REFLEKSI KASUS MIOMA UTERI
Fulqy Fatmala Saesal H1A013025
PEMBIMBING dr. Ratih Barirah, Sp.OG
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN/SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP PROVINSI NTB 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya. Laporan kasus yang berjudul “Mioma Uteri” ini ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Ratih Barirah, Sp.OG selaku supervisor dan pembimbing atas bimbingannya dalam penyususnan laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter. Terima kasih. Mataram, 10 Oktober 2017 Penulis
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
2
DAFTAR ISI
Halaman Halaman Judul
1
Kata Pengantar
2
Daftar Isi
3
BAB I PENDAHULUAN
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1 Definisi
5
2.2 Epidemiologi
5
2.3 Etiologi dan faktor resiko
6
2.4 Patofisiologi
9
2.5 Klasifikasi
10
2.6 Manifestasi Klinis
13
2.7 Diagnosis
15
2.8 Penatalaksanaan
18
2.9 Prognosis
21
BAB III LAPORAN KASUS GINEKOLOGI
22
3.1 Identitas
22
3.2 Anamnesis
22
3.3 Status Generalis
23
3.4. Status Ginekologi
24
3.5 Pemeriksaan Penunjang
24
3.6 Diagnosis
25
3.7 Tatalaksana
26
3.8 Follow 3.8 Follow Up Pasien
26
BAB IV PEMBAHASAN
28
BAB V PENUTUP
31
DAFTAR PUSTAKA
32
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fibromioma, Leiomioma, ataupun Mioma uteri adalah suatu pertumbuhan jinak dari sel-sel otot polos rahim yang paling umum menyerang wanita usia subur, dimana penyebab pastinya belum sepenuhnya dipahami. Tumor ini disebabkan oleh proliferasi dan transformasi jaringan miometrium dalam kondisi fisiopatologis tertentu.1 Prevalensi fibromatosis uteri meningkat dari sekitar 35% (diagnosis klinis secara eksklusif) sampai sekitar 50% pada wanita subur (diagnosis ultrasonografi) dengan perkembangan ultrasonografi. Angka kejadian fibromatosis uteri terus meningkat hingga sekitar 80% pada temuan spesimen histerektomi. Kejadian dan perkembangan fibromatosis dapat terkait dengan faktor risiko dan mekanisme genetik tertentu.1 Mioma banyak menimbulkan gangguan tapi ada juga yang tidak menimbulkan keluhan dan bahkan akan mengecil pada usia menopause. Tetapi beberapa mioma akan menimbulkan gejala nyeri, gejala penekanan pada organ visera yang lain, perdarahan dan anemia atau menyebabkan permasalahan kehamilan. 2 Penatalaksanaan mioma uteri dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan (medisinalis) maupun secara operatif. Pemberian GnRH analog merupakan terapi medisinalis yang bertujuan untuk mengurangi gejala perdarahan yang terjadi dan mengurangi ukuran mioma. Penatalaksanaan operatif terhadap gejala-gejala yang timbul atau adanya pembesaran massa mioma adalah miomektomi atau histerektomi. 2
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Mioma uteri terdiri dari sel-sel otot polos, tetapi juga jaringan ikat. Sel-sel ini tersusun dalam bentuk gulungan, yang bila membesar akan menekan otot uterus normal. Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau uterine fibroid . Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan.3 2.2 Epidemiologi
Menurut beberapa data penelitian, 40-60% dari semua histerektomi yang pernah dilakukan disebabkan karena adanya mioma. Mioma merupakan indikasi paling umum untuk dilakukannya histerektomi di Amerika Serikat dan Australia. 4 Data epidemiologi yang terkait dengan faktor risiko mioma meliputi usia, ras, indeks massa tubuh (BMI), warisan, faktor reproduksi, hormon seks, obesitas, gaya hidup (diet, konsumsi kafein dan alkohol, merokok, aktivitas fisik dan stres), dampak lingkungan dan lainnya seperti hipertensi dan infeksi). Namun beberapa penjelasan dari semua faktor ini belum sepenuhnya dipahami. 3,4 Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari seluruh wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35-45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nullipara. 5,6
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
5
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Diduga bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. 7,8 Faktor Risiko Fibromatosis Uteri 1 1. Estrogen dan progesteron Perkembangan fibroma uteri, dalam banyak penelitian, dikaitkan dengan metabolisme dan tingkat hormon seksual wanita, terutama hormon estrogen dan progesteron. Pertumbuhan, stagnasi atau regresi dari fibroma uteri pada berbagai wanita, yang memiliki kadar hormon yang serupa, menimbulkan gagasan mengenai monoclonal tumor origin, dengan ciri khas molekul dan reseptor permukaan. Fakta bahwa perkembangan leiomioma tidak hanya terkait dengan tingkat estrogen, tetapi juga jumlah reseptor yang diekspresikan pada permukaan miometrium menjadi penjelasan dari gagasan tersebut, sehingga ekspresi reseptor estrogen α dan β ditemukan le bih tinggi pada sel tumor. Akibat perubahan epigenetik mikro-ARN, hipometrofi reseptor estrogenik serta aktivasinya terjadi pada sel tumor. Efek proliferatif estrogen dapat meningkat dengan adanya faktor proinflamasi (sitokin), faktor pertumbuhan (IGF1, IGF2, TGFbeta3 dan betaFGF) dan inhibitor apoptosis seluler (p53). Pertumbuhan fibroma yang cepat setelah usia 30 tahun dan terutama selama premenopause menunjukkan adanya hubungan antara perubahan usia dan perubahan hormon dalam fluktuasi hormonal, yang mengindikasikan tingkat LH yang meningkat selama premenopause menyebabkan pertumbuhan volume fibroma uteri. Aktivitas progesteron bermanifestasi melalui reseptor A dan B. Pada tingkat fibroma, jumlah reseptor progesteron ditemukan meningkat. Efek mitogenik progesteron menyebabkan peningkatan kadar IGF, TGF beta 3 dan penurunan ekspresi TNF alfa. Regresi fibroma uteri dengan pengobatan anti-progesteron (RU486) atau dengan penghambat reseptor progesteron (ulipristal asetat), membuktikan adanya efek proliferasi progesteron pada fibroma uteri.
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
6
2. Etnisitas Seperti yang sudah diketahui, keberadaan ras kulit hitam merupakan faktor risiko terjadinya fibromatosis uteri. Wey et al. menemukan ekspresi yang berbeda, tergantung pada genetik protein yang mengkode mutasi genetik pada tingkat leiomioma yang menyebabkan perkembangan gangguan ini berbeda pada ras yang lain. 3. Menarke dini Menarke sebelum usia 10 tahun terbukti menjadi faktor risiko, sedangkan onset menarche setelah usia 16 tahun nampaknya menjadi faktor protektif terhadap perkembangan fibromatosis uteri. Usia menarke adalah faktor risiko untuk endometrium atau kanker payudara, penyakit yang sering dikaitkan dengan fibromatosis uteri. 4. Paritas dan kehamilan Paritas memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan terjadinya fibromatosis uteri. Mekanisme perlindungan kehamilan belum diketahui, namun lesi kecil mungkin muncul selama regresi uteri saat persalinan, akibat terjadinya proses apoptosis. Fibroma uteri sensitif terhadap iskemia uteri selama persalinan, sehingga menyebabkan involusi dari fibroma tersebut. 5. Konsumsi kafein dan alkohol Studi terbaru menunjukkan terdapat hubungan langsung antara konsumsi kafein dan alkohol dengan kejadian fibromatosis uteri. Konsumsi lebih dari 500μg kafein/hari dikaitkan dengan peningkatan risiko perkembangan fibromatosis uteri. 6. Peradangan kronis Mekanisme yang menjelaskan penyebab peradangan dan proliferasi tumor adalah luka yang disebabkan oleh infeksi, yang menyebabkan pertumbuhan matriks ekstraselular dan proliferasi seluler akibat faktor pro-inflamasi dan pertumbuhan, penurunan apoptosis dan perbaikan jaringan abnormal. 7. Terapi hormonal Terapi
hormonal,
sampai
saat
ini,
tidak
dapat
dianggap
memberatkan
pertumbuhan volume fibroid uteri. Pengaruh pemberian kontrasepsi oral pada awal kejadian dan perkembangan fibroma uteri tetap menjadi kontroversi sejauh ini, efeknya mungkin berbanding lurus dengan dosis dan jenis estrogen dan progestin dari komposisi
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
7
tablet kontrasepsi tersebut. Risiko perdarahan pada fibromatosis uteri tampaknya berkurang selama pemberian kontrasepsi oral. Beberapa penelitian menunjukkan adanya penurunan risiko 30% pada awal fibromatosis uteri pada wanita dengan berat badan normal yang telah menggunakan kontrasepsi oral selama lebih dari 10 tahun, mungkin karena penghambatan ovarium yang berkepanjangan sehingga menghindari fluktuasi dan perubahan hormonal yang spesifik untuk berbagai interval waktu reproduktif. Bahkan jika kontrasepsi oral tidak mengurangi ukuran tumor, kontrasepsi dapat mengurangi gejala dan perdarahannya, tanpa kontraindikasi pada wanita dengan fibroma uteri. 8. Merokok Merokok mengurangi risiko fibromatosis uteri. Nikotin menghambat aromatase, sehingga menurunkan kadar hormon estrogen baik oleh apoptosis folikel ovarium, maupun dengan menurunkan tingkat konversi androgen ke estrogen. Nikotin juga mengubah metabolisme estradiol dengan hidroksilasi dan menurunkan bioavailabilitas jaringan. 9. Faktor genetik Fibromatosis uteri sampai saat ini tidak dipandang sebagai kelainan akibat genetik. Temuan terbaru membuktikan pentingnya perubahan sitogenetika dalam etiopatogenesis fibromatosis uteri. Sekitar 40% fibroma uteri disebabkan oleh perubahan sitogenetika yang terjadi juga pada jenis tumor lainnya, seperti tumor ginjal, paru atau leiomiosarcoma. Mutasi gen yang dapat menyebabkan fibromatosis uteri adalah translokasi antara kromosom 12 dan 14, translokasi antara kromosom 6 dan 10, serta delesi kromosom 3 dan 7. HMGA2 yang ditemukan dalam translokasi 12:14 tampaknya merupakan anomali sitogenetik yang paling sering terjadi, terjadi pada sekitar 20% fibroma uteri, n amun tidak pada miometrium normal. Gen kode gen HMGA2 bertanggung jawab untuk proliferasi tipe embrio, yang bekerja pada tingkat DNA seluler. Gen ini diekspresikan pada tingkat sel leiomiomatous, tetapi diekspresikan pada jaringan lain juga, seperti di paru atau hati. Perubahan epigenetik (RNA) juga dikaitkan dengan patogenesis fibromatosis uteri. Sebuah hipermetilasi dari reseptor estrogen alpha diamati terjadi pada fibroma, pada tingkat sel. Hipermetilasi protein dan enzim secara global terkait dengan perkembangan
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
8
fibromatosis uteri. Metilasi DNA dan protein adalah mekanisme yang mengatur aktivitas transkripsi dan aktivitas enzimatik. Hipometilasi DNA seluler menyebabkan peningkatan aktivitas transkripsi dan proliferasi seluler yang spesifik pada perkembangan tumor (perubahan epigenetik). Perubahan molekuler tersebut terjadi selama masa kanak-kanak. MicroRNA adalah molekul kecil, yang tidak memiliki peran dalam pengkodean informasi genetik, yang berfungsi dalam hipoexpresi RNA seluler (silencing) dan regulasi transkripsi post-transkripsional dari ekspresi gen. Beberapa molekul microRNA, seperti let7 (miR21, miR93, miR106b, miR200) memiliki fungsi yang berubah dalam fibromatosis uteri. Penelitian tambahan diperlukan untuk identifikasi terapi gen pada fibromatosis uteri. 10. Obesitas Obesitas dianggap sebagai faktor risiko untuk fibromatosis uteri. Berbagai penelitian melaporkan hampir 70% wanita dengan fibromatosis memiliki BMI lebih tinggi dari 25. Mekanisme yang terjadi adalah adanya peningkatan produksi estrogen perifer di jaringan adiposa, melalui aromatisasi. Fibroma uteri dianggap tumor yang perkembangannya bergantung pada tingkat estrogenik tinggi yang spesifik pada obesitas. 2.4
Patofisiologi
Mioma uteri adalah tumor monoklonal yang timbul dari jaringan otot polos rahim (yaitu miometrium) dan merupakan neoplasma jinak yang tersusun dari "myofibroblas" yang tidak teratur yang tertanam dalam matriks ekstraselular dalam jumlah berlimpah yang menjelaskan sebagian besar volume tumor. Peristiwa inisiasi fibroid tetap bersifat spekulatif. Sel-sel berkembang biak pada tingkat yang sederhana dan pertumbuhannya bergantung pada estrogen dan progesteron sehingga sebagian besar fibroid menyusut setelah menopause. Estradiol estrogen yang berpotensi secara biologis menginduksi produksi PR (progesterone receptor) dengan cara ER-α (estrogen receptor alpha).9 PR sangat penting sebagai respon jaringan fibroid terhadap progesteron yang disekresikan oleh ovarium. Progesteron dan PR sangat diperlukan untuk pertumbuhan tumor, meningkatkan proliferasi sel dan kelangsungan hidup dan meningkatkan formasi matriks ekstraselular. Dengan tidak adanya progesteron dan PR, estrogen dan ER-α tidak cukup untuk memicu pertumbuhan fibroid.9
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
9
Myoma bisa bersifat tunggal atau multiple dan bisa tumbuh dengan bermacam ukuran, lokasi, dan perfusi. Myoma biasanya dikelompokkan menjadi 3 sub kelompok berdasarkan lokasinya: subserosal (memproyeksikan di luar rahim), intramural (di dalam miometrium), dan atau submukosa (memproyeksikan ke dalam rongga rahim). Sistem klasifikasi yang lebih baru dan lebih rinci telah dirancang dan dianjurkan oleh FIGO (Gambar 1). 9 Faktor risiko yang diakui untuk pengembangan fibroid uterine meliputi nuliparitas, menarche dini, frekuensi menstruasi yang meningkat, riwayat dismenore, riwayat keluarga fibroid uterus, keturunan Afrika, obesitas, dan usia (kejadian puncak pada 40 sampai 50). Kondisi klinis yang sepertinya meningkatkan risiko fibroid termasuk hipertensi dan diabetes. 9
Gambar 1. Klasifikasi mioma uteri menutur FIGO ( International Federation of Gynecology and Obstetrics) 2.5 Klasifikasi
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan u terus yang terkena. 1. Lokasi
• Cervical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi. • Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. • Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.3
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
10
1. Lapisan Uterus Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :3 • Mioma Uteri Submukosa Berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini di jumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma uteri jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa
umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai Currete bump. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang di lahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas. • Mioma Uteri Subserosa Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula
sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui
tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik. • Mioma Uteri Intramural Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil
tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan
uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
11
adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan). Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka
konsistensi menjadi lunak. Mioma yang
terletak pada dinding depan uterus, dalam
pertumbuhannya akan menekan dan
mendorong kandung kemih keatas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
Gambar 2. Jenis-jenis mioma uteri. 3,6 2.6 Manifestasi Klinis
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala klinis hanya ditemukan pada 3550% penderita mioma. Walaupun seringkali asimtomatik, gejala yang mungkin ditimbulkan sangat bervariasi, seperti metroragia, nyeri, menoragia, hingga infertilitas.4 Gejala yang disebabkan oleh mioma uteri tergantung pada lokasi, ukuran dan jumlah mioma. Berbagai keluhan penderita dapat berupa:3,9 1. Perdarahan uterus yang abnormal Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang paling sering terjadi dan paling penting. Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan mioma uteri. Wanita dengan mioma uteri mungkin akan mengalami siklus perdarahan haid yang teratur dan tidak
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
12
teratur.Gangguan
perdarahan
yang
terjadi
umumnya
berupa
hipermenorrhea,
menorrhagia dan dapat juga terjadi metrorrhagia. Bila perdarahan terjadi secara kronis, maka dapat terjadi anemia defisiensi besi. 9 Perdarahan pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan pasokan darah endometrium, tekanan, dan bendungan pembuluh darah di area tumor (terutama vena), atau ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan dari infeksi. Dismenorrhea dapat disebabkan oleh efek penekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal miometrium. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain : 9 -
Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai adeno karsinoma endometrium.
-
Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
-
Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
-
Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
2. Nyeri panggul Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus, kecuali apabila kemudian terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma, atau kontraksi uterus sebagai upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala akut abdomen dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi merah yang mengiritasi selaput peritoneum, seperti pada peritonitis. Mioma yang besar dapat menekan rektum sehingga menimbulkan sensasi untuk mengedan. Nyeri pinggang dapat terjadi akibat penekanan pada persyarafan yang berjalan di atas permukaan tulang pelvis. 9 Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenorrhea. 9 3. Gejala dan efek penekanan
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
13
Pada mioma uteri yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap organ sekitar. Penekanan mioma uteri dapat menyebabkan gangguan berkemih, defekasi maupun dyspareunia.Tumor yang besar juga dapat menekan pembuluh darah vena pada pelvik sehingga menyebabkan kongesti dan menimbulkan edema pada ekstremitas posterior. 3 4. Infertilitas dan abortus Abortus spontan dapat terjadi akibat efek penekanan langsung mioma terhadap kavum uteri. Hubungan antara mioma uteri dengan infertilitas masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Mioma yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Mioma uteri juga dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma di dalam uterus. Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor. 3 2.7 Diagnosis
a. Anamnesis 3,6,8 Tumor ini biasanya tanpa gejala, kadang penderita merasakan adanya benda dalam perut bagian bawah. Kadang bisa tumbuh nyeri, perdarahan patologis pervaginam. Nyeri tidak khas pada mioma, timbulnya nyeri dan sakit pada mioma uteri mungkin disebabkan gangguan peredaran darah disertai nekrosis setempat atau disebabkan proses radang dengan perlekatan ke omentum usus. Pada myoma geburt yang kecil penderita mengeluh adanya massa di vagina. Sedangkan pada myoma geburt yang berukuran besar akan menekan kandung kencing sehingga menimbulkan gejala-gejala gangguan berkemih. Tekanan yang berlarut-larut dapat menyebabkan hidroureternephrosis serta menyebabkan konstipasi dan nyeri waktu defekasi dan gangguan pencernaan lainnya. Dapat juga terjadi edema tungkai karena penekanan pada vena cava inferior.
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
14
b. Pemeriksaan fisik 3 -
Inspeksi abdomen : Terdapat benjolan dibagian bawah.
-
Palpasi abdomen : Teraba suatu massa yang besar atau kecil di pelvis dan tumbuh ke atas dalam rongga abdomen. Biasanya padat, kenyal, berbenjol-benjol, mobil.
-
Perkusi abdomen : Pada mioma, ketokan perut pekak terdapat di bagian paling menonjol ke depan apabila penderita tidur terlentang dan apabila tumornya tidak terlampau besar maka terdengar suara timpani di sisi perut kanan dan kiri karena usus-usus terdorong ke samping. Daerah pekak ini tidak akan berpindah apabila penderita dibaringkan di sisi kanan atau kiri.
-
Auskultasi abdomen : Auskultasi sangat penting pada tumor perut yang besar untuk menyingkirkan kehamilan. Pada mioma terdengar bising uterus sedangkan pada kehamilan yang cukup tua terdengar bising uterus sekaligus detak jantung dan gerakan janin.
c. Pemeriksaan ginekologis 3,6,8 Pada myoma geburt didapatkan pada pemeriksaan : -
Inspeksi : tampak adanya massa tumor apabila tumor tersebut terlahir hingga keluar dari vagina
-
Inspekulo : tampak massa tumor di jalan lahir, apabila massa tumor kecil maka sekaligus dapat terlihat tangkai yang keluar d ari OUE
-
Pemeriksaan Bimanual : dengan pemeriksaan ini dapat diungkapkan tumor padat uterus yang umumnya terletak digaris tengah ataupun agak ke samping, seringkali teraba berbenjol-benjol. Bila korpus uteri digerakkan maka akan terasa portio bergerak. Pada myoma geburt teraba massa padat ken yal yang bertangkai asalnya dari dalam kavum uteri.
-
Pemeriksaan dengan sondase : dilakukan apabila diagnosis kehamilan telah disingkirkan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur besarnya perbedaan kavum uteri.
d. Pemeriksaan Khusus 1. Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan ini mencakup pemeriksaan Hb, jumlah leukosit, trombosit, LED. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat seberapa parah
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
15
komplikasi anemia pada mioma uteri. Pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati dan sebagainya hanya dilakukan bila ada indikasi. 6 2. Pap’s Smear : Untuk mendeteksi dini ada tidaknya tanda-tanda keganasan pada mulut rahim dan korpus uteri serta untuk mengetahui fungsi hormonal estrogen dan progesteron. 3,6 3. HCG
(Human
Chorionic
Gonadotrophine)
:
Pemeriksaan
ini
untuk
mengesampingkan tanda-tanda diagnosis banding kehamilan. 3 4. Pemeriksaan sinar X : Dapat menunjukkan kalsifikasi leiomioma yang khas pada wanita pasca menopause. 6 5. USG : USG sangat membantu diagnosis. Dengan USG dapat terlihat gambaran perbesaran uterus dengan batas kapsul mioma jelas dan terdapat gambaran penampang seperti spindel.3
Gambar 3. Gambaran ultrasonografi uterus dan adneksa pada pasien yang dicurigai mioma 6. Dilatasi dan kuretase : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui fase perkembangan endometrium dan menyingkirkan kemungkinan adanya keganasan dan hyperplasia endometrium, bila terjadi gejala perdarahan6. Selain itu juga dapat digunakan
untuk
terapi yaitu mengurangi perdarahan yang berat dalam beberapa kasus. 7. MRI ( Magnetic Resonance Imaging): Tindakan akurat untuk menentukan jumlah, besar dan lokasi dari tumor, tapi pemeriksaan ini tidak terlalu dibutuhkan. Pemeriksaan ini juga memberikan gambaran yang sangat baik dari uterus. 6 8. Patologi Anatomi : Gambaran histopatologi mioma uteri adalah sebagai berikut : Pada gambaran makroskopik menunjukkan suatu tumor berbatas jelas, bersimpai, pada penampang menunjukkan massa putih dengan susunan lingkaran - Singkatan konsentrik di dalamnya. Tumor ini bisa terjadi secara tunggal tetapi kebiasaannya terjadi secara
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
16
multipel dan bertaburan pada uterus dengan ukuran yang berlainan. Perubahan sekunder pada mioma uteri antara lain. 3,6,8
Atrofi : sesudah kehamilan atau sesudah menopause mioma uteri menjadi lebih kecil
Degenerasi hyaline : perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut.Tumor kehilangan struktrur aslinya menjadi homogen.Dapat meliputi sebagian besar atau sebagian kecil daripadanya seolah – olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
Degenerasi kistik : dapat meliputi daerah kecil maupun luas di mana sebagian dari mioma menjadi cair sehingga terbentuk ruangan yang tidak teratur berisi agar – agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dengan kista ovarium atau suatu kehamilan.
Degenerasi membatu (calcireous degeneration) : terutama terjadi pada wanita yang berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi.Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
Degenerasi merah (Carneous Degeneration) : perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas.Patogenesis terjadinya diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi.Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin.Degenerasi merah tampak khas apabila pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumopr pada uterus yang membesar dan nyeri saat diraba.
Degenerasi lemak : Jarang terjadi dan merupakan kelanjutan dari degenerasi hyaline.
2.8 Penatalaksanaan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga biasanya mioma yang ditangani, yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan infertilitas. Secara umum, penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif dan operatif.13
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
17
1. Konservatif
Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala. Cara penanganan konservatif sebagai berikut : -
Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
-
Bila anemia (Hb < 8 g/dl), maka lakukan transfusi.13
2. Medikamentosa (Hormonal)
Saat
ini
pemakaian
Gonadotropin-Releasing
Hormone
(GnRH)
agonist
memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang ditimbulkan oleh mioma uteri. Pemberian GnRH agonist bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Dari penelitian didapatkan data bahwa pemberian GnRH agonist selama 6 bulan pada pasien dengan mioma uteri, didapatkan adanya pengurangan volume mioma sebesar 44%. Efek maksimal pemberian GnRH agonist baru terlihat setelah 3 bulan. Pada 3 bulan berikutnya, tidak terjadi pengurangan volume mioma secara bermakna.11 Pemberian GnRH agonist sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi
vaskularisasi
pada
tumor
sehingga
akan
memudahkan
tindakan
pembedahan. Terapi hormonal lainnya seperti ko ntrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala perdarahan uterus yang abnormal, namun tidak dapat mengurangi ukuran mioma.11 1. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang menimbulkan gejala. Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan American Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah : a) Perdarahan uterus yang tidak berespon terhadap terapi konservatif b) Dugaan adanya keganasan c) Pertumbuhan mioma pada masa menopause d) Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba e) Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu f) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
18
g) Anemia akibat perdarahan 11 Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Dewasa ini ada beberapa tindakan untuk melakukan miomektomi berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma. Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histereskopi, maupun dengan laparoskopi.1 Tindakan miomektomi dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum pada myoma geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%.11,13 Histerektomi
Histerektomi
adalah
tindakan
pembedahan
untuk
pengangkatan
uterus.
Histerektomi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan pendekatan perabdominal (laparotomi), pervaginam, dan pada beberapa kasus secara laparoskopi. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Tindakan histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapatkan keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius, dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.11,13 Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu total abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH). Masing-masing prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari risiko operasi yang lebih besar, seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH akan menyisakan serviks, dimana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan menyisakan serviks, menurut penelitian didapatkan data bahwa terjadinya dyspareunia akan lebih rendah dibandingkan dengan yang menjalani TAH sehingga akan tetap mempertahankan fungsi seksual. Pada TAH, jaringan granulasi
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
19
yang timbul pada vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasca operasi dimana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.11 Tindakan histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan vagina, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Histerektomi pervaginam jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Secara umum, histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Selain itu, kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi juga lebih minimal. Masa penyembuhan pada
pasien
yang menjalani histerektomi vaginal lebih cepat
dibandingkan dengan yang menjalani histerektomi abdominal.11,13 Prosedur histerektomi dengan laparoskopi dapat berupa miolisis. Miolisis per laparoskopi efektif untuk mengurangi ukuran mioma dan menimbulkan devaskularisasi mioma sehingga mengurangi gejala yang terjadi.11 2.9
Prognosis
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif. Miomektomi yang
ekstensif
dan
secara
signifikan
melibatkan
miometrium
atau
menembus
endometrium, maka diharuskan sektio sesar pada persalinan berikutnya. Mioma yang kambuh kembali setelah miomektomi terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3-nya memerlukan tindakan lebih lanjut. 10
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
20
BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Identitas
Nama
: Ny. DR
Usia
: 42 tahun
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Agama
: Islam
Suku
: Bima
Alamat
: Jati Wangi, Asiakota, Bima
RM
: 14 07 44
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Kandungan RSUD Provinsi NTB (21/08/2017) rujukan dari RSUD Bima dengan diagnosis mioma uteri. Pasien mengeluhkan keluar darah dari jalan lahir sejak 1 bulan yang lalu, darah yang keluar berupa darah segar dan bergumpal. Keluhan ini memberat 9 hari terakhir, darah yang keluar cukup banyak hingga habis 3 pembalut sedang sehari hingga pasien merasa pusing. Pasien juga mengeluhkan adanya benjolan di perut bagian bawah sebelah kanan yang dirasakan sejak 3 bulan terakhir namun benjolan tidak nyeri. Riwayat
Penyakit Dahulu
Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa. Pasien juga menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma. Riwayat keganasan tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit yang sama dengan pasien. Pasien menyangkal adanya penyakit jantung, DM, hipertensi, dan asma pada keluarga.
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
21
Riwayat Alergi
Alergi terhadap obat – obatan dan makanan disangkal.
Riwayat Menstruasi
Haid pertama kali (Menarke) : usia 11 tahun
Jumlah darah haid : 40 cc/24 jam
Lama haid berlangsung : 7 hari
Siklus haid : 28 hari
Nyeri haid : tidak ada
Riwayat Penggunaan Obat – Obatan dan Kontrasepsi
Pasien tidak pernah menggunakan obat-obatan dan kontrasepsi.
Riwayat Pernikahan
Menikah 1 kali, usia menikah 23 tahun
Riwayat Obstetri 1. IUFD/ 6 bulan / 16 tahun yang lalu
3.3 Status Generalis
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital - Tekanan darah
: 110/80 mmHg
- Frekuensi nadi
: 84 x/menit, reguler, kuat
- Frekuensi napas
: 20 x/menit
- Suhu
: 36,3oC
Pemeriksaan Fisik Umum - Mata
: anemis +/+, ikterus -/-
- Jantung
: S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru
: vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing (-)
- Abdomen
: luka operasi (-),
- Ekstremitas
: edema -
-
-
-
akral teraba hangat
+
+
+ +
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
22
3.4 Status Ginekologis Abdomen :
Inspeksi
: Tidak ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi
: Teraba massa padat, kenyal, permukaan licin, mobile pada perut
bagian bawah, nyeri tekan (-).
Auskultasi : Bising Usus (+) dbn
Genitalia :
Inspeksi : massa (-), perdarahan aktif (-), laserasi (-).
Inspekulo : Porsio ukuran normal, tampak licin, erosi (-), fluksus (-), livide (), Ø OUE (-), fluor albus (-), perdarahan aktif (-), massa (-), peradangan (-).
Pemeriksaan dalam (VT) : Dinding vagina normal, massa (-), Porsio licin, Ø (-), nyeri goyang porsio (-), Corpus uteri antefleksi ukuran lebih besar dari normal 12 minggu, Adneksa Parametrium dan Cavum Douglass dextra et sinistra dbn
3.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium (11 /09/ 2017)
HB
: 7,7 g/dl
RBC
: 4.20 l06/ul
HCT
: 29.1 %
WBC
: 9,14 l03/ul
PLT
: 422 l03/ul
HbsAg
: (-)
GDS
: 97
Pemeriksaan Laboratorium (14 /09/ 2017): (setelah transfusi 3 kolf )
Hb
: 9,4 g/dL
WBC
: 11,76 l03/ul
PLT
: 173 103/mm3
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
23
Pemeriksaan Laboratorium (19 /09/ 2017): (setelah transfusi 2 kolf )
Hb
: 11,5 g/dl
WBC
: 16,67 l03/ul
PLT
: 248 103/mm3
Ultrasonografi (USG) Abdomen (21/08/17):
Uterus ukuran 10,3 x 6,9
Teksktur homogen, sarang mioma (+)
Tak tampakmassa pada adneksa
Tak tampak cairan bebas
I. DIAGNOSIS PRE OPERASI
Mioma uteri dengan anemia ringan
II. RENCANA TINDAKAN
Planning terapi: pro histerektomi
Planning evaluasi: Keadaan umum, keluhan, dan tanda vital pasien.
KIE: Hasil pemeriksaan, rencana terapi (tujuan, prosedur dan resiko tindakan), dan komplikasi.
III. POST OPERASI Tindakan Operasi : Total Abdominal Histerektomi + SOS Penemuan Intra Operasi :
Eksplorasi : uterus 12 cm perlengketan dengan omentum dan dinding posterior abdomen, ovarium kanan tidak dapat dievaluasi, ovarium kiri 6 cm lengket dengan caecum.
Konsul bedah umum untuk adhesiolisis
Dilakukan parsial oofornektomi sisnistra
Instruksi Post Operasi :
Pemeriksaan laboratorium post-operatif
IVFD RL 20 tpm
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
24
Injeksi Cefotaxime 1 g/ 8 jam
Injeksi Ketorolac 30 mg/ 8 jam
Transfusi PRC s/d Hb > 10 g/dL.
Pemeriksaan laboratorium post operasi (21/09/17)
Hb
WBC : 11,5 10^3/mm^3
PLT : 275 103/mm3
: 10,4 g%
Gambaran temuan mioma saat operasi
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
25
3.6 F ollow Up Pasien 2 JAM POST OPERASI S/ Keluhan: pusing (-), mual (+), muntah (-), nyeri b ekas luka operasi (+), perdarahan aktif (-), urin (+), BAB (-), flatus (-) O/ KU : Baik Kes : Compos mentis TD : 120/80 mmHg Nadi : 84 x/menit RR : 24 x/menit Suhu : 36,7oC A/ post TAH + SOS H1 Follow up Tanggal
20/ /2017
21/ 09/2017
Subjektif
Nyeri (+) Mobilisasi (+) minimal Perdarahan aktif (-)
Objektif
KU : Sedang Kes : CM TD : 130/800mmhg, N : 88x/m, R : 20x/m, T : 36,7 ’C K/L : mata : an -/-, ikt -/Thorak : dbn Abd : dist (-),nyeri bekas operasi (+), BU (+) N, Hepar dan lien tak teraba. Akral : hangat UO: 400cc jernih Nyeri (-) Mobilisasi KU : baik (+) Kes : CM Perdarahan aktif (-) TD : 120/80mmhg, N : 84x/m, R : 20x/m, T : 36,4 ’C K/L : mata : an -/-, ikt -/Thorak : dbn Abd : dist (-), BU (+) N, Hepar dan lien tak teraba. Akral : hangat UO: 200cc jernih
Assasment
Planning
Post TAH+SOS H1
Observasi KU dan TTV Anjurkan banyak minum Inj. Ceftriaxon 1 gr/24 jam (selama 3 hari) Kaltrofen supp 3x/hari
Post TAH+SOS H1
BPL
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
26
BAB IV PEMBAHASAN
Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia 42 tahun dengan diagnosa mioma uteri. Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisikginekologik, serta pemeriksaan penunjang berupa USG dan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil anamnesis didapatkan adanya keluhan metrorargia serta munculnya benjolan pada perut bagian bawah pasien. Ada beberapa kemungkinan diagnosis untuk pasien dengan menometroragi disertai benjolan pada perut bagian bawah antara lain yaitu mioma uteri dan endometriosis Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat sarang mioma (serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang ditimbulkan dapat digolongkan menjadi empat yaitu perdarahan abnormal, rasa nyeri, gejala dan tanda penekanan, serta infertilitas dan abortus. (Sparic,R.2016 ). Pada kasus ini, beberapa dari gejala tersebut didapatkan pada Ny.”DR”. Perdarahan abnormal berupa hipermenorhea dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium, permukaan endomerium yang lebih luas daripada biasa, atrofi endometrium diatas mioma submukosum, miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh di antara serabut miometrium dengan baik. Rasa nyeri yang dikeluhkan pasien dapat disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Gejala penekanan berupa gangguan BAB dan BAK tidak didapatkan pada pasien karena ukuran mioma yang tidak terlalu besar. (Adriaansz G, 2011).
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
27
Pemeriksaan status generalis menunjukkan keadaan umum serta vital sign pasien dalam batas normal sehingga menunjukkan gangguan perdarahan serta nyeri sudah berlangsung lama dan tubuh telah melakukan penyesuaian diri. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan konjunctiva tampak anemis. Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Sehingga menyebabkan anemia defisiensi besi. (George A.Vilos.2015) Pada pemeriksaan abdomen, palpasi daerah suprapubik kesan uterus membesar, padat, mobile serta permukaannya licin. Pada mioma uteri, perlunakan tergantung pada derajat degenerasi dan kerusakan vaskuler. Uterus sering dapat digerakan, kecuali apabila keadaan patologik pada adneksa. (Adriaansz G.2011) Pada pemeriksaan pelvis, serviks dalam batas normal. Namun, pada keadaan tertentu, mioma submukosa yang bertangkai dapat mengawali dilatasi serviks dan terlihat pada osteum servikalis. Hasil pemeriksaan inspekulo didapatkan bentuk, warna dan permukaan porsio dalam batas normal, tidak terlihat adanya fluksus yang berasal dari dalam (kanalis servikalis atau kavum uteri). Pemeriksaan penunjang dengan USG pada pasien ini didapatkan gambaran uterus Uterus ukuran 10,3 x 6,9 dengan teksktur homogen, sarang mioma posistif, tak tampak massa pada adneksa dan tak tampak cairan bebas. Penatalaksanaan mioma uteri berdasarkan besar kecilnya tumor, ada tidaknya keluhan, umur dan paritas penderita. Pada pasien ini dilakukan tindakan operatif mengingat pada hasil pasien memiliki keluhan subjektif berupa perdarahan pervaginam abnormal yang berat, terlihat dari hasil pemeriksaan Hb yang rendah.
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
28
Pada pasien dilakukan tindakan histerektomi. Tindakan histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapatkan keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius, dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu. Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu total abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH). Masing-masing prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari risiko operasi yang lebih besar, seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH akan menyisakan serviks, dimana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan menyisakan serviks, menurut penelitian didapatkan data bahwa terjadinya dyspareunia akan lebih rendah dibandingkan dengan yang menjalani TAH sehingga akan tetap mempertahankan fungsi seksual. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasca operasi dimana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
29
BAB V KESIMPULAN
Dalam laporan kasus ini dilaporkan seorang wanita berusia 42 tahun dengan keluhan perdarahan sejak 1 bulan terakhir disertai adanya benjolan di perut kanan bawah yang tidak nyeri sejak 3 bulan terakhir. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, maka didapatkan diagnosis mioma uteri disertai anemia. Terapi yang disarankan pada pasien tersebut berupa histerektomi total. Mioma uteri merupakan tumor jinak rahim yang umum ditemukan saat usia reproduksi akhir. Diagnosis pada mioma uteri didasarkan pada pemeriksaan USG. Terapi yang paling umum diberikan berupa pembedahan terutama pada mioma berukuran besar. Komplikasi yang muncul dapat berupa anemia jika gejala yang muncul berupa perdarahan.
DAFTAR PUSTAKA
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
30
1. Manta, L., Suciu, N., Toader, O., Purcărea, R., Constantin, A., & Popa, F. (2016). The etiopathogenesis of uterine fibromatosis. Journal of Medicine and Life, 9(1), 39 – 45. Available at : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5152611/ – dasar Obstetri & Ginekologi. Jakarta : Hipokrates. 2. Derek liewollyn & Jones. 2002. Dasar
3. Adriaansz G. Mioma Uteri. Dalam: Ilmu kandungan. Edisi ke-3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.h.274-9 4. Sparic, R., Mirkovic, L., Malvasi, A., & Tinelli, A. (2016). Epidemiology of Uterine Myomas: A Review . International Journal of Fertility & Sterility, 9(4), 424 – 435. Available at : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4793163/ 5. Schwartz MS. Epidermiology of uterine leiomiomata. In: Chesmy M, Heather, Whary eds. Clinical Obstetric and Ginecology. Philadelphia: Lippincott Williams and Willkins; 2001.p.316 – 8. 6. Uterine masses. In: Berek and Novak’s gynecology. 14th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2007.p.469-71. 7. Schorge, Schaffer, Halvorson, Hoffman, Bradshaw, Cunningham. Benign general gynecology. In: Williams’ gynecology. The McGraw-Hill Companies; 2008. 8. Thomas EJ. The aetiology and phatogenesis of fibroids. In: Shaw RW. eds. Advences in reproduktive endocrinology uterine fibroids. England – New Jersey: The Phartenon Publishing Group; 1992.p.1 – 8. 9. George A.Vilos., Catherine Allaire., Philippe-Yves Laberge., Nicholas Leyland., Hamilton. 2015. The Management of Uterine Leiomyomas. Journal Obstetry Gynaecology Canada. 2015;37(2):157 – 178. SOGC Clinical Practice Guideline. Available at: https://sogc.org/wpcontent/uploads/2015/02/gui318CPG1502ErevB1.pdf
Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
31