PENGETAHUAN
2.1. Konsep Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan
Menurut Bloom, Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior ). ). Dari pengalaman penelitian tertulis bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
dari
pada
perilaku
yang
tidak
didasari
oleh
pengetahuan
(Notoadmojo,2003). Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang malakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu obyek tertentu (Mubarok, dkk, 2007) Pengetahuan
merupakan justified
true
believe. believe.
Seorang
individu
membenarkan (justifies) (justifies) kebenaran atas kepercayaannya berdasarkan observasinya mengenai dunia. Jadi bila seseorang menciptakan pengetahuan, ia menciptakan pemahaman atas suatu situasi baru dengan cara berpegang pada kepercayaan yang telah dibenarkan. Dalam definisi ini, pengetahuan merupakan konstruksi dari
Universitas Sumatera Utara
kenyataan, dibandingkan sesuatu yang benar secara abstrak. Penciptaan pengetahuan tidak hanya merupakan kompilasi dari fakta-fakta, namun suatu proses yang unik pada manusia yang sulit disederhanakan atau ditiru. Penciptaaan pengetahuan melibatkan perasaan dan sistem kepercayaan (belief sistems) dimana perasaan atau sistem kepercayaan itu bisa tidak disadari (Bambang, 2008). 2.1.2. Tingakatan Pengetahuan di dalam Domain Kognitif
Pengetahuan yang dicapai di dalam domain kognitif mempunyai 5 tingkatan yakni: a. Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali atau recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat yang paling rendah. Kata kerja bahwa untuk mengukur orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya. b. Comprehension (memahami), Diartikan sebagai sesuatu untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obejek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, memperkirakan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil atau sebenarnya. Aplikasi disini dapat
Universitas Sumatera Utara
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis, adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis tersebut dapat dilihat dari penggunaan kata kerja. e. Sintesis,
menunjuk
pada
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam bentuk suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang ada. Dan evaluasi, berkaitan dengan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-peniaian itu berdasarkan suatu kriteria tersendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Soekidjo, 2003). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penilaian atau responden. Kedalaman pengetahuan orangtua yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut d i atas. 2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2003) faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut: a. Umur Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan penyelidikan epidemiologinya. Angka-angka kesakitan maupun kematian hamper semua keadaan menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
hubungan dengan umur. Persoalan yang dihadapi adalah apakah umur di laporkan tetap, apakah panjangnya interval didalam pengelompokkan cukup atau tidak. b. Pendidikan Mendidik atau pendidik adalah dua hal yang saling berhubungan. Dari segi bahasa mendidik adalah kata kerja, pendidik kata benda. Kalau kita mendidik berarti kita melakukan suatu kegiatan atau tindakan, kegiatan mendidik menunjukkan adanya yang mendidik disuatu pihak yang dididik adalah suatu kegiatan yang mengandung antara dua manusia atau lebih. c. Pengalaman Sudarmita (2002) mengatakan bahwa pengetahuan dapat terbentuk dari pengalaman dan ingatan yang didapat sebelumnya. Nanda (2005) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang terkait dengan kurang pengetahuan (deficient knowledge) terdiri dari: kurang terpapar informasi, kurang daya ingat/hapalan, salah menafsirkan informasi, keterbatasan kognitif, kurang minat untuk belajar dan tidak familiar terhadap sumber informasi (Nanda, 2005). 2.2. Lansia 2.2.1. Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan
Universitas Sumatera Utara
tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009). Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia) dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang menua dengan cara yang berbeda beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya (Potter & Perry, 2009). 2.2.2. Batasan Umur Lanjut Usia
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut: a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”. b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia
Universitas Sumatera Utara
(elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun. c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009) 2.2.3. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan Depkes RI (2003) dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri dari : pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan, lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa, lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan oran g lain. 2.2.4. Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan), masalah
yang bervariasi dari rentang
sehat sampai sakit,
kebutuhan dan dari kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam dkk, 2008 ). 2.2.5. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000 dalam Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut. a. Tipe arif bijaksana . Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan. b. Tipe mandiri . Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan. c. Tipe tidak puas. Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut. d. Tipe pasrah. Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja. e. Tipe bingung. Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh. Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen (ketergantungan),
tipe
defensife (bertahan),
tipe
militan
dan
serius,
tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
Universitas Sumatera Utara
2.2.6. Tugas Perkembangan Lansia
Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi seiring penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada tiap individu, namun seiring penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi tubuh akan terjadi. Perubahan ini tidak dihubungkan dengan penyakit dan merupakan perubahan normal. Adanya penyakit terkadang mengubah waktu timbulnya perubahan atau dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari. Adapun tugas perkembangan pada lansia dalam adalah : beradaptasi terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik, beradaptasi terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan, beradaptasi terhadap kematian pasangan, menerima diri sebagai individu yang menua, mempertahankan kehidupan yang memuaskan, menetapkan kembali hubungan dengan anak yang telah dewasa, menemukan cara mempertahankan kualitas hidup (Potter & Perry, 2009). 2.3. Posyandu Lansia 2.3.1. Pengertian Posyandu Lansia
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut disuatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat guna memberdayakan masyarakat dengan menitikberatkan pelayanan pada
upaya
promotif
dan
preventif.
Pemberdayaan
masyarakat
dalam
menumbuhkembangkan posyandu lansia merupakan upaya fasilitas agar masyarakat mengenal masalah yang dihadapi, merencanakan dan melakukan upaya
Universitas Sumatera Utara
pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat sesuai situasi, kondisi kebutuhan setempat (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2007) Beberapa pendekatan yang
dapat
digunakan
dalam
pembentukan
posyandu
lansia,
misalnya
mengembangkan kelompok-kelompok yang telah ada seperti kelompok arisan lansia, kelompok pengajian, kelompok jemat gereja, kelompok senam lansia dan lain-lain (Depkes RI,2004). Selain itu posyandu lansia merupakan perwujudan pelaksanaan program pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia, sebagai suatu forum komunikasi dalam bentuk peran serta masyarakat usia lanjut, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya, dalam upaya peningkatan tingkat kesehatan secara optimal. 2.3.2. Tujuan dan Sasaran Posyandu lansia 1. Tujuan Umum Posyandu lansia
Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. 2. Tujuan Khusus Posyandu Lansia
a. Meningkatkan kesadaran pada lansia b. Membina kesehatan dirinya sendiri c. Meningkatkan mutu kesehatan lansia d. Meningkatkan pelayanan kesehatan lansia 3. Sasaran Pembinaan Posyandu lansia
Pembinaan kesehatan lansia meliputi beberapa kelompok sasaran yaitu: a. Sasaran langsung 1. Kelompok pra lansia 45-59 tahun.
Universitas Sumatera Utara
2. Kelompok lansia 60 tahun keatas. 3. Kelompok lansia risiko tinggi yaitu lansia lebih dari 70 tahun atau lansia berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan. b. Sasaran tidak langsung 1. Keluarga di mana lansia berada. 2. Masyarakat di lingkungan lansia berada. 3. Organisasi sosial yang bergerak di dalam pembinaan k esehatan lansia. 4. Petugas kesehatan yang melayani kesehatan. 5. Masyarakat luas (Depkes RI, 2005). 2.3.3. Jenis-jenis Pelayanan Kesehatan dan Kegiatan Lainnya yang Dapat Dilaksanakan dalam Posyandu Lansia :
1. Pemeriksaan kesehatan menggunakan KMS (kartu menuju sehat) lansia yaitu : a. Pemeriksaan aktivitas sehari-hari yang meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan (makan, minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik/turun, tempat tidur, buang air besar/kecil dan lain-lain). b. Pemeriksaan status mental, yang berhubungan dengan mental emosional, dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu kader. c. Pemeriksaan status gizi, melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan, yang dicatat dicocokan pada grafik IMT (Indeks Massa Tubuh) pada KMS lansia untuk dapat mengetahui berat badan lansia lebih atau kurang atau normal.
Universitas Sumatera Utara
d. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stestokop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit yang dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu kader. e. Pemeriksaan darah (butir darah merah = hb = haemoglobin) menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat yang dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu oleh kader. f.
Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan dibantu oleh kader.
2. Penyuluhan kesehatan, disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan serta kondisi masing-masing. 3. Konseling, apabila diperlukan dilakukan petugas kesehatan. 4. Rujukan, dilakukan oleh kader kepada petugas kesehatan di puskesmas atau ke rumah sakit setempat. 5. Kunjungan rumah, dilakukan oleh kader (atau disertai petugas kesehatan), kepada lansia yang tidak hadir dalam kegiatan posyandu lansia untuk memantau keadaan kesehatannya. 6. Kegiatan lain-lain, seperti: a. Kegiatan olahraga dilakukan untuk meningkatkan kebugaran jasmaninya, berupa : senam lansia, gerak jalan santai, dll. b. Pemberian makanan tambahan memberikan contoh menu makanan bagi lansia yang memperhatikan aspek kesehatan dan gizi dengan menggunakan bahan setempat.
Universitas Sumatera Utara
c. Rekreasi d. Kerohanian e. Arisan f.
Forum diskusi
g. Penyaluran dan pengembangan hobi h. Kegiatan yang bersifat produktif seperti peningkatan pendapatan/ekonomi bagi lansia. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat (Depkes RI, 2003). 2.3.4. Kader Posyandu Lansia
Kader posyandu dipilih oleh pengurus posyandu lansia dari anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan posyandu lansia atau bila mana sulit mencari kader dari anggota posyandu lansia dapat diambil dari anggota masyarakat lainnya yang bersedia menjadi kader. Persyaratan untuk menjadi kader antara lain : a. Dipilih dari masyarakat dengan prosedur yang disesuaikan dengan kondisi setempat. b. Mau dan mampu bekerja secara sukarela. c. Bisa membaca dan menulis huruf latin. d. Sabar dan memahami lansia. Peran kader lansia antara lain : Pendekatan kepada aparat pemerintah dan tokoh masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
a. Melakukan Survey Mawas Diri (SMD) bersama petugas untuk menelaah pendataan sasaran, pemetaan, mengenal masalah dan potensi. b. Melaksanakan musyawarah bersama masyarakat untuk membahas hasil SMD, menyusun rencana kegiatan, pembagian tugas dan jadwal kegiatan. c. Menggerakkan masyarakat yaitu dengan cara mengajak lansia untuk hadir dan berpartisipasi di posyandu lansia, memberikan penyuluhan informasi kesehatan, menggali dan menggalang sumber daya termasuk pendanan yang bersumber dari masyarakat. d. Melaksanakan kegiatan di posyandu lansia yaitu menyiapkan tempat, alat-alat dan bahan serta memberikan pelayanan lansia. e. Melakukan pencatatan (Depkes RI,2005). 2.3.5. Penyelenggaraan Posyandu Lansia
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima terhadap lansia, mekanisme penyelenggaraan kegiatan yang sebaiknya digunakan adalah sistem 5 tahapan (5 meja) sebagai berikut : Tahap pertama yaitu pendaftaran anggota posyandu lansia sebelum pelaksanaan pelayanan. Tahap kedua yaitu pencatatan kegiatan sehari-hari yang dilakukan lansia serta penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Tahap ketiga yaitu pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan status mental. Tahap keempat yaitu pemeriksaan air seni dan kadar darah (laboratorium sederhana). Tahap kelima yaitu pemberian penyuluhan dan konseling (Depkes RI, 2003). a. Waktu Penyelengaraan
Universitas Sumatera Utara
Penyelenggaraan posyandu lansia pada hakikatnya dilaksanakan dalam 1 (satu) bulan kegiatan, baik pada hari buka posyandu maupun di luar hari buka posyandu sekurang-kurangnya satu hari dalam sebulan. Hari dan waktu yang dipilih, sesuai dengan hasil kesepakatan. Apabila diperlukan, hari buka posyandu dapat lebih dari satu kali dalam sebulan (Depkes Provinsi Sumatera Utara,2007). b. Tempat Penyelengaraan
Tempat penyelengaran kegiatan posyandu lansia sebaiknya berada pada lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Tempat penyelengaraan tersebut dapat di salah satu rumah warga, halaman rumah, balai desa/kelurahan, balai RW/RT/dusun, salah satu kios di pasar, salah satu ruangan perkantoran atau tempat khusus yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat yang dapat disebut dengan nama “Wisma Posyandu” atau sebutan lainnya (Depkes Provinsi Sumatera Utara,2007). 2.3.6. Sarana dan Prasarana
Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan posyandu lansia, dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang antara lain : a. Tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka) b. Meja dan kursi c. Alat tulis d. Buku pencatat kegiatan (buku register bantu) e. Kit lansia, yang berisi : timbangan dewasa, meteran pengukur tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer. f.
KMS (kartu menuju sehat) lansia.
g. Buku Pedoman Pemeliharaan Kesehatan (BPPK) lansia (Depkes RI, 2003
Universitas Sumatera Utara