1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat di sekitarnya. Mioma bisa menyebabkan gejala yang luas termasuk perdarahan menstruasi yang banyak, penekanan pada daerah pelvis, dan disfungsi reproduksi. Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. 1,2
Di Indonesia, angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39-11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat. Angka kejadian terutama pada wanita berusia 35-45 tahun sebesar 20-30%. Setelah menopause angka kejadian mioma uteri sekitar 10%. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. 2
Perihal penyebab pasti terjadinya mioma uteri belum diketahui. Bentuknya bisa tunggal atau multiple. Mioma dapat tumbuh di setiap bagian dari dinding uterus. Apabila mioma tumbuh di dalam dinding uterus disebut sebagai mioma intramural. Mioma submukosum merupakan mioma yang terdapat pada sisi dalam dari kavum uteri dan terletak dibawah endometrium. Mioma subserosum adalah mioma yang terletak di permukaan serosa dari uterus dan mungkin akan menonjol keluar dari myometrium. Mioma subserosum tidak jarang bertangkai dan menjadi mioma geburt. Bila mioma suberous tumbuh kea rah lateral dan meluas diantara 2 lapisan peritoneal dari ligamentum latum akan menjadi mioma intraligamenter. 2
Keluhan yang biasa dikeluhkan pada mioma yang tumbuh ke dalam mukosa rahim berupa perdarahan saat siklus dan di luar siklus haid. Sedangkan pada tipe tumor yang tumbuh di kulit luar rahim yang dikenal dengan tipe subserosa tidak memberikan keluhan perdarahan, akan tetapi seseorang baru mengeluh bila tumor membesar yang dengan perabaan di daerah perut dijumpai benjolan keras, benjolan tersebut kadang sulit digerakkan bila tumor sudah sangat besar. Selain itu, mioma juga dapat menimbulkan kompresi pada traktus urinarius sehingga terjadi gangguan berkemih.1,2
Penatalaksanaan mioma uteri dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan (medisinalis) maupun secara operatif. Pemberian GnRH analog merupakan terapi medisinalis yang bertujuan untuk mengurangi gejala perdarahan yang terjadi dan mengurangi ukuran mioma. Penatalaksanaan operatif terhadap gejala-gejala yang timbul atau adanya pembesaran massa mioma adalah miomektomi atau histerektomi.1
Berikut ini diajukan suatu kasus seorang wanita 49 tahun dengan diagnosa mioma uteri, yang selanjutnya ditatalaksana untuk laparotomi dengan Histerektomi.
BAB II
STATUS PASIEN
Formulir Rekam Medik
A. Identitas pasien
Nama : Ny. R
Umur : 49 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Pancuran 2/3 Piyangan Sumowono
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
No MR : 1204xx
Tanggal Masuk : 17 Februari 2017
B. Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang pada tanggal 17 Februari 2017 dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 4 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluar darah banyak sampai mengganti pembalut 4 kali sehari. Darah yang keluar berupa prongkol – prongkol. Pasien mengaku sudah tidak menstruasi sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan pusing disangkal, mual disangkal, muntah disangkal, nyeri sendi juga disangkal.
Riwayat Obstetri
Anak pertama lahir pada tahun 1986 dengan jenis kelamin laki-laki. Persalinan secara spontan pervaginam, umur kehamilan aterm ditolong oleh bidan dengan berat badan lahir 2500 gram. Anak ke dua keguguran pada usia 3 bulan dan dikuret. Anak ke tiga lahir pada tahun 1992 dengan jenis kelamin perempuan, persalinan secara spontan pervaginam, umur kehamilan aterm dan ditolong oleh bidan dengan berat badan lahir 2500 gram.
Riwayat Menarche
Pasien pertama kali haid pada umur 12 tahun, haid rutin setiap bulan dengan lama 7 hari dan siklus 28 hari.
Riwayat KB
Pasien meminum pil KB selama 2 tahun
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM : disangkal
Hipertensi : disangkal
Asma : disangkal
Alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat DM : disangkal
Hipertensi : disangkal
Asma : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Pendidikan terakhir pasien SD dan bekerja sebagai petani, sedangkan suaminya berpendidikan terakhir SD dan bekerja sebagai petani.
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 kali/ menit
Suhu : 36,9°C RR : 20 kali/ menit
Kepala : Mata konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Leher : KGB tidak teraba pembesaran
Thoraks : Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), whezzing (-/-)
Jantung: S1 S2 reguler, murmur (-/-), gallop (-/-)
Abdomen : Bising usus (+) Normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat, capirally refill test < 2 detik. Oedem sinistra (+) dextra (+)
Status Obstetrik
Pemeriksaan Luar
Perdarahan pervaginam (+)
Pemeriksan Dalam/Vaginal Toucher
Tidak dilakukan
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 18 Februari 2017
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
Metode
Hemoglobin
9.9
11.7 -15.5
g/dL
Sulfa Hb
Leukosit
13.1
3.6 -11.0
ribu
Sulfa Hb
Eritrosit
3.84
3.8 - 5.2
Juta
E. Impedance Integration Volume
Hematokrit
29
35 - 47
%
E. Impedance
MCV
75.5
82 -98
fL
E. Impedance
MCH
25.8
27 - 32
Pg
E. Impedance
MCHC
34.1
32 -37
g/dL
E. Impedance
RDW
30.2
10 - 16
%
E. Impedance
Trombosit
302
150 - 400
Ribu
Focus Hidrodinamik
PDW
15.4
10 - 18
%
E. Impedance
MPV
7.1
7 -11
Mikro m3
E. Impedance
Limfosit
1.3
1.0 – 4.5
10+3 mikro
E. Impedance
Monosit
0.6
0.2 – 1.0
10+3 mikro
E. Impedance
Granulosit
11.2
2 – 4
10+3 mikro
E. Impedance
Limfosit %
10.1
25 – 40
%
E. Impedance
Monosit %
4.4
2 – 8
%
E. Impedance
Granulosit
85.5
50 – 80
%
E. Impedance
PCT
0.214
0.2 – 0.5
%
E. Impedance
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
Metode
Hematologi
PTT
11.1
9.7 – 13.1
Detik
Standart
INR
1.03
Detik
APTT
26.8
23.9 – 39.8
Detik
Standart
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu
97
74 – 105
Mg/dL
Heksokinase
Ureum
30.7
10 – 50
Mg/dL
Enzyme UV test
Kreatinin
0.59
0.45 - 0.75
Mg/dL
Standart
Serologi
HbsAg
Non Reaktif
Non Reaktif
-
Standart
SGOT
12
0 – 35
U/L
IFCC
SGPT
8
0 - 35
IU/L
IFCC
E. Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang pada tanggal 17 Februari 2017 dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 4 hari SMRS. Keluar darah banyak sampai mengganti pembalut 4 kali sehari. Darah yang keluar berupa prongkol – prongkol. Pasien mengaku sudah tidak menstruasi sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan pusing disangkal, mual disangkal, muntah disangkal, nyeri sendi juga disangkal.
Hasil pemeriksaan fisik status generalis ditemukan konjungtiva anemis dextra dan sinistra. Pada pemeriksaan obstetri didapatkan perdarahan pervaginam (+). Pada pemeriksaan penunjang ditemukan Hb 9.9 mg/dL (rendah), Leukosit 13.1 juta (tinggi), Hematokrit 29% (rendah), MCV 75.5 IL (rendah), MCH 25.8 pg (rendah), Granulosit 11.2 10+3/Mikro (tinggi), Limfosit% 10.1 % (rendah) dan Granulossit% 85.5 % (tinggi).
F. Diagnosa
Diagnosis kerja :
Menometrorhagia.
G. Terapi dan Planning
Terapi
IVFD RL 20 tpm
Misoprostol 4x1
Nonfarmakologi
Edukasi
Planning
Observasi TTV
Pro Kuretse
K. Prognosis
Ad vitam: dubia ad bonam
Ad fungsionam: dubia
Ad sanasionam: dubia
L. Perjalanan Penyakit
18 Februari 2017, 07.00
S : Pasien mengeluh perdarahan pervaginam (+), nyeri abdomen (-), pusing (-), BAK lancar, BAB lancar
O : KU : baik, CM, tampak anemis
VS : TD : 120/80 mmHg
RR : 20 x/menit
HR : 80 x/menit
T : 36,0 C
Kepala
: conjungtiva anemis (+/+)
Thorax
: pulmo : vesikular (+/+), COR : S1 S2 regular
Abdomen
: nyeri tekan (-), peristaltik (+)
Extremitas : akral hangat, nadi cukup
PPV (+)
A : Menometroragia
P :IVFD RL 20 tpm
Pro USG
Hasil USG :
Terdapat kesan gambaran mioma uteri dd missed aborsi
Planning :
Transfusi PRC 2 Kolf
Lab lengkap + PP test
VT
Konsul
Pro Histerektomi
Hasil VT : uterus membesar sebesar telur angsa
19 Februari 2017, 07.00
S : Pasien masih mengeluh keluar darah dari jalan lahir dan kulit terasa gatal
O : KU : baik, CM, tampak anemis
VS : TD : 120/70 mmHg
RR : 20 x/menit
HR : 87 x/menit
T : 36,8 C
Kepala
: conjungtiva anemis (+/+)
Thorax
: pulmo : vesikular (+/+), COR : S1 S2 regular
Abdomen
: nyeri tekan (-), peristaltik (+)
Extremitas : akral hangat, nadi cukup
PPV (+) Pada tanggal 18/2/2017 pukul 19.30 transfusi 1 kolf PRC, pada tanggal 19/2/2017 pukul 16.45 transfusi 1 kolf PRC, PP test (-), EKG (+).
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
Metode
Hemoglobin
8.7
11.7 -15.5
g/dL
Sulfa Hb
Leukosit
10.0
3.6 -11.0
ribu
Sulfa Hb
Eritrosit
3.49
3.8 - 5.2
Juta
E. Impedance Integration Volume
Hematokrit
26.5
35 - 47
%
E. Impedance
MCV
75.9
82 -98
fL
E. Impedance
MCH
24.9
27 - 32
Pg
E. Impedance
MCHC
32.8
32 -37
g/dL
E. Impedance
RDW
35.1
10 - 16
%
E. Impedance
Trombosit
278
150 - 400
Ribu
Focus Hidrodinamik
PDW
15.3
10 - 18
%
E. Impedance
MPV
7.9
7 -11
Mikro m3
E. Impedance
Limfosit
1.3
1.0 – 4.5
10+3 mikro
E. Impedance
Monosit
0.5
0.2 – 1.0
10+3 mikro
E. Impedance
Granulosit
8.3
2 – 4
10+3 mikro
E. Impedance
Limfosit %
12.8
25 – 40
%
E. Impedance
Monosit %
4.5
2 – 8
%
E. Impedance
Granulosit
82.6
50 – 80
%
E. Impedance
PCT
0.220
0.2 – 0.5
%
E. Impedance
A : mioma uteri dd missed aborsi
P : IVFD RL 20 tpm
Injeksi Asam traneksamat 3 x 100mg
Injeksi Dysinon 3 x 1
20 Februari 2017, 07.00
S : pasien mengeluh tengkuknya sakit
O : KU : baik, CM, tampak anemis
VS : TD : 140/90 mmHg
RR : 20 x/menit
HR : 86 x/menit
T : 36,7 C
Kepala
: conjungtiva anemis (+/+)
Thorax
: pulmo : vesikular (+/+), COR : S1 S2 regular
Abdomen
: nyeri tekan (-), peristaltik (+)
Extremitas : akral hangat, nadi cukup
post transfusi 2 kolf PRC, PP test (-), EKG (+).
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
Metode
Hemoglobin
10.3
11.7 -15.5
g/dL
Sulfa Hb
Leukosit
8.4
3.6 -11.0
ribu
Sulfa Hb
Eritrosit
3.67
3.8 - 5.2
Juta
E. Impedance Integration Volume
Hematokrit
30.5
35 - 47
%
E. Impedance
MCV
83.1
82 -98
fL
E. Impedance
MCH
28.1
27 - 32
Pg
E. Impedance
MCHC
33.8
32 -37
g/dL
E. Impedance
RDW
13.1
10 - 16
%
E. Impedance
Trombosit
251
150 - 400
Ribu
Focus Hidrodinamik
PDW
13.5
10 - 18
%
E. Impedance
MPV
7.7
7 -11
Mikro m3
E. Impedance
PCT
0.194
0.2 – 0.5
%
E. Impedance
A : mioma uteri dd missed aborsi
P : IVFD RL 20 tpm
Injeksi Asam traneksamat 3 x 100mg
Injeksi Dysinon 3 x 1
Pro histerektomi
Pukul 20.30 WIB konsul dokter jaga
S : pasien mengeluh gatal-gatal pada tubuhnya setelah makan udang
O : KU : baik, CM, tampak anemis
VS : TD : 120/80 mmHg
RR : 20 x/menit
HR : 80 x/menit
T : 36,7 C
A : mioma uteri dd missed aborsi
Food Alergy
P : Cetrizine 1x1
21 Februari 2017, 07.00
S : masih ada darah yang keluar sedikit, nyeri perut (+)
O : KU : baik, CM, tampak anemis
VS : TD : 140/90 mmHg
RR : 20 x/menit
HR : 86 x/menit
T : 36,7 C
Kepala
: conjungtiva anemis (+/+)
Thorax
: pulmo : vesikular (+/+), COR : S1 S2 regular
Abdomen
: nyeri tekan (-), peristaltik (+)
Extremitas : akral hangat, nadi cukup
post transfusi 2 kolf PRC, PP test (-), EKG (+).
A : mioma uteri dd missed aborsi
P : IVFD RL 20 tpm
Injeksi Asam traneksamat 3 x 100mg
Injeksi Dysinon 3 x 1
Pro histerektomi
Pada pukul 10.45 pasien di histerektomi dengan diagnosis post operasi mioma uteri subserosum.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudokapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau uterine fibroid. Mioma berwarna lebih pucat, relatif bulat, kenyal, berdinding licin, dan apabila dibelah bagian dalamnya akan menonjol keluar sehingga mengesankan bahwa permukaan luarnya adalah kapsul.3
III.2 Epidemiologi
Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh faktor yang tidak diketahui dengan pasti. Insidensinya 3-9 kali lebih banyak pada ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20-30% dari seluruh wanita.. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35-45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nulipara.3
III.3 Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :
Umur : mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
Paritas : lebih sering terjadi pada nulipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
Faktor ras dan genetik : pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga yang menderita mioma.
Fungsi ovarium : diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.4
III.4 Patogenesis
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan yang uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor.
Tidak terdapat bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan aktivitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down- regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler. 1
Namun, tidak ada bukti yang kuat untuk mengatakan bahwa estrogen menjadi penyebab mioma. Telah diketahui bahwa hormon memang menjadi prekursor pertumbuhan miomatosa. Mioma tumbuh cepat saat penderita hamil atau terpapar estrogen dan mengecil atau menghilang setelah menopause.3
III.5 Klasifikasi Mioma Uteri
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.2,3,4
Lokasi
Cervical (2,6%) umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi
Isthmica (7,2%) lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius
Corporal (91%) merupakan lokasi paling lazim dan seringkali tanpa gejala
Lapisan Uterus
Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa (48%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).
Mioma Submukosa
Mioma submukosa berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapat menyebabkan dismenorrhea.
Dari sudut klinik, mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedunculated. Mioma submukosa pedunculated adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi, nekrosis, dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.
Mioma Intramural
Mioma intramural terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil dan tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadangkala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan).
Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi menjadi lunak. Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara histologik tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk pusaran, meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis, kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos cenderung mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atrofi postmenopausal, infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau transformasi maligna.
Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus yang diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum, atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
Mioma Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan.
Gambar 1. Jenis-Jenis Mioma Uteri
III.6 Gejala Klinis
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala klinis hanya ditemukan pada 35-50% penderita mioma. Walaupun seringkali asimtomatik, gejala yang mungkin ditimbulkan sangat bervariasi, seperti metroragia, nyeri, menoragia, hingga infertilitas.3 Berbagai keluhan penderita dapat berupa :
Perdarahan Abnormal Uterus 1,3,4
Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal ini terjadi pada 30% penderita. Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya berupa hipermenorrhea, menorrhagia dan dapat juga terjadi metrorrhagia. Bila perdarahan terjadi secara kronis, maka dapat terjadi anemia defisiensi besi.
Perdarahan pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan pasokan darah endometrium, tekanan, dan bendungan pembuluh darah di area tumor (terutama vena), atau ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan dari infeksi. Dismenorrhea dapat disebabkan oleh efek penekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal miometrium.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain :
Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai adeno karsinoma endometrium.
Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
Rasa Nyeri 3,4
Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus, kecuali apabila kemudian terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma, atau kontraksi uterus sebagai upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala akut abdomen dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi merah yang mengiritasi selaput peritoneum, seperti pada peritonitis. Mioma yang besar dapat menekan rektum sehingga menimbulkan sensasi untuk mengedan. Nyeri pinggang dapat terjadi pada penderita mioma akibat penekanan pada persyarafan yang berjalan di atas permukaan tulang pelvis.
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenorrhea.
Gejala dan Tanda Penekanan 1,3,4
Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap organ sekitar. Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna dan perlekatannya dengan omentum dapat menyebabkan strangulasi usus. Bila ukuran tumor lebih besar lagi, akan terjadi penekanan ureter, kandung kemih, dan rektum.
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
Disfungsi Reproduksi 1,4
Abortus spontan dapat terjadi akibat efek penekanan langsung mioma terhadap kavum uteri. Hubungan antara mioma uteri dengan infertilitas masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Mioma yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Mioma uteri juga dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma di dalam uterus.
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor.
III.7 Diagnosis
Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.4
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan bebas, dan tidak nyeri. Mioma uteri dapat ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus.2,4
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan laboratorium lainnya disesuaikan dengan keluhan pasien. Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang berlebihan dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peningkatan tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal.2
Pemeriksaan Imaging
Ultrasonografi
USG transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik.
Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat. Dapat digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang diperlukan dan biaya pemeriksaan lebih mahal. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.2
III.8 Penatalaksanaan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga biasanya mioma yang ditangani, yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan infertilitas. Secara umum, penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif dan operatif.4
Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala. Cara penanganan konservatif sebagai berikut :
Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
Bila anemia (Hb < 8 g/dl), maka lakukan transfusi.3
Terapi Medisinalis (Hormonal)
Saat ini pemakaian Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) agonist memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang ditimbulkan oleh mioma uteri. Pemberian GnRH agonist bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Dari penelitian didapatkan data bahwa pemberian GnRH agonist selama 6 bulan pada pasien dengan mioma uteri, didapatkan adanya pengurangan volume mioma sebesar 44%. Efek maksimal pemberian GnRH agonist baru terlihat setelah 3 bulan. Pada 3 bulan berikutnya, tidak terjadi pengurangan volume mioma secara bermakna.1
Pemberian GnRH agonist sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala perdarahan uterus yang abnormal, namun tidak dapat mengurangi ukuran mioma.1
Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang menimbulkan gejala. Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan American Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah :
Perdarahan uterus yang tidak berespon terhadap terapi konservatif
Dugaan adanya keganasan
Pertumbuhan mioma pada masa menopause
Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
Anemia akibat perdarahan 1
Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Dewasa ini ada beberapa tindakan untuk melakukan miomektomi berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma. Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histereskopi, maupun dengan laparoskopi.1
Tindakan miomektomi dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum pada myoma geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%.1,3
Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan pembedahan untuk pengangkatan uterus. Histerektomi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan pendekatan perabdominal (laparotomi), pervaginam, dan pada beberapa kasus secara laparoskopi. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Tindakan histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapatkan keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius, dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.1,3
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu total abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH). Masing-masing prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari risiko operasi yang lebih besar, seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH akan menyisakan serviks, dimana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan menyisakan serviks, menurut penelitian didapatkan data bahwa terjadinya dyspareunia akan lebih rendah dibandingkan dengan yang menjalani TAH sehingga akan tetap mempertahankan fungsi seksual. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasca operasi dimana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.1
Tindakan histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan vagina, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Histerektomi pervaginam jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Secara umum, histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Selain itu, kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi juga lebih minimal. Masa penyembuhan pada pasien yang menjalani histerektomi vaginal lebih cepat dibandingkan dengan yang menjalani histerektomi abdominal.1,3
Prosedur histerektomi dengan laparoskopi dapat berupa miolisis. Miolisis per laparoskopi efektif untuk mengurangi ukuran mioma dan menimbulkan devaskularisasi mioma sehingga mengurangi gejala yang terjadi.1
.
Besar < 14 mggBesar > 14 mggTanpa keluhanDengan keluhanKonservatifOperatifMiomaBesar < 14 mggBesar > 14 mggTanpa keluhanDengan keluhanKonservatifOperatifMioma
Besar < 14 mgg
Besar > 14 mgg
Tanpa keluhan
Dengan keluhan
Konservatif
Operatif
Mioma
Besar < 14 mgg
Besar > 14 mgg
Tanpa keluhan
Dengan keluhan
Konservatif
Operatif
Mioma
Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan Mioma Uteri
III.9 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri :
Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.
Nekrosis dan Infeksi
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya.4
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia 40 tahun dengan diagnosa mioma uteri. Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik-ginekologik, serta pemeriksaan penunjang berupa USG dan pemeriksaan laboratorium.
Dari hasil anamnesis didapatkan adanya keluhan menometroragi serta munculnya benjolan pada perut bagian bawah pasien. Ada beberapa kemungkinan diagnosis untuk pasien dengan menometroragi disertai benjolan pada perut bagian bawah antara lain yaitu mioma uteri dan endometriosis
Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat sarang mioma (serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang ditimbulkan dapat digolongkan menjadi empat yaitu perdarahan abnormal, rasa nyeri, gejala dan tanda penekanan, serta infertilitas dan abortus. Pada kasus ini, beberapa dari gejala tersebut didapatkan pada Ny."M". Perdarahan abnormal berupa hipermenorhea dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium, permukaan endomerium yang lebih luas daripada biasa, atrofi endometrium diatas mioma submukosum, miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh di antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik. Rasa nyeri yang dikeluhkan pasien dapat disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Gejala penekanan berupa gangguan BAB dan BAK tidak didapatkan pada pasien karena ukuran mioma yang tidak terlalu besar.
Pemeriksaan status generalis menunjukkan keadaan umum serta vital sign pasien dalam batas normal sehingga menunjukkan gangguan perdarahan serta nyeri sudah berlangsung lama dan tubuh telah melakukan penyesuaian diri. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan konjunctiva tampak anemis. Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia.
Pada pemeriksaan abdomen, palpasi daerah suprapubik kesan uterus membesar, padat, mobile serta permukaannya licin. Pada mioma uteri, perlunakan tergantung pada derajat degenerasi dan kerusakan vaskuler. Uterus sering dapat digerakan, kecuali apabila keadaan patologik pada adneksa.
Pada pemeriksaan pelvis, serviks dalam batas normal. Namun, pada keadaan tertentu, mioma submukosa yang bertangkai dapat mengawali dilatasi serviks dan terlihat pada osteum servikalis. Hasil pemeriksaan inspekulo didapatkan bentuk, warna dan permukaan porsio dalam batas normal, tidak terlihat adanya fluksus yang berasal dari dalam (kanalis servikalis atau kavum uteri). Didapatkan pula sekret/lendir berwarna putih pada forniks dan dinding vagina. Pemeriksaan penunjang dengan USG pada pasien ini didapatkan gambaran uterus antefleksi yang membesar, dengan kesan mioma uteri.
Penatalaksanaan mioma uteri berdasarkan besar kecilnya tumor, ada tidaknya keluhan, umur dan paritas penderita. Pada pasien ini dilakukan tindakan operatif mengingat pada hasil pasien memiliki keluhan subjektif berupa perdarahan pervaginam abnormal yang berat, terlihat dari hasil pemeriksaan Hb yang rendah.
Pada pasien dilakukan tindakan histerektomi. Tindakan histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapatkan keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius, dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu total abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH). Masing-masing prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari risiko operasi yang lebih besar, seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH akan menyisakan serviks, dimana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan menyisakan serviks, menurut penelitian didapatkan data bahwa terjadinya dyspareunia akan lebih rendah dibandingkan dengan yang menjalani TAH sehingga akan tetap mempertahankan fungsi seksual. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasca operasi dimana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Hadibroto BR, 2005. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38 No. 3 September 2005. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUD H. Adam Malik Medan. Available from : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15576/1/mkn-sep2005-%20(9).pdf
Amran R, 2012. Ekspresi Matriks Metalloproteinase-2 Pada Mioma Uteri Intramural Dengan Menorrhagia. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, RSUP dr Moh Hoesin Palembamg. Availabel from : http://eprints.unsri.ac.id/3291/1/Ekspresi_Matriks_Metalloproteinase_2_PadaMioma_Uteri_Intramural_Dengan_Menorrhagia.pdf
Adriaansz G, 2011. Tumor Jinak Organ Genitalia. Dalam Anwar M, Baziad A, Prabowo RP. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Cetakan Pertama. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo : Jakarta.
Jevuska O, 2007. Mioma Geburt. Available from : http://oncejevuska.blogspot.com. (Accessed : Febuary, 2017).