PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang kaya akan berpuluh-puluh ribu tumbuhan yang banyak dibudidayakan sebagai tumbuhan pangan, industri, tanaman obat, dan banyak lagi lainnya. Masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu telah mengenal berbagai macam tanaman yang mempunyai khasiat obat atau menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tanaman yang berkhasiat obat tersebut dikenal dengan sebutan tanaman obat tradisional. Sebagai tanaman obat, kegunaannya pun tidak terbatas dan menghasilkan zat yang berkhasiat melalui proses biosintesis.
Eksplorasi bahan alami yang mempunyai aktivitas biologis menjadi salah satu target para peneliti, setelah senyawa-senyawa sintetik yang mempunyai aktivitas biologi seperti senyawa antioksidan sintetik ( butylated hydroxytulen ), Butylated hydroxyanisole (BHA). Beberapa penelitian yang telah dikembangkan, senyawa-senyawa yang mempunyai potensi sebagai antioksidan umumnya merupakan senyawa flavonoid, fenolat, dan alkaloid.
Flavonoid dalam bidang pengobatan banyak digunakan sebagai anti virus, anti keradangan, diuretic, antispasmodic, dan bersifat sitotoksik. Flavonoid adalah senyawa dengan struktur rantai karbon C6-C3-C6 merupakan pigmen yang terdapat pada beberapa bagian tumbuhan seperti pada akar, bunga, daun, tepungsari, dan buah. Flavonoid jarang ditemukan dalam satu golongan flavonoida, namun sebagai campuran beberapa golongan. Hal ini menjadikan suatu masalah yang sangat menarik bagi para peneliti. Yaitu terbukti dari adanya berates-ratus penelitian tentang flavonoid dari banyak spesies dengan teknik isolasi dan pemisahan modern. Misalnya M. Hamburger etal yang mengisolasi 12 glikosida flavonol dari daun Searidaca diversifolia. Nianbai Fang, Mark Leidig, Tom J. yang mengisolasi 51 flavonoid dari Butierrezia microcephala.
PENGERTIAN FLAVONOID
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Senyawa flavanoid merupakan suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru serta sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.
Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetative maupun dalam bunga. Senyawa ini berperan penting dalam menentukan warna, rasa, bau, serta kualitas nutrisi makanan. Tumbuhan umumnya hanya menghasilkan senyawa flavonoid tertentu. Keberadaan flavonoid pada tingkat spesies, genus atau familia menunjukkan proses evolusi yang terjadi sepanjang sejarah hidupnya. Bagi tumbuhan, senyawa flavonoid berperan dalam pertahanan diri terhadap hama, penyakit, herbivori, kompetisi, interaksi dengan mikrobia, dormansi biji, pelindung terhadap radiasi sinar UV, molekul sinyal pada berbagai jalur transduksi, serta molekul sinyal pada polinasi dan fertilitas jantan.
Flavanoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6.
KLASIFIKASI FLAVANOID
Jika dilihat dari struktur dasarnya flavonoid terdiri dari dua cincin benzen yang terikat dengan 3 atom carbon (propana). Dari kerangka ini flavonoid dapat dibagi menjadi 3 struktur dasar yaitu Flavonoid atau 1,3-diarilpropana, isoflavonoid atau 1,2-diarilpropana, dan neoflafonoid atau 1,1-diarilpropana.
B.1. Penggolongan Flavonoid
Nama flavonoid sendiri berasal dari kata Flavon yang merupakan senyawa fenol yang banyak terdapat di alam. Senyawa flavon ini memiliki struktur yang mirip dengan struktur dasar flavonoid tetapi pada jembatan propana terdapat oksigen yang membentuk siklik sehingga memiliki 3 cincin heterosiklik.
Dalam makanan sehari-hari Flavonoid terkandung dalam beberapa macam dan jenis, berikut ini table macam-macam kandungan jenis Flavonoid yang terdapat dalam makanan.
Food
Serving size
Flavonoid content
(mg/serving*)
Flavonoid type
Apple
200 g
4–24
Flavonol 4–8 mg/serv.
Catechins 4–24 mg/serv.
Apricot
200 g
20–50
Catechins
Aubergine
200 g
1500
Anthocyanins
Beans
200 g
70–110
Catechins
Black berry
100 g
13-400
Anthocyanins: 100-400 mg/serv.
Catechins: 13 mg/serv.
Black currant
100 g
130–400
Anthocyanins
Black grape
200 g
3–1500
Anthocyanins: 60–1500 mg/serv.
Flavonol: 3–8 mg/serv.
Black tea infusion
2 dl
6–100
Catechins: 12–100 mg/serv.
Flavonol: 6–9 mg/serv.
Blueberry
100 g
3–500
Anthocyanins: 25–500 mg/serv.
Flavonols: 3–16 mg/serv.
Broccoli
200 g
8–20
Flavonol
Capsicum pepper
100 g
0.5–1
Flavones
Celery
200 g
4–28
Flavones
Cherry
200 g
10–900
Anthocyanins: 70–900 mg/serv.
Catechins: 10–44 mg/serv.
Cherry tomato
200 g
3–40
Flavonol
Chocolate
50 g
23–30
Catechins
Cider
2 dl
8
Catechins
Curly kale
200 g
60–120
Flavonol
Grape
200 g
6–35
Catechins
Grapefruit juice
2 dl
20–130
Flavanones
Green tea infusion
2 dl
4–160
Catechins: 20–160 mg/serv.
Flavonol: 4–7 mg/serv.
Leek
200 g
6–45
Flavonol
Lemon juice
2 dl
10–60
Flavanones
Orange juice
2 dl
40–140
Flavanones
Parsley
5 g
1.2–9.2
Flavones
Peach
200 g
10–28
Catechins
Plum
200 g
4–50
Anthocyanins
Red cabbage
200 g
50
Anthocyanins
Red raspberry
100 g
2-48
Catechins
Red wine
1 dl
8–35
Catechins: 8–30 mg/serv.
Anthocyanins: 20–35 mg/serv.
Rhubarb
100 g
200
Anthocyanins
Soy bean
200 g
120–290
Isoflavones
Soy cheeses (different types)
50 g
3.2–15.7
Isoflavones
Soy flour (full fat)
75 g
133
Isoflavones
Soy flour (low fat)
75 g
99
Isoflavones
Strawberry
200 g
4–150
Anthocyanins: 30-150 mg/serv.
Catechins: 4-100 mg/serv.
Tofu, fresh (soft or firm)
100 g
22.6–31.1
Isoflavones
Tofu, fried
100 g
48.4
Isoflavones
Tomato
200 g
0.4–3
Flavonol
Yellow onion
100 g
35–120
Flavonol
Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1,3-diarilpropana dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru (Cincin C).
Senyawa—senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis, bergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propane dari system 1,3-diarilpropana. Berdasarkan tingkat oksidasinya, flavan adalah yang terendah dan digunakan sebagai induk tatanama flavon.
Flavon
Gambar 2.1 Flavon
Senyawa flavon ini dapat dioksidasi sehingga memiliki bentuk yang bervariasi bergantung pada tingkat oksidasinya. Senyawa dasar flavon yang tidak teroksidasi disebut flavan. Berikut contoh dari flavon yang teroksidasi membentuk gugus –OH.
Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan
Gambar 2.2 Flavonol
Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.
Gambar 2.3 Isoflavon
Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai antioksidan.
Gambar 2.4 Katekin
Berikut ini ditunjukkan Kandungan Katekin dari beberapa sumber makanan :
Food
Catechins
mg/serving
Catechins,
mg/100g food
Chocolate
23-30
46-61
Beans
70-110
35-55
Apricot
20-50
10-25
Cherry
10-44
5-22
Grape
6-35
3-17.5
Peach
10-28
5-14
Apple
20-86
10-43
Red raspberry
2-48
2-48
Strawberry
2-50
2-50
Blackberry
9-11
9-11
Green tea
20-160
10-80
Black tea
12-100
6-50
Red wine
8-30
8-30
Cider
8
4
Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah jeruk; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk.
Gambar 2.5 Flavanon
Leukoantosianin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol.
Gambar 2.6 Leukoantosianin
Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.
`
Gambar 2.7 Antosianin
Berikut ini ditunjukkan kandungan Antosianin dari beberapa makanan yang ada :
Food
Anthocyanins
mg/serving
Anthocyanins
mg/100g food
Aubergine
1500
750
Black berry
100-400
100-400
Black currant
130-400
130-400
Blueberry
25-500
25-500
Black grape
60-1500
30-750
Cherry
70-900
35-450
Rhubarb
200
200
Strawberry
30-150
15-75
Red wine
20-35
20-35
Red cabbage
50
25
Plum
4-50
2-25
Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi uap amonia. (Robinson, 1995)
Gambar 2.8 Auron
Kalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon flavon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air. (Harborne, 1996)
Gambar 2.9 Kalkon
Dari berbagai jenis Flavonoid tersebut, flavon, flavanol dan antosianidin adalah jenis yang paling banyak ditemukan di alam, sehingga sering kali dinyatakan sebagai flavonoid utama. Sedangkan jenis-jenis flavonoid yang ditemukan di alam dan jumlahnya terbatas adalah calcon, auron, katecin, flavonon, leukoantosianidin.
Banyaknya senyawa Flavanoid ini, bukanlah disebabkan oleh banyaknya variasi struktur, melainkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi, atau glikosilasi dari struktur tersebut.
Senyawa-senyawa isoflavonoid dan neoflavonoid hanya ditemukan dalam beberapa jenis tumbuhan, terutama suku Leguminosae. Jenis-jenis senyawa yang termasuk senyawa isoflavonoid ialah isoflavon, rotenoid, pterokarpan, dan kumestan. Sedangkan, neoflavonoid meliputi jenis-jenis 4-arilkumarin dan berbagai dalbergion.
Ragam isoflavonoid:
Ragam neoflavonoid:
CIRI STRUKTUR FLAVONOID
Masing-masing jenis Flavonoid mempunyai struktur dasar tertentu. Di samping itu, Flavonoid mempunyai beberapa ciri struktur yang lain. Pada umumnya cincin A dari struktur flavonoid mempunyai pola oksigenasi yang berselang-seling, yakni pada posisi 2', 4' dan 6' dari struktur terbuka calkon. Cincin B flavonoid mempunyai 1 gugus fungsi oksigen pada posisi para atau 2 pada posisi para dan meta atau 3 pada posisi 1 di para dan 2 di meta.
ASAL-USUL BIOGENETIK DAN BIOSINTETIK
Spekulasi mengenai biosintesa flavanoid bermula dari analisa berbagai struktur senyawa yang termasuk golongan ini. Pada tahun 1936 Robinson mengajukan pendapat bahwa kerangka C6-C3-C6 dari flavonoid berkaitan dengan kerangka C6-C3 dari fenilpropanoid yang mempunyai gugus fungsi oksigen pada posisi para, para dan meta, atau 2 meta dan 1 para dari cincin aromatic. Akan tetapi, senyawa-senyawa fenilpropanoid, seperti asam-asam amino fenilalanin dan tirosin, bukannya dianggap sebagai senyawa yang menurunkan flavonoid melainkan hanya sebagai senyawa yang bertalian belaka.
Pola biosintesa flavonoid pertama kali disarankan oleh Birch. Menururut Birch, pada tahap-tahap pertama dari biosintesa flavonoid suatu unit C6-C3 berkombinasi dengan 3 unit C2 menghasilkan unit C6-C3-(C2+C2+C2). kerangka C15 yang dihasilkan dari kombinasi unit mengandung gugus-gugus fungsi oksigen pada posisi-posisi yang diperlukan.
Adapun cincin A dari struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida, yakni kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propan berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur sikimat).
Jalur Poliketida
Jalur Fenilpropanoid (Jalur Sikimat)
Dengan demikian, kerangka dasar karbon dari flavonoid dihasilkan dari kombinasi antara dua jalur biosintesa yang utama untuk cincin aromatik, yakni jalur sikimat dan jalur asetat-malonat.
Selanjutnya, sebagai akibat dari berbagai perubahan yang disebabkan oleh enzim, ketiga atom karbon dari rantai propan dapat menghasilkan berbagai gugus fungsi, seperti ikatan rangkap, gugus hidroksil, gugus karbonil, dan sebagainya.
Menurut biosintesa ini, pembentukan flavonoid dimulai dengan memperpanjang unit fenilpropanoid (C6-C3) yang berasal dari turunan sinamat seperti asam p-kumarat. Kadang-kadang asam kafeat, asam furalat, atau asam sinapat. Percobaan-percobaan juga menunjukkan bahwa calkon dan isomer flavon yang sebanding juga berperan sebagai senyawa antara dalam biosintesis berbagai jenis flavonoid lainnya. Adapun hubungan biogenetik antara berbagai jenis flavonoid,
Kalkon sintase adalah enzim yang diteliti secara luas dalam penentu laju biosintesis flavonoid. Enzim ini terkait dengan reticulum endoplasma dan bekerja sama dengan reduktase membuat kalkon. Kalkon merupakan zat-antara langsung auron. Proses saling ubah kalkon-flavanon dikatalisis oleh enzim chalcone isomerase (CHI). Karena saling ubah atau irreversible kalkon dan flavanon mudah sekali, sukar untuk mengetahui apakah senyawa-antara (prazat) antara kalkon dan golongan flavonoid lain selalu flavanon. Isomerasi dari flavanon menghasilkan isoflavonoid dengan enzim isoflavon sintase (IFS) dengan zat-antara 2-Hydroksiisoflavanonyang dikatalis menjadi isoflavonoid dengan 2-hidroksiisoflavanon dehidratase (IFD). Flavanon merupakan point penting dalam metabolism flavonoid karena menghasilkan flavon dan dihidroflavonol atau sering disebut flavanonol. Percobaan secara enzimatik menunjukkan bahwa dihidroflavonol (flavanonol) bertindak sebagai zat-antara beberapa golongan flavonoid. Dehidrogenasi secara enzimatik flavanon menjadi flavon oleh enzim flavon sintase (FNS) dan flavanonol menjadi flavonol oleh enzim flavonol sintase (FLS) telah dibuktikan. Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa flavononol zat-antara untuk antosianidin melalui leukoantosianidin dan juga katekin.
SIFAT FLAVONOID
Flavonoid merupakan golongan filifenol sehingga memiliki sifat kimia senyawa fenol, yaitu
Bersifat asam sehingga dapat larut dalam basa.
Merupakan senyawa polar karena memiliki sejumlah gugus hidroksil.
Sebagai antibakteri karena flavonoid sebagai derivat dari fenol dapat menyebabkan rusaknya susunan dan perubahan mekanisme permeabilitas dari dinding sel bakteri.
Sebagai antioksidan yaitu kemampuan flavonoid untuk menjalankan fungsi antioksidan, bergantung pada struktur molekkulnya, posisi gugus hidroksil memiliki peranan dalam fungsi antioksidan dan aktivitas menyingkirkan radikal bebas.
IDENTIFIKASI (secara umum)
Senyawa –senyawa flavonoid terdapat dalam semua bagian tumbuahan tinggi, seperti bunga, daun, ranting, bauh, kayu, kulit kayu, dan akar. Akan tetapi, senyawa flavonoid tertentu seringkali terkonsentrasi dalam suatu jaringan tertentu, misalnya antosianidin adalah zat warna dari bunga, buah, dan daun.
Sebagian besar dari flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana unit flavonoid terkait pada suatu gula. Suatu glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan suatu alcohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida.
Kromatografi Lapis Tipis dan Uap Amonia
Biasanya jaringan tumbuhan dapat diuji adanya flavon dan flavonol denga diuapi uap ammonia. Warna kuning menunjukkan adanya senyawa ini. Kalkon dan auron berubah dari kuning menjadi merah pada uji ini. Jika ekstrak pigmen dalam air dibasakan, berbagai perubahan warna dapat terlihat, meskipun perubahan pada pigmen yang satu menutupi perubahan pada pigmen lain:
Antosianin : lembayung biru
Flavon, flavonol, xanton : kuning
Flavanon : tak berwarna menjadi merah jingga (terutama jika dipanaskan)
Kalkon dan auron : segera lembayung-merah
Flavanonol : coklat-jingga
Geissman memberikan garis besar tata kerja untuk memeriksa kromatogram kertas flavonoid. Tata kerja ini berlaku juga untuk lapisan tipis:
Perhatikan bercak yang kelihatan (antosianin, kalkon, auron)
Periksa dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 365nm – beberapa senyawa berfluoresensi (flavonol, kalkon) yang lain menyerap sinar dan tampak sebagai bercak gelapdengan latar belakang berfluoresensi (glikosida flavono, antosianin, flavon)
Uapi dengan uap ammonia sambil diperiksa di bawah sinar UV – glikosida flavon dan flavonol berfluoresensi kuning, flavanon kelihatan kuning pucat, katekin biru pucat.
Periksa lagi di bawah cahaya biasa sambil diuapi uap ammonia – flavon kelihatan kuning, antosianin kelabu-biru, kalkon dan auron merah jingga.
Spektrofotometri UV-Vis
Sebagian besar peneliti mengidentifikasi dengan menggabungkan cara spektrofotometri dengan kromatografi. Semua flavonoid mamiliki pita serapan yang kurang lebih kuat pada sekitar 220-270 nm dan pita kuat lain pada panjang gelombang lebih tinggi. Mungkin juga terdapat pita lebih lemah tambahan. Letak kira-kira pita serapan maksimum pada panjang gelombang tinggi berbagai flavonoid sebagai berikut:
Antosianin : 500-530 nm
Flavon dan flavonol : 330-375 nm
Kalkon dan auron : 370-410 nm
Flavanon : 250-300 nm
Leukoantosianidin dan katekin : 280 nm
Isoflavon : 310-330 nm
(penyajian spectrum ini dapat dijumpai dalam beberapa buku acuan umum dan tinjauan Geissman)
ISOLASI FLAVONOID
Isolasi dan identifikasi flavonoid didasarkan pada jurnal "ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FLAVONOID PADA DAUN KATU (Sauropus androgynus (L.) Merr) oleh Sri Harsodjo Wijono S." Dalam jurnal ini, isolasi flavonoid dapat dilakukan dengan metode Charaux-Paris. Berikut adalah tahapannya:
Maserasi
Ekstraksi dilakukan secara maserasi bertingkat dengan menggunakan pelarut mula-mula n-heksana kemudian etanol 95%. Sejumlah 1 kg serbuk kering daun katu pertama-tama diekstrasi dengan n-heksana berkali-kali sampai filtrat jernih. Ampas dikeringkan kemudian diekstraksi dengan etanol 95% berkali-kali hingga filtrat jernih. Masing-masing ekstrak dipekatkan dengan penguap putar vakum sehingga diperoleh ekstrak kental. Pada penelitian ini yang digunakan adalah ekstrak etanol.
Metode Charaux-Paris
Ekstrak pekat etanol dilarutkan dalam air panas, disaring kemudian diekstraksi dengan n-heksana, fraksi n-heksana dikumpulkan dan di pekatkan, diperoleh fraksi n-heksana pekat. Fraksi air diekstraksi dengan kloroform, fraksi kloroform dikumpulkan dan dipekatkan diperoleh fraksi kloroform pekat. Fraksi air diekstrasi lagi dengan etil asetat, fraksi etil asetat dikumpulkan dan dipekatkan, diperoleh fraksi etil asetat pekat. Kemudian fraksi air diekstraksi dengan n-butanol, fraksi n-butanol dikumpulkan dan dipekatkan, sehingga diperoleh fraksi n-butanol pekat. Ekstraksi dengan n-butanol dilakukan 3 kali, setiap kali dengan pelarut n-butanol yang baru, sehingga diperoleh fraksi n-butanol I, fraksi n-butanol II dan fraksi n-butanol III.
Identifikasinya dilakukan dengan cara:
Kromatografi
Untuk melihat profil kromatografi dari setiap fraksi. digunakan cara kromatografi kertas. Masing-masing fraksi ditotolkan pada kertas Wathman no. 1, dielusi menggunakan cairan pengembang n-butanol - asam asetat – air (60 : 22: 1,2 ). Setelah diketahui bahwa fraksi yang mengandung jenis flavonoid terbanyak adalah fraksi n-butanol I, maka dilakukan isolasi senyawa flavonoid dengan cara kromatografi kertas preparatif.
- Cairan pengembang yang digunakan : n-butanol–asam asetat–air (4:1:5)
- Jarak rambat : 40 cm
- Teknik pengembangan : Menurun.
- Penotolan : Bentuk pita.
- Pendeteksi : Sinar UV 254/ 366
Masing-masing pita kromatogram dipisahkan, dipotong kecil-kecil dan diekstraksi dengan metanol. Untuk pemurnian isolat dilakukan pengembangan kedua secara kromatografi kertas preparatif.
- Cairan pengembang : Asam asetat 2 % dalam air
- Jarak rambat : 20 cm
- Teknik pengembangan : Menurun
- Penotolan : Bentuk pita
- Pendeteksi : Sinar UV 254/366
Setiap pita kromatogram yang diperoleh kemudian diekstraksi dengan metanol, sehingga diperoleh beberapa isolat dari senyawa flavonoid.
Spektrofotometri UV-Vis
Kemudian dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet dilihat geseran batokromik setelah setiap isolat dalam larutan metanol diberikan pereaksi geser natrium hidroksida, aluminium klorida, asam klorida, natrium asetat, dan asam borat secara bergantian. Dengan melihat geseran batokromik tersebut dapat diidentifikasi jenis flavonoid.
KESIMPULAN
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon.
Flavonoid dapat dibagi menjadi 3 struktur dasar yaitu Flavonoid, isoflavonoid, dan neoflafonoid.
Flavonoid merupakan golongan filifenol sehingga memiliki sifat kimia senyawa fenol.
Cincin A dari struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida sedangkan cincin B berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur sikimat).
Identifikasi flavonoid dapat dilakukan dengan kromatografi dan spektrofotometri UV-Vis.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Sjamsul Arifin. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Penerbit Karunika.
Dwi Arif Sulistiono. Flavonoid. Universitas Mataram, h. 2, 5-7
Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: Penerbit ITB.
Rodney Croteau, Toni M. Kutchan, dan Norman G. Lewis. 2000. Biochemistry & Molecular Biology of Plants, h.57-58
Sovia Lenny. 2006. SENYAWA FLAVONOIDA, FENILPROPANOIDA DAN ALKALOIDA. Medan. h.14-18
Sri Harsodjo Wijono S. 2003. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FLAVONOID
PADA DAUN KATU (Sauropus androgynus (L.) Merr). Jakarta, Makara, sains, Vol 7, No 2, h.2-6