PENDEKATAN ERICKSONIAN DALAM KONSELING
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Konseling Dan Psikoterapi 2 MAKALAH
Diampu oleh : Gian Sugiana Sugara, M.Pd
Disusun Oleh : Eriyana
C1686201071
Nadia Nurul Azmi
C1586201040
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA 2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah tentang Pendekatan Erickson Dalam Konseling sebagai tugas mata kuliah Teori Konseling Dan Psikoterapi 2. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya makalah ini, dan penulis memahami jika makalah ini jauh dari kesempurnaan maka saran maupun kritik sangat penulis butuhkan. Penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Tasikmalaya, Maret 2018
Penulis
DAFTAR ISI
................................................................. ............................................ ........................ KATA PENGANTAR ........................................... ................................................................. ............................................ ...................................... ................ DAFTAR ISI ........................................... BAB I PENDAHULUAN ......................................... ............................................................... .......................................... ....................
A. Latar Belakang ............................................ .................................................................. ............................................ ........................ B. Ruang Lingkup Pembahasan ............................................. .................................................................... ....................... C. Tujuan Penulisan ............................................ .................................................................. .......................................... .................... ................................................................. .......................................... .................... BAB II PEMBAHASAN ........................................... A. Definisi Pendekatan Ericksonian ......................................... ............................................................. .................... B. Sejarah Pendekatan Ericksonian dalam Konseling ................................... ................................... C. Hakikat Manusia dalam Pandangan Ericksonian ............................. ...................................... ......... D. Konsep Teori Ericksonian Ericksonia n dalam Konseling ............................................ ............................................ E. Prinsip-Prinsip Ericksonian dalam Konseling .......................................... .......................................... F. Teknik-Teknik Ericksonian dalam Konseling ........................................... ........................................... G. Proses Konseling Ericksonian ........................................... .................................................................. ....................... ................................................................. .......................................... .................... BAB III STUDI KASUS ........................................... .................................................................. ............................................ ........................... ..... BAB IV PENUTUP ............................................ A. Kesimpulan ......................................... ............................................................... ............................................ ............................... ......... DAFTAR PUSTAKA ............................................. ................................................................... ............................................ ........................
BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang
Milton Erickson telah mempublikasikan sedikitnya 150 artikel dalam kurun waktu 50 tahun, dan dua buku terpentingnya - Time Distortion in Hypnosis yang ditulis tahun 1954 bersama L.S Cooper dan The Practical Applications of Medical and Dental Hypnosis yang ditulis tahun 1961 bersama S. Hershman, MD dan I. I. Sector, DDS. Melalui karya-karyanya dan rekaman videonya ia berusaha mewariskan pemahamannya pada generasi selanjutnya. Salah satu gaya bahasa hypnosis yang sering digunakan oleh Erickson adalah “negative commands”. Jika seseorang berkata kepada anda, “jangan membayangkan gajah” maka anda harus terlebih dahulu membayangkan gajah untuk memahami maksud orang tersebut. Dan jika seorang hypnotist mengatakan kepada anda,”Saya tidak ingin anda relaks terlalu cepat” si pendengar dapat segera merasa relaks untuk memahami maksud si hypnotist. Memulai suatu pernyataan dengan negasi adalah satu cara untuk mengeliminir resistensi pendengar. Pada banyak karyanya, Erickson telah melakukan pekerjaan yang luar biasa, menerangkan mengenai karakteristik hypnosis dan hypnotherapy, induksi hypnotherapy, berbagai metode therapeutic change dan memvalidasi perubahan. Pada berbagai karyanya ia juga menerangkan berbagai hal berkenaan dengan filosofinya dalam menjalani hidup dan memberikan konseling. Banyak terapis, psikoanalisa dan lainnya, menemukan bahwa pendekatan Erickson kompatibel dengan berbagai pendekatan dan jauh dari miskonsepsi tentang hypnosis. Ia selalu menekankan bahwa hypnosis tidak mengubah individu ataupun membangkitkan kembali kehidupan sebelumnya, melainkan memungkinkan individu untuk lebih mempelajari dan mengekpresikan dirinya. Therapeutic trance memungkinkan individu untuk mengesampingkan batasan pembelajarannya sehingga dapat lebih mengeksplorasi dan menggunakan berbagai potensinya. Banyak terapis yang
menggunakan metode Erickson merasakan hasil kerja yang luar biasa dengan kliennya. Mereka menyadari berbagai keterbatasan yang dimiliki Erickson, yang membuatnya selalu terpisah dari individu lain, membuatnya mampu menciptakan metode respon yang unik. Erickson terlahir dengan buta warna, kesulitan membedakan nada, dyslexia, dan hambatan dengan rima. Dia menderita dua kali serangan poliomyelitis, berada di kursi roda selama sekian tahun sebagai efek dari kerusakan saraf, yang diakibatkan oleh arthritis dan myositis. Kemampuan Milton Erickson membingungkan pikiran ilmiah dan lain dari biasanya, yang baik dipandang sebagai mukjizat atau mencela sebagai kemustahilan, meskipun pengalaman tangan pertama menyajikan dia sebagai realitas tak terbantahkan, kontras mencolok dengan apa yang kebanyakan orang. Selain itu, beberapa muridnya telah belajar untuk latihan keterampilan di hipnosis dan menyadari bahwa Milton Erickson menggunakan cara begitu mudah. Perilaku Milton Erickson menunjukkan hipnosis kesadaran sangat kompleks. Namun dia sangat sistematis, yaitu perilakunya memiliki pola yang khas. B. Ruang Lingkup Pembahasan
Berdasarkan pemaparan di atas ruang lingkup pembahasannya sebagai berikut: 1. Definisi Pendekatan Ericksonian 2. Sejarah Pendekatan Ericksonian dalam Konseling 3. Hakikat Manusia dalam Pandangan Ericksonian 4. Konsep Teori Ericksonian dalam Konseling 5. Prinsip-Prinsip Ericksonian dalam Konseling 6. Teknik-Teknik Pendekatan Ericksonian dalam Konseling 7. Proses Konseling Ericksonian 8. Studi Kasus
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Untuk mengetahui Definisi Pendekatan Ericksonian 2. Untuk mengetahui Sejarah Ericksonian dalam Konseling 3. Untuk mengetahui hakikat manusia berdasarkan sudut pandang pendekatan Erickson 4. Untuk mengetahui Konsep teori pendekatan Erickson 5. Untuk mengetahui Prinsip-Prinsip Ericksonian dalam Konseling 6. Untuk mengetahui Teknik Ericksonian 7. Untuk mengetahui Proses Konseling Ericksonian 8. Untuk mengetahui pengaplikasian pendekatan dalam satu kasus dengan pendekatan Erickson
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Pendekatan Ericksonian
Konseling Ericksonian didasarkan pada karya inovatif almarhum Dr. Milton H. Erickson. Konseling ini sering ditandai dari dua perspektif yang berbeda, yang paling umum di antaranya dengan mengandalkan intervensi khas seperti hipnosis, saran tidak langsung, cerita terapeutik, ikatan ganda, tugas pekerjaan rumah, resep paradoks, dan sebagainya. Definisi ini mungkin juga menunjukkan bahwa konseling Ericksonian termasuk konseling strategis, konseling singkat, dan psikoterapi umum. Konseling Ericksonian seringkali menekankan penggunaan hipnosis. Perspektif lain tentang konseling Ericksonian adalah konseling ini menekankan sebuah pendekatan yang berfokus pada bagaimana klien secara dinamis menggunakan diri mereka sendiri dan membatasi sumber daya mereka. Konselor tidak mengamati klien untuk menemukan diagnosis dan mengobatinya dengan "melakukan sesuatu kepada" klien. Sebagai gantinya, konselor harus bekerja sama dengan klien dalam sesi konseling untuk menggabungkan makna yang mereka capai. B. Sejarah Pendekatan Ericksonian
Erickson dianggap sebagai pembangun inovasi dalam psikoterapi yang sejajar dengan Sigmund Freud (1856-1939). Sedangkan Freud dikenal sebagai bapak teori psikoterapi modern, Erickson dianggap sebagai pelopor penting dalam teknik praktis intervensi dan perubahan. Semangat dan kemauan untuk mengambil risiko adalah bagian dari kisah hidupnya. Lahir di sebuah pondok kayu lantai dasar di sebuah kota pertambangan perak di Nevada, Erickson yang berusia 5 tahun pindah bersama keluarganya ke sebuah peternakan di Lowell, Wisconsin. Kehidupan pertanian memberi Erickson banyak kesempatan untuk memecahkan berbagai masalah kebutuhan sehari-hari,
diantaranya dengan sabar menunggu panen tumbuh, dan mengamati secara seksama proses alam. Kualitas-pragmatisme, kesabaran, dan perhatian yang ketat ini terbukti dalam praktik konseling Ericksonian. Bagaimana cara menerima kesulitan, mengatasi kesulitan, menyelesaikan pekerjaan substansial secara bertahap, dan juga memanfaatkan pengaruh perubahan menjadi bagian standar dari teknik mengajarnya dan sekarang digunakan oleh terapis di seluruh dunia. Pada usia 17 tahun, Erickson terserang poliomielitis. Sementara waktu ia berbaring di tempat tidur karena lumpuh dan terkadang kehilangan kesadaran. Hingga suatu hari Erickson mendengar dokter mengatakan sesuatu kepada ibunya, yakni "Anak laki-laki itu akan meninggal pada pagi hari." Pernyataan ini memiliki efek mendalam pada Erickson dan menghasilkan respons emosional yang kuat. Dia tidak percaya ada orang yang berhak mengatakan hal i ni kepada ibu manapun, apalagi ibunya. Dalam keadaan terpuruk, Erickson menemukan energi fisik yang cukup tidak hanya untuk bertahan saat malam hari tapi juga bisa membuatnya bertahan dalam menghadapi penyakitnya. Virus polio mempengaruhi seluruh tubuhnya. Erickson ingat saat itu sebagai salah satu saat yang disebut kesadaran intens, yakni kesadaran akan keterbatasan dan lingkungannya sendiri. Dia menggunakan berbulan-bulan dengan rehabilitasi yang membosankan, yang digunakan untuk belajar tentang interaksi antara pikiran dan tubuh, dan selama masa rehabilitasi ini, dia menjadi sangat sadar akan pola perilaku orang-orang di sekitarnya, seperti mengenali siapa yang datang dengan mendengar suara langkah kaki, dan mengantisipasi keadaan emosional sebelum benar-benar terjadi. Untuk menyelesaikan pemulihannya, Erickson memulai perjalanan 6 minggu menyusuri Sungai Mississippi dan kembali ke hulu. Dia hampir tidak bisa berdiri tanpa tongkat kruk, tidak mampu mencapai rute tanpa bantuan, dan tidak memiliki uang yang cukup. Alih-alih meminta bantuan secara langsung, Erickson menemukan bahwa ia dapat merangsang keingintahuan orang lain dan membangkitkan tawaran bantuan yang tidak ia minta. Pada malam hari, ia "mendapatkan" makan malamnya dengan bercerita kepada nelayan di sepanjang
sungai. Praktek saran tidak langsung dan sumber daya yang membangkitkan serta pengisahan cerita tetap menjadi ciri khas pendekatan Ericksonian. Setelah mendapatkan M.D. dan M.A. dalam bidang psikologi, Erickson mengambil posisi di rumah sakit negara bagian yang menangani pasien sakit jiwa serius. Di dalam lingkungan institusional, Erickson menyadari pentingnya humor dan harapan. Dia menemukan cara untuk secara santun menghadapi pasien dengan gejala mereka sendiri dengan mengamati apa yang dilakukan oleh mereka atau meminta pasien dengan sengaja melakukan gejala perilaku. Sebagai seorang penulis yang produktif, kontribusi Erickson terhadap literatur profesional terus berlanjut. Setelah pindah ke Arizona pada tahun 1948 dan memulai praktik pribadi, reputasinya berkembang baik secara nasional maupun internasional, dan profesional lainnya berusaha untuk belajar darinya. Meskipun ada kelemahan akibat dampak polio yang parah dan bertambahnya usia, Erickson terus mengajar sampai pada saat kematiannya pada tahun 1980, meninggalkan pengaruh luas di lapangan yang terus berkembang selama dekadedekade berikutnya. C. Konsep Teori Ericksonian dalam Konseling
Erickson, Rosi dkk (1979) mengemukakan beberapa konsep Teori dalam Konseling, diantaranya: 1. Self-Organizing Change Erickson memandang manusia sebagai kumpulan organisme yang mengalami proses intelektual, emosional, dan biologis yang kompleks dan selalu berubah, manusia juga memiliki dimensi sadar dan tidak sadar. Erickson percaya bahwa perubahan seseorang dapat terjadi pada tingkat bawah sadar. Bentuk penyembuhan pada tingkat bawah sadar ini melibatkan proses reorganisasi dan adaptasi yang tak terlihat. Intervensi Ericksonian sering kali ditujukan pada penataan kembali dan reorganisasi sumber internal yang sudah ada sebelumnya, bisa juga merupakan sebuah kebangkitan dari kemampuan yang sebelumnya tidak ada atau tidak diketahui. Erickson mendorong pasiennya untuk "mempercayai pikiran bawah sadar." Hal ini dapat membantu klien menemukan kembali pengetahuan intuitif dan melibatkan bagian bagian pikiran yang tidak dapat dipahami secara sadar .
2. Theory of Mind
Berbeda dengan alam bawah sadar Freudian, Erickson memandang pikiran bawah sadar sebagai sumber vital, dan sebuah sarana pengalaman hidup dimana pengetahuan eksperimental seseorang disimpan dan tersedia untuk memfasilitasi kebutuhan yang terus berlanjut. Erickson menggambarkan sifat alam bawah sadar sebagai kebaikan dan perlindungan kepribadian sadar seseorang. Saat menangani klien, Erickson akan membahas dua sistem psikologis: "Anda duduk di sini di depan saya dengan pikiran sadar dan akal bawah sadar Anda." Dari kedua hal tersebut, akal bawah sadar diasumsikan memiliki akses yang lebih besar ke memori dan memiliki kapasitas yang lebih besar untuk memproses rangsangan internal dan eksternal. Dengan cara ini, akal bawah sadar akan mengungkapkan kebutuhan dan pengalaman yang tidak diketahui oleh pikiran sadar. Oleh karena itu, dalam konseling Ericksonian, menangani kebutuhan pada tingkat bawah sadar adalah hal yang terpenting, sementara resolusi masalah mungkin dapat didapatkan pada tingkat sadar. 3. Problem-Solving Orientation
Erickson percaya bahwa manusia adalah organisme yang berorientasi pada tujuan kelangsungan hidupnya dan selalu berupaya mendapatkan pengalaman hidup yang bersumber dari internal dan eksternal. Erickson percaya bahwa orang secara alami akan berkembang sambil membantu orang lain dan berkontribusi pada masyarakat luas. Dengan demikian, kesehatan dapat didapatkan melalui peng-optimalan kesadaran diri, penanaman hubungan interpersonal, kerja yang baik, keterbukaan terhadap hal baru, dan pembelajaran lain yang lebih luas. 4. Individualization of Treatment
Erickson memandang Individualization of Treatment sebagai keharusan. Erickson menekankan pentingnya pengamatan dan fleksibilitas karena ia menggunakan informasi langsung dari klien untuk memandu intervensi, daripada pengetahuan teoretis yang diperoleh dari sebuah diagnosis.
Praktisi Ericksonian menyadari pentingnya penilaian tidak hanya selama kunjungan awal tetapi juga sepanjang sesi konseling. Namun, tujuan penilaian tidak sampai pada diagnosis, tetapi hanya untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang kebutuhan, sumber daya, dan perspektif unik yang dibawa setiap orang ke dalam konseling. Sedangkan prioritas pertama adalah mempelajari konseptualisasi kebutuhan klien seperti yang diungkapkan dengan bahasa. Pengamatan terhadap proses tak sadar seperti logika implisit dan emosi bawah sadar dilakukan dengan mempelajari sindiran, pola perilaku, dan ekspresi nonverbal. Informasi ini digunakan untuk merumuskan pendekatan konseling yang disesuaikan dengan hati-hati. D. Hakikat Manusia dalam Pandangan Ericksonian Erickson memandang manusia sebagai kumpulan organisme yang mengalami proses intelektual, emosional, dan biologis yang kompleks dan selalu berubah, manusia juga memiliki dimensi sadar dan tidak sadar. Erickson percaya bahwa perubahan seseorang dapat terjadi pada tingkat bawah sadar. Bentuk penyembuhan pada tingkat bawah sadar ini melibatkan proses reorganisasi dan adaptasi yang tak terlihat. Intervensi Ericksonian sering kali ditujukan pada penataan kembali dan reorganisasi sumber internal yang sudah ada sebelumnya, bisa juga merupakan sebuah kebangkitan dari kemampuan yang sebelumnya tidak ada atau tidak diketahui. Erickson mendorong pasiennya untuk "mempercayai pikiran bawah sadar." Hal ini dapat membantu klien menemukan kembali pengetahuan intuitif dan melibatkan bagian bagian pikiran yang tidak dapat dipahami secara sadar .
E. Prinsip-Prinsip Pendekatan Ericksonian dalam Konseling Terdapat beberapa prinsip yang memandu metodologi dalam konseling Ericksonian. Prinsip-prinsip ini mempengaruhi sesi konseling saat mereka melihat darimana masalah mereka berasal. 1. Masalah dianggap sebagai hasil hubungan interpersonal yang tidak baik sehingga klien gagal menggunakan sumber daya dari pembelajaran sebelumnya
dalam konteks saat ini. Akibatnya, terjadi masalah dalam hal perkembangan dan hubungan interpersonal yang dialami individu dan keluarganya. Konseling diarahkan untuk membuat penataan ulang dalam hubungan tersebut sehingga pertumbuhan dan perkembangan individu dapat dimaksimalkan. 2. Konselor aktif dan bertanggung jawab untuk memulai gerakan terapeutik. Hal ini dilakukan dengan memperkenalkan materi ke dalam sesi konseling, membantu
menandai
pengalaman
dan
kesadaran
fokus,
dan
dengan
memberikan tugas ekstra. Artinya, konseling tidak selalu menunggu sampai klien secara spontan memunculkan materi atau menceritakan permasalahannya sendiri, namun konselor menantang klien untuk tumbuh dan berubah. 3. Perubahan berasal dari pengalaman dan bukan dari wawasan. Metode tidak langsung (metafora, saran tidak langsung, dan penugasan) digunakan untuk mengambil sumber daya yang dibutuhkan (sikap, kemampuan, perasaan, dll.) Yang dapat diarahkan untuk menciptakan penyesuaian baru terhadap tuntutan kehidupan saat ini. 4. Tujuan utama konseling adalah membuat klien aktif dan bergerak dalam persepsi, kognisi, emosi, dan berperilaku baik dalam hal kecil maupun hal yang besar . 5. Memanfaatkan persepsi dan sumber daya klien untuk pergerakan dan perubahan. Hal tersebut dapat terjadi pada dua Area. Salah satunya adalah penggunaan bahan yang disajikan dari klien saat ini. Jika klien menunjukkan relaksasi, ketegangan, banyak bicara, keheningan, pertanyaan, kepasifan, gerakan, keheningan, ketakutan, kepercayaan diri, dan sebagainya, itu harus diterima dan digunakan untuk memajukan gerakan terapeutik. Area kedua mengacu pada penggunaan bakat, minat, dan kemampuan potensial apapun yang dibawa oleh klien sebagai wahana untuk mendapatkan pengalaman dan pembelajaran lebih lanjut. 6. Saran tidak langsung yang mengacu pada penggunaan ambiguitas yang dikendalikan. Hal ini mendorong klien untuk membuat makna mereka sendiri yang relevan daripada diberi tahu apa yang harus mereka lakukan. Ketidakjelasan dalam saran dan cerita memunculkan kegembiraan secara
mental yang menyenangkan dan dapat
meningkatkan komunikasi. Hal ini
tidak terbatas pada konteks hipnosis. 7. Konseling berorientasi masa depan. Karena klien melakukan sesi konseling karena ketidakmampuan untuk memenuhi tuntutan perkembangan dalam kehidupannya
saat
ini,
konseling
difokuskan
pada
penentuan
dan
pengembangan sumber daya untuk memenuhi tuntutan saat ini. Menerapkan mekanisme dimana klien dapat mempertahankan sumber daya yang dibutuhkan dalam konteks saat ini dipandang jauh lebih penting dari pada menganalisis berbagai kekurangan yang terjadi di masa lalu. Ketujuh prinsip ini membimbing penggunaan metode tertentu di seluruh sesi konseling Ericksonian, yang dimulai saat tahap penilaian. Misalnya, bayangkan seorang pemuda memasuki kantor dengan ekspresi yang kurang baik. Seorang konselor Ericksonian mengakui bahwa terdapat perilaku dan emosi yang kurang logis dalam perilaku klien ini. Tapi saat berbicara dengan pria tersebut dan mencoba untuk memahami keluhannya, sangat masuk akal bagi konselor untuk memberi komentar yang mengandaikan peningkatan perasaan bangga, percaya diri, dan perilaku asertif. Konseling bukan hanya proses dua bagian yang terdiri dari penilaian awal yang diikuti dengan perawatan lanjutan. Sebaliknya, hal itu berlanjut sepanjang komunikasi dan kontak dengan klien. F. Teknik-Teknik Pendekatan Ericksonian dalam Konseling
Dalam konseling Ericksonian, kognisi, emosi, dan perilaku tidak terbagi dan dipilih untuk intervensi. Sebaliknya, perubahan yang memfasilitasi pertumbuhan setiap pengalaman klien dipandang sebagai katalis yang penting untuk pengembangan lanjutan. Setiap pengalaman dimana klien dapat mencapai pembelajaran baru berpotensi menjadi intervensi psikologis yang penting. Belajar dan membentuk asosiasi baru terjadi pada tingkat yang berbeda, banyak di antaranya berada di luar kesadaran. Oleh karena itu, komunikasi terapeutik dilakukan pada berbagai tingkatan, beberapa ditujukan untuk pemrosesan sadar dan beberapa ditujukan untuk pemrosesan tak sadar.
1. Hypnosis
Istilah hypnosis dalam KBBI, Hipnosis adalah keadaan seperti tidur karena sugesti, yang pada taraf permulaan orang itu berada di bawah pengaruh orang yang memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya menjadi tidak sadar sama sekali. Hipnosis menurut U.S Departement of Education dalam Solihudin,2015:54 “hypnosis is the by pass of the critical factor of the councius mind followed by the estabilishment of acceptable selective thinking ”. Artinya hypnosis adalah penembusan faktor krisis pikiran sadar diikuti dengan diterimanya suatu pemikiran atau sugesti). Penggunaan hipnosis identik dengan pendekatan Ericksonian. Dokter sering menggunakan hipnosis formal dan informal untuk mengendapkan pergeseran kesadaran. Hal ini sesuai dengan keyakinan Erickson bahwa hipnosis menawarkan jalan untuk menyampaikan saran dan untuk membangkitkan sumber daya internal. Kadang-kadang, induksi trans itu sendiri dapat digunakan untuk melontarkan klien ke dalam keadaan destabilisasi dan memancing reorientasi internal. Dalam Proses Hypnosis terdapat suatu keadaan yang disebut kondisi trans. Berikut ini merupakan tabel tanda-tanda trans dan keterangannya. Tabel 1 No
1
Tanda-Tanda Trans
Perhatian Klien
Keterangan
Mulai
Fokus
terhadap
kata-kata
Hipnoterapis
2
Perubahan Klien
Pola
Tubuh
Mulai Fokus menatap Hipnoterapis
Perubahan Pola napas yang mulai stabil
Denyut nadi yang lebih stabil
Perubahan warna kulit yang lebih cerah
Perubahan suhu tubuh dari kondisi
dingin ke kondisi agak hangat. 3
4
5
6
Sensasi Tubuh
Sensasi pada Mata
Sensasi Nyaman
Respon terhadap Sugesti
Merasa lebih ringan
Merasa tenggelam
Merasa lebih berat
Mata mulai terasa berat
Mata mulai berair
Terlihat lebih damai
Terkadang tersenyum bahagia
Mampu
berkomunikasi
secara
sempurna
Menganggukkan
kepala
atau
menggelengkannya 7
Refleks Menelan
Sensasi
Klien
saat
membayangkan
memakan sesuatu. 8
Respon
yang
Tidak
Diinginkan
Abraksi (dengan mengingat kembali trauma Psikis)
Histeria
Selain itu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi trans dan kedalaman Klien. Tingkat kedalaman klien dalam memasuki pikiran alpha dan theta dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut harus diperhatikan agar klien benar-benar dapat memasuki dan mempertahankan level gelombang pikirannya di level alpha dan theta. Dengan demikian sugesti dan Hypnosis bisa benar-benar efektif. Berikut ini merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi level gelombang pikiran klien. Tabel 2 Faktor-Faktor yang No
Mempengaruhi Kedalaman
Keterangan
Klien
1
Kondisi psikologis (kejiwaan)
Klien
yang
mengalami
fobia
atau
klien
traumatik akan lebih mudah memasuki
kondisi alpha/theta. 2
Tingkat
keaktifan
berpikir
klien
Semakin klien berfikir aktif, semakin aktif juga pikiran sadarnya. Hipnoterapis harus bisa menurunkan tingkat keaktifan berpikir
klien
dengan
teknik
missdirection. 3
Suasana
dan
Kondisi
lingkungan.
Hipnoterapis mempersiapkan
harus
mampu
kondisi
lingkungan
sekitar, seperti pengaturan pencahayaan, kebisingan, suhu udara, agar membuat klien lebih nyaman. 4
Keterampilan Hipnoterapis
Hipnoterapis harus mampu melakukan strategi
secara
tepat
dengan
menggabungkan berbagai teknik untuk mempertahankan kondisi alpha atau theta klien. 5
Waktu
Pengaturan
waktu
dipertimbangkan.
Tidak
perlu terlalu
lama
karena akan membosankan dan tidak terlalu cepat, karena klien mungkin belum memasuki kondisi gelombang pikiran yang diinginkan. 6
Tingkat
kepercayaan
terhadap hipnoterapis
klien
Semakin
klien
percaya
pada
hipnoterapisnya, semakin mudah klien memasuki gelombang alpha atau theta.
2. Emotional Impact
Kejutan dan syok terapeutik adalah peristiwa pengalaman yang mengubah realitas subjektif yang ada. Kejutan dapat digunakan untuk menstimulasi respons emosional atau meredakan keadaan emosional yang bermasalah. Erickson kadang-
kadang menggunakan bahasa konfrontasi yang kurang ajar untuk secara paradoks menurunkan pertahanan dan kemauan klien dalam membahas realitas yang mengganggu. Dalam percobaan terapeutik yang khas, sebuah tugas diberikan dimana tugas tersebut merupakan sebuah tugas yang tidak menyenangkan yang sengaja dihindari oleh klien yang kemudian dipasangkan dengan kejadian yang tidak disengaja. Misalnya, seseorang yang takut pada dokter gigi mungkin diberi tugas duduk di kantor dokter gigi, tidak ada hubungannya, sampai rasa takut berkurang. Dengan demikian, tindakan yang disengaja dan tidak disengaja saling terkait satu sama lain. 3. Double Bind
Teknik double bind menggunakan dikotomi di mana salah satu dari dua pilihan dapat mewakili kemajuan. Teknik ini mengaburkan kemungkinan hasil negatif dengan menghubungkan kemajuan terapeutik dengan tindakan di kedua arah. Misalnya, pernyataan "Anda dapat memahami konsep ini sekarang atau anda akan tetap bingung dan mencapai wawasan yang lebih dalam nanti" keduanya memvalidasi kebebasan memilih dan menciptakan harapan akan kemajuan. Secara eksplisit Erickson berpendapat keadaan trance sebagai keadaan alami seseorang yang diperlukan untuk menangani pengalaman batin. Ia selalu mengatakan bahwa sebagian besar dari kehidupan kita ditentukan oleh pikiran bawah sadar. Ini berarti bahwa seluruh latar belakang pengalaman emosional yang diperoleh manusia akan mempengaruhi perilakunya, cara berpikir dan perasaannya. Dia juga percaya pada kemampuan orang untuk mengubah dengan menggunakan latar belakang mereka sendiri, yang mereka sendiri bahkan tidak menyadarinya. 4. Seeding and Presupposition
Teknik seperti Seeding and Presupposition digunakan untuk merangsang kesadaran akan kemungkinan masa depan sambil menghindarkan klien dari kenangan atau gagasan yang secara emosional tidak dapat ditolerir. Seeding bisa digunakan untuk keperluan desensitisasi atau sebagai bentuk priming. Misalnya,
ketika berusaha membantu seorang wanita yang menolak diagnosis suaminya tentang kanker stadium akhir, terapis mungkin bertanya kepada klien tentang perjalanan favorit yang dia jalani dengan suaminya, betapa menyenangkannya hal itu, dan bagaimana dia yakin untuk bertahan dengan perasaan yang baik. Terapis kemudian bisa bertanya apakah dia sedih saat perjalanan harus berakhir dan apa yang dia lakukan untuk mengatasi kesedihan. Dengan cara ini, klien menghadapi kenyataan yang lebih besar dengan cara metaforis dan terlibat dalam pemikiran adaptif yang akan menayangkannya di masa depan. Presupposition mengenalkan gagasan ber-orientasi masa depan pada waktunya. Misalnya, bertanya kepada klien apa yang akan dia lakukan saat dia sembuh,
hal itulah yang akan
menyuntikkan prasangka implisit bahwa penyembuhan akan terjadi. Tujuan menggunakan bentuk komunikasi yang menunjukkan makna di luar kata-kata yang diucapkan adalah untuk merangsang penalaran tidak sadar dan/atau menengahi emosi dan sikap implisit. 5. Linking
Linking adalah bentuk saran dimana gagasan yang baru saling terkait dengan perilaku atau asosiasi internal yang ada. Misalnya, terapis mungkin berkata, "Setiap kali Anda datang ke konseling, Anda akan menyadari bahwa konseling menjadi lebih mudah dan Anda secara bertahap telah meningkatkan kemajuan Anda sendiri." Klien telah menetapkan kemampuannya untuk datang dan menjalani konseling , jadi terapis hanya menghubungkan konseling dengan kemajuan klienss. 6. Reframing
Reframing adalah teknik yang digunakan untuk mengarahkan kembali klien pada makna emosional peristiwa tertentu. Dalam arti lain adalah merubah perspektif di mana kumpulan fakta yang sama menemukan makna baru dengan mengubah latar belakang kontekstual penafsirannya. Misalnya, kelinci tampak kecil dan tidak signifikan saat berdiri di samping gajah tapi besar dan kuat saat berdiri di samping seekor lalat.
Demikian pula, klien dapat merasa tertekan dan inferior karena depresi sampai terapis menunjukkan bahwa dia adalah salah satu individu yang mengalami depresi yang tampak lebih baik dari yang pernah dia lihat sebelumnya. Reframe ini memberi klien perspektif positif baru pada depresi dengan meningkatkan harapan. 7. Symptom Prescription and Pattern Interruption
Intinya adalah teknik paradoks, Symptom Prescription adalah instruksi agar klien sengaja melakukan beberapa bagian dari gejala yang kompleks. Karena kebanyakan klien telah secara sadar mencoba untuk menghambat perilaku tersebut, pembalikan ini menciptakan gangguan otomatis dalam pola perilaku.. G. Proses Konseling Ericksonian 1. Preparation
Awalnya, faktor terpenting dalam wawancara terapeutik adalah membangun hubungan yang baik, yaitu perasaan positif, saling memahami dan saling menghargai antara konselor dan klien. Konselor dan klien bersama-sama menciptakan kerangka referensi terapeutik baru yang akan berfungsi sebagai media pertumbuhan di mana respons terapeutik dari klien akan berkembang. Konselor dan klien saling menjaga satu sama lain dan keduanya kemudian mengembangkan penerimaan satu sama lain. Konselor mungkin memiliki kemampuan yang baik untuk mengamati klien dan berhubungan dengan klien, sementara klien sedang belajar untuk mengamati dan memahami keadaan yang penuh perhatian dalam komunikasi yang terjalin dengan konselor. Dalam wawancara awal, konselor mengumpulkan fakta yang relevan mengenai masalah klien dan pengalaman hidup serta pembelajaran yang akan digunakan untuk tujuan terapeutik. Klien mengalami masalah karena keterbatasan belajar. Mereka terjebak dalam rangkaian mental, kerangka acuan, dan sistem kepercayaan yang tidak memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan kemampuan mereka sendiri untuk mencapai hal yang terbaik.
Konselor dapat mengeksplorasi sejarah pribadi klien, karakter, dinamika emosional, bidang pekerjaan, minat, hobi, dan sebagainya untuk menilai rentang pengalaman hidup dan kemampuan respons yang mungkin tersedia untuk mencapai tujuan terapeutik. Konselor dalam proses yang konstan dapat mengevaluasi keterbatasan apa yang menjadi sumber masalah klien dan cakrawala baru apa yang bisa dibuka untuk membantu klien mengatasi keterbatasan tersebut. Dalam proses preparation, terdapat teknik membangun hubungan/building rapport (Otani, 1989). Dalam teknik ini Erickson membedakan dua jenis hubungan dalam hipnokonseling. Dalam hubungan secara sadar
ditunjukkan
dengan "perasaan positif untuk saling memahami dan saling menghargai antara konselor dan klien" (Erickson & Rossi, 1979, hal.1). Sedangkan dalam hubungan tidak sadar mengacu pada "keadaan harmoni" tertentu, di mana kesadaran dan perhatian klien hanya terfokus pada konselor (Erickson, 1934). Dari keduanya, hubungan sadar lebih penting dan bermakna bagi konselor profesional. Tunjukkan minat tulus pada klien. Salah satu metode paling dasar untuk memfasilitasi hubungan yang sadar dengan klien adalah dengan mengembangkan dan menunjukkan ketertarikan yang tulus terhadapnya. "Biarkan [klien] tahu," kata Erickson (Erickson & Rossi, 1981), "bahwa Anda benar-benar ter tarik pada dia dan masalahnya.” Menunjukkan ketertarikan tulus pada klien adalah hal yang sangat penting bagi Erickson untuk membangun hubungan konselor-klien. Teknik hipnosis lain yang berguna untuk meningkatkan hubungan konselorklien adalah set "ya". Pada fase awal induksi trans Erickson biasanya akan membuat serangkaian komentar kepada klien yang faktual atau tidak dapat disangkal kebenarannya. Pernyataan ini akan memperkuat pola perilaku klien untuk menerima saran lain yang akan ditawarkan nanti. Erickson menganggap proses ini begitu penting dalam induksi trans sehingga dia berpendapat bahwa "semakin sering Anda mendapatkan (klien) untuk mengatakan, 'Ya, ya, ya, ya, ya,' semakin Anda dapat memulai hipnosis dengan baik" (Erickson, 1965/1983).
Dengan demikian, keterampilan dasar untuk mengomunikasikan empati kepada klien, seperti refleksi perasaan, parafrase, klarifikasi, dan summarization, harus digunakan bersamaan dengan pertanyaan yang menghasilkan “ya”. Sebagai aturan, semakin empati tanggapan konselor, semakin berhasil pengembangan menghimpun "ya" dari klien dan hubungan baik antara konselor dan klien. 2. Terapeutik Trance
Terapeutik Trance adalah periode di mana kepercayaan seseorang untuk sementara diubah sehingga orang dapat menerima pola asosiasi dan mode fungsi mental lainnya yang kondusif untuk mengatasi masalah. Dinamika induksi trans dinilai sebagai pengalaman yang sangat pribadi dimana konselor dapat membantu klien untuk menemukan cara yang tepat untuk membantu masing-masing klien tersebut. Induksi trans bukanlah proses standar yang bisa diterapkan dengan cara yang sama untuk semua orang. Tidak ada metode atau teknik yang selalu cocok untuk semua orang atau bahkan dengan orang yang sama pada kesempatan yang berbeda. Dengan
demikian,
terdapat
banyak
sarana
untuk
memfasilitasi,
membimbing, atau mengajarkan bagaimana seseorang dapat mengalami keadaan penerimaan yang kita sebut trans terapeutik. Namun, tidak ada metode universal untuk mempengaruhi keadaan trans seragam yang sama pada semua orang. Kebanyakan orang yang mengalami masalah dapat dipandu untuk mengalami berbagai keadaan trans yang unik. Seni hipnokonseling membantu klien mencapai pemahaman yang akan membantu melepaskan sebagian dari keterbatasan pandangan umum mereka sehari-hari sehingga mereka dapat mencapai keadaan penerimaan terhadap yang baru dan kreatif di dalam diri mereka. Untuk tujuan didaktik, dinamika induksi trans dan sa ran dikonseptualisaikan menjadi lima tahap proses (dari Erickson dan Rossi, 1976.) 1. Fixation of Attention/ Fiksasi perhatian melalui pemanfaatan keyakinan dan perilaku klien untuk memusatkan perhatian pada realitas batin.
2. Merusak kerangka kerja dan sistem kepercayaan klien melalui gangguan, kejutan,
keraguan,
kebingungan,
disosiasi,
atau
proses
lain
yang
mengganggu kerangka kerja klien. 3.
Penelusuran tanpa sadar melalui implikasi, pertanyaan, dan bentuk saran hipnotis tidak langsung lainnya.
4.
Proses tanpa sadar melalui aktivasi asosiasi pribadi dan mekanisme mental dengan semua hal di atas.
5.
Respon Hipnosis melalui suatu ekspresi potensi perilaku yang dialami terjadi secara otonom.
a. Fixation of Attention/Fiksasi Perhatian
Fiksasi perhatian telah menjadi pendekatan klasik untuk memulai trans terapeutik, atau hipnosis. Terapis akan meminta pasien untuk menatap api spot atau lilin, cahaya terang, cermin bergulir, mata terapis, isyarat, atau apapun. Seiring akumulasi pengalaman, terbukti bahwa titik fiksasi bisa menjadi sesuatu yang menarik perhatian klien. Selanjutnya, titik fiksasi tidak perlu bersifat eksternal, bahkan lebih efektif lagi untuk memusatkan perhatian pada tubuh klien dan pengalaman batinnya. Dengan demikian pendekatan seperti levitasi tangan dan relaksasi tubuh dikembangkan. Mendorong pasien untuk fokus pada sensasi atau citra internal membuat perhatian menjadi lebih efektif. Cara paling efektif untuk memusatkan perhatian dan memperbaiki perhatian dalam praktik klinis adalah mengenali dan memahami pengalaman klien saat ini. Bila konselor
benar-benar mengenali dan memahami klien saat ini dan -
pengalaman saat ini, klien biasanya akan bersyukur dan terbuka terhadap hal lain yang mungkin dikatakan oleh konselor. Klien mengakui kenyataan saat ini sehingga membuka kemungkinan yang besar klien mengatakan ”ya” untuk saran apa pun yang mungkin ingin diperkenalkan oleh konselor. Ini adalah dasar dari pendekatan pemanfaatan terhadap induksi trans, di mana konselor mendapatkan perhatian klien mereka dengan memusatkan perhatian pada perilaku dan pengalaman klien saat ini (Erickson, 1958, 19559). Konselor yang dengan hati-hati mempelajari proses perhatian dalam kehidupan sehari-hari dan juga di ruang konseling akan segera menyadari bahwa
sebuah cerita menarik atau fakta menarik atau fantasi dapat memusatkan perhatian yang sama efektifnya dengan induksi formal. Apa pun yang mempesona dan menahan atau menyerap perhatian seseorang dapat digambarkan sebagai hipnosis. b. Unconscious Search and Unconscious Process/ Pencarian Sadar dan Proses Tanpa Sadar
Dalam situasi yang sulit, misalnya seseorang bisa bercanda atau menggunakan kata-kata untuk mengatur ulang situasi dari sudut pandang yang berbeda, seseorang mungkin menggunakan sindiran atau implikasi mengganggu yang lain untuk memahami situasi yang sama. Metafora dan analogi (Jaynes, 1976) adalah alat untuk menangkap perhatian sementara dan meminta pencarian (yang pada dasarnya merupakan pencarian di tingkat bawah sadar) untuk menemukan sebuah asosiasi baru atau kerangka acuan. Inilah yang digambarkan sebagai bentuk saran tidak langsung (Erickson dan Rossi, 1976; Erickson, Rossi, dan Rossi, 1976). Intinya, saran tidak langsung dapat memulai pencarian tanpa sadar dan memfasilitasi proses tidak sadar di dalam diri klien sehingga biasanya mereka agak terkejut dengan tanggapan mereka sendiri. Bentuk saran tidak langsung membantu klien melewati keterbatasan pengetahuan mereka sehingga mereka mampu mencapai lebih banyak hal dari biasanya. Bentuk saran tidak langsung adalah fasilitator asosiasi mental dan proses tidak sadar. c. The Hypnotic Response/ Respon Hipnotis
Respons hipnotis adalah hasil alami dari pencarian dan proses tak sadar yang diprakarsai oleh konselor. Karena dimediasi terutama oleh proses tak sadar di dalam diri klien, respons hipnotis terjadi secara otomatis atau otonom, berlangsung dengan sendirinya dengan cara yang mungkin tampak asing atau terpisah dari cara biasanya. Kebanyakan klien biasanya mengalami sedikit kejutan menyenangkan saat mereka merespons sendiri dengan cara otomatis dan tidak disengaja ini. Rasa terkejut itu, pada kenyataan dan pada umumnya dapat dianggap sebagai indikasi sifat responsif mereka yang benar-benar otonom. Respons hipnosis tidak perlu diprakarsai oleh konselor. Sebagian besar fenomena hipnosis klasik, pada
kenyataannya ditemukan secara tidak sengaja sebagai manifestasi alami perilaku manusia yang terjadi secara spontan dalam keadaan tidak sadar tanpa adanya saran apapun. Hipnosis memperoleh konotasi manipulasi dan kontrol. Eksploitasi fenomena trans yang terjadi secara alami sebagai demonstrasi kekuatan, prestise, pengaruh, dan kontrol (seperti yang telah digunakan dalam tahapan hipnosis) adalah perubahan paling disayangkan dalam sejarah hipnosis. Dalam upaya untuk memperbaiki kesalahpahaman semacam itu, (Erickson, 1948) menggambarkan manfaat saran langsung dan tidak langsung dalam hipnokonseling sebagai berikut: Pertimbangan menyangkut peran umum saran dalam hipnosis. Tidak terlalu sering membuat asumsi yang tidak beralasan dan tidak masuk akal, karena keadaan trans diinduksi dan dipelihara berdasarkan saran, dan manifestasi hipnotis juga dapat ditimbulkan oleh saran, apa pun yang berkembang dari hipnosis harus sepenuhnya menjadi hasil dan ungkapan saran utama . Meluruskan kesalah pahaman yang mungkin terjadi, orang yang terhipnotis tetap menjadi orang yang sama. Hanya perilakunya yang diubah oleh keadaan trance, tapi meskipun begitu, perilaku yang berubah itu berasal dari pengalaman hidup klien dan bukan dari konselor. Hipnosis tidak mengubah orang tersebut, juga tidak mengubah kehidupan eksperimental masa lalunya. Hipnosis memungkinkan klien belajar lebih banyak tentang dirinya dan untuk mengekspresikan diri dengan cara yang lebih memadai. Pemberian saran secara langsung dapat terjadi terutama jika tanpa disadari, dengan asumsi bahwa apa pun yang berkembang dalam hipnosis berasal dari saran yang diberikan. Hal ni menyiratkan bahwa konselor memiliki kekuatan ajaib untuk mempengaruhi perubahan terapeutik pada klien dan mengabaikan fakta bahwa konseling berasal dari resynthesis batin dari perilaku klien yang dicapai oleh klien itu sendiri. Memang benar bahwa saran secara langsung dapat mempengaruhi perubahan perilaku klien dan menghasilkan penyembuhan simtomatik, setidaknya untuk sementara. Namun, penyembuhan semacam itu hanyalah sebuah respons terhadap saran.
Misalnya, anestesi tangan dapat disarankan secara langsung dan respons yang tampaknya memadai mungkin timbul. Namun, jika klien tidak secara spontan menafsirkan perintah tersebut untuk memasukkan realisasi kebutuhannya, anestesi tersebut akan gagal memenuhi tes klinis dan akan menjadi anestesi pseudo. Anestesi yang efektif lebih baik diinduksi, misalnya dengan memulai latihan aktivitas mental di dalam klien itu sendiri dengan menyarankan agar dia mengingat rasa kebas yang dialami setelah kaki atau lengan tertidur, dan kemudian menyarankan bahwa sekarang dia bisa merasakan perasaan serupa di tangannya. Dengan saran tidak langsung seperti itu, klien dapat menjalani proses proses sulit untuk mengurangi, mengatur ulang, menggabungkan kembali dan memproyeksikan pengalaman nyata dalam diri untuk memenuhi persyaratan dari saran tersebut. Dengan demikian, anestesi induksi menjadi bagian dari pengalamannya, bukan respons yang sederhana dan dangkal. d. Multiple Level Communication/Komunikasi Bertingkat
Penggunaan komunikasi bertingkat dalam bentuk analogi, metafora, dan anekdot dianggap sebagai salah satu kontribusi terbesar Erickson terhadap bidang psikoterapi (Zeig, 1980). Sesi terapi dan pelatihan seminar menunjukkan bagaimana dia menggunakan metode komunikasi tak langsung ini untuk memperkenalkan ide, membuat konfrontasi, atau meresepkan jalan alternatif perilaku tanpa meningkatkan resistensi dari klien. Langkah yang hati-hati harus dilakukan untuk mencocokkan bahasa klien dengan menggunakan irama pidato, kosa kata, dan budaya vernakular. Dengan cara ini, cerita bisa beresonansi dengan pengalaman manusia yang universal dalam hal yang relevan dengan klien. Seringkali, klien Ericksonian pada awalnya merasakan ketidaknyamanan ringan atau kebingungan saat mendengar cerita analogis, metaforis, atau anekdot yang kemudian menghasilkan pemahaman mendalam tentang penerapan pribadi (0 'Hanlon, 1987; Van Dyke, 1980). Berbeda langsung dengan teori konseling modern yang mempromosikan hal yang konkret, Konselor Ericksonian bebas menggunakan metode komunikasi tidak langsung yang berbicara ke beberapa dimensi orang tersebut. Zeig (1980) mengidentifikasi bentuk berikut dari beberapa
tingkat komunikasi: cerita, puns, lelucon, teka-teki, cerita rakyat, analogi, dan simbol. 3. Ratification of Therapeutic Change /Pengesahan Perubahan Konseling
Banyak klien dengan mudah mengenali dan mengakui perubahan yang pernah mereka alami. Namun klien dengan kemampuan yang kurang introspektif memerlukan bantuan konselor dalam mengevaluasi perubahan yang telah terjadi. Pengenalan dan apresiasi terhadap kerja trans diperlukan, karena sikap negatif lama dari klien dapat mengganggu dan menghancurkan respons terapeutik baru yang masih dalam keadaan rapuh dan belum begitu berkembang. a. The Recognition and Ratification of Trance/ Pengakuan dan Pengesahan Transisi
Individu yang berbeda mengalami trans dengan cara yang berbeda pula. Tugas konselor adalah mengenali bantuan untuk memverifikasi atau meratifikasi keadaan trans yang berubah. Ada beberapa klien yang tidak sadar keadaannya telah berubah. Contohnya adalah seberapa sering diantara kita yang tidak menyadari bahwa kita sebenarnya sedang bermimpi? Biasanya hanya setelah kita menyadari bahwa kita berada dalam keadaan lamunan atau melamun Karena trans terapeutik sebenarnya hanya variasi trans biasa yang seharihari terjadi atau lamunan yang memang akrab bagi semua orang, namun tidak serta merta hal itu dikenali sebagai keadaan yang berubah, beberapa klien tidak akan percaya bahwa mereka telah terpengaruh. Bagi klien seperti ini, penting untuk meratifikasi trans sebagai keadaan yang berubah. Tanpa ini, sikap dan kepercayaan negatif klien seringkali dapat membatalkan nilai saran hipnotis dan membatalkan proses terapeutik yang telah dimulai. a. Ideomotor and Ideosensory Signaling/ Sinyal Ideomotor dan Ideosensori
Karena banyak hipnokonseling yang tidak memerlukan pengalaman dramatis dari fenomena hipnotis klasik, akan lebih penting lagi jika konselor belajar mengenali manifestasi trans minimal sebagai perubahan fungsi sensorik, emosional, dan kognitif klien. Cara yang baik untuk mengevaluasi perubahan ini adalah penggunaan isyarat ideomotor dan ideosensori (Erickson, 1961; Cheek dan
Le Cron, 1968). Pengalaman trans sebagai keadaan yang berubah dapat diratifikasi dengan meminta salah satu dari berbagai tanggapan ideomotorik sebagai berikut:
J ika Anda telah mengalami beberapa penyimpangan dalam sesi kita hari ini, tangan kanan Anda (atau salah satu jari Anda) dapat mengangkat semua dengan sendirinya. J ika Anda telah dalam kondisi trans hari ini tanpa anda menyadarinya, kepala Anda akan mengangguk ya (atau matamu akan menutup) dengan sendiri nya. Adanya perubahan terapeutik dapat ditandai dengan cara yang sama.
J ika ketidaksadaran Anda tidak lagi anda perlukan (apapun gejalanya), kepala Anda akan mengangguk. Ketidaksadaran A nda dapat meninjau alasan masalah itu, dan bila Anda telah menemukan sesuatu yang bisa kita diskusikan, jari telunjuk kanan Anda bisa mengangkat semuanya dengan sendirinya. Beberapa subjek respons ideosensori lebih mudah daripada subjek lainnya. Dengan demikian mereka dapat merasakan perasaan ringan, berat, dingin, atau menusuk di bagian tubuh yang ditentukan. Dalam meminta tanggapan seperti itu, konselor mungkin membiarkan klien tidak sadar merespons dengan cara yang tidak disengaja. Aspek gerakan atau perasaan yang tidak disengaja atau otonom ini merupakan indikasi bahwa itu berasal dari sistem respons yang agak terpisah dari pola kebiasaan klien. Penggunaan utama dari pensinyalan ideomotor dan ideosensori adalah membantu klien merestrukturisasi sistem kepercayaan mereka. Keraguan tentang perubahan terapeutik mungkin berlanjut bahkan setelah masa penjelajahan dan mengatasi masalah saat trans. Keragu-raguan ini seringkali dapat terbebas ketika klien percaya pada tanggapan ideomotor atau ideosensori sebagai indeks independen dari validitas pekerjaan terapeutik. Terapis dapat melanjutkan, misalnya, dengan saran sebagai berikut:
Jika ketidaksadaran Anda mengakui bahwa proses perubahan terapeutik telah dimulai, kepala Anda bisa mengangguk.
BAB III STUDI KASUS
Frank, seorang pria berkulit putih berusia 23 tahun, mengunjungi kantor saya dengan keluhan fobia darah. Dia pernah menjadi mahasiswa kedokteran namun menunda studinya karena ketakutannya yang terus berkembang. Dia berdiri di ruang tunggu saat saya mendekatinya dan ketika saya meraih tangannya, saya melihat tangannya menjabat tangan saya dengan lemas dan ragu-ragu. Di kantor saya, dia menjelaskan bahwa dia memiliki riwayat medis berkepanjangan sebelumnya. Dia bercerita saat berusia 14 tahun ia mengalami intoleransi laktosa atau ketidakmampuan tubuh untuk mencerna laktosa. Ia mengalami berbagai gejala dan menemui banyak dokter sebelumnya. Pada usia 16, ia didiagnosis dan mulai menjalani pengobatan. Dalam proses menjalani pengobatan, dia memutuskan untuk menjadi dokter saat dia dewasa. Dia tidak pernah goyah untuk mewujudkan mimpinya. Namun, insiden yang paling tidak menyenangkan terjadi pada usia 16 tahun ketika dia dalam keadaan lemah karena muntah dan tidak tidur nyenyak berharihari. Saat itu ia mengingat secara singkat (menurutnya karena gula darah rendah) ia melihat jarum menarik sejumlah darah dari lengannya. Pada saat itu ia mulai mengalami fobia. Pengobatannya terus berlangsung selama setahun, dan pada usianya yang ke 18 ia mulai melupakan fobia nya dan dapat melanjutkan pendidikannya dengan baik. Di labolatorium pembedahan pun ia hampir tidak lagi mengingat trauma masa lalunya. Sayangnya, kenyamanan ini tidak bertahan lama. Delapan bulan sebelum datang untuk konseling, terjadi sesuatu di laboratorium pembedahan yang menurutnya sangat menakutkan sehingga dia hampir pingsan dan harus lari dari ruangan. Dia bahkan pingsan saat menonton film yang didalamnya muncul adegan yang mengejutkan. Sebagai hasil dari kejadian ini ia mencari konseling dengan pendekatan lain, Eye Stens Desence and Reprocessing (EMDR) hingga resolusi trauma. Setelah beberapa perawatan dengan pendekatan itu, terapisnya menyatakan bahwa dia tidak membuat kemajuan yang diharapkan.
Tentang konstelasi gejala, ditemukan bahwa dia tidak memiliki pemikiran tentang kematian atau ketakutan irasional. Dia hanya mengantisipasi pingsan jika melihat darah. Saya tertarik dengan apa yang mungkin memicu kecemasan yang terkait dengan darah, setelah sebelumnya dia terbebas dari gangguan tersebut selama beberapa tahun. Ketika saya bertanya tentang pengalaman hidupnya, saya juga bertanya tentang kehidupannya pada usia 16 ketika reaksi fobia dimulai. Saya tertarik untuk membandingkan periode ini. Namun, saat menjawab pertanyaan saya, sangat jelas bahwa dia telah mengembangkan serangkaian pengalaman unik lain yang mungkin juga terkait dengan keluhannya saat ini. Awalnya, kurangnya agresi, bahkan kepasifan saat dia menjabat tangan, dan sikapnya yang cemas membuat garis penyelidikan yang lain. Akhirnya, Frank menceritakan bahwa kedua orang tuanya merepotkan baginya. Ayahnya cukup pasif karena ibunya kritis, agresif, dan mengendalikan, dan dia telah mengembangkan sikap bersahabat dan responsif terhadap orang lain daripada berdiri tegak atau mengambil posisi dominan dalam bentuk apapun. Dia menghindari hal-hal yang berhubungan dengan mengambil alih sesuatu, mengungkapkan ketidaksepakatan, berkompetisi, dan sebagainya. Masalah yang dialami Frank semakin kompleks saat pacarnya kemudian memutuskan dia lewat telpon dan menolak bertemu dengannya atau membicarakan permasalahannya. Dia mengatakan bahwa dia sangat kecewa dengan hal ini sehingga "hampir" mengalahkan kekhawatirannya tentang fobia darah. Tentu saja Frank perlu mengoreksi fobia yang dialaminya dan kembali ke sekolah
kedokteran.
Kami
memetakan
rencana
perawatan
yang
akan
mempertinggi rasa percaya diri dan ketegasannya dan menggunakan pengalaman ini untuk menghambat dan mengganti respons kondisinya dalam melihat darah. Dia menjadwalkan dua sesi lagi setelah kunjungan pertamanya. Sesi 2 dimulai dengan Frank yang mengingatkan saya bahwa masalahnya adalah contoh pengkondisian fobia (dan menunjukkan bahwa hal itu tidak ada hubungannya dengan kecemasan tentang ibunya, ketegasannya, atau faktor emosional semacam itu). Saya setuju bahwa kesadaran dan pemahamannya dimulai pada saat itu dan dengan cepat bertanya apakah saya bisa membantunya
agar berorientasi pada sesi tersebut dengan menghubungkan satu atau dua kisah kasus yang mungkin bisa membantu dia saat dia mengungkap masalah ini dan mendapatkan apa yang dia cari. Dia setuju dan saya menjelaskan kepadanya bahwa saya ingin melakukan sesuatu yang belum pernah saya lakukan sebelumnya. Biasanya, saya meminta klien untuk secara mendasar memperhatikan saya tanpa gangguan selama berbicara, karena saya ingin melihat reaksi mereka dan membantu mereka membentuk beberapa pengalaman kreatif untuk mendekati solusi atas masalah mereka. Namun, dalam kasusnya, karena dia sudah terganggu oleh sejumlah hal, saya memintanya untuk sengaja mengalihkan perhatiannya dari saya saat saya berbicara. Secara khusus, saya memintanya untuk membuat corat-coret dan membuat sketsa di buku catatan besar saya, gagasan, gambar, kebodohan, poin, kenangan, atau hiburan apa pun mungkin muncul dalam pikirannya saat saya berbicara. Saya mengingatkannya bahwa ini hanya semacam pemanasan kreatif sebelum
inti dari arah sesi yang telah disepakati dan setelah 10 menit atau
kurang, saya ingin melanjutkan dengan hal yang lain. Dia mengulangi instruksi saya dan mengatakan bahwa dia tidak dapat menggambar dengan baik. Dia mengerti permintaan saya dan saya menambahkan bahwa akan baik jika melakukan orat-oret atau bahkan menuliskan beberapa patah kata jika dia menyukainya-walaupun saya lebih suka tindakan menggambar yang baru. Saya menyerahkan pad dan spidolnya dan mulai memberitahunya tentang kasus yang melibatkan pria yang mencari konseling hipertensi dan bersikeras bahwa gejala fisiknya hanya disebabkan oleh medis. Saya mengingatkan Frank untuk mengabaikan pembicaraan saya sebanyak yang dia bisa dan membiarkan suara saya menjadi latar belakang, menghangatkan kreativitasnya dengan menarik apa yang ada dalam pikirannnya. Cerita berlanjut sekitar delapan menit dan detail konseling pria dengan hipertensi. Dalam ceritanya, ayah pria tersebut baru saja meninggal karena serangan jantung dan pria tersebut membawa monitor tekanan darah dalam kesehariannya dan mengukur hipertensinya sepanjang hari dengan harapan bisa memastikan bahwa dengan cara
ini dia tidak akan seperti ayahnya. Dia akan berlari dan melakukan latihan relaksasi untuk memastikan itu. Namun, saat dia berada di depan muridnya atau dengan istrinya, tekanan darahnya naik lagi. Dengan cara itupun ternyata dia tidak dapat menemukan kenyataan bahwa dia tidak seperti ayahnya, meskipun dia berusaha keras untuk memperbaiki dirinya sendiri. Saat saya berbicara, Frank mencorat-coret secara acak di pad dan memecah perhatiannya antara mendengarkan cerita dan seni di depannya. Dia mulai menggambar garis hitam tebal di antara bercak-bercak warna. Merah tidak terlihat dari gambar itu. Dalam cerita, laki-laki itu menemukan bahwa kekhawatirannya yang
hampir
obsesif
adalah
upaya
untuk
menyembunyikan
kerentanan
emosionalnya. Dia kemudian menggunakan konseling untuk membayangkan kembali saat kematian ayahnya, menangis dengan sedih sehingga dia tidak dapat atau
tidak
mengungkapkan
kebutuhannya
sendiri
di
masa
lalu,
dan
mengungkapkan kemarahan bahwa dia diberi contoh seperti bagaimana harusnya menjadi seorang pria. Akhirnya, dia menyatakan dengan tegas dan agresif menegaskan bahwa dia tidak seperti ayahnya dan akan belajar lebih banyak daripada yang bisa diajarkan ayahnya kepadanya. Saya telah membuat cerita itu sejelas dan seakurat mungkin dalam waktu singkat yang dibutuhkan untuk menghubungkan sesi emosional yang benar-benar terjadi dengan tokoh yang diceritakan. Pada saat itu Frank tidak menggambar tapi sedang duduk dan menatap langit-langit. Dia menyatakan bahwa dia bisa mengidentifikasi pria dalam cerita dalam banyak hal. Dia bertanya apakah hal seperti itu mungkin akan bagus untuknya juga?. Sebagai tanggapan langsung terhadap pertanyan penuh minat itu, saya memintanya untuk melakukan latihan sebanyak dua bagian untuk sisa sesi tersebut. Latihan ini terdiri dari arahan paradoks untuk membiarkan fobianya berlanjut dalam beberapa minggu ke depan sehingga minatnya untuk belajar dari itu bisa membimbingnya dengan lebih baik. Dia setuju, terutama karena bekerja secara langsung untuk menghentikan fobia yang dialaminya sejauh ini gagal. Saya memintanya untuk secara visual mempraktikkan adegan dengan karakteristik tertentu dan memberi tahu saya apa
yang dia dapatkan darinya dan apa artinya. Fantasi ini melibatkan ingatan beberapa saat ketika dia menunjukkan kekuatan, kepercayaan diri, kesombongan, tekad, dan ketegasannya. Karena tubuh dan diri Frank mencerminkan keberhasilan dalam mengumpulkan perasaan ini, saya telah mengubah fantasinya menjadi sebuah gambar kejadian masa lalu yang traumatis. Saya memintanya untuk tetap percaya diri tapi menyaksikan bagaimana dia dan orang tuanya sebelum masa trauma. Dalam konsentrasi terbangun ini, Frank perlahan membagikan apa yang diingatnya tentang kegusaran ayahnya dengan keluhan makan dan muntah yang dialami Frank, pertengkaran orang tuanya, dan kontrol ibunya yang menindas terhadap hidupnya. Dia diminta untuk menyimpan citra dirinya yang lebih muda dalam fantasi dan sekaligus menyadari bahwa dia adalah diri yang lebih percaya diri lebih dulu. Saya memintanya untuk tidak menyimpulkan atau mengubah reaksinya pada saat ini, hanya untuk mengingat dan mempelajari sesuatu yang tampaknya penting. Selagi sesi ditutup, saya meminta Frank untuk melakukan tugas diluar sesi. Saya memintanya untuk melakukan kegiatan ini tiga kali sebelum saya melihatnya lagi; dia bisa memutuskan kapan waktunya nanti. Karena dia tinggal di rumah, saya ingin dia meminjam palu ayahnya dan meninggalkan rumah saat matahari terbenam. Saya memintanya untuk pergi ke dermaga dan menggunakan palu untuk menumbuk semua paku yang dia lihat menonjol dengan cara apa pun di atas kayu. Dia tidak boleh berbicara dengan siapapun dan bisa mengatakan ini adalah pekerjaannya jika dia perlu. Bagaimanapun, dia harus melakukan ini setidaknya selama satu jam selama tiga malam. Jika dia menumbuk semua paku yang menonjol di lokasi ini, dia bisa melanjutkan perjalanan dengan menelusuri kayu yang menjembatani bukit pasir dan menghubungkan jalan pantai ke garis pantai. Ketika kembali ke sesi berikutnya, saya ingin dia memberi tahu saya apa pendapatnya tentang pelajaran dari penugasan semacam itu. Kami memulai sesi ketiga dengan membawakan tugas pekerjaan rumah. Frank mengatakan bahwa dia belum pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya, karena dia selalu merasa telah terhambat dari hal seperti itu. Ketika ditanya apa tugas penugasan tersebut, Frank menyimpulkan bahwa mungkin yang
terpenting adalah menunjukkan bahwa dia memiliki lebih banyak kemampuan di dalam dirinya daripada yang dia harapkan. Meski begitu, dia tidak yakin bagaimana ini bisa menyembuhkan fobianya. Mendengar bahwa dia telah melakukannya, saya memintanya untuk memejamkan mata dan mengingat pengalaman membebaskan yang dia cari dan temukan pada malam itu. Selain itu, saya meminta agar Frank juga secara visual mempraktekkan permulaan fobia terbaru, delapan bulan yang lalu, saat dia berada di sana, saat menjelang bertemu dengan pacarnya dan mulai mengencani dia. Akhirnya, saya memintanya untuk secara visual mempraktikkan perpisahan baru-baru ini dengannya. Saya memintanya untuk membuat janji lagi untuk minggu depan dan menggunakan sisa 10 menit sesi untuk menguraikan alat-alat. Saya menjelaskan sejumlah karakteristik tentang alat yang telah diberikan ayah saya kepada saya. Saya memberi penekanan khusus pada alat-alat yang dulu pernah saya anggap tidak berguna tapi kemudian saya hargai, seperti pesawat kayu yang tidak saya gunakan saat masih anak-anak tapi kemudian saya temukan dan dapat saya gunakan untuk memperbaiki lemari dan pintu begitu saya menjadi pemilik rumah. Saya juga menjelaskan tang yang dulu adalah milik ibu saya dan palu favorit saya yang dulu menjadi milik ayah saya, kemudian saya berikan kepada anak saya. Saya menjelaskan apa yang membuat palu "bagus". Karena dia telah menemukan nilai pada palu, saya memintanya untuk membawa palu milik ayahnya pada sesi berikutnya dan membiarkan saya memeriksanya. Saya juga memintanya untuk menulis esai singkat tentang nilai beberapa alat milik ayahnya sehingga
saya
bisa
dengan
jelas
mengevaluasi
kemampuannya
untuk
mengekspresikan dirinya secara tertulis. Akhirnya, saya meminta agar dia mendekati ayahnya, katakan padanya dengan cara apa pun agar dia bisa menemukan sesuatu yang menyatakan jika palu itu berharga baginya, dan mintalah agar ayahnya memberikan itu sebagai hadiah kepadanya. Ketika dia kembali dengan palu ayahnya, saya memeriksanya dengan hati-hati dan menyatakannya sebagai palu yang indah. Saya bertanya apakah dia sudah memintanya sebagai hadiah, dan dia bilang tidak. Saya hampir bersikeras bahwa dia
harus
melakukannya,
segera
sebelum
konseling
berlanjut.
Setelah
menyerahkan telepon, saya mendesaknya untuk menelepon ayahnya di tempat kerja dan bertanya mengenai palu tersebut. Awalnya dia merasa malu dan enggan. Namun, dia menyadari bahwa dia tidak pernah benar-benar meminta sesuatu secara spontan, dan mengingat betapa senangnya dia saat melakukan itu. Dia memanggil ayahnya di telepon. Ayahnya ramah dan sedikit bingung dengan pertanyaan tersebut, sedikit ragu dan kemudian menyetujuinya, ayahnya mengatakan bahwa jika palu itu sangat berarti bagi Frank, dia pasti bisa memilikinya. Saya memintanya untuk duduk memegang palu, memejamkan mata dan menghidupkan kembali kenangan berdebar dengan palu itu selama seminggu sebelumnya. Dia memberi isyarat kepada saya saat dia memiliki pengalaman itu, dan saya meminta dia untuk membayangkan dan mulai percaya sebanyak yang dia bisa dalam fantasi, bahwa dia masih berada di dermaga dan menumbuk paku. Saya menghitung mundur dari 20, saya menyarankan agar dia dapat menciptakan trans yang semakin dalam yang menginduksi diri untuk mendengar suara saya dan menjaga kesadaran ganda untuk memukul paku. Setelah menyelesaikan pendalaman, saran digunakan untuk memberinya kemungkinan membayangkan bahwa dia sedang menghancurkan jarum yang penuh dengan darah dan rangsangan yang sebelumnya ditakuti, termasuk adegan film, lab pembedahan, dan benda-benda dalam kenangan akan trauma aslinya. Dia tidak ingin kenangan buruknya mengendalikannya lagi. Saya memintanya untuk meletakkan palu tapi tetap menjaga perasaan untuk melatih Frank yang lebih muda dalam latihan visual. Saya menyarankan agar dia menyampaikan perasaan ini kepada Frank seperti ayahnya meneruskan palu kepadanya. Dia juga bisa mengungkapkan keinginannya agar ibunya berhenti mengendalikannya. Akhirnya, pada waktunya, Frank didesak untuk beralih ke fantasi visual dengan mantan pacarnya dan membayangkan melakukan hal yang sama dalam dialog dengannya. Ini adalah sesi terakhirnya dengan saya. Dia meninggalkan sesi itu dan melaporkan bahwa dia penasaran dengan reaksinya terhadap darah sekarang dan sebagai permulaan dia akan mengujinya dengan menyewa film dan memberi tahu saya untuk hasilnya. Akhir pekan itu Frank menyewa Blade, karena dilaporkan film tersebut memiliki adegan kekerasan dan darah yang tidak
beraturan. Dia mengatakan bahwa adegan tersebut tidak menimbulkan masalah baginya, film itu agak menyenangkan, dan dia mungkin juga senang menontonnya. Dia mengatakan bahwa hal itu tidak seburuk yang digambarkan orang-dia telah melihat jauh lebih buruk di rumah sakit. Tiga minggu berlalu dari sesi terakhir dan Frank kembali ke universitas di Alabama dan memulai kembali sekolah kedokteran dengan semester baru. Setelah beberapa bulan dia menelepon untuk melaporkan awalnya dia agak khawatir tapi belum sempat menghadapi tugas di rumah sakit yang dulu membuatnya takut. Dia bercanda mengatakan bahwa ia hanya harus terus "memalu" untuk menyelesaikan sekolah.
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan
Dalam konseling Ericksonian, konselor tidak "melakukan" apapun kepada klien namun menerima energi yang diberikan oleh klien. Menilai arah dan sumber daya yang dimiliki oleh klien. Konselor Ericksonian dapat menempatkan gagasan dan tugas di jalannya-bukan untuk memblokir atau menolak, tapi untuk mengubah momentum ke depan. Pada akhirnya klien mengubah dirinya dengan sumber dayanya dan momentumnya. Terapis hanya katalisator untuk hasilnya. Konseling Ericksonian menciptakan konteks untuk perubahan apakah itu ada dalam sesi, di luar sesi, atau dalam penyerapan internal self-hypnosis yang terkonsentrasi. Pendekatan mempengaruhi
yang
dikembangkan
perkembangan
oleh
Milton
hypnocounseling.
H.
Salah
Erickson satu
inti
juga dari
hypnocounseling adalah menggunakan teknik trance, dimana trance merupakan kondisi yang dialami individu ketika hypnosis berlangsung. Trance adalah hal penting ketika individu ingin belajar, karena semua informasi t ersimpan di pikiran luar sadar, trance dapat memberikan individu kondisi yang dibutuhkan dalam memanggil ulang informasi. Hypnocounseling pun untuk metode, gaya/pola bahasa dll cukup banyak dipengaruhi oleh pendekatan dari Milton H. Erickson.
DAFTAR PUSTAKA
Corsini, Raymond. (2001). Handbook of Innovative Therapy. Canada: Jhon Wile y Sons, Inc. Erickson, H. Milton & Rosi, Ernest.L.(1979). Hypotherapy. New York : Jhon Wiley Sons, Inc. Forrest, Alan W & Jenluns, Todd. (1999). Ericksonian Approaches to Counseling: Toward an Assimilated Paradigm of Practice for the Twenty-First Century. Journal Of Humanistic Counseling, Education And Development. Vol. 37 .
Hipnoterapi: Cara Tepat & Cepat Mengarasi Stres, Fobia, Trauma. (Diakses 15 Maret 2018 Pukul 22:00) Tersedia oline di: https://books.google.co.id/books?id=SAEsVPnP8pEC&pg=PA123&lpg=PA123& dq=tanda+tanda+trans&source=bl&ots=EH4Etun7WV&sig=5zSVR9p5un0GIkN 4x4_jn41qkiA&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwit_ZCFgvHZAhWIfbwKHSTxBK4 Q6AEwD3oECAEQAQ#v=onepage&q=tanda%20tanda%20trans&f=false Klein. Erickson Roxana, Short, Dan. (2015). The SAGE Encylopedia Of Theory In Counseling And Psycoterapy (Chapter Title: "Ericksonian Therapy"). Thousand Oak : SAGE Publication. Otani, Akira. (1989). Integrating Milton H. Erickson’s Hypnotherapeutic Techniques Into General Counseling and Psychotherapy . Journal Of Counseling & Development . Vol. 68 Solihudin, Ichan. (2015). Hypnosis For Carrer . Bandung : PT. Mizan Pustaka.