BAB I PENDAHULUAN
Kerusakan penglihatan merupakan konsekuensi dari kehilangan penglihatan fungsional. Gangguan mata yang dapat menyebabkan kerusakan penglihatan dapat mencakup degenerasi retina, albinisme, katarak, glaukoma, masalah otot yang mengakibatkan gangguan visual, gangguan kornea, retinopati diabetik, kelainan bawaan, kelainan refraksi dan infeksi (NICHCY, 2004). Kebutaan total adalah ketidakmampuan untuk melihat cahaya dari gelap, atau ketidakmampuan total untuk melihat. Penurunan penglihatan atau low vision adalah penurunan fungsi penglihatan yang tidak ti dak dapat dikoreksi dengan kacamata standar sta ndar atau lensa kontak dan mengurangi kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan tertentu atau semua tugas. Kebutaan legal (yang sebenarnya adalah sebuah gangguan penglihatan berat) mengacu pada pusat penglihatan terbaik yang dikoreksi dari visus 20/200 atau lebih buruk atau ketajaman penglihatan yang lebih baik dari 20/200 tapi dengan lapang pandang tidak lebih dari 20° (Medicaldictionary, 2008). Gangguan penglihatan adalah istilah umum yang berarti kehilangan penglihatan yang tidak dapat diperbaiki dengan lensa yang biasanya diresepkan. Namun, defenisi yang lebih berguna untuk mengklasifikasi gangguan penglihatan meliputi beberapa istilah berikut ini. School vision (juga dikenal sebagai penglihatan parsial) merujuk pada ketajaman penglihatan antara 20/70 dan 20/200. Anak harus mampu mendapatkan pendidikan pada sistem sekolah umum regular dengan menggunakan huruf berukuran normal. Penglihatan dekat hampir selalu lebih baik dari penglihatan jauh. Legal blindness, blindness , ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang dan/atau lapang pandang 20 derajat atau kurang pada mata yang lebih baik, berguna hanya sebagai defenisi legal, bukan sebagai diagnosis medis. Ini memungkinkan pertimbangan khusus dengan tidak mengabaikan tuntutan, masuk sekolah khusus, memenuhi syarat untuk mendapat bantuan, dan manfaat lain (Wong, 2008).
1
BAB II PEMBAHASAN
I.
Kelainan Refraksi
Kelainan refraksi adalah suatu kondisi ketika sinar datang sejajar pada sumbu mata dalam keadaan tidak berakomodasi yang seharusnya direfraksikan oleh mata tepat pada retina sehingga tajam penglihatan maksimum tidak direfraksikan oleh mata tepat pada retina baik itu di depan, di belakang maupun tidak dibiaskan pada satu titik. Kelainan ini merupakan bentuk kelainan visual yang paling sering dan dapat terjadi akibat kelainan pada lensa ataupun bentuk bola mata. Kesalahan refraksi pada mata yang tidak berakomodasi menghasilkan bayangan, retina yang kabur untuk objek yang terletak pada jarak tidak terhingga. Kesalahan refraksi dikelompokkan menjadi sferik jika gambaran kabur terjadi pada semu meridian, dan sebagai astigmatisma jika sejumlah gambaran kabur berubah sesuai fungsi sudut meridian di sekitar sudut penglihatan. Kesalahan refraksi sferik di kelompokkan menjadi hiperopia atau myopia dan kesalahan refraksi astigmatisma dikelompokkan menjadi regular atau ireguler. 1. Miopia
Defenisi. Miopia disebut sebagai rabun jauh, akibat ketidakmampuan untuk melihat jauh, akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia adalah Kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina. Patofisiologi. Miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat untuk panjangnya bola mata akibat : 1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang lebih panjang, bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai miopia aksial 2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia kurvatura/refraktif 3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus. Kondisi ini disebut miopia indeks 4. Miopi karena perubahan posisi lensa. Misalnya: posisi lensa lebih ke anterior, misalnya pasca operasi glaukoma
2
Gejala Klinis. Gejala klinis miopia adalah sebagai berikut: 1. Gejala utamanya kabur melihat jauh 2. Sakit kepala (jarang) 3. Cenderung memicingkan mata bila melihat jauh (untuk mendapatkan efek pinhole), dan selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda pada mata 4. Suka membaca, apakah hal ini disebabkan kemudahan membaca dekat masih belum diketahui dengan pasti Dikenal beberapa bentuk miopia seperti: a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat. b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal. Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam: a. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk: a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan Miopia pernisiosa = miopia maligna = miopia degeneratif. Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya bila miopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa biperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik. 3
Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan melihat terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adala h rabun jauh. Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esoptropia. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada lobus posterior fundus mata miopia, sklera oleh koroid. Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada findus okuli seperti degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi S-3.25, maka sebainya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi. Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata konvergensi terus menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia (Ilyas, 2009). Apabila bayangan dari benda yang terletak jauh berfocus di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi, maka mata tersebut mengalami myopia, atau penglihtan dekat (nearsighted) (Vaughan, dkk. 2000). 2. Hipermetropia
Jika sinar sejajar masuk terfokus di belakang retina dengan mata dalam keadaan istirahat (tidak berakomodsi), berarti ada hiperopia atau terang jauh. Ini dapat terjadi karena diameter antro-posterior mata terlalu pendek, karena kekuatan refraksi kornea dan lensa kurang dari normal atau karena lensa terdislokasi ke posterior (Nelson, 2000). Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik 4
fokusnya terletak di belakang retina. Pada hipermetropia sinar sejajar difokuskan di belakang makula lutea (Ilyas, 2008). Gejala klinis hipermetropia adalah sebagai berikut: 1. Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih, hipermetropia pada orang tua dimana amplitude akomodasi menurun 2. Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang terang atau penerangan kurang 3. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang lama dan membaca dekat 4. Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif=eye strain) terutama bila melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas dalam waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll 5. Mata sensitif terhadap sinar 6. Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia 7. Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti oleh konvergensi yang berlebihan pula Hipermetropia dapat disebabkan: a. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek, atau sumbu anteroposterior yang pendek. b. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina c. Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem optik mata. Hipermetropia dikenal dalam bentuk: 1. Hipermetropia manifes ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan tanpa sikloplegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata maksimal. a. Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolut, 5
sehingga jumlah hipermetropia fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah hipermetropia manifes. b. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kacamata positif. Pasien yang mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kacamata yang bila diberikan kacamata positif yang memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat. Hipermetropia manifes yang masih memakai tenaga akomodasi disebut hipermetropia fakultatif.. 2. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia (atau dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegia.
Makin
muda
makin
besar
komponen
hipermetropia
hipermetropia laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat. 5. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia. Pembagian. Berdasarkan besar kelainan refraksi, hipermetropia dibagi 3, yaitu: 1. Hipermetropia ringan : +0,25 s/d +3,00 2. Hipermetropia sedang : +3,25 s/d +6,00 3. Hipermetropia berat : +6,25 atau lebih Contoh pasien hipermetropia: a) Pasien usia 25 tahun, dengan tajam penglihatan 6/20 b) Dikoreksi dengan sferis + 2.00 → 6/6 c) Dikoreksi dengan sferis + 2.50 → 6/6 d) Dikoreksi dengan sikloplegia, sferis + 5.00 → 6/6 Maka pasien ini mempunyai: a) Hipermetropia absolut sferis + 2.00 b) Hipermetropia manifes sferis + 2.50 c) Hipermetropia fakultatif sferis (+ 2.50)-(+ 2.00) = + 0.50 d) Hipermetropia laten sferis + 5.00 – (+ 2.50) = + 2.50 6
Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh kabur, sakit kepala, silau, dan kadang rasa juling atau lihat ganda. Pasien hipermetropia sering disebut sebagai pasien rabun dekat. Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersamasama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam. Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan ambliopia akibat mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas. Bila terdapat perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata, maka akan terjadi ambliopia pada salah satu mata. Mata ambliopia sering menggulir kea rah temporal. Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifes dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajaman penglihatan normal (6/6). Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia diberikan kacamata koreksi hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka diberikan kacamata koreksi positif kurang. Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata sferis positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal. Bila pasien dengan + 3.0 ataupun dengan + 3.25 memberikan ketajaman penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata + 3.25. hal ini untuk memberikan istirahat pada mata. Pada pasien di mena akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak, maka sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan memberikan sikloplegik atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi kacamatanya dengan mata yang istirahat. Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang telah lanjut, akan memberikan keluha kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan. Pada pasien ini diberikan kacamata sferis poositif terkuat yang memberikan penglihatan maksimal.
7
Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia dan glaucoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata. 3. Astigmat
Astigmatisma ini menggambarkan keadaan ketika berkas cahaya mengalami refraksi yang berbeda bergantung pada meridian mana sinar tersebut memasuki mata (Rudolph, dkk, 2000). Pada astigmat berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang paling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea. Pada mata dengan astigmat lengkungan jari-jari meridian yang tegak lurus padanya. Patofisiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut: 1. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur 2. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa 3. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplast y 4. Trauma pada kornea 5. Tumor Gejala Klinis. Astigmatisma mempunyai gejala klinis sebagai berikut: 1. Pengelihatan kabur atau terjadi distorsi 2. Pengelihatan mendua atau berbayang - bayang 3. Nyeri kepala 4. Nyeri pada mata Pembagian. Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut: 1. Astigmatisme Reguler Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. astigmat yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahanlahan secara teratur dari suatu meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmat regular dengan bentuk yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran. a. Astigmatisme With the Rule 8
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang horizontal. b. Astigmatisme Against the Rule Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang vertikal. 2. Astigmatisme Irreguler astigmat yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian saling tegak lurus, dimana titik bias didapatkan tidak teratur. Astigmat irregular dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi irregular. Astigmatisme irregular terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda. Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut: 1. Astigmatisme Miopia Simpleks 2. Astigmatisme Miopia Kompositus 3. Astigmatisme Hiperopia Simpleks 4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus 5. Astigmatisme Mixtus Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam perkembangannya terjadi keadaan apa yang disebut sebagai astigmatisme with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea di dinding horizontal. Pada keadaan astigmat lazim ini diperlukan lensa silinder negatif dengan sumbu 180 derajat untuk memperbaiki kelainan refraksi yang terjadi. Pada usia pertengahan kornea menjadi lebih sferis kembali sehingga astigmat menjadi against the rule (astigmat tidak lazim). Astigmat tidak lazim (astigmatisme against the rule) adalah suatu keadaan kelainan refraksi astigmat dimana koreksi dengan silinder negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan silinder positif sumbu horizontal (30-150 derajat). Keadaan ini terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian horizontal lebih kuat dibandingkan kelengkungan kornea vertikal. Hal ini sering ditemukan pada usia lanjut.
9
Pada pengobatan dengan lensa kontak keras bila epitel tidak rapuh atau lensa kontak lembek bila disebabkan infeksi, trauma dan distrofi untuk memberikan efek permukaan yang irregular. Pada pasien plasidoskopi terdapat gambaran yang irregular. Koreksi dan pemeriksaan astigmat, pemeriksaan mata dengan sentris pada permukaan kornea.
Dengan alat ini dapat dilihat kelengkungan kornea yang regular (konsentris), irregular kornea dan adanya astigmatisme kornea. Juring atau kipas astigmat: garis berwarna hitam yang disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih, dipergunakan untuk pemeriksaan subyektif ada dan besarnya kelainan refraksi astigmat (Ilyas, 2009).
II. Gangguan Pada Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh (H. Sidarta Ilyas, 2004). 1. Katarak
Katarak berasal dari Yunani “katarrhakies”, Inggris “cataract”,dan Latin “cataracta” yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut “bular” dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, maupun terjadi akibat keduanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan congenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun (seperti glaucoma, uveitis, retinitis pigmentosa, dll). Katarak dapat disebabkan oleh bahan toksik khusus (kimiawi dan fisik), keracunan beberapa jenis obat (eserin 0,25-0,5%, kortikosteroid, ergot, dan antikolinesterase topikal), kelainan sistemik atau metabolic
10
(contoh diabetes mellitus), ataupun katarak dapat ditemukan tanpa adanya kelainan mata atau sistemik. Pasien dengan katarak mengeluh -
Penglihatan berkabut dan warna lebih kuning, kadang ber-halo atau glaring (pecah), fotofobia, atau tampak dobel.
-
Penglihatan sempat membaik pada malam hari dan penglihatan dekat membaik ( second sight /miopisasi).
-
Tidak ada gangguan lapang pandangan.
-
Pemeriksaan = shadow test positif (fase imatur); penilaian funduskopi / segmen posterior mata sulit dilakukan.
Klasifikasi katarak, berdasarkan lokalisasinya : 1. Katarak subkapsular a. Katarak subkapsular anterior terletak dibawah kapsul lensa dan berhubungan dengan metaplasia fibrous dari epitel lensa. b. Katarak subkapsular posterior terletak didepan kapsul posterior, karena lokasinya pada nodal point mata, opasitas subkapsular posterior lebih mempengaruhi penglihatan dibandingkan katarak kortikal atau nuklear. Penglihatan dekat lebih jelek daripada penglihatan jauh. 2. Katarak nuklear Katarak nuklear cenderung berkembang lambat. Meskipun biasanya bilateral, namun mereka asimetris. Umumnya lebih berpengaruh pada penglihatan jauh daripada penglihatan dekat. Pada tahap awal, pengerasan progresif dari nuckleus lensa sering menyebabkan peningkatan indeks refraktif lensa dan kemudian terjadi myopic shift refraksi. 3. Katarak kortikal Melibatkan korteks anterior, posterior atau equatorial. Gejala katarak kortikal yang paling sering adalah silau, dapat dijumpai monocular diplopia. Tanda awal katarak ini adalah dengan pemeriksaan slitlamp tampak sebagai vakuola dan celah air pada korteks anterior atau posterior. Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan dalam : 1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun. 2. Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun sampai usia kurang dari 20 tahun. 3. Katarak presenilis, katarak yang terjadi sampai usi a 50 tahun. 11
4. Katarak senilis, katarak lebih dari 50 tahun. Katarak dibagi menjadi 4 stadium: 1. Katarak insipien Stadium yang paling dini, yang belum menimbulkan gangguan visus atau dengan koreksi, visus masih dapat 5/5 -5/6. Kekeruhan terutama pada bagian perifer berupa bercak-bercak seperti baji (jari-jari roda), terutama mengenai korteks anterior, sedang aksis relatif masih jernih (disebut spoke of a wheel ). 2. Katarak intumesen Kekeruhan lensa disertai pembengkakan akibat lensa menyerap air, sehingga lensa menjadi bengkak dan besar. Dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi. 3. Katarak imatur Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa, kekeruhan ini terutama terdapat dibagian posterior dan bagian belakang nucleus lensa. Shadow test (+). 4. Katarak matur Tampak lensa mengalami kekeruhan seutuhnya, sehingga semua sinar yang melalui pupil dipantulkan kembali ke permukaan anterior lensa, tidak ada bayangan iris, shadow test (-). Di pupil tampak lensa yang seperti mutiara. 5. Katarak hipermatur Korteks lensa yang konsistensi seperti bubur telah mencair, sehingga nucleus lensa turun oleh karena daya beratnya kebawah. Melalui pupil pada daerah yang keruh, nucleus ini terbayang sebagai setengah lingkaran dibagian bawah, dengan warna yang lain dengan bagian atasnya, yaitu kecoklatan. Bila terjadi kerusakan kapsula lensa, yang menjadi lebih permeable,sehingga isi korteks yang cair dapat keluar dan lensa menjadi kempis, yang dibawahnya terdapat nucleus lensa (disebut katarak Morgagni) Katarak yang terjadi akibat penyakit sekunder atau sebagai penyulit dari penyakit lain disebut katarak komplikata . Penyebabnya antara lain, penyakit lokal dimata, penyakit sistemik, dan trauma fisik, mekanis, maupun klinis. Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa yang katarak. o
Ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK). 12
Pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut (mengeluarkan isi lensa (korteks dan nucleus) melalui kapsula anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsula posterior). Termasuk dalam golongan ini ekstraksi linier, aspirasi dan irigasi. o
Ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK) Mengeluarkan lensa bersama dengan kapsul lensa. Dapat dilakukan pada zonula zinn yang telah rapuh, berdegenerasi atau mudah putus. Pembedahan ini tidak boleh dilakukan pada pasien kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligament hialodea kapsular.
Komplikasi preoperasi katarak antara lain glaucoma sekunder, uveitis, dan dislokasi lensa. Komplikasi postoperasi katarak, yaitu : -
Afakia (iris tremulans, +10 sampai +13 dioptri dengan adisi 3 dioptri untuk penglihatan dekat).
-
Pseudofakia (dengan pemasangan IOL).
2. Glaukoma
Glaukoma adalah sekelompok penyakit yang memiliki karakteristik berupa kerusakan saraf/ optic neuropathy dan berkurangnya/ terjadi penyempitan luas lapangan pandang serta biasanya disertai adanya peningkatan tekanan intraokuli (Tekanan mata yang normal berkisar antara 10-22 mmHg). Glaukoma terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi dan ekskresi/ aliran keluar aqueous humor . Beberapa faktor resiko yang dapat memicu terjadinya glaukoma adalah tekanan darah yang tinggi, diabetes melitus, miopia, pertambahan usia dan pascabedah. Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokuli, glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Glaukoma sudut terbuka merupakan gangguan aliran keluar aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan. Sedangkan glaucoma sudut tertutup adalah gangguan akses aqueous humor ke sistem drainase. Glaukoma sudut terbuka terdiri dari kelainan pada membran pratrabekular (seperti glaukoma neovaskular dan sindrom Irido Corneal Endothelial ), kelainan trabekular (seperti glaukoma sudut terbuka primer, kongenital, pigmentasi dan akibat steroid) dan kelainan pascatrabekular karena peningkatan tekanan episklera. 13
Sedangkan glaukoma sudut tertutup terdiri dari glaukoma sudut tertutup primer, sinekia, intumesensi lensa, oklusi vena retina sentralis, hifiema, dan iris bombé. a. Glaukoma Sudut Terbuka Glaukoma yang sering ditemukan adalah glaukoma sudut terbuka. Glaukoma sudut terbuka terjadi karena pembendungan terhadap aliran keluar aqueous humor , sehingga menyebabkan penimbunan. Hal ini dapat memicu proses degenerasi trabecular meshwork , termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. b. Glaukoma Sudut Tertutup Glaukoma sudut tertutup terjadi apabila terbentuk sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran aqueous humor dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan penglihatan yang kabur. Serangan akut sering dipresipitasi oleh dilatasi pupil, yang terjadi spontan di malam hari, saat pencahayaan kurang.
Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Pada glaukoma sudut tertutup akut terjadi peningkatan tekanan bola mata dengan tiba-tiba akibat penutupan pengaliran keluar aqueous humor secara mendadak. Ini menyebabkan rasa sakit hebat, mata merah, kornea keruh dan edematus, penglihatan kabur disertai halo (pelangi disekitar lampu). Glaukoma sudut tertutup akut merupakan suatu keadaan darurat.
Glaukoma Sudut Tertutup Kronis.
Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan keluar tanpa gejala yang nyata, akibat terbentuknya jaringan parut antara iris dan jalur keluar aqueous humor . Glaukoma sudut tertutup biasanya bersifat herediter dan lebih sering pada hipermetropia. Pada pemeriksaan didapatkan bilik mata depan dangkal dan pada gonioskopi terlihat iris menempel pada tepi kornea. c. Glaukoma Kongenital Glaukoma kongenital adalah bentuk glaukoma yang jarang ditemukan. Glaukoma ini disebabkan oleh kelainan perkembangan struktur anatomi
14
mata yang menghalangi aliran keluar aqueous humor . Kelainan tersebut antara lain anomali perkembangan segmen anterior dan aniridia (iris yang tidak berkembang). Anomali perkembangan segmen anterior dapat berupa sindrom Rieger/ disgenesis iridotrabekula, anomali Peters/ trabekulo disgenesis iridokornea, dan sindrom Axenfeld. d. Glaukoma Sekunder Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul akibat adanya penyakit mata yang mendahuluinya. Beberapa jenis glaukoma sekunder antara lain glaukoma pigmentasi, pseudoeksfoliasi, dislokasi lensa, intumesensi lensa, fakolitik, uveitis, melanoma traktus uvealis, neovaskular, steroid, trauma dan peningkatan tekanan episklera. e. Glaukoma Tekanan-Normal Beberapa pasien dapat mengalami glaukoma tanpa mengalami peningkatan tekanan intraokuli, atau tetap dibawah 21 mmHg. Patogenesis yang mungkin adalah kepekaan yang abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di kaput nervus optikus, atau bisa juga murni karena penyakit vaskular. Glaukoma jenis ini sering terjadi di Jepang. Secara genetik, keluarga yang memiliki glaukoma tekanan-normal memiliki kelainan pada gen optineurin kromosom 10. Sering pula dijumpai adanya perdarahan diskus, yang menandakan progresivitas penurunan lapangan pandang. Dalam terapi medis, pasien glaukoma akan diberikan obat-obatan yang diharapkan mampu mengurangi tekanan intraokuli yang meninggi. Pada galukoma tekanan-normal, meskipun tidak terjadi peninggian tekanan intraokuli, pemberian obat-obatan ini juga memberikan efek yang baik. Obat-obatan yang diberikan bekerja dengan cara supresi pembentukan aqueous humor (seperti beta-adrenergic blocker ,
apraclonidine,
brimonidine,
acetazolamide,
dichlorphenamide
dan
dorzolamide hydrochloride), meningkatkan aliran keluar (bimatoprost, latanoprost, pilocarpine dan epinefrin), menurunkan volume vitreus (agen hiperosmotik) serta miotik, midriatik dan sikloplegik. Terapi bedah dan laser merupakan terapi yang paling efektif dalam menurunkan tekanan intraokuli. Pada glaukoma sudut tertutup, tindakan iridoplasti, iridektomi, iridotomi perifer merupakan cara yang efektif mengatasi blokade pupil. Sedangkan pada glaukoma sudut terbuka, pengguaan laser (trabekuloplasti) merupakan cara 15
yang efektif untuk memudahkan aliran keluar aqueous humor. Trabekulotomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk memintas saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses langsung aqueous humor dari bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva dan orbita.
3. Keratitis
Radang kornea biasanya diklasifikasi dalam lapis kornea yang terkena, seperti keratitis superficial dan interstitial atau profunda. Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi terhadap yang diberi topical, dan reaksi terhadap konjungtivitis menahun. Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tak dapat segera dating, seperti pada jaringan lain, yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cells, dan sel-sel lain yang terdapat di dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi dari pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklier, sel plasma, leukosit polimorfonuklier (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrate, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas, dan permukaan tidak licin. Keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa silau, dan merasa kelilipan. Pengobatan dapat diberikan antibiotika, air mata buatan, dan sikloplegik. 4. Ulkus kornea
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal dua bentuk ulkus kornea yaitu, sentral dan marginal atau perifer. Ulkus kornea perifer dapat disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun, dan infeksi. Infeksi pada kornea perifer biasanya oleh kuman stafilokok aureous, h.influenza, dan m. lacunata. Beratnya penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien, besar dan virulensi inokulum. Selain radang dan infeksi (bakteri, jamur, akantamuba, dan herpes simpleks) penyebab lain ulkus kornea ialah defisiensi vitamin A, lagoftalmus akibat parese saraf ke VIII, lesi saraf ke III atau neurotrofik dan ulkus Mooren.
16
Bentuk ulkus kornea marginal dapat fokal, multifocal atau difus yang disertai dengan masuknya pembuluh darah kedalamnya. Perjalanan penyakit ulkus kornea dapat progresif, regresi, atau membentuk jaringan parut. Pada proses kornea yang progresif dapat terlihat infiltrasi sel leukosit dan limfosit yang memakan bakteri atau jaringan nekrotik yang terbentuk. Pada pembentukan jaringan parut akan terdapat epitel, jaringan kolagen baru dan fibroblast. Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma enteng yang merusak epitel kornea. Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun, dan kadang kotor. Kornea akan terlihat kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang bila diberi pewarnaan fluresein akan berwarna hijau ditengahnya. Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel radang pada kornea. Gejala yang dapat menyertai adalah terdapat penipisan kornea, lipatan descemet, reaksi jaringan uvea (akibat gangguan vaskularisasi iris), berupa suar, hipopion, hifema, dan sinekia posterior. Bila proses pada tukak berkurang maka akan terlihat berkurangnya rasa sakit, fotofobia, berkurangnya infiltrate pada tukak dan defek epitel kornea menjadi bertambah kecil. Pengobatan pada tukak kornea dengan antibiotika, dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. Secara umum tukak diobati sebagai berikut :
Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai incubator.
Secret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari
Diperhatikan kemudian terjadinya glaukoma sekunder
Debridement sangat membantu penyembuhan
Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberikan lokal kecuali keadaan berat.
Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat tenang kecuali bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1-2 minggu. Pada tukak kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila, dengan pengobatan tidak sembuh dan terjadinya jarngan parut yang mengganggu penglihatan.
17
5. Uveitis
Radang uvea dapat mengenai hanya bagian depan jaringan uvea atau iri, disebut iritis. Bila mengenai mengenai bagian tengah uvea, disebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut sebagai uveitis anterior. Uveitis anterior atau iridosiklitis merupakan penyakit yang mendadak yang biasanya berjalan selama 6-8 minggu, dan pada stadium dini biasanya dapat sembuh dengan tetes mata saja. Biasanya mengenai selaput hitam bagian belakang mata maka disebut koroiditis. Uveitis anterior dibedakan dalam bentuk granulomatosa akut-kronis dan nongranulomatosa akut-kronis. Uveitis dapat terjadi mendadak atau akut berupa mata merah dan sakit, ataupun datang perlahan dengan mata merah dan sakit ringan dengan penglihatan turun perlahan-lahan. Iridosiklitis kronis merupakan episode rekuren dengan gejala akut yang ringan atau sedikit. Keluhan pasien dengan uveitis anterior akut mata sakit, merah, fotofobia, penglihatan turun ringan dengan mata berair, dan mata merah. Keluhan sukar melihat dekat akibat ikut meradangnya otot-otot akomodasi. Pupil miosis akibat rangsangan proses peradangan pada otot sfingter pupil dan terdapatnya edema iris. Pada proses peradangan akut dapat terjadi miopisasi akibat rangsangan badan siliar dan edem lensa. Terdapat fler atau efek tyndal didalam bilik mata depan dan bila peradangan sangat akut maka akan terlihat
hifema atau hipopion. Pada
nongranulomatosa terdapat presipitat halus pada dataran belakang kornea. Pada granulomatosa terdapat presipitat besar atau „mutton fat deposit‟, benjolan koeppe (penimbunan sel pada tepi pupil), atau benjolan Busacca (penimbunan sel pada permukaan iris). Terbentuk sinekia posterior, miosis pupil, tekanan bola mata yang turun akibat hipofungsi badan siliar, tekanan bola mata dapat meningkat, melebarnya pembuluh siliar dan perilimbus. Tekanan bola mata dapat rendah akibat gangguan fungsi pembentukan cairan mata oleh badan siliar. Bila tekanan bila mata tinggi, hal ini menunjukkan terjadinya gangguan pengaliran keluar cairan mata oleh sel radang atau perlengketan yang terjadi pada sudut bilik mata. Perjalanan penyakit iritis sangat khas yaitu berlangsung hanya 2-4 minggu. Kadang penyakit ini memperlihatkan gejala kekambuhan atau menjadi menahun. Pengobatan dengan steroid yang diberikan pada siang hari dalam bentuk tetes dan malam hari dalam bentuk salep. Steroid sistemik diberikan bila perlu. Pemberian steroid dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan timbulnya katarak, glaukoma 18
dan midriasis pada pupil. Sikloplegik diberikan untuk mengurangi rasa sakit dan melepas sinekia yang terjadi, dan member istirahat pada iris yang meradang. 6. Endoftalmitis
Merupakan peradangan berat pada bola mata, berbentuk radang supuratif didalam rongga mata akan memberikan abses didalam badan kaca. Biasanya akibat infeksi setelah trauma atau pembedahan, atau endogen akibat sepsis. Bakteri yang sering yaitu, stafilokok, streptokok, pneumokok, pseudomonas dan basil sublitis. Peradangan yang disebabkan oleh bakteri akan memberikan gambaran rasa sakit yang hebat, kelopak merah dan bengkak, kelopak sukar dibuka, konjungtiva kemotik dan merah, kornea keruh, bilik mata depan keruh yang kadang disertai dnegan hipopion. Kekeruhan atau abses didalam badan kaca, akan memberikan reflex pupil
berwarna
putih
sehingga
gambaran
seperti
retinoblastoma
atau
pseudoretinoblastoma. Pengobatan dengan antibiotika periokular atau subkonjungtiva dan dapat diberikan antibiotika sistemik. Sikloplegik diberika 3x sehari tetes mata. 7. Panoftalmitis
Peradangan seluruh bola mata termasuk sclera dan kapsula tenon, sehingga bola mata merupakan rongga abses. Penyebab dapat melalui pembuluh darah (endogen), perforasi bola mata (eksogen), dan akibat ulkus kornea perforasi. Panoftalmitis akan memberikan gejala kemunduran tajam penglihatan disertai rasa sakit, mata menonjol, edema kelopak, konjungtiva kemotik, kornea keruh, bilik mata denga hipopion, dan reflex putihdi dalam fundus. Pengobatan dengan antibiotika dosis tinggi dan bila gejala sangat berat dilakukan eviserasi bola mata.
III. Gangguan Pada Retina 1. Retinitis
Peradangan pada retina, jarang berdiri sendiri biasanya berupa korioretinitis bila mengenai koroid dan retina, atau neuroretinitis biala mengenai nervus II dan retina. Gejala subyektif : -
Penurunan visus, bila terdapat eksudat dalam lapisan yang terdapat elemen penglihatan dapat menyebabkan gangguan visus yang hebat.
-
Gangguan kampus, pengecilan kampus perifer yang konsentris, tak teratur 19
-
Metamorfopsis Adanya edema, eksudat dan perdarahan menyebabkan letak elemen penglihatan menjadi tidak teratur. Pada tempat dengan banyak elemen penglihatan dapat menimbulkan makropsi, benda tampak lebih besar. Sedangkan pada
tempat
dengan elemen penglihatan yang sedikit, menyebabkan mikropsi, benda terlihat lebih kecil. -
Hemeralopia
-
Fotofobia, silau jika melihat cahaya terang
-
Fotopsia, melihat benda berpijar-pijar
Pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan : -
edema retina, terutama terlihat di daerah papil dan macula
-
kongesti papil, papil batas tidak nyata, suram
-
bercak eksudat berwarna kekuningan
-
pembuluh darah vena tampak berkelok-kelok warna lebih gelap, dan diameter lebih besar
-
perdarahan
-
badan kaca keruh, karena masuknya sel-sel radang Retinitis disebabkan oleh kelainan sistemik, infeksi ditempat lain seperti lues
yang menyebabkan timbulnya alergik, dan dapat berupa penyebaran dari koroiditis, iridosiklitis, atau infeksi lokal lainya.
2. Retinopati
Retinopati merupakan kelainan pada retina yang tidak disebabkan oleh radang. Cotton wool patches merupakan gambaran eksudat pada retina akibat penyumbatan arteri prepapil sehingga terjadi nonperfusi didalam retina. a. Retinopati diabetika Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit umum yang ditandai peningkatan kadar gula dalam darah yang menyebabkan perubahan mikrovaskular pada seluruh organ termasuk mata. Retinopati diabetik (RD) merupakan suatu komplikasi kronik diabetes melitus karena mikroangiopati vaskular retina yang dapat menimbulkan kebutaan dan umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang meliputi, usia dan lama menderita DM, kontrol gula darah, tipe DM serta penyakit yang menyertai, misalnya hipertensi dan nefropati.
20
Retinopati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular paling sering pada DM. Lama menderita DM merupakan faktor risiko utama yang berkaitan dengan perkembangan retinopati diabetik. Setelah lima tahun menderita DM tipe 1, sekitar 25% pasien mengalami retinopati. Setelah 10 tahun hampir 60% menderita retinopati dan setelah 15 tahun 80% akan menderita retinopati. Proliferatif retinopati diabetik (PRD) merupakan bentuk retinopati yang sangat mengancam penglihatan dan biasanya terdapat pada 25% pasien DM tipe 1 dengan durasi penyakit 15 tahun, timbul pada 2% pasien dengan durasi DM kurang dari 5 tahun. Mekanisme kelainan mikrovaskular pada retinopati diabetik sampai saat ini belum jelas. Namun demikian diduga paparan hiperglikemia dalam waktu yang lama mengakibatkan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang dapat menyebabkan perubahan pada endotel vaskular. Perubahan vaskular pada retina meliputi kehilangan perisit dan penebalan membrana basalis. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membran sel yang terletak di antara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier, transportasi kapiler, dan mengendalikan proliferasi endotel. Membrana basalis berfungsi sebagai barir dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu dengan yang lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membrana basalis membentuk barir yang bersifat selektif terhadap berbagai jenis protein dan molekul kecil. Perubahan histopatologis kapiler retina pada RD dimulai dari penebalan membrana basalis, hilangnya perisit, dan proliferasi endotel dimana pada keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit dapat mencapai 10:1. Patofisiologi RD yang terjadi di kapiler yaitu, pembentukan mikroaneurisma, peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan plasma seperti lipoprotein dan makromolekul dari mikrosirkulasi ke dalam ruang ekstraselular yang kemudian menyebabkan pertambahan ketebalan makula retina. Pada keadaan ini garam dan air dipompa ke luar dari retina ke koroid tetapi tidak disesrtai serum lipoprotein sehingga hard exudat yang berasal dari lipoprotein menumpuk di dalam retina. Peningkatan permeabilitas kapiler retina ini bisa sampai 12 kali, tetapi aktivitas pompa epitel pigmen hanya meningkat 2 kali,
21
ketidakseimbangan ini menimbulkan akumulasi cairan ekstraselular sehingga terjadi edema makula diabetika. Retinopati diabetik dapat diklasifikasikan dalam 2 jenis: a. Nonproliferatif retinopati diabetik (NPRD) Pada nonproliferatif retinopati diabetik, perubahan mikrovaskular retina hanya terbatas pada retina saja, tidak menyebar ke membran limitan interna. Karakteristik NPRD termasuk, mikroaneurisma, area kapiler nonperfusi, infark dari nerve fibre layer , IRMAs, perdarahan dot and blot intraretina, edema retina, hard eksudat, arteriol abnormalitas, dilatasi dan beading vena retina. NPRD dapat mengganggu fungsi visual dengan 2 mekanisme:
Berbagai derajat sumbatan kapiler intraretina menimbulkan makular iskemik
Peningkatan permeabilitas vaskularisasi retina menimbulkan edem makula
b. Proliferatif retinopati diabetik (PRD) Proliferasi
fibrovaskular
ekstra
retina
memperlihatkan
variasi
stadium
perkembangan PRD. Pembuluh darah baru berkembang dalam 3 stadium: a. Pembuluh darah baru dengan jaringan fibrous minimal yang melintasi dan meluas mencapai membrana limitan interna. b.
Pembuluh
darah
baru
meningkat
ukurannya
dan
meluas,
dengan
meningkatnya komponen fibrous. c. Pembuluh darah baru mengalami regresi, meninggalkan sisa proliferasi fibrovaskular di sepanjang hialoid posterior. Berdasarkan luasnya proliferasi, PRD dibagi dalam tingkatan early, high-risk , atau advance. Prinsip utama penatalaksanaan medikal adalah memperlambat dan mencegah komplikasi. Ini bisa dicapai oleh pelaksanaan pemeriksaan lokal dan menyeluruh yang mempengaruhi onset NPRD dan progresifitasnya menjadi PRD. Faktor yang paling penting dalam penatalaksanaan medikal pada retinopati diabetik adalah mempertahankan kontrol gula yang baik. b. Retinopati hipertensi Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kelainan pada vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah. Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang
22
diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau nicking arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot shape, cotton-wool spots, dan edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al menunjukkan bahwa tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien hipertensi. Tabel 2.4. Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology Stadium
Karakteristik
Stadium 0
Tidak ada perubahan
Stadium I
Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi
Stadium II
Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal
Stadium III
Stadium II disertai perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium IV
Stadium III disertai papiledema
Tabel 2.5. Klasifikasi dari retinopati hipertensi berdasarkan data populasi oleh New England Journal of Medicine 2004 Retinopati
Mild
Deskripsi
Asosiasi sistemik
Satu atau lebih dari tanda
Asosiasi ringan dengan penyakit
berikut :
stroke, penyakit jantung koroner
Penyempitan arteioler
dan mortalitas kardiovaskuler
menyeluruh atau fokal, AV nicking, dinding arterioler lebih padat (silver-wire) Moderate
Retinopati mild dengan satu
Asosiasi berat dengan penyakit
atau lebih tanda berikut :
stroke, gagal jantung, disfungsi
Perdarahan retina (blot, dot
renal dan mortalitas
atau flame-shape),
kardiovaskuler
microaneurysme, cottonwool, hard exudates Accelerated
Tanda-tanda retinopati
Asosiasi berat dengan mortalitas
moderate dengan edema papil
dan gagal ginjal
: dapat disertai dengan kebutaan 23
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah. Tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara generalisata. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat penyempitan arterioles retina secara generalisata. Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hialin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai arteriovenous nicking . Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang dikenal sebagai copper wiring . Dinding aretriol normal bersifat transparan, sehingga yang terlihat sebenarnya adalah darah yang mengalir. Pantulan cahaya yang tipis dibagian tengah lumen tampak sebagai garis refraktif kuning sekitar selebar seperlima dari lebar lumen. Apabila dinding arteriol diinfiltrasi oleh sel lemak dan kolesterol akan menjadi sklerotik. Dinding pembuluh darah secara bertahap menjadi tidak transparan dan dapat dilihat, dan refleksi cahaya yang tipis menjadi lebih lebar. Produk-produk lemak kuning keabuan yang terdapat pada dinding pembuluh darah bercampur dengan warna merah darah pada lumen pembuluh darah akan menghasilkan gambaran khas copper-wire. Hal ini menandakan telah terjadi arteriosklerosis tingkat sedang. Apabila sklerosis berlanjut, refleksi cahaya dinding pembuluh darah berbentuk silver-wire. Tahap pembentukan eksudat, akan menimbulkan kerusakan pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan iskemik retina. Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai gambaran mikroaneurisma, hemoragik, eksudat keras dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal sebagai cotton-wool spot . Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan biasanya merupakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat. Edema retina dan makula diperkirakan terjadi melalui dua mekanisme. 24
Hayreh membuat postulat bahwa edema retina timbul akibat transudasi cairan koroid yang masuk ke retina setelah runtuhnya struktur RPE. Namun selama ini peneliti lain percaya bahwa cairan edematosa muncul akibat kegagalan autoregulasi, sehingga meningkatkan tekanan transmural pada arterioles distal dan kapiler proksimal dengan transudasi cairan ke dalam jeringan retina. Absorpsi komponen plasma dari cairan edema retina akan menyebabkan terjadinya akumulasi protein. Perubahan-perubahan yang terjadi ini tidak bersifat spesifik hanya pada hipertensi, karena selain itu juga dapat terlihat pada penyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain. Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sekuensial, misalnya perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami perubahan-perubahan lain terlebih dulu. Dalam penelitian yang dilakukan di Australia, didapatkan arteriolar retina lebih sempit pada orang-orang yang lebih tua yaitu usia diatas 40 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia lebih tua, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah semakin menyempit dan kaku, hal yang sama juga berlaku pada arteriol retina. Penelitian tersebut juga menunjukkan hubungan yang erat antara peningkatan tekanan darah dengan penyempitan arteriol retina, dimana semakin tinggi tekanan darah, maka semakin sempit pula arteriol retina Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui pemeriksaan funduskopi, dengan pupil dalam keadaan dilatasi. Biasa didapatkan perubahan pada vaskularisasi retina, infark koroid tetapi kondisi ini jarang ditemukan pada hipertensi akut yang memberikan gambaran Elschnig’s spot yaitu atrofi sirkumskripta dan dan proliferasi epitel pigmen pada tempat yang terkena infark. Pada bentuk yang ringan, hipertensi akan meyebabkan peningkatan reflek arteriolar yang akan terlihat sebagai gambaran copper wire atau silver wire. Penebalan lapisan adventisia vaskuler akan menekan venule yang berjalan dibawah arterioler sehingga terjadi perlengketan atau nicking arteriovenousa. Pada bentuk yang lebih ekstrem, kompresi ini dapat menimbulkan oklusi cabang vena retina ( Branch Retinal Vein Occlusion/ BRVO). Dengan level tekanan darah yang lebih tinggi dapat terlihat perdarahan intraretinal dalam bentuk flame shape yang mengindikasikan bahwa perdarahannya berada dalam lapisan serat saraf, dan/ atau edema retina. Malignant hipertensi mempunya ciri-ciri papiledema dan dengan perjalanan waktu akan terlihat gambaran makula berbentuk bintang. 25
Lesi
pada
ekstravaskuler
retina
dapat
terlihat
sebagai
gambaran
mikroaneurisme yang diperkirakan akan terjadi pada area dinding kapiler yang paling lemah. Gambaran ini paling jelas terlihat melalui pemeriksaan dengan angiografi. Keadaan stasis kapiler dapat menyebabkan anoksia dan berkurangnya suplai nutrisi, sehingga menimbulkan formasi mikroanuerisma. Selain itu, perdarahan retina dapat terlihat. Ini akibat hilang atau berkurangnya integritas endotel sehingga terjadi ekstravasasi ke plasma, hingga terjadi perdarahan. Bercak bercak perdarahan kelihatan berada di lapisan serat saraf kelihatan lebih jelas dibandingkan dengan perdarahan yang terletak jauh dilapisan fleksiform luar. Pada edema retina dan makula, yang terlihat secara histologis adalah residu edema dan makrofag yang mengandung lipid. Walaupun deposit lipid ini ada dalam pelbagai bentuk dan terdapat dimana-mana di dalam retina, gambaran macular star merupakan bentuk yang paling dominan. Gambaran seperti ini muncul akibat orientasi lapisan Henle dari serat saraf yang berbentuk radier. Dalam penatalaksanaan retinopati hipertensi, mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah penderita retinopati hipertensi harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak dapat diobati lagi. Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik telah menunjukan bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah (Lowenthal MN, 1993). Masih tidak jelas apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi mempunyai efek langsung terhadap struktur mikrovaskuler. Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan dinding arteri retina. Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Pasien dinasehati untuk menurunkan berat badan jika sudah melewati standar berat badan ideal seharusnya. Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara asupan lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan olahraga yang teratur. Dokter atau petugas kesehatan harus tetap meneruskan pengobatan pada pasien hipertensi walaupun tanpa tanda-tanda retinopati.
3. Ablasi retina
Suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dengan sel epitel pigmen retina. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel 26
pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.Terdapat 3 bentuk ablasi retina, yaitu regmantogenosa, eksudatifa, dan traksi (tarikan). Ablasi retina regmatogenosa, dimana terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina, sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Mata yang berbakat untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan myopia tinggu, pasca retinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi dibagian perifer. Ablasi retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan. Ablasi retina yang terdapat pada subtemporal sangat berbahaya karena dapat mengangkat macula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasi retina bila dilepasnya retina mengenai macula lutea. Pada funduskopi terlihatnya retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Pengobatan dengan pembedahan.
27
BAB III KESIMPULAN
Mata buram adalah salah satu gejala subyektif yang akan dikeluhkan oleh pasien dengan gangguan mata. Mata buram terjadi akibat penurunan tajam penglihatan atau visus yang diakibatkan oleh tiga faktor, kelainan refraksi, kelainan pada media rafraksi, dan kelaianan pada retina. Bila terdapat gangguan pada salah satu dari ketiga faktor ini, sudah dapat menyebabkan keluhan subyektif berupa mata buram. Keluhan mata buram ini dapat disertai oleh gejala-gejala subyektif lain yang sesuai dengan lokasi dari gangguan yang terjadi didalam bola mata, yaitu dapat disertai gejala mata merah, fotofobia, sakit kepala, mual-muntah, dsb. Oleh karena itu, perlu ditegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik mata untuk mengetahui diagnosis yang tepat, guna untuk memberikan penatalaksanaan yang sesuai dengan diagnosis tersebut. Sehingga keluhan mata buram ini dapat diperbaiki dengan atau tanpa koreksi.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Wijaya N . Ilmu Penyakit Mata. Jakarta , 1983 2. Ilyas SH . Ilmu Penyakit Mata . ed 3 . Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2009 3. Riordan-Eva P & Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology, 17th edition. New York: McGraw-Hill, 2007. 4. Yanoff M & Duker JS (eds). Yanoff & Duker Ophthalmology 3rd edition. Philadelphia: Mosby, An Imprint of Elsevier, 2008
29