Letak geografis Indonesia yang strategis memiliki potensi ancaman yang kedepannya akan semakin kompleks. Sementara itu, di sisi lain stabilitas keamanan nasional belum kuat. Indonesia masih mengalami masa-masa transisi dan konsolidasi (politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan) menuju negara yang demokratis. Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini makin bersifat multidimensional seiring dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, dan komunikasi, Oleh karena itu segenap bangsa Indonesia dituntut dapat mengatasi setiap ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari dalam maupun luar negeri. Kedaulatan dan keutuhan NKRI merupakan harga mati, sehingga upaya untuk tetap menjaga negara tetap utuh dan berdaulat menjadi sangat penting. Tulisan ini akan bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja dan bagaimana peranan faktor kunci tersebut dalam menjaga pertahanan nasional. Pembahasannya meliputi pemaparan tentang pentingnya faktor yang dianalisis dalam pertahanan nasional dan menjelaskan data-data relevan yang terkait dengan faktor-faktor tersebut.
Penentuan Faktor Penting Dalam Pertahanan Nasional
Untuk dapat membangun strategi dan kebijakan yang efisien, perlu diperhatikan faktorfaktor apa saja yang berpengaruh terhadap pertahanan nasional. Berdasarkan penelitian LIPI (2007), faktor yang mempengaruhi pertahanan yaitu: (1) anggaran pertahanan; (2) jumlah penduduk suatu negara; (3) ancaman konvensional dan non konvensional; (4) anggaran pertahanan negara lain; (5) kemampuan keuangan pemerintah; (6) harga alutsista; dan (7) jumlah personil sistem pertahanan.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa anggaran pertahanan dipengaruhi secara positif oleh keenam faktor di atas. Namun dalam tulisan ini hanya dibahas tiga dari tujuh faktor penting yang perlu diperhatikan dalam upaya menjaga pertahanan yaitu ancaman konvensional dan non konvensional, anggaran pertahanan, dan jumlah personil sistem pertahanan.
Faktor Ancaman Konvensional dan Non Konvensional
Ancaman merupakan segala bentuk gangguan langsung, tidak langsung, terlihat ataupun tidak terlihat terhadap kedaulatan; basis-basis vital nasional (ekonomi, militer, dan informasi); penduduk; teritorial, ataupun segala bentuk usaha serangan secara konvensional, inkonvensional, maupun asimetrik terhadap suatu bangsa dalam skala nasional (Widodo, 2003). Berikut ini merupakan tabel ancaman potensial yang menjadi sumber konflik. Tabel 1. Ancaman Potensial Yang Menjadi Sumber Konflik
Sumber: Dispenad, Jakarta-Indonesia. 2003. http://mabesad.mil.id/artikel5/future_defence1.htm
Hampir semua ancaman potensial yang terdapat pada tabel 1 telah terjadi di Indonesia, misalnya peredaran obat-obatan. Indonesia disebut sebagai Surga Narkoba Dunia karena jumlah pengguna narkoba di Indonesia sekitar 3,8 juta orang (Statistik BNN, 2011) atau sekitar 1,5 persen dari total jumlah penduduk. Ancaman lainnya berupa gerakan separatis seperti lepasnya Timor Leste dari Indonesia, Gerakan Aceh Merdeka (GAM), upaya disintegrasi Papua, dan penguasaan Pulau Sipidan dan Ligitan oleh Malaysia. Koseptualisasi, operasionalisasi, dan kategori ancaman harus dapat dilihat secara holistik. Tujuannya agar negara dapat melihat dan memformulasikan secara komprehensif mengenai bentuk dan strategi pertahanan apa yang sesuai dalam upaya menghadapi ancaman. Adanya persamaan persepsi dan kebutuhan akan pertahanan dan keamanan negara menjadi lebih penting dari pada alutsista maupun personil pertahanan. Sejatinya masyarakat adalah garda pertahanan terdepan yang dapat menjaga keamanan negara. Kesadaran akan adanya ancaman konvensional dan non konvensional dapat menjadi
stimuli terbesar yang dapat membuat berbagai pihak memiliki pola berfikir dan sikap untuk bersatu dan berusaha untuk melindungi tanah airnya secara bersama-sama.
Faktor Kekuatan Ekonomi
Kekuatan ekonomi dalam tulisan ini diukur menggunakan pendekatan ( proxy) anggaran pertahanan, Anggaran bersifat sangat penting karena akan menentukan kinerja sektor pertahanan. Sesuai dengan teori ekonomi, insentive system akan mempengaruhi performance. Namun hal tersebut sebenernya tidak akan sufficient tanpa asumsi adanya rasa kebangsaan dan nasionalisme yang tinggi. Selain itu, anggaran pertahanan menjadi penting untuk mewujudkan pertahanan nasional yang kuat, diperlukan prasyarat anggaran militer yang mencukupi. Namun, kemampuan pemerintah dalam menyediakan anggaran pertahanan memang sangat terbatas jika dihadapkan dengan kebutuhannya Efek negatifnya pembangunan pertahanan saat ini relatif belum dapat diperhatikan secara optimal sehingga kapabilitas pertahanan belum mampu untuk mencegah, mengantisipasi, dan mengatasi ancaman keamanan nasional. Anggaran pertahanan yang dikeluarkan tergantung pada kemampuan ekonomi masingmasing negara. Oleh karena itu untuk mengetahui bagaimana posisi anggaran pertahanan Indonesia jika dibandingkan dengan seluruh negara di dunia perlu dilakukan standardisasi dengan menggunakan analisis Z- Score yang diolah dengan menggunakan SPSS17. Tabel 2. Postur Anggaran Pertahanan Indonesia Terhadap 171 Negara Tahun 2000 – 2011
Sumber: SIPRI Military Expenditure Database, 2012. Diolah.
Berdasarkan hasil pengolahan data 171 negara, dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu sebelas tahun anggaran pertahanan Indonesia berada pada kisaran 0,20490 s.d. 0,13482 standar deviasi di bawah rata-rata anggaran pertahanan negara lain di dunia. Jadi, anggaran pertahanan Indonesia memang masih sangat minim jika dibandingkan dengan negara lain di seluruh dunia. Pertanyaan yang mungkin timbul adalah negara mana saja yang memiliki anggaran militer yang besar? kemudian adakah keterkaitan antara anggaran militer yang besar dengan kekuatan ekonomi yang dimiliki suatu negara?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut dilakukan analisis penghitungan menggunakan variabel anggaran militer dan total populasi di dunia. Tabel 3. Postur Anggaran Pertahanan Global Tahun 2011
Sumber: Global Fire Power ,2012. Diolah.
Berdasarkan postur anggaran pertahanan global di atas, pada tahun 2011 hingga saat ini Amerika Serikat tetap merupakan “market of the last resort ” untuk semua negara. Posisi Amerika Serikat sebagai negara dengan kekuatan militer nomor satu mendorong dirinya melaksanakan posisi unilateralisme (tindakan sepihak). Negara-negara yang tergabung dalam G7 juga menguasai 64% dari total anggaran pertahanan di dunia, fakta tersebut memperkuat argumen hasil penelitian Pradhan (2010). Pradhan (2010) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi mempengaruhi anggaran pertahanan dan anggaran pertahanan bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Perbedaan jumlah populasi dan kesenjangan Produk Domestik Bruto (PDB) yang tercermin dari pengeluaran untuk anggaran militer menyebabkan terjadinya disparitas atau
kesenjangan antar negara. Negara anggota GNB, yang populasinya sekitar 28% memiliki anggaran pertahanan 23%. Sedangkan negara BRIC + Indonesia, yang populasinya mencapai 58% penduduk dunia, total anggaran pertahanannya hanya14% saja. Jelas terlihat bahwa negara dengan perekonomian tinggi (G7) sangat peduli dengan kekuatan militernya, hal ini tercermin dari anggaran pertahanan yang mereka miliki.
Faktor Jumah Personil Sistem Pertahanan Tabel 4. Rasio Personil Pertahanan per Total Populasi 2011 ( Selected Country)
Sumber: Global Fire Power ,2012. Diolah. *) Total personil pertahanan, tidak termasuk pasukan cadangan. **) Sumber: Wikipedia
Berdasarkan data pada tabel 4, dapat diketahui bahwa skor rasio ARMY/POP hampir sama untuk tiap negara yang dijadikan observasi. Namun untuk skor rasio ARMY/REG, Italia dan Inggris
memiliki skor rasio tertinggi karena kuantitas personil pertahanan mereka miliki hampir sama dengan luas wilayah negaranya. Dalam ekonomi, kuantitas SDM yang banyak diperlukan, akan tetapi produktivitas tenaga kerja juga merupakan salah satu aspek penting untuk diukur untuk menilai kinerja. Dalam militer salah satu aspek yang harus mendapat perhatian adalah kuantitas tentara, tanpa mengesampingkan kualitas tentara. Kualitas atau skill tentara harus ditingkatkan seiring dengan upaya peningkatan kesejahteraannya. Poin yang dapat dikaji dari tabel 4 yaitu ketersediaan personil pertahanan tidak perlu terlalu banyak, namun jumlahnya harus optimal dalam memenuhi kebutuhan, dengan memperhatikan periode peak dan off peak . Perlu kajian lebih lanjut mengenai berapa jumlah TNI yang ideal harus tersedia untuk tiap luas wilayah dan jumlah penduduk. Untuk membantu personil pertahanan, rakyat (bagian dari total populasi) harus dapat berperan aktif dalam menjaga pertahanan negara, terutama dalam menghadapi perang non-militer.
Secara umum pembahasan dalam tulisan ini dapat disimpulkan dan direkomendasikan sebagai berikut: (1) Dalam menghadapi ancaman, diperlukan persamaan persepsi dan kebutuhan akan pertahanan dan keamanan negara Masyarakat menjadi garda pertahanan terdepan yang dapat menjaga keamanan negara dari ancaman, oleh karena itu diperlukan kesadaran akan adanya ancaman yang dapat membuat berbagai pihak memiliki pola berfikir dan sikap untuk bersatu dan berusaha untuk melindungi tanah airnya secara bersama-sama; (2) pemerintah harus meningkatkan tingkat perekonomian agar porsi anggaran untuk pertahanan dapat dialokasikan lebih besar, mengingat rata-rata pengeluaran pertahanan Indonesia dalam kurun waktu 2000 – 2011 berada di bawah rata-rata dunia. Anggaran pertahanan yang optimal dan efisien dalam
penggunaannya sangat penting untuk mewujudkan pertahanan nasional yang kuat; (3) kuantitas tentara perlu ditingkatkan sampai dengan tingkat yang ideal jika dibandingkan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah. Porsi kuantitas tentara yang optimal harus diikuti dengan peningkatan kualitas dan kesejahteraannya. Jika ketiga faktor tersebut berhasil dengan baik, maka pertahanan nasional akan semakin kuat dan dapat terpelihara.
Daftar Pustaka
Adi, Wijaya., Hasan , MDDA., Suryanto, J., & Darmawan, DA. (2007). Kebutuhan Dana Pengembangan Pertahanan nasional, Bab IV. Analisis Anggaran Pertahanan, hlm. 58. Jakarta: Lipi Press.
Global
Fire
Power.
(2012).
World
Military
Strength
by
Country.
Juli
27,
2012.
http://globalfirepower.com
Pradgan, R.P. (2010). Modelling the Nexus Between Defense Spending and Economics Growth in ASEAN-5.Vinod Gupta School of Management: Indian Institute of Technology, Kharagpur, pp 297-307.
Metro Pagi. (2012, Mei 30). Indonesia Surga Narkoba. Mei 31, 2012. http://metrotvnews.com/ mobilesite/read/newsprograms/2012/05/30/12732/347/Indonesia-Surga-Narkoba
SIPRI Military Expenditure Database, 2012.
Statistik Badan Narkotika Nasional (BNN), 2011.
Widodo,
Wibawanto
N.
(2003).
Future
Defense
http://mabesad.mil.id/artikel5/future_defence1.htm
System.
Dispenad,
Jakarta-Indonesia.