MAKALAH “SUMBANGSIH MUHAMMMADIYAH DALAM PEMBANGUNAN BANGSA” DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN SEMESTER VI
Oleh: BAHARUDD BAHA RUDDIN IN MARTO M ARTO ,A.M ,A.Ma a Nim: 10540 6035 11 Gelombang II Kelas.L
PPKHB FKIP UNISMUH MAKASSAR
KATA PENGANTAR Puji syukur syukur kami panjatkan panjatkan kepada kepada Allah SWT ,karena ,karena dengan limpahan rahmat dan hidayahNya akhirnya makalah ini dapat kami selesaikan
dengan
muhammadiyah
baik.
yang
Makalah
kami
ini
beri
membahas
judul
:
tentang
“SUMBANGSIH
MUHAMMMADIYAH DALAM PEMBANGUNAN BANGSA”. Kami Kami menyada menyadari ri bahwa bahwa tanpa tanpa bantuan bantuan dari berbagai berbagai pihak, pihak, penyusu penyusunan nan makalah makalah ini tidak tidak akan akan berjala berjalan n dengan dengan baik. baik. Untuk Untuk itu ,penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penu Penuli lis s
meny menyad adar arii
sepe sepenu nuhn hnya ya
bahw bahwa a
dala dalam m
penu penuli lisa san n
makalah ini masih jauh darikesempurnaan,oleh karena itu penulis menghar mengharapka apkan n kri kritik tik dan saran saran yang bersifat bersifat membangu membangun n demi kesempurnaan pada masa yang akan datang. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Sinjai, 10 januari 2012
Penulis
ABSTRAK Sifat Tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah sebenarnya tidak hanya sebatas pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang menempel pada tubuhnya, melainkan berbagai kehidupan
juga
termasuk
pembaharuan
upaya
cara-cara
bermasyarakat,
Muhammadiyah pelaksanaan
semacam
melakukan
Islam
memperbaharui
dalam cara
penyelenggaraan pendidikan, cara penyantunan terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta benda, cara pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan sholat Id dan pelaksanaan kurban dan sebagainya. Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian pemurnian dapat disebut purifikasi (purification) dan tajdid dalam pembaharuan dapat disebut reformasi (reformation). Dalam hubungan dengan salah satu ciri Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, maka Muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai Gerakan Purifikasi dan Gerakan Reformasi.
Sinjai, 10 januari 2012 Penulis
DAFTAR ISI Halaman
Halaman Judul......................................................................
i
Kata Pengantar....................................................................
ii
Abstraksi Makalah................................................................
iii
Daftar Isi ..............................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...................................................... BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kiprah Muhammadiyah......................................... 2.2 Usaha-usaha Muhammadiyah............................... 2.3 Program-program Muhammadiyah....................... BAB III KESIMPULAN 3.1 Kesimpulan........................................................... DAFTAR PUSTAKA.................................................................
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Wacana yang paling mutakhir yang kembali diproduksi negara setelah tumbangnya rezim Orde Baru adalah wacana masyarakat madani. Semua pejabat, dari pusat hingga daerah, menjadi latah untuk mengucapkan terma ini. Sehingga seolah-olah tidak lengkap jika dalam setiap pidato atau pesan moralnya, mereka tidak mengutip atau merujuk pada istilah masyaralat madani. Bahkan pada pemerintahan Habibie, pernah dibentuk tim Khusus yang mengkaji masyarakat madani
untuk dikonteks-tualisasikan
di
Indonesia, persisi seperti Orde Baru yang menciptakan mesin BP 7 untuk mendogmakan Pancasila. Kalau kita merujuk pada apa yang dituturkan MAS. Hikam dalam bukunya, Demokrasi dan Civil Society (1999), diskursus masyarakat madani dan civil society pada awalnya mulai ramai dibicarakan hanya terbatas pada kalangan aktivis gerakan prodemokrasi, LSM, danbeberapa
intelektual
kritis yang
mempunyai
keprihatinan
terjadap nasib bangsa ini. Dan hingga sementara ini, belum ada studi intensif yang secara masif menggali tantang contoh konkret dari upaya perwujudan cita-cita masyarakat madani dan civil society yang mengakar dalam dalam tradisi masyarakat Indonesia. Sebab
kebanyakan
mengandung
desire
intelektual dan
terjebak
imagination
pada
wacana
ketika
kontekstualisasi masyarakat madani dan civil society.
yang
melakukan
Menurut Muhadjir Darwin bahwa bangsa Indonesia merupakan pemerintahan
nirmanajemen.
Indonesia,
diibaratkan
dengan
sebuah kapal tanpa nahkoda yang terombang-ambing ditengah samudra karena banyak badai dan gelombang. Para penumpang didalamnya sedang ketakutan karena kapal yang ditumpangi akan karam. Agar selamat harus ada kesatuan langkah dari nahkoda dan para awak kapalnya
untuk
menyelamatkan
kapal
dan
para
penumpang nya. Tentu hal itu tidak akan terjadi karena nahkoda kapal sibuk dengan urusannya sendiri, demikian juga dengan para awak kapal lainnya juga tidak mau tahu dengan kondisi para penumpang yang seharusnya menjadi tanggungjawabnya untuk melindungi mereka. Indonesia memiliki pemerintahan tetapi tidak memiliki
manajemen
mengikuti
kemauannya,
pemerintah. bukan
Manajer
nerjalan
sendiri
mengerahkan seluruh
elemen
bangsa untuk menyelamatkan republik ini dari kebangkrutan moral. Rakyat yang setengah sekarat digiring kesuatu titik persoalan dan diseret
kepada
tindakan
serta
perilaku
elite
politik
yang
berlangsung tanpa mengedepankan etika. Bangsa Indonesia agaknya belum beranjak dari krisis. Masalahmasalah nasional seperti konflik dan keterpurukan ekonomi masih tetap melilit ditengah tingginya jumlah utang luar negeri Indonesia. Pemerintah dalam menyelesaikan krisis dan masalah nasional seakan-akan berjalan ditempat, dan tidak ada terobosan yang berarti. Para petinggi negara semakin sibuk menjamu tamu dan banyak melakukan kunjungan ”wisata” keluar negeri yang terkesan simbolik. Kegiatan semacam ini sangat menguras anggaran negara, apalagi
ditengah
kondisi
Indonesia
yang
sedang
penyembuhan” setelah beberapa kali dirundung bencana.
”masa
Apakah
bangsa
indonesia
mampu
keluar
dari
jurang
keterpurukan yang begitu dalam? Kenyataan ini sulit meyakinkan diri,
setidaknya
harapan
itu
masih
bercampur
dengan rasa
pesimisme yang tinggi. Disisi lain agenda reformasi belum mampu direalisasikan sepenuhnya, justru muncul kembali kaum konservatif dan aliran status quo yang cenderung membelokkan agenda mula reformasi. Krisis yang memprihatinkan adalah seputar erosi moral dalam
kehidupan
bermasyarakat,
berbangsa
dan
bernegara.
Berbagai kriminalitas, kemaksiatan, narkoba dan kekerasan disetiap lini kehidupan makin mengemuka secara gamblang. Praktik korupsi kolusi
dan
nepotisme
semakin
merajalela
disetiap
posisi
pemerintahan (pusat hingga daerah) yang memperkuat persepsi masyarakat bahwa budaya malu dan kehormatan para elite pemerintah telah hilang . Jika seperti ini kondisinya, mungkinkah akan terwujud masyarakat madani yang dicita-citakan selama ini? Berbagai
fenomena
krisisi
multidimensional
sebagaimana
dikemukakan diatas memberikan isyarat secara terang benderang tentang karakter kepemimpinan di Indonesia yang tidak relevan. Bangsa Indonesia saat ini dan masa depan membutuh kan kepemimpinan yang visioner dan mempu melakukan kebijakankebijakan yang bersifat partisipatoris. Kepemimpinan yang mampu membedah akar-akar permasalahan bangsa ini secara cerdas dan arif.
Kepemimpinan
yang
dinamis
dan
progresif
dengan
perencanaan dan perhitungan yang matang. Lebih jauh lagi bangsa Indonesia memerlukan kepemimpinan yang mampu menggerakkan seluruh lini masyarakat dan segenap potensi bangsa menuju Indonesia baru yang lepas dari krisis. Paradigma baru kebijakan publik bahwa dalam rangka mewujudkan
tatapemerintahan
yang
baik
(good
governance)
diperlukan
pelibatan dan partisipasi datin semua elemen masyarakat. Pihakpihak yang terlibat tersebut meliputi State (negara), Private Sectore (sektor swasta) dan Civil Society Organizations (masyarakat madani yang terorganisasi). Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam terbesar dan berumur lebih tua dari bangsa ini sangat wajar jika ikut berpartisipasi dalam memecahkan permasalahan bangsa ini. Dalam arti memberikan kontribusi yang riil terhadap masa depan bangsa Indonesia. Dapat kita lihat disetiap sudut kota maupun desa, lembaga Pendidikan Muhammadiyah -mulai dari TK, SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi Muhammadiyah- selalu mendominasi, bahkan melebihi lembaga pendidikan yang didirikan pemerintah. Sungguh suatu karya besar sumbangsih dalam mencerdaskan bangsa yang tidak bisa dilupakan begitu saja. Apalagi dalam sejarah,
beberapa
Hadikusumo
tokoh
merupakan
Muhammadiyah salah
satu
seperti
founding
Ki
Bagus
fathers
dalam
perumusan Piagam Jakarta yang nantinya akan dijadikan sebagai landasan
gerak
Muhammadiyah
bangsa tidak
ini.
pernah
Bahkan
dalam
ketinggalan
perjalanannya
dalam
merespon
perkembangan dinamika politik bangsa Indonesia. Sejarah membuktikan kiprah Muhammadiyah dalam kancah perpolitikan bangsa ini. Ketika kepimpinan Abdurrahman wahid yang menjadi Mendiknas adalah Dr H.A. Yahya Muhaimin (Ketua Pembina Pendidikan dan Kebudayaan PP Muhammadiyah), dalam pemerintahan Megawati Mendiknas dipegang oleh Prof. H.A. Malik Fajar (Wakil Ketua PP Muhammadiyah) dan saat ini kepemimpinan SBY mendiknas kembali diberikan kepada Muhammadiyah yaitu
Prof.
Bambang
Sudibyo
yang
juga
Jajaran Wakil
Ketua
PP
Muhammadiyah). Muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar yang ditujukan pada dua bidang yaitu perorangan dan masyarakat. Sebagai konsekuensi, komitmen tauhid tidak saja terbatas pada hubungan veretikal dengan Tuhan, melainkan juga mencakup hubungan horizontal dengan sesama manusia dan seluruh makhluk . Hubunganhubungan ini harus sesuai kehendak Allah yang memberikan visi kepada manusia tauhid untuk membentuk masyarakat madani (civil society) dan mengusahakan tegaknya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
BAB II PEMBAHASAN
A. KIPRAH MUHAMMADIYAH DALAM PEMBANGUNAN BANGSA kiprah muhammadiyah dalam pembangunan bangsa dapat ditinjau dari beberapa aspek : 1. Peran Politik Muhammadiyah pada Awal Kemerdekaan Indonesia Sejarah
telah
membuktikan
partisipasi
dan
keterlibatan
Muhammadiyah dalam dinamika perkembangan Indonesia dalam tataran lokal maupun nasional. Setelah Maklumat Pemerintah No.X/1945 dikeluarkan, banyak bermunculan partai-partai politik baru termasuk Masyumi
(Majelis Syuro
Muslimin Indonesia).
Masyumi didirikan pada tanggal 7 Nopember 1945 dalam sebuah Konggres
di
gedung
Madratsah
Mualimin
Muhammadiyah
Yogyakarta. Hampir semua organisasi Islam baik lokal maupun nasional mendukung kehadiran Masyumi sebagai satu-satunya partai Islam di Indonesia. Bahkan Muhammadiyah menjadi anggota Istimewa Masyumi . Disisi lain banyak juga tokoh Muhammadiyah yang duduk di BPUPKI seperti Abdul Kahar Muzakir dan Ki Bagus Hadikusumo. Menurut
Suwarno
dalam
tulisannya
yang
berjudul
“Muhammadiyah sebagai Oposisi: Studi tentang Perubahan Perilaku Politik Muhammadiyah Periode 1995-1998” mencatat beberapa kiprah dan inisiatif Muhammadiyah dan Amien Rais. Pertama, Muhammadiyah yang 33 tahun lebih tua usianya dari Republik ini tidak ada salahnya jika ikut urun rembug pada tahapan
perjalanan bangsa yang krusial sepeti suksesi. Bahkan hal itu dirasakan sebagai kewajiban moral bagi Muhammadiyah. Kedua, pada November 1994, Muhammadiyah menolak rencana Mendikbud Wardiman Djojonegoro yang akan memberlakukan lima hari sekolah. Muhammadiyah menyatakan bahwa rencana lima hari sekolah mengandung kerawanan agama, sosial politik, sehingga dapat mengganggu kelancaran pembangunan nasional. Ketiga, memasuki awal tahun 1997, Muhammadiyah yang terwakili Amien Rais membongkar skandal proyek tambang emas di Busang, Kalimantan Timur dan PT Freeport di Papua. Amien Rais menilai
bahwa
pembagian
keuntungan
dari
hasil
eksplorasi
tambang ini sama sekali tidak adil. Selain itu pertambangan juga merusakkan sistem ekologis, rusaknya jutaan hektar hutan tropis, dan semakin lebarnya jurang pemisah antara sikaya dan si miskin karena trickel down effect sama sekali tidak terjadi. Berbagai kritikan Amin Rais yang dinilai sangat keras, akhirnya menyebabkan pergesekan dan friksi dengan penguasa. Tindakan Amin Rais mendapat tanggapan serius dari Pemerintah.Amin Rais justru dituduh telah berbuat subversif dan sangat berbahaya. Padahal maksudnya jelas, ingin menyadarkan bangsa ini dari ketertindasan. Pernyataan kritis Amin Rais maupun Muhammadiyah merupakan aktualisasi dari matan kepribadian Muhammadiyah, yang berbunyi “Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar yang ditujukan pada dua bidang yaitu perorangan dan masyarakat”.
1. Pemasukan Tujuh Kata Piagam Jakarta dalam Amandemen UUD 1945 Menjelang Sidang Tahunan MPR RI Agustus 2000, muncul perdebatan di parlemen mengenai pencantuman Piagam Jakarta ke dalam Pembukaan UUD 1945. sidang Tahunan MPR tersebut membicarkan amandemen UUD 1945 pasal 29 ayat 1 tentang penegakan Syariat Islam sebagaimana tercantum dalam Piagam Jakarta yang disahkan oleh BPUPKI tanggal 22 Juni 1945. bunyi Piagam jakarta tersebut ialah: ...”Ketuhanan dengan Kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya,”. Fraksi di MPR yang menyetujui waktu itu adalah PBB, PPP dan Organisasi Persatuan Islam. Sedangkan Fraksi lain menolak, bahkan NU dan Muhammadiyah sebagai ormas Islam terbesar waktu itu juga menolak dimasukkannya tujuh kata dari Piagam Jakarta tersebut. Argumen yang kemukakan adalah formalisasi agama harus didukung oleh budaya dan kesadaran beragama, bukan semata tertulis
dalam
konstitusi.
Campur
tangan
negara
dalam
pelaksanaan syariat agama tertentu akan menimbulkan bahaya laten. Campurtangan seperti itu akan menimbulkan sejumlah distorsi atas pelaksdanaan agama itu sendiri dan politisasi agama untuk tujuan sesaat partai-partai yang sedang berkuasa. Apabila syariat Islam itu menjadi ketetapan dalam Konstitusi, maka akan ada
tuntutan
yang
sama
dari
agama
lain,
sehingga
akan
menimbulkan gesekan antarumat beragama yang mengancam kesatuan nasional. PP Muhammadiyah mengeluarkan Surat Edaran bernomor: 10/EDR/1.0/1/2002
yang
berjudul
:
“Penjelasan
Sikap
Muhammadiyah tentang Penegakan Syariat Islam dan Perubahan Pasal 29 UUD 1945” . Pendapat
Syafi’i
Ma’arif
yang
kemudian
disepakati
oleh
organisasi Muhammadiyah tersebut diatas, sebenarnya bukanlah penolakan (menafikan) penegakan syariat Islam di Indonesia, tetapi lebih pada perelevansian dengan realitas dilapangan. Apabila berdasarkan realitas sejarah, pelaksanaan Syariat Islam itu belum mungkin
diterapkan,
maka
tidak
boleh
dipaksakan
karena
bertentangan dengan sejarah. (Syarifah, 2004:101) 2. Penerimaan RUU Sisdiknas Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) sebagai pengganti UU No.2 Tahun 1989 telah dibicarakan sejak era Yahya Muhaimin. Muhammadiyah bersama MUI dan PBNU yang mendukung RUU ini menyatakan bahwa keberadaan RUU Sisdiknas ini sudah sangat menghargai pluralisme dan menghargai Hak Asasi Manusia. Pasal 12 ayat 1 butir a yang berbunyi :”Setiap peserta didik pada satuan pendidikan merupakan subjek dalam proses pendidikan yang berhak; mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”. Dalam rangka menindaklanjuti pemberlakuan UU Sisdiknas, Muhammadiyah
melakukan
kajian-kajian
baik
menyangkut
peraturan maupun penerapannya. Berkaitan dengan pelaksanaan UU Sisdiknas, PP Muhammadiyah menyiapkan tim khusus untuk melakukan kajian-kajian mengenai peraturan pemerintah serta penerapannya di lapangan. Langkah ini dilakukan agar draft Peraturan Pemerintah tentang Sisdiknas dapat menciptakan sistem
Pendidikan yang mencerdaskan anak bangsa, pro-pluralisme serta tidak menimbulkan kontroversi didalam masyarakat. 3. Pemberantasan Korupsi Salah
satu pendorong
keinginan
untuk
reformasi
berjalan
merajalela.
munculnya reformasi
memberantas delapan
Otonomi
korupsi.
tahun
daerah
Akan tetapi,
praktek
yang
1998 adalah
lahir
korupsi sebagai
setelah semakin koreksi
pemerintahan sentralisasi justru ikut menyebarluaskan praktik haram tersebut kesemua lini pemerintahan. Mengapa korupsi sulit
diberantas
hingga keakar-akarnya?
Pertanyaan ini menjadi persoalan yang hangat dikalangan pejabat yang masih bisa dikatakan “bersih”. Ada banyak faktor yang mempengaruhinya. Pertama, banyak pemimpin Indonesia yang mapan dengan kebiasaan korupsi. Kedua, kompetisi politik sangat lemah. Ketiga, sistem perwakilan proporsional dengan pembatasan yang berlaku bagoi partai politik peserta pemilu, membuat masingmasing politisi lebih bergantung pada pimpinan partai untuk kelangsungan hidup maupun keberhasilan politikinya ketimbang menyuarakan aspirasi rakyat pemilihnya. Umumnya orang menilai korupsi di lembaga pemerintahan disebabkan karena rendahnya gaji (upah), system rekruitmen, karier yang kolutif, lemahnya system pengawasan internal, dan sanksi yang tidak fungsional serta diperparah dengan system administrasi pemerintahan yang tidak transparan. Sementara system control eksternal (social control) seperti mekanisme pra-peradilan terbukti tidak bisa diharapkan banyak, dalam system peradilan yang korup .
Dalam kondisi seperti ini, Muhammadiyah – NU ikut serta menuntaskan permasalahan bangsa yang sedang mengalami multi krisis
ini.
Berkaitan
dengan
pemberantasan
korupsi,
Muhammadiyah-NU bekerjasama Kemitraan Bagi pembaharuan Tata Pemerintahan mendeklarasikan berdirinya “Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi”. Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi ini dideklarasikan pada hari Senin, 17 September 2003 di Pondok Pesantren Al Hikam, Malang Jawa Timur. Pada tanggal 15 Oktober 2003, Muhammadiyah dan NU menandatangani MoU (Memorandum of
Understanding)
atau
nota
kesepahaman
untuk
berkoalisi
membangun kerjasama pemantauan korupsi, mulai dari pemerintas pusat hingga daerah. Muhammadiyah dan NU sepakat menggunakan jaringannya masing-masing di daerah-daerah untuk memperketat pengawasan korupsi. Salah satu fokus kerjasama tersebut adalah memantau daftar calon legislatif dalm Pemilu 2004. koalisi Muhammadiyah dan NU berhasil menyerahkan daftar nama calon legislatif yang berdasarkan penelitian khusus tersebut terbukti telah melakukan praktik korupsi di masa lalu. Daftar tersebut akan diberikan pada Wakil Presiden waktu itu Hamzah Haz, untuk ditindak lnajuti. NU dan Muhammadiyah juga menyerukan pada para Da’i, aktivis dan kiainya untuk mengkampanyekan anti-korupsi di daerah-daerah masing-masing. 4. Penolakan RUU KRR Untuk mengatasi trauma masyarakat dan menjadikan bangsa Indonesia lebih damai di masa datang, DPR bersama Pemerintah melalui
Panitia
Khusus membuat
Rancangan
Undang-Undang
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR). Tugas pokok dari Pansus KKR adalah mengungkap kebenaran sejarah perjalanan bangsa Indonesia terutama berkaitan dengan pelanggaran HAM. Dalam rapat dengar pendapat umum pansus RUU KKR, kalangan perguruan tinggi kebanyakan menyetujui terbentuknya RUU KKR tersebut. Tanggapan lain muncul dari 3 organisasi keagamaan yaitu Dewan Dakwah Indonesia (DDI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah. Sehari sebelum rapat dengan pendapat umum Rabu 3 Desember 2003, ketiga organisasi keagamaan tersebut menyatakan penolakan terhadap terbentuknya RUU KKR. Mereka menilai keberadaan UU KKR tidak bisa memberikan jaminan terwujudnya rekonsiliasi. Bahkan RUU KKR tidak bisa direalisasikan sehingga khawatir justru menjadi sumber konflik baru yang malah menggangu
stabilitas
pilitik
dan
ekonomi.
Pengungkapan
kebenaran sejarah yang sering diwarnai kepentingan politik sangat rentan mendatangkan konflik yang lebih kompleks lagi. B. Usaha-usaha Muhammadiyah dalam mewujudkan pembangunan bangsa 1) Memajukan dan memperbaharui pendidikan dan kebudayaan, mengembangakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni seta mempergiat penelitian menurut tuntunan Islam. 2)
Menggembirakan
dan
membimbing
masyarakat
untuk
membangun dan memelihara tempat ibadah dan waqaf. 3) Membina dan menggerakkan angkatan muda, sehingga menjadi muslim yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama.
4) Membimbing masyarakat kearah perbaikan kehidupan dan mengembangkan ekonomi sesuaai dengan ajaran Islam. 5) Memelihara, melestarikan, dan memberdayakan kekayaan alam untuk kesejahteraan rakyat. 6) Membina dan memberdayakan petani, nelayan, pedagang kecil, dan buruh untuk meningkatkan taraf hidupnya. 7) Menggerakkan dan menghidup-suburkan amal tolong-menolong dalam kebajikan an taqwa dalam bidang kesehatan, sosial, pengembangan masyarakat, dan keluarga sejahtera. 8) Memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa dan peran serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. C.
Program-program
Muhammadiyah
yang
mengarah
pada
Terciptanya Masyarakat Madani di Indonesia 1. Perkaderan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia a. Menyusun konsep perkaderan dan mengoperasionalisasikannya secara
simultan
(menyeluruh)
dan
terpadu
dilingkungan
pendidikan, keluarga maupun organisasi otonom Muhammadiyah. b.
Mempriorotaskan
pengembangan
study
lanjut
dalam
mengembangkan kualitas sumberdaya kader Muhammadiyah yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dan terlembaga. c. Menyelenggarakan Darul Arqom, Baitul Arqam, Up-Grading, Job Training dan kegiatan-kegiatan perkaderan lainnya secara terpadu dan terarah. d. Mengembangkan kerjasama penyelenggaraan pendidikan khusus seperti pendidikan non-formal untuk pengembangan SDM.
e. Mengembangkan pusat studi, pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara sistematik. 2. Pendidikan a) Menyiapkan pendidikan Muhammadiyah di seluruh jenjang dalam memasuki persaingan yang keras dan kualitatif pada era globalisasi yang dapat menjadi model keunggulan dimasa depan. b) Memprioritaskan peningkatan kualitas Sekolah dasar sebagai basis bagi pengembangan kualitas Pendidikan Menengah dan Tinggi yang memberikan peluang bagi subjek didik untuk berkembang baik kepribadian maupun intelektualnya. c) Meningkatkan kualitas kesejahteraan
guru sebagai
faktor
pendukung bagi pengembangan kualitas pendidikan. d) Peningkatan kualitas pendidikan pesantren dan madrasah yang dapat menjadi salah satu unggulan dari pendidikan Muhammadiyah di masa depan. e)
Mengembangkan
jaringan
dan
kerjasama
yang
dapat
memecahkan kesenjangan antara sekolah-sekolah yang maju dan tertinggal sehingga dapat menciptakan keungulan kualitas yang merata. f) Memberikan bea siswa kepada siswa yang berprestasi, kurang mampu dan atau terkena musibah. g)
Mengembangkan
perencanaan
strategis
di
Lingkungan
Perguruan Tinggi Muhammadiyah untuk meningkatkanh kualitas dan misi dengan mengarahkan peningkatan kompetensi lulusan dari segi mutu akademik, kepribadian dan keprofesionalitasan.
3. Pengembangan Sosial-Budaya dan Peradaban Islam a) Mengembangkan apresiasi sosial-budaya atau kebudayaan dalam cakupan khusus seperti kesenian, kesusastraaan, dan pariwisata
untuk
memberikan
nuansa
kehalusan
budi
guna
membentuk keluhuran jiwa kemanusiaan dalam bermasyarakat. b) Memproduksi film, buku, dan seni pertunjukkan yang membawa pesan profetik (kerisalahan) dalam setting kebudayaan Islam di tengah kehidupan masyarakat modern yang penuh tantangan dan kekerasan. c)
Mengembangkan
seni
dan
budaya
islami
yang
dapat
menghidupkan fitrah kemanusiaan yang indah, halus, dan utama, sehingga terbentuk peradaban manusia yang damai dan sejahtera. 4. Kesehatan dan Kulaitas Hidup a) Meningkatkan mutu pelayanan medik dan lembaga pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Bersalin dan Balai Pengobatan di Lingkungan amal usaha Muhammadiyah dengan disertai pembinaan internal yang bersifat signifikan sehingga benarbenar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. b) Mengembangkan pendidikan tenaga kesehatan baik jumlah maupun mutu sesuai dengan kebutuhan dalam sistem perencanaan yang menyeluruh. c) Mengembangkan Jaminan pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) dan pembinaan kesehatan umat yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat luas. d)
Meningkatkan
penyuluhan-penyuluhan
untuk
masyarakat seperti penanggulangan HIV/AIDS,
kesehatan
bahaya rokok,
pemberantasan
kecanduan
miras
dan
narkoba,
peningkatan
kesehatan ibu dan anak, peningkatan kualitas gizi masyarakat dan sebagainya. 5. Pengembangan Masyarakat a) Meningkatkan usaha-usaha pengembangan masyarakat dan peningkatan
kesejahteraan
sosial
bagi
masyarakat
dhu’afa,
mustadz’afin dan kelompok-kelompok sosial yang membutuhkan penyantunan dan advokasi baik diperkotaan maupun pedesaan dari berbagai segmen sosial seperti buruh, petani, nelayan, suku terasing, tramnsmigran, kaum Difabel, anak miskin dan yatim, kaum jompo, anak terlantar, dan kelompok sosial marginal lainnya. b) Mengembangkan program-program unggulan Bina Masyarakat Sejahtera (Qoryah Thoyyibah), Balai Pendidikan Ketrampilan (BPK), Balai Ketrampilan Anak Asuh (BLKA), Bantuan penanganan bencana alam, penyantunan lansia, Rumah Bina Anak Jalanan, pondok rehabilitasi narkoba, dan program-program lainnya yang dapat dikembangkan didesa maupun diperkotaan. c)
Melaksanakan
pelatihan
motivator
untuk
pengembangan
masyarakat dan pembinaan kesejahteraan sosial di berbagai tingkatan. d) Selalu mengkampanyekan dan mengusahakan berbagai bentuk kegiatan yang mengarah pada terciptanya Masyarakat madani yang menjunjung tinggin nilai-nilai persamaan (equality), keterbukaan (fairness), partisipasi (partisipation), dan toleransi (tolerance). 6. Ekonomi dan Kewiraswastaan
a)
Mengembangkan
pengembangan
pemikiran-pemikiran
ekonomi
yang
dan
berorientasi
konsep-konsep
kerakyatan
dan
keislaman seperti mengenai etos kerja, etos kewiraswastaan, etika bisnis,
etika
manajemen,
masalah
monopoli-eligopoli-kartel,
keuangan dan permodalan, teori ekonomi Islam, etika profesi, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan dunia ekonomi b) Pengembangan program pemberdayaan ekonomi rakyat meliputi pengembangan
sumberdaya
manusia
dalam
aspek
ekonomi,
penbentukan dan pengembangan lembaga keuangan masyarakat, pengembangan kewirausahaan dan usaha kecil, dan lain-lain. c)
Menggalang
kerjasama
dengan
berbagai
pihak
untuk
mengembangkan program-program ekonomi dan kewiraswastaan di masyarakat. d)
Mengembangkan
pelatihan-pelatihan
dan
pilot
proyek
pengembangan ekonomi kecil dan menengah baik secara mandiri maupun kerjasama dengan lembaga luar. 7. Pelestarian Lingkungan Hidup a) Memasyarakatkan gerakan hidup sehat dan sadar lingkungan sebagaimana
pesan
leluhur
ajaran
Islam
bahwa
kebersihan
sebagian dari iman dan hendaknya memakmurkan bumi ini dengan tidak merusak kelestariannya. b) Melaksanakan dan mengambil peran aktif dalam gerakangerakan
dan
pengembangan
program/kegiatan
pelestarian
lingkungan hidup baik secara mandiri maupun bekerjasama dengan pemerintah dan LSM yang bergerak dalam pembangunan dan pelestarian lingkungan hidup.
c)
Berperan
aktif
dalam
mendukung
dan
melaksanakan
pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup maupun dalam kukan rehabilitasi dan konservasi tarhadap lingkungan hidup yang telah mengalami kerusakan. d) Mendorong dan ikut serta dalam mengawasi tindakan-tindakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran yang merusak dan mengancam kelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam di bumi Indonesia. 8. Pembinaan
Supremasi Hukum dan Penegakan Hak Asasi
Masnusia a)
Mendukung
penegakan
dan
supremasi
mengusahakan hukum
berbagai
dalam
kehidupan
upaya
untuk
masyarakat,
berbagsa dan bernegara sebagai bagian penting dari perwujudan reformasi
melalui
berbagai program
langsung maupun tidak
langsung termasuk dalam menuntaskan kasus-kasus besar yang berkenaan dengan pelanggaran HAM, kasus KKN, dan pelanggaranpelanggaran hukum lainnya sehingga tercipta budaya hukum dalam kehidupan masyarakt, bangsa dan negara. b) Mendirikan dan melakukan lembaga advokasi hukum terhadap kasus-kasus yang dialami masyarakat bawah dan memerlukan perlindungan hukum. c) Memasyarakatkan budaya taat hukum, keluarga sadar hukum (kadarkum) melalui sosialisasi di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk tegaknya supremasi hukum dan budaya taat hukum.
KESIMPULAN Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam terbesar yang berumur lebih tua dari bangsa ini sangat wajar jika ikut berpartisipasi dalam memecahkan permasalahan bangsa. Dalam arti memberikan kontribusi riil terhadap masa depan bangsa. Sebagai
organisasi
dakwah
amar
ma’ruf
nahi
mungkar,
muhammadiyah tidak bisa tinggal diam dalam setiap aspek kehidupan.
Sebagai
konsekuensinya
muhammadiyah
dalam
gerakannya harus senantiasa berdimensi dakwah baik dalam bidang ekonomi, pendidikan maupun sosial dan budaya. Melihat kondisi kehidupan sosial kemasyarakatan yang sudah carut marut dan jauh dari nuansa religius, muhammadiyah merasa bertanggung jawab untuk ikut menyelesaikan masalah sosial tersebut dan berupaya
sebaik
mungkin
dalam
mewujudkan
terciptanya
masyarakat utama yang cerdas, berpendidikan, berkualitas, mandiri tertib hukum, tolong menolong dan diridloi Allah SWT. Dalam perjalannya Muhammadiyah telah memberikan banyak sumbangsihnya terhadap upaya terciptanya masyarakat madani di Indonesia. Tidak sedikit program dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Muhammadiyah yang mengarah pada terciptanya civil society di Indonesia, baik itu di tingkatan nasional maupun lokal. Beberapa kiprah
Muhammadiyah dalam perpolitikan
nasional
diantaranya, pertama, menjelang Sidang Tahunan MPR RI Agustus 2000, Muhammadiyah menolak dimasukkannya tujuh kata Piagam jakarta
ke
dalam
Amandemen
UUD
1945.
muhammadiyah
menyadari bahwa dengan dimasukkannya tujuh kata Piagam
jakarta kedalam Amandemen UUD 1945 akan membangkitkan kembali
prasangka-prasangka lama dari kalangan luar Islam
mengenai “Negara Islam” di Indonesia. Prasangka seperti itu juga mengandung bahaya terhadap integrasi bagsa yang saat ini mengalami ancaman dari berbagai sudut. Kedua, Muhammadiyah mempunyai peran dan kontribusi yang besar dalam penyusunan dan pengesahan RUU Sisdiknas. Sejak proses sosialisasi dan perumusan awal di Panitia Kerja Komisi VI DPR RI, PP Muhammadiyah bersama MUI dan ormas-ormas Islam lainnya berperan aktif sampai pengesahan di DPR RI menjadi UU Sisdiknas pada tanggal 10-11 Juni 2003 yang penuh dinamika dan kontroversial. Ketiga, Muhammadiyah-NU bekerjasama dengan Kemitraan Bagi pembaharuan
Tata
Pemerintahan
mendeklarasikan
berdirinya
“Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi”, pada hari Senin, 17 September 2003 di Pondok Pesantren Al Hikam, Malang Jawa Timur. Salah satu point terpenting dalam deklarasi tersebut adalah bahwa Muhammadiyah dan NU akan berjuang dan berjihad dengan sungguh-sungguh untuk melawan praktik korupsi di segala bidang serta
menginstruksikan
kepada
seluruh
pengurus
disemua
tingkatan untuk terlibat secara aktif dalam mensosialisaikan gerakan tersebut. Keempat, bersama NU dan DDI, Muhammadiyah menolak RUU KKR. Muhammadiyah menilai bahwa keberadaan RUU KKR yang diusulkan
pemerintah
kurang
efektif
untuk
direalisasikan.
Keberadaannya tidak akan bisa memberikan jaminan terwujudnya
rekonsiliasi. Bahkan dikhawatirkan akan menjadi sumber konflik baru yang dapat menggangu stabilitas politik dan ekonomi. Selain
kebijakan
yang
mencakup
sektor
nasional
diatas,
kebijakan-kebijakan program kerja Muhammadiyah juga diarahkan pada terciptanya masyarakat madani di Indonesia, diantaranya program kerja dibidang pengkaderan dan Sumber Daya Manusia, Pendidikan,
Kesehatan,
pemberdayaan
dan
Pengembangan
Masyarakat, Supremasi Hukum dan Bidang Lingkungan Hidup yang kesemuanya diarahkan pada terciptanya masyarakat madani di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Mulkan, Abdul Munir. 2000. Yogyakarta: Fajar Putaka Baru.
Menggugat
Muhammadiyah.
___________________. 2003. Moral Politik Santri: Pembelaan Kaum tertindas. Jakarta: Erlangga.
Agama
dan
___________________. 2003. Nyufi Cara Baru Kiai Ahmad Dahlan dan Petani Modernis. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Fatoni, Farid. 1990. Kelahiran yang Dipersoalkan: Seperempat Abad Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) 1964-1989. Surabaya: PT Bina Ilmu. Nashir, Haedar. 2000. Dinamika Politik Muhammadiyah. Yogyakarta: Bigraf Publishing. Aly, Abdullah, Mulyadi, dkk. 2001. Muhammadiyah dan Kritik. Surakarta: UMS Press. Rais, Muhammad Amien. 2004. Hubungan antara Politik dan Dakwah. Bandung: Mujahhid Press. ____________________. 2003. Siasat Gerakan Kota: Jalan Menuju Masyarakat Baru. Yogyakarta: Penerbit Sholahuddin. Tamimy, M.Djindar. 1990. Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah, “Sejarah, Pemikiran dan Amal Usaha”. Yogyakarta: Kerjasama Tiara Wacana dan UMM Press. Hidayat, Syamsul, dkk. 1997. Studi Kemuhammadiyahan, Kajian Historis, Ideologi dan Organisasi. Surakarta: LSI UMS. Syarifah. 2004. Skripsi. Muhammadiyah dibawah Kepemimpinan Ahmad Syafi’i Maarif. Surakarta: Fakultas Sastra UNS. Berita Resmi Muhammadiyah No. 04/ 2003, PT Surya Utama Yogyakarta. Media Inovasi, Jurnal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, No. 1 Tahun VII/ 1996. Suara Muhammadiyah, No. 15/ Th Ke-86/1-15 Agustus 2001.