A.DALAM DIRI YG MEMPERSEPSIKAN
1. Sikap & Nilai
2. Motif
3. Minat
4. Pengalaman
5. Harapan
6. Mood
7. Personality
B. DALAM DIRI TARGET
1. Sesuatu yg baru
2. Gerakan
3. Suara
4. Ukuran
5. Latar belakang
6. Pendekatan
7. Kemiripan
8. Perilaku
9. Komunikasi verbal & non verbal
C. SITUASI
1. Waktu
2. Keadaan kerja
3. Keadaan sosial
Perilaku Keorganisasian iii
A.DALAM DIRI YG MEMPERSEPSIKAN
1. Sikap & Nilai
2. Motif
3. Minat
4. Pengalaman
5. Harapan
6. Mood
7. Personality
B. DALAM DIRI TARGET
1. Sesuatu yg baru
2. Gerakan
3. Suara
4. Ukuran
5. Latar belakang
6. Pendekatan
7. Kemiripan
8. Perilaku
9. Komunikasi verbal & non verbal
C. SITUASI
1. Waktu
2. Keadaan kerja
3. Keadaan sosial
MAKALAH
PERILAKU KEORGANISASIAN
DOSEN
RIS HANDAYANI, MM
DISUSUN OLEH
APRIYANTI 2015521429
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI IPWIJA
2018
Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Perilaku Keorganisasian dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Ris Handayani selaku Dosen mata kuliah Perilaku Keorganisasian yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Perilaku Keorganisasian. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Bogor, 25 Juli 2018
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I 1
DASAR – DASAR PRILAKU INDIVIDU 1
BAB II 4
NILAI, SIKAP dan KEPUASAN KERJA 4
BAB III 10
KEPRIBADIAN DAN EMOSI 10
BAB IV 16
PERSEPSI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN 16
BAB V 25
KONSEP-KONSEP MOTIVASI 25
BAB VI 30
KONSEP MOTIVASI PENERAPAN 30
BAB VII 34
DASAR-DASAR PERILAKU KELOMPOK 34
BAB VIII 39
MEMAHAMI KERJA TIM 39
BAB IX 45
KOMUNIKASI 45
BAB X 53
KEKUASAAN, KEKUASAAN, DAN POLITIK 53
BAB XI 56
KONFLIK DAN NEGOSIASI 56
BAB XII 62
STRUKTUR ORGANISASI DAN BUDAYA ORGANISASI 62
BAB XIII 68
DINAMIKA ORGANISASI 68
DAFTAR PUSTAKA 69
BAB I
DASAR – DASAR PRILAKU INDIVIDU
Karekteristik biografis misalnya (usia, jenis kelamin, status kawin, banyaknya tanggungan, masa kerja) pada diri individual sering dikaitkan dengan kinerja seseorang dalam organisasi. Banyak yang meyakini bahwa ada hubungan-hubungan yang berkaitan dengan, misalnya, tingkat kepuasan kerja, tingkat absensi, keinginan untuk maju, dan lain sebagainya.
Berikut ini adalah analisis ,mengenai beberapa karakteristik biografis tersebut :
Usia
Hubungan antara usia dan kinerja diperkirakan akan terus menjadi isu yang penting dimasa yang akan datang. Hal ini setidaknya disebabkan oleh 3 alasan, yaitu : keyakinan yang meluas bahwa kinerja merosot seiring dengan usia, realita bahwa angkatan kerja menua, dan mulai adanya perundang-undangan yang melarang segala macam bentuk pension yang bersifat perintah.
Dalam bekerja, umumnya majikan para orang tua menemukan sejumlah kualitas seperti pengalaman, pertimbangan, etika kerja, dan komitmen terhadap mutu. Selain itu, kemungkinan pekerja yang sudah tua akan keluar dari pekerjaan sangatlah kecil karena mereka tidak memiliki bayak alternatif lagi. Karyawan tua juga memiliki tingkat kemangkiran yang disengaja lebih rendah, sedangkan kemangkiran untuk hal-hal tak terhindarkan, seperti sakit, lebih tinggi. Sedangkan mengenai produktivitas yang ikut melemah, hal tersebut tidak terbukti benar adanya.
Jenis kelamin
Dari segi jenis kelamin, umumnya tidak ada perbedaan yang konsisten antar pria dan wanita dalam hal kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, produktivitas pekerjaan, kepuasan kerja, atau kemampuan belajar. Namun hasil studi menunjukkan bahwa wanita lebih bersedia mematuhi wewenang dibandingkan pria yang lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya dalam memiliki pengharapan untuk sukses, namun tetap saja perbedaannya kecil.
Biasanya, yang membuat ada perbedaan adalah karena posisi wanita sebagai ibu yang juga harus merawat anak-anaknya. Ini juga yang mungkin menimbulkan anggapan bahwa wanita lebih sering mangkir daripada pria. Jika anak-anak sakit, tentulah ibu yang akan merawat dan menemani dirumah.
Status perkawinan
Hasil riset menunjukkan bahwa karyawan yang menikah lebih sedikit absensinya, mengalami pergantian yang lebih rendah, dan lebih puas terhadap pekerjaan mereka. Dengan adanya perkawinan, karyawan memiliki peningkatan tanggung jawab yang besar seperti memiliki pekerjaan tetap atau kehidupan yang mapan.
Masa kerja
Karyawan yang telah menjalankan suatu pekerjaan dalam masa tertentu produktivitas dan kepuasannya akan meningkat, sementara tingkat kemangkiran berkurang dan kemungkinan keluar masuk karyawan lebih kecil. Masa kerja adalah peramal yang cukup baik mengenaikecenderungan karyawan seperti diatas.
Dan dilihat dari segi kemampuan :
Dalam memiliki pengalaman, karyawan juga perlu memiliki kemampuan intelektual yang tinggi. Yang dimaksud dengan kemampuan intelektual ini adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental. Ada banyak tes yang dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan intelektual seseorang, seperti : tes IQ, SAT, ACT, GMAT, LSAT, dan MCAT.
Ada 7 dimensi yang membentuk kemampuan intelektual seseorang, yaitu : kemahiran berhitung, pemahaman verbal, kecepatan perceptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang, dan ingatan. Tes atas semua dimensi diatas akan menjadi predictor yang tepat untuk menilai kinerja keseluruhan karyawan.Setelah kemampuan intelektual, ada yang disebut kemampuan fisik, yaitu adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan , kekuatan, dan ketrampilanm fisik lainnya. Kemampuan fisik ini tentu saja disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dijalankan. Seorang manajer dapat menilai seberapa banyak kemampaun intelektual dan fisik yang harus dimiliki karyawannya. Ada 9 kemampuan fisik dasar yang porsinya dimiliki secara berbeda-beda oleh tiap individu. Tentu saja, porsi yang dituntut oleh tiap jenis pekerjaan juga berbeda-beda. Kemampuan fisik dasar tersebut adalah : kekuatan dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan statis, kekuatan, keluwesan extent, keluwesan dinamis, koordinasi tubuh, keseimbangan, dan stamina.
Agar kinerja yang baik dapat dicapai, kesesuaian antara pekerjaan dengan kemampuan yang dimiliki karyawan sangat penting. Apabila karyawan kekurangan kemampuan yang disyaratkan, kemungkinan besar mereka akan gagal. Jika karyawan memiliki kemampuan tambahan yang tidak disyaratkan dalam pekerjaan, tentu hal tersebut dapat menjadi nilai tambah. Namun jika jumlah kelebihan jauh melampaui apa yang dibutuhkan pekerjaan, akan ada ketidakefisienan organisasional dan kepuasan karyawan mungkin merosot. Manajer juga mungkin perlu membayar upah yang lebih tinggi atas kelebihan tersebut.
Setelah kesesuaian antara pekerjaan-kemampuan tercapai, setiap karyawan perlu memahami konsep pembelajaran, yaitu setiap perubahan yang relative permanen dari perilaku yang terjadi sebagai hasil pengalaman.
Ada beberapa teori pembelajaran :
– Pengkondisian klasik : suatu tipe pengkondisian dimana seorang individu menanggapi beberapa rangsangan yang tidak akan selalu menghasilkan respon yang sama.
– Pengkondisian operan : suatu tipe pengkondisian dimana perilaku sukarela yang diinginkan menyebabkan suatu penghargaan atau mencegah suatu hukuman.
– Pembelajaran sosial : yaitu bahwa orang dapat belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung. Sering juga disebut teori pembelajaran sosial, ada proses-proses yang harus dialami didalamnya agar pembelajaran berlangsung baik, yaitu : proses perhatian, proses penahanan, proses reproduksi motor, proses penguatan.
Selain pembelajaran seperti diatas, manajer juga perlu melakukan pembentukan perilaku karyawan sebagai suatu alat manajerial. Karyawan harus berperilaku dengan cara-cara yang paling memberi manfaat bagi organisasi.
Ada 4 metode pembentukan perilaku/sikap, yaitu :
– Penguatan positif : bila suatu respon diikuti dengan sesuatu yang menyenangkan, misalnya pujian.
– Penguatan negatif : bila suatu respon diikuti oleh dihentikannya atau ditarik kembalinya sesuatu yang tidak menyenangkan, misalnya berpura-pura bekerja lebih rajin sangat pengawas berkeliling.
– Hukuman : mengakibatkan suatu kondisi yang tidak enak dalam suatu usaha untuk menyingkirkan perilaku yang tidak diinginkan. Misalnya : Penskorsan
– Pemunahan : menyingkirkan penguatan apa saja yang mempetahankan perilaku. Misalnya tidak mengabaikan masukan dari bawahan akan menghilangkan keinginan mereka untuk menyumbangkan pendapat.
Dari hasil riset, didapati bahwa melalui penguatan akan didapati hasil yang lebih mengesankan dibandingkan melalui hukuman dan pemunahan.
Didalam pelaksanaannya, ada beberapa jenis jadwal penguatan yang dapat dipilih, yaitu :
– Penguatan berkesinambungan : perilaku yang dinginkan diperkuat tiapkali perilaku itu diperagakan,
– Penguatan terputus-putus : perilaku yang dinginkan diperkuat cukup sering untuk emmbuatnya berharga untuk diulang, tetapi tidak setiap kali diperagakan perilaku itu diperkuat.
– Jadwal interval pasti : ganjaran-ganjaran yang didistribusikan pada selang waktu yang seragam.
– Jadwal interval variabel : ganjaran didistribusikan menurut waktu sedemikian sehingga penguatan tidak dapat diramalkan.
– Jadwal rasio pasti : ganjaran diberikan setelah sejumlah respon yang jumlahnya pasti.
– Jadwal rasio-variabel : ganjaran beraneka sehubungan dengan perilaku individu.
Ada beberapa penerapan organisasional yang spesifik lainnya yang dapat diterapkan di organisasi untuk membentuk perilaku karyawan yang sesuai, diantaranya : menggunakan lotere untuk mengurangi kemangkiran, tunjangan sehat vs. tunjangan sakit, disiplin karyawan, mengembangkan program pelatihan, menciptakan program mentor, dan swa-manajemen.
BAB II
NILAI, SIKAP dan KEPUASAN KERJA
A. NILAI (VALUE)
Nilai adalah keyakinan dasar dalam bentuk keadaan atau tindakan yang diyakini benar secara personal ataupun dalam lingkup sosial.
Atribut nilai dibagi menjadi dua:
Konten
suatu tindakan atau keadaan tertentu yang dianggap penting. Contoh : Saya percaya keuletan membawa kesuksesan dalam berbisni.
Intensitas
Menjelaskan seberapa penting kegiatan atau keadaan tersebut. Contoh : seberapa besar saya pegang keyakinan itu. Semakin saya kendur maka saya akan cederung malas, dan berbuah ketidaksuksesan dan sebaliknya.
Sistem nilai adalah urutan tingkat nilai yang dimiliki seseorang dilihat dari intensitasnya. Jika konten dan intensitas berbeda, maka sistem nilai hancur. Nilai bersifat tetap dan bertahan lama. Nilai menjadi dasar persepsi dalam memahami sikap dan motivasi seseorang serta mempengaruhi perilaku kita.
Tipe-tipe Nilai :
Terminal. Berupa VISI, cenderung abstrak. Contoh : saya ingin sukses.
Instrumental. Berupa MISI, bagaimana mewujudkan terminal. Contoh : bekerja keras, ulet, selalu berinovasi baru dalam produk.
Kelompok Kerja Kontemporer
Kelompok
Tahun Masuk Kerja
Perkiraan Usia Sekarang
Nilai Kerja Dominan
Veterans
1950 atau awal 1960
>60
Pekerja keras, konservatif; loyal pada organisasi
Boomers
1965 – 1985
40 – 60
Sukses, pencapaian, ambisi, tidak menyukai otoritas;
loyal pada karir
Xers
1985 – 2000
25 – 40
Work/life balance, team-oriented, tidak menyukai aturan;
loyal pada hubungan
Nexters
2000 – sekarang
<25
Percaya diri, sukses finansial, self-reliant but team-oriented;
loyal pada diri sendiri dan hubungan
Ada 2 jenis kerangka untuk menganalisa budaya:
1. Hofstede's Teamwork
a. Power distance
b. Individualism VS Collectivism
c. Quantity of Life vs Quality of Life
d. Uncertainty Avoidance
e. Long-term vs short-term orientation
2. The GLOBE Framework
Assertiveness (kemampuan untuk mengkomunikasikan kebutuhan, perasaan, dan pendapat)
Future Orientation (orientasi kepada kondisi ke depan)
Gender Differentiation (perbedaan jenis kelamin)
Uncertainty Avoidance (menghindari ketidakpastian)
Power Distance (jarak sejauh mana anggota menerima kekuasaan dalam organisasi)
Individualism/Collectivism In-Group Collectivism (tingkat untuk seorang mengekspresikan kebanggan dan loyalitasnya dalam sebuah organisasi)
Performance Orientation (orientasi kepada performa kerja)
Human Orientation (orientasi kepada manusia/SDM)
B. SIKAP
Sikap adalah pernyataan/penilaian evaluatif menyangkut benda, orang atau kejadian. Sikap bisa bertolakbelakang dengan nilai, karena lebih tidak stabil dan mudah dipengaruhi dibandingkan dengan nilai.
Beberapa komponen sikap:
a. Kognitif (bagian dari sikap yang berupa pendapat atau kepercayaan)
b. Afektif (bagian dari sikap yang berupa perasaan atau emosional)
c. Perilaku (kemauan untuk berperilaku tertentu terhadap seseorang atau sesuatu)
Jenis-jenis sikap:
Job Satisfaction (sikap yang menentukan kepuasan seseorang terhadap pekerjaannya)
Job Involvement (sikap yang menggambarkan sampai sejauh mana partisipasi aktif karyawan terhadap pekerjaannya)
Organization Commitment (sikap yang menunjukkan sampai mana seseorang melibatkan diri dalam organisasi beserta dengan tujuan-tujuannya dan ingin menjaga keanggotaannya dalam organisasi)
Cognitive Dissonance Theory
Teori yang menjelaskan ketidakcocokkan antara 2 sikap atau lebih, maupun ketidakcocokkan antara sikap dan perilaku. Contoh:
Saya hanya mau kuliah di kampus yang menyenangkan (Kognisi 1)
Tempat kuliah saya sekarang tidak menyenangkan (Kognisi 2)
Adanya kedua pernyataan diatas menunjukan terjadinya kognitif disonansi, dimana seseorang memiliki pemikiran ganda terhadap suatu masalah. Kognisi yang saling bertentangan itu akan menimbulkan disonansi. Untuk meminimalisir tekanan yang dialami seseorang saat mengalami disonasi yaitu sebagai berikut:
Changing Cognition yaitu merubah salah satu kognisi sehingga menjadi konsonan dengan kognisi yang lain, cth: "Mungkin kuliah di kampus memang seperti, tidak menyenangkan. Ya sudahlah".
Adding Cognition yaitu menambahkan satu konsonan atau lebih yang memiliki kesamaan dengan kognisi yang ada, cth: "Dengan kuliah, ilmu saya menjadi luas, kenalan saya menjadi banyak dan lagi kuliah disini lebih murah dibandingkan dengan tempat lain.
Altering Important yaitu mengurangi disonansi antara kognisi yang ada dengan cara mengganti kepentingan kita, cth: "Saya lebih baik berhenti berkuliah saja dan pindah ke kampus lain, daripada tidak senang seperti ini."
Mengukur Hubungan A-B (Attitude and Behavior) – Sikap Vs Perilaku
Sikap mempengaruhi perilaku. Tetapi kajian lain menunjukkkan bahwa tidak seperti itu halnya. Hubungan A-B dapat diperbaiki dengan memperhatikan variable atau faktor-faktor pelunak.
Variabel-variabel pelunak (Moderating Variables)
Sikap-sikap yang penting adalah sikap yang mencerminkan :
Nilai dasar, kepentingan diri atau identifikasi dengan kelompok. Semakin spesifik sifat dan semakin spesifik perilaku maka hubungan keduanya semakin kuat. Misalnya:
Bertanya tentang 6 bulan berikutnya lebih penting daripada bertanya apa puas. Atau apa yang akan dilakukan bila ada suatu kejadian khusus.
Sikap yang mudah diingat lebih mungkin untuk meramalkan perilaku. Kesenjangan A dan B mungkin karena tekanan sosial yang besar. Hubungan A – B jadi lebih kuat jika merupakan pengalaman pribadi.
Teori Persepsi-diri
Hubungan A-B biasanya jelas ada (positif) dan ini lebih dikuatkan lagi bahwa sikap digunakan setelah fakta, untuk mencari makna dari tindakan mereka. (mereka mencari-cari kesimpulan atas pekerjaan / kejadian yang telah terjadi/mereka lakukan). Mereka mencari alasan yang masuk akal (PERASAAN KUAT) atau sikap hanyalah pernyataan verbal saja (disonansi kognitif).
Sikap Kerja Utama
Hubungan sikap kerja pada :
Kepuasan Kerja: Perasaan Positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil evaluasi karakteristik-karakteristiknya.
Keterlibatan pekerjaan : Sejauh mana karyawan memiliki sikap memihak terhadap pekerjaannya dan bertindak aktif.
Pemberian wewenang Psikologis : yang akan meningkatkan keterlibatan karyawan dalam pekerjaannya.
Komitmen organisasional : Sejauh mana karyawan terlibat dalam pekerjaan serta tujuan perusahaan untuk mempertahankan keanggotaannya disitu.
1). Komitmen afektif : karena jenis pekerjaan itu disukainya.
2). Komitmen berkelanjutan : karena nilai ekonomisnya.
3). Komitmen Normatif : karena moral dan etis.Sikap kerja lain :
Perceived Organisational Support (POS) : Sejauh mana karyawan yakin Perusahaan memperhatikan mereka.
Keterlibatan Karyawan : Keterlibatan karyawan ,kepuasan & antusiame individu pada Pekerjaan mereka.
Bagaimana Sikap Karyawan dapat diukur ?
1. Suatu Penerapan: Survei Sikap
Mencari respons dari karyawan dengan kuesioner.
Perilaku Karyawan sangat dipengaruhi oleh persepsi dan bukan realitas jadi suatu survey yang teratur sangat penting bagi manajer.
2. Sikap dan Keanekaan Angkatan Kerja
Angkatan kerja yang berbeda menimbulkan penafsiran yang berbeda pula tentang suatu hal. Karena itu perh perlu mengadakan pelatihan untuk membentuk ulang sikap karyawan. Contoh adalah perbedaan Ras, kelamin dan lainnya yang tidak seharusnya seseorang dinilai atas sesuatu yang tidak dalam kendalinya, yaitu Ras dan kelamin misalnya.
C. KEPUASAN KERJA
Bagaimana hubungan kepuasan kerja dengan produktivitas, kemangkiran dan keluar masuknya karyawan dalam perusahaan.
Mengukur Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan orang lain, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi, standar kerja, kondisi kerja yang kurang ideal dan lainnya. Jadi Assesment (penilaian) merupakan hal yang rumit.
Ada 2 metode pendekatan untuk mengukur kepuasan kerja, yaitu :
1. Angka – nilai global tunggal (single global rating)
Dalam metode angka – nilai global tunggal tidak lebih dari meminta individu –individu untuk menjawab satu pertanyaan.
Contoh: Bila kita memberikan sebuah pertanyaan "seberapakah puaskah anda dengan pekerjaan anda?" kemudian responden menjawabnya dengan melingkari suatu bilangan antara 1 sampai 5 yang berapa dan dengan jawaban dari "Sangat Dipuaskan" sampai "Sampai tidak puas".
2. Skor penjumlahan (summation score)
Dalam metode penjumlahan ini tersusun atas sejumlah fase pekerjaan yang digunakan untuk mengenali unsur – unsur utama dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan mengenal tiap unsur.
Contoh : faktor yang biasa digunakannya itu upah sekarang, kesempatan promosi, hubungan dengan rekan kerja, penyeliaan dan sifat dasar pekerjaan.
Faktor – faktor yang berfungsi mendorong kepuasaan kerja adalah :
1. Kerja yang secara mental menantang
Faktor ini memberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja
2. Ganjaran yang pantas
Faktor ini selalu diinginkan oleh karyawan dalam sistem upah dan kebijakan promosi yang dinilai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapan mereka
3. Kondisi kerja yang mendukung :
Fakor ini sangat mengdukung bagi karyawan dalam melakukan pekerjaannya karena dengan lingkungan yang nyaman dapat menciptakan hasil kerja yang memuaskan
4. Rekan sekerja yang mendukung
Faktor ini sangat mendukung dalam menghasilkan kerja yang memuaskan karena dengan adanya interaksi sosial didalam suatu pekerjaan maka dapat mendukung kepuasan kerja dari karyawan
5. Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian – pekerjaan
Karyawan yang memiliki kepribadian yang sama dengan pekerjaan yang dipilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka, jadi kemungkinan berhasilnya pekerjaan tersebut sangat besar
6. Ada dalam Gen
Faktor ini penting karena Gen dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja dari seoang karyawan. Disposisi seorang terhadap hidup baik positif maupun negatif ditentukan oleh bentukan genetikya
Ada 3 Efek kepuasan kerja pada kinerja karyawan :
1. Kepuasan dan Produktivitas
Dengan tingkat kepuasan kerja yang terjamin maka tingkat produktivitas dari seorang karyawan semakin bagus.
2. Kepuasan dan Kemangkiran
Kepuasan kerja dari suatu karyawan ditentukan oleh tingkat kemangkiran.
Contoh : suatu perusahaan harus memberikan tunjangan cuti sakit kepada karyawan yang sakit supaya karyawan tersebut seperti diperhatikan oleh perusahaan tersebut
3. Kepuasan dan Tingkat keluar – masuknya karyawan
Kepuasan juga dihubungkan negatif dengan keluarnya karyawan. Jadi kepuasan kerja sangat penting dalam mempengaruhi karyawan yang buruk untuk tinggal daripada yang kinerjanya bagus.
Ada 4 respon karyawan dalam mengungkapkan ketidakpuasan :
1. Exit : ketidakpuasan yang diungkapkan lewat perilaku yang diarahkan untuk meninggalkan organisasi
2. Suara (voice) : Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi
3. Kesetiaan (loyalty) : ketidakpuasan yang diungkapkan secara pasif menunggu membaiknya kondisi
4. Pengabaian (neglect) : Ketidakpuasan yang dinyatakan dengan membiarkan kondisi memburuk
BAB III
KEPRIBADIAN DAN EMOSI
1. Definisi Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.
2. Faktor Penentu Kepribadian
Faktor keturunan
Keturunan merujuk pada faktor genetis seorang individu. Tinggi fisik, bentuk wajah, gender, temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi dan irama biologis adalah karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara substansial, dipengaruhi oleh siapa orang tua dari individu tersebut, yaitu komposisi biologis, psikologis, dan psikologis bawaan dari individu. Terdapat tiga dasar penelitian yang berbeda yang memberikan sejumlah kredibilitas terhadap argumen bahwa faktor keturunan memiliki peran penting dalam menentukan kepribadian seseorang. Dasar pertama berfokus pada penyokong genetis dari perilaku dan temperamen anak-anak. Dasar kedua berfokus pada anak-anak kembar yang dipisahkan sejak lahir. Dasar ketiga meneliti konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai situasi. Penelitian terhadap anak-anak memberikan dukungan yang kuat terhadap pengaruh dari faktor keturunan. Bukti menunjukkan bahwa sifat-sifat seperti perasaan malu, rasa takut, dan agresif dapat dikaitkan dengan karakteristik genetis bawaan. Temuan ini mengemukakan bahwa beberapa sifat kepribadian mungkin dihasilkan dari kode genetis sama yang memperanguhi faktor-faktor seperti tinggi badan dan warna rambut.
Faktor lingkungan
Faktor lain yang memberi pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter adalah lingkungan dimana seseorang tumbuh dan dibesarkan norma dalam keluarga, teman, dan kelompok sosial, dan pengaruh-pengaruh lain yang seorang manusia dapat alami. Faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk kepribadian seseorang. Sebagai contoh, budaya membentuk norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan menghasilkan konsistensi seiring berjalannya waktu sehingga ideologi yang secara intens berakar di suatu kultur mungkin hanya memiliki sedikit pengaruh pada kultur yang lain. Misalnya, orang orang Amerika Utara memiliki semangat ketekunan, keberhasilan, kompetisi, kebebasan, dan etika kerja Protestan yang terus tertanam dalam diri mereka melaluibuku, sistem sekolah, keluarga, dan teman, sehingga orang-orang tersebut cenderung ambisius dan agresif bila dibandingkan dengan individu yang dibesarkan dalam budaya yang menekankan hidup bersama individu lain, kerja sama, serta memprioritaskan keluarga daripada pekerjaan dan karier.
3. Ciri – ciri Kepribadian
Semakin konsisten karakteristik individu dan semakin sering terjadi dalam berbagai situasi, maka semakin penting ciri-ciri itu untuk menggambarkan individu.
Pencarian awal atas ciri-ciri primer : Ada 16 ciri-ciri yang dianggap sebagai sumber perilaku yang konstan dan mantap yaitu : pendiam – ramah, kurang cerdas – lebih cerdas, dipengaruhi oleh perasaan – stabil secara emosional, penurut – dominan, serius – tak kenal susah, bijaksana – berhati-hati, malu-malu – suka bertualang, keras – sensitif, percaya – curiga, praktis – imaginatif, jujur – lihai, yakin – ragu-ragu, konservatif, suka bereksperimen, tergantung kelompok – mandiri, tak terkendali – terkendali, santai – tegang.
The Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) : adalah salah satu kerangka kerja kepribadian dengan 100 pertanyaan yang menanyakan kepada orang bagaimana mereka biasanya bertindak atau merasa dalam situasi tertentu. Individu pada akhirnya akan diklasifikasikan sebagai ekstrovet (E) dan intovert (I), sensing (S) atau intuitif (N), berpikir (T) atau merasa (F), dan memahami (P) atau menilai (J). Hasilnya nanti akan dirangkai seperti misalnya INTJ dalah kaum visioner, ESTJ adalah pengorganisasi, ENTP adalah pengagas, dan lainnya.
Model lima besar : adalah 5 dimensi dasar hasil riset terbaru yang melandasi semua ciri dan meliputi sebagian besar variasi yang signifikan dalam kepribadian manusia, yaitu :
Ekstraversi : mencakup tingkat kesenangan seseorang akan hubungan. Orang yang ekstravert akan cenderung suka berkelompok, tegas, dan mampu bersosialisasi. Kaum introvert cenderung pendiam, malu-malu, dan tenang.
Kemampuan untuk bersepakat : merujuk pada kecennderungan untuk tunduk pada orang lain. Orang yang skornya tinggi akan kooperatif, hangat, dan percaya. Sedangkan yang rendah akan dingin, tidak mampu bersepakat, dan antagonistik.
Sifat mendengarkan suara hati : merupakan ukuran dari keandalan. Orang yang peka terhadap suara hati akan bertanggung jawab, terorganisir, dapat dipercaya, dan gigih. Sedangkan yang sebaliknya akan mudah bingung, tidak terorganisir, dan tidak handal.
Stabilitas emosional : merujuk pada kemampuan untuk bertahan terhadap stress. Orang yang skornya tinggi akan cenderung tenang, percaya diri, dan aman. Yang sebalinya akan cenderung gelisah, cemas, gugup, tertekan, dan tidak aman.
Keterbukaan terhadap pengalaman : merujuk pada kisaran minat individual dan kekaguman terhadap hal baru. Orang yang terbuka akan kreatif, ingin tahu, dan sensitif secara artistik. Sedangkan yang sebaliknya akan konvensional dan menemukan kenyamanan dalam keakraban.
Penelitian atas kredibilitas Lima Besar ini menghasilkan sejumlah besar bukti bahwa individu yang dapat dipercaya, andal, hati-hati, teliti, mampu membuat rencana, terorganisasi, kerja keras, gigih, dan berorientasi pada prestasi cenderung memilki jabatan yang lebih tinggi dalam sebagian besar atau semua kedudukan.
4. Kepribadian Utama Yang Mempengaruhi Prilaku Organisasi
Evaluasi inti diri
Evaluasi inti diri adalah tingkat di mana individu menyukai atau tidak menyukai diri mereka sendiri, apakah mereka menganggap diri mereka cakap dan efektif, dan apakah mereka merasa memegang kendali atau tidak berdaya atas [lingkungan]] mereka. Evaluasi inti diri seorang individu ditentukan oleh dua elemen utama: harga diri dan lokus kendali. Harga diri didefinisikan sebagai tingkat menyukai diri sendiri dan tingkat sampai mana individu menganggap diri mereka berharga atau tidak berharga sebagai seorang manusia.
Machiavellianisme
Machiavellianisme adalah tingkat di mana seorang individu pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses. Karakteristik kepribadian Machiavellianisme berasal dari nama Niccolo Machiavelli, penulis pada abad keenam belas yang menulis tentang cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan.
Narsisisme
Narsisisme adalah kecenderungan menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan diri yang berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri sendiri. Sebuah penelitian mengungkap bahwa ketika individu narsisis berpikir mereka adalah pemimpin yang lebih baik bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka, atasan mereka sebenarnya menilai mereka sebagai pemimpin yang lebih buruk. Individu narsisis seringkali ingin mendapatkan pengakuan dari individu lain dan penguatan atas keunggulan mereka sehingga individu narsisis cenderung memandang rendah dnegan berbicara kasar kepada individu yang mengancam mereka. Individu narsisis juga cenderung egoisdan eksploitif, dan acap kali memanfaatkan sikap yang dimiliki individu lain untuk keuntungannya.
Pemantauan diri
Pemantauan diri adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan perilakunya dengan faktor situasional eksternal. Individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi menunjukkan kemampuan yang sangat baik dalam menyesuaikan perilaku dengan faktor-faktor situasional eksternal. Bukti menunjukkan bahwa individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi cenderung lebih memerhatikan perilaku individu lain dan pandai menyesuaikan diri bila dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat pemantauan diri yang rendah.
Kepribadian tipe A
Kepribadian tipe A adalah keterlibatan secara agresif dalam perjuangan terus-menerus untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit dan melawan upaya-upaya yang menentang dari orang atau hal lain. Dalam kultur Amerika Utara, karakteristik ini cenderung dihargai dan dikaitkan secara positif dengan ambisi dan perolehan barang-barang material yang berhasil. Karakteristik tipe A adalah:
merasa tidak sabaran;
berusaha keras untuk melakukan atau memikirkan dua hal pada saat yang bersamaan;
tidak dapat menikmati waktu luang;
terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dalam bentuk jumlah hal yang bisa mereka peroleh.
Kepribadian proaktif
Kepribadian proaktif adalah sikap yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani bertindak, dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Pribadi proaktif menciptakan perubahan positif daalam lingkungan tanpa memedulikan batasan atau halangan.
5. Kepribadian Dan Budaya Nasional
Tidak ada tipe kepribadian umum untuk satu negara tertentu. Namun budaya suatu negara mempengaruhi karakteristik yang dominan dari penduduknya, Ini dapat dilihat dengan memperhatikan lokus kendali dan kepribadian tipe A. Misalnya saja, dalam budaya seperti Amerika Utara, orang percaya bahwa mereka dapat mendominasi lingkungan mereka, sebaliknya dengan orang-orang di Timur Tengah. Hal ini menyebabkan proporsi orang-orang internal dalam angkatan kerja Amerika lebih besar daripada angkatan kerja Arab saudi dan Iran.
Sedangkan kepribadian tipe A akan paling banyak di negara-negara kapitalis, misalnya Amerika dan Kanada, dimana prestasi dan keberhasilan material sangat dihargai. Sementara dinegara seperti Swedia dan Prancis tidak.
6. Mencapai Kecocokan Kepribadian
Kecocokan orang dengan pekerjaan adalah mencocokkan enam tipe kepribadian dan mengemukakan bahwa kecocokkan antara tipe kepribadian dan lingkungan kedudukan menentukan kepuasan dan keluar masuknya karyawan. Teori ini dikemukakan oleh John Holland, tipe-tipenya antara lain :
Realistis : menyukai kegiatan fisik yang menuntut ketrampilan, kekuatan, dan koordinasi. Karakternya adalah pemalu, tahan, stabil, mudah menyesuaikan diri, dan praktis.
Investigatif : menyukai kegiatan yang mencakup pemikiran, pengorganisasian, dan pemahaman. Karakternya adalah analitis, asli, ingin tahu, dan independen.
Sosial : menyukai kegiatan yang mencakup membantu dan mengembangkan yang lain. Karakternya adalah mampu bergaul, bersahabat, kooperatif, dan memahami.
Konvensional : menyukai kegiatan yang diatur dengan peraturan, jelas, dan tidak bersifat mendua. Karakternya adalah mudahmenyesuaikan diri, efisien, praktis, tidak imaginatif, tidak luwes.
Enterprising : menyukai kegiatan verbal dimana ada peluang untuk mempengaruhi yang lai dan mendapatkan kekuasaan. Karakternya adalah percaya diri, ambisi, energetik, dan mendominasi.
Artistik : menyukai kegiatan yang bersifat mendua dan tidak sistematik, yang memungkinkan ekspresi yang kreatif. Karakternya adalah imaginatif, tidak teratur, idealistis, emosional, dan tidak praktis.
Teori ini mengatakan bahwa kepuasan paling tinggi berarti keluar masuknya karyawan paling rendah bila kepribadian dan kedudukan/jenis pekerjaannya sesuai.
Kecocokan organisasi-orang : yaitu bahwa orang meninggalkan pekerjaan yang tidak cocok dengan kepribadiannya.
7. Defini Emosi
Sebuah organisasi yang berjalan baik adalah organisasi yang berhasil meniadakan frustasi, takut, marah, benci, marah, gembira, dls. Emosi-emosi tersebut adalah antithesis dari rasionalitas. Beberapa emosi, terutama bila ditampilkan pada saat yang salah, dapat mengurangi kinerja karyawan. Namun realitasnya tetap saja bahwa karyawan membawa serta satu komponen emosi bersama mereka ke tempat kerjanya dan tidak ada studi yang komprehensif tanpa mempertimbangkan peran dari emosi ditempat kerja.
Berkaitan dengan emosi, ada 3 hal yang terjalin erat satu sama lain, yaitu pengaruh (affect), emosi, dan suasana hati (mood). Pengaruh meliputi kisaran luas perasaan yang dialami orang, merupakan satu konsep yang meliputi baik emosi maupun suasana hati. Akhirnya, suasana hati adalah perasaan yang cenderung menjadi kirang intens dibandingkan emosi, dan yang kekurangan stimulus kontekstual.
Emosi adalah reaksi terhadap suatu objek, bukan suatu sifat. Sedangkan suasana hati tidak dikaitkan dengan suatu objek. Emosi dapat berubah menjadi suasana hati bila kita kehilangan fokus pada objek yang kontekstual.
Berkaitan dengan perilaku organisasi, satu istilah yang terkait adalah tenaga kerja emosional, yang terjadi apabila karyawan mengekspresikan secara organisasional emosi yang diinginkannya selama transaksi antar pribadi. Dulunya konsep ini dikembangkan berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan jasa, namun dewasa ini konsep tersebut telah menjadi relevan dengan hampir setiap pekerjaan. Dalam tuntutannya, karyawan perlu membedakan antara emosi yang dirasakan dengan emosi yang ditunjukkan agar tidak terjadi dilema.
8. Dimensi emosi
Emosi ada beberapa jenis berdasarkan :
Varietas : riset mengidentifikasikan enam emosi yang universal, yaitu kemarahan, ketakutan, kesedihan, kegembiraan, kejijikan, dan kejutan. Enam emosi ini dapat dikonseptualisasikan sebagai terus ada sepanjang satu kontinuum, dimana semakin dekat jarak dua emosi apapun pada kontinuum tersebut akan semakin membingungkan orang. Contohnya adalah kebahagiaan dan kejutan sering dikacaukan, sementara kebahagiaan dan kemuakan jarang sekali.
Intensitas : ekspresi yang berbeda dari intensitas emosi yang sama bisa disebabkan dari kepribadian ataupun tuntutan ditempat kerja. Ada orang yang terkendali, tidak pernah memperlihatkan rasa marah, namun ada pula yang sebaliknya. Tentu saja hal ini harus disesuaikan dengan pekerjaan. Presenter misalnya, harus menunjukkan intensitas emosi yang sesuai dengan acara yang dibawakannya.
Frekuensi dan durasi : frekuensi dan durasi yang diperlukan untuk tenaga kerja emosional juga harus disesuaikan dengan kemampuan frekuensi dan durasi yang dimiliki karyawan.
9. Jenis kelamin dan emosi
Bukti menunjukkan bahwa perbedaan antara pria dan wanita dalam hal emosi adalah bila menyangkut reaksi emosional dan kemampuan untuk membaca orang lain. Wanita menunjukkan ungkapan emosi yang lebih besar daripada pria, mengalami emosi secara lebih hebat, lebih nyaman dalammengungkapkan emosi, lebih baik dalam membaca petunjuk-petunjuk non-verbal dan paralinguistik, dan lebih sering menampilkan ekspresi dari emosi yang positif maupun negatif, kecuali kemarahan.
Batasan-batasan eksternal terhadap emosi
Batasan-batasan eksternal ada 2, yaitu :
- Pengaruh organisasional, menyesuaikan dengan perangkat emosional yang dicari organisasi.
- Pengaruh budaya, menyesuaikan dengan norma-norma budaya di negara setempat.
BAB IV
PERSEPSI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Definisi Persepsi
Persepsi adalah suatu proses dimana seseorang melakukan pemilihan, penerimaan, pengorganisasian, dan penginterpretasian atas informasi yang diterimanya dari lingkungan. Jadi persepsi merupakan suatu proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya.
Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan. Namun apa yang merupakan persepsi seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang objektif. Karena perilaku orang didasarkan pada persepsi mereka akan realitas, dan bukan pada realitas itu sendiri, maka persepsi sangat penting pula dipelajari dalam perilaku organisasi.
Faktor yang mempengaruhi Persepsi
Pelaku persepsi (Characteristics of the perceiver)
Pelaku persepsi adalah penafsiran seorang individu pada suatu objek yang dilihatnya akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri, diantaranya sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan. Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan akan merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka. Contoh-contoh seperti seorang tukang rias akan lebih memperhatikan kesempurnaan riasan orang daripada seorang tukang masak, seorang yang disibukkan dengan masalah pribadi akan sulit mencurahkan perhatian untuk orang lain, dls, menunjukkan bahwa kita dipengaruhi oleh kepentingan/minat kita. Sama halnya dengan ketertarikan kita untuk memperhatikan hal-hal baru, dan persepsi kita mengenai orang-orang tanpa memperdulikan ciri-ciri mereka yang sebenarnya.
Target (Characteristics of the perceived)
Target adalah gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target akan membentuk cara kita memandangnya. Misalnya saja suatu gambar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang oleh orang yang berbeda. Selain itu, objek yang berdekatan akan dipersepsikan secara bersama-sama pula. Contohnya adalah kecelakaan dua kali dalam arena ice skating dalam seminggu dapat membuat kita mempersepsikan ice skating sebagai olah raga yang berbahaya. Contoh lainnya adalah suku atau jenis kelamin yang sama, cenderung dipersepsikan memiliki karakteristik yang sama atau serupa.
Situasi ( Situation Context)
Situasi juga berpengaruh bagi persepsi kita. Misalnya saja, seorang wanita yang berparas lumayan mungkin tidak akan terlalu 'terlihat' oleh laki-laki bila ia berada di mall, namun jika ia berada dipasar, kemungkinannya sangat besar bahwa para lelaki akan memandangnya.
Secara singkat, faktor yang mempengaruhi persepsi dapat dilihat pada gambar berikut:
Faktor yang mempengaruhi persepsi
Tiap orang mempunyai persepsi sendiri-sendiri karena dipengaruhi oleh perbedaan kemampuan inderanya dalam menangkap stimulasi dan Perbedaan kemampuan dalam menafsirkan atau memberi arti pada stimulasi tersebut. Indera merupakan filter masuknya stimulasi dalam kognisinya, dan kemudian orang memberi perhatian terhadap stimulasi itu untuk diberi arti. Namun perhatian seseorang tidak dapat menyeluruh, melainkan hanya pada aspek tertentu saja yaitu yang dianggap penting bagi dirinya.
Membuat Penilaian Mengenai Orang Lain
Teori Atribusi
Pada dasarnya mengungkapkan bahwa bila individu mengamati perilaku, mereka mencoba menentukan apakah itu disebabkan faktor internal atau eksternal. Misalnya saja persepsi kita terhadap orang akan dipengaruhi oleh penyebab-penyebab internal karena sebagai manusia mereka mempunyai keyakinan, maksud, dan motof-motif didalam dirinya. Namun persepsi kita terhadap benda mati seperti gedung, api, air, dls, akan berbeda karena mereka adalah benda mati yang memiliki hukum alamnya sendiri (eksternal). Penentuan apakah perilaku itu merupakan penyebab eksternal atau internal bergantung pada tiga faktor :
Kekhususan : apakah seorang individu memperlihatkan perilaku yang berlainan dalam situasi yang berlainan.
Konsensus : yaitu jika setiap orang yang menghadapi situasi serupa bereaksi dengan cara yang sama.
Konsistensi : apakah seseorang memberikan reaksi yang sama dari waktu ke waktu.
Salah satu penemuan yang menarik dari teori ini adalah bahwa ada kekeliruan atau prasangka (bias, sikap berat sebelah) yang menyimpangkan atau memutar balik atribusi. Bukti mengemukakan bahwa kita cenderung meremehkan pengaruh faktor dari luar dan melebih-lebihkan pengaruh faktor internal. Misalnya saja, penurunan penjualan seorang salesman akan lebih dinilai sebagai akibat dari kemalasannya daripada akibat kalah saing dari produk pesaing.
bagan teori Atribusi :
Jalan Pintas Persepsi
Dalam menilai stimulus atau objek, menggunakan pola tertentu yang berbeda, menggunakan pola untuk membuat kesimpulan tentan arti dari objek atau stimulasi disebut jalan pintas persepsi.
Pola tersebut antara lain:
Persepsi Selektif: Menginterpretasikan secara selektif apa yang dilihat seseorang berdasarkan minat, latar belakang, pengalaman, dan sikap seseorang.
Efek Halo: Membuat sebuah gambaran umum tentang seorang individu berdasarkan sebuah karakteristik.
Efek-efek kontras: Evaluasi tentang karakteristik-karakteristik seseorang yang dipengaruhi oleh perbandingan-perbandingan dengan orang lain yang baru ditemui, yang mendapat nilai lebih tinggi atau lebih rendah untuk karakteristik-karakteristik yang sama.
Proyeksi: Menghubungkan karakateristik-karakteristik diri sendiri dengan individu lain.
Pembentukaan Stereotip: menilai seseorang berdasarkan persepsi tentang kelompok di mana ia tergabung.
Penerapan Persepsi dalam Organisasi
Persepsi memiliki banyak konsekuensi bagi organisasi. Didalamnya orang-orang selalu saling menilai. Berikut ini adalah beberapa penerapannya yang lebih jelas :
Wawancara karyawan
Bukti menunjukkan bahwa wawancara sering membuat penilaian perseptual yang tidak akurat. Pewawancara yang berlainan akan melihat hal-hal yang berlainan dalam diri seorang calon yang sama. Jika wawancara merupakan suatu masukan yang penting dalam keputusan mempekerjakan, perusahaan harus mengenali bahwa faktor-faktor perseptual mempengaruhi siapa yang dipekerjakan dan akhirnya mempengaruhi kualitas dari angkatan kerja suatu organisasi.
Pengharapan kinerja
Bukti menunjukkan bahwa orang akan berupaya untuk mensahihkan persepsi mereka mengenai realitas, bahkan jika persepsi tersebut keliru. Pengharapan kita mengenai seseorang/sekelompok orang akan menentukan perilaku kita.. Misalnay manager memperkirakan orang akan berkinerja minimal, mereka akan cenderung berperilaku demikian untuk memenuhi ekspektasi rendah ini.
Evaluasi kinerja
Penilaian kinerja seorang karyawan sangat bergantung pada proses perseptual. Walaupun penilaian ini bisa objektif, namun banyak yang dievaluasi secara subjektif. Ukuran subjektif adalah berdasarkan pertimbangan, yaitu penilai membentuk suatu kesan umum mengenai karyawan. Semua persepsi dari penilai akan mempengaruhi hasil penilaian tersebut.
Upaya karyawan
Dalam banyak organisasi, tingkat upaya seorang karyawan dinilai sangat penting, jadi bukan hanya kinerja saja. Namun penilaian terhadap upaya ini sering merupakan suatu pertimbangan subjektif yang rawan terhadap distorsi-distorsi dan prasangka (bias) perseptual.
Kesetiaan karyawan
Pertimbangan lain yang sering dilakukan manager terhadap karyawan adalah apakah karyawan tersebut setia atau tidak kepada organisasi. Sayangnya, banyak dari penilaian kesetiaan tersebut bersifat pertimbangan. Misalnya saja individu yang melaporkan tindakan tak etis dari atasan dapat dilihat sebagai bertindak demi kesetiaan kepada organisasi ataupun sebagai pengacau.
Pembentukkan Profil
Pembentukkan stereotip dimana satu kelompok individu dipilih biasanya berdasarkan ras atau etnis untuk penyelidikan intensif, inspeksi ketat atau investigasi
Hubungan antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan Individual
Pengambilan kuputusan individual, baik ditignkat bawah maupun atas, merupakan suatu bagian yang penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana individu dalam organisasi mengambil keputusan dan kualitas dari pilihan mereka sebagiah besar dipengaruhi oleh persepsi mereka.
Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu masalah. Terdapat suatu penyimpangan antara suatu keadaan dewasa ini dan sesuatu keadaan yang diinginkan, yang menuntut pertimbangan arah tindakan alternatif. Misalnya, seorang manager suatu divisi menilai penurunan penjualan sebesar 2% sangat tidak memuaskan, namun didivisi lain penurunan sebesar itu dianggap memuaskan oelh managernya.
Perlu diperhatikan bahwa setiap keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap informasi. Karena itu, data yang diterima perlu disaring, diproses, dan ditafsirkan. Misalnya, data mana yang relevan dengan pengambilan keputusan. Persepsi dari pengambil keputusan akan ikut menentukan hal tersebut, yang akan mempunyai hubungan yang besar pada hasil akhirnya.
Pengambilan Keputusan
Keputusan merupakan suatu pemecahan masalah sebagai suatu hukum situasi yang dilakukan melalui satu pemilihan alternatif dari berbagai alternatif. Pengambilan keputusan adalah suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari berbagai alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti (digunakan) sebagai suatu cara pemecahan masalah.
Proses Pengambilan Keputusan
Pengambil keputusan yang optimal adalah rasional. Artinya dia membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam batas-batas tertentu. Terdapat asumsi-asumsi khusus yang mendasari model ini. Asumsi tersebut yaitu :
Model Rasional
Enam langkah dalam model pengambilan keputusan rasional diurutkan sebagai berikut :
Tetapkan masalah
Identifikasikan criteria keputusan
Alokasikan bobot pada criteria
Kembangkan Alternatif
Evaluasi alternatif
Pilihlah alternatif terbaik
b) Asumsi Model
Model pengambilan keputusan rasional yang baru saja digambarkan mengandung sejumlah asumsi sebagai berikut :
Kejelasan masalah
Pilihan-pilihan diketahui
Pilihan yang jelas
Pilihan yang konstan
Tidak ada batasan waktu atau biaya
Pelunasan maksimum
8. Meningkatkan Kreativitas Dalam Pengambilan Keputusan
Kreativitas penting bagi pengambil keputusan, hal ini memungkinkan pengambil keputusan untuk lebih sepenuhnya menghargai dan memahami masalah, termasuk melihat masalah-masalah yang tidak dapat dilihat orang lain.
Potensial Kreatif
Kebanyakan orang mempunyai potensial kreatif yang dapat mereka gunakan bila dikonfrontasikan dengan sebuah masalh pengambilan keputusan. Namun untuk melepaskan potensial tersebut, mereka harus keluar dari kebiasaan psikologis yang kebanyakan dari kita terlibat di dalamnya dan belajar begaimana berpikir tentang satu maslah dengan cara yang berlainan.
b. Model Kreatifitas Tiga Komponen
Model ini mengemukakan bahwa kreativitas individual pada hakikatnya menuntut keahlian, keterampilan berpikir kreatif, dan motivasi tugas intrinsic. Semakin tinggi tingkat dari masing-masing ketig kompoen ini semakin tinggi kretivitasnya. Keahlian adalah landasan bagi semua kerja kretif. Komponen kedua adalah keterampilan berpikir kreatif, sedangkan komponen terakhir dalah motivasi tugas intrinsic.
9. Praktek Pengembalian Keputusan dalam organisasi
Rasionalitas Terbatas
Yaitu para individu mengambil keputusan dengan merancang bangun model-model yang disederhanakan yang menyuling cirri-ciri hakiki dari masalah tanpa menangkap semua kerumitannya. Aspek yng menarik dari rasionalitas terbatas ini adalah bahwa urutan di mana alternatif-alternatif dipertimbangkan bersifat kritis dalam menentukan alternatif mana yang dipilih.
Intuisi
Pengambilan keputusan intuitif seperti yang digunakan oleh Joe Garcia baru-baru ini muncul dan disegani. Ada sejumlah cara untuk mengkonseptualkan intuisi. Pengambilan keputusan secara intuitif sebagai suatu proses tak sadar yang dicipakan dari dalam pengalaman yang tersaring.
Identifikasi Masalah
Masalah-msalah yang tampak cenderung memiliki probabilitas terpilih yang lebih tinggi disbanding masalh-masalah yang penting. Kita dapat menawarkan sekuarang-kurangnya 2 alasan. Pertama, mudah untuk mengenali masalah-masalah yang tampak. Kedua, perlu diingat bahwa kita prihatin dengan pengambilan keputusan dalam organisasi.
Pengembangan Alternatif
Karena pengambil keputusan jarang mencri suatu pemecahan optimum, melainkan yang agak memuaskan, kami berharap untuk menemukan suatu penggunaan minimal atas kreativitas dalam mencari alternatif-alternatif.
Membuat Pilihan
Untuk menghinhari informasi yag terlalu sarat, para pengambil keputusan mengandalkan heuristik atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan keputusan. Terdapat dua macam heuristik yaitu :
Heuristik ketersediaan, kecenderungan bagi orang-orang untuk mendasarkan penilain pada informasi yang sudah ada di tangan mereka.
Heuristik representatif, menilai kemungkinan dari suatu kejadian dengan menarik analogi dan meliha situasi identik di mana sebenarnya tidak identik.
Peningkatan komitmen, suatu peningkatan komitmen pada suatu keputusan sebelumnya meskipun ada informasi negatif.
f. Perbedaan karakteristik individu akan mempengaruhi gaya pengambilan keputusan
Riset terhadap gaya pengambilan keputusan telah mengidentifikasi empat pendekatan individual yang berbeda terhadap pengambilan keputusan. Keempat pendekatan ini meliputi Analitis, Konseptual, Direktil, dan Behavioral. Selain meberikan satu kerangka untul melihat perbedaan-perbedaan individual, gaya pengambilan keputusan dapat bermanfaat untuk membantu anda memahami bagaiman dua orang yang tingkat intelegensinya sama, degan mengakseske informasi yang sama, dapat berbeda dalam cara-cara mereka melakukan pendekatan dalam keputusan dan pilihan terakhir yang mereka ambil.
Direktif
*Rasional-toleransi rendah.
*Efisien (informasi minimal), dan logis.
*Mengambil keputusan dengan cepat,berorientasi jangka pendek.
Analitik
*Rasional-toleransi tinggi.
*Lebih banyak informasi dan alternatif.
*Pengambilan keputusan cermat.
Konseptual
*Intuitif-toleransi tinggi.
*Pandangannya sangat luas dan mempertimbangkan banyak alternatif.
*Orientasi jangka panjang dan mampu menemukan solusi kreatif.
Perilaku
*Intutif-toleransi rendah.
*Pengambil keputusan dapat bekerja baik dengan yang lain.
*Memperhatikan kinerja rekan kerja dan bawahan, resptif terhadap usulan-usulan, mengedepankan komunikasi,menghindari konflik,dan mengupaya- kan penerimaan.
(Catatan)
*Tiap manajer memiliki lebih dari satu karakteristik, tetapi memiliki gaya yang dominan, dan yang sebagai penunjang.
*Manajer yang luwes dapat menyesuaikan gayanya dengan situasi.
*Dua orang yang intelegensinya sama dan mengakses pada informasi yang sama, dapat berbeda dalam pendekatan pengambilan keputusan.
g. Hambatan Organisasional
Orgaisasi sendiri merupakan penghambat bagi para pengambil keputusan.
Evaluasi Kinerja, para manajer sangat dipengaruhi dalam pengambilan keputusan mereka oleh criteria yang mereka gunakan untuk mengevaluasi.
Sistem Imbalan, mempengaruhi pengambil keputusan dengan mengemukakan terhadap mereka pilihan apa yang lebih disukai mengenai upah.
Pembatasan waktu yang menentukan system, organisasi menentukan tenggat waktu atas keputusan-keputusan.
Perseden Historis, keputusan tidak diambil dalam keadaan vakum. Keputusan selalu ada dalam konteks. Keputusan yang diambil di masa lalu adalah hantu yang terus-menerus membayangi pilihan terakhir.
h. Perbedaan Budaya
Model rsional tidak membut pengakuan akan perbedaan budaya. Kita perlu mengakui bahwa latar belakang budy dari pengambil keputusan dapat membawa pengaruh yang besar terhadap seleksi masalahnya, kedalaman analitis, arti penting yang ditempatkan pada logika dan rasionalitas, atau apakah keputusan organisasional hendaknya diambil secara otokratis oleh seorang manajer individual atau secara kolektif dalam kelompok.
10. Etika Dalam Pengambilan Keputusan
Pertimbangan etis merupakan suatu criteria yang penting dalam pengambilan keputusan organisasioanal. Tiga cara yang berlainan untuk embuat kerangka keputusan dan memeriksa factor-faktor yang membentuk perilaku pengambilan keputusan etis. Tiga criteria keputusan etis tersebut yaitu :
Kriteria Utilitarian, keputusan diambil semata-mata atas hasil atau konsekuensi mereka. Pada kriteria ini mendorong efisiensi dan produktivitas, tetapi dapat mengakibatkan pengabaian hak dari beberapa individu.
Kriteria menekankan pada hak, mempersilahkan individu untuk mengambil keputusan yang konsisten dengan kebebasan dan keistimewaan mendasar. Penggunaan hak sebagai kriteria dapat memberikan kebebasan dan perlindungan kepada individu, tetapi dapat merintangi efisiensi dan produktivitas.
Kriteria menekankan pada keadilan, mensyartkan individu untuk mengenakan dan memperkuat aturan-aturan secara adil dan tidak berat sebelah sehingga ada pembagian manfaat dan biaya yang pantas. Melindungi kepentingan individu yang kurang terwakili dan yang kurang berkuasa, tetapi kriterian ini dapat mendorong kepemilikian yang akan mengurangi pengambilan risiko, inovasi, dan produktivitas.
11. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Etis
Tahap perkembangan moral
Yaitu suatu penilaian terhadap kapasitas seseorang untuk menimbang yang secara moral benar, makin tinggi perkembangan moral seseorang makin kurang bergantung pada pengaruh-pengaruh luar dan makin cenderung berperilaku etis.
Lingkungan Organisasional
orang-orang yang kekurangan rasa moral yang kuat akan jauh lebih kecil kemungkinannya untuk mengambil keputusan yang tidak etis jika mereka dihambat oleh lingkungan organisasional yang tidak menyukai perilaku semacam itu, sebaliknya individu yang sangat berbudi dapat dicemari oleh suatu lingkungan organisasional yang mengijinkan atau mendorong prakte-praktek tak etis
Tempat Kedudukan Kendali (Locus of Control),
merupakan karakteristik kepribadian yang mengukur sejauh mana orang meyakini bahwa mereka bertanggung jawab untuk peristiwa-peristiwa dalam hidup mereka
LOC Internal, lebih mengandalkan pada standar internal mereka sendiri mengenai benar atau salah untuk memandu perilaku mereka.
LOC Eksternal, lebih kecil kemungkinannya untuk memikul tanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi dari perilaku mereka dan lebih besar kemungkinan untuk mengandalkan pengaruh-pengaruh eksternal.
Tiga Kriteria Keputusan Etis
1. Utiliteranisme : Keputusan dibuat untuk memberikan manfaat yang terbesar bagi jumlah yang terbesar. Dan ini konsisten dengan tujuan-tujuan efisiensi, produktifitas dan laba tinggi.
Misal ; Outsourcing, relokasi perusahaan.
2. Hak : Keputusan individu atas dasar hak individu mereka. Misal : pengungkapan masalah perusahaan terhadap pihak luar.
3. Keadilan:
Aturan-aturan harus adil dan tidak berat sebelah (missal : upah sama untuk pekerjaan yang sama).
12. Etika Dan Budaya Nasional
Walaupun standar etik tampaknya mendua ari di duni barat, criteria yang menetapkan salah dan benar sesungguhnya jauh lebih jelas di Barat daripada di Asia. Kebutuhan bagi organisasi global untuk menetapkan prinsip-prinsip etika bagi para pengambil keputusan di negara-negara seperti India dan Kanada mungkin menjadi penting jika standar tinggi ditegakkan dan jika praktik-praktik yang konsisten harus dipakai.
BAB V
KONSEP-KONSEP MOTIVASI
A. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:143). "Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan". Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2007:93). "Motivasi adalah kondisi yang menggerakan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya".
Pada dasarnya motivasi itu hanya dua, yaitu untuk meraih kenikmatan atau menghindari dari rasa sakit atau kesulitan. Uang bisa menjadi motivasi kenikmatan maupun motivasi menghindari rasa sakit. Jika kita memikirkan uang supaya kita tidak hidup sengsara, maka disini alasan seseorang mencari uang untuk menghindari rasa sakit. Sebaliknya ada orangyang mengejar uang karena ingin menikmati hidup, maka uang sebagai alasan seseorang untuk meraih kenikmatan.
Dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu alasan atau dorongan yang bisa berupa kata-kata, motivation training, keyakinan dari dalam diri sendiri, pengaturan mindset, dan atau keadaan yang mendesak untuk dapat melakukan atau menghasilkan sesuatu, dan untuk memperoleh semangat untuk tetap terus bekerja.
Dalam mewujudkan alasan untuk beraksi (motivasi), maka diperlukan stimulus (pendorong). Stimulus (pendorong) itu sendiri ada dua macam, yaitu:
1. High Class yang berupa tarikan (pull).
2. Low Class yang berupa dorongan (push).
Jika kedua-duanya digabungkan, maka akan diperoleh suatu energy yang besar dan akan membangkitkan rasa semangat dalam diri seseorang. Sebagai contoh: sebuah mobil yang mogok, jika didorong saja hanya akan bergerak lambat. Lain halnya jika ditambah dengan tarikan. Mobil itu akan terasa lebih ringan dan bergeraknya akan lebih cepat.
Begitu juga dengan diri manusia, manusia akan memiliki semangat juang yang tinggi jika mendapat dorongan dan kesadaran dari dalam dirinya sendiri. Tetapi semangat juang itu akan bertambah tinggi jika mendapat tarikan dari luar, seperti dorongan semangat dari keluarga, teman, atau yang lainnya.
Ada beberapa level (tingkatan) dalam motivasi, yaitu:
1. Level paling rendah, level Spirit. Yaitu menghadiri AMT (Achievement Motivation Training). Kenapa level ini dikatakan paling rendah, karena pembakaran semangat dan motivasi di level ini hanya akan mempengaruhi peserta saat duduk dan menyimak motivasi yang diberikan oleh trainer (pemberi motivasi), setelah itu pengaruhnya tidak akan sekuat dan seberpengaruh saat disampaikan oleh trainer.
2. Level Mindset. Pengaturan pada pikiran. Ini dilakukan oleh diri sendiri untuk menciptakan semangat dan motivasi untuk diri sendiri. Level ini lebih tinggi daripada sebelumnya, karena pada level ini kita sudah mampu mengatur apa-apa saja yang menjadi bahan bakar semangat dan alasan untuk melakukan sesuatu.
3. Level Skill dan Job. Kemampuan dan pekerjaan. Saat kita sudah mengetahui apa yang mampu kita lakukan dan pengaplikasiannya dalam pekerjaan, maka kita akan secara otomatis mendapat semangat dan alasan untuk menghasilkan yang terbaik dalam sasaran kita (job).
4. Dan level yang tertinggi adalah Level Power (Energi). Kenapa disebut level tertinggi, karena pada level ini, seseorang yang telah mengatur mindset-nya, mampu melaksanakan job (pekerjaan)nya dengan baik, ia akan menjadi energy untuk yang lainnya. Artinya, disaat energinya habis, ia tahu kapan dan bagaimana seharusnya ia mengisi ulang energinya. Sedangkan disaat energinya sudah terisi penuh, ia mampu menyalurkan energy untuk orang lain.
B. Tujuan Motivasi
Tujuan motivasi menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:146) adalah sebagai berikut:
Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.
Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
Mengefektifkan pengadaan karyawan.
Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan.
Meningkatkan kesejahteraan karyawan.
Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
Berikut adalah beberapa catatan untuk mendukung dan memotivasi karyawan agar mereka dapat perform dengan pekerjaannya dan mencapai tujuan yang diinginkan:
Usaha
Bagaimana kita memotivasi orang agar lebih efektif dalam melakukan pekerjaannya
Ketekunan
C. Jenis-Jenis Motivasi
1. Motivasi Intrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang yang senang membaca, tidak usah ada yang menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya. Kemudian kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya kegiatan belajar), maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri.
Sebagai contoh konkrit, seorang siswa itu melakukan belajar, karena betul-betul ingin mendapat pengetahuan, nilai atau keterampilan agar dapat berubah tingkah lakunya secara konstruktif, tidak karena tujuan yang lain-lain. "intrinsik motivations are inherent in the learning situations and meet pupil-needs and purposes". Itulah sebabnya motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkait dengan aktivitas belajarnya. Seperti tadi dicontohkan bahwa seorang belajar, memang benar-benar ingin mengetahui segala sesuatunya, bukan karena ingin pujian atau ganjaran.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh itu seseorang itu belajar,karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan akan mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh pacarnya,atau temannya.
Jadi yang penting bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik,atau agar mendapat hadiah. Jadi kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung bergayut dengan esensi apa yang dilakukannyn itu. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.
Malayu S.P Hasibuan (2005:150) mengatakan bahwa jenis-jenis motivasi adalah sebagai berikut:
1. Motivasi Positif (Insentif Positif)
Motivasi Positif adalah Manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar.
2. Motivasi Negatif (Insentif Negatif)
Motivasi Negatif adalah Manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan mendapatkan hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka panjang dapat berakibat kurang baik.
D. Metode Motivasi
Malayu S.P. Hasibuan (2005:149), mengatakan bahwa ada dua metode motivasi adalah sebagai berikut:
a. Motivasi Langsung (Direct Motivation)
Motivasi langsung adalah motivasi (materiil dan Non Materiil) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya, jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus dan bintang jasa.
b. Motivasi Tidak Langsung (Indirect Motivation)
Motivasi Tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang men dukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya ruangan kerja yang nyaman, suasana pekerjaan yang serasi dan sejenisnya.
E. Proses Motivasi
Malayu S.P. Hasibuan (2005:151), mengatakan bahwa proses motivasi adalah sebagai berikut :
1. Tujuan
Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi. Baru kemudian para karyawan dimotivasi kearah tujuan.
2. Mengetahui kepentingan
Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dan tidak hanya melihat dari sudut kepentingan pimpinan atau perusahaan saja.
3. Komunikasi efektif
Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya.
4. Integrasi tujuan
Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan karyawan. Tujuan organisasi adalah needscomplex yaitu untuk memperoleh laba serta perluasan perusahaan. Sedangkan tujuan individu karyawan ialah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi.
5. Fasilitas
Manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Seperti memberikan bantuan kendaraan kepada salesman.
6. Team Work
Manajer harus membentuk Team work yang terkoordinasi baik yang bisa mencapai tujuan perusahaan. Team Work penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.
F. Model-Model Motivasi
1. Model Tradisional
Model tradisional ini digunakan untuk memberikan dorongan kepada karyawan agar melakukan tugas mereka dengan berhasil, para menajer menggunakan sistem upah insentif, semakin banyak mereka menghasilkan atau mencapai hasil kerja yang sempurna, semakin besar penghasilan mereka.
2. Model Hubungan Manusiawi
Model hubungan tradisional yaitu para manajer dianjurkan untuk bisa memotivasi para karyawan dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan dengan membuat mereka merasa penting dan berguna, sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerjanya. Para karyawan diberi lebih banyak waktu kebebasan untuk mengambil keputusan dalam menjalankan pekerjaannya.
3. Model Sumber Daya Manusia
Model Sumber Daya Manusia yaitu karyawan mempunyai motivasi yang sangat beraneka ragam, bukan hanya motivasi karena uang ataupn keinginan akan kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan mempunyai arti dalam bekerja. Tugas manajer dalam model ini, bukanlah menyuap para karyawan dengan upah atau uang saja tetapi juga untuk mengembangkan rasa tanggung jawab bersama dalam mencapai tujuan organisasi dan anggotanya, dimana setiap karyawan menyumbangkan sesuai dengan kepentingan dan kemampuannya masing-masing.
G. Teori-teori Motivasi
1. Teori Insentif: Yaitu teori yang mengatakan bahwa seseorang akan bergerak atau mengambil tindakan karena ada insentif yang akan dia dapatkan. Misalnya, Anda mau bekerja dari pada sampai sore karena Anda tahu bahwa Anda akan mendapatkan intensif berupa gaji. Jika Anda tahu akan mendapatkan penghargaan, maka Anda pun akan bekerja lebih giat lagi. Yang dimaksud insentif bisa tangible atau intangible. Seringkali sebuah pengakuan dan penghargaan, menjadi sebuah motivasi yang besar.
2. Dorongan Bilogis: Dalam hal ini yang dimaksud bukan hanya masalah seksual saja. Termasuk di dalamnya dorongan makan dan minum. Saat ada sebuah pemicu atau rangsangan, tubuh kita akan bereaksi. Sebagai contoh, saat kita sedang haus, kita akan lebih haus lagi saat melihat segelas sirup dingin kesukaan Anda. Perut kita akan menjadi lapar saat mencipum bau masakan favorit Anda. Bisa dikatakan ini adalah dorongan fitrah atau bawaan kita sejak lahir untuk mempertahankan hidup dan keberlangsungan hidup.
3. Teori Hirarki Kebutuhan: Teori ini dikenalkan oleh Maslow sehingga kita mengenal hirarki kebutuhan Maslow. Teori ini menyajikan alasan lebih lengkap dan bertingkat. Mulai dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan kemanan, kebutuhan akan pengakuan sosial, kebutuhan penghargaan, sampai kebutuhan akan aktualisasi diri.
4. Takut Kehilangan vs Kepuasan: Teori ini mengatakan bahwa apda dasarnya ada dua faktor yang memotivasi manusia, yaitu takut kehilangan dan demi kempuasan (terpenuhinya kebutuhan). Takut kehilangan adalah adalah ketakutan akan kehilangan yang sudah dimiliki. Misalnya seseorang yang termotivasi berangkat kerja karena takut kehilangan gaji. Ada juga orang yang giat bekerja demi menjawab sebuah tantangan, dan ini termasuk faktor kepuasan. Konon, faktor takut kehilangan lebih kuat dibanding meraih kepuasan, meskipun pada sebagian orang terjadi sebaliknya.
5. Kejelasan Tujuan: Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan).
BAB VI
KONSEP MOTIVASI PENERAPAN
Memotivasi Dengan Mengubah Sifat Dari Lingkungan Kerja
Penelitian dalam rancangan pekerjaan (job design) memberikan bukti yang lebih kuat bahwa cara elemen-elemen dalam suatu pekerjaan diatur bisa berfungsi untuk meningkatkan atau mengurangi usaha.
1. Model Karakteristik Pekerjaan
Model karakteristik pekerjaan (job characteristics model-JCM), model yang menunjukkan bahwa pekerjaan apapun bisa dideskripsikan dalam lima dimensi pekerjaan inti, yaitu: keanekaragaman keterampilan, identitas tugas, arti tugas, otonomi, dan umpan balik.
a) Keanekaragaman keterampilan (skill variety), yaitu tingkat sampai mana pekerjaan membutuhkan beragam aktivitas yang berbeda.
b) Identitas tugas (task identity), yaitu tingkat sampai mana suatu pekerjaan membutuhkan penyelesaian seluruh pekerjaan yang bisa diidentifikasikan.
c) Arti tugas (task significance), yaitu tingkat sampai mana suatu pekerjaan mempunyai pengaruh yang substansial terhadap kehidupan atau pekerjaan orang lain.
d) Otonomi (autonomy), yaitu tingkat sampai mana suatu pekerjaan memberikan kebebasan dan keleluasaan yang substansial untuk seorang individu dalam merencanakan pekerjaan dan menentukan prosedur-prosedur yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.
e) Umpan balik (feedback), yaitu tingkat sampai mana pelaksanaan aktivitas-aktivitas kerja yang diwajibkan oleh suatu pekerjaan membuat seorang individu mendapatkan informasi yang jelas dan langsung mengenai keefektifan kinerjanya.
Dimensi-dimensi inti bisa digabung menjadi sebuah indeks prediktif yang disebut dengan nilai potensi yang memotivasi (motivating potential score-MPS). Nilai tersebut dapat dihitung sebagai berikut:
MPS = {(keanekaragaman keterampilan + identitas tugas + arti tugas) / 3} x otonomi x umpan balik
2. Bagaimana Pekerjaan Bisa Dirancang Ulang?
Beberapa cara dimana JCM bisa dipraktikkan untuk menjadikan pekerjaan lebih termotivasi:
Rotasi pekerjaan (job rotation), yaitu pergantian periodik seorang karyawan dari satu tugas ke tugas yang lain.
Perluasan pekerjaan (job enlargement), yaitu peningkatan jumlah dan variasi tugas dari seorang individu melalui pekerjaannya yang berbeda-beda.
Pengayaan pekerjaan (job enrichment), yaitu perluasan vertikal dari pekerjaan, yang meningkatkan pengendalian pekerja terhadap rencana, pelaksanaan dan evaluasi kerja.
3. Susunan Pekerjaan Alternatif
a. Jam kerja yang fleksibel (flexible time-flextime) yaitu dimana karyawan harus bekerja dalam jumlah waktu tertentu setiap minggunya, tetapi dalam batas-batas tertentu mereka bebas mengubah jam kerja.
b. Pembagian pekerjaan (job sharing) merupakan susunan yang memungkinkan dua individu atau lebih untuk membagi suatu pekerjaan 40 jam per minggu tradisional.
c. Telecommuting, yaitu merujuk pada karyawan yang melakukan pekerjaan mereka di rumah, setidaknya dua hari dalam satu minggu terhubung dengan kantor melalui komputer.
4. Jangan Melupakan Kemampuan dan Peluang
Peluang untuk bekerja (opportunity to perform), yaitu tingkat kinerja yang tinggi sebagian merupakan sebuah fungsi dari ketiadaan rintangan-rintangan yang menghalangi karyawan.
Keterlibatan Karyawan
Keterlibatan karyawan (employee involvement), yaitu sebuah proses partisipatif yang mengguanakan masukan karyawan dan dimaksudkan untuk meningkatkan komitmen karyawan untuk keberhasilan organisasi.
Logika yang mendasari adalah jika terlibat dlam keputusan-keputusan yang mempengaruhi serta meningkatkan otonomi dan kendali mereka atas kehidupan kerja, karyawan akan menjadi lebih termotivasi, berkomitmen terhadap organisasi, produktif, dan puas dengan pekerjaan mereka.
Contoh Program Keterlibatan Karyawan
Tiga bentuk utama dari keterlibatan karyawan, antara lain sebagai berikut:
Manajemen partisipatif (participative management) adalah proses dimana para bawahan berbagi suatu tingkat kekuatan pembuatan keputusan yang signifikan dengan atasan-atasan langsung mereka.
Partisipasi representatif (representative participation), yaitu para pekerja berpartisipasi dalam pembuatan keputusan organisasional melalui sebuah kelompok kecil yang terdiri atas karyawan-karyawan representatif.
Lingkaran kualitas (quality circle)adalah kelompok kerja yang terdiri atas karyawan-karyawan yang bertemu secara teratur untuk mendiskusikan berbagai masalah kualitas kerja, menyelidiki penyebabnya, merekomendasikan solusi dan mengambil tindakan perbaikan.
Memberikan Penghargaan Kepada Karyawan
Dalam memutuskan bayaran karyawan dan bagaimana membayar mereka manajemen harus membuat beberapa keputusan strategis. Pertimbangan keputusaan penghargaan strategis utama yang harus dibuat:
1. Berapakah Bayaran Karyawan :Membentuk Struktur Bayaran
Sistem bayaran yang paling baik membayar pekerjaan sesuai dengan nilainya (keadilan internal) dan memberikan bayaran yang mempunyai daya saing dengan pasar tenaga kerja. Bayaran acap kali merupakan satu-satunya biaya operasi yang paling tinggi untuk sebuah organisasi, yang berarti bahwa memberikan terlalu banyak bayaran yang bisa membuat produk atau jasa organisasi menjadi terlalu mahal. Ini adalah keputusan strategis yang harus dibuat oleh organisasi, dengan nilai tukar yang jelas.
2. Cara Pembayaran: Memberikan Peghargaan Kepada Karyawan Individual Melalui Program Variabel Bayaran
Program variabel bayaran (variable pay program), yaitu sebuah rencana bayaran dimana pekerja-pekerja diberi bayaran dalam jumlah yang tetap untuk setiap unit produksi yang diselesaikan. Jenis-jenis program variabel bayaran:
a. Bayaran berdasarkan tarif per bagian, Rencana bayaran berdasarkan tarif per bagian (piece-rate pay plan), yaitu rencana bayaran dimana pekerja-pekerja diberi bayaran dalam jumlah yang tetap untuk setiap unit produksi yang diselesaikan.
b. Bayaran Berdasarkan Prestasi, Rencana bayaran berdasarkan prestasi (merit-based pay plan), yaitu rencana bayaran yang didasarkan pada penilaian kinerja.
c. Bonus, Merupakan program bayaran yang menghargai karyawan –karyawan untuk kinerja mereka pada saat ini daripada kinerja di masa lalu.
d. Rencana Pembagian Laba (profit-sharing plan), sebuah program diseluruh organisasi yang membagikan kompensasi berdasarkan beberapa rumus yang sudah ada yang dirancang seputar profitabilitas suatu perusahaan.
e. Pembagian Pendapatan (gain sharing), yaitu sebuah rencana insentif kelompok yang berdasarkan pada rumus.
f. Rencana Kepemilikan Saham Karyawan (employee stock ownership plan-ESOP). Merupakan rencana tunjangan yang ditentukan oleh perusahaan dimana karyawan-karyawan mendapatkan saham,seringkali dibawah harga pasar, sebagai bagian dari tunjangan mereka.
3. Cara Pembayaran: Memberikan Penghargaan Kepada Karyawan Individual Melalui Rencana Bayaran Keterampilan
Bayaran berdasarkan keterampilan (skill based pay), yaitu rencana bayaran yang menentukan tingkat-tingkat bayaran atas dasar berapa banyak keterampilan yang dimilki oleh karyawan-karyawan dan berapa banyak pekerjaan yang bisa mereka lakukan.
4. Menghubungkan Rencana Bayaran Berdasarkan Keterampilan Dengan Teori Motivasi
Rencana bayaran berdasarkan keterampilan konsisten dengan beberapa teori motivasi. Memotivasi karyawan untuk belajar, mengembangkan keterampilan dan berkembang konsisten dengan teori ERG. Membayar karyawan untuk pengembangan tingkat keterampilan juga konsisten dengan teori kebutuhan pencapaian. Bayaran berdasarkan keterampilan mendorong karyawan untuk mengembangkan fleksibilitas mereka, terus belajar, mempelajari keterampilan, menjadi individu yang menguasai beberapa bidang, bekerja secara cooperative konsisten dengan teori penguatan. Selain itu, bayaran berdasarkan keterampilan mungkin mempunyai implikasi keadilan.
5. Tunjangan Yang Fleksibel: Mengembangkan Paket Tunjangan
Tunjangan yang fleksibel (flexible benefits) merupakan rencana tunjangan yang memungkinkan setiap karyawan untuk membuat paket tunjangan yang disesuaikan secara individual dengan kebutuhan-kebutuhan dan situasi dirinya.
Ada tiga jenis rencana tunjangan yang populer, antara lain:
a. Rencana modular, adalah paket tunjangan yang telah dirancang sebelumnya, dengan setiap modul dibuat untuk memenuhi kebutuhan dari sekelomok karyawan tertentu.
b. Rencana inti-tambahan, terdiri atas inti dari tunjangan dasar dan pilihan opsi tunjangan lainnya seperti menu, dimana karyawan dapat memilih dan menambahkannya ke tunjangan inti.
c. Rencana-rencana pengeluaran yang fleksibel, memungkinkan karyawan untuk mengkesampingkan jumlah uang yang ditawarkan dalam rencana untuk membayar jasa tertentu.
6. Penghargaan Instrinsik: Program Pengakuan Karyawan
Program pengakuan karyawan berkisar dari ucapan "terima kasih" yang spontan dan pribadi sampai program formal yang diumumkan secara luas dimana jenis-jenis perilaku tertentu dianjurkan dan prosedur untuk mencapai pengakuan diidentifikasi secara jelas.
BAB VII
DASAR-DASAR PERILAKU KELOMPOK
Pengertian Kelompok
Robbins & Judge,1 (2008:356) kelompok didefinisikan sebagai dua atau lebih individu yang berinteraksi,dan saling bergantung utk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Luthans (2006:514) definisi komprehensif menyatakan bahwa jiika ada sebuah kelompok di dalam organisasi maka anggotanya:
Termotivasi untuk bergabung
Merasa bahwa kelompok adalah tempat untuk saling berinteraksi dan sebuah kesatuan unit
Memiliki berbagai kontribusi dalam proses organisasi (yaitu, beberapa orang memiliki kontribusi dalam hal waktu atau energi lebih dari yang lainnya)
Memiliki berbagai pendapat yang disetujui maupun tidak disetujui melalui berbagai bentuk interaksi
Syarat-syarat Terbentuknya Kelompok
Setiap anggota termotivasi untuk bergabung karena sadar bahwa dia merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan.
Ada hubungan timbal balik (interaksi) antara anggota yang satu dengan anggota yang lain. Ada faktor yang dimiliki bersama sebagai pengikat, seperti; tugas, atasan, nasib, hobi dan sebagainya sehingga hubungan antar mereka menjadi erat berstruktur dan berproses.
Motivasi Bergabung Dalam Kelompok
Teori Kedekatan
Individu berafiliasi satu sama lain karena kedekatan jarak geogragafis.
Teori formasi kelompok
Teori ini terdiri dari tiga elemen yaitu; aktivitas, interaksi, dan perasaan. Semakin banyak aktivitas bersama, semakin tinggi interaksi dan semakin kuat perasaan seseorang (disukai atau tidak disukai). Semakin tinggi interaksi, semakin banyak aktivitas bersama, dan semakin kuat perasaannya. Semakin kuat perasaan seseorang terhadap orang lain, semakin banyak aktivitas dan interaksi bersama.
Teori keseimbangan. Orang saling tertarik karena mereka memiliki sikap yang sama terhadap obyek relevan dan tujuan. Individu X akan berkelompok dengan individu Y karena persamaan sikap dan nilai (agama, poltik, gaya hidup, pekerjaan dll). Ketika hubungan terbentuk mereka berjuang mempertahankan keseimbangan antara atraksi dan kesamaan sikap. Jika terjadi ketidakseimbangan, dilakukan usaha untuk memper-baikinya. Jika tidak dapat diperbaiki, hubungan akan berakhir. Kedekatan dan interaksi ikut berperan dalam teori keseimbangan.
Kelompok Formal Dan Kelompok Informal
Kelompok Formal, kelompok yang diciptakan oleh keputusan manajerial untuk mencapai tujuan organisasi.
Kelompok Komando, kelompok yang tersusun atas seorang manajer dan bawahan-bawahan langsungnya.
Kelompok Tugas, kelompok yang bekerjasama untuk menyelesaikan tugas tertentu, yang dapat melintasi hubungan komando .
Kelompok Informal, kelompok yang muncul dan berkembang secara alamiah yang bekerja karena kebutuhan sosial.
Kelompok Kepentingan, mereka yang bekerja sama untuk mencapai sasaran khusus yang menjadi kepedulian dari setiap anggota klompok.
Kelompok Persahabatan, mereka yang bergabung bersama karena mereka berbagi satu atau lebih karakteristik, misalnya umur, jenis keyakinan politik, hoby, etnik.
Perbedaan Kelompok Formal Dan Informal
ASPEK
KELOMPOK FORMAL
ORGANISASI INFORMAL
*Hubungan antara pribadi
*kepemimpinan
*pengendalian prilaku
*ketergantungan
*jelas/terstruktur
*dirancang dan ditetapkan
*penghargaan dan hukuman
*bawahan lebih tergantung
*tergantung pada motif dan tujuan
*muncul dan dipilih
*pemenuhan kebutuhan
*keanggotaan bebas dan tidak tergantung
Tahap Perkembangan Kelompok
Tahap pembentukan (Forming). Tahap awal ini ditandai ketidakpastian atas tujuan, struktur dan kepemimpinan. Tahap ini selesai ketika anggota merasa menjadi bagian dari kelompok.
Tahap perkembangan (storming). Seperti diindikasikan istilahnya (ribut), ditandai oleh konflik dan konfrontasi. Ketika tahap ini selesai terdapat kepastian strukur.
Tahap normalisasi (norming). Tahap ini struktur menjadi solid, kohesivitas tinggi, perbedaan menjadi kerjasama
Tahap berkinerja (performing). Tahap ini struktur sudah berfungsi dan fokus pada penyelesaian tugas. Untuk kelompok kerja permanen berkinerja adalah tahap akhir. Untuk tim, panitia, satgas dan sejenisnya terdapat tahap pembubaran.
Tahap pembubaran (adjourning). Untuk proyek tim atau tugas dengan tujuan khusus, saat tujuan tercapai kelompok akan membubarkan diri atau memiliki komposisi baru dan tahapan dimulai dari awal.
Kelompok Kerja VS Tim Kerja
Robbins & Judge,1 (2008:406) mendefinisikan :
Kelompok Kerja (wok group)
Kelompok yang berinteraksi terutama untuk berbagi informasi dan mengambil berbagai keputusan untuk membantu setiap anggota berkerja dalam area tanggung jawabnya.
Tim Kerja (work team)
Kelompok yang upaya-upaya individunya menghasil-kan kinerja yang lebih besar daripad jumlah dari masukan-masukan individual.
KELOMPOK KERJA TIM KERJA
Berbagi informasi Tujuan Kinerja kolektif
Netral (bisa negatif) Sinergi Positif
Individual Akuntabilitas Individual & mutual
Acak & bervariasi Keterampilan Saling melengkapi
Individu Hasil kerja Kolektif
Kuat & terfokus Kepemimpinan Bersama
Jenis-jenis Tim
Tim penyelesai masalah, yaitu kelompok yang terdiri 5-12 karyawan dari departemen yang sama yang bertemu selama beberapa jam seminggunya untuk mendiskusikan cara memperbaiki kualitas, efisiensi, dan lingkungan kerja.
Tim kerja swakelola, yaitu sekelompok karyawan yang bertanggungjawab untuk mengelola dan menghasilkan barang atau jasa untuk pelanggan internal atau eksternal.
Tim lintas fungsi, yaitu tim yang aggota-anggotanya terdiri dari individu-individu dari berbagai departemen atau fungsi tertentu.
Tim virtual, yaitu tim yang anggotanya berada pada lokasi yang berjauhan, dan mereka berkomunikasi jarak jauh melalui peralatan elektronik seperti e-mail, konferensi via telepon dan video, fax., dan internet.
Efektivitas Tim
Luthans (2006:531) agar tim menjadi lebih efektif maka;
Jumlah anggota dalam tim dipertahankan kecil
Anggota dipilih berdasarkan motivasi dan kompetensinya
Terdiri orang-orang dg tipe keterampilan yang berlainan dan bersifat komplementer
Mempunyai komitmen pada tujuan bersama
Menjabarkan tujuan bersama menjadi tujuan kinerja yang SMART
Tugas-tugas dirancang secara interdependen
Menjadikan kelompok terlihat "eksklusif" sehingga anggota menjadi senang jika dilibatkan. Kohesivitas kelompok ditingkatkan
Disfungsi Kelompok Dan Tim
Pelanggaran norma kelompok dapat menghasilkan peri-laku anti sosial, seperti; pelecehan seksual, berbohong, korupsi, absensi.
Ambiguitas peran, terjadi ketika karyawan "tidak tahu apa yang harus dilakukan"
Konflik peran terjadi jika terdapat tekanan "demi kelompok" seseorang diminta melakukan sesuatu diluar kemampuan dan bertentangan dg nilai pribadinya.
Kemalasan sosial, terjadi bila anggota mengurangi upaya dan tingkat kinerja ketika mereka melakukan fungsinya sebagai anggota kelompok.
Dinamika Kelompok
Luthans (2006:514) mengataan bahwa terdapat tiga pandangan tentang dinamika kelompok yaitu:
Pandangan normatif menyatakan bahwa dinamika kelompok memggambarkan bagaimana sebuah kelompok seharusnya diorganisasi dan dipimpin. Dinamika kelompok terdiri dari sekumpulan teknik. Dinamika kelompok dipandang dari perspektif sifat internal kelompok, bagaimana pembentukannya, struktur dan prosesnya, dan bagaimana fungsi dan pengaruhnya terhadap anggota individu, kelompok lain, dan organisasi.
Struktural Kelompok meliputi;
Kepemimpinan, dalam kelompok formal pemimpin biasa menggunakan position powernya dalam mempengaruhi anggotanya, sedang dalam informal menggunakan personal power.
Peran, seperangkat pola perilaku yang diharapkan dan dikaitkan pada seseorang yang menduduki suatu posisi tertentu dalam kelompok.
Norma, merupakan standar perilaku yang diterima baik, dalam suatu kelompok yang digunakan bersama oleh anggota kelompok
Status kelompok, posisi atau peringkat yang didefinisikan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok oleh orang lain.
Ukuran kelompok, besar kecilnya jumlah anggota dalam kelompok
Komposisi kelompok, berkaitan dengan heteroginitas anggota kelompok seperti; keterampilan, kemampuan, pengetahuan, kepribadian, etnik, budaya dsb.
Proses Kelompok
Mencakup proses-proses yang terjadi di dalam suatu kelompok kerja, yaitu;
Pola komunikasi dlm pertukaran informasi
Proses keputusan kelompok,
Perilaku dan gaya pemimpin,
Konflik,
Dinamika kekuasaan.
Tugas Kelompok
Jenis tugas sederhana (rutin dan standar)
Jenis tugas kompleks (tugas baru, insidental)
Kohesivitas kelompok
Kesamaan nilai dan tujuan
Keberhasilan dalam mencapai tujuan
Status dan kebanggaan kelompok
Penyelesaian perbedaan
Kecocokan terhadap norma-norma kelompok
Daya tarik pribadi (kharisma, aura)
Persaingan antar kelompok
Pengakuan dan penghargaan
Faktor-faktor yang Meningkatkan dan Menurunkan Kohesivitas Kelompok
YANG MENINGKATKAN YANG MENURUNKAN
Kesepakatan tujuan kelompok a. Ketidaksepakatan tujuan
kelompok
Frekuensi interaksi b. Besarnya jumlah anggota
kelompok
Ketertarikan pribadi c. Pengalaman yang tidak
menyenangkan
Kompetisi antar kelompok d. Persaingan antar anggota
kelompok
Evaluasi berdasarkan keinginan sendiri e. Dominasi oleh satu orang
anggota atau lebih
BAB VIII
MEMAHAMI KERJA TIM
Pada dasarnya kita sering mendengar arti sebuah team, namun yang kita tahu adalah tim sepakbola, tim bola basket, padahal di sebuah organisasi tim adalah salah satu kunci sukses keberhasilan organisasi tersebut. Mengapa tim bisa berdampak begitu besar? Sebab sebuah organisasi pasti terdiri dari banyak orang, dengan adanya pembentukan tim, maka pekerjaan mereka akan lebih terfokus, sehingga organisasi dapat lebih efektif dan efisien dalam beroperasi.
Oleh karena itu pada bab ini, sering muncul kata popularity of teams, dimana melalu tim yang baik akan menciptakan motivasi kerja karyawan yang baik dan efektif.
Tim Kerja VS Kelompok Kerja
Kelompok dan Tim adalah dua konsep berbeda. Kelompok atau group didefinisikan sebagai dua atau lebih individu yang saling bergantung dan bekerjasama, yang secara bersama berupaya mencapai tujuan. Kelompok kerja (work group) adalah kelompok yang para anggotanya saling berinteraksi terutama untuk saling berbagi informasi untuk membuat keputusan guna membantu satu sama lain dalam wilayah kewenangannya masing-masing.
Kelompok kerja tidak memiliki kebutuhan ataupun kesempatan untuk terlibat di dalam kerja kolektif yang memerlukan upaya gabungan dari seluruh anggota tim. Akibatnya, kinerja mereka sekadar kumpulan kontribusi parsial dari seluruh individu anggota kelompok. Tidak ada sinergi positif yang menciptakan tingkat kinerja keseluruhan yang lebih besar ketimbang totalitas input yang mereka berikan. Sementara itu, Tim Kerja mengembangkan sinergi positif melalui upaya yang terkoordinasi. Upaya individual mereka menghasilkan suatu tingkat kinerja yang lebih besar ketimbang totalitas input para individunya.
Tim kerja dapat di kelompokan dalam beberapa tipe :
1. Tim Kerja Formal
pada tim kerja formal ini merupakan bagian yang melekat dari struktur permanen.
Tim kerja informal
Seperti yang dijelaskan diatas tim ini memiliki perbedaan dengan tim kerja formal. Yaitu, berada di luar struktur organisasi. Misalahnya :
Problem solving teams adalah memecahkan masalah atau bekerja untuk suatu kegiatan organisasi yang spesifik. terdiri atas 5-12 orang dari satu departemen yang bertemu untuk membahas perbaikan kualitas, efisiensi, dan lingkungan kerja. Anggota berbagi gagasan atau saran, tetapi jarang diberi kewenangan untuk melaksanakan secara sepihak tindakan yang mereka sarankan.
Self -managed work teams adalah terdiri atas 10-15 orang yang memiliki kinerja tinggi. Tim ini mencakup perencanaan dan penjadwalan kerja, pengendalian korektif atas langkah kerja, pembuatan keputusan operasi dan pengambilan tindakan untuk mengatasi masalah.
Cross Functional teams adalah tenaga kerja dari tingkat hirarki yang sama, tetapi dari tempat pekerjaan yang berbeda. Setiap aspek kerja ditangani oleh satu tim dan bukannya oleh departemen yang terpisah, sasarannya adalah meningkatkan komunikasi dan mengawasi kerja yang akan menghasilkan peningkatan produktivitas dan kepuasan pelanggan.
Task Force adalah tim lintas fungsi sementara. Tim dibentuk untuk memecahkan suatu issue atau masalah, dan dibubarkan jika tujuan sudah tercapai.
Committees adalah anggota-anggota lini lintas departemen merupakan contoh dari tim lintas fungsi.
KARAKTERISTIK KERJA TIM
Ada kesepakatan terhadap misi tim
Semua anggota mentaati peraturan tim
Pembagian tanggung jawab dan wewenang yang adil
Adanya adaptasi terhadap perubahan
Adanya adaptasi terhadap perubahan
Menghubungkan Tim dan Konsep Kelompok :
UKURAN TIM KERJA
Ukuran tim 10-12 orang
Anggota tim memiliki 3 keterampilan
Mengalokasikan peran dan menggalakkan keanekaragaman
Mempunyai komitmen untuk tujuan bersama
Mempunyai komitmen untuk tujuan bersama
Menetapkan tujuan spesifik
Adanya kepemimpinan dan struktur
Adanya tanggung jawab
Adanya evaluasi kinerja dan sistem reward
Mengembangkan kepercayaan timbal balik
KEMAMPUAN ANGGOTA
Ada 3 keterampilan yang harus dimiliki oleh para anggota untuk mencapai tim yang efektif :
Keahlian Teknis
Keterampilan Memecahkan masalah dan mengambil keputusan
Keterampilan Antar Pribadi
CARA MENINGKATKAN KINERJA TIM
Adanya saling ketergantungan
Adanya perluasan tugas
Kesejajaran
Penggunaan bahasa yang umum
Penggunaan bahasa yang umum
Kepercayaan – respek
Kepemimpinan – keanakbuahan
Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan manajemen konflik
Penilaian – tindakan
Adanya "perayaan" keberhasilan kinerja tim
Pentingnya Keberagaman
Tim memiliki kebutuhan yang berbeda, dan orang-orang harus memilih tim atas dasar kepribadian dan preferensi mereka. Tim berkinerja tinggi cocok untuk orang-orang berbagai peran. Kita dapat mengidentifikasi sembilan peran tim potensial. Dengan mencocokkan preferensi individu dengan tuntutan peran tim, manajer meningkatkan kemungkinan bahwa anggota tim akan bekerja sama dengan baik.
KEY ROLES ON TEAMS
Memiliki Komitmen untuk Tujuan yang Sama : pada suatu tim, visi misi dan tuhuan harus memiliki kejelasan agar kerja tim dapat terfokus dan satu arah yang sama.
Menetapkan Tujuan Spesifik : setelah kita memiliki tujuan yang jelas, tujuan itu harus spesifik. Sebab tujuan yang jelas akan mengiring ke organisasi kejalan yang benar.
Kepemimpinan dan Struktur : tim harus dipimpin oleh seseorang yang memiliki jiwa kepemimpinan sehingga mampu membawa tim ke arah yang benar dan jelas.
Kemalasan sosial dan akuntabilitas : kemalasan merupakan muruh terbesar dalam tim, oleh sebab itu tim harus memiliki kinerja yang baik.
Evaluasi kinerja yang tepat dan sistem penghargaan : evaluasi kinerja individual, upah per jam tetap, insentif individual, dan sejenisnya, tidak konsisten dengan perkembangan tim berkinerja tinggi. Sehingga selain mengevaluasi dan memberikan penghargaan kepada karyawan atas kontribusi masing-masing, manajemen harus mempertimbangkan penilaian berbasis kelompok, pembagian keuntungan, insentif kelompok kecil, dan modifikasi sistem lainnya yang akan memperkuat upaya tim dan komitmen.
Mengembangkan rasa saling percaya yang tinggi : Kepercayaan , integritas dalam tim merupakan suatu hal yang sangat penting sebab kejujuran dalam tim mampu membuat tim bekerja secara maksimal tanpa ada yang ada ditutup-tutupi, sedangkan tim yang tidak memiliki integritas pasri memiliki kecemburuan dan mudah hancur dan kebersamaan rendah.
Dimensi Kepercayaan :
1. Integritas : kejujuran dan kebenaran
2. Kompetensi : pengetahuan dan keterampilan teknis dan interpersonal
3. Konsistensi : keandalan, prediktabilitas, dan penilaian yang baik dalam situasi penanganan
4. Loyalitas : kesediaan untuk melindungi dan menyelamatkan muka bagi seseorang
5. Keterbukaan : kesediaan untuk berbagi ide dan informasi secara bebas
THE GROUP / TEAMWORK
Tantangan : Seorang pekerja berhasil bukan karena prestasinya sendiri saja tetapi juga karena kelompoknya, seorang individu harus bisa berkomunikasi dengan yang lain dengan baik, jujur terhadap satu dengan yang lain, lebih terbuka agar bisa mengetahui perbedaan dan dapat memecahkan suatu masalah bersama tanpa adanya konflik. Tetapi hal tersebut sulit untuk dilakukan oleh seorang individu karena banyak sekali tantangan, diantaranya sudah tertanam pemikiran individualisme dari seseorang sejak lahir dan jangan terlalu percaya pada orang lain.
Membangun kepercayaan : Manajer dan pemimpin tim mempunyai dampak besar dalam membangun kepercayaan dalam anggota kelompok.
Ada beberapa cara dalam membangun kepercayaan, yaitu : tunjukkan bahwa anda bekerja untuk kepentingan orang lain seperti kepentingan diri sendiri.
Menjadi anggota tim sendiri
Terbuka
Adil
Bicarakan apa yang perlu dibicarakan
Konsisten dalam membuat keputusan
Mempertahankan kepercayaan diri seseorang
Menunjukkan kompeten seorang pimpinan
Rewards : bentuk penghargaan dapat bermacam-macam seperti promosi, kenaikan gaji, dll.
TEAMS AND TOTAL QUALITY MANAGEMENT
Total quality management adalah untuk menghasilkan peningkatan dalam proses. Total quality management membutuhkan manajemen yang digunakan untuk memberikan semangat kepada para pekerja untuk memberikan ide-ide mereka dan juga dapat merealisasikannya dalam pekerjaan. Seorang penulis pernah menuliskan, "Tidak ada proses dan teknik yang dapat diaplikasikan langsung dalam Total Quality Management kecuali dilakukan dalam workteam. Karena semua teknik dan proses membutuhkan adanya komunikasi dan kontak, respon dan adaptasi, dan proses koordinasi dengan intensitas yang tinggi."
Shaping team players
Opsi penting yang dibutuhkan oleh manajer untuk mengubah cara kerja individual menjadi kerjasama dalam tim (teamwork).
Seleksi : Ketika menyeleksi anggota team yang baru, manajer harus mempertimbangkan tidak hanya kemampuan teknis yang dimiliki, namun juga harus memperhatikan apakah karyawan tersebut memiliki kemampuan untuk berperan di dalam tim sebaik kemampuan teknis yang ia miliki, karena banyak orang tidak memiliki kemampuan untuk bekerja di dalam tim.
Ketika berhadapan dengan calon karyawan, manajer memiliki 3 pilihan, yaitu:
(a) Karyawan tersebut ditraining untuk membuat mereka mampu berperan sebagai anggota tim yang baik. Dalam training, kemampuan mereka untuk bekerja di dalam tim akan diasah secara lebih baik. Jika ini tidak berhasil, dapat dilakukan cara yang kedua.
(b) Memindahkan karyawan ini ke divisi lain dalam organisasi yang dapat bekerja secara individual atau tidak terikat di dalam sebuah tim. Jika tidak ada alternatif ini, manajer harus mengambil pilihan yang ketiga.
(c) Pilihan terakhir ini adalah dengan tidak menerima karyawan tersebut.
Training : karyawan yang telah disediakan di dalam suatu teamwork. Training biasanya ditawarkan dalam bentuk workshop untuk menolong karyawan dalam meningkatkan kemampuan untuk pemecahan masalah (problem solving), komunikasi, negosiasi, manajemen konflik, dan skill kepemimpinan. Misalnya juga dalam training biasanya para karyawan diingatkan untuk lebih bersabar, karena pengambilan keputusan yang dilakukan dalam tim akan memakan waktu lebih lama dibandingkan jika mereka mengambil keputusan sendiri.
Teams and workforce diversity
Perbedaan pada dasarnya akan memunculkan perspektif yang baru dalam menghadapi setiap masalah, namun perbedaan juga akan mempersulit tim untuk bersatu dalam mencapai suatu kesepakatan.
Kasus yang paling sulit dihadapi oleh tim yang memiliki banyak perbedaan adalah kasus untuk pemecahan masalah (problem solving) dan kasus pengambilan keputusan (decision making). Tim yang bersifat heterogen memiliki beragam perspektif berbeda yang mampu menciptakan solusi yang unik dan kreatif. Tetapi karena banyaknya perspektif inilah yang membuat tim ini menghabiskan waktu yang lebih lama untuk berdiskusi.
Tim yang bersifat kohesif (bersatu) akan memiliki rasa puas yang lebih besar dalam bekerja, tingkat absen yang rendah, dan tingkat keluarnya anggota dalam tim juga sangat rendah. Untuk itu diharapkan tim yang bersifat berbeda harus saling mensupport dalam segala perbedaan yang ada, sehingga tim ini dapat memaksimalkan nilai-nilai dalam perbedaan itu sehingga menjadikan tim ini menjadi tim yang kohesif. Dapat juga mengikuti diversity training untuk memperkuat tim ini.
Reinvigorating mature teams
Tim yang telah terbentuk lama dan berada dalam tahap kedewasaan/stabil cenderung untuk menolak berpikir secara kritis dalam tim. Masing-masing anggota mempercayai bahwa mereka sudah dapat membaca pikiran setiap orang dalam tim tersebut. Hasilnya, para anggota akan merasa enggan untuk mengemukakan pendapat mereka karena mereka tidak ingin beradu pendapat dengan yang lain.
Permasalahan lain yang terjadi dalam mature team adalah kesuksesan-kesuksesan yang mereka capai di awal akan membuat mereka hanya bertumpu pada masalah dan tugas yang sederhana saja untuk dihadapi. Seharusnya seiring berjalannya waktu, tim ini harus mencoba untuk memecahkan maslah-masalah dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Tim akan terjebak dalam proses dan rutinitas belaka yang menjadikan mereka enggan untuk mencapai kesempurnaan dalam hal yang dilakukan seperti saat dulu mereka pertama kali terbentuk. Ini juga menyebabkan proses internal dalam tim tidak lagi berjalan mulus. Lebih banyak konflik yang terjadi dalam tim, komunikasi menurun, dan performa tim akan menurun drastis.
Solusi yang dapat dilakukan untuk menyegarkan kembali tim yang berada di tahap kedewasaan ini:
1. Menyiapkan para anggota tim untuk dapat menghadapi masalah ketika nanti tim telah mencapai tahap kedewasaan.
2. Menawarkan re-fresher training/training yang bertujuan untuk penyegaran kembali dalam tim.Training ini akan melatih tim dalam komunikasi, manajemen konflik, dan meningkatkan kepercayaan diri pada setiap orang serta meningkatkan kepercayaan antara yang satu dengan lainnya.
3. Menawarkan advanced training.Training ini bertujuan untuk mengarahkan anggota tim untuk mengembangkan kemampuan problem-solving, interpersonal, dan kemampuan teknikal yang lebih kuat.
Meyakinkan tim untuk memperlakukan perkembangan yang dilakukan sebagai pengalaman belajar.Sehingga tim tidak cepat puas dengan hasil perkembangan yang dilakukan, namun terus meningkatkan untuk selalu lebih baik.Mereka juga akan melihat setiap konflik dan ancaman yang muncul sebagai kesempatan belajar yang baru.
BAB IX
KOMUNIKASI
Sebelum membahas pengertian komunikasi organisasi sebaiknya kita uraikan terminologi yang melekat pada konteks komunikasi organisasi, yaitu komunikasi dan organisasi. Komunikasi berasal dari bahasa latin "communis" atau 'common" dalam Bahasa Inggris yang berarti sama. Berkomunikasi berarti kita berusaha untuk mencapai kesamaan makna, "commonness". Atau dengan ungkapan yang lain, melalui komunikasi kita mencoba berbagi informasi, gagasan atau sikap kita dengan partisipan lainnya. Kendala utama dalam berkomunikasi adalah seringkali kita mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama.
Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Di dalam kelompok/organisasi itu selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin dan bawahan/karyawan. Di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Kerja sama tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi hubungan sosial/kebudayaan. Hubungan yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik organisasi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan individu-individu yang tergabung dalam organisasi tersebut. Berdasarkan sifat komunikasi dan jumlah komunikasi menurut Onong Uchyana Effendi, dalam bukunya "Dimensi-Dimensi Komunikasi" hal. 50, komunikasi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori:
1. Komunikasi antar pribadi
Komunikasi ini penerapannya antara pribadi/individu dalam usaha menyampaikan informasi yang dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pengertian, sehingga dengan demikian dapat tercapai keinginan bersama.
2. Komunikasi kelompok
Pada prinsipnya dalam melakukan suatu komunikasi yang ditekankan adalah faktor kelompok, sehingga komunikasi menjadi lebih luas. Dalam usaha menyampaikan informasi, komunikasi dalam kelompok tidak seperti komunikasi antar pribadi.
3. Komunikasi massa
Komunikasi massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu media massa yang meliputi cetak dan elektronik.
Dalam melakukan komunikasi organisasi, Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:
1. Model komunikasi linier (one-way communication), dalam model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat monolog.
2. Model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3. Model komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.
Mengenai organisasi, salah satu defenisi menyebutkan bahwa organisasi merupakan suatu kumpulan atau sistem individual yang melalui suatu hirarki/jenjang dan pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Dari batasan tersebut dapat digambarkan bahwa dalam suatu organisasi mensyaratkan:
Adanya suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas, seperti pimpinan, staff pimpinan dan karyawan.
Adanya pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam sebuah institusi baik yang komersial maupun sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
Dengan landasan konsep-konsep komunikasi dan organisasi sebagaimana yang telah diuraikan, maka kita dapat memberi batasan tentang komunikasi dalam organisasi secara sederhana, yaitu komunikasi antarmanusia (human communication) yang terjadi dalam kontek organisasi. Atau dengan meminjam definisi dari Goldhaber, komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergabung satu sama lain (the flow of messages within a network of interdependent relationships).
Sebagaimana telah disebut terdahulu, bahwa arus komunikasi dalam organisasi meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal. Masing-masing arus komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas. Ronald Adler dan George Rodman dalam buku Understanding Human Communication, mencoba menguraikan masing-masing, fungsi dari kedua arus komunikasi dalam organisasi tersebut sebagai berikut:
1. Downward communication, yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
a) Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
b) Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
c) Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
d) Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
2. Upward communication, yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:
a) Penyampaian informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
b) Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan
c) Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan
d) Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
3. Horizontal communication, yaitu tindak komunikasi ini berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah:
a) Memperbaiki koordinasi tugas
b) Upaya pemecahan masalah
c) Saling berbagi informasi
d) Upaya pemecahan konflik
e) Membina hubungan melalui kegiatan bersama.
Proses Komunikasi
Pada tataran teoritis, paling tidak kita mengenal atau memahami komunikasi dari dua perspektif, yaitu:
Perspektif Kognitif. Komunikasi menurut Colin Cherry, yang mewakili perspektif kognitif adalah penggunaan lambang-lambang (symbols) untuk mencapai kesamaan makna atau berbagi informasi tentang satu objek atau kejadian. Informasi adalah sesuatu (fakta, opini, gagasan) dari satu partisipan kepada partisipan lain melalui penggunaan kata-kata atau lambang lainnya. Jika pesan yang disampaikan diterima secara akurat, receiver akan memiliki informasi yang sama seperti yang dimiliki sender, oleh karena itu tindak komunikasi telah terjadi.
Perspektif Perilaku. Menurut BF. Skinner dari perspektif perilaku memandang komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik di mana sender berusaha mendapatkan satu efek yang dikehendakinya pada receiver. Masih dalam perspektif perilaku, FEX Dance menegaskan bahwa komunikasi adalah adanya satu respons melalui lambang-lambang verbal di mana simbol verbal tersebut bertindak sebagai stimuli untuk memperoleh respons. Kedua pengertian komunikasi yang disebut terakhir, mengacu pada hubungan stimulus respons antara sender dan receiver.
Setelah kita memahami pengertian komunikasi dari dua perspektif yang berbeda, kita mencoba melihat proses komunikasi dalam suatu organisasi. Menurut Jerry W. Koehler dan kawan-kawan, bagi suatu organisasi, perspektif perilaku dipandang lebih praktis karena komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mempengaruhi penerima (receiver). Satu respons khusus diharapkan oleh pengirim pesan (sender) dari setiap pesan yang disampaikannya. Ketika satu pesan mempunyai efek yang dikehendaki, bukan suatu persoalan apakah informasi yang disampaikan tersebut merupakan tindak berbagi informasi atau tidak.
Sekarang kita mencoba memahami proses komunikasi antarmanusia yang disajikan dalam suatu model berikut:
Proses komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu ataupun kelompok yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain, sebagai berikut:
Langkah pertama yang dilakukan sumber adalah ideation yaitu penciptaan satu gagasan atau pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation ini merupakan landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan.
Langkah kedua dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud kata-kaya, tanda-tanda atau lambang-lambang yang disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunyai efek terhadap orang lain. Pesan atau message adalah alat-alat di mana sumber mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tulisan ataupun perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau gambar-gambar.
Langkah ketiga dalam proses komunikasi adalah penyampaian pesan yang telah disandi (encode). Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara, menulis, menggambar ataupun melalui suatu tindakan tertentu. Pada langkah ketiga ini, kita mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat untuk menyampaikan suatu pesan. Saluran untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio dan telepon. Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis meliputi setiap materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat mereproduksi kata-kata tertulis seperti: televisi, kaset, video atau OHP (overheadprojector). Sumber berusaha untuk mebebaskan saluran komunikasi dari gangguan ataupun hambatan, sehingga pesan dapat sampai kepada penerima seperti yang dikehendaki.
Langkah keempat, perhatian dialihkan kepada penerima pesan. Jika pesan itu bersifat lisan, maka penerima perlu menjadi seorang pendengar yang baik, karena jika penerima tidak mendengar, pesan tersebut akan hilang. Dalam proses ini, penerima melakukan decoding, yaitu memberikan penafsiran interpretasi terhadap pesan yang disampaikan kepadanya. Pemahaman (understanding) merupakan kunci untuk melakukan decoding dan hanya terjadi dalam pikiran penerima. Akhirnya penerimalah yang akan menentukan bagaimana memahami suatu pesan dan bagaimana pula memberikan respons terhadap pesan tersebut.
Proses terakhir dalam proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya kepada penerima. Respons atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata ataupun tindakan-tindakan tertentu. Penerima bisa mengabaikan pesan tersebut ataupun menyimpannya. Umpan balik inilah yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi.
Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (information-processing system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan sebagainya.
2. Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
Atasan atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada:
Keabsahan pimpinan dalam penyampaikan perintah.
Kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi.
Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi.
Tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
Berkaitan dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
4. Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.
Memahami Komunikasi dalam Organisasi
Gaya komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada kita tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi ketika mereka melaksanakan tindak berbagi informasi dan gagasan. Sementara pada pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan mengkaji jenis-jenis kekuasaan yang digunakan oleh orang-orang dalam tataran manajemen sewaktu mereka mencoba mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam organsasi, kita akan diajak untuk memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan kita sehubungan dengan tugas dalam organisasi, bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk diajak kerjasama dan bagaimana kita memilih saluran yang efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.
Gaya Komunikasi. Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu (a specialized set of intexpersonal behaviors that are used in a given situation).
Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).
Gaya Komunikasi yang akan kita pelajari adalah sbb:
The Controlling style
Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Pihak-pihak yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan yag berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha 'menjual' gagasan agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa yang dilakukannya. The controlling style of communication ini sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun demkian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.
The Equalitarian style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way traffic of communication).
Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindakan share/berbagi informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi.
The Structuring style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut.
Stogdill dan Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State University, menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan Coons menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
The Dynamic style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.
The Relinguishing style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.
The Withdrawal style
Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.
Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: "Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini". Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.
Gambaran umum yang diperoleh dari uraian di atas adalah bahwa the equalitarian style of communication merupakan gaya komunikasi yang ideal. Sementara tiga gaya komunikasi lainnya: structuring, dynamic dan relinguishing dapat digunakan secara strategis untuk menghasilkan efek yang bermanfaat bagi organisasi. Dan dua gaya komunikasi terakhir: controlling dan withdrawal mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya interaksi yang bermanfaat.
BAB X
KEKUASAAN, KEKUASAAN, DAN POLITIK
KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi.
Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi dan mengarahkan berbagai tugas yang berhubungan dengan aktivitas anggota kelompok. Kepemimpinan juga diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi berbagai strategi dan tujuan, kemampuan mempengaruhi komitmen dan ketaatan terhadap tugas untuk mencapai tujuan bersama; dan kemampuan mempengaruhi kelompok agar mengidentifikasi, memelihara dan mengembangkan budaya organisasi (Shegdill dalam Stoner dan Freeman 1989: 459-460)
Menurut Robbins (2008:93) kepemimpinan menyangkut hal mengatasi perubahan. Pemimpin menetapkan arah dengan mengembangkan suatu visi terhadap masa depan kemudian mereka menyatukan orang dengan mengkomunikasikan visi ini dan mengilhami mereka untuk mengatasi rintangan-rintangan. Keadaan ini menggambarkan suatu kenyataan bahwasanya kepemimpinan sangat diperlukan jika suatu organisasi atau perusahaan memiliki perbedaan dengan yang lainnya adalah dapat dilihat dari sejauh mana kepemimpinan didalamnya dapat bekerja secara efektif. Pada kepemimpinan itu terdapat 3 (tiga) unsur-unsur yaitu, kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain, dan untuk mencapai tujuan tertentu.
Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimipin yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi, dan intensitas. Dan memang, apabila kita berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti Napoleon, Washington, Lincoln, Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan sebagainya. Kita harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
KEKUASAAN
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku orang lain, sehingga orang lain tersebut akan berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh orang yang memiliki kekuasaan" (Robbins dan Judge, 2007).
Pengertian kekuasaan secara umum adalah ''kemampuan pelaku untuk mempengaruhi tingkah laku pelaku lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku pelaku terakhir menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan'' (Harold D. Laswell, 1984:9). Sejalan dengan itu, dinyatakan Robert A. Dahl (1978:29) bahwa ''kekuasaan merujuk pada adanya kemampuan untuk mempengaruhi dari seseorang kepada orang lain, atau dari satu pihak kepada pihak lain''.Contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada UU (objek dari kekuasaan).
Konsepsi mengenai sumber kekuasaan yang telah diterima secara luas adalah dikotomi antara "position power" (kekuasaan karena kedudukan) dan "personal power" (kekuasaan pribadi).Menurut konsep tersebut, kekuasaan sebagian diperoleh dari peluang yang melekat pada posisi seseorang dalam organisasi dan sebagian lagi disebabkan oleh atribut-atribut pemimpin tersebut serta dari hubungan pemimpin – pengikut.
Termasuk dalam position power adalah kewenangan formal, kontrol terhadap sumber daya dan imbalan, kontrol terhadap hukuman, kontrol terhadap informasi, kontrol ekologis. Sedangkan personal power berasal dari keahlian dalam tugas, persahabatan, kesetiaan, kemampuan persuasif dan karismatik dari seorang pemimpin (Gary Yukl,1996:167-175). Dengan bahasa yang sedikit berbeda, Kartini Kartono (1994:140) mengungkapkan bahwa sumber kekuasaan seorang pemimpin dapat berasal dari kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain;
Sifat dan sikapnya yang unggul, sehingga mempunyai kewibawaan terhadap pengikutnya;
1. Memiliki informasi, pengetahuan, dan pengalaman yang luas;
2. Memiliki kemahiran human relation yang baik, kepandaian bergaul dan berkomunikasi.
Kekuasaan merupakan kondisi dinamis yang dapat berubah sesuai perubahan kondisi dan tindakan-tindakan individu atau kelompok.Ada dua teori yang dapat menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh, dipertahankan atau hilang dalam organisasi. Teori tersebut adalah Social Exchange Theory, menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh dan hilang selagi proses mempengaruhi yang timbal balik terjadi selama beberapa waktu antara pemimpin dan pengikut. Fokus dari teori ini mengenai expert power dan kewenangan. Strategic Contingencies Theory, menjelaskan bahwa kekuasaan dari suatu subunit organisasi tergantung pada faktor keahlian dalam menangani masalah penting, sentralisasi unit kerja dalam arus kerja, dan tingkat keahlian dari subunit tersebut.
POLITIK
Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara), adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Politik keorganisasian adalah serangkaian tindakan yang secara formal tidak diterima dalam suatu organisasi dengan cara mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan individu (Greenberg dan Baron, 1997).
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.
BAB XI
KONFLIK DAN NEGOSIASI
A. KONFLIK
a. Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
b. Faktor-Faktor Penyebab Konflik
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
c. Jenis-Jenis Konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam:
konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role).
konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara).
konflik antar atau tidak antar agama.
konflik antar politik.
d. Akibat Konflik.
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam,- benci, saling curiga dll.
kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.
e. Langkah-Langkah Menangani Konflik
Selain itu, ada beberapa tips yang mungkin dapat membantu Anda untuk menyelesaikan suatu konflik, yaitu:
Menjadi Pendamai.
Tetap netral.
Dengarkan kedua (atau lebih) pihak.
Mau membujuk pihak-pihak untuk bertanggung jawab.
Satukan pihak-pihak yang berselisih paham.
Beri semua pihak kesempatan berbicara.
Dorong mereka untuk memaafkan dan melupakan yang lalu.
f. Manajemen Konflik
Karena setiap negosiasi memiliki potensi konflik dalam seluruh prosesnya, penting sekali bagi kita untuk memahami cara mengatasi atau menyelesaikan konflik. Untuk menjelaskan berbagai alternatif penyelesaian konflik dipandang dari sudut menang – kalah masing-masing pihak, ada empat kuadran manajemen konflik:
1. Kuadran Kalah-Kalah (Menghindari konflik)
Kuadran keempat ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Atau bisa berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut. Kita tidak memaksakan keinginan kita dan sebaliknya tidak terlalu menginginkan sesuatu yang dimiliki atau dikuasai pihak lain.
Cara ini sebetulnya hanya bisa kita lakukan untuk potensi konflik yang ringan dan tidak terlalu penting. Jadi agar tidak menjadi beban dalam pikiran atau kehidupan kita, sebaiknya memang setiap potensi konflik harus dapat segera diselesaikan.
2. Kuadran Menang-Kalah (Persaingan)
Kuadran kedua ini memastikan bahwa kita memenangkan konflik dan pihak lain kalah. Biasanya kita menggunakan kekuasaan atau pengaruh kita untuk memastikan bahwa dalam konflik tersebut kita yang keluar sebagai pemenangnya. Biasanya pihak yang kalah akan lebih mempersiapkan diri dalam pertemuan berikutnya, sehingga terjadilah suatu suasana persaingan atau kompetisi di antara kedua pihak.
Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah, sehingga sebaiknya hanya digunakan dalam keadaan terpaksa yang membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas.
3. Kuadran Kalah-Menang (Mengakomodasi)
Agak berbeda dengan kuadran kedua, kuadran ketiga yaitu kita kalah – mereka menang ini berarti kita berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain. Gaya ini kita gunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang kita inginkan.
Mengalah dalam hal ini bukan berarti kita kalah, tetapi kita menciptakan suasana untuk memungkinkan penyelesaian yang paripurna terhadap konflik yang timbul antara kedua pihak. Mengalah memiliki esensi kebesaran jiwa dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk juga mau mengakomodasi kepentingan kita sehingga selanjutnya kita bersama bisa menuju ke kuadran pertama.
4. Kuadran Menang-Menang (Kolaborasi)
Kuadran pertama ini disebut dengan gaya manajemen konflik kolaborasi atau bekerja sama. Tujuan kita adalah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai. Proses ini biasanya yang paling lama memakan waktu karena harus dapat mengakomodasi kedua kepentingan yang biasanya berada di kedua ujung ekstrim satu sama lainnya.
Proses ini memerlukan komitmen yang besar dari kedua pihak untuk menyelesaikannya dan dapat menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh . Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pihak memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut.
B. NEGOSIASI
a. Pengertian Negosiasi
Negosiasi adalah sesuatu yang kita lakukan setiap saat dan terjadi hampir di setiap aspek kehidupan kita. Selain itu negosiasi adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan.
Negosiasi dilakukan mulai dari rumah, sekolah, kantor, dan semua aspek kehidupan kita. Oleh karena itu penting bagi kita dalam rangka mengembangkan dan mengelola diri (manajemen diri), untuk dapat memahami dasar-dasar, prinsip dan teknik-teknik bernegosiasi sehingga kita dapat melakukan negosiasi serta membangun relasi yang jauh lebih efektif dan lebih baik dengan siapa saja.
Dalam buku Teach Yourself Negotiating, karangan Phil Baguley, dijelaskan tentang definisi NEGOSIASI yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. Sedangkan negosiasi memiliki sejumlah karakteristik utama, yaitu:
senantiasa melibatkan orang – baik sebagai individual, perwakilan organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok;
memiliki ancaman terjadinya atau di dalamnya mengandung konflik yang terjadi mulai dari awal sampai terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi;
menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu –baik berupa tawar menawar (bargain) maupun tukar menukar (barter);
hampir selalu berbentuk tatap-muka –yang menggunakan bahasa lisan, gerak tubuh maupun ekspresi wajah;
negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu yang belum terjadi dan kita inginkan terjadi;
ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh kedua belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat untuk tidak sepakat.
Negosiasi dengan Hati
Pada dasarnya negosiasi adalah cara bagaimana kita mengenali, mengelola dan mengendalikan emosi kita dan emosi pihak lain. Di sinilah seringkali banyak di antara kita tidak menyadari bahwa negosiasi sebenarnya lebih banyak melibatkan apa yang ada di dalam hati atau jiwa seseorang. Ini seperti gambaran sebuah gunung es, di mana puncak yang kelihatan merupakan hal-hal yang formal, tuntutan yang dinyatakan dengan jelas, kebijakan atau prosedur perusahaan, maupun hubungan atau relasi bisnis yang didasarkan pada hitungan untung rugi.
Sedangkan yang sering dilupakan dalam proses negosiasi adalah hal-hal yang tidak kelihatan, seperti misalnya hasrat, keinginan, perasaan, nilai-nilai maupun keyakinan yang dianut oleh individual yang terlibat dalam konflik atau yang terlibat dalam proses negosiasi. Hal-hal yang di dalam inilah justru seringkali menjadi kunci terciptanya negosiasi yang sukses dan efektif.
Negosiasi sebenarnya melibatkan tiga hal pokok yang kami sebut sebagai Negotiation Triangle, yaitu terdiri dari HEART (yaitu karakter atau apa yang ada di dalam kita yang menjadi dasar dalam kita melakukan negosiasi), HEAD (yaitu metoda atau teknik-teknik yang kita gunakan dalam melakukan negosiasi), HANDS (yaitu kebiasaan-kebiasaan dan perilaku kita dalam melakukan negosiasi yang semakin menunjukkan jam terbang kita menuju keunggulan atau keahlian dalam bernegosiasi).
Jadi sebenarnya tidaklah cukup melakukan negosiasi hanya berdasarkan hal-hal formal, kebijakan dan prosedur, atau teknik-teknik dalam negosiasi. Justru kita perlu menggunakan ketiga komponen tersebut yaitu: karakter, metoda dan perilaku.
Dalam banyak hal, negosiasi justru tidak terselesaikan di meja perundingan atau meja rapat formal, tetapi justru dalam suasana yang lebih informal dan relaks, di mana kedua pihak berbicara dengan hati dan memanfaatkan sisi kemanusiaan pihak lainnya. Karena pada dasarnya selain hal-hal formal yang ada dalam proses negosiasi, setiap manusia memiliki keinginan, hasrat, perasaan, nilai-nilai dan keyakinan yang menjadi dasar bagi setiap langkah pengambilan keputusan yang dilakukannya.
b. Langkah-langkah bernegosiasi
Langkah-langkah bernegosiasi meliputi hal-hal berikut:
Persiapan
Langkah pertama dalam melakukan negosiasi adalah langkah persiapan. Persiapan yang baik merupakan fondasi yang kokoh bagi negosiasi yang akan kita lakukan. Hal tersebut akan memberikan rasa percaya diri yang kita butuhkan dalam melakukan negosiasi. Yang pertama harus kita lakukan dalam langkah persiapan adalah menentukan secara jelas apa yang ingin kita capai dalam negosiasi. Tujuan ini harus jelas dan terukur, sehingga kita bisa membangun ruang untuk bernegosiasi. Tanpa tujuan yang terukur, kita tidak memiliki pegangan untuk melakukan tawar-menawar atau berkompromi dengan pihak lainnya.
Hal kedua dalam persiapan negosiasi adalah kesiapan mental kita. Usahakan kita dalam kondisi relaks dan tidak tegang. Cara yang paling mudah adalah dengan melakukan relaksasi. Bagi kita yang menguasai teknik pemrograman kembali bawah sadar (subconscious reprogramming) kita dapat melakukan latihan negosiasi dalam pikiran bawah sadar kita, sehingga setelah melakukannya berkali-kali secara mental, kita menjadi lebih siap dan percaya diri.
Pembukaan
Mengawali sebuah negosiasi tidaklah semudah yang kita bayangkan. Kita harus mampu menciptakan atmosfir atau suasana yang tepat sebelum proses negosiasi dimulai. Untuk mengawali sebuah negosiasi dengan baik dan benar, kita perlu memiliki rasa percaya diri, ketenangan, dan kejelasan dari tujuan kita melakukan negosiasi. Ada tiga sikap yang perlu kita kembangkan dalam mengawali negosiasi yaitu: pleasant (menyenangkan), assertive (tegas, tidak plin-plan), dan firm (teguh dalam pendirian). Senyum juga salah satu hal yang kita perlukan dalam mengawali sebuah negosiasi, sehingga hal tersebut akan memberikan perasaan nyaman dan terbuka bagi kedua pihak. Berikut ada beberapa tahapan dalam mengawali sebuah negosiasi:
memegang apa pun di tangan kanan anda ketika memasuki ruangan negosiasi;
Ulurkan tangan untuk berjabat tangan terlebih dulu;
Jabat tangan dengan tegas dan singkat;
Berikan senyum dan katakan sesuatu yang pas untuk mengawali pembicaraan.
Selanjutnya dalam pembicaraan awal, mulailah dengan membangun common ground, yaitu sesuatu yang menjadi kesamaan antar kedua pihak dan dapat dijadikan landasan bahwa pada dasarnya selain memiliki perbedaan, kedua pihak memiliki beberapa kesamaan yang dapat dijadikan dasar untuk membangun rasa percaya.
c. Memulai proses negosiasi
Langkah pertama dalam memulai proses negosiasi adalah menyampaikan (proposing) apa yang menjadi keinginan atau tuntutan kita. Yang perlu diperhatikan dalam proses penyampaian tujuan kita tersebut adalah:
Tunggu saat yang tepat bagi kedua pihak untuk memulai pembicaraan pada materi pokok negosiasi;
Sampaikan pokok-pokok keinginan atau tuntutan pihak anda secara jelas, singkat dan penuh percaya diri;
Tekankan bahwa anda atau organisasi anda berkeinginan untuk mencapai suatu kesepakatan dengan mereka; Sediakan ruang untuk manuver atau tawar-menawar dalam negosiasi, jangan membuat hanya dua pilihan ya atau tidak; Sampaikan bahwa "jika mereka memberi anda ini anda akan memberi mereka itu – if you'll give us this, we'll give you that." Sehingga mereka mengerti dengan jelas apa yang harus mereka berikan sebagai kompensasi dari apa yang akan kita berikan.
Hal kedua dalam tahap permulaan proses negosiasi adalah mendengarkan dengan efektif apa yang ditawarkan atau yang menjadi tuntutan pihak lain. Mendengar dengan efektif memerlukan kebiasaan dan teknik-teknik tertentu. Seperti misalnya bagaimana mengartikan gerakan tubuh dan ekspresi wajah pembicara. Usahakan selalu membangun kontak mata dengan pembicara dan kita berada dalam kondisi yang relaks namun penuh perhatian.
d. Membangun Kesepakatan
Babak terakhir dalam proses negosiasi adalah membangun kesepakatan dan menutup negosiasi. Ketika tercapai kesepakatan biasanya kedua pihak melakukan jabat tangan sebagai tanda bahwa kesepakatan (deal or agreement) telah dicapai dan kedua pihak memiliki komitmen untuk melaksanakannya.
Yang perlu kita ketahui dalam negosiasi tidak akan pernah tercapai kesepakatan kalau sejak awal masing-masing atau salah satu pihak tidak memiliki niat untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan harus dibangun dari keinginan atau niat dari kedua belah pihak, sehingga kita tidak bertepuk sebelah tangan.
Karena itu, penting sekali dalam awal-awal negosiasi kita memahami dan mengetahui sikap dari pihak lain, melalui apa yang disampaikan secara lisan, bahasa gerak tubuh maupun ekspresi wajah. Karena jika sejak awal salah satu pihak ada yang tidak memiliki niat atau keinginan untuk mencapai kesepakatan, maka hal tersebut berarti membuang waktu dan energi kita. Untuk itu perlu dicari jalan lain, seperti misalnya: conciliation, mediation dan arbitration melalui pihak ketiga.
BAB XII
STRUKTUR ORGANISASI DAN BUDAYA ORGANISASI
STRUKTUR ORGANISASI
Organisasi merupakan suatu sistem yang memiliki struktur yang menghasilkan jasa atau produk melalui proses politik sebagai wadah dari anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Keefektivitasan organisasi dipengaruhi oleh strategi, teknologi, dan lingkungan organisasi. Struktur merupakan sebuah pembagian tugas serta hubungan antara tugas yang sesuai dengan strategi, teknologi, dan lingkungan yang dihadapi.
LINGKUNGAN ORGANISASI
Lingkungan akan mempengaruhi terhadap penentuan misi, strategi, dan struktur organisasi. Lingkungan organisasi, lingkungan eksternal, adalah keseluruhan elemen elemen yang berada di luar batas batas organisasi yang dapat mempengaruhi organisasi.
Wheelen, Thomas L., J. David Hunger (1992) membagi lingkungan organisasi menjadi lingkungan tugas (task environment) yang mencakup hal hal yang berpengaruh langsung terhadap organisasi seperti konsumen, pemasok, pemerintah, industri sejenis, dan lain lain sedangkan lingkungan social (societal environment) meliputi elemen seperti ekonomi, politik, social budaya, dan teknologi yang berpengaruh secara tidak langsung pada organisasi.
DIMENSI DIMENSI LINGKUNGAN
Menurut Stephen P. Robbin, 1990 situasi lingkungan dapat dilihat dari dimensi dimensi kompleksitas, stabilitas, dan kapasitas. Kompleksitas mengacu pada heterogenitas, stabilitas mengacu pada tingkat perubahan elemen elemen lingkungan, dan kapasitas mengacu pada kesempatan yang mendukung organisasi.
Tingkat ketidakpastian organisasi akan dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang kompleks dan tidak stabil. Masing masing elemen akan melakukan suatu analisis untuk mengurangi kompleksitas terhadap keadaan yang ada.
PROSES LINGKUNGAN MEMPENGARUHI STRUKTUR
Struktur dibentuk dengan dispesialisasi tugas untuk mengatasi masalah internal dan masalah yang timbul dari faktor eksternal. Masalah yang ditimbulkan oleh lingkungan eksternal adalah ketidakpastian seperti hasil dari organisasi, pesaing pesaing baru, teknologi, politik, dan lain lain.
2. STRATEGI ORGANISASI
Strategi merupakan cara untuk mencapai tujuan yang membutuhkan tersedianya sarana dan sumber daya manusia yang berkualitas. Dan penugasan akan bergantung kepada mekanisme organisasi yang dijalankan untuk mempengaruhi perilaku anggota yang diinginkan. Dengan demikian, struktur organisasi dapat dikatakan sebagai sarana dari strategi.
PENGERTIAN STRATEGI
Strategi adalah tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan yang berkaitan dengan pengarahan, pedoman, kegiatan, dan alokasi sumber.
STRATEGI MEMPENGARUHI STRUKTUR
Struktur dapat dideskripsikan dari dimensi kompleksitas, formalisasi, dan sentralisasi. Strategi defender dan cost leadership mampu menciptakan struktur dengan ciri kompleksitas, formalisasi, dan sentralisasi yang tinggi sedangkan strategi prospector dan diferensiasi akan sebaliknya, yakni rendahnya kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi.
3. TEKNOLOGI ORGANISASI
Teknologi organisasi merupakan alat, metode, pengetahuan, dan kegiatan yang digunakan untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang diinginkan. Robbins (1994) menyatakan, teknologi merujuk pada informasi, peralatan, teknik, dan proses yang dibutuhkan untuk mengubah masukan menjadi keluaran dalam organisasi.
DIMENSI DIMENSI TEKNOLOGI
Dimensi dimensi yang digunakan untuk mengukur teknologi organisasi adalah kompleksitas informasi, tingkat otomatisasi, jumlah aktivitas dalam tugas, dan metode yang jelas.
HUBUNGAN TEKNOLOGI dan STRUKTUR
Penggunaan teknologi akan berpengaruh terhadap struktur dan berorientasi kepada kebutuhan konsumen. Tiga jenis teknologi perusahaan menurut Joan Woodward adalah teknologi unit, teknologi massal, dan teknologi proses.
Teknologi unit adalah teknologi yang melakukan proses berdasarkan sistem pesanan konsumen, dimana perusahaan akan lebih berorientasi kepada kebutuhan konsumen yang bersifat berbeda beda dan membutuhkan respon yang cepat tanggap dengan tingkat otomatisasi yang rendah.
Teknologi massal adalah teknologi yang menghasilklan produksi secara massal dengan tingkat otomatisasi yang lebih tinggi dikarenakan pertumbuhan pasar yang sudah berkembang sehingga tidak terlalu membutuhkan manajer dan karyawan yang banyak sebagai ganti dari adanya mesin yang digunakan dalam produksi.
Teknologi proses adalah teknologi yang menghasilkan produk melalui proses teknologi dan pengetahuan yang rumit yang tingkat otomatisasinya sangat tinggi dan membutuhkan pegawai yang terlatih karena tuntutan inovasi inovasi yang harus ada dalam produksi.
Charles Perrow menyatakan bahwa ada dua dimensi yang digunakan dalam hubungan teknologi dan struktur, yakni variasi tugas (task variety) dan kemudahan analisis (problem analyzability).
Variasi tugas adalah sesuatu yang muncul diluar prediksi dalam pelaksanaan pekerjaan yang mengakibatkan tingginya tingkat ketidakpastian dalam pelaksanaan tugas sehingga membutuhkan tingkat pengetahuan yang tinggi untuk melaksakannya dengan baik.
Kemudahan analisi adalah pekerjaan yang mudah dianalisa, diuraikan dengan jelas langkah langkah dan metodenya, bersifat mekanistik, terukur secara kuantitatif, dan mudah diketahui jika ada penyimpangan.
Perrow mengemukakan 4 jenis teknologi berdasarkan dimensi di atas, yakni Teknologi rutin, ditandai dengan variasi tugas yang rendah dan mempunyai tingkat kemudahan analisis yang tinggi. Teknologi non rutin, variasi tugasnya tinggi, dan sulit dianalisis. Teknologi craft, variasi tugas rendah, namun sulit dianalisis. Teknologi enginering, variasi tugas cukup tinggi dan rumit tapi ditangani dengan prosedur baku.
TEKNOLOGI RANGKAIAN PANJANG
Pada jenis teknologi ini, kegiatan organisasi saling bergantung secara berurutan, dimana hasil dari suatu kegiatan menjadi masukan (input) bagi kegiatan selanjutnya yang bersifat satu arah sampai akhirnya produk (output) siap untuk digunakan oleh konsumen.
Thompson mengaitkan teknologi ini dengan aspek aspek tingkat ketergantungan yang ada, kebutuhan komunikasi, mekanisme koordinasi, dan ketidak pastian yang ditimbulkan yang memerlukan strategi untuk mengatasinya.
TEKNOLOGI PERANTARA
Teknologi ini adalah organisasi dalam proses pengubahan masukan menjadi keluaran bergantung pada kontribusi dua atau lebih unit yang terpisah untuk dapat menghasilkan keluaran yang baiik atau dengan kata lain teknologi perantara digunakan untuk menghubungkan beberapa klien-baik yang berada pada sisi masukan maupun keluaran organisasi-yang satu sama lain dan tidak dapat berhubungan secara langsung. Misalnya, dalam sebuah bank, baik pihak yang menyimpan dan pihak peminjam berkeinginan uangnya tersimpan dengan aman dan menyalurkannya kepada pengusaha untuk proses produksi.
TEKNOLOGI INTENSIF
Teknologi intensif merupakan kumpulan dari beberapa jenis pelayanan khusus, yang keseluruhannya digabungkan untuk melayani klien. Teknologi ini adalah sebuah proses dalam mengubah input menjadi output yang memerlukan penanganan secara khusus melalui penggunaan sejumlah sumber daya dan kemampuan khusus secara bersama dalam mengatasi masalah. Misalnya rumah sakit dalam mengatasi masalah penyakit pasien yang berbeda beda.
JENIS JENIS TEKNOLOGI ORGANISASI, RUTIN DAN NON RUTIN
Teknologi rutin, ditandai dengan variasi tugas yang rendah dan mempunyai tingkat kemudahan analisis yang tinggi dan dapat diotomatisasi sedangkan Teknologi non rutin, variasi tugasnya tinggi dan sulit dianalisis.sehingga sulit diotomatisasi.
B. BUDAYA ORGANASASI
1. PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi merupakan seperangkat nilai, asumsi-asumsi, dan standar perilaku yang berkembang dan diyakini oleh sebagian besar anggota organisasi sebagai acuan dalam menjalankan organisasi dan memecahkan permasalahan organisasi baik secara internal (peningkatan efektifitas, efisiensi, dan integrasi) maupun menghadapi masalah masalah eksternal.
Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.
Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.
Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, ukannya individu.
Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.
Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.
Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku.
2. FUNGSI BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi merupakan sesuatu yang dimiliki organisasi sehingga harus dikembangkan, dipelihara, atau diubah untuk mencipatakan suatu organisasi yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuannya dan mempengaruhi secara keseluruhan kegiatan organisasi dan mengarahkan perilaku setiap anggota untuk mencapai tujuan.
Menurut Robbins (1996), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
3. HAMBATAN BUDAYA ORGANISASI
Penghambat bagi perkembangan organisasi adalah sebagai berikut,
Budaya organisai penghambat terjadinya dinamika
Budaya organisai penghambat terjadinya perubahan.
Budaya organisai penghambat adanya keanekaragaman
Budaya organisai penghambat terjadinya merger dan akuisisi.
4. ELEMEN ELEMEN BUDAYA ORGANSASI
Elemen budaya organisasi adalah keseluruhan asumsi dasar dan nilai nilai yang dipegang organisasi yang dinyatakan baik secara eksplisit maupun implisit yang ditujukan untuk menghadapi masalah masalah yang berhubungan dengan lingkungan eketernal dan internal.
Dari segi cakupan pengaruhnya dapat dikelompokkan menjadi dua yakni asumsi yang bersifat umum tapi mendalam yaitu asumsi dan nilai yang menyentuh keseluruhan aktivitas kehidupan organisasi, seperti asumsi yang berkaitan dengan visi dan startegi organisasi, sedangkan asumsi yang bersifat spesifik dan dangkal, seperti bagaimana melakukan suatu tugas.
Menurut Edgar H. Schein (1989) asumsi dasar mengenai cara adaptasi dengan lingkungan eksternal berkaitan dengan mission and strategy, goals, means, measurements, and correction. Sedangkan asumsi dasar yang berkaitan dengan integrasi internal adalah common language and conceptual categories, group boundaries and criteria for inclusion and exclusion, power and status, intimacy, friendship and love, reward and punishment, ideology, and religion.
5. BUDAYA dan EFEKTIVITAS ORGANISASI
Efektivitas organisasi tentu saja dipengaruhi oleh faktor kesesuaian budaya organisasi dengan strategi dan lingkungan organisasi. Lingkungan yang berubah membutuhkan proses adaptasi yang cepat terhadap perubahan yang membutuhkan nilai, sikap, dan perilaku anggota organasasi.
6. TERBENTUKNYA BUDAYA ORGANISASI
3 Proses pembentukan budaya organisasi, yakni pertama para pendiri hanya mempekerjakan dan menjaga karyawan yang berpikir dan merasakan cara yang mereka tempuh, kedua, mereka mendoktrinasikan dengan cara berpikir dan mereka rasa dan ketiga perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai satu model dalam mendorong karyawan dan mengidentifikasikan diri dengan mereka.
7. MEMELIHARA BUDAYA ORGANISASI
Stephen P. Robbin (1996) mengatakan bahwa memelihara budaya dapat dilakukan melalui seleksi, performance evaluation criteria, reward practices, training and carrier development activity, dan promotion procedure. Tiga kekuatan berperan dalam upaya mempertahankan budaya organisasi, praktik seleksi, tindakan manajemen puncak, dan metode sosialisasi.
SELEKSI
Seleksi adalah upaya menentukan pegawai dengan mengidentifikasikan dan mempekerjakannya dengan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki untuk pelaksanaan tugas yang dibebankan.
MANAJEMEN PUNCAK
Manajemen puncak bertugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan sehingga norma norma yang mengalir ke bawah sepanjang organisasi tepat dan efesien.
SOSIALISASI
Sosialisasi merupakan proses adaptasi karyawan terhadap budaya organisasi yang ada. Proses sosialisasi dapat dilakukan dalam tiga tahap yakni, pre-arrival stage (pelatihan dan pengenalan pekerjaan dan organisasi), encounter stage (tahap dimana sesuatu itu terjadi secara praktis bukan teoritis), dan metamorphosis stage (perubahan karyawan yang telah menyesuaikan diri dengan kelompok kerja dan organisasi).
8. APAKAH BUDAYA ORGANISASI DAPAT DIUBAH?
Budaya yang telah terbentuk melalui proses yang rumit akan sulit untuk diubah yang mungkin telah menjadi tameng terhadap ide, pendapat atau pemikiran baru yang masuk dalam organisasi. James Champy (1995) mengemukakan langkah langkah dalam mengubah budaya organisasi yang sudah berkembang adalah sebagai berikut.
Menentukan nilai yang telah dipakai oleh kebanyakan warga gunakan dalam organisasi.
Melakukan assesemen terhadap perilaku yang merusak nilai.
Artikulasikan nilai dan perilaku apa terhadap tujuan anda sebagai sebuah komunitas warga.
Ujilah proses manajemen anda.
Ajarkan, lakukan, hidupkan nilai dalam budaya anda.
9. BUDAYA DAN STRUKTUR ORGANISASI
Struktur organisasi pendistribusian wewenang dan standar perilaku yang memiliki kompleksitas yang berarti spesialisasi tugas, penyebaran lokasi pekerjaan dan tingkatan organisasi, formalitasasi yang berarti standar perilaku petugas dan sentralisasi yang berarti penyebaran pengambilan keputusan. Hal inilah yang menjadi pembeda budaya di antara organisasi yang ada.
Di organisasi terdapat budaya yang pekerjaannya telah diatur, sistematis, disentralkan dan diberlakukan secara rutin dan hal ini disebut dengan budaya yang berformalisasi dan sentralisasi tinggi.
BAB XIII
DINAMIKA ORGANISASI
Jika dilihat dari asal katanya, dinamika memiliki arti tenaga/kekuatan yang selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap setiap keadaan keadaan. Sedangkan organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang merupakan kesatuan sosial yang mengadakan interaksi yang intensif dan mempunyai tujuan bersama.
Dengan demikian dinamika organisasi merupakan sebuah konsep yang menggambarkan proses kelompok yang selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang selalu berubah-ubah.
Selain itu dinamika organisasi dapat juga diartikan sebagai suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu, memiliki hubungan psikologi secara jelas antara anggota satu dengan yang lain yang dapat berlangsung dalam situasi yang dialami secara bersama.
Berdasarkan pernyataan diatas maka dinamika organisasi pada dasarnya merupakan proses-proses kelompok yang menggambarkan semua hal yang terjadi dalam kelompok akibat adanya interaksi individu-individu yang ada dalam kelompok itu.
I.1 Fungsi Dinamika Organisasi
Dinamika organisasi merupakan kebutuhan bagi setiap individu yang hidup dalam sebuah kelompok. Fungsi dari dinamika organisasi itu antara lain:
1. Membentuk kerjasama saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan hidup. (Bagaimanapun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.)
2. Memudahkan segala pekerjaan.
(Banyak pekerjaan yang tidak dapat dilaksanakan tanpa bantuan orang lain)
3. Mengatasi pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan mengurangi beban pekerjaan yang terlalu besar sehingga selesai lebih cepat, efektif dan efesian.
(pekerjaan besar dibagi-bagi sesuai bagian kelompoknya masing-masing / sesuai keahlian)
4. Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat
(setiap individu bisa memberikan masukan dan berinteraksi dan memiliki peran yang sama dalam masyarakat). Semakin besar ukuran suatu organisasi semakin cenderung menjadi kompleks keadaannya. Kompleksitas ini menyangkut berbagai hal seperti kompleksitas alur informasi, kompleksitas komunikasi, kompleksitas pembuat keputusan, kompleksitas pendelegasian wewenang dan sebagainya.
Sebagai contoh, seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami factor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu maupun konflik antar perorangan dan konflik di dalam kelompok dan konflik antar kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Winardi,j.2004.Manajemen Perilaku Organisasi.Bandung,Prenada Media
http://ebookpp.com/pe/pengertian-kepribadian-menurut-ahli-doc.html
http://www.contohmakalah.net/pdf/iii-kepribadian
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_ilmu_antropologi/bab3_kepribadian.pdf
http://belajarpsikologi.com/pengertian-emosi/
http://blog.elearning.unesa.ac.id/alim-sumarno/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-persepsi
http://blog.binadarma.ac.id/dedi1968/wp-content/uploads/2011/05/materi-1-ob.ppt
http://www.slideshare.net/drsnurhidayat/partisipasi-dalam-organisasi
P. Robbins, Stephen, "Perilaku Organisasi", Prentice Hall, 2001, Jilid 1
https://afdalarianto.blogspot.co.id/2016/04/makalah-motivasi.html
Robbins, Stephen P.dan Judge, Timothy A. 2008. Perilaku Organisasi. Edisi 12. Diterjemahkan oleh: Diana Angelica. Jakarta: Salemba Empat.
Matirah. 2015. Perilaku Organisasi Dasar - Dasar. [Online]. Tersedia: http://matirah. blogspot.co.id/2015/04/perilaku-organisasi-dasar-dasar.html. [18 September 2015].
Mutiara, Noor. 2013. Pengambilan Keputusan Kelompok. [Online]. Tersedia: http://noormutia.blogspot.co.id/2013/07/pengambilan-keputusan-kelompok.html. [3 Oktober 2015].
Sapari, Tomi. 2013. Definisi Kelompok Menurut Para Ahli. [Online]. Tersedia: http://tomisapari.blogspot.co.id/2013/03/definisi-kelompok-menurut-para-ahli.html. [18 September 2015].
Mulyana, Teori Komunikasi-modul 10, 2008
Miftah Thoha, Perilaku Organisasi, 1996
Onong Uchyana Effendi, Dimensi-Dimensi Komunikasi, 2001
Ronald Adler dan George Rodman, Understanding Human Communication, 1997
Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication, 1994
Robbins, Stephen dan dan Timothy Judge 2012. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Danriris. 2011. POLITIK: "Pengertian Politik dan Perilaku" (http://danririsbastind.wordpress.com/2011/08/12/pengertian-politik-dan-perilaku/, diakses 10 Maret 2015 pukul 21:17)
Robbins, S.P., dan Timothy Judge. Organizational Behaviour. E-book.
Brooks, W. Speech communication. 2an ed. Dubuque, Brown, 1975.
Cohen, H. You can negotiate anything. Secaucus, Lyle Stuart, 1980.
Fisher, R. and W. Ury. Getting to yes. London, Hutchinson,1983.
Monroe, A, and D. Ehninger. Principles and types of speech. 6th ed. Glenview; Scott, Foresman, 1967.
Nierenberg, G. The Art of negotiating. New York, Simon and Schuster, 1976.
Pinnells, J. Writing: Process and structure. New York Harper, 1988.
United Nations Conference on Trade and Development. Handbook on the acquisition of technology by developing countries. New York, UNCTAD, 1978.
Warschaw, T. Winning by negotiation. New York, McGraw, 1980.
Zunin, L. contact: The first four minutes. London, Franklin, 1972.
Pouliot, Janine S. Eight Steps To Success In Negotiating. ; importance of business negotiating. Nation's Business. 1999.
Prijosaksono, Aribowo Roy Sembel. Negosiasi. The Indonesia Learning Institute, Indonesia. 1999
Brodow's, Ed. Ten Tips for Successful Negotiating:. Negotiate With Confidence, PBS, Negotiation Boot Camp. 1996
Bragg, Terry. The Manager as Negotiator: Ten Secrets for Success.2000
http://kompilasidata.blogspot.com/2016/03/struktur-organisasi-dan-budaya.html?m=1