BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
MEI 2015
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KONDILOMA AKUMINATA
OLEH : Agustina D. Fernandez (0808013555) Adilhara Alcitamesa Akal (1108011022) Martha Legaij Langobelen (1108011003) Alfon Ndawa Lu (1008012014)
PEMBIMBING : dr. I Nyoman Sutama, Sp.KK
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2015
1
BAB I PENDAHULUAN
Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini merupakan problem yang utama didalam kesehatan masyarakat, insiden yang tinggi dijumpai hampir disetiap negara di dunia. Setiap tahun dijumpai sekitar 350 juta orang yang terinfeksi IMS. Kegagalan diagnosis dan pengobatan akan menyebabkan penyulit dan kecacatan, berupa infertilitas, gangguan pertumbuhan janin, kehamilan ektopik, anogenital kanker, bayi prematur,dan infeksi pada bayi.1,2 Human Papillomavirus (HPV) high risk bertanggung jawab terhadap terjadinya kanker serviks dan beberapa kanker anogenital (anus, vagina, vulva, dan penis). HPV low risk dihubungan dengan low grade cervical lessions, kondiloma akuminata, dan recurrent papilloma (RRP).1,2 Sekitar 20 juta orang dewasa di Amerika Serikat dan 630 juta orang di dunia terinfeksi HPV. Diperkirakan infeksi yang terjadi setiap tahun sekitar 6,2 juta pada orang yang seksual aktif. Wanita muda seksual aktif mempunyai risiko yang tertinggi menderita infeksi HPV, sekitar 75% wanita dan pria seksual aktif terkena infeksi HPV. Lebih dari 40% wanita seksual aktif menderita infeksi HPV dalam waktu 3 tahun setelah melakukan hubungan seksual. Banyak individu dengan seksual aktif mengalami infeksi HPV subklinis. Kebanyakan infeksi HPV adalah asimptomatik, subklinis, atau tidak diketahui.
2
Sekitar 1% orang dewasa dengan seksual aktif mempunyai kondiloma akuminata pada genitalia eksterna. Kondiloma akuminata merupakan salah satu manifestasi klinis yang disebabkan oleh infeksi Human Papillomavirus Virus (HPV), paling sering ditemukan di daerah genital dan jarang di selaput lendir. Sering terkait dengan HPV 6 dan 11 dengan masa inkubasi 3 minggu sampai 8 bulan. Cara penularan infeksi biasanya melalui hubungan seksual dengan orang yang telah terinfeksi sebelumnya, penularan ke janin atau bayi dari ibu yang telah terinfeksi sebelumnya dan risiko mengembangkan karsinoma sel skuamosa. Penyakit ini biasanya asimptomatik dan terdiri dari papilomatous papula atau nodul pada perineum, genitalia dan anus.1,3 Saat ini kondiloma akuminata menjadi penyebab paling utama suatu penyakit menular seksual bahkan melebihi herpes genital. Di Amerika serikat, data dari Center for Disease Control and Prevention tercatat ada lebih dari 19,7 juta kasus baru infeksi menular seksual (IMS) tiap tahun, dan 14,1 juta kasus merupakan infeksi HPV.20 Di Indonesia, penelitian IMS di 12 Rumah Sakit Pendidikan tahun 2007-2011, kondiloma akuminata menduduki peringkat ke 3 terbesar. Kondiloma akuminata menduduki peringkat pertama di 6 kota yaitu di Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Jogja dan Denpasar. Usia terbanyak didapatkan pada golongan usia 25-45 tahun.21 Di RSUP. H. Adam Malik, Medan tahun 2009 didapatkan IMS yang paling sering adalah kondiloma akuminata yaitu sebanyak 29,9%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, angka kesakitan kondiloma akuminata tahun 2006 adalah
3
1,7% dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 1,9%, terbanyak pada perempuan dan pada umur 25-44 tahun.22,23
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
I.
Gambaran Umum Penyakit Kondiloma akuminata (genital warts, kutil kelamin) atau lebih dikenal dengan istilah penyakit Jengger Ayam, mungkin karena bentuknya yang mirip jengger ayam pada kondiloma yang luas, adalah kelainan kulit berbentuk kutil dengan permukaan berlekuk-lekuk mirip jengger ayam yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipe tertentu2. HPV pertama kali diidentifikasikan pada tahun 1907. Kini, lebih 120 jenis subtipe HPV telah dapat diidentifikasi. Tapi tidak semua tipe dapat menyebabkan kondiloma akuminata. Sekitar 90 % kondiloma akuminata diyakini berhubungan dengan tipe 6 dan tipe 11. Para ahli mencurigai HPV tipe tertentu memiliki kecenderungan onkogenik (potensial menjadi kanker),
II.
terutama tipe 16 dan tipe 18.2 Etiologi dan Transmisi Anogenital kutil (juga dikenal sebagai kutil kelamin, kondiloma acuminata, condylomas) adalah lesi proliferatif jinak yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipe 6 dan 11. Cara penularan infeksi biasanya melalui hubungan seksual dengan orang yang telah terinfeksi sebelumnya, penularan ke janin atau bayi dari ibu yang telah terinfeksi sebelumnya, dan resiko mengembangkan karsinoma sel skuamosa.3,4 HPV dapat menembus sel-sel basal epidermis. Hal ini dapat mengaktifkan pembentukan protein, meningkatkan sel-sel proliferasi, penebalan lapisan
III.
yang keras sehingga dapat menimbulkan papillomatosa.1 Epidemiologi 5
Saat ini kondiloma akuminata sekarang menjadi penyebab paling utama suatu penyakit menular seksual bahkan melebihi herpes genital. Kondiloma akuminata terjadi pada 5,5 juta orang Amerika setiap tahun dan diperkirakan memiliki prevalensi 20 juta. Kondiloma akuminata adalah infeksi anorektal yang paling umum yang mempengaruhi pria homoseksual. Namun, juga sering terjadi pada pria biseksual dan heteroseksual dan wanita. Meskipun cara penularan paling umum melalui hubungan seksual namun penyebab non seksual juga dapat terjadi. 5 Pada pasien HIV positif prevalensi HPV adalah 30%. Pengaruh infeksi HIV pada perjalanan penyakit HPV tidak jelas tetapi dapat dipengaruhi oleh tingkat keparahan immunocompromise dan terapi penggunaan antiretroviral. Infeksi oleh jenis risiko tinggi HPV dikaitkan dengan SIL (Squamous Intraepithelial Lesion) yang merupakan prekursor diduga menjadi kanker IV.
invasif. 5 Bentuk Kondiloma Akuminata 1. Akuminata Vegetasi yang timbul di daerah yang lembab, terutama di daerah lipatan. Memberikan gambaran papilomatosis, akantosis, elongasi dan penebalan
rete
ridges,
parakeratosis,
cytoplasmic
vacuolization
(koilocytosis). Koilocytosis merupakan keratinosis pada lapisan tengah dengan vakuolisasi (halo) dan berbagai derajat atipia nukleus.
6
Gambar 1. Kondiloma bentuk Akuminata 2. Giant condyloma Buschke-Lowerstein Tumour Merupakan lesi yang ekstensif dan cepat menjadi besar dan meluas, dengan gambaran histologi exophytic papillary structures, akantosis epitel sampai menembus ke jaringan ikat di bawahnya menembus lapisan kutis dan subkutis. Pada lesi yang berupa giant condyloma tidak ada tanda-tanda keganasan, tetapi Buschke-Lowerstein Tumour lebih mirip verrucous carcinoma baik dalam perkembangan klinis maupun histologi.
3. Flat condyloma Gambar 2. Giant condyloma Buschke-Lowerstein Kondiloma yang berbentuk datar,Tumour berupa makula (subklinis).
7
Gambar 3. Flat Condyloma 4. Endophytic (Inverted) Condyloma Kondiloma yang berada di serviks, tidak tampak di genitalia eksterna. Mirip dengan flat condyloma tetapi mengalami pertumbuhan ke dalam. Pada lesi yang ekstensif bisa mengenai kelenjar endoserviks sehingga menyerupai CIS (carcinoma in situ).
5. Papullosis and pigmented papullosis Epitel yang mengalami akantosis sehingga memberikan gambaran papul meninggi.
8
6. Papullosis bowenoid (BP) Gambar 4. Kondiloma bentuk Papul Bentuk kelainan seperti Bowen’s disease (BD) dengan gambaran histologi tidak seberat BD. BD merupakan neoplasma intraepithelial yang berhubuangan dengan CIS (carcinoma in situ), ditandai dengan disorganisasi seluruh lapisan epitel dengan gambaran inti sel mengalami polariasis dan hiperkromatis serta gambaran mitosis abnormal. Bentuk klinik dari BP berupa papul eritema berbatas tegas dengan permukaan datar dan sedikit menebal (2-3 mm). Pada batang penis bisa ditemukan veruka yang melekat dan menetap dengan ukuran 2-3 mm. Veruka dapat menyebar ke dalam vagina, uretra, dan epitel perirektal. Secara histologi ditemukan sel atipis yang ditemukan pada penyakit Bowen atau Basal sel karsinoma. Dimana lesi ini sangat berhubungan dengan HPV tipe 16. Jenis ini perlu ditangani secepat mungkin karena mempunyai potensiasi onkogenik.
9
Gambar 5. Papullosis bowenoid
V.
Patofisiologi Kondiloma akuminata dapat disebabkan kontak dengan penderita yang terinfeksi HPV. Sampai saat ini dikenal lebih dari 100 macam jenis HPV, yang sering menyebabkan kondiloma akuminata yaitu tipe 6 dan 11. HPV ini masuk melalui mikro lesi pada kulit, biasanya pada daerah kelamin dan melakukan penetrasi pada kulit sehingga menyebabkan abrasi permukaan epitel. Human Papilloma Virus adalah epiteliotropik; yang sifatnya mempunyai afinitas tinggi pada sel-sel epitel. Replikasinya tergantung pada adanya diferensiasi epitel skuamosa. Virus DNA (Deoxyribonucleic Acid) dapat ditemukan pada lapisan terbawah dari epitel. Protein kapsid dan virus infeksius ditemukan pada lapisan superfisial sel-sel yang berdiferensiasi. HPV dapat masuk ke lapisan basal, menyebabkan respon radang. Pada wanita menyebabkan keputihan dan infeksi mikroorganisme. HPV yang masuk ke lapisan basal sel epidermis dapat mengambil alih DNA dan mengalami replikasi yang tidak terkendali. Fase laten virus dimulai dengan tidak adanya tanda dan gejala yang dapat berlangsung sebulan bahkan setahun. Setelah fase laten, produksi virus DNA, kapsid dan partikel dimulai. Sel dari tuan rumah menjadi infeksius dari struktur koilosit atipik dari kondiloma akuminata (morphologic atypical koilocytosis of condiloma acuminate) berkembang.1,2 Lamanya inkubasi sejak
10
pertama kali terpapar virus sekitar 3 minggu sampai 8 bulan atau dapat lebih lama.3 HPV yang masuk ke sel basal epidermis ini dapat menyebabkan nodul kemerahan di sekitar genitalia. Penumpukan nodul merah ini membentuk gambaran seperti bunga kol. Nodul ini bisa pecah dan terbuka sehingga terpajan mikroorganisme dan bisa terjadi penularan karena pelepasan virus bersama epitel.6 HPV yang masuk ke epitel dapat menyebabkan respon radang yang merangsang pelepasan mediator inflamasi yaitu histamin yang dapat menstimulasi saraf perifer. Stimulasi ini menghantarkan pesan gatal ke otak dan timbul impuls elektrokimia sepanjang nervus ke dorsal spinal cord kemudian ke thalamus dan dipersepsikan sebagai rasa gatal di korteks serebri. Pada wanita yang terinfeksi HPV dapat menyebabkan keputihan dan disertai infeksi mikroorganisme yang berbau, gatal dan rasa terbakar sehingga tidak nyaman pada saat melakukan hubungan seksual.6 VI.
Manifestasi Klinis Kebanyakan pasien dengan kondiloma akuminata datang dengan keluhan ringan. Keluhan yang paling sering adalah ada bejolan atau terdapat lesi di perianal.4 1. Gejala Kebanyakan pasien hanya mengeluhkan adanya lesi, yang dinyatakan tanpa gejala. Jarang terdapat gejala seperti gatal, perdarahan, atau dispaurenia4. 2. Tanda-Tanda Fisik Lesi sering ditemukan di daerah yang mengalami trauma selama hubungan seksual dan mungkin soliter tetapi sering akan ada 5 sampai 15 lesi dari 1-5 mm diameter. Kutil dapat menyatu menjadi plak yang lebih besar dan ini lebih
11
sering terlihat dengan imunosupresi dan diabetes. Pada pria yang tidak disunat, rongga prepusium (glans penis, sulkus koronal, frenulum) yang paling sering terkena, sementara pria yang telah di disunat biasanya terdapat di batang penis.4 Kandiloma Akuminata pada pria dapat juga terjadi pada orificium uretra, pubis, skrotum, pangkal paha, perineum, daerah perianal, dan anus. Pada perempuan, lesi dapat terjadi pada labia minora, labia mayora, pubis, klitoris, orificium uretra, perineum, daerah perianal, anus, introitus, vagina, dan ectocervix.4 Kutil anogenital dapat bervariasi secara signifikan dalam warna, dari merah muda ke salmon merah, putih keabu-abuan sampai coklat (lesi berpigmen). Kondiloma Akuminata umumnya berupa lesi yang tidak berpigmen. Lesi berpigmen sebagian besar dapat terlihat pada labia mayora, pubis, selangkang, perineum, dan daerah perianal4.
12
Gambar 1. Kondiloma Akuminata : Penis. Terdapat lesi pada penis, gambaran multiple kembang kol pada batang dan kulit penis.7
Gambar 2.
Kondiloma Akuminata pada Vulva. Multiple papuls pada labia yang berwarna pink-coklat.7
VII.
Diagnosis Dalam
beberapa
kasus
diagnosis
kondiloma
akuminata
sulit
ditetapkan, karena langka dan memiliki gambaran klinis yang berbedabeda. Adapun cara diagnosis yang menjadi poin kunci sebagai berikut4: a. Periksa dengan cahaya yang baik, sebuah lensa yang mungkin berguna untuk lesi kecil. b. Pada pria, selalu periksa meatus, dan memiliki ambang yang rendah untuk memeriksa daerah perianal proktoskopi untuk memeriksa lubang anus. Pada wanita, selalu memeriksa daerah perianal dan melakukan pemeriksaan spekulum untuk membedakan serviks atau lesi pada vagina. c. Biopsi tidak diperlukan untuk kutil anogenital yang khas, biopsi harus selalu dilakukan jika ada kecurigaan pra-kanker atau kanker, dan dapat berguna untuk diferensial diagnosis. d. Tidak semua lesi papular disebabkan oleh HPV. Selalu mempertimbangkan varian yang normal.
13
Kondiloma akuminata (KA) dapat timbul di dalam vagina dan uretra, cervik, vulva, penis, dan anus. Umumnya kondiloma akuminata adalah asimtomatis, tapi dapat juga timbul nyeri, dan gatal tergantung dari ukuran dan lokasinya. Penyebaran dan pertumbuhannya tergantung dari respon imun host. Di samping pemeriksaan klinis, dapat pula dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis, antara lain :8,9,10 1. Acetowhitening Tes ini menggunakan larutan asam asetat 3-5% dalam akuades, dapat menolong mendeteksi infeksi HPV subklinis atau untuk menentukan batas pada lesi datar. Pemeriksaan ini menolong dalam membatasi infeksi HPV ke serviks dan anus. Sensitivitas acetowhitening pada infeksi HPV cukup baik dan untuk beberapa lesi hasil pemeriksaan tersebut lebih baik dibandingkan dengan hasil pemeriksaan histopatologi pada biopsi rutin. Acetowhitening pada lesi genital eksternal tidak spesifik untuk kondiloma. 2. Pap Smear Seluruh wanita seharusnya dimotivasi untuk melakukan pap smear setiap tahun, karena HPV merupakan penyebab utama pada patogenesis carcinoma cerviks. Anal pap smear test dengan cervikscal brush dan larutan fiksasi membantu dalam mendeteksi kelainan anus. Oleh karena itu setiap wanita denagn kondiloma akuminata atau yang merupakan mitra seksual pria penderita kondiloma akuminata sebaiknya dilakukan pap smear. 3. Dermatopatologi (Biopsi) Biopsi diindikasikan pada keadaan berikut ini : a. Diagnosis tidak pasti b. Lesi tidak berespon terhadap terapi standar c. Lesi menjadi lebih buruk selama terapi e. Kondiloma berpigmen, indurasi, terinfeksi dan atau timbul ulkus f. Seluruh lesi serviks Pemeriksaan biopsi ini juga diindikasikan untuk mengkonfirmasikan dan untuk menyingkirkan squamous cell carcinoma invasif. Pada kondiloma
14
akuminata didapatkan akantosis dan papillomatosis pada lapisan malpighi, dengan penebalan dan elongasi rete ridge. Pada lapisan malpighi bagian atas didapatkan banyak sel vakuolisasi, tetapi distribusinya terbatas dan tidak ditemukan pada seluruh bagian, pembuluh darah kapiler berliku-liku dan meningkat. Lapisan tanduk mengalami parakeratosis, terutama pada lesi di permukaan mukosa. Stratum korneum tidak terlalu tebal. Dapat pula diperoleh gambaran mitosis, koilositosis nukleus, dobel nukleus dan apoptosis keratinosit. Selain itu didapatkan infitrasi sel radang MN ke dalam dermis. 4. Deteksi DNA HPV Adanya DNA HPV dan tipe HPV yang spesifik dapat ditentukan dengan hibridisasi pada hapusan dan spesimen biopsi. Ada beberapa teknik hibridisasi, antara lain hibridisasi insitu, Southern blot, Northern blot,dot blot, filter insitu hybridization, dan polymerase chain reaction. Ada beberapa pertimbangan dalam pemilihan metode hibridisasi, antara lain : bahan klinis yang dianalisis, kondisi bahan klinis, ukuran sampel klinis atau hasil DNA selular, sensitivitas,spesifisitas tipe HPV serta kepraktisan tes. 5. Serologi Kejadian Kondiloma akuminata merupakan pertanda kegiatan seksual yang tidak aman, sehingga tes serologis untuk sifilis dilakukan pada seluruh pasien untuk menyingkirkan koinfeksi dengan Treponema pallidum. VIII.
Diagnosis Banding Diagnosis banding kondiloma akuminata adalah : 1. Veruka Vulgaris: Vegetasi yang tidak bertangkai, kering dan berwarna abu-abu atau sama dengan warna kulit.6
15
Gambar 3. Veruka vulgaris pada tangan. Tampak multipel veruka pada tangan.7
2. Karsinoma Sel Skuamosa: Vegetasi yang seperti kembang kol. Mudah berdarah, dan berbau.6
IX.
7
Gambar 4. Karsinoma Sel skuamosa: Penis. Pengobatan Tujuan terapi kondilomata akuminata adalah menghilangkan lesi yang
tampak dan mengurangi keluhan dan gejala tetapi tidak bisa mengeradikasi HPV. Belum ada terapi yang bisa digunakan untuk mengeradikasi HPV. Terapi lebih baik dilakukan sejak lesi kecil. Penatalaksanaan kondilomata akuminata ditentukan oleh kondisi pasien, usia, kemampuan menerima risiko terapi, lokasi lesi, jumlah lesi, dan kemampuan tenaga medis. 16
Karena risiko penularan, serta risiko untuk pengembangan karsinoma sel skuamosa, lesi umumnya harus diobati. Banyak metode pengobatan kondiloma akuminata tetapi secara umum dapat dibedakan menjadi topikal, bedah, dan sistemik.5,11,12,13 Managemen kondiloma dapat dilakukan oleh pasien dan tenaga kesehatan : - Pasien A. Podofilin 0,5% , digubnakan 2 kali sehari untuk 3 hari, pada hari keempat berhenti dan dapat diulang sampai empat kali, total pemakaian perhari adalah 0,5 ml. B. Imikuimod 5%, gunakan pada lesi setiap malam, 3 kali dalam -
seminggu. Tenaga Kesehatan A. Campur Podofilin 10-25% dan Benzoin, bersihkan setelah 1-4 jam, B. C. D. E. F. G.
digunakan seminggu sekali. Podofilotoksin 0,5%. TCA 80-90%, ulangi dengan jeda waktu 1 minggu. Krioterapi dengan nitrogen liquid, ulangi 1-2 minggu berikut. Electric Surgery Surgical (scalpel) surgery Laser surgery
1. Topikal a. Podophyllin Podophyllin adalah bahan kimia yang paling terkenal dan paling banyak tersedia dalam bentuk topikal. Pertama direkomendasikan untuk pengobatan kondiloma oleh Culp dan Kaplan pada tahun 1942, bahan ini adalah agen sitotoksik yang berasal dari resin podofilum emodi dan peltatum podofilum yang mengandung senyawa lignin biologis aktif, termasuk podofilox, yang merupakan komponen paling aktif
terhadap
kondiloma
akuminata.
Podophyllin
memiliki
keuntungan menjadi mudah digunakan dan sangat murah. Konsentrasi
17
dari 5 sampai 50% telah digunakan tanpa banyak perbedaan dalam keberhasilan.
Podophyllin
diterapkan
langsung
ke
kondiloma
akuminata dengan hati-hati untuk menghindari kulit normal yang berdekatan.5 Beberapa kelemahan, termasuk keterbatasan penggunaan dan toksisitas sistemik. Podophyllin harus dicuci setelah 6 jam karena sangat mengiritasi kulit normal di sekitarnya dan menyebabkan reaksi lokal yang parah berupa dermatitis, nekrosis, dan jaringan parut. 5 b. Podofilotoksin Bahan ini merupakan zat aktif yang terdapat di dalam podophylin. Dalam bentuk cairan 0,5% atau krem 0,15%. Pengobatan dengan cara ini dapat dilakukan di rumah oleh penderita sendiri dan cocok digunakan pada wanita dengan lesi di vagina. Kontraindikasi untuk kehamilan dan menyusui. Pemakaian 2 kali sehari selama 3 hari, dengan menggunakan aplikator dan kemudian dikeringkan, tanpa perlu dicuci sehingga berbeda dengan podophylin. Pengobatan yang diberikan pada daerah lesi tidak boleh melebihi 10 cm2 dan total volume podofilotoksin sebaiknya tidak melebihi 0,5 ml per hari. Reaksi iritasi pada pemakaian podofilotoksin lebih jarang terjadi jika dibandingkan dengan podophylin dan reaksi sistemik belum pernah dilaporkan. c. Bichloracetic Acid atau Trichloracetic Acid Bichloracetic Acid adalah keratolitik kuat dan telah berhasil digunakan untuk terapi kondiloma akuminata. Seperti podophyllin, Bichloracetic Acid atau Trichloracetic Acid murah dan mudah diterapkan. Namun, juga dapat menyebabkan iritasi kulit lokal dan
18
seringkali memerlukan kunjungan beberapa kali, umumnya pada interval mingguan. Dalam sebuah studi oleh Swerdlow dan Salvati, bichloracetic acid dan trichloracetic acid lebih nyaman digunakan oleh pasien dan memiliki kemungkinan kekambuhan yang minimal dibandingkan yang lain5. d. Imiquimod Tersedia dalam bentuk krem 5%. Bersifat merangsang respon imun. Aktivitas imiquimod tidak langsung sebagai antivirus. Cara kerjanya merangsang CMI, sehingga dapat menghilangkan warts. Imiquimod mampu merangsang sitokin, khususnya interferon alfa (IFN-alfa) dan juga sitokinsitokin yang lain, seperti IL-1, IL-6 dan IL8. Semuanya itu adalah komponen-komponen sistem imun. Cara pemakaiannya digunakan pada malam hari mau tidur, dioleskan dengan menggunakan jari tangan, kemudian dicuci setelah 6-7 jam. Diulang 3 kali seminggu. Oleh karena respon pengobatan mungkin lama, dalam beberapa minggu, sehingga pengobatan dilakukan sampai lesi menghilang atau maksimal 16 minggu. e. Kemoterapi Berbagai agen kemoterapi digunakan untuk pengobatan kondiloma telah diuraikan, termasuk 5-fluorouracil (5-FU) sebagai krim atau asam salisilat, thiotepa, bleomycin, dinitrochlorobenzene dalam aseton, krim dan idoxuridine. Tersedia dalam bentuk krem 1-5%. Bersifat sebagai antimetabolit yang dapat mengganggu sintesis DNA, antineoplasma dan merangsang, aktifitas imun. Kebanyakan sediaan kaustik tidak efektif terhadap lesi daerah meatus, karena dapat menimbulkan
19
peradangan yang disebabkan bahan kimia serta menyebabkan stenosis. 5-FU krem 1 % digunakan 2 kali sehari secara periodik selama 2-6 minggu, dan krem 5% digunakan 4 kali sehari secara. periodik selama 10 minggu. Rasa tidak enak disekitar lesi setelah pengobatan dapat diberikan krem steroid.5 2. Bedah Terapi14.15 a. Elektrokauter Elektrokauter adalah cara yang efektif untuk menghancurkan kondiloma akuminata di anus internal dan eksternal tetapi teknik ini memerlukan anestesi lokal dan tergantung pada keterampilan operator untuk
mengontrol
kedalaman
dan
lebar
kauterisasi
tersebut.
Mengontrol kedalaman luka penting untuk mencegah jaringan parut dan luka pada sfingter ani mendasarinya. Luka bakar melingkar harus dihindari untuk mencegah stenosis ani. Jika penyakit ini sangat luas atau melingkar, upaya-upaya harus dilakukan untuk mempertahankan kontinuitas kulit.5 b. Bedah beku Dengan menggunakan nitrogen cair (-70° C) atau cryoprobe. Cara ini sederhana, tidak memerlukan pembiusan lokal. Nitrogen cair yang membeku pada daerah lesi dapat menyebabkan terbentuknya kristal es sehingga kondiloma akuminata akan terlepas. Cara melakukan yaitu dioleskan dengan menggunakan cotton-wolltipped swabstick selama kurang lebih 10-15 detik dan lesi akan membeku hingga terbentuk halo beberapa millimeter disekitar dasar lesi. Cara ini dapat diulang setiap 1-2 minggu kemudian. c. Terapi Laser
20
Terapi laser karbon dioksida untuk menghancurkan kondiloma pertama kali dilaporkan oleh Baggish pada tahun 1980. Sebuah tingkat keberhasilan keseluruhan dari 88 sampai 95% telah dilaporkan. Ini mirip dengan elektrokauter, namun ablasi laser memiliki tingkat kekambuhan tinggi dan menimbulkan nyeri pasca operasi. Laser karbondioksida (C02) menghasilkan sinar yang mengeluarkan energi. Kemudian terjadi transformasi energi menyebabkan perubahan dalam sitoplasma dan inti sel. Penggunaannya lebih tepat mengenai lesi. tingkat penyembuhan terhadap lesi anogenital menunjukkan angka yang tinggi. Cara ini memerlukan pembiusan lokal. Luka lebih cepat sembuh dan lebih sedikit menimbulkan jaringan parut bila dibanding dengan elektrokauterisasi. 5 d. Eksisi bedah Eksisi bedah telah lama digunakan untuk mengobati kondiloma akuminata dengan tingkat keberhasilan tinggi. Kombinasi eksisi dan elektrokauter dianggap sebagai gold standard untuk pengobatan kondiloma akuminata.5 3. Pengobatan sistemik15,16 1. IFN i.m Pada penderita HIV yang sudah stadium IV atau AIDS tidak dianjurkan, karena memerlukan pengobatan yang lama untuk penyembuhan total, jadi harus dikombinasikan dengan pengobatan lain, seperti bedah laser. IFN mempunyai efek antivirus, anti proliferasi, dan imunomodulator IFN-alfa diberikan dengan dosis 4-6 mU i.m 3 kali seminggu selama 6 minggu atau dengan dosis 1-5 mU i.m. selama 6 minggu. Akan tetapi perlu hati-hati pada saat
21
memberikan terapi kombinasi, karena mungkin dapat menyebabkan efek yang berat. Beberapa ahli berpendapat bahwa terapi kombinasi tidak meningkatkan efikasi tetapi mungkin meningkatkan komplikasi. 2. Isoprinosin Menurut laporan, imunoterapi misalnya isoprinosin dapat digunakan terhadap berbagai inteksi virus. Pemberian imunoterapi didasarkan pada anggapan bahwa terjadi gangguan sistem imunitas seluler pada penderita kondilama. Pada penderita KA yang lama, luas dan resisten terhadap pengobatan, terjadi defisiensi imunitas seluler. Bila sistem respon imun diperbaiki, akan terjadi regresi lesi kondiloma. Dalam kondisi tersebut dapat diberikan isoprinosin dengan dosis 3x1 gram selama 4 minggu.
X.
Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut4: 1. Macam-macam wart skrining anogenitalsitologi serviks sesuai 1. PasienTabel wanita harus diberitahuterapi tentang dengan pedoman lokal/nasional. Rekomendasi di Inggris adalah bahwa
22
perempuan dengan kondiloma akuminata harus diskrining sesuai dengan pedoman standar. 2. Konseling tentang PMS (Penyakit Menular Seksual) dan pencegahan penularannya. 3. Analisis apakah kondom melindungi terhadap penularan HPV yang lebih kompleks dengan hasil yang beragam. Namun data terbaru menunjukkan bahwa penggunaan kondom laki-laki dapat melindungi perempuan terhadap penularan HPV. 4. Vaksinasi Penelitian daya imunogenitas dari empat jenis vaksin telah dilakukan oleh Olsson dkk dan Villa dkk, menunjukan bahwa level dari imunugenital (GMT) setelah pemberian vaksin tetap diatas level dari kekebalan dari virus HPV bahkan setelah bertahun tahun pasca vaksinasi. Tentang vaksinasi telah dilakukan penelitian yang melibatkan ribuan wanita. Ada 2 jenis vaksin yang beredar yaitu vaksinasi terhadap HPV 16 dan 18, yang ditujukan untuk pencegahan terjadinya kanker dan pre kanker. Jenis lain ialah untuk 4 jenis HPV yaiu 6,11, 16 dan 18 untuk terjadinya kanker dan penelitian sebelumnya telah membuktikan dengan pemberian vaksin untuk jenis virus tersebut akan meningkatkan imunogenitas terhadap virus tersebut sehingga kejadian infeksi HPV dapat dicegah dan secara epidemiologi menekan kejadian infeksi HPV. Ada banyak pilihan vaksin yang bisa kita jumpai yaitu: 1. Monovalent (vaksin Hepatitis A, vaksin Hepatitis B, vaksin Rabies, vaksin Polio inactivated, vaksin influenza) 2. Dwivalent (tipe 16 dan 18) 3. Quadrivalent (tipe 6,11,16,18)
23
Pilihan yang bijaksana apabila kalau kita dapat memberikan perlindungan terhadap semua infeksi HPV dimana prosentasi infeksi dan keganasan ditemukan pada HPV 6,11, 16 dan 18. Banyak yang menganjurkan vaksinasi diberikan menjelang usia pubertas yaitu 10 tahun keatas dengan pemberian secara 3 kali berturut. Penelitian telah mebuktikan tentang kemampuan imunogenisitas dari HPV 6,11,16 dan 18 dan juga kenyamanan dan keamanan dari vaksin ini. Vaksinasi telah direkomendasi oleh WHO (World Health Organization), ACIP (Immunization Practices Advisory Committee), dan ACOG (American College of Obstetricians and Gynecologist) . Di Indonesia rekomendasi vaksinasi dikeluarkan oleh IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dan PERDOSKI (Persatuan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia).
Rekomendasi ACIP dalam penggunaan vaksin HPV17,18,19 ACIP (Immunization Practices Advisory Committee) merekomendasikan vaksinasi HPV rutin pada umur 11 atau 12 tahun (tetapi bisa dimulai sejak umur 9 tahun). Vaksinasi direkomedasikan bagi perempuan berumur 13-26 tahun dan laki-laki umur 13-21 tahun bagi yang belum pernah divaksin sebelumnya ataupun yang belum menerima vaksin lengkap sebanyak 3 dosis. Laki-laki umur 22 sampai 26 tahun masih memungkinkan untuk divaksinasi apabila laki-laki tersebut berhubungan seksual dengan laki-laki atau mempunyai penyakit
24
immunokompresan, termasuk didalamnya infeksi HIV yang sebelumnya belum pernah mendapatkan vaksinasi atau tidak melakukan vaksinasi secara lengkap. Vaksinasi untuk perempuan yang direkomendasikan adalah bivalen dan quadrivalen, vaksinasi untuk laki-laki yang direkomendasikan adalah vaksin quadrivalen. Vaksin bivalen dan quadrivalen dapat memproteksi serangan HPV tipe 16 and 18. Vaksin bivalent mempunyai target untuk kanker, 15% diantaranya untuk kanker serviks dan vaksin quadrivalent dapat memproteksi serangan HPV 6 and 11, dimana HPV tipe ini dapat menyebabkan warts anogenital. Cara pemberian vaksin bivalen dan quadrivalen diberikan sebanyak 3 dosis (3 kali). Dosis kedua diberikan setelah 1-2 bulan pemberian dosis pertama dan dosis ketiga diberikan paling lambat 6 bulan setelah dosis pertama. Jika dalam pemberian vaksin terjadi keterlambatan atau jadwalnya tidak sesuai, maka tidak perlu dilakukan pengulangan vaksinasi dari awal. Vaksin yang beredar dipasaran adalah Gardasil untuk HPV 6,11,16, dan 18 , dengan dosis 3x20-40µg, diberikan 3 kali (0,2, dan 6 bulan) intramuskular dan Glaxo Smith Kline (GSK) atau Cervarix untuk HPV 16 dan 18 dengan dosis 3x20µg (0, 1, 6 bulan) intramuskuler.
Syarat Untuk Melakukan Vaksinasi : 1. Kondisi tubuh sedang dalam keadaan sehat 2. Belum melakukan aktivitas seksual. Jika sudah pernah melakukan maka diharuskan melakukan pemeriksaan pap’s smear terlebih dahulu.
25
Kontraindikasi Pemberian Vaksin Vaksin HPV tidak boleh diberikan kepada orang yang mempunyai riwayat hipersensitivitas tipe immediate terhadap komponen vaksin. Vaksin quadrivalen tidak boleh diberikan kepada orang yang mempunyai riwayat hipersensitivitas tipe immediate terhadap jamur dan vaksin bivalen tidak boleh diberikan kepada orang yang
mempunyai
alergi
anafilaksis
lateks.
Vaksin
HPV
juga
tidak
direkomendasikan untuk wanita hamil, apabila ditemukan wanita hamil sedang menjalani rangkaian vaksinasi maka harus ditunda sampai melahirkan.
26
Tabel 2. Rekomendasi Imunisasi menurut ACIP
Tabel 3. Jadwal Imunisasi Menurut IDAI Tahun 2014 XI.
Komplikasi 1. Fisik dan Psikoseksual Implikasi Kondiloma Akuminata sering dianggap sebagai dampak dari gaya hidup seksual yang buruk.. Dapat menimbulkan perasaan cemas, rasa bersalah, 2.
kemarahan,
dan
kehilangan
harga diri,
dan membuat
kekhawatiran tentang kesuburan masa depan dan risiko kanker4. Pra-Kanker dan Kanker Pra-Kanker (vulva, dubur, dan penis intra-epitel neoplasia, yaitu VIN (Vulva Intraepithelial Neoplasia), AIN (Anal Intraepithelial Neoplasia), dan PIN (Penis Intraepithelial Neoplasia)) atau lesi invasif (vulva, dubur, dan kanker penis) dapat muncul bersamaan dengan kondiloma akuminata, dan salah didiagnosa sebagai kondiloma akuminata. Bowenoid papulosis (BP) adalah lesi coklat kemerahan terkait dengan onkogenik jenis HPV
27
dan merupakan bagian dari spektrum klinis neoplasia intraepithelial anogenital. Kecurigaan klinis perubahan neoplastik harus dipertimbangkan oleh banyaknya perdarahan banyak. Melakukan biopsi atau rujukan spesialis yang tepat harus dipertimbangkan. Varian lain yang jarang HPV 6/11 adalah kondiloma raksasa atau Buschke-Lowenstein tumor. Bentuk ini merupkan suatu karsinoma verukosa, ditandai dengan infiltrasi lokal yang agresif hingga ke bagian dasar. Keadaan ini diperlukan penanganan lebih lanjut (spesialis bedah onkologi). Suatu laporan menunjukkan hasil yang XII.
baik dengan kemo-radioterapi. 4 Prognosis Walaupun sering mengalami residif, prognosisnya baik. Oleh karena itu, faktor predisposisi perlu dicari misal higiene, adanya fluor albus atau kelembaban pada pria akibat tidak sirkumsisi. Tingkat kekambuhan lebih dari 50% sesudah 1 tahun dan dapat terjadi karena : 1. Infeksi ulang dari kontak seksual 2. Masa inkubasi HPV yang panjang 3. Lokasi virus pada lapisan kulit superfisial yang jauh dari kelenjar limfe 4. Menetapnya virus pada kulit di sekitar lesi, folikel rambut atau tempat yang tidak dapat dijangkau oleh intervensi yang digunakan 5. Lesi yang tidak dijumpai atau lesi yang dalam. BAB III PENUTUP
Kondiloma akuminata merupakan salah satu manifestasi klinis yang disebabkan oleh infeksi Human Papillomavirus Virus (HPV), paling sering ditemukan di daerah genital dan jarang di selaput lendir. Kondiloma akuminata sekarang menjadi penyebab paling utama suatu penyakit menular seksual bahkan melebihi herpes genital. 28
Cara penularan infeksi biasanya melalui hubungan seksual dengan orang yang telah terinfeksi sebelumnya, penularan ke janin atau bayi dari ibu yang telah terinfeksi sebelumnya dan risiko mengembangkan karsinoma sel skuamosa.3 Penyakit ini biasanya asimptomatik dan terdiri dari papilomatous papula atau nodul pada perineum, genitalia dan anus. Terapi kondilomata akuminata ditujukan untuk menghilangkan lesi yang tampak dan mengurangi keluhan dan gejala tetapi tidak bisa mengeradikasi HPV. Pencegahan dapat dilakukan dengan skrining dan konseling mengenai penyakit menular seksual dan vaksinasi. Walaupun sering mengalami residif, prognosisnya baik. Oleh karena itu, faktor predisposisi perlu dicari misal higiene, adanya fluor albus atau kelembaban pada pria akibat tidak sirkumsisi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bakardzhiev I, Pehlivanov G, Stransky D, Gonevski M. Treatment of Candylomata Acuminata and Bowenoid Papulosis With CO2 Laser and Imiquimod. J of IMAB- Annual Procceding (Scientific Papers). 2012;18:2469. 2. Hatmoko. Condyloma Acuminata. 2009:2-5. 3. Dias EP, Gouvea ALF, Eyer CC. Condyoma Acuminatum: its histopathological Pattern. São Paulo Medical Journal. 1997. 4. Lacey C, Woodhall S, Wikstrom A, Ross J. European guideline for the management of anogenital warts. IUSTI GW Guidelines. 2011:2-11.
29
5. Chang GJ, Welton M. Human Papilloma Virus, Condylonata Acuminata, and Anal Naoplasia. Clinic in Colon and Rectal Surgery. 2004., 17(4), p. 221-230. 6. Djuanda A. Penyakit Virus. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. p. 112-4. 7. Fitzpatrick TB, Wolff K, Allen R. Color atlas & Synopsis of Clinical Dermatology , 6th edition. New York: McGraw-Hill Inc, 2009.p. 789,8619,910. 8. Lowy DR, Androphy EEJ.Warts.In: Katz SJ, Goldsmith LA, Austin KF, Wolff K, Eisen AZ, Freedberg IM, editors.Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.7th edition.New York: Mc Graw Hill Companies; 2008.p1912-2022. 9. Murtiastutik Dwi. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya:Airlangga University Press; 2008 10. Winer RL, Koutsky LA. Genital Human Papillomavirus Infection.I n:Holmes KK, Sparling PF,Stamm WE,Piot P,wasserheit JN,et all editors. Sexually transmitted diseases. 4th ed. New York: McGraw-Hill ; 2008. p489-501. 11. Sterling JC, Kurtz JB. Viral Infection. In: Champion RH, Burton JL, Burns DA,Breathnach SM, editors. Rook/Wlkinson/Ebling Textbook of Dermatology6th edition. London: Blackwell Science; 1998. p.1029-1046. 12. Zubier F. Kondiloma Akuminata. In: Daili SF, Makes WB, Zubier F, Judanarso J. Penyakit menular Seksual 2nd edition. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2001. h.125-130. 13. Sykes NL.Condyloma Accuminatum.International Journal of Dermatology 2008 May; 34950; 297-302. 14. Mills TAEP, Rein MF.Scabies. In : Holmes KK editors. Sexually Transmitted Disease, 4rded. New York : McGraw-Hill ; 2008. p,645-650. 15. Corcoran GD, Ridway GL. Antibitoic Chemotherapy of Bacterial Sexually Transmitted Disease in Adults: a review. International Journal of STD & AIDS :2004:5:165-171. 16. Roper WL, Caine VA,Fielding. JE,Fleming DW, Holmes KK,Holtzman D, et al . Guidelines for the prevention and treatment of opportunistic infections among HIV-infected. Morbidity and Mortality weekly report: September 2009; 58:88-92. 17. Markowitz LE, Dunne EF, Saraiya M, et al.; Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Human papillomavirus vaccination: recommendations of the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP). MMWR Recomm Rep 2014;63(No. RR-05):1–30. 18. Ahmed F, Temte JL, Campos-Outcalt D, Schünemann HJ; ACIP Evidence Based Recommendations Work Group (EBRWG). Methods for developing evidence-based recommendations by the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) of the U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Vaccine 2011;29:9171–6.
30
19. Food and Drug Administration. Highlights of prescribing information. Cervarix [human papillomavirus bivalent (types 16, 18) vaccine, recombinant]. Silver Spring, MD: US Department of Health and Human Services; Food and Drug Administration; 2009. Available athttp://www.fda.gov/downloads/BiologicsBloodVaccines/Vaccines/Approved Products/UCM186981.pdf. 20. Centers for Disease Control and Prevention: Incidence, Prevalence, and Cost of Sexually Transmitted Infections in the United State.2013.[diakses 31 Mei 2015]; diunduh dari http://www.cdc.gov/std/stats/STI-Estimates-Fact-SheetFeb-2013.pdf . 21. Indriatmi W. Epidemiologi Infeksi Menular Seksual. 2012. dibawakan pada Simposium Sexually Transmitted Infections A rising concern 15-16 September 2012 Semarang. 22. Silitonga, tetraulina J. Gambaran Infeksi Menular Seksual di RSUP. H. Adam Malik Tahun 2009. 2011 [diakses 31 Mei 2015]; diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26065/7/Cover.pdf. 23. Lumintang H, Murtiastutik D. The Profile of New Patient Condyloma Accuminata at Departement Dermatovenereology Dr. Soetomo Hospital Surabaya in 2008-2009. 2011[diakses 31 Mei 2015]; diunduh dari journal.unair.ac.id.
31