Universitas Indonesia Peran Keuangan Negara dalam Pembangunan Bangsa
Keuangan Negara
Nama : Sarah Khanita NPM : 1206275805
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Program Ilmu Administrasi Fiskal DEPOK 2014
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1. 1
Latar Belakang Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia menjadi sorotan utama bagi pemerintah
dalam menangani permasalahan yang ada di Indonesia. Indonesia sebagai negara yang memiliki penduduk usia produktif yang paling tinggi di ASEAN dengan jumlah penduduk yang saat ini telah mencapai 255,5 juta atau 40,3 persen dari total jumlah penduduk ASEAN semestinya dapat menggerakan sumber daya manusianya untuk berinovasi dan berpikir kreatif menciptakan suatu hal baru yang dapat membangun bangsanya1. Potensi dalam bidang sumber daya manusia ini dapat dijadikan bekal untuk mencapai perekonomian negara yang lebih baik lagi, diharapkan nantinya pada tahun 2019, Indonesia dapat menjadi middle income country. Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduknya yang sangat banyak tentunya perlu mempunyai suatu strategi yang efektif dalam membangun bangsanya agar dapat mencapai pengharapannya untuk menjadi middle income country pada tahun 2019. Hal ini jika kita telusuri lebih lanjut, akan terdapat suatu keterkaitan dengan pendapatan serta pengeluaran negara yang dimana hal tersebut merupakan dua komponen penting dalam keuangan negara. Keuangan negara merupakan suatu pengelolaan ekonomi pemerintahan dalam menyediakan, mendistribusikan serta mengalokasikan barang dan jasa. Keuangan negara dalam ekonomi pemerintahan memiliki peranan yang sangat penting dalam membangun bangsa. Peranan tersebut terbagi menjadi dua kelompok yaitu peran keuangan negara dalam jangka pendek dan jangka panjang. Peran keuangan negara dalam jangka menengah disini memiliki keterkaitan dengan pengeluaran publik yang dimana pengeluaran publik tersebut diperlukan untuk membangun masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera, sedangkan peran keuangan negara dalam jangka panjang adalah meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak dan non-migas.
1
http://www.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=1106
2
BAB 2 KERANGKA KONSEPTUAL
2.1
Definisi Keuangan Negara Keuangan negara adalah keseluruhan tatanan, perangkat, kelembagaan, dan
kebijaksanaan penganggaran negara yang meliputi pendapatan dan belanja negara. Sumber sumber pendapatan negara dibedakan atas penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan yang merupakan pinjaman dan bantuan luar negeri. Penerimaan dalam negeri terdiri atas penerimaan minyak bumi dan gas alam dan penerimaan di luar migas, yang terutama bersumber dari penerimaan pajak. Anggaran belanja negara terdiri atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Selisih antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin merupakan tabungan pemerintah. Dana yang terkumpul melalui tabungan pemerintah dan penerimaan pembangunan merupakan dana pembangunan pemerintah.2 Bambang Kusmato menggunakan istilah public finance dalam menjelaskan keuangan negara yang dimana hal tersebut diinterpretasikan dalam arti sempit yakni government finance. Government (pemerintah) digambarkan sebagai segala kegiatan pemerintah dalam mencari sumber-sumber dana (source of fund) dan kemudian dana-dana tersebut dapat digunakan (use of fund) untuk mencapai tujuan-tujuan pemerintah tertentu, jadi secara singkat keuangan negara mencerminkan kegiatan pemerintah yang berada didalam sektor publik bukan dalam sektor swasta. (Bambang kusmato, dkk, 1992:2). Selain itu, definisi keuangan negara juga termaktub didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 yang pada Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Perumusan keuangan negara menggunakan beberapa pendekatan, yaitu: pendekatan dari sisi obyek, pendekatan dari sisi subyek, pendekatan dari sisi proses, dan pendekatan dari sisi 2
http://www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/8707/1728/
3
tujuan. Dari sisi obyek Keuangan Negara akan meliputi seluruh hal dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, di dalamnya termasuk berbagai kebijakan dan kegiatan yang terselenggara dalam bidang fiskal, moneter dan/atau pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Selain itu segala sesuatu dapat berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek, keuangan negara meliputi negara, dan/atau pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Keuangan Negara dari sisi proses mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek di atas mulai dari proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Terakhir, keuangan negara juga meliputi seluruh kebijakan, kegitan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara, pendekatan terakhir ini dilihat dari sisi tujuan.3
2.2
Ruang Lingkup Keuangan Negara Ruang lingkup keuangan negara sesuai dengan pengertian keuangan negara pada pasal 1
ayat 1 diuraikan dalam Pasal 2 UU No. 17/2003 meliputi: a. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; c. Penerimaan Negara; d. Pengeluaran Negara; e. Penerimaan Daerah; f. Pengeluaran Daerah; g. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara atau daerah; 3
Suminto. Makalah sebagai Bahan Penyusunan Budget in Brief 2004 (Ditjen Anggaran, Depkeau) : “Pengelolaan APBN dalam Sistem Manajemen Keuangan Negara” 4
h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas secara ringkas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi enam fungsi, yaitu: a. Fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal. Fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal ini meliputi penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN, serta perkembangan dan perubahannya, analisis kebijakan, evaluasi dan perkiraan perkembangan ekonomi makro, pendapatan negara, belanja negara, pembiayaan, analisis kebijakan, evaluasi dan perkiraan perkembangan fiskal dalam rangka kerjasama internasional dan regional, penyusunan rencana pendapatan negara, hibah, belanja negara dan pembiayaan jangka menengah, penyusunan statistik, penelitian dan rekomendasi kebijakan di bidang fiskal, keuangan, dan ekonomi. b. Fungsi penganggaran. Fungsi ini meliputi penyiapan, perumusan, dan pelaksanaan kebijakan, serta perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, prosedur dan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang APBN. c. Fungsi administrasi perpajakan. d. Fungsi administrasi kepabeanan. e. Fungsi perbendaharaan. Fungsi perbendaharaan meliputi perumusan kebijakan, standard, sistem dan prosedur di bidang pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara, pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah serta akuntansi pemerintah pusat dan daerah, pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara, pengelolaan kas negara dan perencanaan penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan utang dalam negeri dan luar negeri, pengelolaan piutang, pengelolaan barang milik/kekayaan negara (BM/KN), penyelenggaraan akuntansi, pelaporan keuangan dan sistem informasi manajemen keuangan pemerintah. f. Fungsi pengawasan keuangan. 5
Sementara itu, bidang moneter meliputi sistem pembayaran, sistem lalu lintas devisa, dan sistem nilai tukar. Adapun bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan meliputi pengelolaan perusahaan negara/daerah.
2.3
Asas-Asas Pengelolaan Keuangan Negara Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara,
pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara professional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945. Sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945 tersebut, UU No. 17/2003 menjabarkannya ke dalam asas-asas umum yang telah lama dikenal dalam pengelolaan kekayaan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan dan asas spesialitas; maupun asasasas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain: akuntabilitas berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
2.4
Kekuasaan atas Keuangan Negara Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan
negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan (Pasal 6 UU No. 17/2003). Pada dasarnya Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Sebagian kekuasaan itu diserahkan kepada Menteri Keuangan yang kemudian berperan sebagai pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan negara dalam kekayaan negara yang dipisahkan. Sebagian kekuasaan lainnya diberikan kepada menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran/pengguna barang lembaga/kementrian yang dipimpinnya. Jika Presiden memiliki fungsi sebagai Chief Executive Officer (CEO) maka Menteri Keuangan berperan dan berfungsi sebagai Chief Financial Officer (CFO) sedangkan menteri/pimpinan lembaga berperan sebagai Chief Operating Officers (COOs). Hubungan tersebut tergambar seperti pada gambar 1.
6
Gambar 1: Delegasi wewenang kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden sebagai CEO
Menteri Teknis sebagai COO
Menteri Keuangan sebagai CFO
Pemisahan fungsi seperti di atas dimaksudkan untuk membuat kejelasan dan kepastian dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab. Sebelumnya fungsi-fungsi tersebut belum terbagi secara tegas sehingga seringkali terjadi tumpang tindih antar lembaga. Pemisahan ini juga dilakukan untuk menegaskan terlaksananya mekanisme checks and balances. Selain itu, dengan fokusnya fungsi masing-masing kementrian atau lembaga diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme di dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah. Menteri Keuangan dengan penegasan fungsi sebagai CFO akan memiliki fungsi-fungsi antara lain: 1. Pengelolaan kebijakan fiskal; 2. Penganggaran; 3. Administrasi Perpajakan; 4. Administrasi Kepabeanan; 5. Perbendaharaan (Treasury); dan 6. Pengawasan Keuangan. Seperti halnya pemerintah pusat, pengelolaan keuangan daerah juga menggunakan pendekatan pembagian fungsi yang tidak berbeda. Gubernur/Bupati/Walikota akan memiliki fungsi sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan Keuangan Daerah atau CEO, dinas-dinas sebagai COO, dan pengelola Keuangan Daerah sebagai CFO. 7
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1
Peran Keuangan Negara Jangka Menengah Apabila kita berbicara mengenai pengeluaran publik, hal tersebut tentunya berhubungan
dengan pengeluaran negara yang telah dianggarkan didalam APBN. Pengeluaran publik merupakan salah satu elemen yang ada didalam keuangan negara itu sendiri. Berkenaan dengan peran keuangan negara dalam jangka menengah, kita dapat mengambil dua contoh mengenai tujuan dari pengeluaran publik di sektor kesehatan dan pendidikan yang dimana kedua hal ini dapat juga menjadi peran keuangan negara dalam jangka menengah. 3.1.1
Meningkatnya Umur Harapan Hidup Tinggi redahnya kualitas sumber daya manusia dalam suatu negara salah satunya
dapat diukur oleh baik atau buruknya tingkat kesehatan penduduknya yang dimana hal tersebut berimplikasi terhadap umur harapan hidup seseorang. Jika kita tinjau kembali, peningkatan umur harapan hidup masyarakat dalam suatu negara dapat bergantung terhadap bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah kepada masyarakatnya. Selain itu, adanya anggaran pelayanan kesehatan di Indonesia yang diatur dalam UU No 36 tahun 2009 menunjukkan kepada kita bahwa terdapat besar anggaran kesehatan pemerintah pusat yang dialokasikan minimal sebesar 5 persen dari APBN di luar gaji, dan besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi dan Kabupaten/Kota yang dialokasikan minimal sebesar 10 persen dari APBD di luar gaji. Anggaran belanja fungsi kesehatan yang dimaksud pada UU No. 36 tahun 2009 ditujukan untuk meningkatkan kesehatan rakyat. Menurut data yang berada didalam Nota Keuangan dan Rancangan Anggaaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2014 Republik Indonesia, dalam kurun waktu 2008-2013, anggaran belanja fungsi kesehatan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 4,5 persen per tahun, dari Rp14,0 triliun pada tahun 2008, menjadi sebesar Rp17,5 triliun pada tahun 2013. Selanjutnya,
8
anggaran belanja pemerintah pusat yang dialokasikan melalui fungsi kesehatan terdiri atas beberapa subfungsi, yaitu: (1) subfungsi obat dan perbekalan kesehatan (11,5 persen terhadap fungsi kesehatan) (2) subfungsi pelayanan kesehatan perorangan (60,1 persen) (3) subfungsi pelayanan kesehatan masyarakat (12,3 persen) (4) subfungsi kependudukan dan keluarga berencana (9,5 persen) (5) subfungsi Litbang kesehatan (1,7 persen) (6) subfungsi kesehatan lainnya (4,9 persen) 3.1.2
Meningkatnya Masyarakat Berpendidikan dan Berketrampilan Kebijakan Pembangunan Bidang Pendidikan diarahkan terutama untuk: (1)
meningkatkan kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang merata; (2) meningkatkan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan menengah universal; (3) meningkatkan kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan tinggi; (4) meningkatkan profesionalisme dan pemerataan distribusi guru dan tenaga kependidikan; (5) memantapkan pelaksanaan sistem pendidikan nasional; (6) meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen pelayanan pendidikan; dan (7) memperkuat tata kelola pendidikan untuk mendukung upaya peningkatan mutu pelayanan pendidikan, yang berdampak pada perbaikan kinerja pendidikan nasional.
Sasaran pembangunan bidang pendidikan dalam RPJMN 2010-2014 adalah meningkatnya akses dan pemerataan pendidikan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, yang diindikasikan oleh peningkatan rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas, penurunan angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas, peningkatan angka partisipasi murni (APM), dan peningkatan angka partisipasi kasar (APK) di seluruh jenjang pendidikan. Pembangunan pendidikan hingga tahun 2012 telah mampu meningkatkan taraf pendidikan masyarakat, bahkan capaian beberapa indikator telah melampaui target yang ditetapkan dalam RPJMN 2010-2014. Hal ini merupakan salah satu pencapaian pemerintah dalam bidang pendidikan yang dimana juga
9
dapat dikatakan sebagai salah satu peran dari keuangan negara itu sendiri untuk mewujudkan masyarakat yang berpendidikan dan berketrampilan.
3.2
Peran Keuangan Negara Jangka Panjang Pada prinsipnya peran dari keuangan negara tidak hanya meliputi peran keuangan negara
dalam jangka menengah saja namun juga dalam jangka panjang. Berbeda dari peran keuangan negara dalam jangka menengah, peran keuangan negara dalam jangka panjang lebih mengutamakan aspek penerimaan atau pendapatan negara yang dimana dalam hal ini lebih ditekankan kepada peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak dan non-migas. 3.2.1
Peningkatan Penerimaan Negara dari Sektor Pajak Pajak merupakan salah satu komponen paling esensial dalam pemasukan negara
yang dimana hingga saat ini pajak masih menjadi penyumbang terbesar kas negara. Peningkatan pendapatan dari sektor pajak merupakan salah satu hal yang ingin dicapai oleh pemerintah karena pada dasarnya kebutuhan bangsa dapat tercukupi dari pajak yang dibayarkan oleh rakyatnya namun sayangnya hingga saat ini masih terdapat banyak oknum yang tidak bertanggung jawab dalam menjalankan kewajibannya kepada negara untuk membayar pajak. Di sisi anggaran pendapatan, penerimaan dalam negeri selama tahun 1970-an sampai dengan awal tahun 1980-an sangat dipengaruhi oleh penerimaan migas, sebagai akibat meningkatnya harga minyak bumi. Namun pada awal Repelita IV pemerintah mengantisipasi turunnya peranan penerimaan migas dan bantuan luar negeri dalam pembiayaan pembangunan, oleh karena itu dilakukan pembaruan sistem perpajakan dengan prinsip kesederhanaan, kepastian dan pemerataan. Tujuan pembaruan perpajakan adalah meningkatkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan nasional. Prinsip ini menetapkan pajak sendiri, dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, memberikan kepercayaan dan tanggungjawab besar kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban pajaknya. Selain itu, jumlah jenis pajak juga disederhanakan dengan mengelompokkan pajak pendapatan, pajak perseroan, menghitung 10
pajak orang (MPO) dan pajak bunga, dividen, dan royalti (PBDR) menjadi pajak penghasilan, dan pajak penjualan, pajak penjualan impor menjadi pajak pertambahan nilai, serta Ipeda, pajak kekayaan menjadi pajak bumi dan bangunan. Pada dasarnya pelaksanaan kebijaksanaan perpajakan sejak Repelita IV dipusatkan pada usaha-usaha untuk menyempurnakan mekanisme pelaksanaan agar sistem perpajakan menjadi makin efektif, sederhana dan adil. Penerimaan pajak yang paling utama bersumber dari tiga jenis pajak yakni pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak bumi dan bangunan (PBB). Sementara itu, penerimaan bea masuk dan cukai juga merupakan komponen yang penting dalam penerimaan pajak.
3.2.2
Peningkatan Penerimaan Negara dari Sektor Non-Migas Peran keuangan negara dalam jangka panjang selain meningkatkan penerimaan
negara dari sektor pajak juga dibutuhkan dalam sektor lainnya seperti non-migas. Hal ini dapat berdampak positif agar penerimaan negara dari sektor pajak dapat diimbangi juga dengan penerimaan negara dari sektor non-migas yang dimana penerimaan dalam sektor ini lebih berpotensi dalam jangka panjang jika dibandingkan penerimaan negara dalam sektor migas. Peningkatan penerimaan negara dari sektor non-migas diharapkan dapat berkembang pesat nantinya, hal tersebut tentunya juga dibarengi oleh upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah seperti penertiban administrasi dan pemungutan berbagai penerimaan yang diterima oleh departemen atau lembaga negara nondepartemen sehubungan dengan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, serta melakukan daya guna dalam pengoperasian badan usaha milik negara (BUMN). Penerimaan dalam sektor non-migas diharapkan dapat terus meningkat karena kita tidak dapat bergantung terhadap penerimaan negara dari sektor migas yang dimana seperti yang kita ketahui pada tahun 1987 harga minyak mulai merosot sehingga penerimaan dalam sektor migas juga ikut menurun.
11
BAB 4 KESIMPULAN Keuangan negara sebagai salah satu elemen penting dalam pembangunan bangsa memiliki keterkaitan yang bersifat luas dan umum dalam sisi pengeluaran dan pendapatan negara. Selain itu, jika kita berbicara mengenai keuangan negara, kita tak dapat lepas dari pembahasan mengenai suatu anggaran belanja negara beserta keterkaitannya dengan sektor publik yang ada didalam suatu negara. Mengutip ulang tentang definisi keuangan negara menurut Bambang Kusmato yang dimana keuangan negara mencerminkan kegiatan pemerintah yang berada didalam sektor publik, secara tidak langsung hal ini merepresentasikan tindakan yang telah diambil pemerintah dalam membangun bangsanya dengan menggunakan dana yang dimiliki oleh negara itu sendiri. Indonesia dengan label sebagai negara berkembang dan memiliki jumlah penduduk usia produktif terbanyak di Asean dirasa perlu untuk menjadikan hal ini sebagai motivasi agar dapat berkembang dan bergerak maju kedepan kearah yang lebih baik lagi. Pencapaian tersebut dapat kita rasakan apabila kesejahteraan serta kemakmuran bangsa sudah terjamin oleh negara dengan menggunakan sumber-sumber dana yang berasal dari negara. Pengelolaan dana tersebut menjadi salah satu tonggak efektivitas pengelolaan keuangan negara yang dimana keuangan negara itu sendiri memiliki peranan penting bagi pembangunan bangsa, baik itu bersifat langsung maupun tidak langsung. Peran keuangan negara yang menjadi salah satu poin penting dalam pembangunan bangsa secara garis besar dapat kita klasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu peran keuangan negara dalam jangka menengah dan jangka panjang. Peran keuangan negara dalam jangka menengah disini berkaitan dengan pengeluaran negara yang dimana hal tersebut juga memiliki keterikatan dengan anggaran belanja negara yang sudah ditetapkan, salah satu poin peran keuangan negara dalam jangka menengah ini adalah meningkatnya umur harapan hidup dan meningkatnya masyarakat yang berpendidikan dan berketrampilan. Sedangkan, peran keuangan negara dalam jangka panjang adalah meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak dan non-migas.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://www.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=1106 diakses pada hari Minggu tanggal 18 May 2014 pukul 17.00 http://www.bphn.go.id/data/documents/sumber-sumber_keuangan_negara.pdf diakses pada hari Minggu tanggal 18 May 2014 pukul 18.00 http://www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/8707/1728/ diakses pada hari Senin tanggal 19 May 2014 pukul 19.00 Suminto. Makalah sebagai Bahan Penyusunan Budget in Brief 2004 (Ditjen Anggaran, Depkeu) : “Pengelolaan APBN dalam Sistem Manajemen Keuangan Negara” Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014
13