MANIFESTASI GEOTHERMAL DI INDONESIA Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia Australia. Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik yang kompleks. Subduksi antar lempeng benua dan samudra menghasilkan suatu proses peleburan magma dalam bentuk partial melting batuan mantel dan magma mengalami diferensiasi pada saat perjalanan ke permukaan proses tersebut membentuk kantong – kantong magma (silisic / basaltic) yang berperan dalam pembentukan jalur gunungapi yang dikenal sebagai lingkaran api (ring of fire). Munculnya rentetan gunung api Pasifik di sebagian wilayah Indonesia beserta aktivitas tektoniknya dijadikan sebagai model konseptual pembentukan sistem panas bumi Indonesia. Berdasarkan asosiasi terhadap tatanan geologi, sistem panas bumi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu : vulkanik, vulkano – tektonik dan Non-vulkanik. Sistem panas bumi vulkanik adalah sistem panas bumi yang berasosiasi dengan gunungapi api Kuarter yang umumnya terletak pada busur vulkanik Kuarter yang memanjang dari Sumatra, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, sebagian Maluku dan Sulawesi Utara.Pembentukan sistem panas bumi ini biasanya tersusun oleh batuan vulkanik menengah (andesit-basaltis) hingga asam dan umumnya memiliki karakteristik reservoir ? 1,5 km dengan temperature reservoir tinggi (~250 - ? 370°C). Pada daerah vulkanik aktif biasanya memiliki umur batuan yang relatif muda dengan kondisi temperatur yang tinggi dan kandungan gas magmatik besar. Ruang antar batuan (permeabilitas) relatif kecil karena faktor aktivitas tektonik yang belum terlalu dominan dalam membentuk celah-celah / rekahan yang intensif sebagai batuan reservoir. Daerah vulkanik yang tidak aktif biasanya berumur relatif lebih tua dan telah mengalami aktivitas tektonik yang cukup kuat untuk membentuk permeabilitas batuan melalui rekahan dan celah yang intensif. Pada kondisi tersebut biasanya terbentuk temperatur menengah - tinggi dengan konsentrasi gas magmatik yang lebih sedikit. Sistem vulkanik dapat dikelompokkan lagi menjadi beberapa sistem, misal : sistem tubuh gunung api strato jika hanya terdiri dari satu gunungapi utama, sistem komplek gunung api jika terdiri dari beberapa gunungapi, sistem kaldera jika sudah terbentuk kaldera dan sebagainya.
Sistem panas bumi vulkano – tektonik, sistem yang berasosisasi antara graben dan kerucut vulkanik, umumnya ditemukan di daerah Sumatera pada jalur sistem sesar sumatera (Sesar Semangko). Sistem panas bumi Non vulkanik adalah sistem panas bumi yang tidak berkaitan langsung dengan vulkanisme dan umumnya berada di luar jalur vulkanik Kuarter. Lingkungan non-vulkanik di Indonesia bagian barat pada umumnya tersebar di bagian timur sundaland (paparan sunda) karena pada daerah tersebut didominasi oleh batuan yang merupakan penyusun kerak benua Asia seperti batuan metamorf dan sedimen. Di Indonesia bagian timur lingkungan non-vulkanik berada di daerah lengan dan kaki Sulawesi serta daerah Kepulauan Maluku hingga Irian didominasi oleh batuan granitik, metamorf dan sedimen laut
1. Sistem Geothermal di Pulau Jawa Sebagai daerah Ring of Fire, Indonesia didominasi oleh gunungapi yang berelasi dengan sistem geothermal. Sebanyak 276 lokasi geothermal di Indonesia telah disurvey dan diperkirakan dapat menghasilkan energi panasbumi sebesar 28.994 Mwe dan telah dimanfaatkan sebesar 1.196 MWe (4% dari total potensi geothermal di Indonesia). Di antara 276 lokasi tersebut diantaranya 37 lokasi telah dinyatakan berpotensi untuk menghasilkan listrik sebesar 7.376 MWe (WWF, 2012) Kebanyakan dari prospek geothermal di Indonesia terletak di pulau Jawa yang memanjang dari Barat hingga Jawa Timur. Beberapa dari prospek geothermal ini dipengaruhi oleh setting lokasi Pulau Jawa itu sendiri. Pulau Jawa termasuk dalam zona subduksi yang terletak di Selatan Pulau Jawa. Zona subduksi ini merupakan tumbukan antara kerak samudra (Indo-Australia) dan kerak benua (Eurasia). Tumbukan antar 2 lempeng ini menghasilkan magma yang naik ke permukaan dan membentuk pegunungan di sepanjang pulau Jawa. Gunungapi di pulau Jawa didominasi oleh tipe stratovolcano andesitic yang berelasi dengan sistem geothermal. Dari gambar 1 dapat kita lihat potensi geothermal di pulau Jawa tersebar memanjang di sebelah selatan pulau Jawa. Ada 2 tipe utama sistem geothermal di pulau Jawa, yaitu geothermal yang berasosiasi dengan gunungapi aktif dan geothermal yang berasosiasi dengan gunungapi non aktif. Kebanyakan potensi geothermal di pulau Jawa termasuk dalam sistem outflow (27 titik lokasi), kemudian diikuti oleh sistem geothermal vulkanik kuarter (23 titik lokasi), sistem geothermal non-vulkanik (4 titik lokasi) dan sistem geothermal vulkanik tersier (2 titik lokasi). Perbedaan dari tipe-tipe sistem geothermal ini dapat dilihat dari jenisjenis manifestasi permukaannya seperti yang diperlihatkan pada tabel 1. Hampir semua jenis sistem panasbumi ditandai oleh adanya mata air panas, sedangkan untuk manifestasi seperti travertine dan hotspring netral hanya ditemukan pada struktur outflow. Kita juga dapat melihat pada young volcanic (gunungapi tersier) memiliki seluruh manifestasi yang sering tampak di permukaan (Utama dkk, 2012).
Gambar 1. Peta potensi geothermal di Pulau Jawa. Simbol warna memperlihatkan prospek dan sistem (Modifikasi dari Sukhyar dkk, 2010) Selain perbedaan manifestasi, kita juga dapat membedakan sistem geothermal tersebut dari:
Sistem panas bumi yang berkaitan dengan gunung api kuarter biasanya pelamparan prospek yang luas dan permeabillitas reservoir yang lebih besar yang diakibatkan oleh perkembangan struktur geologi yang sudah matang (mature). Selain itu temperaturnya juga kecil (<200°C) karena kebanyakan gunungapi kuarter berumur sudah tua dan tidak aktif lagi.
Sistem panasbumi yang berkaitan dengan gunungapi tersier umumnya memiliki suhu yang tinggi karena umur gunung yang masih muda (<400.000 tahun) dan gunungapinya kebanyakan masih aktif (Saptadji, 2009)
Sistem panasbumi dengan struktur Outflow dan non vulkanik juga memiliki suhu yang kecil (<200°C)
Tabel 1. Karakteristik sistem geothermal dilihat dari manifestasi permukaan (Utama dkk, 2012) Geothermal System Non Surface Manifestation
Outflow
volcanic
Old Volcanic
Structure
Young Volcanic
X Warm Spring
X X
X X
Neutral Hot Spring
X
Acid Hot Spring
X X
X
Travertine X Silika Cinter Mud pool
X X
Acid Crater Lake X Fumarol 2. Sistem Geothermal di Jawa Timur dan Potensinya Jawa Timur adalah salah satu dari sedikit Propinsi Indonesia yang dikaruniai potensi sumber daya energi dan mineral yang beragam dan melimpah. Jika ditelusuri dari arah Utara ke Selatan (mulai dari pesisir dan perairan Laut Jawa sampai dengan pesisir Lautan Hindia) dan dari arah Barat ke Timur (mulai perbatasan Jawa Timur – Jawa Tengah sampai dengan pesisir Selat Bali, ditemui sumber dan pusat-pusat kekayaan alam yang bisa dikelompokkan menjadi dua sumber daya mineral: mineral energi (minyak dan gas bumi serta panas bumi) dan mineral bahan galian logam/nonlogam/ industri (pasir timah, sulfur, fosfat, mika, belerang, fluorit, felspar, ziolit dan diatomea). Ditengah isu dan diskursus tentang krisis energi serta menipisnya jumlah cadangan migas di Indonesia, potensi sumber daya mineral energi di Jawa Timur merupakan angin segar yang membawa optimisme masa depan sumber daya energi di Indonesia. Saat ini eksplorasi energi panas bumi di Jawa Timur merupakan solusi terbaik mengantisipasi keterbatasan energi (Media Indonesia, 2013) Kebanyakan sistem geothermal di Jawa Timur terdiri dari sistem geothermal yang berasosiasi dengan gunungapi diantaranya gunungapi kuarter (Gunungapi tua; Ngebel-Wilis, G. Pandan, G. Arjuno, Argopuro, Ijen), diikuti oleh sistem Outflow (Gunungapi intermediet) (Cangar, Songgoriti, Tiris), sistem geothermal yang berasosiasi dengan gunungapi tersier (Gunungapi muda) (Melati, Rejosari) dan 1 sistem geothermal non-vulkanik (Tirtosari) (Gambar 1).
Ngebel-Ponorogo
Potensi panas bumi ngebel terletak pada daerah gunung Wilis kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Survey pendahuluan dilaksanakan oleh Pertamina (persero). Selanjutnya dengan penyelidikan lebih rinci meliputi analisa geologi, analisa geokimia, analisa geofisika dan analisa pengeboran minyak didapatkan hasil: 1.
Mata air Padusan dengan temperatur 74°C
2.
Batuan Ubahan dan Fumanol dengan temperature 87,7°C
3.
Perkiraan suhu bawah permukaan sekitar 240°C
4.
Luas wilayah prospek sekitar 15 Km persegi.
5.
Kondisi lingkungan merupakan endapan vulkanik gunung Wilis
6.
Potensi cadangan terduga 120 MW
Perkiraan potensi cadangan terduga ini didapat dari hasil penghitungan berdasarkan standarisasi Potensi Panas Bumi Indonesia. Q = 0,11585 x A x (Tres –Tcut off) Dimana: Q
= potensi energi panas bumi terduga (MWe)
0,11585
= konstanta
A
= luas daerah potensi (Km2)
Tres
= suhu bawah permukaan (0C)
Tcut off
= suhu cut off 120 0C
Sehingga perkiraan potensi panas bumi ngebel adalah: Q = 0,11585 x 15 x (240-120) = 208.53 MWe (200 Mwe) Namun sesuai kajian dari PGE dan keputusan menteri ESDM potensi yang dimanfaatkan adalah 120 MWe (Wibowo, 2012). Potensi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik 330 ribu sambungan rumah (Radarmadiun, 2013)
Blawan-Ijen
Lokasi Blawan-Ijen memiliki potensi sebesar 270 MW. Blawan-Ijen memiliki kaldera yang dihasilkan oleh letusan dari gunung Ijen purba. Morfologi ini bisa dilihat dari lingkaran kaldera gunung Kendeng. Belawan-Ijen didominasi oleh aktivitas vulkanik kuarter. Pada sisi utara batuannya didominasi oleh batuan gunung Ijen purba seperti breksi, lava dan tuff basaltik. Di dalam kaldera yang didominasi oleh gunungapi Ijen muda terdapat batuan tuff, breksi dan lava (Utama dkk, 2012). Sistem geothermal Ijen memiliki manifestasi yang sangat terkenal yakni kawah Ijen yang terdapat di puncak gunung. Kawah ijen ini memiliki banyak solfatara dengan temperatur mencapai 200°C. Di sisi lain terdapat manifestasi berupa mata air panas yang terdapat di desa Belawan. Suhu permukaan Ijen berkisar 35-50°C, dari analisis geokimia dikonfirmasi mengandung air yang berkondensasi menjadi bikarbonat. Sedangkan untuk suhu permukaan di dekat kawah Ijen temperaturnya mencapai 61°C (Utama dkk, 2012). Sistem geothermal yang ada di daerah ini yang pertama adalah sistem zona upflow di kawah Ijen dan zona outflow di Belawan. Berdasarkan sistem Jampit, daerah outflowmemiliki batas berupa patahan sungai Banyupahit dimana masih belum diketahui apakah sumbernya sama dengan kawah Ijen atau tidak (Gambar 2; Utama dkk, 2012).
Gambar 2. Air terjun yang berupa patahan sungai sebagai batas daerah outflow geothermal Ijen (Doc. Penulis, 2013)
Arjuno-Welirang
Berdasarkan data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jatim, kawasan ArjunoWelirang menyimpan energi panas bumi setara 92 megawatt elektrik (MWe) (Media Indonesia, 2013) dari total potensi yang telah dihitung yaitu sebesar 230 MW. Prospek geothermal di Arjuno-Welirang memiliki sistem geothermal dengan suhu tinggi. Karakterisasi
ini dapat dilihat dari manifestasi permukaannya berupa solfatara dan fumarol yang memiliki kandungan sulfur yang tinggi. Sumber panas dan zona upflowdibawah gunung Welirang berasosiasi dengan batuan andesitik. Pada sayap utara dan timur laut gunung ini terdapat warm spring yang mengandung bikarbonat (Daerah Cangar dan Padusan) (Kasbanai, 2008). Suhu reservoirnya berkisar 190-230°C. Estimasi suhu ini akan lebih tinggi jika terdapat kandungan gas. Reservoir dimungkinkan tersusun dari batuan vulkanik kuarter sebagai hasil dari korelasi stratigrafi pada litologi permukaan. Kandungan sulfur yang tinggi juga mengindikasikan geothermal di Welirang-Arjuno termasuk sistem magma aktif (Utama dkk, 2012).
Wilis-Argopuro
Potensi di area ini adalah sebesar 185 MW. Sistem geothermal Argopuro ditandai dengan munculnya fumarol yang ada di puncak gunung Argopuro. Kemungkinan fumarol ini menjadi tanda kuat untuk zona upflow dan zona outflow yang kondensasi airnya mengikuti patahan ke arah Utara-Selatan dan Barat laut-tenggara. Dengan area 50 km2zona konduktifitas yang lemah, kemungkinan reservoirnya merupakan andesitic, basalt dan tuff. Sumber panas berlokasi di zona upflow pada puncak Argopuro. Reservoir ini diperkirakan bersuhu hingga 310°C (Utama dkk, 2012).
Tiris-G. Lamongan
Prospek
di
daerah
ini
dindikasikan
dengan
kemunculan
distribusi
dari warm
springdisepanjang sungai Tancak sebagai patahan barat laut-barat daya. Tipe dari warm spring ini mengandung bicarbonate-chloride dengan temperatur diatas 43°C dan pH netral. Reservoirnya memiliki temperature 180-220°C. Fluidanya berasal dari air meteoric berakomodasi di batuan reservoir yang tersusun atas batuan breksi dan lava andesit. Selain dari tipe air dan temperatur dari manifestasi, geothermal di Tiris merupakan zonaoutflow dari zona upflow gunung Lamongan (Utama dkk, 2012). Potensi di area ini adalah sebesar 140 MW.
Rejosari dan Melati
Potensi geothermal di Rejosari dan Melati dinilai ada dibawah standar. Potensi di area ini masing-masing adalah sebesar 25 MW. Sesuai syarat minimal, sumber panas bumi harus berada pada daya sekitar 75 megawatt sehingga daerah ini tidak dapat dijadikan sebagai pembangkit listrik (Jurnal Berita, 2011). Prospek geothermal ini ditandai dengan munculnya warm spring di desa Karangrejo dan Tinatar. Litologi daerah ini didominasi oleh vulkanik tersier dan batuan sedimen (Miosen), seperti konglomerat, sandstone, siltstone,
limestone dan mudstone dari formasi Arjosari dan Jaten. Suhu di Karangrejo dan Tinatar mencapai 40°C dan pH netral, analisis geothermal memperlihatkan tipe airnya mengandung warm spring yang mengandung sulfate (SO4). Sumber panas diketahui berasosiasi dengan aktivitas vulkanik pada pertengahan miosen (Utama dkk, 2012).
Tirtosari
Potensi di area geothermal yang terletak di Sumenep, Madura ini adalah sebesar 10 MW. Manifestasi permukaan di daerah ini adalah hot spring. Setting geologi daerah ini didominasi oleh batuan sedimen dari formasi Madura dan formasi Ngayong yang terdiri dari batuan limestone, dolomite limestone dan sandstone. Geothermal Tirtosari diharapkan dapat menggunakan sistem geopressured yang berasosiasi dengan cekungan sedimentary yang memanjang dari Jawa Barat hingga Jawa Timur, yaitu: zona depresi Bogor – Serayu Utara – Kendeng – Madura (Utama dkk, 2012).
Songgoriti
Prospek geothermal di Songgoriti diindikasi dengan kehadiran warm spring yang suhunya sekitar 47°C. Songgoriti sistemnya berbeda dengan gunung Welirang bagian utara karena adanya perbedaan karakteristik fluida di daerah tersebut. Sumber panasnya disinyalir berasal dari gunung Panderman atau gunung Kawi dimana kedua gunung ini merupakan pisahan dari erupsi besar gunung Arjuno-Welirang di masa lampau. Geothermometer air menunjukkan suhu reservoir di daerah ini sekitar 170-210°C dengan litologi batuan vulkanik kuarter. Manifestasi permukaan aktif di geothermal Songgoriti hanya mengindikasikan sistem geothermal pada zona outflow yang muncul dikontrol oleh struktur dan kontak litologi daerah tersebut. Potensi di area ini adalah sebesar 25 MW (Utama dkk, 2012).
Gunung Pandan
Potensi di area ini adalah sebesar 50 MW. Sistem geothermal ini terdapat di Bojonegoro, Jawa Timur. Hingga saat ini belum ada survey terkait geologi, geokimia dan geofisika daerah ini. Tapi sistem ini diidentifikasi oleh air panas dengan suhu permukaan sekitar 35°C didekat gunung Pandan dengan tipe gunungapi Pleistosen (Utama dkk, 2012).
Bromo-Semeru
Potensi energi panas bumi diperkirakan mencapai 500 megawatt di sekitar Bromo (Listyanti, 2013).
Jawa timur memiliki potensi panas bumi yang cukup besar. Setiap titik berpotensi menghasilkan panas bumi yang mencapai 10 megawatt (MW) hingga 100 MW. Jawa Timur menjadi penyumbang energi geothermal sebesar 50% yang berada di 12 titik lokasi, meliputi Ngebel-Madiun, Blawan-Ijen, Arjuno-Welirang, Wilis-Argopuro, Tiris-G. Lamongan, Rejosari, Melati, Tirtosari, Cangar, Songgoriti, dan Gunung Pandan (Gambar 3), dimana 3 dari seluruh potensi tersebut (Arjuno-Welirang, Blawah Ijen dan Wilis-Argopuro) diperkirakan mempunyai cadangan sebesar 274 MWe dan total daya sebesar 240 Mwe. Sementara Bromo-Semeru juga baru-baru ini juga dinilai memiliki prospek geothermal sehingga menambah titik potensi sebanyak 12 lokasi. Jika upaya eksplorasi untuk lokasilokasi lain dilakukan, bisa dipastikan jumlah total sumber daya (515 MWe) ini akan semakin bertambah, yang semakin menambah lengkap julukan Jawa Timur sebagai Tanah Energi (land of energy). Jawa Timur berada pada urutan ke 7 dari 33 provinsi dengan potensi geothermal 1,2 GW. Jawa barat berada di posisi pertama dengan potensi 5,6 GW dan dimanfaatkan sebesar 726 MW. Jawa timur masih belum memanfaatkan potensi ini dan masih mengandalkan energi fosil yang menghasilkan emisi karbon yang tinggi dan tidak terbarukan.
Gambar 3. Peta Potensi Geothermal di Jawa Timur (Setiawan, 2013) Pengembangan energi geothermal ini dinilai penting untuk Jawa Timur mengingat potensinya yang besar. Berdasarkan data dari Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumenep, diketahui bahwa sebagian warga setempat yang tersebar di 200 desa di 27 kecamatan belum bisa menikmati fasilitas aliran listrik dari PLN. Pihak ESDM Sumenep juga mengemukakan, pihaknya membutuhkan sumber energi alternatif guna menyediakan aliran listrik bagi warga di Kabupaten Sumenep (Listrik Indonesia, 2011). Selain itu alasan yang menjadikan geothermal penting untuk dikembangkan adalah pertumbuhan ekonomi Jawa Timur berbanding lurus dengan ketersediaan energi listrik yang
ada. Jadi dengan adanya pengembangan geothermal sebagai pembangkit listrik di Jawa Timur, otomatis juga akan menaikkan pertumbuhan ekonominya (Listrik Indonesia, 2011). Sementara
situasi
ketenagalistrikan
Indonesia
sekarang
menunjukan
adanya
ketidakseimbangan antara pertumbuhan konsumsi energi listrik yang tinggi yang mencapai 6,63% pertahun dengan kemampuan PLN untuk memenuhi kebutuhan permintaan energi yang masih kurang. Apabila memanfaatkan geothermal otomatis meningkatkan pendapatan pemerintah disektor pajak. Tidak hanya sebagai pembangkit listrik, pemanfaatan geothermal secara langsung seperti lokasi pariwisata juga akan mengundang para turis lokal untuk datang ke Jawa Timur sehingga otomatis juga akan meningkatkan perekonomian di Jawa Timur (Listrik Indonesia, 2011). 3. Pemanfaatan Geothermal di Jawa Timur Menurut Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jawa Timur Dewi J. Putriatni, Jawa Timur termasuk provinsi yang ketinggalan dalam pemanfaatan sumber energi panas bumi. Jawa Tengah, misalnya, sudah memiliki dua pembangkit energi panas bumi, dan empat lagi sudah berdiri di Jawa Barat (Listyanti, 2013). Pemaksimalan energi ini sangat kompleks. Salah satunya adalah kebanyakan energi panas bumi ini berada di kawasan hutan lindung. Pasalnya, hutan lindung tidak bisa diutak-utik, sehingga memerlukan campur tangan pemerintah. Di sisi lain, memerlukan energi yang baru terbarukan dan tidak bergantung pada energi fosil. Saat ini baru tiga titik potensi geothermal yang akan dikembangkan, yaitu WKP Gunung Ijen oleh Medco Cahaya Energi, WKP Telaga Ngebel di bawah Bakrie Energi dan WKP Hiyang Argopuro oleh Pertamina Geothermal Energi (Energytoday, 2012). Untuk 2 WKP di Ijen dan telaga Ngebel sudah memasuki tahap eksplorasi, sementara untuk daerah Argopuro, karena— lagi-lagi berada di daerah hutan konservasi sehingga masih memerlukan izin penggunaan hutan lindung dari Kementerian Kehutanan. Apabila ditinjau dari total potensi yang ada, pemanfaatan energi geothermal di Indonesia masih sangat kecil yaitu sekitar 4% saja. Pemanfaatan ini juga masih terbatas untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dengan menghasilkan energi listrik sebesar 807 MWe yang sebagian besar masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (97%). Energi panas bumi di Indonesia sangat beragam, sehingga selain pemanfaatan tidak langsung (PLTP), dapat
dimanfaatkan secara langsung (direct uses) seperti untuk industri pertanian (antara lain untuk pengeringan hasil pertanian, sterilisasi media tanaman, pengeringan, agroindustri dan budi daya tanaman tertentu). Dibandingkan dengan negara lain (China, Korea, New Zealand) pemanfaatan langsung di Indonesia masih sangat terbatas terutama hanya untuk pariwisata yang umumnya dikelola oleh daerah setempat (Wahyuningsih, 2005). Dari hasil penelitian menggunakan MP3EI (Permadi & Yuwono, 2009) dapat diketahui pemanfaatan panasbumi yang baik untuk Jawa Timur, yaitu dikhususkan untuk pendorong industri dan jasa nasional dimana meliputi bidang peralatan transportasi, perkapalan, dan makanan minuman. Selain itu, pemanfaatan yang paling utama dari potensi geothermal di Jawa Timur ini dijelaskan di bawah ini: 1.
Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi
Potensi geothermal di Jawa Timur memang sangatlah besar. Namun untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik masih harus dikaji terlebih dulu melalui survey terpadu yaitu geologi, geofisika dan geokimia. Dari seluruh potensi geothermal di pulau Jawa, kebanyakan pemanfaatan sebagai pembangkit listrik dan dijadikan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panasbumi mendominasi di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pemerintah Jawa Timur mulai menggerakkan potensi ini sejak tahun 2011 dengan melakukan pelelangan area geothermal di 2 lokasi yaitu Telaga Ngebel dan Blawan Ijen. Kedua sumber panas bumi yang bisa diolah jadi energi listrik itu berpotensi 275 MW dengan rincian dan total nilai lelang kedua sumber energi listrik itu mencapai Rp 4-6 triliun (Tender Indonesia, 2011). Sekarang total daerah yang akan dikembangkan untuk pembangkit listrik di Jawa Timur ada 3 yaitu Ngebel, Belawan-Ijen dan Arjuno-Welirang. Sementara yang lain masih pada tahap survey. Teknologi pembangkit listrik panas bumi berdasarkan jenis fluida kerja panas bumi yang diperoleh terbagi menjadi 3 jenis yaitu: 1.
Vapor dominated system ( sistem dominasi uap)
2.
Flushed steam system
3.
Binary cycle system
Perbedaan ketiganya berdasarkan temperatur diperlihatkan pada tabel 2. Ciri-ciri Vapor dominated system (Sistem dominasi uap) adalah terbentuk apabila natural rechargesangat kecil
karena
permeabilitas
di
luar reservoir rendah.
Umumnya
pada
bagian
atas reservoir terbentuk lapisan kondensat yang tebal, di mana bagian atas kondensat bersifat asam. Heat loss lebih kecil dibandingkan hot water system pada ukuran yang sama. Untuk geothermal yang memiliki temperatur rendah biasanya digunakan Flash steam system atau Binary cycle system. Untuk Binary cycle system, fluida sekunder ((isobutane, isopentane or ammonia) dipanasi oleh fluida panasbumi melalui mesin penukar kalor atau heat exchanger. Fluida sekunder menguap pada temperatur lebih rendah dari temperatur titik didih air pada tekanan yang sama. Fluida sekunder mengalir ke turbin dan setelah dimanfaatkan dikondensasikan sebelum dipanaskan kembali oleh fluida panas bumi. Siklus tertutup dimana fluida panas bumi tidak diambil masanya, tetapi hanya panasnya saja yang diekstraksi oleh fluida kedua, sementara fluida panas bumi diinjeksikan kembali kedalam reservoir. Tabel 2. Sistem Pembangkitan Panas bumi No Sistem Pembangkitan 1
Klasifikasi
Vapor dominated system >370 0C
2
Flash steam system
170 – 370 C
150 – 205 C 3
Binary cycle system
Dari karakteristik masing-masing lokasi geothermal di Jawa Timur dan dilihat dari tabel 2, kebanyakan sistem yang cocok digunakan untuk pengembangan energi ini di Jawa Timur adalah menggunakan Flash steam system. Ini sesuai dengan suhu rata-rata yang ada pada daerah prospek geothermal yang berkisar 170 – 310°C. 2.
Pariwisata
Daerah geothermal biasanya berasosiasi dengan gunungapi. Beberapa gunung berapi tersebut menghasilkan manifestasi panas bumi berupa uap dan air panas. Mata air panas ini kemudian dimanfaatkan sebagai pemandian air panas, salah satu yang terkenal yaitu wisata air panas Cangar dan air panas Songgoriti (Setiawan, 2013). Jika suatu ketika Gunung Arjuno-Welirang dieksplorasi, maka akan terbentuk jalan-jalan raya melingkar-lingkar sepanjang pinggang gunung sampai mendekati puncak. Niscaya, jalan-jalan yang terbangun itu tidak saja bermanfaat untuk operator pembangkit tapi juga harus berdampak positif pada ekonomi dan pariwisata. Para pelancong bisa menikmati kawasan puncak dan kawah belerang di Gunung
Welirang yang indah seperti halnya kalau menikmati Kawah Tangkuban Perahu atau Gunung Ijen