PAPER RADIOLOGI
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS PADA KANKER LARING
Oleh : Thamrin Ciatawi (120100368) (120100368) Annisa Rieko Miranti (120100399) Maria Anastasia Wibisono (120100110) (120100110) Fitriyani Sarumaha (120100306) Nur Amiera Farahanum (120100526)
PEMBIMBING dr. Armen H Rangkuti, Sp.Rad(K)
DEPARTEMEN DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pemeriksaan Radiologis Pada Kanker laring”. laring ”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Radiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Armen H Rangkuti, Sp.Rad(K) selaku pembimbing yang telah bersedia membimbing dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.
Medan, Oktober 2016
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2
Tujuan................................................................................................. 1
1.3
Manfaat............................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3 2.1
Anatomi .............................................................................................. 3
2.2
Kanker Laring .................................................................................... 4
2.2.1 Definisi .............................................................................................. 4 2.2.2 Epidemiologi ..................................................................................... 4 2.2.3 Etiologi .............................................................................................. 4 2.2.4 Patofisiologi ....................................................................................... 6 2.2.5 Klasifikasi .......................................................................................... 7 2.2.6 Gejala dan Tanda ............................................................................... 8 2.2.7 Stadium .............................................................................................. 9 2.2.8 Diagnosis ......................................................................................... 12 2.2.9 Diagnosis Banding........................................................................... 18 2.2.10Tatalaksana ......................................................................................19 2.2.11Prognosis ......................................................................................... 20 BAB 3 KESIMPULAN ......................................................................................... 21 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 23
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kanker laring bukanlah hal yang jarang ditemukan. Sebagai gambaran, di luar negeri kanker laring menempati urutan pertama dalam urutan keganasan di bidang THT, sedangkan di RSCM menempati urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring, tumor ganas hidung dan sinus paranasal.
1
Kanker laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan, dengan perbandingan 5 : 1. Terbanyak pada usia 56-69 tahun.
1,2
Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar radioaktif, polusi udara radiasi leher dan asbestosis.
1,3
Untuk menegakkan diagnosa kanker laring masih belum memuaskan, hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga dijumpai bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan. Yang terpenting pada penanggulangan kanker laring ialah diagnosa dini.
1,4,5
Secara umum penatalaksanaan kanker laring adalah dengan pembedahan, radiasi, sitostatika ataupun kombinasi daripadanya, tergantung stadium penyakit dan keadaan umum penderita.
1.2
1,6
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menguraikan teori-teori tentang pemeriksaan radiologis pada
kanker laring. Penyusunan makalah ini
sekaligus untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1
1.3
Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami tentang penegakan diagnosis dengan menggunakan pemeriksaan penunjang radiologis pada
kasus
kanker
laring,
sehingga
diharapkan
mampu
melakukan
penatalaksanaan terhadap penyakit ini sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi
Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawan yang saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik serta dilapisi oleh mukosa.
Tulang dan tulang rawan laring yaitu : 1. Os Hioid: terletak paling atas, berbentuk huruf “U”, mudah diraba pada leher bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus dibagian belakang dan prosesus brevis bagian depan. Permukaan bagian atas tulang ini melekat pada otot-otot lidah, mandibula dan tengkorak. 2. Kartilago tiroid : merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang. 3. Kartilago Krikoid : terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan tulang rawan paling bawah dari laring. Di setiap sisi tulang rawan krikoid melekat ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat otot krikoaritenoid posterior.
Otot-otot laring terdiri dari 2 golongan besar, yaitu : 1. Otot-otot ekstrinsik : Otot elevator : - M. Milohioid, M. Geniohioid, M. Digrastikus dan M. Stilohioid Otot depressor : - M. Omohioid, M. Sternohioid dan M. Tirohioid 2. Otot-otot Intrinsik : Otot Adduktor dan Abduktor : - M. Krikoaritenoid, M. Aritenoid oblique dan transversum Otot yang mengatur tegangan ligamentum vokalis :
3
- M. Tiroaritenoid, M. Vokalis, M. Krikotiroid Otot yang mengatur pintu masuk laring : - M. Ariepiglotik, M. Tiroepiglotik. 7,8,9
2.2
Kanker Laring 2.2.1 Definisi
Tumor ganas (neoplasma) secara harfiah berarti pertumbuhan baru. Dengan kata lain, neoplasma merupakan massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal meskipun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Tumor ganas (karsinoma) laring merupakan suatu neoplasma yang ditandai dengan sebuah tumor yang berasal dari epitel struktur lari ng.
2.2.2 Epidemiologi
Epidemiologi kanker laring di beberapa tempat di dunia ini berbeda-beda. Di Amerika Serikat pada tahun 1973 – 1976 dilaporkan 8,5 kasus kanker laring per 100.000 penduduk laki-laki dan 1.3 kasus kanker laring per 100.000 penduduk perempuan. Pada akhir-akhir ini tercatat insiden kanker laring pada wanita meningkat. Ini dihubungkan dengan meningkatnya jumlah wanita yang 9,11
merokok.
Di RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 – Juni 2003 dijumpai 97 kasus kanker laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8 : 1. Usia penderita berkisar antara 30 sampai 79 tahun. Dari Februari 1995 – Februari 2000, 28 orang diantaranya telah dilakukan operasi laringektomi total.
2.2.3 Etiologi
Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar radio aktif, polusi udara, radiasi leher dan asbestosis. Ada peningkatan resiko terjadinya kanker laring pada pekerja-pekerja yang terpapar dengan debu kayu.
1,3,9,10,12
4
Menurut Negri E, terdapat beberapa bukti yang menunjukkan peningkatan risiko terjadinya kanker laring yaitu jika terdapat keluarga yang memiliki riwayat menderita kanker kepala dan leher.
Risiko terjadinya tumor ganas laring ini akan meningkat seiring dengan berat dan banyaknya faktor risiko yang terdapat pada seseorang. Faktor risiko tersebut diantaranya adalah: a.
Usia Kanker laring merupakan karsinoma yang sering terjadi pada usia
pertengahan dan usia tua dengan puncak insidensi terjadi pada dekade ke enam sampai dekade ke delapan. 13 Berdasarkan National Cancer Institute’s Surveilance Epidemiology and End Result Cancer Statistic Review, dari tahun 2005-2009 rata-rata penderita tumor ganas laring adalah pada usia 65 tahun, tidak ditemukan (0%) pada usia kurang dari dua puluh tahun. Namun ditemukan 0,4% antara usia 20-34 tahun; 2,7% antara usia 35-44 tahun; 16,3% antara usia 45-54 tahun; 29,8% antara usia 55-64 tahun; 28,6% antara usia 65-74 tahun, 17,3% pada usia 75-84 tahun dan 4,8% pada usia 85 tahun keatas. 14 b.
Jenis Kelamin Angka kejadian masih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita
adalah karena masih tingginya kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol pada laki-laki. c.
Ras Tumor ganas laring lebih sering pada ras African American dan kulit putih
dibandingkan dengan ras asia dan latin. d.
15
Merokok Sebagian besar (88-89%) penderita tumor ganas laring adalah perokok.
Kebiasaan merokok merupakan hal penting yang dapat meningkatnya risiko terjadinya tumor ganas laring. Peningkatan itu juga tergantung dari lama dan intensitas seseorang itu merokok.16,17 La Vecchia menyebutkan bahwa merokok dengan >22 mg tar memiliki insidensi 2 kali lebih tinggi menderita kanker laring
5
dibandingkan dengan orang yang tidak merokok atau perokok dengan tar yang rendah. Kandungan yang terdapat dalam rokok merupakan bahan karsinogenik. Berdasarkan Brunneman dan Hoffman dalam World Health Organization International Agency for Research on Cancer telah menyebutkan bahwa terdapat 28 jenis bahan karsinogen yang terkandung dalam rokok. Pemaparan bahan-bahan tersebut baik pada perokok aktif maupun pasif dapat menyebabkan kerusakan dari mukosa laring dimana sel-selnya akan bermetaplasia dan akan berkembang kearah keganasan. Hal tersebut akan meningkat jika seseorang juga mengkomsumsi alkohol. e.
Alkohol Alkohol bukan merupakan faktor risiko tunggal yang menyebabkan
terjadinya kanker laring, namun kombinasi antara penggunaan rokok dan konsumsi alkohol serta faktor lain yang memicu terjadinya karsinogenik memiliki risiko tinggi terjadinya kanker laring. 15 f.
Virus Berdasarkan Heller dalam Ballenger, virus dapat menyebabkan terjadinya
kanker. Infeksi virus tersebut tidak secara langsung menyebabkan kanker laring namun menyebabkan kanker secara umum. Pada awalnya virus akan melekatkan dirinya dalam mekanisme genetik sel yang abnormal dan akan memodifikasinya menjadi sel yang abnormal. Kemudian virus yang dorman dan bersembunyi didalam sel akan teraktivasi jika terpapar agen eksternal seperti X-rays sehingga sel akan tumbuh menjadi malignan. g.
18
Paparan terhadap substansi (bahan) berbahaya dilingkungan kerja. Bahan karsinogen yang berhubungan dengan terjadinya kanker laring dapat
berupa asbestos, komponen nikel, dan beberapa minyak mineral, radiasi. Penelitian di Italia disebutkan bahwa, Serbuk kaca juga dapat meningkatkan angka kematian pada penderita kanker laring.
2.2.4 Patofisiologi
Tumor atau sering dikenal dengan neoplasma, sesuai definisi Willis dalam kumar et al, adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan
6
dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal dan terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang asal neoplasma adalah hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal. Tumor ganas atau neoplasma ganas ditandai dengan differensiasi yang beragam dari sel parenkim, dari yang berdiferensiasi baik (well differentiated ) sampai yang sama sekali tidak berdiferensiasi. Neoplasma ganas yang terdiri atas sel tidak berdiferensiasi disebut anaplastik. Tidak adanya diferensiasi, atau anaplasia dianggap sebagai tanda utama keganasan. Neoplasma ganas (kanker) tumbuh dengan cara infiltrasi, invasi, destruksi dan penetrasi progresif ke jaringan sekitar. Kanker tidak membentuk kapsul yang jelas. Cara pertumbuhannya yang infiltratif menyebabkan perlu dilakukannya pengangkatan jaringan normal disekitar secara luas apabila suatu tumor ganas akan diangkat secara bedah. 10
2.2.5 Klasifikasi
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua kanker laring, dengan derajat diferensiasi yang berbeda-beda. Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah karsinoma verukosa, adenokarsinoma dan sarkoma. Karsinoma Verukosa.
2,11
Adalah satu tumor yang secara histologis
kelihatannya jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 – 2% dari seluruh tumor ganas laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3 : 1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik.
2,19
Adenokarsinoma. Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring.
Sering dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glottis. Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar. two years survival rate-nya sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar limfe regional dan radiasi pasca operasi.
7
Kondrosarkoma. Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan
krikoid 70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%. Sering pada laki-laki 40 – 60 tahun. Terapi yang dianjurkan adalah laringektomi total.
19
Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982, klasifikasi dan stadium kanker laring terbagi atas Supraglotis, glottis dan subglotis. Yang termasuk supraglotis adalah : permukaan posterior epiglotis yang terletak di sekitar os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di bawah os hioid, pita suara palsu, ventrikel. Yang termasuk glottis adalah : pita suara asli, komisura anterior dan komisura posterior. Yang termasuk subglotis adalah : dinding subglotis.
2.2.6 Gejala dan Tanda
Tanda dan gejala klinis yang dialami penderita tumor ganas laring diantaranya suara serak, disfagia, hemoptisis, adanya massa di leher, nyeri tenggorok, nyeri telinga, gangguan saluran nafas dan aspirasi. Gejala klinis kanker laring ini bermacam-macam sesuai dengan sruktur laring yang terkena. -
Suara serak Sebagian besar penderita kanker laring datang ke rumah sakit atau dokter
spesialis THT dengan mengeluhkan suara serak atau perubahan suara. Serak disebabkan oleh gangguan fungsi fonasi laring. Pada tumor ganas laring, pita suara tidak berfungsi dengan baik disebabkan oleh ketidakteraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glottik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi, ligamen krikotiroid dan kadang menyerang saraf. Serak menyebabkan kualitas suara mennjadi kasar, menganggu, sumbang dan nadanya rendah dari biasa. -
Obstruksi Saluran Nafas Obstruksi saluran nafas oleh karena massa tumor dapat menyebabkan
dispnea dan stridor. Keluhan ini dapat timbul pada setiap lokasi laring yang terlibat, baik tumor supraglottis, glottis dan subglottis.
8
-
Disfagia dan Odinofagia Disfagia dan odinofagia sering terjadi pada karsinoma supraglottis atau
tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring. -
Batuk dan Hemoptisis Batuk jarang ditemukan pada pada tumor ganas glottis, biasanya timbul
dengan tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir kedalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glottis dan supraglottis. -
Nyeri Tenggorok Keluhan nyeri tenggorokan yang persisten berhubungan dengan lokasi
tumor pada daerah faring misalnya pada sinus piriform, ariepiglottis dan bagian dasar lidah. Keluhan ini juga dihubungkan dengan lesi epiglottis (Concus, 2008). Nyeri tenggorok ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam. -
Benjolan dileher Benjolan di leher tumor ganas laring berhubungan dengan pembesaran
kelenjar getah bening leher. Hal ini menunjukkan adanya metastasis tumor pada stadium lanjut. -
Gejala Lain Gejala lain dapat berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk,
hemoptisis, dan penurunan berat badan menandakan perluasan tumor ke luar laring atau metastasis jauh.20
2.2.7 Stadium
Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan UICC : 1. Tumor primer (T) Supra glottis : T is
:tumor insitu
T0
:tidak jelas adanya tumor primer l
T1
:tumor terbatas di supra glotis dengan pergerakan normal
T 1a
:tumor
terbatas
pada
permukaan
laring
epiglotis,
plika
ariepiglotika, ventrikel atau pita suara palsu satu sisi.
9
T 1b
:tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga ventrikel atau pita suara palsu
T2
:tumor telah meluas ke glotis tanpa fiksasi
T3
:tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dan / atau adanya infiltrasi ke dalam.
T4
:tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar laring.
Glotis : T is
:tumor insitu
T0
:tak jelas adanya tumor primer
T1
:tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior dan posterior) dengan pergerakan normal
T 1a
:tumor terbatas pada satu pita suara asli
T 1b
:tumor mengenai kedua pita suara
T2
:tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supra glottis maupun subglotis dengan pergerakan pita suara normal atau terganggu.
T3
:tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau ke dua pita suara
T4
:tumor dengan perluasan ke luar laring
Sub glotis : T is
:tumor insitu
T0
:tak jelas adanya tumor primer
T1
:tumor terbatas pada subglotis
T 1a
:tumor terbatas pada satu sisi
T 1b
:tumor telah mengenai kedua sisi
T2
:tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu atau kedua pita suara asli dengan pergerakan normal atau terganggu
T3
:tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua pita suara
10
T4
:tumor dengan kerusakan tulang rawan dan/atau meluas keluar laring.
2. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N) N x
:kelenjar tidak dapat dinilai
N 0
:secara klinis tidak ada kelenjar.
N 1
:k linis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter ≤ 3 cm
N 2
:klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >3 – <6cm atau klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter ≤ 6 cm
N 2a
:klinis terdapat satu kelenjar homolateral dengan diameter > 3 cm - ≤ 6 cm.
N 2b
:klinis terdapat kelenjar homolater al multipel dengan diameter ≤ 6cm
N 3
:kelenjar
homolateral
yang
masif,
kelenjar
bilateral
atau
kontralateral N 3a
:klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter > 6 cm
N 3b
:klinis terdapat kelenjar bilateral
N 3c
:klinis hanya terdapat kelenjar kontra lateral
3. Metastase jauh (M) M0
:tidak ada metastase jauh
M1
:terdapat metastase jauh
4. Stadium : Stadium I
:T1 N0 M0
Stadium II
:T2 N0 M0
Stadium III
:T3 N0 M0 T1, T2, T3, N1, M0
Stadium IV
:T4, N0, M0 Setiap T, N2, M0, setiap T, setiap N , M1
11
2.2.8 Diagnosis
1.
Anamnesis Anamnesis mengenai perjalanan penyakit dan faktor-faktor yang diduga
sebagai penyebab terjadinya tumor ganas laring seperti merokok, konsumsi alkohol serta faktor lain seperti usia, jenis kelamin dan riwayat pekerjaan. 2.
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien secara
keseluruhan. Pemeriksaan ini meliputi penilaian saluran nafas jika pasien mengeluhkan sesak nafas, melihat kondisi pasien apakah tampak sakit berat, serta menilai status nutrisi yang terlihat dari penurunan berat badan. Selain itu juga untuk menilai status fisik untuk tindakan biopsi, pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Pada saat kanker laring telah dicurigai maka pemeriksaan kepala dan leher lengkap juga harus dilakukan, khususnya pada laring dan leher. Kualiatas suara juga perlu diperhatikan. Suara nafas bisa menunjukkan adanya paralisis pita suara dan suara yang meredam adanya lesi di supraglottis .20 a.
Pemeriksaan Laring Pemeriksaan laring dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan
menggunakan indirect laryngoscopy (kaca laring) atau secara langsung dengan direct laryngoscopy. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat batas yang irregular, warna, karakteristik dan mobilitas pita suara. Lesi pada kanker laring akan tampak seperi kembang kol, lunak, ulseratif atau terdapat perubahan warna mukosa. Dalam Sofyan, dengan pemeriksaan laringoskopi langsung kita dapat membedakan massa tumor laring berdasarkan gambarannya yaitu sebagai berikut: i)
Tumor supraglottis akan tampak tepi tumor yang meninggi dan banyak bagian sentral yang ulseratif atau kemerahan dan sering kali meluas.
ii)
Tumor glottis akan tampak lebih proliferatif daripada ulseratif. Gambaran khas lesi menyerupai kembang kol dan berwarna keputihan.
12
iii)
Tumor subglottis akan tampak lebih difus dan memiliki ulkus yang superfisial dengan tepi yang lebih tinggi.
b.
Pemeriksan Leher Pemeriksaan leher dilakukan dengan palpasi, hal ini untuk menentukan
apakah terdapat pembesaran kelenjar limfa dan metastasis tumor ke ekstra laring. Palpasi dilakukan dengan sistematis dimulai dari submental berlanjut kearah angulus mandibula, sepanjang muskulus sternokleimastoid, klavikula dan diteruskan sepanjang saraf assesorius. Pada saat pemeriksaan perlu diperhatikan mengenai lokasi, ukuran, batas, dan mobilitas tumor.
18,20
Gambar 1. Gambaran dari hasil laryngoscopy menunjukkan bahwa ada tumorlike nodules pada kotak suara yang menyebabkan timbul gejala klinis hoarseness.
3.
Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
a.
Pemeriksaan Histopatologi Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan biopsi pada lesi laring dengan
laringoskop langsung. Hal ini perlu dilakukan untuk menilai keganasan dan membedakannya dengan lesi jinak atau lesi lain misalnya oleh karena infeksi bakteri, virus dan jamur. Selain itu pemeriksaan biopsi ini juga dapat mengidentifikasi tipe tumor dan diferensiasinya. Biopsi dilakukan diruang operasi
13
dan pasien diberikan anestesi umum serta diberi neuromuskular paralisis sebelum dilakukan operasi. 18 b.
Pencitraan Toraks Metastasis kanker laring pada awalnya adalah pada nodus servikal regional
setelah itu akan bermetastasis ke paru. Oleh karena itu, pasien dengan kanker kepala dan leher harus dilakukan foto toraks rutin sekali atau dua kali dalam setahun untuk evaluasi dan skrining metastasis tumor. Jika terdapat abnormalitas yang signifikan maka computed tomography (CT) scan dada harus dilakukan untuk konfirmasi lesi. Bronkoskopi dengan evaluasi apusan bronkial atau biopsi transbronkial harus dilakukan jika dicurigai adanya lesi. 4.
Studi Pencitraan Pencitraan radiologis secara umum dilakukan pada kanker laring stadium
lanjut untuk menentukan stadium dan rencana terapi. CT scan atau MRI bermanfaat dalam mengidentifikasi invasi preepiglottis dan paraglottis, erosi pada kartilago laring dan metastasis servikal. Kedua modalitas pencitraan ini sangat berguna untuk menilai karakteristik kelainan oleh kanker laring. MRI lebih sensitif untuk menilai abnormalitas jaringan lunak sedangkan CT scan lebih baik untuk menilai defek tulang ataupun kartilago. Pencitraan lain yang digunakan untuk menegakkan diagnosis kanker larin g adalah positron emmision tomography (PET) scan. Pencitraan ini digunakan untuk mengidentifikasi metastasis yang tersembunyi, membedakan keganasan yang rekuren dari radionekrosis atau sekuele pengobatan yang telah direncanakan. Selain itu, PET scan juga digunakan untuk mengidentifikasi lokasi kanker primer yang tidak diketahui. Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa PET s can mampu mendeteksi kanker laring superfisial yang pada pencitraan CT sc an tidak dapat terdeteksi.
14
Normal
Abnormal
15
16
Gambar 2. Gambaran kanker laring pada CT-Scan
21
Gambar 3. Gambaran MRI laring dengan tumor yang ditandai dengan huruf T.
Gambar 4. (a) Axial CT scan dan (b) axial PET scan diambil pada potongan yang sama pada pasien laki-laki berusia 55 tahun dengan T1 SCC pada pita suara kanan. CT Scan dilaporkan normal. PET scan menunjukan adanya hipermetabolisme (panah) yang mengindikasikan tumor yang aktif. 22
17
Gambar 5. (a) Axial Ct scan dan (b) axial PET scan diambil pada potongan yang sama pada pasien laki-laki berusia 58 tahun dengan T2 SCC pada pita suara kiri. CT Scan dilaporkan normal walaupan tampak ketidaksimetrisan pada daerah pita suara. PET scan menunjukan adanya hipermetabolisme (panah) yang mengindikasikan tumor yang aktif. 22 2.2.9 Diagnosis Banding
1.
TB laring Lesi kebanyakan di cela (kartilago aritenoid), tampak sebagai tukak dangkal tertutup sekret purulen, umumnya di paru terdapat lesi TB. Dapat disertai batuk, nyeri dada, demam sore dan gejala lainnya.
2.
Nodul dan polip pita suara Umumnya terjadi pada perbatasan 1/3 anterior dan tengah pita suara. Permukaan polip pita suara licin, berwarna putih kelabu, sering bertangkai, bergerak sesuai napas. Nodul pita suara seringkali bilateral simetris, sebesar biju beras, basisnya hiperemis.
3.
Papiloma laring Dapat ditemukan pada anak maupun dewasa, tampak sebagai tonjolan papilar, tunggal atau multiple. Papiloma pada dewasa harus dipandang sebagai lesi prekanker.
4.
Keratosis dan leukoplakia laring Manifestasi klinis berupa suara serak, tak enak dilaring. Laringoskopi indirek tampak pita suara menebal, terdapat bercak merah jambu atau puti.
5.
Amiloidosis laring
18
Terutama mengenai pita vestibularis dan pita vokalis, tampak sebagai nodul submukosa atau tonjolan makular, riwayat penyakit panjang, kondisi umum pasien baik.23
2.2.10 Tatalaksana
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan kanker laring yaitu pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi daripadanya. 1. Pembedahan Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :
8,9,24,25
i. Laringektomi : a. Laringektomi parsial Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II. b. Laringektomi total Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas (epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea. ii.Diseksi Leher Radikal Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh.
2. Radioterapi Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 – 7000 2,11
rad.
19
Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura, Som, Wang, dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya adalah untuk memperoleh kerusakan maksimal dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada jaringan yang melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 4500 – 5000 rad selama 4 – 6 minggu diikuti dengan laringektomi total.
2
3. Kemoterapi Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun 2
paliativ. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80 – 120 mg/m dan 5 FU 800 – 23
1000 mg/m .
2.2.11 Prognosis
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli, secara umum dikatakan five years survival pada kanker laring stadium I 90 – 98% stadium II 75 – 85%, stadium III 60 – 70% dan stadium IV 40 – 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 2,7,19
year survival rate sebesar 50%.
20
BAB 3 KESIMPULAN
Tumor ganas (karsinoma) laring merupakan suatu neoplasma yang ditandai dengan sebuah tumor yang berasal dari epitel struktur laring. Epidemiologi kanker laring di beberapa tempat di dunia ini berbeda-beda. Di RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 – Juni 2003 dijumpai 97 kasus kanker laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8 : 1. Usia penderita berkisar antara 30 sampai 79 tahun. Dari Februari 1995 – Februari 2000, 28 orang diantaranya telah dilakukan operasi laringektomi total. Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar radio aktif, polusi udara, radiasi leher dan asbestosis. Ada peningkatan resiko terjadinya kanker laring pada pekerja-pekerja yang terpapar dengan debu kayu. Tanda dan gejala klinis yang dialami penderita tumor ganas laring diantaranya suara serak, disfagia, hemoptisis, adanya massa di leher, nyeri tenggorok, nyeri telinga, gangguan saluran nafas dan aspirasi. Gejala klinis kanker laring ini bermacam-macam sesuai dengan sruktur laring yang terkena. Pencitraan radiologis secara umum dilakukan pada kanker laring stadium lanjut untuk menentukan stadium dan rencana terapi. CT scan atau MRI bermanfaat dalam mengidentifikasi invasi preepiglottis dan paraglottis, erosi pada kartilago laring dan metastasis servikal. Kedua modalitas pencitraan ini sangat berguna untuk menilai karakteristik kelainan oleh kanker laring. Pencitraan lain yang digunakan untuk menegakkan diagnosis kanker laring adalah positron emmision tomography (PET) scan. Beberapa bukti menunjukkan bahwa PET scan mampu mendeteksi kanker laring superfisial yang pada pencitraan CT scan tidak dapat terdeteksi Secara umum ada 3 jenis penanggulangan kanker laring yaitu pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi daripadanya.
21
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli, secara umum dikatakan five years survival pada kanker laring stadium I 90 – 98% stadium II 75 – 85%, stadium III 60 – 70% dan stadium IV 40 – 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 year survival rate sebesar 50%.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Hermani B. Abdurrahman H. Tumor laring. Dalam Soepardi EA, Iskandar N Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher. Edisi ke-5. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2001. h. 156-62. 2. Spector, Ogura JH. Tumor Laring dan Laringofaring. Dalam. Ballenger JJ, Ed. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid I. Edisi ke-13. Jakarta : Binarupa Aksara. 1997. h. 621-77. 3. Ramalingam
KK,
Sreeramamoorthy
B.
A.
Short
Practice
of
Otolaryngylogy India : All Publisher & Disatributor, 1993. h. 335-43. 4. Basyiruddin H. Penanggulangan Karsinoma Laring di Bagian THT RSAPD Gatot Subroto. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati. Ujung Pandang, 1986. h. 185-93. 5. Mulyarjo. Hasil Pembedahan pada Karsinoma Laring di UPF THT RSUD DR. Sutomo Surabaya. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati, Batu Malang, 27-29 Oktober 1996. h. 1075-9. 6. Adam GL., IR, Paparella MW. Fundamental of Otolaryngology. Edisi ke-5 ed. Philadelphia WB. Saunders, 1978. h. 446-7. 7. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Ear Nose and Throat diseases, A. Pocket Reference. Edisi ke-2. New York. Thieme Med. 1994. h. 423-32. 8. Bailey BJ. Early Glottic Carcinoma. Dalam : Bailey BJ. Ed. Head and Neck Surgery Otolaringology. Vol. 2. ed Philadelphia. JB Lippincot. h. 1313-60. 9. Lawson W, Biller HFM, Suen JY. Cancer of the Larynx. Dalam Myers EN, Suem JY. Ed. Cancer of the Head and Neck. Churchill Livingstone. h. 533-60. 10. Kumar, V., Cotran, R.S., and Robbins, S.L., 2007. Buku ajar Patologi: Neoplasma. Edisi 7. Jakarta: EGC, 186-226. 11. Hanna E, Suen JY. Larynx. Dalam : Closel G, Larson DL, Shah JP, Essential of Head and Neck Oncology. New York Thieme, 1998. h. 22339.
23
12. Robin PE, Oloffosn J. Tumors of the Laring. Dalam : Hibbert J. Ed. ScottBrowns. Otolaryngology. Laryngology and Head and Neck Surgery. Vol. 3. Edisi ke-6. Great Brittain : Butterworth-Heinemann, 1997. h. 5/11/1-43. 13. Ratiola H. Epidemiology, Clinnical Characteristic and Treatment outcome of Laryngeal Cancer . 2000. 14. National Cancer Institute’s Surveilance Epidemiology and End Result Cancer Statistic Review. Cancer Statistic: Cancer of the Larynx. 2012. 15. American Cancer Society. Laryngeal and Hypopharyngeal Cancer . 2011. 16. Ramroth H, Dietz A, and Becher H. Intensity and Inhalation of Smoking in the Aetiology of Laryngeal Cancer. International Journal of Environmental Research and Public Health. 2011. 8(4):976-984. 17. Lee YC, et al. Active and involuntary tobacco smoking and upper aerodigestive tract cancer risks in a multicenter case-control study. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev 2009; 18(12):3353-61. 18. Ballenger JJ. Disease of the Nose, Throat and Ear. In: Ogura, J.H., Mallen, R., and Spector, G.J., ed. Tumors of the Larynx and Pharynx . 12th ed. 1977. USA: Great Britain, 479-491. 19. Shumrick K. Malignant Lesions of the Larynx. Dalam : Lee KJ, Ed. Text Book of Otolaryngology and Head and Neck Surgery Elsevier. 1989. h. 647-57. 20. Lee KJ. Essential Otolaryngology: Head and Neck Surgery. In: Beasley NJP, and Gullane PJ, ed. Cancer of the Larynx, Parnasal Sinuses, and Temporal Bone. 2003. USA: McGraw-Hill, h. 596-606. 21. Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD editors. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher Edisi 7. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2012: h. 176-180. 22. Lowe VJ, Kim H, Boyd JH, Eisenbeis JF, Dunphy FR, dan Fletcher JW. Primary and Recurrent Early Stage Laryngeal Cancer: Preliminary Result of FDG PET imaging. 1999. 212(3).
24
23. Desen Wan. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2013. h. 278-287. 24. Lore JM. An Atlas of Head and Neck Surgery. Edisi ke-3 Philadelphia. WB Saunders. 1998. h. 886-937. 25. Wright D. Total Laryngectomy. Dalam : Rob and Smith. Ballantine JC, Harrison DFN Ed. Operative Surgery Nose and Throat. Edisi ke-4. London: Butterworths, 1986. h. 317-46.
25