasti mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi, dan hanya bermanifestasi selama usia reproduktif. Umumnya mioma terjadi di beberapa tempat. Pertumbuhan mikroskopik menjadi masalah utama dalam penanganan mioma karena hanya tumor soliter dan tampak secara makroskopik yang memungkinkan untuk ditangani dengan cara enukleasi. Ukuran rerata tumor
13
ini adalah 15 cm, tetapi cukup banyak yang melaporkan kasus mioma uteri dengan berat mencapai 45 kg.4 Tidak ada bukti yang kuat untuk mengatakan bahwa estrogen menjadi penyebab mioma. Telah diketahui bahwa hormon memang menjadi prekursor pertumbuhan miomatosa. Konsentrasi reseptor estrogen dalam jaringan mioma memang lebih tinggi dibandingkan dengan miometrium sekitarnya tetapi lebih rendah dibandingkan dengan di endometrium. Mioma tumbuh cepat saat penderita hamil atau terpapar estrogen dan mengecil atau menghilang setelah menopause. Walaupun progesteron dianggap sebagai penyeimbang estrogen tetapi efeknya terhadap pertumbuhan mioma termasuk tidak konsisten.4 Meyer dan De Snoo mengajukan teori cell nest atau teori genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron. Puukka dan kawan-kawan pula menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati daripada miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur.4 II. 7. Faktor Risiko 1. Usia penderita Wanita kebanyakannya didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an; tetapi masih tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi adalah disebabkan peningkatan formasi atau peningkatan pembesaran secara sekunder terhadap perubahan hormon pada waktu usia begini. Faktor lain yang bisa mengganggu insidensi sebenar kasus mioma uteri adalah karena dokter merekomendasi dan pasien menerima rekomendasi tersebut untuk menjalani histerektomi hanya setelah mereka sudah melepas usia melahirkan anak. Mioma belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke dan setelah menopause hanya 10% mioma yang masih bertumbuh.7,8
2. Hormon endogen 14
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen endogen pada wanitawanita menopause pada kadar yang rendah atau sedikit. Awal menarke (usia di bawah 10 tahun) dijumpai peningkatan resiko dan menarke lewat (usia setelah 16 tahun) menurunkan resiko untuk menderita mioma uteri.7,9 3. Riwayat keluarga Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai peningkatan 2.5 kali kemungkinan risiko untuk menderita mioma uteri dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri.7 4. Etnik Dari studi yang dijalankan melibatkan laporan sendiri oleh pasien mengenai mioma uteri, rekam medis, dan pemeriksaan sonografi menunjukkan golongan etnik Afrika-Amerika mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri setinggi 2,9 kali berbanding wanita etnik caucasia, dan risiko ini tidak mempunyai kaitan dengan faktor risiko yang lain. Didapati juga wanita golongan Afrika-Amerika menderita mioma uteri dalam usia yang lebih muda dan mempunyai mioma yang banyak dan lebih besar serta menunjukkan gejala klinis. Namun masih belum diketahui jelas apakah perbedaan ini adalah kerana masalah genetik atau perbedaan pada kadar sirkulasi estrogen, metabolisme estrogen, diet, atau peran faktor lingkungan. Walaubagaimanapun, pada penelitian terbaru menunjukkan yang Val/Val genotype untuk enzim essensial kepada metabolisme estrogen, catechol-Omethyltransferase (COMT) ditemui sebanyak 47% pada wanita Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita dengan genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan mengapa prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita Afrika-Amerika lebih tinggi.7 5. Berat badan 15
Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko menderita mioma uteri adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10 kg berat badan dan dengan peningkatan indeks massa tubuh. Temuan yang sama juga turut dilaporkan untuk wanita dengan 30% kelebihan lemak tubuh. Ini terjadi kerana obesitas menyebabkan peningkatan konversi androgen adrenal kepada estrone dan menurunkan hormon sex-binding globulin. Hasilnya menyebabkan peningkatan estrogen secara biologikal yang bisa menerangkan mengapa terjadi peningkatan prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya. Beberapa penelitian menemukan hubungan antara obesitas dan peningkatan insiden mioma uteri.10 6. Diet Ada studi yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri dengan pemakanan seperti daging sapi atau daging merah atau ham bisa meningkatkan insidensi mioma uteri dan sayuran hijau bisa menurunkannya. Studi ini sangat sukar untuk diintepretasikan kerana studi ini tidak menghitung nilai kalori dan pengambilan lemak tetapi sekadar informasi sahaja dan juga tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubung dengan mioma uteri.7 7. Kehamilan dan paritas Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma uteri menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal ketika kehamilan termasuk peningkatan produksi extracellular matrix dan peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida dan hormon steroid. Miometrium postpartum kembali kepada berat asal, aliran darah dan ukuran asal melalui proses apoptosis dan diferensiasi. Proses remodeling ini berkemungkinan bertanggungjawab dalam penurunan ukuran mioma uteri. Teori yang lain pula mengatakan pembuluh darah di uterus kembali kepada keadaan atau ukuran asal pada postpartum dan ini menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah dan kurangnya nutrisi untuk terus membesar. Didapati juga kehamilan ketika usia midreproductive (25-29 tahun) memberikan perlindungan terhadap pembesaran mioma.7,10
8. Kebiasaan merokok 16
Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang bisa menurunkan bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti: penurunan konversi androgen kepada estrone dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin.7,11 II. 8. Patofisiologi Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum diketahui pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor.11 Telah ditemukan banyak sekali mediator mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin growth factor-1 (IGF-1). Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakupi rentetan perubahan pada kromosom, baik secara parsial maupun secara keseluruhan.12,13 Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dengan miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan aktivitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.11,12 Walaupun mioma tidak mempunyai kapsul yang sesungguhnya, tetapi jaringannya dengan sangat mudah dibebaskan dari miometrium sekitarnya sehingga mudah dikupas (enukleasi). Mioma berwarna lebih pucat, relatif bulat, kenyal, berdinding licin, dan apabila dibelah bagian dalamnya akan menonjol keluar sehingga mengesankan bahwa permukaan luarnya adalah kapsul.4
II. 9. Klasifikasi 17
Mioma uteri berasal dari miometrium dan klasifikasinya dibuat berdasarkan lokasinya. Mioma submukosa menempati lapisan di bawah endometrium dan menonjol ke dalam (kavum uteri). Pengaruhnya pada vaskularisasi dan luas permukaan endometrium menyebabkan terjadinya perdarahan ireguler. Mioma jenis ini dapat bertangkai panjang sehingga dapat keluar melalui ostium serviks. Yang harus diperhatikan dalam menangani mioma bertangkai adalah kemungkinan terjadinya torsi dan nekrosis sehingga risiko infeksi sangatlah tinggi. Mioma intramural atau interstisiel adalah mioma yang berkembang di antara miometrium. Mioma subserosa adalah mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa uterus dan dapat bertumbuh ke arah luar dan juga bertangkai. Mioma subserosa juga dapat menjadi parasit omentum atau usus untuk vaskularisasi tambahan bagi pertumbuhannya.4 Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan selebihnya adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain mioma submukosa, mioma intramural, mioma subserosa, dan mioma intraligamenter. Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa (48,2%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).5,6
1. Mioma submukosa 18
Berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini di jumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma uteri jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai Currete bump. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang di lahirkan, yang mudah
mengalami infeksi, ulserasi, dan infark. Pada
beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.4 2. Mioma intramural Terdapat di dinding uterus diantara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuklah semacam simpai yang mengelilingi tumor. Bila didalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berdungkul dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih keatas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.4 3. Mioma subserosa Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.4 4. Mioma intraligamenter Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran serviks sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang 19
tersusun seperti kumparan (whorle like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini.4 II. 10. Degenerasi Bila terjadi perubahan pasokan darah selama pertumbuhannya, maka mioma dapat mengalami perubahan sekunder atau degeneratif sebagai berikut. -
Degenerasi jinak. Atrofi: ditandai dengan pengecilan tumor yang umumnya terjadi setelah persalinan atau
-
menopause. Hialin: terjadi pada mioma yang telah matang atau ‘tua’ di mana bagian yang semula aktif tumbuh kemudian terhenti akibat kehilangan pasokan nutrisi dan berubah warnanya menjadi kekuningan, melunak atau melebur menjadi cairan gelatin sebagai tanda terjadinya
-
degenerasi hialin. Kistik: setelah mengalami hialinisasi, hal tersebut berlanjut dengan cairnya gelatin sehingga mioma konsistensinya menjadi kistik. Adanya kompresi atau tekanan fisik pada bagian tersebut dapat menyebabkan keluarnya cairan kista ke kavum uteri, kavum
-
peritoneum, atau retroperitoneum. Kalsifikasi: disebut juga degenerasi kalkareus yang umumnya mengenai mioma subserosa yang sangat rentan terhadap defisit sirkulasi yang dapat menyebabkan pengendapan
-
kalsium karbonat dan fosfat di dalam tumor. Septik: defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis di bagian tengah tumor yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai dengan nyeri, kaku dinding perut, dan
-
demam akut. Kaneus: disebut juga degenerasi merah yang diakibatkan oleh trombosis yang diikuti dengan terjadinya bendungan vena dan perdarahan sehingga menyebabkan perubahan warna mioma. Degenerasi jenis ini, seringkali terjadi bersamaan dengan kehamilan karena kecepatan pasokan nutrisi bagi hipertrofi miometrium lebih diprioritaskan sehingga mioma mengalami defisit pasokan dan terjadi degenerasi aseptik dan infark. Degenerasi ini disertai rasa nyeri tetapi akan menghilang sendiri (self limited). Terhadap kehamilannya
-
sendiri, dapat terjadi partus prematurus atau koagulasi diseminata intravaskuler. Miksomatosa: disebut juga degenerasi lemak yang terjadi setelah proses degenerasi hialin
-
dan kistik. Degenerasi ini sangat jarang dan umumnya asimtomatik. Degenerasi ganas. 20
-
Transformasi ke arah keganasan (menjadi miosarkoma) terjadi pada 0.1-0.5% penderita mioma uteri.4
II. 11. Gambaran Klinik Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pelvik rutin. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi besarnya mioma, lokalisasi mioma, dan perubahan-perubahan pada mioma. Walaupun seringkali asimtomatik, gejala yang mungkin ditimbulkan sangat bervariasi, seperti perut terasa penuh dan membesar, metroragia, nyeri panggul kronik, menoragia, hingga infertilitas. Perdarahan hebat yang disebabkan oleh mioma merupakan indikasi utama histerektomi di Amerika Serikat. Yang menyulitkan adalah anggapan klasik bahwa mioma adalah asimtomatik karena hal ini seringkali menyebabkan gejala yang ditimbulkan dari organ sekitarnya (tuba, ovarium, atau usus) menjadi terabaikan. Masalah lain terkait dengan asimtomatik mioma adalah mengabaikan pemeriksaan lanjutan dari spesimen hasil enukleasi atau histerektomi sehingga miosarkoma menjadi tidak dikenali.4 Gejala klinik hanya terjadi pada 35-50% penderita mioma. Hampir sebagian besar penderita tidak mengetahui bahwa terdapat kelainan di dalam uterusnya, terutama sekali pada penderita dengan obesitas. Keluhan penderita sangat tergantung pula dari lokasi atau jenis mioma yang diderita. Berbagai keluhan penderita dapat berupa: -
Perdarahan Abnormal Uterus Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal ini terjadi pada 30% penderita. Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi anemia defisiensi zat besi dan bila berlangsung lama dan dalam jumlah yang besar maka sulit untuk dikoreksi dengan suplementasi zat besi. Perdarahan pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan pasokan darah endometrium, tekanan, dan bendungan pembuluh darah di area tumor (terutama vena) atau ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan dan infeksi (vagina dan kavum uteri terhubung oleh tangkai yang keluar dari ostium serviks). Dismenorea dapat disebabkan oleh efek tekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal miometrium.4 21
Mekanisme perdarahan abnormal pada mioma uteri dirangkum sebagai berikut: o Peningkatan ukuran permukaan endometrium o Peningkatan vaskularisasi aliran vaskuler ke uterus o Gangguan kontraktilitas uterus o Ulserasi endometrium pada mioma submukosa o Kompresi pada pleksus venosus di dalam miometrium -
Nyeri Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali apabila kemudian terjadi gangguan vaskuler. Nyeri bisa terjadi saat menstruasi, setelah berhubungan seksual, atau ketika terjadi penekanan pada panggul. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus sebagai upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala abdomen akut dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi merah yang mengiritasi selaput peritoneum (seperti peritonitis). Mioma yang besar dapat menekan rektum sehingga menimbulkan sensasi untuk mengedan. Nyeri pinggang dapat terjadi pada penderita mioma yang menekan persarafan yang berjalan di atas permukaan tulang pelvis.4
-
Efek Penekanan Walaupun mioma dihubungkan dengan adanya desakan tekan, tetapi tidaklah mudah untuk menghubungkan adanya penekanan organ dengan mioma. Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap organ sekitar. Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna, perlekatannya dengan omentum menyebabkan strangulasi usus. Mioma serviks dapat menyebabkan sekret serosanguinea vaginal, perdarahan, dispareunia, dan infertilitas. Bila ukuran tumor lebih besar lagi, akan terjadi penekanan ureter, kandung kemih dan rektum. Semua efek penekanan ini dapat dikenali melalui pemeriksaan IVP, kontras saluran cerna, rontgen, dan MRI. Abortus spontan dapat disebabkan oleh efek penekanan langsung mioma terhadap kavum uteri.4
22
-
Gejala lainnya adalah: o Gejala gangguan berkemih akibat mioma yang besar dan menekan saluran kemih menyebabkan gejala frekuensi (sering berkemih) dan hidronefrosis (pembesaran ginjal). o Penekanan rektosigmoid yang mengakibatkan konstipasi atau sumbatan usus. o Prolaps atau keluarnya mioma melalui leher rahim dengan gejala nyeri hebat, luka, dan infeksi. o Bendungan pembuluh darah vena daerah tungkai serta kemungknan tromboflebitis sekunder karena penekanan rongga panggul.4
-
Infertilitas dan abortus Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh kerana distorsi rongga uterus. Mioma yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Dapat 23
menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma di dalam uterus. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium di mana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor.4,11
Rangkuman mekanisme gangguan fungsi reproduksi dengan mioma uteri: 1. Gangguan transportasi gamet dan embrio. 2. Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus. 3. Perubahan aliran darah vaskuler. 4. Perubahan histologi endometrium.
II. 12. Mioma Uteri dan Kehamilan Pengaruh mioma uteri pada kehamilan: - Kemungkinan abortus lebih besar karena
Pengaruh kehamilan pada mioma uteri: - Mioma membesar terutama pada bulan-
distorsi kavum uteri khususnya pada
bulan pertama karena pengaruh estrogen
mioma submukosum
yang meningkat 24
-
Kelainan letak janin
-
Plasenta previa dan plasenta akreta
waktu hamil maupun masa nifas seperti
-
HPP akibat inersia maupun atonia uteri
telah
akibat gangguan mekanik dalam fungsi
kadang-kadang memerlukan pembedahan
miometrium
segera guna mengangkat sarang mioma.
Plasenta sukar lepas (retensio plasenta)
Namun,
terutama pada mioma submukosa dengan
demikian
intramural.
perdarahan.
-
-
Menganggu proses involusi uterus dalam
-
-
Dapat terjadi degenerasi merah pada diutarakan
sebelumnya,
pengangkatan itu
jarang
sarang
yang
mioma
menyebabkan
Meskipun jarang, mioma yang bertangkai
masa nifas
dapat mengalami torsi dengan gejala dan
Jika letaknya dekat pada serviks, dapat
tanda sindrom akut abdomen.
menghalangi kemajuan persalinan dan menghalangi jalan lahir. -
Persalinan prematuritas. Terapi mioma dengan kehamilan adalah konservatif karena miomektomi pada kehamilan
sangat berbahaya disebabkan kemungkinan perdarahan hebat dan dapat juga menimbulkan abortus. Operasi terpaksa jika lakukan kalau ada penyulit-penyulit yang menimbulkan gejala akut atau karena mioma sangat besar. Jika mioma menghalangi jalan lahir, dilakukan SC disusul histerektomi tapi kalau akan dilakukan miomektomi lebih baik ditunda sampai sesudah masa nifas.11 Penanganan berdasarkan pada kemungkinan adanya keganasan, kemungkinan torsi dan abdomen akut dan kemungkinan menimbulkan komplikasi obstetrik, maka: 1. Tumor ovarium dalam kehamilan yang lebih besar dari telur angsa harus dikeluarkan. 2. Waktu yang tepat untuk operasi adalah kehamilan 16-20 minggu. 3. Operasi yang dilakukan pada umur kehamilan di bawah 20 minggu harus diberikan substitusi progesteron: a. Beberapa hari sebelum operasi. b. Beberapa hari setelah operasi, sebab ditakutkan korpus luteum terangkat bersama tumor yang dapat menyebabkan abortus. 4. Operasi darurat apabila terjadi torsi dan abdomen akut. 25
5. Bila tumor agak besar dan lokasinya agak bawah akan menghalangi persalinan, penanganan yang dilakukan: a. Coba reposisi, kalau perlu dalam narkose. b. Bila tidak bisa persalinan diselesaikan dengan sectio cesarea dan jangan lupa, tumor sekaligus diangkat.6,11 II. 13. Diagnosis 1. Anamnesis a. Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama. b. Kadang-kadang disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air besar. c. Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah. 2. Pemeriksaan fisik Dapat berupa pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan pelvik. Pada pemeriksaan abdomen, uterus yang besar dapat dipalpasi pada abdomen. Tumor teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan memberi kesan adanya perubahan degeneratif. Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor umumnya rata. Teraba massa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas. Pada pemeriksaan pelvis, serviks biasanya normal, namun pada keadaan tertentu mioma submukosa yang bertangkai dapat mengakibatkan dilatasi serviks dan terlihat pada ostium servikalis. Uterus cenderung membesar tidak beraturan dan noduler. Perlunakan tergantung pada derajat degenerasi dan kerusakan vaskular. Uterus sering dapat digerakkan, kecuali apabila terdapat keadaan patologik pada adneksa. Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum Douglasi. 3. Pemeriksaan penunjang
26
a. Dari pemeriksaan laboratorium, anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal. b. Dapat dilakukan USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur. c. Foto BNO/IVP, pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter. d. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas. e. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.6 4. Gambaran mikroskopik Mioma uteri umumnya bersifat multipel, berlobus yang tidak teratur maupun berbentuk sferis. Biasanya berbatas jelas dengan miometrium sekitarnya, sehingga pada tindakan enukleasi mioma dapat dilepaskan dengan mudah dari jaringan miometrium di sekitarnya. Pada pembelahan jaringan mioma tampak lebih putih dari jaringan sekitarnya. Pada pemeriksaan secara mikroskopik dijumpai sel-sel otot polos panjang, yang membentuk bangunan yang khas sebagai kumparan. Inti sel juga panjang dan bercampur dengan jaringan ikat. Pada pemotongan tranversal, sel berbentuk polihedral dengan sitoplasma yang banyak mengelilinginya, berwarna lebih pucat dibanding miometrium di sekelilingnya, halus, dan biasanya lebih keras dibanding jaringan sekitar, dan terdapat pseudocapsule. Pada pemotongan longitudinal inti sel memanjang, dan ditemukan adanya 27
mast cells diantara serabut miometrium sering diinterprestasi sebagai sel tumor atau sel raksasa (giant cells).5 II. 14. Diagnosis Banding Pada mioma subserosa, diagnosa bandingnya adalah tumor ovarium yang solid, atau kehamilan uterus gravidus. Sedangkan pada mioma submucosum yang dilahirkan diagnosa bandingnya adalah inversio uteri. Kemudian, pada mioma intramural, diagnosa bandingnya adalah adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau sarcoma uteri.5 II. 15. Terapi Terapi harus memperhatikan usia, paritas, kehamilan, konservasi fungsi reproduksi, keadaan umum, dan gejala yang ditimbulkan. Bila kondisi pasien sangat buruk, lakukan upaya perbaikan yang diperlukan termasuk nutrisi, suplementasi zat esensial, ataupun transfusi. Pada keadaan gawat darurat akibat infeksi atau gejala abdominal akut, siapkan tindakan bedah gawat darurat untuk menyelamatkan penderita. Pilihan prosedur bedah terkait dengan mioma uteri adalah miomektomi atau histerektomi. Pilihan pengobatan mioma tergantung umur pasien, paritas, status kehamilan, keinginan untuk mendapatkan keturunan lagi, keadaan umum dan gejala serta ukuran lokasi serta jenis mioma uteri itu sendiri.4 1.
Konservatif Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah ataupun medikamentosa terutama bila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan atau keluhan. Penanganan konservatif, bila mioma yang kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala. Cara penanganan konservatif sebagai berikut: -
Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
-
Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.
-
Pemberian zat besi.
-
Obat-obatan simtomatik seperti antinyeri dan antiinflamasi.
-
Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3 menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan 28
menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Pengobatan GnRH agonis selama 12 minggu pada mioma uteri menghasilkan degenerasi hialin di miometrium hingga uterus menjadi kecil. Setelah pemberian GnRH agonis dihentikan mioma yang mengecil itu akan tumbuh kembali di bawah pengaruh estrogen oleh karena mioma itu masih mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi tinggi. Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah. -
Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri. Barubaru ini, progestin dan antiprogestin dilaporkan mempunyai efek terapeutik. Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin dan levonorgestrol intrauterin.11
2. Pengobatan operatif
Dilakukan penanganan operatif, bila: -
Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
-
Pertumbuhan tumor cepat.
-
Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
-
Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
-
Hipermenorea pada mioma submukosa.
-
Penekanan pada organ sekitarnya.
Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa : a) Enukleasi mioma
29
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan seksio sesarea.11 b) Miomektomi Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat hamil sekitar 30-50%. Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu.11
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma submukosum yang terletak pada kavum uteri. Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan. 30
Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat dengan tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium, rektum serta perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita
dengan
mioma
uteri
yang
masih
ingin
mempertahankan
fungsi
reproduksinya.11 Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut:
Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan keguguran yang berulang.
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of Obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine (ASRM): a) Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif b) Sangkaan adanya keganasan c) Pertumbuhan mioma pada masa menopause d) Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba e) Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu f) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius g) Anemia akibat perdarahan c) Histerektomi Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan terpilih. Tindakan 31
histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.6,11
Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut: Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan olah pasien.
Perdarahan uterus berlebihan: -
Perdarahan banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari.
-
Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi: -
Nyeri hebat dan akut.
-
Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.
-
Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan tidak disebabkan infeksi saluran kemih. Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi. Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomy (STAH). Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.11
32
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat dibandng histerektomi abdominal.11 Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik. Tetapi yang dijelaskan hanya 2 iaitu; histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi (laparoscopically assisted vaginal histerectomy/ LAVH) dan classic intrafascial serrated edged macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa colpotomy. Pada LAVH dilakukan dengan cara memisahkan adneksa dari dinding pelvik dengan memotong mesosalfing kearah ligamentum kardinale dibagian bawah, pemisahan pembuluh darah uterina dilakukan dari vagina. CISH pula merupakan modifikasi dari STAH, di mana lapisan dalam dari serviks dan uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan prosedur ini diharapkan dapat mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk mencegah terjadinya prolapsus. Keunggulan CISH adalah mengurangi resiko trauma pada ureter dan kandung kemih, perdarahan yang 33
lebih minimal,waktu operasi yang lebih cepat, resiko infeksi yang lebih minimal dan masa penyembuhan yang cepat. Jadi terapi mioma uteri yang terbaik adalah melakukan
histerektomi.
Dari
berbagai
pendekatan,
prosedur
histerektomi
laparoskopi memiliki kelebihan kerana masa penyembuhan yang singkat dan angka morbiditas yang rendah dibanding prosedur histerektomi abdominal.11 d) Penanganan radioterapi -
Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
-
Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
-
Bukan jenis submukosa.
-
Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
-
Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.
-
Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.11
II. 16. Komplikasi
1.
Perdarahan sampai terjadi anemia. 34
2.
Degenerasi ganas. Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32 – 0,6 % dari seluruh mioma serta merupakan 50 – 75 % dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.6,14
3.
Torsi. Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Keadaan ini dapat terjadi pada semua bentuk mioma tetapi yang paling sering adalah jenis mioma submukosa pendinkulata. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaklah dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum. Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan kerana gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.6
II. 17. Prognosis 35
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif. Miomektomi yang ekstensif dan secara signifikan melibatkan miometrium atau menembus endometrium, maka diharuskan SC pada persalinan berikutnya. Mioma yang kambuh kembali setelah miomektomi terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3-nya memerlukan tindakan lebih lanjut.11 II. 18. Pencegahan a.
Pencegahan primordial Pencegahan ini dilakukan pada perempuan yang belum menarche atau sebelum terdapat resiko mioma uteri. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang tinggi serat seperti sayuran dan buah.
b.
Pencegahan primer Pencegahan primer merupakan awal pencegahan sebelum seseorang menderita mioma. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan penyuluhan mengenai faktor-faktor resiko mioma terutama pada kelompok yang beresiko yaitu wanita pada masa reproduktif. Selain itu tindakan pengawasan pemberian hormon estrogen dan progesteron dengan memilih pil KB kombinasi (mengandung estrogen dan progesteron), pil kombinasi mengandung estrogen lebih rendah dibanding pil sekuensil, oleh karena pertumbuhan mioma uteri berhubungan dengan kadar estrogen.
c.
Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder ditujukan untuk orang yang telah terkena mioma uteri, tindakan ini bertujuan untuk menghindari terjadinya komplikasi. Pencegahan yang dilakukan adalah dengan melakukan diagnosa dini dan pengobatan yang tepat. Beberapa penelitian menyebutkan penggunaan GnRH agonis untuk mencegah terjadinya adhesi pascaoperasi.15
d.
Pencegahan tersier
36
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan setelah penderita melakukan pengobatan. Umumnya pada tahap pencegahan ini adalah berupa rehabilitasi untuk meningkatkan kualitas hidup dan mencegah timbulnya komplikasi. Pada dasarnya hingga saat ini belum diketahui penyebab tunggal yang menyebabkan mioma uteri, namun merupakan gabungan beberapa faktor atau multifaktor. Tindakan yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas hidup dan mempertahankannya. Penderita pasca operasi harus mendapat asupan gizi yang cukup dalam masa pemulihannya.
BAB III 37
KESIMPULAN Miometrium adalah lapisan paling tebal di uterus, terdiri atas berkas-berkas serabut otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat. Estrogen merangsang pertumbuhan miometrium dan endometrium. Pertumbuhan tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos rahim disebut juga sebagai mioma uteri. Mioma jarang sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi, dan hanya bermanifestasi selama usia reproduktif. Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dengan miometrium sekitarnya. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain mioma submukosa, mioma intramural, mioma subserosa, dan mioma intraligamenter. Gejala klinik hanya terjadi pada 35-50% penderita mioma. Berbagai keluhan penderita dapat berupa perdarahan abnormal uterus, nyeri, efek desak ruang seperti penekanan kandung kemih dan rektum, hingga infertilitas. Pilihan pengobatan mioma tergantung umur pasien, paritas, status kehamilan, keinginan untuk mendapatkan keturunan lagi, keadaan umum dan gejala serta ukuran lokasi serta jenis mioma uteri itu sendiri.
Daftar Pustaka 38
1. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC; 2003. 2. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar: Teks dan Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2004. 3. Sherwood L. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC; 1996. 4. Anwar A, Baziad A, Prabowo P. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011. 5. Thomas EJ. The Etiology and Pathogenesis of Fibroids. In: Shaw RW, ed. Advances in Reproductive Endocrinology. New Jersey: The Phartenon Publishing Group; 1992. 6. Schwartz SM, Marshall LM, Baird DD. Epidemiologic contributions to understanding the etiology of uterine leiomyomata. Environ Health Perspect, 2000 Oct; 108 Suppl 5: 821-7. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11035989. Accessed July 16, 2014. 7. Parker WH. Etiology, symptomatology, and diagnosis of uterine myomas. Fertil Steril, 2007 Apr; 87(4): 725-36. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17430732. Accessed July 17, 2014. 8. Blake RE. Leiomyomata uteri: hormonal and molecular determinants of growth. J Natl Med
Assoc,
Oct
2007;
99(10):
1170-84.
Available
at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2574407/. Accessed July 16, 2014. 9. Baird DD, Travlos G, Wilson R, Dunson DB, Hill MC, D’Aloisio AA, et al. Uterine leiomyomata in relation to insulin-like growth factor-I, insulin, and diabetes. Epidemiology,
2009
Jul;
20(4):
604-10.
Available
at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19305350. Accessed July 15, 2014. 10. Flake GP, Andersen J, Dixon D. Etiology and pathogenesis of uterine leimyomas: a review. Environ Health Perspect, Jun 2003; 111(8): 1037-54. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1241553/. Accessed July 16, 2014. 11. Hadibroto BR. Mioma Uteri. Maj Kedokt Nus, Sept 2005; 38(33): 255-60. Available at: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15576/1/mkn-sep2005-%20(9).pdf. Accessed July 17, 2014. 12. Baziad A. Endokrinologi Ginekologi. 3rd ed. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2008. 13. Ciarmela P, Islam MS, Reis FM, Gray PC, Bloise E, Petraglia F, et al. Growth factors and myometrium: biological effects in uterine fibroid and possible clinical implications. Hum
39
Reprod
Update,
2011
Nov-Dec;
17(6):
772-90.
Available
at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21788281. Accessed July 15, 2014. 14. Schwartz PE, Kelly MG. Malignant transformation of myomas: myth or reality?. Obstet Gynecol
Clin
North
Am,
2006
Mar;
33(1):
183-98.
Available
at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16504815. Accessed July 15, 2014. 15. Schindler AE. Gonadotropin-releasing hormone agonists for prevention of postoperative adhesions: an overview. Gynecol Endocrinol, 2004; 19(1): 51-55. Available at: http://informahealthcare.com/doi/abs/10.1080/09513590410001725495. Accessed July 17, 2014.
40