REFERAT ABSES LEHER DALAM
Disusun oleh: Claudia Susanto 406148133
e!"i!"in# : d$% &ohanis &an Runtun#' S(%THT
Fa)ultas *edo)te$an +ni,e$sitas Ta$u!ana#a$a Ta$u!ana#a$a *e(anite$aan Telin#a Hidun# Ten##o$o)an RS ela"uhan -a)a$ta e$iode 14 Dese!"e$ .01/ 16 -anua$i .016
0
BAB 1 EDAH+L+A Nyeri tenggorok dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. 1 Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang terlibat. Kebany Kebanyaka akan n kuman kuman penyeb penyebab ab adalah adalah golong golongan an Strept Streptoco ococcu ccus, s, Staphy Staphyloc lococcu occus, s, kuman anaerob Bacteroides atau kuman campuran. Abses leher dalam dapat berupa 1,! 1. !. ". #. $.
abse absess peri perito tons nsil il abse absess ret retro rofa fari ring ng abse absess para parafa fari ring ng abse absess subma submand ndib ibul ulaa angina angina %udo& %udo&ici ici '%ud( '%ud(ig) ig)ss Angi Angina* na*
1
BAB . ABSES LEHER DALAM
.%1%
ABSES ER2TS2L 5+2S&
.%1%1% De7inisi 1,!,"
Abses peritonsil merupakan akumulasi pus terlokalisir di jaringan peritonsil yang terbentuk akibat dari tonsilitis supuratif. +enjelasan lain adalah abses peritonsil merupakan abses yang terbentuk di kelompok kelenjar air liur di fosa supratonsil, yang disebut sebagai kelenjar eber. Nidus akumulasi pus terletak antara kapsul tonsil palatina dan muskulus konstiktor faringeus. +ilar anterior dan posterior, torus tubarius 'superior*, dan sinus piriformis 'inferior* membentuk batas ruang peritonsil potensial. Karena terbentuk dari jaringan ikat longgar, infeksi parah area ini bisa secara cepat membentuk material purulen. -nflamasi dan supurasi progresif bisa menyebar langsung melibatkan palatum mole, dinding lateral faring, dan kadangkadang dasar dari lidah. !%1%.% E(ide!iolo#i -nsidensi abses peritonsil di Amerika Serikat adalah sekitar "/ kasus per 1//./// orang per tahun, me(akili sekitar #$./// kasus per tahun. 0idak ada data akurat secara internasional." eskipun tonsilitis penyakit anak, hanya sepertiga kasus abses peritonsil ditemukan di kelompok umur ini. 2mur pasien dengan abses peritonsil ber&ariasi, dengan jarak 134 tahun, dengan insidensi tertinggi pada pasien dengan usia 1$"$ tahun. " 0idak ada predileksi jenis kelamin ataupun ras." .%1%3% Etiolo#i
+roses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus eber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsilitis, dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob. 1
2
Biasanya, organisme Gram positif aerob dan anaerob diidentifikasi melalui kultur. Kultur menunjukkan Streptococcus beta hemolyticus yang paling sering. Selanjutnya, yang paling sering adalah Staphlococcus, +neumococcus, dan 5aemophilus. 0erakhir, organisme lain yang bisa dikultur adalah %actobacillus, bentukbentuk filamentosa seperti Actinomyces sp., icrococcus, Neisseria sp., diphteroid, Bacteroides sp., dan bakteri tidak bersporulasi. Beberapa bukti menunjukkan bakteri anaerob sering menyebabkan infeksi ini.
#
.%1%4% ato7isiolo#i
6aerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menampati daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. +roses inflamasi dan supurasi dapat melebar melibatkan palatum mole, dinding lateral faring, dan kadangkadang, dasar lidah. alaupun sangat jarang, abses peritonsil dapat terbentuk di bagian inferior. 1 +ada
stadium
permulaan
'stadium
infiltrat*,
selain
pembengkakan
tampak
permukaannya hiperemis, bila proses berlanjut, terjadi supurasi sehingga daerah tersebut lebih lunak. +embengkakan peritonsil akan mendorong tonsil dan u&ula ke arah kontralateral. Bila proses berlangsung terus, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, mungkin dapat terjadi aspirasi ke paru. 7osa tonsiler kaya akan pembuluh limfa menuju ke ruang parafaring dan kelenjar limfa ser&ikal superior, yang menjelaskan pola limfadenopati secara klinis. %imfadenopati ser&ikal superior ipsilateral adalah hasil penyebaran infeksi ke kelenjar limfa regional. Kadangkadang, keparahan proses supuratif dapat menuju abses ser&ikal, khususnya pada kasus yang sangat fulminan atau progresif cepat. .%1%/% e9ala dan tanda1,!,"
1. Anamnesis Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, juga terdapat odinofagia 'nyeri menelan* yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga terjadi nyeri telinga 'otalgia*, mungkin terdapat muntah 'regurgitasi*, mulut berbau 'foetor e8 ore*, banyak ludah 'hipersali&asi*, suara gumam 'hot potato &oice* dan kadangkadang sukar membuka mulut 'trismus*, serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan. +asien biasanya memiliki ri(ayat faringitis akut ditemani dengan tonsilitis dan rasa faring tidak nyaman unilateral dan makin 3
memburuk. +asien mungkin mengalami malaise, kelelahan, dan sakit kepala. +asien sering mengalami demam dan rasa tenggorokan penuh yang tidak simetris. Karena limfadenopati dan inflamasi otot ser&ikal, pasien sering mengalami nyeri leher dan bahkan keterbatasan gerak leher. 6okter harus memikirkan diagnosis abses peritonsil pada pasien dengan gejala faring persisten meskipun sudah diberikan rejimen antibiotik yang adekuat. Seiring derajat inflamasi dan infeksi berlanjut, gejala berlanjut ke dasar mulut, ruang parafaring, dan ruang pre&ertebral. Kelanjutan di dasar mulut mengkha(atirkan karena obstruksi jalan napas9 dokter harus sadar dengan ga(at darurat yang mungkin terjadi. !. +emeriksaan +ada pemeriksaan fisik mungkin hasil ber&ariasi dari tonsilitis akut dengan faring asimetris unilateral sampai dehidrasi dan sepsis, Kebanyakan pasien memiliki nyeri berat. +emeriksaan rongga mulut menunjukkan tandatanda eritem, palatum mole asimetris, eksudasi tonsil, dan u&ula disposisi kontralateral. Kadangkadang sukar memeriksa seluruh faring, karena trismus. +alatum mole tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. 2&ula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral. 0onsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus dan terdorong ke arah tengah, depan dan ba(ah. Abses peritonsil biasanya unilateral dan terletak di kutub superior tonsil yang terkena, pada fosa supratonsil. +ada tingkat lipatan supratonsil, mukosa dapat tampak pucat dan mungkin menunjukkan bintilbintil kecil. +alpasi pada palatum mole sering menunjukkan fluktuasi. Nasofaringoskopi dan laringoskopi fleksibel dianjurkan untuk pasien dengan air(ay distress. %aringoskopi adalah kunci untuk menyingkirkan epiglotitis dan supraglotitis, juga kelainan pita suara. 6erajat
trismus
tergantung dari inflamasi
ruang
faring lateral. +enemuan
limfadenopati ser&ikal ipsilateral melibatkan satu atau lebih kelenjar tidak tak biasa. Kelenjar limfa yang terkena mungkin agak padat. +ada pasien dengan inflamasi kelenjar limfa yang signifikan, tortikolis dan keterbatasan mobilitas mungkin dialami.
4
Gambar 1. Abses peritonsil dengan de&iasi u&ula. $ .%1%6% e!e$i)saan enun9an#!,"
1. +emeriksaan laboratorium 6arah perifer lengkap, elektrolit, kultur darah pasien dengan abses peritonsil sering
•
tampak septik dan dapat menunjukkan derajat ber&ariasi dehidrasi karena intake oral yang kurang. 2ntuk mengetahui dua peristi(a ini perlu pemeriksaan darah perifer lengkap, elektrolit, dan kultur darah. 0es onospot
•
o
+ada pasien yang menunjukkan tonsilitis dan limfadenopati ser&ikal bilateral, tes onospot 'antibodi heterofil* harus dipertimbangkan
o
:ika hasil tes positif, pasien membutuhkan e&aluasi hepatosplenomegali. 0es fungsi hati harus dipertimbangkan pada pasien dengan hepatomegali. Kultur s(ab tenggorok untuk membantu identifikasi organisme infeksius, s(ab
•
tenggorok dan kultur harus dipertimbangkan. 5asil dapat membantu seleksi antibiotik yang paling tepat saat organisme teridentifikasi, mebatasi resiko resitensi antibiotik. !. +emeriksaan radiologi 7oto 8ray jaringan lunak polos
•
o
7oto jaringan lunak leher lateral menampakkan nasofaring dan orofaring dapat membantu dokter untuk menyingkirkan abses retrofaring.
o
+ada foto anteroposterior, foto menunjukkan distorsi jaringan lunak tetapi tidak berguna untuk menentukan lokasi abses.
•
;0 scan
5
o
+ada kasus tertentu dan pasien yang sangat muda, e&aluasi radiologi dapat dilakukan dengan ;0 scan rongga mulut dan leher menggunakan kontras intra&ena.
o
0emuan yang biasa adalah adanya kumpulan cairan hipodens pada ape8 tomnsil yang terkena, dengan penebalan pinggiran.
o
0emuan lain dapat termasuk pembesaran asimetrik tonsil dan fosa di sekitarnya.
o
+enggambaran
lebih
jauh
limfadenopati ser&ikal
dibutuhkan,
karena
identifikasi kumpulan cairan intranodal mungkin, yang mengindikasikan abses ser&ikal dan membantu perencanaan penanganan bedah. 2ltrasonografi4
•
o
2ltrasonografi intraoral sederhana, dapat ditolerir, non in&asif yang dapat membantu membedakan selulitis dan abses.
o
2SG juga dapat membantu pilihan aspirasi lebih langsung pada fosa tonsil sebelum penanganan bedah definitif.
". Aspirasi jarum •
Aspirasi jarum dapat dilakukan sebelum drainase. -ni membantu identifikasi lokasi abses di ruang peritonsil.
•
%okasi aspirasi dianestesi dengan lidocaine dengan epinefrin, dan jarum ukuran 141< G dipasang di spuit 1/cc. -nfiltrasi adalah metode pilihan untuk anestesi lokal untuk aspirasi dan insisi abses peritonsil.
•
:arum ditusukkan di mukosa yang telah teranestesi dimana aspirasi akan dilakukan.
•
Aspirasi material purulen merupakan diagnostik, dan dapat dikirim untuk kultur.
Gambar !. Aspirasi jarum pada abses peritonsil.$ 6
.%1%% Dia#nosis
-ndikasi untuk mempertimbangkan kemungkinan abses peritonsil meliputi sebagai berikut "
+embengkakan unilateral area peritonsil.
+embengkakan unilateral palatum mole, dengan disposisi anterior tonsil ipsilateral.
0onsilitis yang non resolusi, dengan pembesaran tonsil unilateral persisten. Aspirasi jarum dapat digunakan untuk diagnostik dan terapeutik, karena dapat
menentukan lokasi akurat ruang abses. ;airan aspirasi dapat dikultur, dan pada beberapa kasus, insisi dan drainase mungkin tidak perlu. :ika pasien terus menerus melaporkan nyeri tenggorok berulang dan=atau kronik setelah insisi dan drainase, ini dapat menjadi indikasi tonsilektomi. .%1%8% Te$a(i 1,"
1. edikamentosa •
+asien dengan dehidrasi membutuhkan cairan intra&ena sampai inflamasi hilang dan pasien bisa melanjutkan intake cairan oral adekuat.
•
Antipiretik dan analgetik digunakan untuk meredakan demam dan rasa tidak nyaman.
•
0erapi antibiotik sebaiknya dimulai setelah kultur diperoleh dari abses. +enggunaan penisilin intra&ena dosis tinggi tetap sebagai pilihan baik untuk terapi empiris untuk abses peritonsil.
•
Sebagai pilihan alternatif, karena biasanya pus mikrobial, obat yang mengobati kopatogen dan tahan terhadapp beta laktamase juga dianjurkan sebagai pilihan pertama.
•
:uga perlu kumurkumur dengan cairan hangat dan kompres dingin pada leher.
!. Bedah a. Aspirasi jarum •
Aspirasi jarum dapat dilakukan pada anak berumur 3 tahun, khususnya jika sedasi sadar dilakukan.
7
•
Aspirasi jarum dapat digunakan untuk diagnostik dan terapeutik karena bisa menentukan lokasi rongga abses secara akurat.
•
;airan aspirasi dapat dikirim untuk kultur dan pada beberapa kasus, dpat tidak dilanjutkan dengan insisi dan drainase.
b. -nsisi dan drainase •
-nsisi dan drainase intraoral dilakukan dengan menginsisi mukosa di atas abses, biasanya terletak di lipatan supratonsil.
•
Setelah abses terlihat lokasinya, diseksi tumpul dilakukan untuk memecahkan lokulisasi.
•
+embukaan dibiarkan terbuka untuk drainase, dan pasien diminta untuk berkumur dengan larutan Na;l, supaya material yang terakumulasi keluar dari rongga abses.
•
Aspirasi atau drainase yang berhasil menuju ke perbaikan segera gejalagejala pasien. +ada pasien sangat muda atau inkooperatif atau saat abses terletak di tempat tidak
biasa, sebaiknya dilakukan dengan anestesi umum.
Gambar ". -nsisi dan drainase pada abses peritonsil. $ c. 0onsilektomi •
Kemudian pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi. Bila dilakukan bersama sama tindakan drainase abses disebut tonsilektomi >a)chaud?. Bila tonsilektomi dilakukan "# hari sesudah drainase abses, disebut tonsilektomi >a)tiede?, dan bila tonsilektomi #4 minggu setelah drainase abses, disebut tonsilektomi >a)froid?.
8
•
+ada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu !" minggu setelah drainase abses.
.%1%;% *o!(li)asi.1,"
1. Abses pecah spontan, dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru atau piemia. !. +enjalaran infeksi atau abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring. +ada penjalaran selanjutnya, masuk ke mediastinum sehingga terjadi mediastinitis. ". Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat mengakibatkan trombus sinus ka&ernosus, meningitis, dan abses otak. #. +enjalaran dapat berlanjut ke ruang submandibular dan sublingual di dasar mulut 'Angina %udo&ici*. $. +erdarahan merupakan komplikasi potensial jika arteri karotid eksterna atau cabangnya terluka. +erdarahan dapat terjadi intraoperatif atau periode a(al pascaoperasi. .%1%10% $o#nosis
Kebanyakan pasien yang diobati dengan antibiotik dan drainase adekuat sembuh dalam beberapa hari. Sebagian kecil pasien mengalami abses kembali, membutuhkan tonsilektomi. :ika pasien berlanjut melaporkan nyeri tenggorok berulang dan=atau kronis setelah insisi dan drainase tepat, tonsilektomi diindikasikan.
.%.%
"
ABSES RETRFAR2
.%.%1% De7inisi1,!,3
Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah retrofaring. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam ' deep neck infection *. +ada umumnya sumber infeksi pada ruang retrofaring berasal dari proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal, yang menyebar ke kelenjar limfe retrofaring. +enyakit ini ditemukan biasanya pada anak yang berusia di ba(ah $ tahun. 5al ini terjadi karena pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfa, masingmasing !$ buah pada sisi kanan dan kiri. Kelenjar ini menampung aliran limfa dari hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba @ustachius, dan telinga tengah. +ada usia di atas 4 tahun kelenjar limfa akan mengalami atrofi. Abses retrofaringeal menghasilkan gejala nyeri tenggorok, demam, kaku leher, dan stridor. Abses retrofaringeal terjadi lebih sedikit daripada jaman dahulu karena penggunaan 9
antibiotik meluas pada infeksi saluran napas atas supuratif. Abses retrofaringeal, dulu secara eksklusif merupakan penyakit anak, sekarang meningkat frekuensinya pada orang de(asa. Abses retrofaringeal menunjukan tantangan diagnostik pada dokter ga(at darurat karena kejadiannya yang tidak frekuen dan presentasi yang ber&ariasi. +engenalan segera dan penanganan agresif terhadap abses retrofaringeal penting karena penyakit ini masih memiliki mortalitas dan morbiditas yang signifikan. .%.%.% E(ide!iolo#i
Frekuensi Abses retrofaringeal
relatif berkurang
frekuensinya dibanding
dulu karena
penggunaan antibiotik. Namun pada beberapa studi di Amerika Serikat yang merupakan negara maju juga didapatkan peningkatan frekuensi dalam 1! tahun sebanyak #,$ kali. < Jenis Kelamin Abses retrofaringeal lebih biasa terjadi pada lakilaki daripada perempuan, dengan frekuensi $/43 pada lakilaki dan ""$/ pada perempuan, dari hasil beberapa studi. Umur Abses retrofaringeal dulu merupakan penyakit yang biasa terjadi pada anak, namun sekarang frekuensi pada de(asa meningkat. 3 .%.%3% Etiolo#i
Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya abses ruang retrofaring ialah '1* infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring, '!* trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau tindakan medis, seperti adenoidektomi, intubasi endotrakea, dan endoskopi, '"* tuberkulosis &ertebra ser&ikalis bagian atas 'abses dingin*. +asien dengan penyakit immunocompromised atau penyakit kronis seperti diabetes, kanker, alkoholisme, dan A-6S memiliki resiko yang meningkat terhadap abses retrofaringeal.1,!,3 .%.%4% e9ala dan tanda 1,!,3
Gejala utama abses retrofaring ialah rasa nyeri dan sukar menelan. +ada anak kecil, rasa nyeri menyebabkan anak menangis terus 're(el* dan tidak mau makan atau minum. :uga 10
terdapat demam, leher kaku dan nyeri. 6apat timbul sesak napas karena sumbatan, terutama di hipofaring. Bila proses peradangan berlanjut sampai mengenai laring dapat timbul stridor. Sumbatan oleh abses juga dapat mengganggu resonansi suara sehingga terjadi perubahan suara. +ada bayi, nyeri tenggorok dan=atau pembengkakan leher dapat menyebabkan asupan giCi yang kurang disertai letargi. +ada dinding belakang faring tampak benjolan, biasanya unilateral. ukosa terlihat bengkak dan hiperemis. Kelenjar getah bening leher juga dapat membengkak. +ada anak dapat ditemukan gejala dan tanda tonsilitis, faringitis, dan juga otitis media. .%.%/% e!e$i)saan enun9an#
1. +emeriksaan laboratorium 3 •
6arah perifer lengkap
•
Kultur darah diindikasikan sebelum pemberian antibiotik, tapi hasil kultur mungkin negatif pada sekitar
•
menumbuhkan satu atau lebih organisme 1 dari setiap pemeriksaan. +rotein ;reaktif ';D+*
•
!. +emeriksaan radiologi
3
7oto 8ray jaringan lunak leher lateral
•
+elebaran
o
jaringan
lunak
retrofaringeal diamati pada << pasien dengan abses retrofaringeal menunjukan pembengkakan jaringan lunak lebih dari 3 mm pada ;! dan lebih dari 1# mm pada ;4. Studi lain menemukan pembengkakan jaringan lunak lebih dari 3 mm pad ;! dan lebih dari !! mm pada ;49 jadi, radiografi leher lateral bisa kurang sensitif untuk mendeteksi abses retrofaringeal daripada studi ini. Selain
o
pembengkakan
jaringan
lunak, radiografi leher lateral kadangkadang tetapi jarang dapat menunjukan air fluid le&el, gas di jaringan, atau benda asing. ;0 scan leher
•
o
;0 scan leher dengan kontras intra&ena sangat bergun untuk diagnosis dan manajemen abses retrofaringeal. Abses retrofaringeal tampak sebagai lesi hipodens pada ruang retrofaringeal dengan penebalan cincin perifer. 0emuan lain pada ;0 scan meliputi pembengkakan jaringan lunak, lapisan lemak yang terobliterasi, dan efek masa. 11
%akukan ;0 scan leher dengan kontras intra&ena saat temuan 8ray leher
o
lateral kurang jelas atau gejala klinis abses retrofaringeal memenuhi tetapi 8ray leher lateral memberi hasil negatif. Eray leher lateral dapat menyesatkan, terutama pada anakanak. ;0 scan leher dengan kontras intra&ena juga dapat berguna jika 8ray positif
o
karena ;0 scan dapat membedakan antara abses retrofaringeal dan selulitis. ;0 scan leher juga dapat membandingkan abses retrofaringeal dan limfadenopati pada anak, yang dapat membantu dokter bedah 050 untuk menentukan pengobatan dengan antibiotik intra&ena saja atau dengan drainase abses. •
7oto 8ray dada diindikasikan untuk melihat pneumonia spirasi dan mediastinitis.
•
D- dengan gadolinium dapat melihat abses retrofaring, tetapi modalitas ini belum digunakan secara luas.
•
2ltrasonografi dapat menunjukkan abses retrofaringeal, tetapi penggunaannya belum diklarifikasi.
.%.%6% Dia#nosis 1
6iagnosis ditegakkan berdasarkan adanya ri(ayat infeksi saluran napas bagian atas atau trauma, gejala dan tanda klinik serta pemeriksaan penunjang foto Dontgen jaringan lunak leher lateral. +ada foto Dontgen akan tampak pelebaran ruang retrofaring lebih dari 3 mm pada anak dan de(asa serta pelebaran retrotrakeal lebih dari 1# mm pada anak dan lebih dari !! mm pada orang de(asa. Selain itu juga dapat terlihat berkurangnya lordosis &ertebra ser&ikal. .%.%% Dia#nosis "andin# 1,3
1. !. ". #. $.
Adenoiditis 0umor Aneurisma aorta @piglotitis Abses peritonsil
.%.%8% Te$a(i 1
0erapi abses retrofaring ialah dengan medikamentosa dan tindakan bedah. Sebagai terapi medikamentosa diberikan antibiotika dosis tinggi, untuk kuman aerob dan anaerob, diberikan secara parenteral. Selain itu dilakukan pungsi dan insisi abses melalui laringoskopi langsung dalam posisi pasien baring 0rendelenburg. +us yang keluar segera diisap, agar tidak terjadi aspirasi. 0indakan dapat dilakukan dalam analgesia lokal atau anestesia umum. +asien dira(at inap sampai gejala dan tanda infeksi reda.
12
Gambar #.'A*-nsisi pada abses retrofaring dengan posisi 0rendelenburg.'B* -nsisi pada abses peritonsil.1/ .%.%;% *o!(li)asi 1
Komplikasi yang mungkin terjadi ialah sebagai berikut 1. !. ". #.
penjalaran ke ruang parafaring, ruang &askuler &isera mediastinitis obstruksi jalan napas sampai asfiksia bila pecah spontan, dapat menyebabkan pneumonia aspirasi dan abses paru
.%.%10% $o#nosis
+rognosis umumnya baik jika abses retrofaringeal diidentifikasi segera, ditangani secara agresif, dan komplikasi tidak terjadi. 0ingkat kematian bisa setinggi #/$/ jika pasien mengalami komplikasi serius.
.%3%
ABSES ARAFAR2
.%3%1% De7inisi 1,!,11
Abses parafaring yaitu peradangan yang disertai pembentukan pus pada ruang parafaring. Duang parafaring dapat mengalami infeksi secara langsung akibat tusukan saat tonsilektomi, limfogen dan hematogen. .%3%.% Etiolo#i
Duang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara 1 1. %angsung, yaitu akibat tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi dengan analgesia. +eradangan terjadi karena ujung jarum suntik yang telah terkontaminasi 13
kuman menembus lapisan otot tipis 'm.konstriktor faring superior* yang memisahkan ruang parafaring dan fosa tonsilaris. !. +roses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal, mastoid, dan &ertebra ser&ikal dapat merupakan sumber infeksi untuk terjadinya abses ruang parafaring. ". +enjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring, atau submandibula. .%3%3% ato7isiolo#i
11
-nfeksi yang bersumber dari gigi dapat menyebar ke jaringan sekitar dan membentuk abses sublingual, submental, submandibula, mastikator atau parafaring. 6ari gigi anterior sampai 1 ba(ah biasanya yang mulamula terlibat adalah ruang sublingual dan submental. Bila infeksi dari ! dan " ba(ah, ruang yang terlibat dulu adalah submandibula. 5al ini disebakan posisi akar gigi ! dan " berada di ba(ah garis perlekatan m. milohiod pada mandibula sedang gigi anterior dan 1 berada diatas garis perlekatan tersebut.
Gambar $. :alur infeksi dari gigi. 11
.%3%4% e9ala dan tanda 1
Gejala dan tanda yang utama ialah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus submandibula, demam tinggi dan pembengkakan diniding lateral faring, sehingga menonjol ke arah medial.
.%3%/% e!e$i)saan enun9an# 11
1. +emeriksaan laboratorium
14
+emeriksaan kultur dan tes resistensi dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan pemberian antibiotika yang sesuai. !. +emeriksaan Dadiologi 7oto jaringan lunak leher anteroposterior dan lateral merupakan prosedur diagnostik yang penting. +ada pemeriksaan foto jaringan lunak leher pada kedua posisi tersebut dapat diperoleh gambaran de&iasi trakea, udara di daerah subkutis, cairan di dalam jaringan lunak dan pembengkakan daerah jaringan lunak leher. Keterbatasan pemeriksaan foto polos leher adalah tidak dapat membedakan antara selulitis dan pembentukan abses. +emeriksaan foto toraks dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya edema paru, pneumotoraks, pneumomediastinum atau pembesaran kelenjar getah hilus. +emeriksaan tomografi komputer dapat membantu menggambarkan lokasi dan perluasan abses. 6apat ditemukan adanya daerah densitas rendah, peningkatan gambaran kontras pada dinding abses dan edema jaringan lunak disekitar abses. .%3%6% Dia#nosis 1
6iagnosis ditegakkan berdasarkan ri(ayat penyakit, gejala dan tanda klinik. Bila meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto Dontgen jaringan lunak A+ atau ;0 scan. .%3%% Te$a(i 1
2ntuk terapi diberikan antibiotika dosis tinggi secara parenteral terhadap kuman aerob dan anaerob. @&akuasi abses harus segera dilakukan bila tidak ada perbaikan dengan antibiotika dalam !##< jam dengan cara eksplorasi dalam narkosis. ;aranya melalui insisi dari luar dan inttra oral. -nsisi dari luar dilakukan ! setengah jari di ba(ah dan sejajar mandibula. Secara tumpu eksplorasi dilanjutkan dari batas anterior m.sternokleidomastoideus ke arah atas belakang menyusuri bagian medial mandibula dan m.pterigoid interna mencapai ruang parafaring dengan terabanya prosesus stiloid. Bila nanah terdapat di dalam selubung karotis, insisi dilanjutkan &ertikal dari pertengahan insisi horiContal ke ba(ah di depan m.sternokleidomastoideus 'cara osher*.
15
Gambar 4. -nsisi osher. -nsisi intraoral dilakukan pada dinding lateral faring. 6engan memakai klem arteri eksplorasi dilakukan dengan menembus m.konstriktor faring superior ke dalam ruang parafaring anterior. -nsisi intraoral dilakukan bila perlu dan sebagai terapi tambahan terhadap insisi eksternal. +asien dira(at inap sampai gejala dan tanda infeksi reda. .%3%8% *o!(li)asi
+roses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen, atau langsung 'per kontinuitatum* ke daerah sekitarnya. +enjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke ba(ah menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum. Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur sehingga terjadi perdarahan hebat. Bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis atau septikemia.
.%4%
ABSES S+BMAD2B+LA
.%4%1% De7inisi
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah submandibula. 1,!,1! Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam 'deep neck infection*. +ada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. ungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain. 1,! .%4%.% Etiolo#i
-nfeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur, atau kelenjar limfa submandibula. ungkin juga sebagian kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. 1 16
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, 5aemofilus influenCa, Streptococcus +neumonia, ora8tella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides, +re&otella, maupun 7usobacterium.1" .%4%3% ato7isiolo#i
Gambar 3. +atofisiologi abses submandibula. 1#
Duang submandibula berhubungan dengan beberapa struktur didekatnya 'gambar di ba(ah* oleh karena itu abses submandibula dapat menyebar ke struktur didekatnya. .%4%/% e9ala dan tanda 1,!
0erdapat demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di ba(ah mandibula dan atau di ba(ah lidah. +asien juga biasanya akan mengeluhkan air liur yang banyak, trismus akibat keterlibatan muskulus pterigoideus, disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. +ada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan di daerah submandibula, fluktuatif, dan nyeri tekan. +ada insisi didapatkan material yang bernanah atau purulent 'merupakan tanda khas*. Angulus mandibula dapat diraba. %idah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang.
17
.%4%6% e!e$i)saan enun9an#
1. %aboratorium +ada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang bernanah 'purulent* dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi antibiotik. !. Dadiologis a. 7oto 8ray jaringan lunak kepala A+ b. 7oto 8ray panoramik dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi. c. 7oto 8ray thoraks perlu dilakukan untuk e&aluasi mediastinum, empisema subkutis, pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses. d. ;0scan ;0scan dengan kontras merupakan pemeriksaan gold standard pada abses leher dalam. Berdasarkan suatu penelitianbah(a hanya dengan pemeriksaan klinis tanpa ;0scan mengakibatkan estimasi terhadap luasnya abses yang terlalu rendah pada 3/ pasien. Gambaran abses yang tampak adalah lesi dengan hipodens 'intensitas rendah*, batas yang lebih jelas, dan kadang ada air fluid le&el.1" .%4%% Dia#nosis 1,!
6iagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. .%4%8% Te$a(i1
1. Antibiotik 'parenteral* !. Bila abses telah terbentuk, maka e&akuasi abses dapat dilakukan. @&akuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. -nsisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses. +asien dira(at inap sampai 1! hari gejala dan tanda infeksi reda. ". engingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan trakeostomi perlu dipertimbangkan. .%4%;% *o!(li)asi
+roses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung 'perkontinuitatum* ke daerah sekitarnya. -nfeksi dari submandibula paling sering meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis. +erluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor mele(ati muskulus pterigoideus medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.1"
18
+enjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke ba(ah menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan medistinitis. Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. .%4%10% $o#nosis
+ada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat didiagnosis secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi.Apabila telah terjadi mediastinitis, angka mortalitas mencapai #/$/ (alaupun dengan pemberian antibiotik. Duptur arteri karotis mempunyai angka mortalitas !/#/ sedangkan trombosis &ena jugularis mempunyai angka mortalitas 4/.
.%/%
A2A L+D<2C2 L+D=2>S A2A
.%/%1% De7inisi 1,!,1$
Angina %udo&ici ialah infeksi ruang submandibula berupa selulitis 'peradangan jaringan ikat* dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses, sehingga keras pada perabaan submandibula. +enyakit ini termasuk dalam grup penyakit infeksi odontogen, di mana infeksi bakteri berasal dari rongga mulut seperti gigi, lidah, gusi, tenggorokan, dan leher. Karakter spesifik yang membedakan angina %udo&ici dari infeksi oral lainnya ialah infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua ruang submandibularis 'sublingualis dan submaksilaris* pada kedua sisi 'bilateral*. .%/%.% Etiolo#i 1,!,14
Sumber infeksi seringkali berasal dari gigi atau dasar mulut, oleh kuman aerob dan anaerob. Dute infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar ketiga rahang ba(ah atau dari perikoronitis, yang merupakan infeksi dari gusi sekitar gigi molar ketiga yang erupsi sebagian. Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua ba(ah juga menjadi penyebab odontogenik dari angina %ud(ig. Gigigigi ini mempunyai akar yang terletak pada tingkat m. myohyloid, dan abses seperti perimandibular abses akan menyebar ke ruang submandibular. 6i samping itu, pera(atan gigi terakhir juga dapat menyebabkan angina %ud(ig, antara lain penyebaran organisme dari gangren pulpa ke jaringan periapikal saat dilakukan terapi endodontik, serta inokulasi Streptococcus yang berasal dari mulut dan tenggorokan ke lidah dan jaringan submandibular oleh manipulasi instrumen saat pera(atan gigi. Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain sialadenitis kelenjar submandibula, fraktur mandibula terbuka, infeksi sekunder akibat keganasan mulut, abses peritonsilar, infeksi kista ductus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intra&ena melalui leher, 19
trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral, luka tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan trauma pada dasar mulut. Frganisme yang paling banyak ditemukan pada penderita angina %ud(ig melalui isolasi adalah Streptococcus &iridians dan Staphylococcus aureus. Bakteri anaerob yang diisolasi seringkali berupa bacteroides, peptostreptococci, dan peptococci. Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah 7usobacterium nucleatum, Aerobacter aeruginosa, spirochetes, eillonella, ;andida, @ubacteria, dan spesies ;lostridium. Bakteri Gram negatif yang diisolasi antara lain spesies Neisseria, @scherichia coli, spesies +seudomonas, 5aemophillus influenCa dan spesies Klebsiella. .%/%3% e9ala dan tanda 1,!
Gejala a(al biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. 6agu terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. +enderita mungkin akan mengalami kesulitan membuka mulut, berbicara, dan menelan, yang mengakibatkan keluarnya air liur terusmenerus serta kesulitan bernapas. +enderita juga dilaporkan mengalami kesulitan makan dan minum. Gejala klinis umum angina %udo&ici meliputi malaise, lemah, lesu, malnutrisi, dan dalam kasus yang parah dapat menyebabkan stridor atau kesulitan bernapas. Gejala klinis ekstra oral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras seperti papan 'boardlike* serta peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang submandibulasublingual yang terinfeksi9 disfonia 'hot potato &oice* akibat edema pada organ &okal. Gejala klinis intra oral meliputi pembengkakan, nyeri dan peninggian lidah9 nyeri menelan 'disfagia*9 hipersali&asi 'drooling*9 kesulitan dalam artikulasi bicara 'disarthria*. +emeriksaan fisik dapat memperlihatkan adanya demam dan takikardi dengan karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies pada gigi molar ba(ah dapat dijumpai. Biasanya ditemui pula indurasi dan pembengkakkan ruang submandibular yang dapat disertai dengan lidah yang terdorong ke atas. 0rismus dapat terjadi dan menunjukkan adanya iritasi pada m. masticator. 0andatanda penting seperti pasien tidak mampu menelan air liurnya sendiri, dispneu, takipneu, stridor inspirasi dan sianosis menunjukkan adanya hambatan pada jalan napas yang perlu mendapat penanganan segera. +ada pasien juga mungkin akan ditemukan tandatanda dehidrasi karena kurangnya asupan makanan dan minuman. .%/%4% e!e$i)saan enun9an#1
1.
+emeriksaan laboratorium
20
•
+emeriksaan darah tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi akut.
•
+emeriksaan (aktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi drainase. +emeriksaan kultur dan sensiti&itas untuk menentukan bakteri yang menginfeksi 'aerob dan=atau anaerob* serta menentukan pemilihan antibiotik dalam terapi.
!. •
+emeriksaang radiologi 7oto 8ray (alaupun radiografi foto polos dari leher kurang berperan dalam mendiagnosis atau menilai dalamnya abses leher, foto polos ini dapat menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunak. Dadiografi dada dapat menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paruparu. 7oto panoramik rahang dapat membantu menentukan letak fokal infeksi atau abses, serta struktur tulang rahang
•
yang terinfeksi. 2SG 2SG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari abses. 2SG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat nonin&asif dan non radiasi. 2SG juga membantu pengarahan aspirasi jarum untuk menentukan letak
•
abses. ;0scan ;0scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat memberikan e&aluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. ;0scan dapat mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi jalan napas sehingga
•
dapat sangat membantu dalam memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan buatan. D- D- menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak dibandingkan dengan ;0scan. Namun, D- memiliki kekurangan dalam lebih panjangnya (aktu yang diperlukan untuk pencitraan sehingga sangat berbahaya bagi pasien yang mengalami kesulitan bernapas.
.%/%/% Dia#nosis 1,!
6iagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang ditambah adanya ri(ayat sakit gigi, mengorek atau cabut gigi. .%/%6% Te$a(i
+enatalaksaan angina %ud(ig memerlukan tiga fokus utama, yaitu pertama dan paling utama, menjaga patensi jalan napas. • kedua, terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan • •
membatasi penyebaran infeksi. ketiga, dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental.
Selain itu, dilakukan pula eksplorasi dengan tujuan dekompresi 'mengurangi ketegangan* dan e&aluasi pus, di mana pada umumnya angina %ud(ig jarang terdapat pus atau jaringan nekrosis. @ksplorasi lebih dalam dapat dilakukan memakai cunam tumpul. :ika terbentuk 21
nanah, dilakukan insisi dan drainase. -nsisi dilakukan di garis tengah secara horisontal setinggi os hyoid '"# jari di ba(ah mandibula*. -nsisi dilakukan di ba(ah dan paralel dengan corpus mandibula melalui fascia dalam sampai kedalaman kelenjar submaksila. -nsisi &ertikal tambahan dapat dibuat di atas os hyoid sampai batas ba(ah dagu. :ika gigi yang terinfeksi merupakan fokal infeksi dari penyakit ini, maka gigi tersebut harus diekstraksi untuk mencegah kekambuhan. +asien di ra(at inap sampai infeksi reda. 1,1<
Gambar <. -nsisi pada angina %udo&ici. 1/
.%/%% *o!(li)asi 1,!,1$
Angina %ud(ig merupakan selulitis bilateral dari ruang submandibular yang terdiri dari dua ruang yaitu ruang sublingual dan ruang submaksilar. Secara klinis, kedua ruang ini berfungsi sebagai satu kesatuan karena adanya hubungan bebas serta kesamaan dalam tanda dan gejala klinis. ;elah buccopharingeal, yang dibentuk oleh m. styloglossus melalui m. constrictor media dan superior, merupakan penghubung antara ruang submandibular dengan ruang pharingeal lateral. -nfeksi angina %ud(ig dapat menyebar secara langsung melalui celah buccopharingeal ini ke ruang pharingeal lateral, di mana selulitis akan dengan cepat menjadi berbahaya serta menimbulkan obstruksi jalan napas yang berat. .%/%8% $o#nosis
+rognosis angina %ud(ig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas untuk mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta pengurangan radang. Sekitar #$ H 4$ penderita memerlukan insisi dan drainase pada area yang terinfeksi, disertai
22
dengan pemberian antibiotik untuk memperoleh hasil pengobatan yang lengkap. Selain itu, "$ dari indi&idu yang terinfeksi memerlukan intubasi dan trakeostomi. 13
23
6A70AD +2S0AKA
1. 7achruddin 6. Abses %eher 6alam. 6alam Soepardi @A, -skandar N, Bashiruddin :, Destuti D6. Buku Ajar -lmu Kesehatan 0elinga 5idung 0enggorok Kepala I %eher. @disi Keenam. :akarta Balai +enerbit 7akultas Kedokteran 2ni&ersitas -ndonesia. !//<. 5al. !!4"/. !. Adams, G.%. +enyakit+enyakit Nasofaring 6an Frofaring. 6alam Boies, Buku Ajar +enyakit 050. :akarta @G;. 13. 5al.""". ". Gosselin B:, Geibel :. +eritonsillar Abscess. 0erakhir diperbaharui # 7ebruari !/1/. 6iakses
<
6esember
!/11.
0erdapat
pada
http==emedicine.medscape.com=
article=1#<4"o&er&ie(Jsho(all. #. Depanos ;, ukherjee +, Al(ahab . Dole of microbiological studies in management of peritonsillar abscess. J Laryngol Otol . Aug !//91!"'<*<33. $. +eritonsillar Abscess. 6alam Access @mergency edicine from cGra(5ill. 6iakses 1" 6esember !/11. 0erdapat pada http==(((.accessemergencymedicine .com=o&erflo(.asp8L searchStrMperitonsillarabscessIhas@8actatchM0rueIhas6rugatchM7alseIsearch SourceM-magesIftboolM7alse. 4. DamireCSchrempp 6, 6orfman 65, Baker @, %iteplo AS. 2ltrasound soft tissue applications in the pediatric emergency department to drain or not to drainL. Pediatr Emerg Care. :an !//9!$'1*##<. 3. Kahn :5, F);onnor D@. Detropharyngeal Abscess in @mergency edicine. 0erakhir diperbaharui
13 :uni
!/1/. 6iakses
<
6esember
!/11.
0erdapat
pada
http==emedicine.medscape.com= article=34##!1o&er&ie(Jsho(all. <. Abdel5aO N, 5arahsheh A, Asmar B%. Detropharyngeal abscess in children the emerging role of group A beta hemolytic streptococcus. South ed J . Sep !//49'*!3"1. . Didder G:, 0echnau-hling K, Sander A, Boedeker ;;. Spectrum and management of deep neck space infections an <year e8perience of !"# cases. Otolaryngol !ead "eck Surg . No& !//$91""'$*3/1#. 1/. 0he Surgery of Sepsis. 0erakhir diperbaharui !/ April !/1/. 6iakses 1# 6esember !/11. 0erdapat pada http==ps.cnis.ca=(iki=inde8.php=0hePsurgeryPofP sepsis. 11. Abses +arafaring. 6iakses < 6esember !/11. 0erdapat pada (((.scribd.com= doc=444!#41"=absesparafaring. 1!. DiCCo +B, osto ;6. Submandibular space infection a potentially lethal infection. -nternational :ournal of -nfectious 6isease !//91""!3"".
24
1". +ulungan D. +ola Kuman abses leher dalam. 6iakses 1# 6esember !/11. 0erdapat padahttp==(((.scribd.com=doc=#3#1#4=+F%AK2ANABS@S%@5@D6A%A De&isi. 1#. 0ooth 6ecahy
progression.
6iakses
<
desember
!/11.
0erdapat
pada
http==(((.moondragon.org=health=graphics=toothdecayprogression.jpg. 1$. 6 Guidelines. %ud(ig)s Angina. 6iakses < 6esember !/11. 0erdapat pada http==(((.mdguidelines.com=lud(igsangina. 14. 0opaCian D. Fral and a8illofacial -nfection. #th ed. St. %ouis .B. Saunders9 !//!. 13. %ud(ig)s Angina. 6iakses < 6esember !/11. 0erdapat pada (((.scribd.com=doc = 4!/4/=Angina%ud(ig. 1<. Daharjo S+. +enatalaksanaan Angina %ud(ig. Jurnal #e$a edia% :anuariaret !//<9ol.!1.
25