lxviii
Prevalensi Inkontinensi Urin pada Kehamilan dan Hubungannya dengan Indeks Masa Tubuh Ibu Hamil
di Kota Ternate
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran
Universitas Gadjah Mada
Disusun Oleh:
Adi Ariffianto
11/311617/KU/14236
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
Prevalensi Inkontinensia Urin pada Kehamilan dan Hubungannya dengan Indeks Masa Tubuh Ibu Hamil
di Kota Ternate
SKRIPSI
Disusun oleh:
Adi Ariffianto
11/311617/KU/14236
Adalah benar karya ilmiah hasil pekerjaan penulis sendiri dan sepanjang pengetahuan penulis, tidak berisi materi yang ditulis orang lain, sebagai persyaratan penyelesaian studi di Universitas Gadjah Mada ataupun perguruan tinggi lain kecuali bagian-bagian tertentu yang dikutip sebagai acuan dengan mengikuti tatacara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim.
Apabila kemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Yogyakarta, 10 Oktober 2014
Penulis
Adi Ariffianto
11/311617/KU/14236
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, skripsi dengan judul "Prevalensi Inkontinensia Urin pada Kehamilan dan Hubungannya dengan Indeks Masa Tubuh Ibu Hamil di Kota Ternate" ini dapat diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari peran berbagai pihak. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh derajat sarjana kedokteran di Universitas Gadjah Mada.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terimakasih kepada pihak yang turut membantu, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
dr. Edi Patmini Setya Siswanti, Sp.OG selaku dosen pembimbing materi yang senantiasa memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
Drs. Abdul Wahab, MPH selaku dosen pembimbing metodologi yang dengan penuh kesabaran membimbing penyusunan skripsi ini hingga selesai.
dr. Muhammad Nurhadi Rahman, Sp.OG selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji penulis dan memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.
Kedua orang tua saya tercinta, yang senantiasa mendukung dan mendoakan saya selama penulisan skripsi ini.
Kakak-kakak saya yang saya sayangi, yang selalu memberikan semangat dan dukungannya selama penulisan skripsi ini.
Teman-teman tutorial tahun pertama, kedua dan ketiga yang telah berjuang bersama dalam menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Teman-teman Fakultas Kedokteran angkatan 2011 yang telah membuat perjalanan hidup saya di Fakultas Kedokteran menjadi begitu berkesan.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Yogyakarta, 10 Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................ii
KATA PENGANTAR ....................................iii
DAFTAR ISI ..........................................v
DAFTAR SINGKATAN .................................viii
DAFTAR TABEL .......................................ix
DAFTAR GAMBAR .......................................x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................xi
ABSTRACT ..........................................xii
INTISARI .........................................xiii
BAB I. PENDAHULUAN ................................1
I.1 Latar belakang .........................1
I.2 Rumusan Masalah ........................4
I.3 Tujuan Penelitian ......................4
I.4 Keaslian Penelitian ....................5
I.5 Manfaat Penelitian .....................7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................8
II.1 Tinjauan Pustaka ......................8
II.1.1 Pengertian inkontinensi urin dan
prevalensinya ....................8
II.1.2 Epidemiologi .....................9
II.1.3 Jenis inkontinensi urin .........10
II.1.4 Inkontinensi urin dan indeks masa tubuh ...........................14
II.2 Landasan Teori .......................15
II.3 Kerangka Teori.......................17
II.4 Kerangka Konsep .....................18
II.5 Hipotesis ............................18
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .....................19
III.1 Metode yang digunakan ...............19
III.1.1 Jenis dan rancangan penelitian .19
III.1.2 Populasi dan Subyek Penelitian .19
III.1.3 Pengumpulan data ...............22
III.1.4 Definisi operasional ...........24
III.1.5 Analisis data ..................27
III.2 Waktu dan Tempat Penelitian .........27
III.3 Alat dan Bahan ......................27
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................29
IV.1 Karakteristik Subyek Penelitian ......29
IV.2 Analisis Data ........................33
IV.2.1 Prevalensi ibu hamil dengan inkontinensi urin ...............33
IV.2.2 Hubungan inkontinensi urin dengan indeks masa tubuh ibu hamil .......34
IV.3 Pembahasan ...........................40
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................48
V.1 Kesimpulan ............................48
V.2 Saran .................................49
Daftar Pustaka .....................................51
DAFTAR SINGKATAN
ANC Antenatal Care
CI Confident Interval
D3 Diploma 3
ICN International Continence Society
IMT Indeks Masa Tubuh
MDGs Millenium Developmental Goals
OR Odds Ratio
S1 Strata 1
SD Sekolah Dasar
SMA Sekolah Menengah Atas
SMP Sekolah Menengah Pertama
TFU Tinggi Fundus Uteri
QUID Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnose
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Definisi operasional ......................24
Tabel 2. Gambaran demografis responden .............31
Tabel 3. Prevalensi inkontinensi urin ..............34
Tabel 4. Hubungan inkontinensi urin dengan IMT .....35
Tabel 5. Estimasi risiko dari masing masing IMT berdasarkan usia kehamilan ................36
Tabel 6. Hubungan inkontinensi urin dengan IMT setelah distratifikasi terhadap usia kehamilan ....39
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Teori ............................17
Gambar 2. Kerangka Konsep ...........................18
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Form Anamnesis .........................54
Lampiran 2. Form Diagnosis Inkontinensi Urin .......55
Lampiran 3. Form Riwayat Inkontinensi Urin .........57
Lampiran 4. Form Faktor Risiko .....................60
Lampiran 5. Ethical Clearance ......................62
ABSTRACT
Background: Urinary incontinence is a medical problem, psychological, and hygiene for the sufferer because of the inability to control the release of urine. Pregnant women will experience an increase in weight and the most likely to experience urinary incontinence. The impact of medical, psychosocial, and economic evident in those who suffer from urinary incontinence.
Objective: This study aimed to determine the prevalence of pregnant women with urinary incontinence and its relationship with maternal body mass index in Ternate.
Methods: This study is an observational study using a cross-sectional study design. The independent variables were urinary incontinence. The dependent variable is the body mass index of pregnant women. Subjects were pregnant women who visit the selected health centers in the city of Ternate. Sample selection techniques use probability sampling that is cluster random sampling method. Data were gathered through interviews and direct physical examinations. Further descriptive analysis of the research conducted on data using SPSS.
Results: The analysis showed the total prevalence of urinary incontinence in pregnant women in the city of Ternate is 29.1%. Urgency (37,9%) and mixtures incontinence (37.9%) were more frequently than the stress incontinence (24.2%) . There is a relationship between urinary incontinence with maternal body mass index, which is happening as much as 2.167 (1.008 to 4.656) times in pregnant women with obesity than those who had an ideal body mass index and statistically significant (p = 0.045). The gestational age is not a confounding factor in this relationship.
Conclusion: This study shows that urgency and mixture incontinence are the most common type of urinary incontinence in the pregnant women in Ternate. There is a significant correlation between urinary incontinence with a body mass index of pregnant women, especially in obese (p 0.05).
Keywords: Urinary incontinence, body mass index, gestational age.
INTISARI
Latar Belakang: Inkontinensi urin merupakan masalah medis, psikologis, dan hygiene bagi penderitanya karena ketidakmampuan mengontrol keluarnya urin. Wanita hamil akan mengalami peningkatan berat badan dan paling mungkin mengalami inkontinensi urin. Dampak medis, psikososial, dan ekonomi terlihat nyata pada mereka yang menderita inkontinensi urin.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menentukan prevalensi ibu hamil dengan inkontinensi urin dan hubungannya dengan indeks masa tubuh ibu hamil di Kota Ternate.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan desain studi potong lintang. Variabel bebas adalah inkontinensi urin. Variabel terikat adalah indeks masa tubuh ibu hamil. Subjek penelitian adalah ibu hamil yang berkunjung di puskesmas terpilih di Kota Ternate. Teknik pemilihan sampel menggunakan probability sampling yaitu metode cluster random sampling. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara langsung dan pemeriksaan fisik. Selanjutnya analisis deskriptif pada data penelitian dilakukan dengan menggunakan program SPSS.
Hasil: Hasil analisis menunjukkan prevalensi inkontinensi urin pada ibu hamil di Kota Ternate sebesar 29,1% dengan inkontinensi urgensi (37,9%) dan campuran (37,9%) yang paling sering dijumpai dari pada inkontinensi stress (24,2%). Ada hubungan antara inkontinensi urin dengan indeks masa tubuh ibu hamil, yaitu terjadi sebanyak 2,167 (1,008 - 4,656) kali pada ibu hamil dengan obesitas dibandingkan yang IMT ideal dan bermakna secara statistic (p=0,045). Usia kehamilan bukan merupakan factor perancu hubungan indeks masa tubuh terhadap terjadinya inkontinensi urin.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa jenis inkontinensi yang paling sering ditemui adalah urgensi dan campuran. Terdapat hubungan yang signifikan antara inkontinensi urin dengan indeks masa tubuh ibu hamil terutama pada obesitas (p 0,05).
Kata kunci: Inkontinensi urin, indeks massa tubuh, usia kehamilan.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) diantaranya adalah meningkatkan kesehatan Ibu seperti yang tercantum pada MDGs nomer 5 (Millennium & Goals 2012). Status kesehatan ibu bisa dilihat dari angka morbiditas dan mortalitas ibu hamil yang juga mempengaruhi kualitas hidupnya. Tujuan ini juga merupakan tujuan utama pembangunan di bidang kesehatan di Indonesia. Pencapaian tujuan MDGs ini secara nasional merupakan agregat dari data masing-masing wilayah Kabupaten/Kota. Untuk membantu tercapainya tujuan MDGs tentunya dibutuhkan dukungan serta kerjasama dari berbagai pihak dan stake holder yang terkait, baik dari perencanaan strategi, pelaksanaan, hingga evaluasi dan monitor (Departemen Kesehatan RI 2004).
Kota Ternate merupakan kota kepulauan yang memiliki luas wilayah 547,736 km², yang terdiri dari 8 pulau. Pulau Ternate, Pulau Hiri, Pulau Moti, Pulau Mayau, dan Pulau Tifure merupakan lima dari delapan pulau yang berpenduduk, sedangkan tiga pulau lainnya seperti PulauMaka, Pulau Mano dan Pulau Gurida merupakan pulau berukuran kecil yang tidak berpenghuni.
Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Ternate sebanyak 185.650 jiwa, terdiri dari 94.540 laki-laki dan 91.110 perempuan (sex ratio 104) dengan kepadatan penduduk 740,1 jiwa/km2.
Kesehatan ibu saat hamil perlu dijaga, baik dari segi nutrisi, olahraga dan gaya hidupnya. Kesehatan ibu selama hamil ini penting karena akan mempengaruhi kondisi fisik dan kenyamanannya selama hamil. Salah satu kondisi yang mengganggu kenyamanan kualitas ibu hamil ini adalah inkontinensi urin. Data studi kohort tentang inkontinensi urin dilaporkan sebanyak 55,9% perempuan selama kehamilan di Victoria Australia. Inkontinensi stress adalah jenis yang paling umum, dilaporkan sebanyak 36,9% kemudian inkontinensi campuran sebanyak 13,1% dan inkontinensi urgensi 5,9% (Brown et al. 2010). Sementara di Indonesia sendiri penelitian tentang inkontinensi urin ini sangat minim, terutama di Kota Ternate.
Inkontinensi urin dapat dialami semua wanita di segala lapisan usia, merupakan suatu kondisi yang dapat menimbulkan masalah kesehatan, sosial, psikologis untuk penderita dan masyarakat. Kelainan ini tidak mengancam jiwa penderita, tapi berpengaruh terhadap kualitas hidup yang disebabkan karena faktor psikologis dan fator sosial yang sulit diatasi. Kelainan tersebut berhubungan dengan aktifitas sehari–hari, sebagai dampaknya penderita merasa kurang percaya diri, depresi, malu dan cemas (Arnold et al. 2009).
Berdasarkan permasalahan di atas, maka saya mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran UGM merasa prihatin sehingga hal ini mendorong saya untuk melakukan penelitian berkaitan dengan prevalensi inkontinensi urin selama kehamilan dan risiko yang terkait. Dengan penelitian ini diharapkan dapat diketahui prevalensi ibu-ibu hamil yang memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya inkontinensi urin dan jenis-jenis inkontinensi urin yang sering terjadi pada ibu hamil. Saya berharap, dengan diketahuinya kejadian inkontinensi urin, maka melakukan upaya antisipasi dengan melibatkan keluarga, masyarakat, pemerintah daerah serta tenaga kesehatan setempat sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup ibu hamil (López et al. 2009).
I.2 Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang di atas, maka peneliti sadar akan pentingnya studi penelitian tentang inkontinensi urin sebagai studi dasar untuk penelitian berikutnya, maka muncul beberapa masalah penelitian sebagai berikut:
Berapa prevalensi ibu hamil dengan inkontinensi urin di kota Ternate?
Adakah hubungan antara kejadian inkontinensi urin dengan Indeks Masa Tubuh Ibu hamil?
I.3 Tujuan Penelitian
Tujuan Umum:
Menurunkan kejadian inkontinensi urin pada ibu hamil di kota Ternate dan mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan skrining kehamilan risiko inkontinensi urin dalam sistem surveilan maternal.
Tujuan Khusus:
Mengetahui prevalensi ibu hamil dengan risiko Inkontinensi urin di Kota Ternate.
Mencari hubungan antara kejadian inkontinensi urin dengan Indeks Masa Tubuh Ibu hamil.
I.4 Keaslian Penelitian
Penelitian sejenis ini pernah dilakukan sebelumnya, adapun penelitian yang sejenis adalah:
Brown, dan kawan melakukan penelitian dengan judul Urinary incontinence in nulliparous women before and during pregnancy: prevalence, incidence, and associated risk factors. Subjek dari penelitian ini adalah wanita-wanita nulipara yang berusia >=18 tahun dan saat dimasukkan dalam penelitian sedang hamil <=24 minggu di Australia. Desain penelitian ini menggunakan prospektif cohort, sedangkan subjek pada penelitian saya adalah wanita-wanita hamil dengan berbagai usia, baik nulipara maupun yang tidak di kota ternate. Desain penelitian saya menggunakan cross sectional (Brown et al. 2010).
Prabhu, dan kawan dengan penelitiannya: Prevalence and risk factors of urinary incontinence in women residing in a tribal area in Maharashtra, India. Penelitian ini dilakukan di Khardi desa tribal daerah thane Maharashtra India, penelitian ini hanya dilakukan kepada wanita yang berusia di atas 20 tahun dan tidak sedang hamil, sedangkan penelitian saya dilakukan di kota Ternate Indonesia dengan subjek penelitian wanita-wanita yang hamil yang tidak dibatasi usia (Prabhu & Shanbhag 2013).
López, dan kawan dalam penelitiannya: Prevalence of urinary incontinence and its association with body mass index among women in Puerto Rico. Penelitian ini dilakukan di area urban Bayamon Puerto Rico, penelitian ini menggunakan subjek semua wanita yang tidak hamil dan berusia 21-64 tahun kemudian hasil dipetakan berdasarkan kelompok usia dan indeks masa tubuh, sedangkan penelitian saya dilakukan di kota Ternate dengan subjek wanita hamil dan tidak dibatasi usia (López et al. 2009).
I.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk penelitian yang lebih lanjut, karena ini merupakan penelitian dasar. Penelitian ini juga dapat menggambarkan besarnya prevalensi inkontinensi urin pada ibu hamil di kota ternate yang bisa membantu memberi informasi kepada instansi kesehatan setempat untuk ditindaklanjuti lebih lanjut. Teridentifikasinya faktor-faktor yang berhubungan langsung dengan inkontnensi urin akan membantu pencegahan di masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Pustaka
II.1.1 Pengertian inkontinensi urin dan prevalensinya
Inkontinensi urin merupakan masalah kesehatan dan masalah sosial yang sangat besar baik di negara maju dan di negara berkembang. Hal ini sering dianggap sebagai konsekuensi alami dari penuaan dan melahirkan, dan banyak wanita keliru dalam mentolerir dan mengatasi gejala yang mereka rasakan. Inkontinensi urin adalah hasil akhir dari banyak proses penyakit yang berbeda yang harus diselidiki untuk membuat diagnosis yang akurat dan memungkinkan pengobatan yang efektif (Rosevear 2002).
Prevalensi inkontinensi urin bervariasi tergantung pada populasi studi, metode survei dan definisi inkontinensi urin yang digunakan. Sebuah jajak pendapat MORI Inggris diterbitkan pada tahun 1991 menunjukkan bahwa setidaknya 3,5 juta wanita (sekitar 10 persen) menderita inkontinensi, dan sebuah laporan yang diterbitkan oleh Royal College of Physicians
London (1995) menunjukkan bahwa 20 persen perempuan berusia lebih dari 45 tahun memiliki keluhan ini (Rosevear 2002).
Wanita berusia antara 20 hingga 80 tahun memiliki keseluruhan prevalensi inkontinensi urin 53,2 persen.
II.1.2. Epidemiologi
Inkontinensi urin adalah masalah kesehatan yang signifikan di seluruh dunia dengan pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan sosial dan ekonomis pada individu dan lingkungannya. Hu dan rekan memperkirakan biaya total dari inkontinensi di Amerika Serikat pada tahun 2000 adalah sekitar 19,5 juta dollar. Inkontinensi urin memiliki pengaruh ekonomis yang lebih besar dari pada penyakit kronis lainnya (Johnson & Chan 2006).
Inkontinensi urin lebih sering terjadi pada wanita dari pada pria. Terdapat banyak penelitian epidemiologis mengenai inkontinensi pada wanita, tetapi berbeda dalam hal definisi, pengukuran inkontinensi, metodologi survei, dan pemilihan desain membuatnya sulit untuk melakukan perbandingan. Terdapat penelitian epidemiologis di Amerika mengidentifikasi angka prevalensi sebesar 10-40% wanita tua yang mengalami inkontinensi. Data epidemiologis yang tersedia dan menyimpulkan bahwa prevalensi inkontinensi urin pada wanita tua mengalami peningkatan yang stabil (30% hingga 50%). Pada wanita tua inkontinensi yang sering terjadi adalah inkontinensi tipe campuran. Seperti yang telah disinggung di atas, risiko inkontinensi urin meningkat seiring dengan peningkatan usia. Telah lama dicurigai bahwa terdapat hubungan antara inkontinensi dengan menopause. Puncak prevalensi inkontinensi adalah pada wanita yang telah menopause (Steinar Hunskaar 2005).
Sementara itu pada wanita hamil dijumpai kejadian inkontinensi urin meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan. Sebuah penelitian tentang sosio demografik inkontinensi urin pada wanita hamil menunjukkan inkontinensi lebih sering terjadi pada ras kulit hitam dimana pada kelompok ini memiliki kriteria status pendidikan yang rendah, berat badan berlebih dan obesitas, melahirkan melalui jalur vaginal, dan multiparitas (Oliveira et al. 2013).
II.1.3 Jenis inkontinensi urin
Klasifikasi inkontinensi urin ada 5 yaitu inkontinensi stress, inkontinensi urgensi, inkontinensi campuran, inkontinensi overflow dan inkontinensi fungsional. Klasifikasi ini telah disetujui oleh ICS (International Continence Society)(Iman 2004).
Stress urinary incontinence
Inkontinensi stres terjadi karena mekanisme spingter uretral yang tidak adekuat untuk menahan urine pada saat keluar dari kandung kemih. Pasien biasanya menggambarkan pengeluaran urin sedikit-sedikit secara tidak sengaja pada saat melakukan aktivitas yang meningkatkan tekanan intra abdominal, seperti batuk,tertawa, bersin atau mengangkat beban (Steinar Hunskaar 2005). Seringkali inkontinensi stres terjadi pada wanita dewasa (dengan riwayat hamil dan melahirkan pervaginam),inkontinensi stres biasanya disebabkan oleh kelemahan dasar panggul dan lemahnya sphincter vesikouretral. Pada keadaan normal tekanan penutupan uretra merespon terhadap pengisian kandung kemih, perubahan posisi, stres seperti batuk dan bersin. Spingter memiliki mekanisme sendiri untuk meningkatkan resistensi uretra dengan demikian menghalangi perembesan urin (Siti & Putu 2006).
Inkontinensi stres dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu (Iman 2008):
1.Tipe 0: pasien mengeluh adanya kebocoran namun tidak dapat dibuktikan melalui pemeriksaan.
2.Tipe 1: inkontinensi urin dapat terjadi dengan pemeriksaan manuver stres dan ada sedikit penurunan uretra pada leher vesica urinaria.
3.Tipe 2: inkontinensi urin terjadi pada pemeriksaan dengan penurunan uretra pada leher vesica urinaria 2 cm atau lebih.
4.Tipe 3: uretra terbuka (lead peep) dan area leher vesica urinaria tampak kontraksi.
- Urge urinary incontinence
Yaitu inkontinensi yang berhubungan dengan aktivitas detrusor, disebut juga instabilitas detrusor. Jenis inkontinensi ini dikarakteristikan dengan tidak adanya pembatasan kontraksi kandung kemih dan banyak terjadi pada orang tua. Pasien seringkali menggambarkan gejalanya tidak dapat mengontrol keinginan untuk mengosongkan kandung kemih. Simptom lainnya adalah meningkatnya frekuensi berkemih dan terjadinya nokturia (Lue & Tanagho 2008).
Mixed urinary incontinence
Inkontinensi urin campuran merupakan gabungan gejala inkontinensi urgensi dan inkontinensi stres. Pada inkontinensi jenis ini terjadi disfungsi detrusor (motorik atau sensorik)dan berhubungan dengan aktivitas spingter uretra yang berarti terjadi pengeluaran urin yang tidak disengaja yang berkaitan dengan urgensi dan juga dengan batuk dan bersin (Steinar Hunskaar 2005).
Functional Incontinence
Selain ketiga inkontinensi di atas juga terdapat inkontinesi fungsional atau transien. Inkontinensi fungsional terkait dengan gangguan kognitif, fisiologis, atau fisik yang membuatnya sulit untuk mencapai toilet atau kencing dengan cara yang benar (Siti & Putu 2006).
Overflow incontinence
Inkontinensi overflow merupakan keluarnya urin secara tidak terkendali yang dihubungkan dengan over distensi dari kandung kemih. Dua proses yang melibatkan yaitu retensi urin akibat obstruksi kandung kemih atau tidak adekuatnya kontraksi kandung kemih. Hal ini dapat terjadi secara sekunder dari kerusakan otot detrusor yang memicu kelemahan otot detrusor. Selain itu obstruksi uretra juga dapat memicu distensi kandung kemih (Siti & Putu 2006).
Faktor risiko inkontinensi urin sebagai berikut (Rosevear 2002):
Kehamilan dan melahirkan g. Histerektomi
Usia dan menopause h. Prolaps genital
Terapi radiasi panggul i. Konstipasi
Gangguan fungsional j. Ras
Terapi radiasi panggul k. Obesitas
Diuretik dan obat yang diresepkan lainnya
II.1.4 Inkontinensi urin dan indeks masa tubuh
Beberapa penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan faktor risiko yang signifikan dan independen untuk inkontinensi urin semua tipe. Fakta menunjukkan bahwa prevalensi inkontinensi stres meningkat sebanding dengan IMT (Oliveira et al. 2013).
Pengkategorian Indeks Masa Tubuh pada wanita hamil berbeda dengan yang lain. Pengkategorian ini berdasarkan Rosso yang hanya digunakan untuk menetapkan Indeks Masa Tubuh pada wanita hamil, yaitu underweight (<19,8), eutropic/ideal (19,8-26,0), overweight (26,0-29,0) dan obese (>29,0) (Wesnes et al. 2010).
Secara teori, peningkatan tekanan intra-abdominal serupa dengan peningkatan IMT yang sebanding dengan tekanan intravesikal yang lebih tinggi. Tekanan yang tinggi ini mempengaruhi tekanan penutupan uretra dan menyebabkan terjadinya inkontinensi urin (Santiagu et al. 2008).
Pada kehamilan akan terjadi peningkatan berat badan dikarenakan adanya pengembangan dari uterus dan berat fetus, hal ini akan meningkatkan tekanan intra abdomen dan juga menyebabkan tekanan otot dasar pelvis dan vesika urinari. Hal tersebut akan mengakibatkan tekanan pada vesika urinari lebih besar dibanding tekanan pada uretra sehingga uretra tidak mampu menahan keluarnya urin dan terjadilah inkontinensi urin (Hilton & Dolan 2004).
II.2 Landasan Teori
Inkontinensi urin merupakan suatu masalah yang cukup serius karena dapat mengganggu kenyamanan hidup seseorang terutama wanita. Masalah ini sering dialami oleh wanita-wanita yang beresiko. Ada beberapa macam jenis inkontinensi urin yaitu inkontinensi urgensi, inkontinensi stres, inkontinensi fungsional, inkontinensi overflow dan inkontinensi campuran.
Inkontinensi stres terjadi karena mekanisme spingter uretra yang tidak adekuat untuk menahan urin pada saat keluar dari kandung kemih. Inkontinensi urgensi berhubungan dengan aktivitas detrusor, dimana terjadi instabilitas dari otot detrusor. Inkontinensi fungsional terjadi adanya gangguan kognitif, fisiologis, atau fisik yang membuatnya sulit untuk mencapai toilet atau kencing dengan cara yang benar. Inkontinensi overflow merupakan keluarnya urin secara tidak terkendali yang dihubungkan dengan over distensi dari kandung kemih. Inkontinensi campuran merupakan gejala dari inkontinensi urgensi dan inkontinensi stres.
Peningkatan tekanan intra-abdominal serupa dengan peningkatan IMT yang sebanding dengan tekanan intravesikal yang lebih tinggi. Tekanan yang tinggi ini mempengaruhi tekanan penutupan uretra dan menyebabkan terjadinya inkontinensi urin.
II.3 Kerangka Teori
KehamilanKehamilanMobilitas Uretra naikMobilitas Uretra naik
Kehamilan
Kehamilan
Mobilitas
Uretra naik
Mobilitas
Uretra naik
Tekanan Otot dasar pelvis& Vesica urinary MeningkatTekanan Otot dasar pelvis& Vesica urinary MeningkatOtot Dasar Pelvis LemahOtot Dasar Pelvis Lemah
Tekanan Otot dasar pelvis
& Vesica urinary Meningkat
Tekanan Otot dasar pelvis
& Vesica urinary Meningkat
Otot Dasar Pelvis Lemah
Otot Dasar Pelvis Lemah
Kenaikan Berat BadanKenaikan Berat Badan
Kenaikan Berat Badan
Kenaikan Berat Badan
Prolaps organ pelvisProlaps organ pelvis
Prolaps organ pelvis
Prolaps organ pelvis
Tekanan intra abdomen naikTekanan intra abdomen naikIMT Saat Hamil > 25IMT Saat Hamil > 25
Tekanan intra abdomen naik
Tekanan intra abdomen naik
IMT Saat Hamil > 25
IMT Saat Hamil > 25
Kandungan Kolagen turunKandungan Kolagen turunInkontinensi UrinInkontinensi UrinPerubahan KolagenPerubahan Kolagen
Kandungan Kolagen turun
Kandungan Kolagen turun
Inkontinensi Urin
Inkontinensi Urin
Perubahan
Kolagen
Perubahan
Kolagen
Genetik & Faktor LingkunganGenetik & Faktor Lingkungan
Genetik & Faktor Lingkungan
Genetik & Faktor Lingkungan
Tekanan Uretra turunTekanan Uretra turunPenurunan RelaxinPenurunan Relaxin
Tekanan Uretra turun
Tekanan Uretra turun
Penurunan Relaxin
Penurunan Relaxin
Tekanan Vesika Urinari > Tekanan UretraTekanan Vesika Urinari > Tekanan UretraSpincter Uretra LemahSpincter Uretra LemahPengembangan Uterus & Berat FetusPengembangan Uterus & Berat FetusProgesteron naikProgesteron naik
Tekanan Vesika Urinari > Tekanan Uretra
Tekanan Vesika Urinari > Tekanan Uretra
Spincter Uretra Lemah
Spincter Uretra Lemah
Pengembangan Uterus & Berat Fetus
Pengembangan Uterus & Berat Fetus
Progesteron naik
Progesteron naik
Tonus Uretra, vesica, Ureter meningkatTonus Uretra, vesica, Ureter meningkatPerubahan HormonalPerubahan Hormonal
Tonus Uretra, vesica, Ureter meningkat
Tonus Uretra, vesica, Ureter meningkat
Perubahan Hormonal
Perubahan Hormonal
KekuatanOtot Pelvis menurunKekuatanOtot Pelvis menurunUsia Kehamilan makin meningkatUsia Kehamilan makin meningkat
Kekuatan
Otot Pelvis menurun
Kekuatan
Otot Pelvis menurun
Usia Kehamilan makin meningkat
Usia Kehamilan makin meningkat
KapasitasVesica Urinari turunKapasitasVesica Urinari turun
Kapasitas
Vesica Urinari turun
Kapasitas
Vesica Urinari turun
Gambar 1. Kerangka Teori (Morkved et al. 2004)(Bump et al. 1992)(Wijma et al. 2001)(Hilton & Dolan 2004)(Liang et al. 2012).
II.4 Kerangka Konsep
DependentDependentIndependentIndependent
Dependent
Dependent
Independent
Independent
Inkontinensi UrinInkontinensi Urin
Inkontinensi Urin
Inkontinensi Urin
Indeks Masa TubuhIndeks Masa Tubuh
Indeks Masa Tubuh
Indeks Masa Tubuh
Usia KehamilanUsia Kehamilan
Usia Kehamilan
Usia Kehamilan
ConfoundingConfounding
Confounding
Confounding
Gambar 2. Kerangka Konsep
II.5 Hipotesis
Stes Inkontinensi adalah prevalensi yang dominan.
Ada hubungan antara Indeks Masa Tubuh Ibu hamil dengan kejadian inkontinensi urin.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Metode yang digunakan
III.1.1 Jenis dan rancangan penelitian
Penelitian observational dengan rancangan cross-sectional dan pendekatan kuantitatif dilakukan untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian ini. Data kuantitatif yang dikumpulkan adalah prevalensi ibu hamil yang mengalami inkontinensi urin.
III.1.2 Populasi dan subyek penelitian
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah ibu-ibu hamil yang tinggal di wilayah Puskesmas terpilih di Kota Ternate. Adapun populasi sumbernya adalah ibu-ibu hamil yang berkunjung dan memeriksakan kehamilannya di Puskesmas.
Penentuan besar sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan parameter proporsi ibu hamil yang mengalami inkontinensi urin, yaitu 22% dengan alfa 0,05 (confidence level 95%) dan power 90%. Hasil perhitungan besar sampel dengan rumus Estimating a population proportion menunjukkan bahwa sampel yang dibutuhkan sebanyak 66 subyek.
Keterangan :
n = jumlah sampel minimal yang diperlukan
α = significant level dengan confidence level 95%.
P = proporsi responden dengan kehamilan yang mengalami inkontinensia urin
1–P = Q = proporsi responden yang tidak memiliki kehamilan dengan inkontinensia urin
d = limit dari error atau presisi absolut (10%)
Dengan mempertimbangkan variasi wilayah dan jumlah populasi di masing-masing Puskesmas maka dipertimbangkan design effect sebesar 3 sehingga dibutuhkan jumlah sampel sebanyak 198 subyek.
Teknik pemilihan sampel menggunakan probability sampling yaitu metode cluster random sampling dengan menggunakan Puskesmas sebagai primary sampling unit. Dengan menggunakan cluster sampling, dalam penelitian ini akan dipilih 6 Puskesmas secara random dari 8 Puskesmas yang ada di Kota Ternate. Jumlah sampel pada masing-masing kluster disesuaikan dengan jumlah ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas yang sebelumnya telah diundang oleh bidan setempat untuk datang ke puskesmas pada hari yang telah ditentukan untuk dilakukan wawancara dan pemeriksaan ANC. Pengambilan sampel dilakukan setiap hari kerja di Puskesmas yang berbeda-beda dari pagi hingga siang hari, dan berlangsung sampai jumlah sampel terpenuhi. Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, dimana kriteria tersebut menentukan dapat atau tidaknya sampel digunakan.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut:
Kriteria inklusi
Wanita hamil yang ada dalam jangkauan 6 Puskesmas terpilih di kota Ternate
Sehat kejiwaan
Bersedia menjadi subjek penelitian
Kriteria eksklusi
Wanita hamil yang mengalami infeksi saluran kemih
Mengalami gangguan jiwa berat
III.1.3 Pengumpulan data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer, sedangkan metode pengumpulan data yang dipakai meliputi dokumentasi, wawancara, dan pemeriksaan kesehatan termasuk pengukuran berat dan tinggi badan serta pengukuran TFU. Pengukuran berat dan tinggi badan dengan menggunakan alat ukur berat dan tinggi badan dewasa yang tersedia di puskesmas dengan ketelitian berat badan 0,1 kg dan tinggi badan 1 mm. Subjek diminta untuk berdiri di atas timbangan kemudian dilihat hasilnya pada alat baca yang ada di timbangan, setelah itu subjek berpindah ke tempat ukur tinggi badan. Subjek diminta untuk berdiri dengan posisi tegak dengan pandangan mata lurus ke depan kemudian dibaca hasil pengukuran tingginya pada papan ukur. Selesai dilakukan pengukuran berat dan tinggi badan, subjek diminta berbaring untuk dilakukan pengukuran tinggi fundus uteri. Sementara untuk mengetahui usia kehamilan dilakukan dengan mengukur TFU menggunakan pita ukur dengan ketelitian 1 mm, titik nol pada pita pengukur diletakkan pada tepi atas simfisis pubis dan pita pengukur ditarik melewati garis tengan abdomen sampai puncak, kemudian hasil dibaca. Pengumpulan data ini dilakukan oleh para bidan yang melakukan pemeriksaan ANC di Puskesmas dengan peneliti.
Rekrutmen tenaga dan pelatihan bagi bidan Puskesmas dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian. Selanjutnya para bidan yang sudah dilatih bersama peneliti melakukan skrining terhadap ibu-ibu hamil yang datang ke Puskesmas untuk periksa kehamilan sehingga mencapai jumlah yang ditentukan. Hasil pengukuran, pemeriksaan dan wawancara diisikan ke dalam formulir check-list yang telah tersedia, dan segera diidentifikasi apakah pasien tersebut merupakan ibu hamil dengan inkontinensi urin atau tidak. Dalam pelaksanaan skrining tersebut dilakukan monitoring oleh peneliti. Data yang telah tercatat di dalam formulir yang telah disiapkan kemudian diserahkan kepada peneliti untuk dilakukan analisis. Peneliti juga melakukan cross check terhadap beberapa pasien yang menjadi subyek penelitian untuk mengontrol validitas data.
III.1.4 Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi operasional.
No
Variabel
Definisi Operasional
Hasil Ukur
1.
Inkontinensi Urin
Subjek dikatakan mengalami inkontinensi urin jenis:
- Stres jika Skor QUID >= 4 pada pertanyaan nomer 1, 2, dan 3
- Urgensi jika Skor QUID >= 6 pada pertanyaan nomer 4, 5, dan 6
- Campuran jika Skor QUID >= 4 pada pertanyaan nomer 1, 2, 3 dan Skor QUID >= 6 pada pertanyaan nomer 4, 5, dan 6 (Kammerer-doak & Abed 2007)
1.Tidak Inkontinensi Urin
2.Inkontinensi urin tipe:
a. stres
b. Urgensi
c. campuran
2.
Indeks Masa Tubuh (IMT)
IMT yang dipakai adalah IMT khusus untuk wanita hamil yaitu menggunakan kriteria Rosso:
-underweight (<19,8)
-eutropic/ideal (19,8-26,0)
-overweight (26,0-29,0)
-obese (>29,0)
(Wesnes at al. 2010)
1. Underweight
2. Ideal
3. Overweight
4. Obese
3.
Usia Kehamilan
Usia Kehamilan ditentukan dari pengukuran tinggi fundus uteri yaitu:
- 1/3 di atas simfisis= 12 minggu
- 1/2 simfisis pusat= 16 minggu
- 2/3 di atas simfisis= 20 minggu
- setinggi pusat = 28 minggu
- 1/2 pusat-prosessus xifoideus = 34 minggu
-Setinggi processus xifoideus = 36 minggu
1. 24 minggu
2. > 24 minggu
III.1.5 Analsis data
Analisis data menggunakan program SPSS dengan analisis deskriptif untuk menentukan prevalensi kehamilan dengan inkontinensi urin dan hubungannya dengan indeks masa tubuh ibu hamil. Analisis akan dilanjutkan dengan analisis korelasi chi square dan Mantel Haenzsel untuk mencari ada tidaknya hubungan antara faktor risiko dengan outcome.
III.2 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di wilayah Kota Ternate Propinsi Maluku Utara, dan dilakukan pengambilan data pada tanggal 23 Agustus 2013 sampai 29 Agustus 2013. Kemudian dilakukan pengecekan ulang data untuk diteliti apakah semua data sudah terisi semua. Lalu dilakukan pengolahan dan analisis data.
III.3 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian tersebut antar lain:
Kuesioner untuk bidan di desa dan bidan Puskesmas
Alat untuk pemeriksaan fisik berupa timbangan dewasa untuk mengukur berat badan dengan ketelitian 0,1 kg dan alat ukur tinggi badan yang menempel di dinding dengan ketelitian 0,1 cm serta pita ukur untuk mengukur tinggi fundus uteri dengan ketelitian 0,1 cm.
Perlengkapan lapangan dan Alat tulis (tas, hardboard, pensil, balpoin, blok note, dll)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Karakteristik Subyek Penelitian
Terdapat 227 subyek yang menjadi responden selama penelitian berlangsung. Subyek-subyek tersebut tersebar ke dalam 6 wilayah Puskesmas, yaitu Puskesmas Siko, Puskesmas Sulamadaha, Puskesmas Kota, Puskesmas Gambesi, Puskesmas Kalumpang, dan Puskesmas Kalumata.
Usia subyek penelitian berkisar antara 16 tahun hingga 43 tahun, dengan nilai median 27 tahun. Jumlah paritas subyek penelitian berkisar antara nullipara (33,9%) hingga multipara (65,7%) dengan jumlah paritas maksimal sebanyak 6 kali. Pendidikan ibu hamil yang menjadi responden bervariasi yaitu sekolah dasar (9,3%), sekolah menengah pertama (17,2%), sekolah menengah atas (55,5%), diplomat (D3) (6,2%), sarjana (S1) (11,5%) dan ada juga yang tidak sekolah (0,4%), dengan jumlah responden terbanyak pada pendidikan sekolah menengah atas.
Indeks masa tubuh responden sebelum hamil sebagian besar berada pada kategori ideal yaitu 48,9% kemudian diikuti kategori underweight 27,3% kemudian overweight 7,9% dan obese 4,4%. Data yang kosong pada indeks masa tubuh sebelum hamil cukup banyak yakni 11,5%, ini dikarenakan responden tidak mencatat atau lupa mengingat berat badan sebelum hamil, sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam perhitungan IMT.
Sementara untuk Indeks masa tubuh ibu saat hamil saat dilakukan pengukuran terjadi kenaikan yang cukup signifikan pada ibu hamil yang memiliki IMT kategori obese dari 4,4% menjadi 16,3% dan overweight dari 7,9% menjadi 18,1%. Kategori ideal juga mengalami kenaikan jumlah yaitu dari yang sebelum hamil sebanyak 48,9% menjadi 54,2%. Sementara itu terjadi penurunan jumlah responden dengan kategori underweight yaitu dari yang sebelum hamil sebanyak 27,3% menjadi 10,1% saat hamil. Data yang kosongpun hanya sekitar 1,3%, ini lebih sedikit dibandingkan data yang kosong pada IMT sebelum hamil dikarenakan sudah dilakukan secara langsung pengukuran berat dan tinggi badan saat hamil oleh peneliti.
Data kepuasan responden setelah berkemih menunjukkan responden menyatakan puas setelah berkemih sebanyak 74,4% yang artinya responden merasa tuntas mengeluarkan urin pada kandung kemihnya, sementara yang merasa tidak puas sebanyak 20,3% yang artinya responden masih merasa urin pada kandung kemihnya belum seluruhnya keluar, beberapa data juga ada yang kosong sebanyak 5,3%. Frekuensi berkemih subjek dalam satu hari bervariasi dengan nilai modus 5. Beberapa responden juga mengeluhkan sakit saat buang air kecil (9,2%).
Senam kegel merupakan jenis senam yang dianjurkan untuk ibu hamil, dari data yang telah dikumpulkan, hampir seluruh responden tidak melakukan senam kegel (97,4%). Hal ini diakibatkan pengetahuan tentang senam kegel masih minim di kalangan ibu hamil di kota Ternate.
Tabel 2. Gambaran Demografis Responden
Variabel
Jumlah (n)
Persentas (%)
Paritas
Nullipara
Multipara
Missing
77
149
1
33,9
65,7
0,4
Usia maternal
20 tahun
21-30 tahun
31-40 tahun
> 40 tahun
28
125
70
4
12,3
55,1
30,8
1,8
BMI sebelum hamil
Underweight
Ideal
Overweight
Obese
Missing
62
111
18
10
26
27,3
48,9
7,9
4,4
11,5
BMI saat hamil
Underweight
Ideal
Overweight
Obese
Miss
23
123
41
37
3
10,1
54,2
18,1
16,3
1,3
Pendidikan Ibu
Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
D3
S1
1
21
39
126
14
26
0,4
9,3
17,2
55,5
6,2
11,5
Nyeri saat berkemih
Ya
Tidak
Missing
21
204
2
9,2
89,9
0,9
Merasa puas setelah berkemih
Ya
Tidak
Missing
169
46
12
74,4
20,3
5,3
Frekuensi berkemih dalam satu hari
8
> 8
Missing
205
16
6
90,3
7
2,7
Rutin melakukan senam kegel
Ya
Tidak
Missing
3
221
3
1,3
97,4
1,3
Batuk kronis
Ya
Tidak
Missing
12
200
15
5,3
88,1
6,6
IV.2 Analisis Data
IV.2.1 Prevalensi ibu hamil dengan inkontinensi urin
Responden akan dikategorikan menjadi dua yaitu responden dengan inkontinensi urin dan responden tanpa inkontinensi urin. Penetapan responden dengan inkontinensi dan responden tanpa inkontinensi urin berdasarkan Questionnaire for Urinary Inkontinence Diagnosis (QUID). Kuesioner ini berisi 6 pertanyaan diagnosis inkontinensi urin, dan setiap pertanyaan memiliki derajat keparahan dari 0 hingga 5 dimana 0 sebagai derajat keparahan paling ringan dan 5 paling berat. Kemudian skor dari pertanyaan nomer 1, 2, dan 3 akan dijumlahkan, jika skor 4 maka dikatakan responden mengalami inkontinensi tipe stres. Skor dari pertanyaan nomer 4, 5 dan 6 akan dijumlahkan sebagai kriteria inkontinensi urgensi jika memiliki skor 6. Kriteria inkontinensi campuran jika responden memenuhi skor 4 pada pertanyaan nomer 1, 2, dan 3, dan juga responden memiliki skor 6 pada pertanyaan nomer 4, 5 dan 6 (Kammerer-doak & Abed 2007).
Tabel 3. Prevalensi inkontinensi urin.
Variabel
Jumlah
Persentase
(n)
(%)
Inkontinensi urin
Ya
66
29,1
Tidak
161
70,9
Tipe inkontinensi urin
Murni stress
16
24,2
Murni urgensi
25
37,9
Campuran
25
37,9
Dari 227 responden ibu hamil, yang mengalami inkontinensi urin sebanyak 66 orang (29,1%). Ibu yang mengalami inkontinensi urin ini paling banyak jenis urgensi yaitu 37,9% dari total yang mengalami inkontinensi urin atau 11% dari total jumlah responden dan campuran yaitu 37,9% dari total penderita inkontinensi urin atau 11% dari total responden. Sementara itu untuk inkontinensi jenis stres sebanyak 24,2% dari penderita inkontinensi urin atau 7,1% dari total responden.
IV.2.2 Hubungan inkontinensi urin dengan indeks masa tubuh ibu hamil.
Pengkategorian indeks masa tubuh ibu hamil berbeda dengan orang pada umumnya. Indeks masa tubuh ibu hamil ini dikategorikan dalam 4 kategori yaitu underweight (<19,8 kg/m2), eutropic/ideal (19,8-26,0 kg/m2), overweight (26,0-29,0 kg/m2) dan obese (>29,0 kg/m2)(Wesnes et al. 2010). Kemudian variabel indeks masa tubuh dilihat hubungannya dengan kejadian inkontinensi urin dengan melihat nilai Odds ratio untuk masing – masing kategori IMT dan sebagai referensi adalah IMT kategori ideal.
Tabel 4. Hubungan inkontinensi urin dengan IMT
Indeks masa tubuh
Inkontinensi urin
P
Ya
Tidak
OR ± 95%CI
Ideal
32
91
Referensi
Underweight
5
18
0,665
0,79 (0,271 - 2,302)
Overweight
11
30
0,918
1,04 (0,469 - 2,320)
Obese
16
21
0,045
2,17 (1,008 - 4,656)
Hasil analisis data menunjukkan kejadian inkontinensi urin terjadi sebanyak 2,167 (95%CI=1,008 - 4,656) kali pada ibu hamil dengan obesitas dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki berat badan ideal. Hasil ini bermakna secara statistik karena memiliki nilai p 0,05. Sementara itu untuk kejadian inkontinensi urin pada IMT overweight tidak ada perbedaan secara signifikan (OR=1,043) dibanding IMT ideal dan tidak bermakna secara statistik (p>0,05). Pada hasil data didapatkan IMT kategori underweight memiliki kejadian inkontinensi urin yang lebih sedikit (OR=0,790) dibanding IMT kategori ideal, tetapi tidak bermakna secara statistik (p>0,05).
Tabel 5. Estimasi risiko dari masing masing IMT berdasarkan usia kehamilan
Umur kehamilan
Kriteria BMI
OR ± 95% CI
24 minggu
ideal
Referensi
underweight
0,494 (0,127 - 1,928)
overweight
0,674 (0,167 - 2,72)
obese
3,088 (0,739 - 12,91)
˃ 24 minggu
ideal
Referensi
underweight
2,178 (0,332 - 14,277)
overweight
1,374 (0,502 - 3,77)
obese
2,114 (0,814 - 5,486)
Hasil analisis data pada table 5 menunjukkan bahwa pada usia kehamilan 24 minggu nilai OR untuk underweight dibandingkan ideal di bawah 1 dan pada usia kehamilan lebih dari 24 minggu di atas 1 yang berarti ada interaksi antara usia kehamilan terhadap hubungan indeks masa tubuh kategori underweight dibanding ideal dengan terjadinya inkontinensi urin. Namun setelah dilihat nilai OR dari mantel hanzel pada table 6 untuk underweight, dimana ideal sebagai referensi ternyata nilai OR nya tidak tidak jauh berbeda dengan nilai OR sebelum distratifikasi yang berarti usia kehamilan bukan merupakan faktor perancu hubungan antara IMT ibu hamil kategori underweight terhadap ideal dengan terjadinya inkontinensi urin.
Hasil serupa juga didapatkan pada IMT kategori overweight terhadap ideal dimana pada usia kehamlan kurang dari sama dengan 24 minggu nilai OR di bawah 1 dan pada usia kehamilan di atas 24 minggu di atas 1. Ini menunjukkan ada interaksi antara usia kehamilan terhadap hubungan antara indeks masa tubuh kategori overweight dibanding ideal dengan inkontinensi urin. Namun setelah dilihat nilai OR dari mantel hanzel untuk overweight dimana ideal sebagai referensi ternyata nilai OR nya tidak jauh berbeda dengan nilai OR sebelum distratifikasi yang menandakan usia kehamilan bukan merupakan faktor perancu hubungan antara IMT ibu hamil underweight terhadap ideal dengan terjadinya inkontinensi urin.
Sementara itu hasil yang berbeda ditemukan pada IMT kategori obese terhadap ideal , dimana nilai OR pada usia kehamilan 24 minggu dan lebih dari 24 minggu sama-sama di atas 1 yang berarti tidak ada interaksi antara usia kehamilan terhadap hubungan IMT kategori obese dibanding ideal dengan terjadinya inkontinensi urin. Namun setelah dilihat nilai OR dari mantel hanzel untuk obese dimana ideal sebagai referensinya ternyata tidak jauh berbeda dengan nilai OR sebelum distratifikasi yang berarti usia kehamilan bukan merupakan faktor perancu hubungan ini.
Tabel 6. Hubungan inkontinensi urin dengan IMT setelah distratifikasi terhadap usia kehamilan
Indeks masa tubuh
P
Odds Ratio
Ideal
Referensi
Underweight
0,829
0,771
Overweight
0,948
1,06
Obese
0,049
2,37
Dengan dilakukannya analisis terhadap usia kehamilan maka didapatkan adanya interaksi antara usia kehamilan dengan IMT di dua kategori yaitu underweight dan overweight dibandingkan IMT ideal terhadap terjadinya inkontinensi urin. Sementara itu IMT obese tidak dipengaruhi oleh usia kehamilan, karena baik di usia kehamilan kurang dari sama dengan 24 minggu maupun di usia kehamilan lebih dari 24 minggu terjadinya inkontinensi urin pada kategori IMT obese tetap tinggi. Hasil analisis data juga menunjukkan bahwa usia kehamilan bukan merupakan faktor perancu hubungan IMT di semua kategori terhadap terjadinya inkontinensi urin, hal ini dapat dilihat dari tabel 6 di atas dimana tidak terjadi perubahan yang signifikan nilai OR dari sebelum distratifikasi dan setelah distratikasi.
IV.3 Pembahasan.
Prevalensi ibu hamil dengan inkontinensi urin.
Kehamilan merupakan faktor risiko terjadinya inkontinensi urin. Pada kehamilan akan terjadi kenaikan berat badan, perubahan kolagen, pengembangan uterus dan berat fetus, dan perubahan hormonal yang kesemuanya akan menyebabkan trauma pada otot dasar pelvis dan melemahnya kekuatan otot tersebut. Melemahnya otot dasar pelvis akan mengakibatkan terjadinya inkontinensi urin.
Dari tabel 3, terjadinya inkontinensi urin paling banyak pada jenis urgensi (37,9%) dan campuran (37,9%), sementara jenis inkontinensi stres paling sedikit (24,2%). Hasil ini berbeda dengan penelitian dari Brown dan kawan (2010) menunjukkan inkontinensi jenis stres (66,4%) merupakan jenis yang paling sering ditemui pada wanita hamil kemudian jenis kedua paling sering adalah inkontinensi campuran (23,6%). Inkontinensi urgensi (10%) merupakan jenis inkontinensi yang sedikit ditemui pada wanita hamil (Brown et al. 2010). Sependapat dengan Brown, Sangsawang pada 2013 juga mengungkapkan inkontinensi stres merupakan jenis inkontinensi yang paling banyak ditemui pada wanita hamil (Sangsawang & Sangsawang 2013). Berbeda dengan Brown dan Sangsawang, Manuscript pada 2012 menemukan wanita hamil terjadi paling banyak inkontinensi jenis urgensi (44%), diikuti inkontinensi campuran (34%) kemudian paling sedikit adalah jenis stress (22%) (Manuscript 2012a).
Hasil data pada tabel 3 memiliki kesamaan hasil dengan penelitian Manuskript tahun 2012, tetapi berbeda dengan penelitian Brown (2010) dan Sangwasang (2013) yang menyatakan inkontinensi stres memiliki prevalensi terbanyak pada wanita hamil. Perbedaan ini dikarenakan perbedaan kuesioner yang dipakai untuk mendiagnosis inkontinensi urin. Peneliti menggunakan Questionnaire for Urinary Inkontinence Diagnosis (QUID) untuk diagnosis inkontinensi urin sedangkan Brown dan kawan menggunakan baseline questionnaire, sehingga kriteria diagnosisnya pun berbeda dan menghasilkan hasil yang berbeda. Perbedaan yang lain juga tampak pada metode penelitian, yaitu peneliti melakukan penelitian potong lintang dengan subyek ibu hamil rentang usia kehamilan 2 – 40 minggu dengan nilai mean 26 dan modus 32, sedangkan Brown menggunakan desain cohort dan melakukan pengukuran diagnosis saat seluruh ibu hamil pada usia kehamilan 31 minggu. Usia kehamilan yang semakin besar saat pengukuran akan mempengaruhi hasil diagnosis inkontinensi, karena usia kehamilan yang besar akan semakin meningkatkan tekanan intra abdomen sehingga terjadinya inkontinensi urin lebih sering ditemui (Sangsawang & Sangsawang 2013).
Hubungan inkontinensi urin dengan indeks masa tubuh ibu hamil.
Pada wanita hamil akan terjadi peningkatan berat badan yang cukup signifikan sehingga akan meningkatkan indeks masa tubuhnya. Peningkatan indeks masa tubuh ini akan meningkatkan tekanan intra abdomen dan juga meningkatkan tekanan otot dasar pelvis dan vesika urinari. Hal ini akan menyebabkan terjadinya prolaps organ pelvis dan meningkatkan mobilitas uretra yang keduanya akan menyebabkan terjadinya inkontinensi urin (Hilton & Dolan 2004).
Pada tabel 4 menunjukkan obesitas merupakan faktor risiko terjadinya inkontinensi urin (OR=2,167), sedangkan underweight merupakan faktor protektif terjadinya inkontinensi urin (OR=0,790) dibandingkan yang memiliki indeks masa tubuh ideal serta tidak ada perbedaan antara overweight (OR=1,043) dengan IMT ideal. Secara statistik hasil bermakna pada obesitas (p 0,05) namun tidak bermakna pada underweight dan overweight (p>0,05).
Hasil di atas sama seperti penelitian Brown dan kawan yaitu obesitas pada wanita hamil meningkatkan risiko terjadinya inkontinensi urin (OR = 1,5(1,0-2,3)) underweight merupakan faktor protektif (OR = 0,6(0,4-1,0)) dibandingkan IMT yang ideal (Brown et al. 2010). Senada dengan Brown, Mishra yang melakukan penelitian tentang hubungan indeks masa tubuh dengan kejadian inkontinensi urin pada wanita paruh usia menunjukkan IMT underweight dapat menjadi faktor protektif terjadinya inkontinensi urin (OR = 0,87(0,58-1,21) dibanding IMT ideal. Overweight (OR = 1,30(0,95-1,78)) dan obesitas (OR = 1,42(0,86-2,32)) menjadi faktor risiko terjadinya inkontinensi urin (Mishra & Hardy 2012).
Penelitian lain di Cina yang meneliti hubungan IMT dengan kejadian inkontinensi urin juga menunjukkan hal yang sama, yaitu IMT 28 (Obese) memiliki risiko lebih besar dibanding IMT 24 (normal dan underweight)yaitu sebesar 1,7 kali (OR=1,7(1,2-2,5)) (Manuscript 2012b). Hasil data pada tabel 4 juga diperkuat dengan penelitian Oliviera dan kawan tentang sosio-demografik variabel termasuk indeks masa tubuh dengan kejadian inkontinensi urin pada wanita hamil. Hasil tersebut menunjukkan overweight dan obesitas pada wanita hamil secara signifikan meningkatkan terjadinya inkontinensi urin pada wanita hamil yaitu masing – masing sebanyak 2,13 kali (OR = 2,13(1,15-3,98)) dan 4,22 kali (OR = 4,22(2,09-8,54)) dibanding wanita hamil yang memiliki IMT ideal (Oliveira et al. 2013).
Hasil dari beberapa penelitian lain menunjukkan kesesuaian dengan hasil pada tabel 4, ini berarti terbukti bahwa obesitas merupakan faktor kuat atau faktor risiko terjadinya inkontinensi urin, dan underweight merupakan faktor lemah atau faktor protektif terjadinya inkontinensi urin.
Untuk mendukung hubungan IMT dengan terjadinya inkontinensi urin maka perlu dilakukan stratifikasi terhadap usia kehamilan, karena menurut penelitian Sangsawang yang dilakukan pada tahun 2013 menyatakan bahwa usia kehamilan yang semakin besar saat pengukuran akan mempengaruhi hasil diagnosis inkontinensi, karena usia kehamilan yang besar akan semakin meningkatkan tekanan intra abdomen sehingga terjadinya inkontinensi urin lebih sering ditemui. Dengan dasar tersebut maka dilakukan stratifikasi usia kehamilan untuk menentukan apakah usia kehamilan merupakan faktor perancu atau mempengaruhi hasil hubungan IMT dengan kejadian inkontinensi urin.
Setelah dilakukan analisis dengan memasukkan usia kehamilan sebagai faktor perancu, didapatkan pada usia kehamilan <= 24 minggu obese masih memiliki risiko tertinggi terjadinya inkontinensi urin dibanding IMT yang lain (OR = 3,088 ± (0,739 - 12,91)), sedangkan underweight merupakan faktor risiko terendah (OR= 0,494 ± (0,127 - 1,928)). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Brown dan kawan pada tahun 2010 dimana pada usia kehamilan <= 24 minggu obese juga merupakan faktor risiko tertingi terjadinya inkontinensi urin dibandingkan IMT yang lain (OR= 2,0 ± (1,2 – 3,2)), namun berbeda untuk faktor risiko terendahnya, dimana pada penelitian Brown 2010 IMT kategori over sebagai faktor risiko terendah (OR= 1,1 ± (0,7 – 1,7)).
Sementara itu pada usia kehamilan di atas 24 minggu, pada penelitian ini semua kategori IMT menjadi faktor risiko terjadinya inkontinensi urin dibandingkan yang IMT ideal, dengan risiko tertinggi terjadi pada IMT underweight (OR= 2,178 ± (0,332 - 14,277)) dan obese (OR= 2,114 ± (0,814 - 5,486)), sedangkan pada penelitian Brown 2010 hanya obese (OR= 1,7 ± (1,1 - 2,5)) yang menjadi faktor risiko terjadinya inkontinensi urin dibandingkan ideal, sementara underweight (OR= 0,8 ± (0,5 – 1,3)) menjadi faktor pelindung dan overweight mempunyai risiko sama dengan ideal karena memiliki nilai OR 1,0. Perbedaan hasil ini terjadi karena pada penelitian saya responden sebagian besar berada pada trimester 3 atau usia kehamilan lebih dari 24 minggu, sedangkan pada penelitian Brown, responden tersebar merata pada tingkat usia kehamilannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usia kehamilan bukan merupakan faktor perancu hubungan antara IMT terhadap terjadinya inkontinensi urin (Brown et al. 2010).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
1. Prevalensi inkontinensi urin pada wanita hamil di kota Ternate cukup tinggi yaitu 29,1% dari 227 responden. Inkontinensi jenis urgensi dan campuran adalah jenis inkontinensi urin yang paling banyak ditemui yaitu masing – masing sebesar 37,9% dari total penderita inkontinensi urin atau 11% dari total responden, sementara itu jenis inkontinensi stress paling sedikit ditemui yaitu 24,2% dari total penderita inkontinensi atau 7,1% dari total responden.
2. Ada hubungan antara inkontinensi urin dengan indeks masa tubuh wanita hamil di kota Ternate dimana pada wanita hamil dengan obese terjadi inkontinensi urin 2,167 (95%CI=1,008 - 4,656) kali lebih banyak dibandingkan dengan wanita hamil dengan IMT ideal dan bermakna secara statistik (p 0,05) dengan nilai p = 0,045. Wanita hamil dengan IMT underweight terjadi inkontinensi urin lebih sedikit yakni 0,790 (95%CI=0,271 - 2,302) kali dibanding wanita hamil dengan IMT ideal, namun tidak bermakna secara statistik (p>0,05) dengan nilai p = 0,665. Sementara itu untuk IMT overweight tidak ada perbedaan bermakna.
3. Usia kehamilan bukan merupakan faktor perancu hubungan antara indeks masa tubuh ibu hamil dengan terjadinya inkontinensi urin karena tidak ada perubahan yang signifikan dari nilai OR sebelum distratifikasi dan setelah distratifikasi dengan usia kehamilan.
V.2 Saran
1. Untuk Dinas Kesehatan Kota Ternate
Dengan mengetahui gambaran epidemiologi ibu hamil dengan inkontinensi urin diharapkan dapat memberikan masukan tentang rencana, evaluasi dan strategi pengelolahan program kesehatan ibu hamil yang telah diterapkan di wilayah Kota Ternate, sehingga dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan upaya kesehatan dan memberikan kajian ilmiah bagi para pengambil keputusan dan pemangku kepentingan untuk melindungi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, khususnya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup ibu hamil.
2. Untuk Peneliti
Dengan mengetahui hasil penelitian ini, diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhhi terjadinya inkontinensi urin pada kehamilan. Setelah mengetahui faktor-faktor risiko yang terkait diharapkan dapat dilakukan pencegahan dini. Penurunan risiko terjadinya inkontinensi urin pada kehamilan ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas hidup ibu hamil di Indonesia.
3. Untuk Masyarakat
Masyarakat khususnya di Kota Ternate diharapkan supaya lebih memperhatikan kondisi kesehatan dan kehamilan dengan rutin melakukan pemeriksaan antenatal dan melaporkan ke petugas kesehatan setempat jika ada masalah kesehatan yang dialami sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan ibu hamil.
Daftar Pustaka
Arnold, L.R. et al., 2009. Gambaran Inkontinensia Urin pada Wanita Gemuk di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. , pp.1–21.
Bradley, C.S. et al., 2011. NIH Public Access. , 29(5), pp.727–734.
Brown, S.J. et al., 2010. Urinary incontinence in nulliparous women before and during pregnancy: prevalence, incidence, and associated risk factors. International urogynecology journal, 21(2), pp.193–202.
Bump, R. et al., 1992. Obesity and lower urinary tract function in women: effect of surgically induced weight loss. Am J Obstet Gynecol, 167(2), pp.392–397.
Hilton, P. & Dolan, L., 2004. Pathophysiology of urinary incontinence and pelvic organ prolapse. Br J Obstet Gynaecol, 111(Supplement s1), pp.5–9.
Iman, B. susanto, 2004. Definisi Klasifikasi dan Panduan Tatalaksana Inkontinensia Urine. In 3rd International Consultation on Incontinence Monaco. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Iman, S., 2008. Inkontinensia Urin pada Perempuan. Majalah Kedokteran Indonesia, 58(7), pp.258–264.
Johnson, S.M. & Chan, P.D., 2006. Gynecologic Surgical History, California: Current Clinical Strategies Publishing.
Kammerer-doak, D. & Abed, H., 2007. Urinary Incontinence * Rarely : Often : , 32(March), pp.48–49.
Liang, C. et al., 2012. Lower urinary tract symptoms in primiparous women before and during pregnancy. Arch Gynecol Obstet, 285(5), pp.1205–1210.
López, M., Ortiz, A.P. & Vargas, R., 2009. Prevalence of urinary incontinence and its association with body mass index among women in Puerto Rico. Journal of women's health (2002), 18(10), pp.1607–14.
Lue, T.F. & Tanagho, E.A., 2008. Urinary Incontinence. In E. A. Tanagho, A. J. Bella, & T. F. Lue, eds. Smith's General Urology. New York: McGrawHill, pp. 486–502.
Manuscript, A., 2012a. NIH Public Access. , 20(10), pp.1655–1662.
Manuscript, A., 2012b. NIH Public Access. , pp.1–11.
Millennium, T. & Goals, D., 2012. The Millennium Development Goals Report 2012.
Mishra, G.D. & Hardy, R., 2012. Europe PMC Funders Group Body weight through adult life and risk of urinary incontinence in middle aged women : results from a British prospective cohort. , 32(9), pp.1415–1422.
Morkved, S. et al., 2004. Pelvic floor muscle strength and thickness in continent and incontinent nulliparous pregnant women. Int Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct, 15(6), pp.384–389.
Oliveira, C. De et al., 2013. Urinary incontinence in pregnant women and its relation with socio-demographic variables and quality of life. Revista da Associação Médica Brasileira (1992), 59(5), pp.460–6. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24080345 [Accessed July 4, 2014].
Prabhu, S.A. & Shanbhag, S.S., 2013. Prevalence and risk factors of urinary incontinence in women residing in a tribal area in maharashtra, India. Journal of research in health sciences, 13(2), pp.125–30. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24077468.
Rosevear, S.K., 2002. Handbook of Gynaecology Management 1st ed., Great Britain: Blackwell Science.
Sangsawang, B. & Sangsawang, N., 2013. Stress urinary incontinence in pregnant women: a review of prevalence, pathophysiology, and treatment. International urogynecology journal, 24(6), pp.901–12.
Santiagu, S., Mohan, A. & Audrey, W., 2008. Urinary Incontinence Pathophysiology and Management Outline. Australian Family Physician, 37(3), pp.1–5.
Siti, S. & Putu, D.I., 2006. Inkontinensia Urin dan Kandung Kemih Hiperaktif. In A. W. Sudoyo, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp. 1392–1399.
Steinar Hunskaar, 2005. Epidemiology of Urinary Incontinence. In H.-D. Becker et al., eds. Urinary and Fecal Incontinence. New York: Springer, pp. 1–10.
Wesnes, S.L. et al., 2010. Urinary incontinence and weight change during pregnancy and postpartum: a cohort study. American journal of epidemiology, 172(9), pp.1034–44. Available at: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=2962255&tool=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed June 16, 2014].
Wijma, J. et al., 2001. Anatomical and functional changes in the lower urinary tract during pregnancy. Br J Obstet Gynaecol, 108(7), pp.726–732.
Lampiran
Lampiran 1. Form Anamnesis
KUESIONER 1: FORM ANAMNESISKUESIONER 1: FORM ANAMNESIS
KUESIONER 1: FORM ANAMNESIS
KUESIONER 1: FORM ANAMNESIS
No RespondenNo Responden
No Responden
No Responden
IDENTITAS:
Nama
:
Alamat dan kontak
:
Usia ibu
:
Pekerjaan suami
:
Pendidikan Ibu
:
Pekerjaan Ibu
:
Usia Suami
:
Pendidikan suami
:
Kebiasaan/Pola hidup
Kebiasaan merokok
Bila ya, berapa batang rokok dihabiskan dalam 24 jam?
1. Ya 2. Tidak
………………………..
Riwayat Obstetri
Paritas
: G….P… A…
Lampiran 2. Form Diagnosis Inkontinensi Urin
Apakah saat hamil ini Anda pernah mengompol (walau hanya beberapa tetes), berkemih secara tidak sadar, atau basahnya celana dalam secara tidak sadar karena urin, saat:
Saat batuk atau bersin?
0 1 2 3 4 5
Saat membungkuk ke depan atau mengangkat sesuatu?
0 1 2 3 4 5
Ketika berjalan dengan cepat, berolah raga, atau jogging?
0 1 2 3 4 5
Saat sedang membuka celana/celana dalam saat akan berkemih?
0 1 2 3 4 5
Pernahkah saat hamil ini Anda merasa sangat tidak nyaman dan rasa sangat ingin berkemih dan Anda kemudian mengompol?
0 1 2 3 4 5
Apakah saat hamil ini Anda pernah terburu-buru karena rasa ingin berkemih yang kuat dan tidak tertahankan?
0 1 2 3 4 5
0: tidak pernah sama sekali, 1: hampir tidak pernah, 2: jarang, 3: kadang-kadang, 4: sering, 5: selalu
Lampiran 3. Form Riwayat Inkontinensi Urin
Apakah Anda merasa harus segera berkemih jika kandung kemih Anda penuh?
YA TIDAK
Apakah dengan melihat, medengar, atau dialiri air membuat anda ingin berkemih?
YA TIDAK
Pernahkah Anda mengompol pada posisi Anda berbaring?
YA TIDAK
Saat Anda berkemih, bisakah Anda menghentikan aliran urin tersebut secara tiba-tiba?
YA TIDAK
Apakah Anda mempunyai kesulitan dalam memulai mengeluarkan urin?
YA TIDAK
Apakah Anda memiliki permasalah berkemih ketika masih anak-anak?
YA TIDAK
Apakah masih ada urin Anda yang menetes setelah Anda berkemih?
YA TIDAK
Apakah Anda merasa nyeri saat berkemih?
YA TIDAK
Apakah Anda mengompol saat tidur?
YA TIDAK
Sebelum mengompol, apakah Anda merasa sangat ingin kencing?
YA TIDAK
Apakah Anda mengenakan popok?
YA TIDAK
Pernahkah Anda menjalani pengobatan untuk masalah ini?
YA TIDAK
(jika ya, tuliskan pengobatan apa saja yang Anda pernah lakukan. Contohnya: obat minum, latihan otot, senam, penggunaan alat).
Tipe pengobatan Tahun
Berapa kali Anda berkemih selama siang hari? ________ kali
Berapa kali Anda terbangun dari tidur untuk berkemih? ________ kali
Apakah setelah berkemih Anda merasa kandung kemih Anda benar-benar kosong?
YA TIDAK
16. Seberapa terganggukah Anda dengan gangguan berkemih Anda ini? (0: tidak sama sekali, 10: sangat terganggu)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lampiran 4. Form Faktor Risiko
Pernahkah Anda dipasangi kateter karena Anda tidak bisa berkemih?
YA TIDAK
Pernahkah uretra Anda dilebarkan atau diregangkan?
YA TIDAK
Apakah Anda rutin melakukan senam kegel?
YA TIDAK
Apakah Anda merasakan adanya benjolan yang keluar dari vagina atau pada vagina?
YA, deskripsikan ukuran _________, sejak tahun _____
TIDAK
Apakah Anda memiliki penyakit-penyakit di bawah ini? Tandai penyakit yang Anda miliki/pernah miliki
Cedera punggung
Batuk kronis
Depresi (mudah stress atau berobat ke dokter jiwa/psikolog)
Tumor
Nyeri kepala
Artritis
Stroke
Prolaps organ
Lainnya:
Tuliskanlah SEMUA obat yang sedang ataupun pernah Anda konsumsi selama 6 bulan terakhir ini, lingkarilah obat yang SEDANG Anda konsumsi sekarang?
__________________________________________________________________________________________________________________