LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TERNAK
ACARA I
STATUS FAALI
Disusun oleh :
Kelompok XXVIII
Estielsa Puspa G PT/07129
Helga Audia Putri PT/07139
Wisnhu Grahadi PT/07181
Aria Wiria Atmaja PT/07188
Raffi Fahrizan PT/07192
Yanis Ramadhanti PT/07195
Asisten : Elinda Luxitawati
LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK
DEPARTEMEN PEMULIAAN DAN REPRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
ACARA STATUS FAALI
Tinjauan Pustaka
Status faali yang meliputi respirasi, pulsus, dan temperatur rektal
merupakan suatu parameter yang digunakan untuk mengetahui kondisi atau
keadaan kesehatan suatu ternak yang dapat dilakukan dengan percobaan
langsung. Kondisi status faali ternak merupakan indikasi dari kesehatan dan
adaptasi ternak terhadap lingkungannya. Ternak akan selalu beradaptasi
dengan lingkungan tempat hidupnya, apabila lingkungan dengan suhu dan
kelembapan yang tinggi dapat menyebabkan stres (cekaman) karena sistem
pengaturan panas tubuh dengan lingkungannya menjadi tidak seimbang. Ternak
domba termasuk hewan homoitherm yang memiliki kemampuan untuk
mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap stabil, sehingga terjadi
keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan panas yang dikeluarkan
kesekelilingnya (Schmidt, 1997).
Respirasi
Respirasi meliputi semua proses kimia dan fisik dimana organisme
menukar udara atau gas dengan lingkungannya. Prinsip pertukaran udara
meliputi oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2), dimana oksigen diambil dari
atmosfer yang diperlukan jaringan tubuh untuk metabolisme dan oksidasi,
sedangkan karbondioksida merupakan produk akhir yang penting dari
metabolisme dan harus dibuang dari tubuh (Kustono et al., 2008). Respirasi
pada unggas digunakan juga sebagai media pembuangan panas (Yuwanta, 2004).
Kustono et al., (2008) menyatakan bahwa istilah pernafasan yang lazim
digunakan menyangkut dua proses, yaitu external respiration (pernafasan
luar), yaitu pertukaran udara yang terjadi di dalam paru-paru, penyerapan
O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh secara keseluruhan. Internal respiration
(pernafasan dalam), yaitu pertukaran udara yang terjadi pada jaringan-
jaringan, penggunaan O2 dan pembentukan CO2 oleh sel-sel tubuh.
Frekuensi respirasi adalah jumlah perputaran atau jumlah pernafasan
tiap menit. Frekuensi respirasi merupakan indikator yang baik untuk
mengetahui status kesehatan, tetapi harus mengira dengan sepatutnya karena
ini dipengaruhi beberapa variasi. Alat-alat pernafasan pada mamalia terdiri
dari paru-paru dan saluran-saluran udara (lubang hidung, cavum nasalis,
pharynx, trakhea, dan bonkus) (Kustono et al., 2008).
Isnaeni (2006), menyatakan bahwa hewan yang memiliki tingkat
perkembangan lebih tinggi biasanya mempunyai aktivitas metabolisme yang
lebih tinggi dan ukuran tubuh lebih besar. Hewan dengan tingkat
perkembangan yang tinggi memerlukan O2 dalam jumlah lebih besar pula.
Faktor yang mempengaruhi pernapasan yaitu aktivitas tubuh, emosi, rasa
sakit, takut, impuls aferen dan pengendalian secara sadar (Gabriel, 1996).
Kisaran normal beberapa hewan ternak dapat diamati pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Kisaran respirasi normal pada ternak
Spesies Kisaran Respirasi
(kali/menit)
Sapi 24-42
Kambing 26-54
Domba 26-32
Kelinci 25-37
Ayam 18-23
(Frandson, 1996).
Pulsus
Pulsus merupakan denyut jantung. Suhu siklus jantung menghasilkan
sekali denyutan jantung. Ritme denyut jantung dikendalikan oleh catat
kontraksi dan relaksasi serambi dan bilik jantung yang berlangsung secara
bergantian (Isnaeni, 2006). Campbell et al., (2002) menyatakan bahwa
jantung adalah organ pemompa darah keseluruh tubuh yang memiliki gugus sel
untuk menunjukkan laju dan waktu ketika semua otot sel berkontraksi.
Aktivitas jantung dalam melaksanakan tugasnya dipengaruhi oleh sistem
saraf. Sistem ini bekerja dengan kombinasi tertentu dan fungsional. Saraf
misalnya eferen, saraf cardial anhibitory dan saraf accelerate. Kecepatan
denyut jantung dapat dipengaruhi oleh temperatur ternak, aktivitas tubuh,
letak geografis, dan penyakit atau strees (Dukes, 1995). Kisaran normal
pulsus beberapa hewan ternak dapat diamati pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Kisaran normal pulsus ternak
Spesies Kisaran pulsus
(kali/menit)
Sapi 60-70
Domba 70-135
Kelinci 125-304
Ayam 180-450
(Schmidt, 1997).
Temperatur Rektal
Temperatur rektal digunakan sebagai ukuran temperatur suhu tubuh
karena suhu rektum merupakan suhu yang paling optimal. Hewan homoitherm
sudah mempunyai pengatur panas tubuh yang telah berkembang biak (Dukes,
1995). Ayam adalah hewan homoiterm yaitu hewan yang mempunyai pengatur
panas tubuh konstan, meskipun hewan tersebut hidup pada temperatur lebih
rendah atau lebih tinggi dari temperatur tubuhnya (Yuwanta, 2004). Hewan
homoiterm terus-menerus memproduksi panas yang dapat memberikan panas tubuh
pada lingkungannya, apabila suhu lingkungan naik, maka suhu tubuhnya juga
naik, begitu pula sebaliknya (Dukes, 1995).
Yuwanta (2004), menyatakan bahwa temperatur tubuh pada unggas
berkisar antara 39oC sampai 41oC. Suhu kurang dari 80oC pembuangan panas
tubuh dilakukan dengan radiasi, konveksi, konduksi, dari seluruh permukaan
tubuh ayam. Sebaliknya apabila temperatur udara lingkungan lebih dari 80oC,
pembuangan panas dilakukan dengan penguapan air lewat saluran pernafasan
yang dilakukan secara cepat.
Thermoregulasi adalah proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur
suhu tubuhnya supaya tetap konstan sehingga tubuh tidak mengalami perubahan
suhu yang terlalu besar. Mekanisme thermoregulasi yang dilakukan hewan
ialah mengatur keseimbangan antara perolehan dan kehilangan panas. Suhu
tubuh yang konstan diperlukan karena perubahan suhu dapat mempengaruhi
konformasi protein dan aktivitas enzim yang menyebabkan aktivitas sel pun
akan terganggu (Isnaeni, 2006). Temperatur rektal pada ternak dipengaruhi
beberapa faktor yaitu temperatur lingkungan, aktivitas, pakan, minuman, dan
pencernaan, produksi panas oleh tubuh secara tidak langsung tergantung pada
makanan yang diperolehnya dan banyaknya persediaan makanan dalam saluran
pencernaan (Dukes, 1995). Kisaran temperatur rektal pada hewan ternak dapat
diamati pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Kisaran normal temperatur rektal ternak
Spesies Kisaran
temperatur rektal (oC)
Sapi 36,7-39,1
Domba 38,5-39,9
Kelinci 38,5-40,1
Ayam 41,5-41,9
(Schmidt, 1997).
Materi dan Metode
Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum status faali yaitu
termometer rektal, arloji, stetoskop, dan counter.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum status faali yaitu
probandus berupa hewan ternak yang meliputi sapi betina, domba jantan,
domba betina, kelinci jantan, kelinci betina, ayam jantan, dan ayam betina.
Metode
Respirasi
Respirasi pada sapi betina, domba betina, dan domba jantan dilakukan
dengan cara medekatkan punggung tangan ke hidung ternak, sehingga akan
terasa hembusan nafasnya. Ayam betina dan ayam jantan dilakukan dengan
cara mengamati kembang kempisnya perut. Kelinci betina dan kelinci jantan
dilakukan dengan cara mengamati kembang kempisnya hidung. Semua percobaan
dilakukan selama 1 menit sebanyak 3 kali, kemudian dihitung rata-ratanya.
Pulsus
Pulsus pada sapi betina dilakukan dengan cara meraba bagian pangkal
ekor sehingga terasa denyutan arteri caudalis-nya. Pulsus pada kambing
betina dan kambing jantan dilakukan dengan cara meraba pada pangkal pahanya
sehingga terasa denyutan arteri femuralis-nya. Pulsus pada ayam betina,
ayam jantan, kelinci betina, dan kelinci jantan dilakukan dengan cara
menempelkan stetoskop pada bagian dada sehingga terdengar detak jantungnya.
Semua percobaan dilakukan selama 1 menit sebanyak 3 kali, kemudian dihitung
rata-ratanya.
Temperatur Rektal
Temperatur rektal dilakukan dengan cara skala termometer dinolkan
melalui cara dikibas-kibaskan dengan hati-hati. Termometer dimasukkan
kedalam rektum probandus (1/3 bagian). Percobaan dilakukan selama 1 menit
sebanyak 3 kali, kemudian dihitung rata-ratanya.
Hasil dan Pembahasan
Praktikum status faali merupakan praktikum untuk mengetahui bagaimana
kondisi fisiologis berupa respirasi, temperatur rektal dan pulsus.
Respirasi
Respirasi meliputi semua proses kimia dan fisik dimana organisme
menukar udara atau gas dengan lingkungannya. Prinsip pertukaran udara
meliputi oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2), dimana oksigen diambil dari
atmosfer yang diperlukan jaringan tubuh untuk metabolisme dan oksidasi,
sedangkan karbondioksida merupakan produk akhir yang penting dari
metabolisme dan harus dibuang dari tubuh (Kustono et al., 2008).
Sistem respirasi memiliki fungsi untuk memasok O2 ke dalam tubuh serta
membuang CO2 dari dalam tubuh , sistem respirasi juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain jenis kelamin, kesehatan tubuh, kegiatan, dll.
Berdasarkan praktikum maka didapatkan data respirasi probandus beberapa
hewan ternak, yang dapat diamati pada tabel dibawah ini.
Tabel 4. Hasil pengukuran respirasi
"Probandus "Pengukuran (kali/menit) "
" "I "II "III "Rata-rata "
"Sapi betina " 20 " 22 " 23 " 21,6 "
"Domba jantan " 100 " 115 " 111 " 108,6 "
"Domba betina " 68 " 70 " 71 " 69,9 "
"Kelinci jantan " 120 " 110 " 108 " 107,3 "
"Kelinci betina " 140 " 147 " 154 " 147 "
"Ayam jantan " 26 " 26 " 23 " 25 "
"Ayam Betina " 36 " 35 " 30 " 33,6 "
Respirasi ayam betina setelah dirata-rata adalah berkisar pada 33,6
kali permenit, sedangkan respirasi ayam jantan hanya 25 kali permenit.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak sesuai teori. Frandson (1996),
menyatakan bahwa kisaran normal respirasi pada ayam adalah 18 sampai 23
kali per menit. Perbedaan hasil praktikum dengan literatur dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mana Yuwanta (2004) menyatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi respirasi pada unggas yaitu umur ayam, semakin tua
maka makin tinggi respirasinya, jenis ayam, ayam tipe berat lebih tinggi
respirasinya dibanding ayam tipe ringan dan tipe petelur lebih cepat
respirasinya dibanding ayam pedaging, aktivitas, makin tinggi aktivitas
maka makin tinggi respirasinya, temperatur lingkungan, zona nyaman ayam
yaitu 10 sampai 20 oC, sirkulasi udara dan kepadatan kandang. Kemungkinan
lain yaitu saat pengambilan data ternak merasa takut dan stres dan merasa
tidak nyaman sehingga respirasinya berlangsung cepat.
Rata-rata respirasi pada sapi betina yaitu 21,6 kali permenit. Jika
dibandingkan dengan literatur maka sapi dalam kondisi normal. Frandson
(1996), menyatakan bahwa kisaran normal respirasi pada sapi adalah 24
sampai 42 kali permenit. Respirasi dipengaruhi oleh diantaranya spesies,
suhu lingkungan, penggunaan obat-obatan, berat tubuh dan aktivitasnya
(Campbell et al., 2002).
Rata-rata respirasi pada domba betina yaitu 69,9 kali permenit,
sedangkan pada domba jantan yaitu 107,3 kali permenit. Frandson (1996),
menyatakan bahwa kisaran normal respirasi pada domba jantan dan betina
normal yaitu 26 sampai 32 kali permenit. Data percobaan yang didapatkan
tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan Frandson. Campbell et al.,
(2002) menyatakan dalam bukunya, respirasi dipengaruhi oleh diantaranya
spesies, suhu lingkungan, penggunaan obat-obatan, berat tubuh, dan
aktivitasnya.
Respirasi kelinci betina setelah dirata-rata adalah berkisar pada 147
kali permenit, sedangkan respirasi kelinci jantan 107,3 kali permenit.
Frandson (1996), menyatakan bahwa kisaran normal respirasi pada kelinci
adalah 25 sampai 37 kali per menit. Apabila dibandingkan dengan literatur
respirasi pada kelinci jantan dan betina jauh berada diatas kisaran normal.
Faktor yang mempengaruhi berbedanya data saat praktikum dengan literatur
yaitu faktor stres yang dialami kelinci saat pengukuran, sehingga respirasi
berlangsung lebih cepat. Faktor lain yang mempengaruhi respirasi adalah
aktivitas, suhu lingkungan, berat badan, ketersediaan oksigen, jenis dan
umur hewan (Isnaeni, 2006).
Nuriyasa (2014), menyatakan bahwa laju aliran darah dalam tubuh ternak
akan membawa serta panas tubuh sehingga panas tubuh bisa sampai dipermukaan
tubuh yang selanjutnya dilepaskan ke lingkungan dengan cara konveksi,
konduksi, radiasi dan difusi dengan udara luar (boundry layer). Mempercepat
laju respirasi adalah usaha paling efektif untuk menyeimbangkan panas
tubuh. Ternak dipelihara pada temperatur udara dalam kandang yang sama akan
menghasilkan temperatur kulit yang sama pula. Perbedaan ketinggian atap
kandang sangat mempengaruhi respons fisiologis. Respons fisiologis yang
berubah antara lain suhu kulit, suhu rektal, suhu tubuh, frekuensi
pernafasan dan denyut jantung (Yani, 2006).
Pulsus
Pulsus merupakan detak jantung yang dikeluarkan oleh jantung dan
akibat aliran darah melalui jantung. Detak jantung dapat diketahui dengan
jelas menggunakan stetoskop yang berfungsi memberikan informasi penting
tentang kondisi jantung. Hasil pengukuran pulsus disajikan pada tabel
dibawah ini.
Tabel 5. Hasil pengukuran pulsus
"Probandus "Pengukuran (kali/menit) "
" "I "II "III "Rata-rata "
"Sapi betina " 72 " 80 " 92 " 81,3 "
"Domba jantan " 101 " 89 " 93 " 84,3 "
"Domba betina " 115 " 100 " 195 " 107,3 "
"Kelinci jantan " 223 " 208 " 195 " 208,8 "
"Kelinci betina " 189 " 207 " 210 " 202 "
"Ayam jantan " 220 " 267 " 266 " 251 "
"Ayam Betina " 247 " 232 " 212 " 230,3 "
Pulsus pada ayam betina berdasarkan hasil praktikum adalah 230,3 kali
permenit, sedangkan pada ayam jantan 251 kali permenit. Schmidt (1997),
menyatakan bahwa pulsus ayam kisaran normal sekitar 180 sampai 450. Hasil
yang diperoleh saat praktikum sesuai dengan literatur. Ganong (2003)
menjelasan bahwa faktor yang mempengaruhi pulsus adalah aktivitas, pakan,
dan temperatur.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil pengukuran rata-
rata pulsus sapi betina adalah 81,3 kali permenit. Schmidt (1997),
menyatakan bahwa kisaran normal pulsus sapi jantan dan betina adalah 60
sampai 70 kali permenit. Hasil pengamatan tidak sesuai dengan kisaran
normal mungkin dikarenakan sapi dalam kondisi yang kurang sehat atau
melakukan aktivitas yang lebih berat. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
pulsus pada sapi yaitu keadaan temperatur lingkungan, kelembaban, ataupun
tinggi tempat yang tidak sesuai dengan keadaan sapi (Frandson, 1996).
Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil pengukuran rata-
rata pulsus domba betina adalah 107,3 kali permenit dan pada domba jantan
adalah 84,3 kali permenit. Schmidt (1997), menyatakan bahwa kisaran normal
pulsus pada domba adalah 70 sampai 135 kali permenit. Hasil yang diperoleh
saat praktikum sesuai dengan literatur. Faktor-faktor yang mempengaruhi
frekuensi pulsus adalah perangsangan atau stimulus, temperatur lingkungan,
dan latihan (Frandson, 1996).
Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil pengukuran rata-
rata pulsus kelinci jantan adalah 208,8 kali permenit dan pada kelinci
betina adalah 202 kali permenit. Schmidt (1997), menyatakan bahwa kisaran
normal pulsus pada kelinci adalah 125 sampai 304 kali permenit. Apabila
dibandingkan dengan literatur, pulsus pada kelinci jantan dan betina berada
pada kisaran normal.
Perbedaan rata-rata pulsus dapat terjadi karena hal-hal tertentu,
misalnya temperatur lingkungan, latihan otot, aktivitas, dan tidur.
Perbedaan ketinggian atap kandang sangat mempengaruhi respons fisiologis.
Respons fisiologis yang berubah antara lain suhu kulit, suhu rektal, suhu
tubuh, frekuensi pernafasan dan denyut jantung (Yani, 2006).
Temperatur Rektal
Temperatur rektal dapat digunakan untuk mengetahui keadaan atau
kondisi kesehatan probandus. Suhu tubuh dapat menggambarkan kesehtan
kondisi kesehatan probandus, pengukuran suhu dapat menggunakan termometer
rektal. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil
pengukuran temperatur rektal yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 6. Hasil pengukuran temperatur rektal pada ternak
"Probandus "Pengukuran (kali/menit) "
" "I "II "III "Rata-rata "
"Sapi betina " 38,9 " 38,9 " 38,9 " 38,8 "
"Domba jantan " 39,3 " 39,2 " 39,2 " 39,2 "
"Domba betina " 41 " 39 " 39,7 " 39,9 "
"Kelinci jantan " 39 " 39,3 " 39,3 " 39,2 "
"Kelinci betina " 39 " 36,9 " 37,4 " 37,4 "
"Ayam jantan " 40 " 42 " 40 " 40,6 "
"Ayam Betina " 40 " 40 " 40 " 40 "
Temperatur rektal ayam betina adalah 40 oC, sedangkan pada ayam
jantan adalah 40,6 oC. Schmidt (1997), menyatakan bahwa temperatur tubuh
ayam normal berkisar antara 41,5 sampai 41,9 oC. Berdasarkan praktikum
dengan literatur terdapat perbedaan yang tidak terlalu signifikan, sehingga
dapat dikatakan bahwa hasil praktikum hanya sedikit melenceng dari teori.
Temperatur ayam dipengaruhi oleh jenis kelamin, ayam jantan memiliki
temperatur lebih rendah dibanding ayam betina. Hasil yang diperoleh ayam
jantan memiliki temperatur lebih tinggi dari betina. Hal ini kemungkinan
disebabkan ayam betina lebih khawatir saat dilakukan uji sehingga
mempengaruhi suhu tubuhnya, sedangkan ayam jantan pada saat dilakukan uji
lebih tenang.
Berdasarkan praktikum diperoleh rata-rata temperatur rektal sapi
betina yaitu 38,8 oC. Schmidt (1997), menyatakan bahwa kisaran normal
temperatur tubuh pada sapi berkisar antara 36,7 sampai 39,1 oC. Apabila
dibandingkan dengan literatur, temperatur rektal sapi betina berada dalam
kisaran normal. Faktor yang mempengaruhi temperatur rektal sapi adalah
keadaan lingkungan, aktivitas, pakan, minuman, dan penyakit
(Frandson,1996).
Berdasarkan praktikum diperoleh rata-rata temperatur rektal domba
jantan adalah 39,2 oC dan pada domba betina adalah 38,9 oC. Schmidt (1997)
menyatakan bahwa kisaran normal temperatur tubuh pada domba berkisar antara
38,5 sampai 39,1 oC. Apabila dibandingkan dengan literatur, temperatur
rektal domba betrina berada dalam kisaran normal, namun temperatur pada
domba jantan lebih tinggi sedikit dari teori. Siregar dalam Ilma (2007),
menyatakan bahwa domba termasuk golongan hewan homoitherm, sehingga selalu
berusaha untuk memepertahankan temperatur tubuhnya dalam batas-batas yang
optimal bagi status faalinya. Frandson (1996), menyatakan bahwa, faktor
yang mempengaruhi temperatur rektal domba adalah keadaan lingkungan,
aktivitas, pakan, minuman, dan penyakit.
Berdasarkan praktikum diperoleh rata-rata temperatur rektal kelinci
jantan adalah 39,2 oC dan pada kelinci betina adalah 37,4 oC. Schmidt
(1997), menyatakan bahwa kisaran normal temperatur tubuh pada kelinci
berkisar antara 38,5 sampai 40,1 oC. Apabila dibandingkan dengan literatur,
temperatur rektal kelinci jantan berada dalam kisaran normal, namun
temperatur rektal kelinci betina mendekati kisaran normal. Faktor yang
mempengaruhi temperatur rektal pada kelinci adalah kondisi yang kurang
sehat, stres, keadaan lingkungan, aktivitas, pakan, minuman, dan penyakit
(Frandson,1996).
. Yani (2006), menyatakan bahwa perbedaan rata-rata temperatur rektal
dapat terjadi karena hal-hal tertentu, misalnya temperatur lingkungan,
latihan otot, aktivitas, dan tidur. Pernapasan merupakan respons tubuh
ternak untuk membuang atau mengganti panas dengan udara di sekitarnya.
Perbedaan ketinggian atap kandang sangat mempengaruhi respons fisiologis.
Respons fisiologis yang berubah antara lain suhu kulit, suhu rektal, suhu
tubuh, frekuensi pernafasan dan denyut jantung.
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum dapat disimpulkan bahwa metode status faali
dapat digunakan untuk mengetahui respirasi, pulsus serta temperatur rektal.
Probandus mempunyai kisaran respirasi, pulsus serta temperatur rektal yang
berbeda-beda. Probandus yang memiliki hasil respirasi, pulsus serta
temperatur rektal yang dibawah normal atau diatas normal maka dikatakan
dalam keaadaan kurang sehat atau mengalami gangguan. Respirasi, pulsus
serta temperatur rektal dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
yaitu ukuran tubuh, suhu lingkungan, umur, aktivitas, rangsangan, jenis
kelamin, dan kesehatan.
Daftar Pustaka
Campbell, N. A., and J.B Reece. 2002. Biologi Edisi Delapan. Pearson
Education, Inc. Benjamin cumming.USA
Dukes, N. H. 1995. The Physiologis of Domestic Animal. Comstock Publishing.
New York.
Frandson, R.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi IV. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. EGC. Jakarta.
Ganong, William F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 20.
Terjemahan dari : Review of Medical Physiologi. 20th. Oleh : Djauhari
Widjajakusumah. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Isnaeni, R. 2006. Anatomy and Physiology. IKAPI. Yogyakarta.
Kustono, Diah Tri Widayati, Ismaya, dan Sigit B. 2008. Fisiologi Ternak.
UGM. Yogyakarta.
Nuriyasa, I M., Roni, N.G.K., Puspani, E., Candrawati, D.P.M.A., Wirawan,
I W. dan Puger, A.W. 2014. Respons fisiologi kelinci lokal yang diberi
ransum menggunakan ampas tahu yang disuplementasi ragi tape pada jenis
kandang berbeda. Majalah Ilmiah Peternakan. Vol 17 No. 2.
Schmidt, K and Neilsen. 1997. Animal Physiology Fifth Edition. Cambidge.
University Press. Australia.
Siregar, S. B. 1982. Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Penggunaan Makanan
, Status Faali dan Pertumbuhan Kambing dan Domba Lokal, Tesis
Pascasarjana Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Yani, A dan B. P. Purwanto. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respons
fisiologis sapi peranakan Fries Holland dan modifikasi lingkungan
untuk meningkatkan produktivitasnya. Media Peternakan. April 2006, hlm
35-46. Vol. 29 No. 1.
Yuwanta, Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas. Konisius. Yogyakarta.
............................................................................
.......................................................................
..