16
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 301
Suke Silverius, Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik, (Jakarta: Grasindo, 1991), h. 107-108
Anas Sudijono, op.cit., h. 39
Ibid, h. 311
Ngalim Purwanto, op.cit., h. 73
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 289.
Ibid., h. 290-292.
Ibid., h. 292-295
Mushtar Buchori, Teknik-teknik Evaluasi dalam Pendidikan (Bandung: Jemmars, 1990), h. 220.
Anas Sudijono, Pengantar, h. 297-298.
Ibid., h. 298-299.
Arikunto,Suharsimi. Op,cit., hal 260
Arikunto,Suharsimi. Op,cit., hal 270
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam Bentuk kegiatan tindak lanjut dari tes yang telah dilakukan terhadap siswa adalah memberikan skor pada setiap lembar jawaban siswa. Kegiatan ini harus dilakukan dengan cermat karena menjadi dasar bagi kegiatan pengolahan hasil tes sampai menjadi nilai prestasi. Sebelum melakukan tes,hal yang harus disiapkan adalah menyusun teknik pemberian skor (penskoran) dan strategi pemberian skor sejak perumusan kalimat pada setiap butir soal.
Setelah kita melakukan kegiatan tes terhadap siswa, kegiatan berikutnya adalah memberikan skor pada setiap lembar jawaban siswa. Kegiatan ini harus dilakukan dengan cermat karena menjadi dasar bagi kegiatan pengolahan hasil tes sampai menjadi nilai prestasi. Sebelum melakukan tes, sebaiknya Anda sudah menyusun teknik pemberian skor (penskoran). Bahkan sebaiknya Anda sudah berpikir strategi pemberian skor sejak perumusan kalimat pada setiap butir soal. Pada kegiatan belajar ini akan disajikan pemberian skor pada tes domain kognitif, afektif, dan psikomotor sesuai dengan pedoman yang telah dikeluarkan oleh Diknas (2004) yang telah dimodifikasi. Membuat pedoman penskoran sangat diperlukan, terutama untuk soal bentuk uraian dalam tes domain kognitif supaya subjektivitas Anda dalam memberikan skor dapat diperkecil. Pedoman menyusun skor juga akan sangat penting ketika Anda melakukan tes domain afektif dan psikomotor peserta didik. Karena sejak tes belum dimulai, Anda harus dapat menentukan ukuran-ukuran sikap dan pilihan tindakan dari peserta didik dalam menguasai kompetensi yang dipersyaratkan.
Pada makalah ini, kita akan mempelajari teknik pemberian skor (penskoran) dan prosedur mengubah skor ke dalam nilai standar pada metode tes. Adapun kompetensi yang harus Anda kuasai setelah mempelajari tehnik penskoran ini adalah sebagai mahasiswa mampu membuat pedoman penskoran dan melakukan analisis hasil penilaian proses dan hasil pembelajaran dengan metode tes. Oleh sebab itu, setelah mempelajari modul ini diharapkan sebagai calon guru kita harus memiliki kemampuan untuk Memberi skor pada berbagai soal metode tes.
Rumusan Masalah
Apa pengertian pengoreksian dan penilaian?
Apa saja macam-macam teknik pengoreksian?
Bagaimana cara menerapkan teknik pengoreksian dan pemberian skor?
Bagaimana pengolahan dan pengubahan (skor) hasil tes?
Tujuan Makalah
Untuk mengetahui pengertian pengoreksian dan penilaian.
Untuk mengetahui macam-macam teknik pengoreksian.
Untuk mengetahui cara menerapkan teknik pengoreksian dan pemberian skor.
Untuk mengetahui pengolahan dan pengubahan (skor) hasil tes.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN PENSKORAN DAN PENILAIAN
Pengertian Penskoran
Pemberian skor (=scoring) merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes, yaitu proses pengubahan jawaban soal tes menjadi angka-angka dengan kata lain pemberian skor itu merupakan tindakan kuantifikasi terhadap jawaban-jawaban yang diberikan oleh testeedalam suatu tes hasil belajar.
Angka-angka hasil penilaian itu selanjutnya diubah menjadi nilai-nilai (=grade) melalui proses tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai hasil tes itu ada yang tertuang dalam bentuk angka dengan rentangan antara 0 – 10, antara 0 – 100, dan ada pula yang menggunakan simbol huruf A, B, C, D dan F (F = fail) = gagal).
Cara pemberian skor terhadap hasil tes belajar pada umumnya disesuaikan dengan bentuk soal-soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut, apakah tes uraian (essay) ataukah tes objektif (objective test).
Untuk soal-soal objektif biasanya setiap jawaban benar diberi skor 1 (satu) dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0 (nol); total skor diperoleh dengan menjumlahkan skor yang diperoleh dari semua soal. Untuk soal-soal essay dalam penskorannya biasanya digunakan cara memberi bobot (weithing) kepada setiap soal menurut tingkat kesukaranya atau banyak-sedikitnya unsur yang harus terdapat dalam jawaban yang dianggap paling baik. Misalnya: untuk soal no. 1 diberi skor maksimal 4, untuk soal no. 3 diberi skor maksimum 6, untuk skor no. 5 skor maksimum 10 dan seterusnya.
Di lembaga–lembaga pendidikan kita, masih banyak pengajaran yang melakukan penskoran soal-soal essay, tanpa pembobotan; setiap soal diberi skor yang sama meskipun sebenarnya tingkat kesukaran soal-soal dalam tes yang disusunnya itu tidak sama.
Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, terutama dalam penilaian soal-soal essay, proses penskoran dan penilaian biasanya tidak dibedakan satu sama lain; pekerjaan siswa atau mahasiswa langsung diberi nilai, jadi bukan diskor terlebih dahulu. Oleh karena itu, hal ini sering kali menimbulkan terjadinya halo effect, yang berarti dalam penilaiannya itu diikutsertakan pula unsur-unsur yang irelevan seperti kerapian dan ketidakrapian tulisan, gaya bahasa, atau panjang-pendeknya jawaban sehingga cenderung menghasilkan penilaian yang kurang andal. Hasil penilaian menjadi kurang objektif. Jika tes yang berbentuk soal-soal essay tersebut dinilai oleh lebih dari satu orang, sering kali terjadi perbedaan-perbedaan diantara penilai, bahkan juga hasil penilaian seorang penilai sering kali berbeda terhadap jawaban-jawaban yang sama dari soal tertentu. Kesalahan seperti ini tidak akan selalu terjadi jika dalam pelaksanaannya diadakan pemisahan antara proses penskoran dan penilaian.
Pengertian Menilai
Seusai memeriksa hasil tes dan menghitung jumlah jawaban benar untuk menentukan skornya, maka langkah berikut adalah menetapkan nilai untuk pencapaian belajar siswa seperti yang dicerminkan oleh skor itu. Kalimat ini menunjukkan bahwa skor dan nilai mempunyai pengertian yang berbeda.
Skor (score atau mark) adalah angka yang menunjukkan jumlah jawaban yang benar dari sejumlah butir soal yang membentuk tes. Dengan demikian, apabila jumlah soal yang benar ada 25, maka skor untuk siswa tersebut adalah juga 25, terlepas dari berapa jumlah soal yang membentuk tes itu. Jadi, biarpun jumlah soal dalam tes itu 30, 40, 50, 75, atau 100 sekalipun, siswa tersebut tetap mendapat skor 25. Pemberian angka skor itu sebagai angka nilai tersebut tidak tepat. Skor 25 dari 30 butir soal berbeda nilai daripada skor 25 pada tes dengan 50 butir soal, apalagi pada tes dengan 100 butir soal. Pada tes dengan 30 butir soal, skor 25 menempatkan siswa itu pada kelompok yang berhasil mencapai 83% tujuan instruksional yang diukur dengna tes tersebut. Tetapi skor 25 yang diperoleh dari tes dengan 50 butir soal, tingkat pencapaian tujuan instruksional hanya sebesar 50%, dan hanya sebesar 25% pada tes dengan 100 butir soal. Angka-angka persentase itu diperoleh dengan jalan membagi jumlah skor dengan jumlah butir soal dalam seluruh tes dan dikalikan dengan 100%. Angka-angka persentase ini menunjukkan nilai skor tersebut dalam kaitan dengan seluruh tes yang disajikan.
Perbedaan Penskoran dan Penilaian
Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (sama dengan memberikan angka yang diperoleh dengan jalan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item yang oleh testee telah dijawab dengan betul, dengan memperhitungkan bobot jawaban betulnya.
Adapun yang dimaksud nilai adalah angka (bisa juga huruf), yang merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor lainnya, serta disesuaikan pengaturannya dengan standar tertentu. Itulah sebabnya mengapa nilai sering disebut skor standar (standard score). Nilai pada dasarnya adalah angka/huruf yang melambangkan seberapa jauh/seberapa besar kemampuan yang telah ditujukan oleh testee terhadap materi atau bahan yang teskan, sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditentukan.
Penskoran berarti proses pengubahan prestasi menjadi angka-angka, sedangkan dalam penilaian kita memproses angka-angka hasil kuantifikasi prestasi itu dalam hubungannya dengan "kedudukan" personal siswa dan mahasiswa yang memperoleh angka-angka tersebut di dalam skala tertentu. Dalam penskoran, perhatian utama ditujukam kepada kecermatan dan kemantapan, sedangkan dalam penilaian, perhatian terutama ditujukan kepada validitas dan kegunaan.
MACAM-MACAM TEKNIK PENGOREKSIAN
Teknik Pengoreksian Hasil Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis), secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan. Adanya perbedaan pelaksanaan tes hasil belajar tersebut menuntut adanya perbedaan dalam pengoreksian hasil-hasilnya.
Teknik Pengoreksian Hasil Tes Tertulis
Tes hasil belajar yang diselenggarakan secara tertulis dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: tes hasil belajar (tertulis) bentuk uraian (subjective test = essay test) dan tes hasil belajar (tertulis) bentuk obyektif (objective test). Karena kedua bentuk tes hasil belajar itu memiliki karakteristik yang berbeda, sudah barang tentu teknik pengoreksian hasil-hasilnya pun berbeda pula.
Teknik Pengoreksian Hasil Tes Bentuk Uraian
Dalam pelaksanaan pengoreksian hasil tes uraian ini ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu: (1) apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan pada standar mutlak atau: (2) apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes subyektif itu akan didasarkan pada standar relatif.
Apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan pada standar mutlak (dimana penentuan nilai secara mutlak akan didasarkan pada prestasi individual), maka prosedur pengoreksiannya adalah sebagai berikut:
Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh testee dan membandingkannya dengan pedoman yang sudah disiapkan.
Atas dasar hasil perbandingan tersebut, tester lalu memberikan skor untuk setiap butir soal dan menuliskannya di bagian kiri dari jawaban testee tersebut.
Menjumlahkan skor-skor yang telah diberikan.
Adapun apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai akan didasarkan pada standar relative (di mana penentuan nilai akan didasarkan pada prestasi kelompok), maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
Memeriksa jawaban atas butir soal nomor 1 yang diberikan oleh seluruh testee, sehingga diperoleh gambaran secara umum mengenai keseluruhan jawaban yang ada.
Memberikan skor terhadap jawaban soal nomor 1 untuk seluruh testee.
Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk soal tes kedua, ketiga, dan seterusnya
Setelah jawaban atas seluruh butir soal yang diberikan oleh seluruh testee dapat diselesaikan, akhirnya dilakukanlah penjumlahan skor (yang nantinya akan dijadikan bahan dalam pengolahan dan penentuan nilai.
Teknik Pengoreksian Hasil Tes Bentuk Obyektif
Memeriksa atau mengoreksi jawaban atas soal tes objektif pada umumnya dilakukan dengan jalan menggunakan kunci jawaban, ada beberapa macam kunci jawaban yang dapat dipergunakan untuk mengoreksi jawaban soal tes objektif, yaitu sebagai berikut :
1) Kunci berdampingan ( strip keys )
Kunci jawaban berdamping ini terdiri dari jawaban – jawaban yang benar yang ditulis dalam satu kolom yang lurus dari atas kebawah, adapun cara menggunakannya adalah dengan meletakan kunci jawaban tersebut berjajar dengan lembar jawaban yang akan diperiksa, lalu cocokkan, apabila jawaban yang diberikan oleh teste benar maka diberi tanda ( + ) dan apabila salah diberi tanda ( - ).
2) Kunci system karbon ( carbon system key )
Pada kunci jawaban system ini teste diminta membubuhkan tanda silang ( X ) pada salah satu jawaban yang mereka anggap benar kemudian kunci jawaban yang telah dibuat oleh teste tersebut diletakan diatas lembar jawaban teste yang sudah ditumpangi karbon kemudian tester memberikan lingkaran pada setiap jawaban yang benar sehingga ketika diangkat maka, dapat diketahui apabila jawaban teste yang berada diluar lingkaran berarti salah sedangkan yang berada didalam adalah benar.
3) Kunci system tusukan ( panprick system key )
Pada dasarnya kunci system tusukan adalah sama dengan kunci system karbon. Letak perbedaannya ialah pada kunci sistem ini, untuk jawaban yang benar diberi tusukan dengan paku atau alat penusuk lainnya sementara lembar jawaban testee berada dibawahnya, sehingga tusukan tadi menembus lembar jawaban yang ada dibawahnya. Jawaban yang benar akan tekena tusukan dsedangkan yang salah tidak.
4) Kunci berjendela ( window key )
Prosedur kunci berjendela ini adalah sebagai berikut :
a) Ambilah blanko lembar jawaban yang masih kosong
b) Pilihan jawaban yang benar dilubangi sehingga seolah – olah menyerupai jendela
c) Lembar jawaban teste diletakan dibawah kunci berjendela
d) Melalui lubang tersebut kita dapat membuat garis vertical dengan pencil warna sehingga jawaban yang terkena pencil warna tersebut berarti benar dan sebaliknya.
2. Teknik Pengoreksian Hasil Tes Lisan
Pengoreksian yang dilaksanakan dalam rangka menilai jawaban – jawaban testee pada tes hasil belajar secara lisan pada umumnya bersifat subjektif, sebab dalam tes lisan itu testee tidak berhadapan dengan lembar jawaban soal yang wujudnya adalah benda mati, melainkan berhadapan dengan individu atau makhluk hidup yang masing – masing mempunyai ciri dan karakteristik berbeda sehingga memungkinkan bagi tester untuk bertindak kurang atau bahkan tidak objektif.
Dalam hal ini, pengoreksian terhadap jawaban testee hendaknya dikendalikan oleh pedoman yang pasti, misalnya sebagai berikut :
a. Kelengkapan jawaban yang diberikan oleh testee.
Pernyataan tersebut mengandung makna " apakah jawaban yang diberikan oleh testee sudah memenuhi semua unsur yang seharusnya ada dan sesuai dengan kunci jawanban yang telah disusun oleh tester
b. Kelancaran testee dalam mengemukakan jawaban
Mencakup apakah dalam memberikan jawaban lisan atas soal – soal yang diajukan kepada testee itu cukup lancar sehingga mencerminkan tingkat pemahaman testee terhadap materi pertanyaan yang diajukan kepadanya
c. Kebenaran jawaban yang dikemukakan
Jawaban panjang yang dikemukakan oleh testee secara lancar dihadapan tester, belum tentu merupakan jawaban yang benar sehingga tester harus benar – benar memperhatikan jawaban testee tersebut, apakah jawaban testee itu mengandung kadar kebenaran yang tinggi atau sebaliknya.
d. Kemampuan testee dalam mempertahankan pendapatnya
Maksudnya, apakah jawaban yang diberikan dengan penuh kenyakinan akan kebenarannya atau tidak. Jawaban yang diberikan oleh testee secara ragu – ragu merupakan salah satu indikator bahwa testee kurang menguasai materi yang diajukan kepadanya. Demikian seterusnya, penguji dapat menambahkan unsur lain yang dirasa perlu dijadikan bahan penilaian seperti : perilaku, kesopanan, kedisiplinan dalam menghadapi penguji (tester).
3. Teknik Pengoreksian Hasil Tes Perbuatan
Dalam tes perbuatan ini pemeriksaan hasil-hasil tes nya dilakukan dengan menggunakan observasi (pengamatan). Sasaran yang perlu diamati adalah tingkah laku, perbuatan, sikap dan lain sebagainya. Untuk dapat menilai hasil tes tersebut diperlukan adanya instrument tertentu dan setiap gejala yang muncul diberikan skor tertentu pula.
Contoh: misalkan instrument yang dipergunakan dalam mengamati calon guru yang melaksanakan praktek mengajar, aspek-aspek yang diamati meliputi 17 unsur dengan skor minimum 1 (satu) dan maksimum (lima).
JENIS-JENIS KUNCI PEMBERIAN SKOR
Disamping penyusunan dan pelaksanaan tes, menskor dan menilai merupakan pekerjaan yang menuntut ketekunan yang luar biasa dari penilai, ditambah dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu. Nama lain dari menskor adalah memberi angka.
Dalam hal menskor atau menentukan angka, dapat digunakan tiga macam alat bantu, yaitu :
Pembantu menentukan jawaban yang benar, disebut kunci jawaban.
Pembantu menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah, disebut kunci scoring.
Pembantu menentukan angka, disebut pedoman penilaian.
Keterangan dan penggunaannya dalam berbagai bentuk tes.
Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk pilihan ganda (Multiple Choice)
Dengan bentuk tes seperti ini, testee diminta untuk melingkari atau tanda silang salah satu pilihan jawaban. Dalam hal menentukan kunci jawaban untuk bentuk ini langkahnya sama seperti soal bentuk betul salah. Hanya untuk soal yang jumlahnya melebihi 30 buah, sebaiknya menggunakan lembar jawaban dan nomor-nomor urutannya dibuat sedemikian rupa sehingga tidak memakan tempat.
Dalam menentukan angka untuk tes bentuk pilihan ganda, dikenal 2 (dua) macam cara pula, yakni tanpa hukuman dan dengan hukuman.
Tanpa hukuman apabila banyaknya angka dihitung dari banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci jawaban. Rumusnya sebagai berikut.
Skor = B/N x 100 (skala 0-100)
Ket : B = banyaknya butir yang dijawab benar
N = adalah banyaknya butir soal
Contoh :
Pada suatu soal tes ada 50 butir, Budi menjawab benar 25 butir, maka skor yang dicapai Budi adalah:
Skor = 25/50 x 100 = 50
Dengan hukuman yaitu pemberian skor dengan memberikan pertimbangan pada butir soal yang dijawab salah dan tidak dijawab, adapun rumusnya adalah sebagai berikut :
Ket B = Banyaknya soal yang dijawab benar
S = Banyaknya soal yang dijawab salah
P = Banyaknya pilihan jawaban tiap butir
N= Banyaknya butir soal
Contoh :
Pada soal bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir soal dengan 4 pilihan tiap butir dan banyaknya 40 butir, Amir dapat menjawab benar 20 butir, menjawab salah 12 butir dan tidak dijawab ada 8 butir, maka skor yang diperoleh Amir adalah:
Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk betul-salah
Untuk tes bentuk betul-salah (true-false) yang dimaksud dengan kunci jawaban adalah deretan jawaban yang kita persiapkan untuk pertanyaan atau soal-soal yang kita susun, sedangkan kunci skoring adalah alat yang kita gunakan untuk mempercepat pekerjaan skoring.
Oleh karena itu dalam hal ini testee (tercoba) hanya diminta untuk melingkari huruf B atau S, maka kunci jawaban yang disediakan hanya berbentuk urutan nomor serta huruf dimana kita menghendaki untuk melingkari atau dapat juga diberi tanda X pada jawabannya.
Misalnya :
1. B 6. S
2. S 7. B
3. S 8. S
4. B 9. S
5. B 10. B
Untuk menghitung skor akhir dari seluruh item test bentuk true false biasanya digunakan rumus sebagai berikut :
S = Skor terakhir / yang diharapkan
R = Jumlah item yang dijawab betul (right)
W = Jumlah item yang dijawab salah (wrong)
N = Banyaknya option untuk true false selalu dua
1 = Bilangan tetap (konstanta)
Contoh :
Umpamakan jumlah item true-false (B-S) = 20. Seorang siswa bernama Ali dapat menjawab betul 13 item dan salah 7 item, maka skor yang diperoleh Ali adalah sebagai berikut :
Aman dapat menjawab betul 10 item, dan salah 10 item. Skor yang diperoleh sebagai berikut :
Bakir hanya dapat menjawab 8 item betul dan 12 item salah, maka skor yang diperoleh Bakir ialah :
Dengan menggunakan rumus tersebut ternyata bahwa siswa yang hanya dapat menjawab betul setengah dari jumlah item akan mendapatkan skor 0 (nol). Dan siswa yang menjawab betul kurang dari setengah akan mendapatkan skor minus.
Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk jawaban singkat (Short answer test)
Tes berbentuk jawaban singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban berbentuk kata atau kalimat pendek. Bentuk tes ini dapat digolongkan kedalam bentuk tes obyektif. Tes bentuk isian ini, dianggap setaraf dengan tes jawaban singkat ini.
Dengan mengingat jawaban yang hanya satu pengertian saja, maka angka bagi tiap nomor soal mudah ditebak. Usaha yang dikeluarkan oleh siswa sedikit, tetapi lebih sulit daripada tes bentuk betul-salah atau bentuk pilihan ganda. Sebaiknya tiap soal diberi angka 2. Dapat juga angka itu kita samakan dengan angka pada bentuk betul-salah atau pilihan ganda jika memang jawaban yang diharapkannya ringan atau mudah. Tetapi sebaliknya apabila jawabannya bervariasi misalnya lengkap sekali, lengkap dan kurang lengkap, maka angkanya dapat dibuat bervariasi pula misalnya 2; 1,5; dan 1.
Butir soal semacam ini mengundang banyak kemungkinan jawaban yang dapat diterima karena memang benar.
Jawaban atas soal tersebut misalnya :
Mudah
Gampang
Sukar
Tingkat kesukaran
Indeks kesukaran diatas 0.85
Dan mungkin ada yang lain lagi.
Untuk soal-soal hitungan lebih banyak lagi kemungkinan, tanpa pembatasan yang tegas, yang harus diterima sebagai jawaban yang benar. Contoh :
Jawabannya dapat : 3.33, 3.3, 31/3, 32/6, 33/9 dan seterusnya.
Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan (Matching)
Pada dasarnya tes ini adalah bentuk tes pilihan ganda, dimana jawabannya dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya. Satu kesulitan lagi adalah bahwa jawaban yang dipilih dibuat sedemikian rupa sehingga jawaban yang satu tidak diperlukan bagi pertanyaan lain.
Kunci jawaban tes bentuk ini dapat berbentuk deretan jawaban yang dikehendaki atau deretan nomor yang diikuti oleh huruf-huruf yang terdapat didepan alternative jawaban.
Untuk menilai tes yang berbentuk matching diperhitungkan dari jumlah item yang dijawab betul saja, rumusnya sama dengan completion, yaitu :
S = R
Contoh penggunaan :
Misalnya berbentuk matching sebanyak 10 item. Hari dapat mengerjakan test tersebut 7 item betul dan 3 item salah, maka skor yang diperoleh Hari = 10 – 3 = 7
Mira dapat mengerjakan 5 item betul, 3 item salah, 2 item dikosongkan atau tidak dijawab, maka skor yang diperoleh Mira = 5.
Jadi, dengan rumus penskoran tersebut di atas, item yang di jawab salah dan item yang tidak dijawab atau dikosongkan, kedua-duanya dianggap salah karena yang diperhitungkan hanya item yang dijawab betul.
Cara lain dalam penilaian test berbentuk matching dapat juga dilakukan dengan menentukan tingkat kesukaran (difficulty index) dari tes tersebut dibandingkan dengan test-test bentuk lain yang digunakan bersama-sama. Cara lain yang kedua ini perlu dilakukan jika kita menganggap bahwa items yang berbentuk matching itu lebih sukar dari pada items bentuk lain yang digunakan bersama-sama dalam suatu tes.
Misalkan suatu tes terdiri atas tiga macam bentuk yaitu true-false, multiple choice, dan matching kita telah menetapkan bahwa tingkat kesukaran tiap item dari ketiga macam bentuk test tersebut berturut-turut adalah 1,2 dan 4. Ini berarti bahwa nilai tiap item yang betul dari true false, multiple choice, dan matching = 4.
Andaikata tes yang berbentuk matching itu ada 10 item, dan Basir dapat menjawab betul 7 item, maka skor yang diperoleh Basir = 7 x 4 = 28.
Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk uraian (Essay test)
Sebelum menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu pokok-pokok jawaban yang kita kehendaki. Dengan demikian, akan mempermudah kita dalam mengoreksinya.
Ada sebuah saran, langkah-langkah apa yang harus kita lakukan pada waktu kita mengoreksi dan memberi angka tes bentuk uraian. Saran tersebut adalah sebagai berikut :
Membaca soal pertama dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban. Dengan membaca seluruh jawaban, kita dapat memperoleh gambaran lengkap tidaknya jawaban yang diberikan siswa secara keseluruhan.
Menentukan angka untuk soal pertama tersebut. misalnya jika jawaban itu lengkap diberi angka 5, kurang sedikit diberi angka 4, demikian seterusnya.
Memberi angka bagi soal pertama.
Membaca soal kedua dari seluruh jawaban siswa untuk mengetahui situasi jawaban, dilanjutkan dengan pemberian angka untuk soal kedua.
Mengulangi langkah-langkah tersebut bagi soal tes ketiga dan seterusnya hingga seluruh soal diberi angka
Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes bentuk uraian.
Dengan membaca terlebih dahulu seluruh jawaban yang diberikan oleh siswa, kita menjadi tahu bahwa mungkin tidak ada seorang pun dari siswa yang menjawab dengan betul untuk sesuatu nomor soal. Menghadapi situasi seperti ini, kita gunakan cara pemberian angka yang relatif. Misalnya untuk sesuatu nomor soal jawaban yang paling lengkap mengandung 3 unsur, padahal kita menghendaki 5 unsur, maka pada jawaban yang paling lengkap itulah kita berikan angka 5, sedangkan jika menjawab hanya 2 atau 1 unsur, kita berikan angka lebih sedikit. Ini adalah cara memberikan angka dengan menggunakan atau mendasarkan pada norma kelompok. Apabila memberikan angka berdasarkan pada standar mutlak, maka langkah-langkahnya akan lain, yaitu :
Membaca setiap jawaban yang diberikan siswa dan dibandingkan dengan kunci jawaban yang telah kita susun.
Membubuhkan skor disebelah kiri setiap jawaba. Ini dilakukan per nomor.
Menjumlahkan skor-skor yang telah dituliskan pada setiap soal, dan terdapatlah skor untuk bagian soal yang berbentuk uraian
Dengan cara kedua ini maka skor siswa tidak dibandingkan dengan jawaban yang paling lengkap yang diberikan oleh siswa lain, tetapi dibandingkan dengan jawaban yang sudah ditentukan oleh guru.
Contoh : Sebuah bak mandi berbentuk balok berukuran panjang 150 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 75 cm. Berapa literkah isi bak mandi tersebut? (untuk menjawabnya tuliskan langkah-langkahnya!)
Tabel 6.2. Pedoman penskoran uraian objektif
Langkah
Kunci jawaban
Skor
1
2
3
4
5
Isi balok = panjang x lebar x tinggi
= 150cm x 80cm x 75cm
= 900.000 cm3
Isi bak mandi dalam liter
= liter
= 900 liter
1
1
1
1
1
Skor maksimum
5
f. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tugas
Kunci jawaban untuk memeriksa tugas merupakan pokok-pokok yang harus termuat didalam pekerjaan siswa. Hal ini menyangkut kriteria tentang isi tugas. Namun sebagai kelengkapan dalam pemberian skor, digunakan suatu tolok ukur tertentu. Tolok ukur yang disarankan dalam buku ini sebagai ukuran keberhasilan tugas adalah :
1) Ketepatan waktu menyerahkan tugas
2) Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan siswa/mahasiswa dalam mengerjakan tugas
3) Sistematika yang menunjukkan alur keruntutan pikiran
4) Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi
5) Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh guru/dosen
Dalam mempertimbangkan nilai akhir perlu difikirkan peranan masing-masing aspek kriteria tersebut, misalnya :
A1 - ketepatan waktu, diberi bobot 2
A2 - bentuk fisik, diberi bobot 1
A3 - sistematika, diberi bobot 3
A4 - kelengkapan isi, diberi bobot 3
A5 - mutu hasil, diberi bobot 3
Maka nilai hasil akhir tugas tersebut diberikan dengan rumus :
NAT = 2 x A1 + A2 + 3 x A3 + 3 x A4 + 3 x A5/12
NAT adalah Nilai Akhir Tugas.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa di satu pihak kita lihat adanya peranan penting yang diberikan kepada nilai-nilai sebagai simbol prestasi akademis siswa, tetapi di lain pihak kita melihat pula adanya kekurangan cara pemberiannya.
PENGOLAHAN DAN PENGUBAHAN (SKOR) HASIL TES
Pengolahan dan Pengubahan Skor Mentah Hasil Tes Hasil Belajar Menjadi Nilai Standar (Standard Score)
Ada dua hal penting yang perlu dipahami terlebih dahulu dalam pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi skor standar atau nilai, yaitu :
Bahwa dalam pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu ada dua cara yang dapat ditempuh, yaitu :
Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dilakukan dengan mengacu atau mendasarkan diri pada kriterium atau criterion (Patokan). Cara ini dikenal dengan istilah criterion refrenced evaluation, yang dalam dunia pendidikan di tanah air kita sering di kenal dengan istilah Penilaian ber-Acuan Patokan (disingkat PAP).
Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dilakukan dengan mengacu atau mendasarkan diri pada norma atau kelompok. Cara ini dikenal dengan istilah norm referenced evaluation, dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah Penilaian ber-Acuan Norma (disingkat PAN), atau Penilaian ber-Acuan Kelompok (disingkat PAK).
Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dapat menggunakan berbagai macam skala, seperti : Skala lima (stanfive), yaitu nilai standar bersekala lima atau yang sering dikenal dengan istilah nilai huruf A, B, C, D, dan F, Skala sembilan (stanine), yaitu nilai standar bersekala sembilan dimana rentangan nilainya mulai dari 1 sampai dengan 9 (tidak ada nilai 0 dan tidak ada nilai 10), Skala sebelas (stanel = standard eleven = eleven points scale, yaitu rentangan nilai mulai dari 0 sampao dengan 10), z score (nilai standar z), dan T score (nilai standar T).
Pengolahan dan Pengubahan Skor Mentah Hasil Tes Hasil Belajar Menjadi Nilai Standar dengan Mendasarkan Diri atau Mengacu pada Kriterium (Criterion Referenced Evaluation)
Hal-hal yang harus dipelajari oleh testee (murid, siswa, mahasiswa) adalah mempunyai struktur hierarkis tertentu, dan bahwa masing-masing taraf dikuasai secara baik sebelum testee tadi maju atau sampai pada taraf selanjutnya.
Contoh:
Dalam mempelajari mata kuliah statistik pendidikan, untuk sampai pada pemahaman tentang "t" test", mahasiswa terlebih dahulu harus memahami konsep dasar tentang Standard Error of Mean (SEM). Konsep dasar tentang standard error of mean itu tidak mungkin dapat dipahami secara baik sebelum mahasiswa mempelajari konsep dasar tentang deviasi standar (standard deviation).
Evaluator atau tester (dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain) dapat mengidentifikasikan masing-masing taraf itu sampai tuntas, atau setidak-tidaknya mendekati tuntas, sehingga dapat disusun alat pengukurnya.
Contoh:
Dalam mencari (menghitung) nilai rata-rata hitung (arithmetic mean), dapat dilakukan identifikasi sebagai berikut :
Apakah pembuatan tabel disteribusi frekuensi dari data kuantitatif yang akan dihitung rata-rata hitungnya itu sudah betul?
Jika tabel distribusi frekuensi sudah betul, apakag tidak terdapat kekeliruan dalam menetapkan midpoint bagi setiap interval nilainya? Demikianlah seterusnya......
Apabila dalam penentuan nilai hasil tes hasil belajar itu digunakan acuan kriterium (menggunakan PAP), maka hal ini mengandung arti bahwa nilai yang digunakan akan diberikan kepada testee itu harus didasarkan pada standar mutlak (standard absolut). Artinya, pemberian nilai kepada testee itu dilaksanakan dengan jalan membandingkan antara skor mentah hasil tes yang dimiliki oleh masing-masing individu testee, dengan skor maksimum ideal (SMI) yang mungkin dapat dicapai oleh testee, kalau saja seluruh soal tes dapat dijawab dengan betul.
Disamping itu, karena penentuan nilai seorang testee dilakukan dengan jalan membandingkan skor mentah hasil tes dengan skor maksimum idealnya, maka penentukan nilai yang beracuan pada kriterium ini juga sering dikenal dengan istilah penentuan nilai secara ideal, atau penentuan nilai secara teoritik, atau penentuan nilai secara das sollen. Dengan istilah "teoritik" dimaksudkan disini, bahwa: secara teoritik seorang siswa berhak atas nilai 100 -misalnya- apabila keseluruhan butir soal tes dapat dijawab dengan betul oleh siswa tersebut atau seorang peserta tes hanya dapat diberikan nilai 50, sebab hanya 50% saja dari keseluruhan butir item tes hasil belajar yang dapat dijawab dengan betul.
Dengan demikian maka dalam penentuan nilai yang beracuan pada kriterium, sebelum tes hasil belajar dilaksanakan, patokan itu sudah dapat disusun (tanpa menunggu selesainya pelaksanaan).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam membuat penskoran dan pembobotan butir soal suatu tes, maka yang harus diperhatikan adalah tingkatan dalam setiap domain (kognitif, afektif, dan psikomotor). Bentuk perangkat tes yang baik adalah tes yang butir-butir soalnya disusun dengan memperhatikan komponen-komponen tingkatan dalam suatu domain dan tersusun lebih dari satu bentuk tes.
Sebelum atau selama pembuatan soal tes, guru harus merencanakan bentuk-bentuk penskoran yang akan diberlakukan. Hal ini akan dapat membantu guru dalam melaksanakan prinsip objektif dan metodik dalam kegiatan penskoran sehingga tidak terkesan asal memberi skor. Hasil penskoran yang terencana akan memudahkan kegiatan berikutnya dalam penilaian, yaitu mengkonversi skor hasil belajar menjadi skor prestasi atau nilai standar.
Untuk menginterpretasikan suatu skor menjadi nilai atau mengolah skor menjadi nilai diperlukan suatu acuan atau pedoman. Terdapat dua acuan guna menafsirkan skor menjadi nilai. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan, proses, standard an juga akan menghasilkan nilai yang berbeda. Karena itulah pemilihan dengan tepat pendekatan yang akan digunakan menjadi penting. Kedua pendekatan tersebut adalah criterion-referenced atau Pendekatan Acuan Patokan (PAP) dan norms-referenced atau Pendekatan Acuan Norma (PAN)
3.2 Saran
Sebagai seorang guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang profesional dalam memberikan skor atau nilai kepada siswa. Pendidik sebaiknya mengetahui berbagai macam teknik dalam pemeriksaan hasil tes, pemberian skor, dan mengolah serta merubah skor menjadi nilai sehingga akan mempermudah pekerjaan apabila memilih teknik yang sesuai dengan situasi dan kondisi baik dari segi feasibilitas, sarana dan prasarana, dan sebagainya. Hal ini perlu diperhatikan oleh guru karena hasil dari skoring memiliki implikasi yang luas dan kompleks, tidak hanya pada siswa tetapi juga pihak-pihak yang berkepentingan terhadap nilai tersebut. Maka dari itu, guru harus memiliki pengetahuan yang cukup dan keterampilan yang profesional dalam memberikan penilaian terhadap hasil belajar siswa sehingga dapat benar-benar merepresentasikan capaian hasil belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Purwanto, Ngalim.. 2001.Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Silverius, Suke. 1991. Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Jakarta: Grasindo.
Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, CV. Sinar Baru Offset, Bandung, 1989