HALAMAN PENGESAHAN
Laporan lengkap praktikum Struktur Hewan Unit I dengan judul “Pemberian “Pemberian Obat pada Hewan Uji” Uji” disusun oleh : Nama : Nurcaya Nim : 1114140008 Kelas : B ( Biologi Sains ) Kelompok : II telah diperiksa dengan teliti oleh pembimbing dan dinyatakan diterima. Makassar, Koordinator Asisten
Sygit Frank Sananta Nim : 081 404 022
November 2012
Asisten
Ahmad Faqih Dzulkarnain Nim : 081 404 003
Mengetahui, Dosen penangguung jawab
Arsad Bahri, S.Pd., M.Pd. Nip : 1984 011 5200 6041 002
A. Dasar Teori Hewan percobaan tidak ternilai harganya dalam merintis jalan untuk memperbaiki kesehatan manusia. Sampai sekarang ini mereka merupakan kunci setiap kemajuan yang dicatat dalam dunia kesehatan (Wattimena, 1993). Mencit ( Mus Mus musculus) musculus) adalah anggota Muridae (tikus-tikusan) yang berukuran kecil. Mencit mudah dijumpai di rumah-rumah dan dikenal sebagai hewan pengganggu karena kebiasaannya menggigiti menggigiti mebel dan barang-barang kecil lainnya, serta bersarang di sudut-sudut lemari. Hewan ini diduga sebagai mamalia terbanyak kedua di dunia, setelah manusia. manusia. Mencit sangat mudah menyesuaikan diri dengan perubahan yang dibuat manusia, bahkan jumlahnya yang hidup liar di hutan barangkali lebih sedikit daripada yang tinggal di perkotaan. Mencit percobaan (laboratorium) dikembangkan dari mencit, melalui proses seleksi. seleksi. Sekarang mencit juga dikembangkan sebagai hewan sebagai hewan peliharaan (Anonim, 2012). Tikus putih (mencit) sebagai hewan percobaan karena tikus mencit memliki banyak keunggualan. Pertama, banyak gen tikus mencit relatif mirip dengan manusia. Kedua, tikus mencit merupakan golongan binatang menyusui atau mamalia yang memiliki kemampuan berkembang biak yang sangat tinggi, sangat cocok untuk digunakan dalam percobaan besar besaran. Selain itu, tipe bentuk badan tikus mencit, mudah dipelihara dan reaksi obat yang digunakan dibadannya dapat cepat terlihat (Anonim, 2011). Rute pemberian obat, dapat diberikan secara peroral subkutan, intramuscular, intravena dan intra peritonial. Rute peroral dapat diberikan dengan mencampurkan obat bersama makanan, bisa pula dengan jarum khusus ukuran 20 dan panjang kira-kira 5cm untuk memasukkan senyawa langsung ke dalam lambung melalui esophagus. Jarum ini ujungnya bulat dan berlubang ke samping. Rute subkutan paling mudah dilakukan pada mencit. Obat-obat dapat diberikan kepada mencit dengan jarum yang panjangnya 0,5-1,0 cm dan ukuran 22-24 (22-24 gauge). Obat bisa disuntikkan di bawah kulit di daerah punggung atau di daerah perut. Kekurangan dari rute ini adalah obat harus dapat larut dalam cairan hingga dapat disuntikkan. Rute pemberian obat secara intramuscular lebih sulit karena otot mencit sangat kecil, obat bisa disuntikkan ke otot paha bagian belakang dengan jarum panjang 0,5-1,0 cm dan ukuran 24 gauge, suntikan tidak boleh terlalu dalam agar tidak terkena pembuluh darah. Rute pemberian obat secara intravena haruslah dalam keadaan mencit tidak dapat bergerak, ini dapat dilakukan dengan memasukkan mencit ke dalam tabung plastik cukup besar agar mencit tidak dapat berputar ke belakang dan supaya ekornya keluar dari tabung, jarum yang digunakan berukuran 28 gauge dengan panjang 0,5 cm dan suntikan pada vena lateralis ekor, cara ini tidak dapat dilakukan karena ada kulit mencit yang berpigmen jadi venanya kecil dan sukar dilihat walaupun mencit berwarna putih. Cara intra peritonial hampi sama dengan cara intra muscular suntikan dilakukan dengan di daerah abdomen diantara cartilage xiphoidea dan symphysis pubis (Tim Pengajar, 2011). Menurut Odik (2012), rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk kedalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal dan parenteral: 1. Jalur Enternal Jalur enteral berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal (GI), seperti pemberian obat melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral. Pemberian melalui oral merupakanjalur pemberianobat paling banyak digunakankarena paling murah, paling mudah, dan paling aman. Kerugian dari pemberian melalui jalur enternal adalah absorpsinya lambat, tidak dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar atau tidak dapat menelan. Kebanyakan Keb anyakan obat ob at diberikan melalui jalur jalu r ini, selain alasan di atas juga alasan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa sakit. Bahkan dianjurkan jika obat dapat diberikan melalui jalur ini dan untuk kepentingan emergensi (obat segera berefek), obat harus diberikan secara enteral.
2. Jalur Parenteral Parenteral berarti tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral adalah transdermal (topikal), injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke dalam trakea menggunakan endotrakeal tube), dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur ini dapat menimbulkan efek sistemik atau lokal. Kerugian pemberian per oral adalah banyak faktor dapat mempengaruhi bioavaibilitas obat. Karena ada obat-obat yang tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus dan atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut (metabolisme atau eliminasi lintas pertama). Eliminasi lintas pertama obat dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral, sublingual, rektal, atau memberikannya bersama makanan. Selain itu, kerugian pemberian melalui oral yang lain adalah ada obat yang dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerja sama dengan penderita, dan tidak bisa dilakukan saat pasien koma. Pemberian obat secara parenteral memiliki beberapa keuntungan, yaitu: (1) efeknya timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian per oral; (2) dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar, atau muntah-muntah; dan (3) sangat berguna dalam keadaan darurat. Kerugiannya antara lain dibutuhkan cara asepsis, menyebabkan rasa nyeri, sulit dilakukan oleh pasien sendiri, dan kurang ekonomis. Pemberian intravena (IV) tidak mengalami absorpsi tetapi langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik, sehingga kadar obat dalam darah diperoleh secara capat, tepat, dan dapat disesuaikan langsung dengan respon penderita. Kerugiannya adalah mudah tercapai efek toksik karena kadar obat yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan, dan obat tidak dapat ditarik kembali. Hangatkan hewan uji di bawah lampu panas atau alat pemanas lainnya, pastikan untuk tidak terlalu panas pada binatang. Suhu tidak boleh melebihi 85-90 ° Fahrenheit pada tingkat binatang. Lepaskan hewan uji dari sumber panas harus segera setiap perubahan dalam tingkat respirasi atau air liur berlebihan dapat diamati. Alat pemanas lainnya, seperti handwarmers sekali pakai, dapat digunakan sebagai pengganti lampu yang panas. Prep ekor dengan 70% etanol. Memulai usaha suntikan di tengah atau sedikit bagian distal ekor. Dengan ekor ketegangan di bawah, masukkan jarum, bevel up, kira-kira sejajar dengan vena dan masukkan jarum minimal 3 mm ke dalam pembuluh darah. Dalam proses penyuntikan jangan sekali-kali memasukkan udara karean akan menyebabakan vena rusak atau tidak stabil. Menyuntikkan materi yang lambat, gerakan fluida. Anda harus dapat melihat vena jarum pucat jika diposisikan dengan benar. Jika ada pembengkakan di tempat suntikan atau injeksi terjadi perlawanan, keluarkan jarum dan Masukkan kembali itu sedikit di atas awal injeksi. Pemberian secara injeksi intravena menghasilkan efek yang tercepat, karena obat langsung masuk ke dalam sirkulasi. Efek lebih lambat diperoleh dengan injeksi intramuskular, dan lebih lambat lagi dengan injeksi subkutan karena obat harus melintasi banyak membran sel sebelum tiba dalam peredaran darah (Shochichah, 2010). Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan yaitu faktor internal dan faktor eksternal, adapun faktor internal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan meliputi variasi biologic (usia dan jenis kelamin) pada usia hewan semakin muda maka semakin cepat reaksi yang ditimbulkan, ras dan sifat genetik, status kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh dan luas permukaan tubuh (Katzung, 1986). Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan meliputi suplai oksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang, suasana asing atau bru, pengalaman hewan dalam penerimaan obat, keadaan rungan tempat hidup seperti suhu, kelembaban, ventilasi, cahaya, kebisingan serta penempatan hewan), pemeliharaan keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ untuk percobaan (Katzung, 1986).
B. Tujuan Praktikum Secara umum, praktikum ini bertujuan supaya mahasiswa dapat mengetahui cara pemberian obat pada hewan percobaan (mencit) dengan baik dan benar dengan cara intra muscular, intra peritoneal, subkutan dan per oral.
C. Alat dan Bahan 1. Alat a. Kandang mencit b. Jarum suntik c. Sarung tangan 2. Bahan a. Obat mencit b. Larutan alkohol c. Kapas
D. Prosedur Kerja 1. Pemberian obat secara oral a. Menyiapkan mencit, jarum tumpul yang akan digunakan pada mencit tersebut, dan obat yang akan diberikan pada mencit. b. Memasukkan obat ke dalam jarum suntik, lalu mensterilkan dengan alkohol. c. Menenangkan mencit dengan cara mengelus-elusnya dan memegang kulit belakang mencit hingga tidak dapat bergerak, lalu menyuntikkan ke mulut hingga bagian esophagus dengan hati-hati. d. Meletakkan kembali mencit dan menenangkannya dengan cara mengelus-elusnya. 2. Pemberian obat secara intra muscular a. Menyiapkan mencit, jarum tumpul yang akan digunakan pada mencit tersebut, dan obat yang akan diberikan pada mencit. b. Memasukkan obat ke dalam jarum suntik, lalu mensterilkan dengan alkohol. c. Menenangkan mencit dengan cara mengelus-elusnya dan memegang kulit belakang mencit hingga tidak dapat bergerak, lalu menyuntikkan pada bagian pahanya dengan cara hati-hati. d. Meletakkan kembali mencit dan menenangkannya dengan cara mengelus-elusnya. e. Pemberian obat secara intra peritoneal a. Menyiapkan mencit, jarum tumpul yang akan digunakan pada mencit tersebut, dan obat yang akan diberikan pada mencit. b. Memasukkan obat ke dalam jarum suntik, lalu mensterilkan dengan alkohol. c. Menenangkan mencit dengan cara mengelus-elusnya dan memegang kulit belakang mencit hingga tidak dapat bergerak, lalu menyuntikkan pada bagian bagian perut dengan cara hati-hati. Diusahakan tidak mengenai organ bagian dalam dan hindari ada bagian yang terluka a. Meletakkan kembali mencit dan menenangkannya dengan cara mengelus-elusnya. d. Pemberian obat secara subkutan a. Menyiapkan mencit, jarum tumpul yang akan digunakan pada mencit tersebut, dan obat yang akan diberikan pada mencit. b. Memasukkan obat ke dalam jarum suntik, lalu mensterilkan dengan alkohol. c. Menenangkan mencit dengan cara mengelus-elusnya dan memegang kulit belakang mencit hingga tidak dapat bergerak, lalu menyuntikkan ke bagian bawah pada bagian tengkuk dengan hati-hati.
d. Meletakkan kembali mencit dan menenangkannya dengan cara mengelus-elusnya.
E. Hasil Pengamatan Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Pemberian obat secara oral Pemberian obat dilakukan dengan cara memasukkan fedding tube ke dalam mulut mencit dengan volume maksimal 0,5 ml. 2. Pemberian obat secara intra muscular Pemberian obat dilakukan dengan cara menyuntikka pada paha bagian posterior dengan volume 0,5 ml. 3. Pemberian obat secara intra peritonial Pemberian obat dilakukan dengan cara menyuntikkan pada daerah abdomen sampai agak menepi dari garis tengah dengan volume 0,5 ml. 4. Pemberian obat secara subkutan Pemberian obat dilakukan dengan cara menyuntikkan pada bagian leher dengan volume 0,5 ml.
F. Pembahasan Pemberian obat dilakukan pada empat ekor mencit. Masing-masing mencit mewakili dari beberapa cara pemberian obat dengan volume yang diberikan sekitar 0,5 ml untuk setiap mencit yang diujikan. Praktikum kali ini mempelajari tentang pemberian obat pada mencit. Mencit di pilih sebagai hewan uji karena karena tikus mencit memliki banyak keunggualan. Pertama, banyak gen tikus mencit relatif mirip dengan manusia. Kedua, tikus mencit merupakan golongan binatang menyusui atau mamalia yang memiliki kemampuan berkembang biak yang sangat tinggi, sangat cocok untuk digunakan dalam percobaan besar-besaran, tipe bentuk badan tikus mencit, mudah dipelihara dan reaksi obat yang digunakan dibadannya dapat cepat terlihat. Selain itu, proses metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan. Pemberian obat pada hewan uji yaitu pertama melalui oral, sub kutan, intra muscular, dan intra peritonial. Dengan cara oral (pemberian obat melalui mulut masuk ke saluran intestinal) digunakan dengan jarum injeksi yang berujung tumpul agar tidak membahayakan bagi hewan uji. Akan tetapi pada praktikum kali ini tidak dilakukan karena keterbatasan alat yaitu jarum injeksi yang berujung tumpul. Kedua dengan cara subkutan dengan menyuntikkan obat melalui tengkuk hewan uji tepatnya injeksi dilakukan dibawah kulit. Ketiga dengan cara intra muscular dengan menyuntikkan obat melalui paha hewan uji dengan perlahan-lahan sambil di elus-elus agar mencit tidak stress. Keempat dengan cara intra peritonial dengan menyuntikkan obat melalui bagian perut tanpa mengenai organ (ditandai dengan tidak ada darah yang keluar) di letakkan dengan perlahan-lahan sambil dielus-elus agar mencit tidak stress. Pemberian obat pada mencit secara intra peritonial termasuk kurang maksimal, karena ditandai dengan adanya darah yang keluar dari bagian yang disuntikkan.
G. Kesimpulan Setelah melakukan percobaan ini, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Otot lurik terdiri terdiri atas berkas-berkas selindrik sangat panjang dan setiap sel atau serabut mengandung banyak inti, inti terletak pada bagian perifer, di bawah membran sel. 2. Otot polos terdiri atas sel-sel yang berbentuk kumparan panjang pada ujung penampang melintang, setiap sel otot polos memiliki sebuah inti yang terletak di tengah.
3. Otot jantung terdiri atas sel-sel yang tidak bersatu bersatu menjadi sel sinsitium seperti otot lurik lurik atau otot rangka. Ciri khas otot jantung adalah adanya discus interkalaris dan inti yang terletak di tengah. Otot jantung ini hanya han ya terdapat pada jantung saja.
H. Saran Pada saat praktikum, praktikan sebaiknya lebih cermat dalam praktikum sehingga dapat mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan dan sebaiknya hati-hati menggunakan alat agar praktikum dapat berjalan dengan lancar.
I.
Daftar Pustaka Anonim. 2012. Mencit . http://id.wikipedia.org/wiki/Mencit http://id.wikipedia.org/wiki/Mencit.. Diakses pada tanggal 24 November 2012. Anonim. 2011. Tikus Putih. Putih. http://kidsgen.blogspot.com/2011/01/mengapa-tikus-putih banyak-digunakan.html.. Diakses pada tanggal 24 November 2012. banyak-digunakan.html Katzung, Bertram g. 1986. Farmakologi 1986. Farmakologi dasar dan klinik . Salemba Medika: Jakarta. Odik.
2012. Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorpsi http://sodiksedeng.blogspot.com/2012/06/laporan-praktikum-farmakologi.html.. http://sodiksedeng.blogspot.com/2012/06/laporan-praktikum-farmakologi.html Diakses pada tanggal 24 November 2012.
Obat.
Shochichah. 2010. Pemberian 2010. Pemberian Obat Pada Hewan Uji. http://shochichah.blogspot.com/2010/04/pemberian-obat-pada-hewan-uji.html.. Diakses http://shochichah.blogspot.com/2010/04/pemberian-obat-pada-hewan-uji.html pada tanggal 24 November 2012. Tim Pengajar. 2011. 2011. Penuntun Praktikum Perkembangan Hewan. Hewan. Universitas Negeri Makassar:UNM Wattimena., et al. 1993. Laboralorium 1993. Laboralorium Farmakologi. Farmakologi. Bandung: Jurusan Farmasi ITB.