43
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman globalisasi ini, manusia tidak dapat dihindarkan dari melakukan perjalanan antar kota, antar provinsi, maupun antar pulau. Salah satu model transportasi yang sering digunakan untuk perindustrian adalah bidang penerbangan. Semakin ketatnya persaingan di industri penerbangan membuat pelayanan yang diberikan kepada para konsumen yang menikmati penerbangan menjadi poin utama bagi pengusaha penerbangan. Salah satu bentuk pelayanan dalam industri penerbangan adalah produk makanan yang dihidangkan selama perjalanan.
PT Garuda Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penerbangan. Pada perusahaan ini sangat menjaga kualitas dari pelayanannya, salah satu bentuk pelayanannya adalah produk makanan yang disajikan selama perjalanan. PT Aerofood ACS Indonesia merupakan anak perusahaan dari PT Garuda Indonesia yang bergerak di bidang catering service yang melayani produk makanan yang disajikan selama perjalanan. PT Aerofood ACS Indonesia ini memiliki lokasi produksi makanan yang akan disajikan oleh PT Garuda Indonesia yang terletak pada 8 kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Denpasar, Pekanbaru, Balikpapan, dan Yogyakarta.
PT Aerofood ACS Indonesia Yogyakarta merupakan salah satu pilihan yang tepat sebagai tempat praktek kerja lapang karena perusahaan ini bergerak di bidang industri jasa boga yang merupakan salah satu industri makanan dengan standar kualitas dan mutu internasional yang menerapkan sistem manajemen mutu ISO 22000:2005 yang didalamnya sudah termasuk keamanan pangan HACCP, dan sertifikasi halal dari LPPOM MUI. Dengan dilaksanakannya praktek kerja lapang di PT Aerofood ACS Indonesia Yogyakarta diharapkan dapat menambah wawasan, meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi baik secara teoritis maupun praktek serta memberikan pembelajaran lebih jauh di bidang industri pangan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S-1 jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.
Menambah pengalaman dan pengetahuan kondisi bidang industri sesungguhnya.
Mempelajari seluruh proses produksi di PT. Aerofood Indonesia, Yogyakarta.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui secara umum sejarah, perkembangan, struktur organisasi, dan tenaga kerja di PT. Aerofood Indonesia, Yogyakarta.
Mempelajari seluruh proses produksi, terutama menu hidangan utama yang diterapkan oleh PT. Aerofood Indonesia, Yogyakarta.
Mempelajari seluruh aspek Ilmu dan Teknologi Pangan yang diterapkan di PT. Aerofood Indonesia, Yogyakarta yang meliputi tata letak dan peralatan yang digunakan, pemilihan bahan baku, proses produksi, dan Sistem Jaminan Halal (SJH).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jasa Katering Maskapai Penerbangan
Seiring meningkatnya tingkat perekonomian masyarakat, seiring juga dengan meningkatnya permintaan jasa transportasi udara, maka permintaan akan penyedia jasa katering makanan untuk maskapai penerbangan juga meningkat. Menurut Novinka (2005) jasa katering yang melayani maskapai penerbangan secara umum dikenal dengan inflight catering. Istilah katering ini biasanya digunakan untuk menjelaskan keseluruhan proses kegiatan memasak, dimulai dari persiapan bahan makanan, pengolahan, hingga penyajian. PT. Aerofood ACS Yogyakarta merupakan salah satu inflight catering yang terkenal dan salah satu penyedia jasa layanan makanan untuk penerbangan terbesar di Indonesia.
Industri jasa katering maskapai penerbangan ini bertujuan untuk menyediakan beberapa pilihan menu makanan dan minuman kepada maskapai penerbangan untuk dikonsumsi oleh penumpang maskapai selama jadwal penerbangan. Produk makanan dan minuman disiapkan dan diolah di dapur khusus yang kemudian akan dipindahkan ke bandara udara untuk selanjutnya dimuat ke pesawat. Semua makanan dan peralatan diberangkatkan tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal penerbangan maskapai tersebut. Masalah yang harus dihindari oleh industri jasa katering adalah keterlambatan jadwal penerbangan yang disebabkan oleh masalah katering.
2.2 PT Aerofood ACS Indonesia
PT Aerofood ACS Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa katering maskapai penerbangan yang juga merupakan unit usaha dari salah satu anak perusahaan maskapai penerbangan "Garuda Indonesia" yaitu PT. Aerowisata. Sejak tahun 1974, perusahaan katering ini pertama kali berdiri dengan memberikan pelayanan, menyajikan makanan dan minuman yang bervariasi dengan kualitas tertinggi untuk penerbangan domestik dan internasional. Perusahaan katering ini beroperasi di tujuh kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Denpasar, Surabaya, Medan, Balikpapan, Yogyakarta, dan Bandung. Perusahaan katering ini memproduksi makanan setiap harinya dibawah pengawasan koki yang berpengalaman dengan memiliki selera yang sempurna serta aspirasi untuk memberikan kualitas terbaik dan kesempurnaan demi kepuasan pelanggan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya kerja I-FRESH: Integrity, Fast, Reliable, Effective & Efficient, Service Excellent, Hygiene.
Prioritas utama dari PT Aerofood ACS Indonesia adalah kualitas. Demi menjaga kualitasnya, perusahaan katering ini telah memiliki berbagai sertifikat, antara lain Quality Management System ISO 9001:2008 sejak tahun 1997, Food Safety Management ISO 22000:2005 sejak tahun 2008 yang mengedepankan unsur HSE (Health, Safety, & Environment), Food Safety HACCP, dan bersertifikasi halal dari MUI. Dengan keahlian dan reputasi PT Aerofood ACS Indonesia melakukan diversifikasi bisnis industrial catering, food & beverages retail, dan Garuda Airlines support.
2.3 Proses Produksi
Sebelum menerapkan tahapan proses produksi, PT Aerofood ACS Indonesia terlebih dahulu melakukan perencanaan produksi secara konsisten sesuai dengan spesifikasi yang diajukan oleh pelanggan. Perencanaan produksi tersebut diantaranya adalah sasaran mutu, keamanan dan persyaratan produk, proses dokumentasi, verifikasi, inspeksi dan uji produk, serta data yang diperlukan untuk memberikan bukti atas kesesuaian produk.
Proses produksi yang diterapkan oleh PT Aerofood ACS Indonesia dilakukan melalui beberapa tahapan, dari proses penerimaan bahan baku (receiving), penyimpanan bahan baku (storage), persiapan produksi, cold kitchen, hot kitchen, bakery dan pastry, hold dishing, penyusunan menu pada tempat perbekalan (meal try set up), penyimpanan akhir (final holding), hingga transportasi atau distribusi produk. Tahapan produksi ini dilakukan sedemikian rupa sesuai tahapan untuk menjaga kelancaran proses dan kualitas serta keamanan produk yang dihasilkan. Pengaturan dilakukan dengan membedakan ruang proses produksi berdasarkan alur proses dan bahan baku yang digunakan untuk menjaga keamanan produk dan mencegah kemungkinan terjadinya kontaminasi silang selama proses produksi. Pada proses produksi, bahan baku makanan mentah akan diproses oleh industri pengolahan makanan menjadi makanan setengah jadi (intermediate food stuffs) atau makanan jadi (edible product) (Marriot, 2006).
2.4 Sistem Manajemen Mutu
Sistem manajemen mutu ini merupakan salah satu bagian terpenting yang bertujuan untuk menjaga dan mengontrol kualitas makanan yang dihasilkan oleh bagian produksi yang kemudia akan diteruskan ke bagian pemasaran untuk disampaikan kepada para penumpang pesawat sebagai konsumennya. Setiap perusahaan memiliki sistem manajemen mutu dengan penerapan yang berbeda-beda tergantung dari kebutuhan dan kesesuaian dengan sistem produksi dari masing-masing perusahaan. Sistem manajemen mutu pada PT Aerofood ACS Indonesia, terdapat beberapa bagian yaitu Departemen Quality Health Safety Environment (QHSE) dengan sub bagian Quality Control (QC) yang bertugas untuk mengontrol kualitas dari produk makanan yang dihasilkan oleh bagian produksi. Kegiatan lainnya adalah melakukan pemeriksaan rutin terhadap keseluruhan tahapan produksi, mengatasi, dan membuat keputusan atas kesalahan yang terjadi, membuat laporan terhadap kegiatan pemeriksaan, dan dokumentasi segala kegiatan yang dilakukan.
2.4.1 ISO 22000
ISO 22000 merupakan standar internasional yang menggambarkan untuk penjaminan keamanan pangan di keseluruhan rantai pangan bagi seluruh organisasi yang bergerak di bidang pangan di seluruh dunia. Penerapan ISO 22000:2005 secara sederhana mengacu pada keempat elemen yaitu Hazard Analytical Critical Control Point (HACCP), Program Persyaratan Dasar (PPD), Komunikasi Interaktif, dan Manajemen Sistem (BSN, 2005).
HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu berdasarkan pencegahan kepada kesadaran bahwa bahaya yang dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendaliannya untuk mengontrol bahaya tersebut. HACCP ini juga untuk melindungi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologis, kimia, dan fisik.
2.4.2 ISO 9001
ISO 9001 adalah suatu standar internasional yang menggambarkan untuk penjaminan sistem manajemen mutu pada produk maupun jasa yang dihasilkan oleh industri yang memiliki kualitas baik dan mampu memuaskan konsumen (Chindarwani, 2007).
2.4.3 Sistem Jaminan Halal
Menurut LPPOM MUI (2008), Sistem Jaminan Halal (SJH) adalah suatu sistem manajemen yang disusun, diterapkan, dan dipelihara oleh perusahaan pemegang sertifikat halal untuk menjaga kesinambungan proses produksi halal sesuai dengan ketentuan LPPOM MUI.
Sertifikasi halal adalah suatu proses untuk memperoleh sertifikat halal melalui beberapa tahap untuk membuktikan bahwa bahan, proses produksi, dan Sistem Jaminan Halal memenuhi standar LPPOM MUI. Sertifikasi halal ini dikeluarkan oleh MUI berlaku selama 2 tahun setelah dikeluarkan, diluar itu produsen harus mengajukan kembali sertifikasi halal yang telah habis masa berlakunya. Hal ini bertujuan untuk menjaga konsistensi produksi produsen selama berlakunya sertifikat.
BAB III METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKL
Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan pada tanggal 18 Januari 2016 hingga 17 Februari 2016, bertempat di PT. Aerofood ACS Indonesia – Yogyakarta yang berlokasi di Jalan Arteri Nomor 38 Ringroad Utara Maguwoharjo, Sleman – Yogyakarta.
3.2 Metode Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang
Metode pelaksanaan Praktek Kerja Lapang di PT Aerofood ACS Indonesia, Yogyakarta ini adalah sebagai berikut:
1. Mengikuti aktivitas yang ada di PT. Aerofood ACS Indonesia, Yogyakarta
2. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Studi Literatur dengan cara pengumpulan data dan
informasi dari buku-buku literatur, internet, jurnal, serta sumber-sumber pustaka lain yang erat kaitannya dengan perusahaan terutama yang berkaitan dengan masalah yang dibahas pada praktek kerja lapang
b. Studi Lapangan
Observasi dan Pengamatan Langsung
Teknik ini dilakukan dengan cara mengamati dan meninjau secara langsung dan menyeluruh proses pengolahan produk yang ada di perusahaan mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi sampai pada produk jadi dan siap didistribusikan.
Wawancara
Teknik ini dilakukan dengan cara pengumpulan data melalui tanya jawab secara langsung dengan pembimbing lapang, staff perusahaan, kepala produksi, dan pekerja lapang untuk memperoleh data-data pelengkap.
Dokumentasi
Teknik ini dilakukan dengan cara pencarian dan pengumpulan data pelengkap untuk menunjang penulisan laporan yang dilakukan dengan cara mempelajari data atau catatan-catatan yang ada hubungannya dengan perusahaan dan kegiatan perusahaan.
3.3 Aktivitas Kerja Lapang
BAB IV GAMBARAN UMUM
4.1 PT Aerofood ACS Indonesia
PT Aerofood Aerowisata Catering Service (ACS) merupakan salah satu unit perusahaan yang memberikan pelayanan jasa katering makanan untuk keperluan layanan penerbangan (inflight catering) dan layanan travel. Perusahaan katering ini memiliki visi dan misi, yaitu :
Visi
PT Aerofood ACS Indonesia menjadi katering penerbangan yang bertaraf internasional
Misi
PT Aerofood ACS Indonesia menjadi salah satu karterer penerbangan terbaik di Asia Tenggara
Sejak tahun 1973 perusahaan ini telah melayani katering penerbangan baik dari dalam maupun luar negeri. Perusahaan ini beroperasi di area bandara kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Pekanbaru, Medan, Yogyakarta, Lombok, Denpasar, Makasar, dan Balikpapan. Perusahaan ini berdiri karena adanya pemisahan bagian pembekalan pesawat dari perusahaan Garuda Indonesia Airways. Sebagai anak perusahaan PT Garuda Indonesia Airways, PT Aerofood ACS Indonesia mendukung maskapai Garuda Indonesia dengan memberikan pelayanan yang terbaik sehingga kepuasan pelanggan merupakan tujuan utamanya.
Demi kepuasan pelanggan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya kerja I-FRESH: Integrity, Fast, Reliable, Effective & Efficient, Service Excellent, Hygiene. PT Aerofood ACS Indonesia yang sudah mendapatkan sertifikasi dengan standar mutu internasional ISO 9001 & ISO 22000, Food Safety Management yang mengedepankan unsur HSE (Health, Safety, & Environment), Food Safety HACCP, serta sertifikasi Halal dari Majelis Ulama Indonesia. Dengan keahlian dalam industri katering, diversifikasi bisnis dilakukan dengan membuka jasa katering industri untuk layanan travel maupun pesanan, Food & Beverages retail, serta GA Support yang menyediakan Excecutive Lounge bagi kebutuhan penumpang maskapai dan bantuan lain terkait kebutuhan perjalanan.
4.2 Struktur Organisasi Ketenagakerjaan
PT Aerofood ACS Indonesia dipimpin oleh seorang general manager yang memiliki beberapa unit manager, yaitu bagian hygiene & quality assurance, security, information and technology, operation dan administration. Bagian operation ini terdiri dari bagian yang masing-masing dipimpin oleh manager, kecuali bagian engineering yang dipimpin oleh chief. Sedangkan bagian hygiene & quality assurance, security, information and technology menjadi departemen terpisah dan dikepalai oleh manager yang bertanggung jawab langsung kepada general manager. Selain itu bagian non-accounting, HRD, customer service dan procurement yang masing-masing dipimpin oleh seorang manager. Struktur organisasi PT. Aerofood ACS Indonesia – Yogyakarta dapat dilihat pada Lampiran 2.
BAB V PROSES PRODUKSI PADA PT AEROFOOD ACS INDONESIA
5.1 Proses Produksi pada PT Aerofood ACS Indonesia
Proses produksi pada PT Aerofood ACS Yogyakarta dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu dimulai dari proses penerimaan bahan baku awal (receiving), penyimpanan bahan baku (store), proses pengolahan (cooking), pemorsian dan pengemasan (dishing, portioning, tray set up), penanganan (handling), dan proses pendistribusian (delivery) ke pesawat. Tahapan ini dilakukan secara berurutan yang bertujuan untuk mencegah kontaminasi silang (cross contamination) dan juga untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan untuk konsumen.
5.1.1 Penerimaan Bahan Baku (Receiving)
Penerimaan bahan baku merupakan langkah awal dari beberapa tahapan proses produksi pada suatu perusahaan yang bertujuan untuk menentukan kualitas bahan baku yang nantinya akan menghasilkan produk. Alur penerimaan bahan baku pada PT Aerofood ACS Yogyakarta adalah awalnya bahan datang melalui purchasing requesting dari departemen store dan departemen kitchen yang kemudian diajukan ke departemen purchasing. Dari departemen purchasing ini dibuatkan purchasing order untuk distributor, kemudian barang dari distributor akan datang sesuai jadwal yang sudah ditentukan seperti buah dan sayur akan datang setiap hari untuk menjaga kesegaran, sedangkan produk daging, ayam, telur dalam seminggu akan datang 3-4 kali saja. Pada proses penerimaan ini staff yang bertugas meliputi cost control, store, dan quality control. Seorang staf cost control bertugas mencatat jumlah bahan yang diterima yang kemudian dicocokkan dengan nota order lalu menandatanganinya. Seorang staf Quality Control (QC) bertugas memeriksa kualitas bahan baku yang datang sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan oleh PT Aerofood ACS Yogyakarta, apabila ada bahan baku yang tidak memenuhi persyaratan kualitas, maka seorang QC berhak tidak menerima bahan baku tersebut. Seorang staf store bertugas memberi label pada bahan baku yang datang sesuai dengan tanggal kedatangan, tanggal kadaluarsa, nama pemasok, dan merk barang. Selanjutnya dilakukan penyimpanan bahan baku yang telah diperiksa kualitasnya dan lolos dalam pemeriksaan oleh QC. Spesifikasi dari standar kualitas bahan baku yang diterima oleh QC, dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pada ruang receiving ini terdapat alat-alat yang diperlukan untuk mengetahui standar kualitas yang telah ditetapkan perusahaan seperti timbangan, penggaris, dan beberapa SOP parameter bahan baku yang akan diterima. Ruang receiving dapat dilihat pada Gambar 5.1 di bawah ini.
Gambar 5.1 Ruang receiving
5.1.2 Penyimpanan Bahan Baku (Storage)
Bahan yang telah sesuai standar kualitas yang ditetapkan dan diberi label akan disimpan di store. Store ini merupakan ruang penyimpanan sementara barang produksi dan beberapa bahan baku produksi. Store dari PT Aerofood ACS Indonesia ini terbagi menjadi 2 jenis storage, yaitu cold storage dan dry storage yang memiliki fungsi ruangan yang berbeda. Pada cold storage dibagi lagi menjadi dua bagian ruangan yang juga memiliki fungsi yang berbeda, yaitu frozen storage yang memiliki suhu (-34) – (-18)0C yang digunakan untuk menyimpan bahan baku beku jenis daging, ayam, dan juga frozen dough untuk adonan bakery, ruangan yang kedua disebut chiller storage yang memiliki suhu 5-80C yang digunakan untuk menyimpan bahan baku sementara jenis ikan, sayuran, jus, dan yoghurt, juga minuman kemasan, telur, dan susu, serta bumbu-bumbu kemasan lainnya dengan disusun dalam rak-rak.
Bagian store ini menerapkan sistem prosedur, salah satunya adalah FIFO (First In First Out) dimana barang yang masuk ke dalam ruang penyimpanan akan terlebih dahulu digunakan untuk bahan baku produksi sehingga tercapai kualitas produk yang terbaik. Gambar denah ruang penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 9.
5.1.3 Proses Pengolahan (Cooking)
Pada proses pengolahan bahan baku ada di departemen kitchen yang dibagi menjadi beberapa bagian pengolahan, yaitu hot kitchen, cold kitchen, bakery, dan pastry. Pada pengolahan sayur, sayur yang telah diterima dari bagian receiving kemudian dibawa ke bagian pre-cut vegetable, pada ruangan ini digunakan suhu 160C dan untuk mencuci, mengupas, dan memotong sayuran. Setelah dipotong kemudian diolah di bagian hot kitchen atau cold kitchen. Jika bahan tidak diolah, dapat disimpan di chiller dan diberikan label. Batas maksimal penyimpanan seperti sayur ini adalah 3 hari, yang bertujuan agar bahan yang akan digunakan masih segar dan terjamin kualitasnya.
Pada pengolahan buah, buah yang diterima dari receiving bisa langsung dibawa ke cold kitchen. Pada area ini digunakan untuk memotong buah sesuai dengan spesifikasi atau standar yang telah ditentukan oleh PT Aerofood ACS Yogyakarta. Suhu di ruangan ini 15-200C dengan lama proses tidak lebih dari 45 menit agar tetap menjaga kesegaran dari buah. Apabila buah tidak langsung digunakan maka buah tersebut kemudian disimpan di chiller dengan suhu 5-80C dan batas waktu maksimal penggunaan adalah 3 hari.
Butcher room and fish room merupakan area yang digunakan untuk proses pencairan daging dan ikan beku, prosesnya meliputi pencucian, pemotongan daging dan ikan sebelum diolah pada bagian hot kitchen. Proses pencairan (thawing) dilakukan dengan cara memasukkan daging beku atau ikan yang beku ke dalam air yang didiamkan minimal 1 jam. Selanjutnya bahan-bahan yang telah dipotong kemudian dibawa ke bagian hot kitchen untuk diolah sesuai dengan menu pesanan pada hari itu. Setelah makanan diolah, disajikan atau disimpan ke dalam ruangan chiller yang memiliki suhu 5-8°C maksimal selama 3 hari dengan diberikan label tanggal pembuatan.
Bagian bakery dan pastry dikhususkan untuk produksi kue kering, roti isi, roti manis, dll. Roti yang diproduksi ini juga harus disesuaikan oleh spesifikasi pemesanan oleh pihak pemesan. Pemesanan bakery dan pastry ini akan disajikan untuk maskapai penerbangan maupun pemesanan yang dilakukan oleh travel.
5.1.4 Proses Pengemasan
Proses pengemasan ini dilakukan untuk beberapa tujuan, diantaranya untuk melindungi produk dari kontaminasi mikroorganisme, menjaga produk agar tetap bersih, mempermudah penyimpanan, maupun mempermudah konsumen untuk mengonsumsi produk tersebut, serta memberikan informasi mengenai produk tersebut sebagai branding dari suatu perusahaan. Pada PT Aerofood ACS Yogyakarta melakukan proses pengemasan dibagian yang sama yaitu MTSU, karena setelah dikemas akan langsung disusun ke dalam tray. Bahan-bahan yang dikemas meliputi roti, makanan ringan, makanan utama, dan alat-alat makan. Kemudian setelah dikemas, selalu diberikan label tanggal kadaluarsa yang ditentukan tiga hari setelah tanggal produksi.
Kemasan yang biasanya digunakan untuk mengemas makanan utama kelas ekonomi dapat berupa mangkuk atau piring berbahan alumunium yang kemudian ditutup dengan alumunium foil sehingga tetap terjaga kualitasnya. Penataan makanan dan pengemasan ini dilakukan maksimal 45 menit dengan suhu kurang lebih dari 150C. Sedangkan untuk makanan utama kelas bisnis ditata ke dalam piring keramik yang kemudian ditutup dengan alumunium foil yang dapat menimbulkan kesan yang lebih berkelas. Sedangkan untuk produk kue dan roti akan dikemas dengan plastik polyprophylene (PP) yang sudah dicetak bersama dengan logo Garuda Indonesia untuk maskapai penerbangan tersebut. Untuk produk buah dan salad akan ditata ke dalam mangkuk keramik kecil yang kemudian ditutup dengan plastic wrap.
5.1.5 Proses Penyimpanan
Bagian MTSU (Meal Tray Set Up) merupakan tempat setting dalam menyajikan makanan sesuai dengan porsi dan spesifikasi menu yang disajikan untuk maskapai penerbangan. Produk yang telah selesai diproduksi oleh bagian kitchen, bakery, dan pastry akan dikemas dan ditata. Setelah ditata menggunakan wadah milik penerbangan, kemudian disusun ke dalam tray dan disimpan dalam holding room sesuai dengan food temperature. Setelah itu akan ditangani oleh bagian handling untuk persiapan dibawa ke bandara.
Pada holding room, produk yang sudah siap untuk dilakukan penanganan dan distribusi akan ditata ke dalam troli yang berisi tray untuk diantarkan ke maskapai penerbangan. Suhu yang digunakan pada ruangan ini dijaga pada suhu rendah, yaitu sekitar 18-200C untuk menjaga produk. Produk yang disimpan di holding room tidak boleh lebih dari satu hari, sehingga diterapkan pula sistem FIFO (First In First Out), agar tetap menjaga kualitas produk dan mencegah dari produk yang kadaluarsa.
5.1.6 Penanganan (Handling)
Setelah produk ditata, maka produk selanjutnya akan ditangani oleh bagian handling. Pada bagian ini bertugas memasukkan produk dari MTSU sampai masuk ke dalam transportasi. Pada proses handling ini dilakukan pengecekkan ulang pada tray dan baki yang telah ditata. Komponen yang biasanya diperiksa oleh handling meliputi jumlah pemesanan, jenis makanan, dan kondisi makanan tersebut. Jika sudah sesuai maka dilakukan serah terima dari MTSU ke handling dan diberi label dan siap dibawa bagian transportasi untuk dikirim ke bandara, jika tidak sesuai maka akan dikembalikan ke MTSU untuk dilengkapi sesuai pemesanan.
5.1.7 Proses Pendistribusian (Delivery)
Pada proses pendistribusian makanan dilakukan oleh bagian transportasi yang bertugas untuk mengantar makanan yang telah ditata dan dimasukkan ke troli menggunakan High Lift Truck (HLT) untuk diantar sampai ke bandara. Agar suhu tetap terjaga tetap sesuai, pada bagian atas troli akan diberikan dry ice. Ketika sudah sampai di bandara, troli-troli tersebut dimasukkan ke dalam pesawat sesuai dengan batas kritis Food Temperature Onboard Aircraft, agar tetap terjamin keamanan produknya. Untuk keberangkatan pesawat dari bandara, produk harus sudah sampai 30 menit sebelum jadwal keberangkatan.
5.2 Critical Control Point (CCP)
PT Aerofood ACS Indonesia Yogyakarta yang telah mendapatkan sertifikat HACCP, maka harus menerapkan juga Critical Control Point (CCP) atau titik batas kritis pada setiap tahapan proses produksi, dengan tujuan untuk memastikan dan menjaga keamanan produk yang dihasilkan agar mendapat kepercayaan yang lebih dari konsumen. Para pegawai perusahaan ini dapat melihat dan menerapkan CCP tersebut karena CCP dipasangkan pada setiap ruangan tahapan proses. Seperti dapat dilihat pada Gambar 5.2 dibawah ini.
Gambar 5.2 Contoh CCP pada ruangan storage
Dalam keseluruhan proses produksinya, PT Aerofood Indonesia memiliki lima CCP yang harus dipenuhi agar teteap terjaga kualitas dari produk yang dihasilkan, antara lain sebagai berikut :
1. CCP 1 merupakan batas kritis yang terdapat pada bagian penerimaan bahan baku (receiving). Pada CCP 1 ini dilakukan pengecekkan terhadap bentuk, ukuran, tekstur, berat, warna, aroma, rasa, dan suhu dari bahan baku yang datang. Untuk bahan baku yang kering dan terdapat pada kemasan akan dilakukan pengecekkan secara fisik yang meliputi kelayakan kemasan, label tanggal kadaluarsa, isi produk tersebut, serta label Halal dari LPPOM MUI. Untuk bahan baku dingin, suhu produk yang disyaratkan adalah <50C, jika saat bahan baku datang dengan keadaan suhu 5-80C harus segera dimasukkan ke dalam chiller, dan jika suhu bahan baku >80C maka harus ditolak.
2. CCP 2 merupakan batas kritis yang terdapat pada bagian penyimpanan (storage). Penyimpanan produk dilakukan berdasarkan jenis bahan baku. Untuk bahan baku dingin seperti ikan, sayuran, keju, susu, yoghurt, dan jus disyaratkan menggunakan suhu sekitar 5-80C yang akan disimpan di chiller. Sedangkan bahan baku beku seperti daging sapi dan ayam disyaratkan menggunakan suhu sekitar (-34)-(-18)0C. Tahapan ini sangat penting dilakukan karena dapat memengaruhi dan menentukan mutu dari tahapan produk selanjutnya.
3. CCP 3 merupakan batas kritis yang terdapat pada bagian hot kitchen, bakery, dan pastry, dimana dalam proses pemasakan harus dapat memenuhi suhu minimum yang telah ditentukan. Pada produk yang mengandung bahan dari daging sapi dan ayam menggunakan suhu minimum sekitar 740C. Pada produk yang mengandung bahan dari ikan, udang, dan hasil laut lainnya menggunakan suhu minimum sekitar 650C. Pada produk yang berbahan telu menggunakan suhu tidak diperbolehkan kurang dari 700C. Jika suhu yang digunakan belum memenuhi standar, maka akan dilakukan pemasakan ulang. Pada tahapan ini merupakan hal kecil yang juga perlu dilakukan karena dapat memengaruhi dan menentukan keamanan tahapan proses produk selanjutnya.
4. CCP 4 merupakan batas kritis yang masuk pada rangkaian proses pemasakan di bagian hot kitchen, dimana pada CCP ini mengatur proses blast chilling yang dilakukan pada makanan yang baru selesai dimasak. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk meminimalisir terjadinya kemungkinan pertumbuhan mikroorganisme pada produk yang telah dimasak dengan dilakukan penurunan suhu. Terdapat 2 proses blast chilling yang dapat dilakukan pada CCP 4 ini, antara lain :
a. Suhu inti dari makanan yang baru selesai dimasak diturunkan dari 600C menjadi 100C selama maksimal 4 jam.
b. Suhu inti dari makanan yang baru selesai dimasak diturunkan dari 600C menjadi 210C selama maksimal 2 jam, kemudian diturunkan lagi menjadi 50C pada 4 jam selanjutnya.
Jika dalam perlakuan blast chilling, suhu dan waktu yang telah ditetapkan tidak tercapai maka produk makanan tersebut harus dilakukan pemasakkan ulang.
5. CCP 5 merupakan batas kritis yang berada pada bagian hot dishing. Pada CCP ini bertujuan untuk mengatur suhu ruangan dan waktu papar pada tahapan preparation, pre-portion, dan meal try set up. Pada CCP ini akan memungkinkan terjadinya 4 kasus, antara lain :
a. Jika suhu ruangan <50C, maka waktu papar makanan dapat disesuaikan sesuai kebutuhan.
b. Jika suhu ruangan 5-150C, maka waktu papar makanan dilakukan maksimal 90 menit.
c. Jika suhu ruangan 15-210C, maka waktu papar makanan dilakukan maksimal 45 menit atau suhu permukaan pada makanan maksimal 150C.
d. Jika suhu ruangan >210C, maka waktu papar makanan dilakukan maksimal 45 menit atau suhu permukaan pada makanan maksimal 150C. Apabila dalam prosesnya melampaui kedua syarat diatas, maka makanan harus dibuang.
Suhu merupakan salah satu parameter batas kritis pada suatu proses produksi makanan. Temperature gun adalah salah satu alat yang telah digunakan oleh PT Aerofood ACS Yogyakarta dalam mengukur suatu suhu guna menunjang penerapan CCP. Cara kerja dari temperature gun adalah dengan menembakkan cahaya dari alat tersebut ke suatu bahan untuk mengetahui suhu dari bahan makanan tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 5.3
Gambar 5.3 Temperature gun
BAB VI TUGAS KHUSUS
PENERAPAN SISTEM HALAL
PADA PT AEROFOOD ACS INDONESIA – YOGYAKARTA
6.1 Sistem Jaminan Halal (SJH)
Sistem Jaminan Halal adalah suatu sistem manajemen yang disusun, diterapkan, dan dipelihara oleh perusahaan pemegang sertifikat halal untuk menjaga kesinambungan proses produksi halal sesuai dengan ketentuan LPPOM MUI. PT Aerofood ACS Indonesia – Yogyakarta ini mengacu sistem jaminan halal dari pedoman LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia). LPPOM MUI merupakan sebuah lembaga yang dibentuk oleh MUI dengan tugas menjalankan fungsi MUI untuk melindungi konsumen muslim dalam mengonsumsi makanan, minuman, obat-obatan maupun kosmetika. Setiap produsen makanan harus memenuhi kebutuhan dan hak konsumen, termasuk konsumen muslim. Memproduksi produk halal adalah bagian dari tanggung jawab perusahaan terhadap konsumen muslim.
Sistem Jaminan halal ini dapat diterapkan pada berbagai jenis industri seperti dalam bidang pangan, obat, kosmetik baik dalam skala besar maupun kecil, serta memungkinkan untuk industri berbasis jasa seperti importir, distributor, transportasi, dan retailer.
PT Aerofood ACS Indonesia – Yogyakarta ini melakukan penerapan sistem jaminan halal sejak tahun 2009. Tujuan dari penyusunan dan penerapan SJH pada perusahaan adalah untuk menjaga kesinambungan proses produksi halal, sehingga produk yang dihasilkan dapat selalu dijamin kehalalannya sesuai dengan ketentuan LPPOM MUI. Adapun tahapan penerapan sistem jaminan halal yang harus dilakukan oleh PT Aerofood ACS Indonesia – Yogyakarta yang ditunjukkan pada Gambar 6.1 adalah sebagai berikut :
1. Rencana penyusunan Sistem Jaminan Halal (SJH)
Sistem jaminan halal ini merupakan kerangka kerja yang dipantau terus menerus dan dikaji secara periodik untuk memberikan arahan yang efektif bagi pelaksanaan kegiatan proses produksi halal dengan menyusun perencanaan sebelum dilakukan penetapan. Perencanaan penyusunan SJH ini dilakukan oleh perusahaan yang belum memiliki Sertifikasi Halal MUI. Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya peluang perubahan baik secara internal maupun eksternal.
2. Penetapan Kebijakan Halal
Kebijakan halal adalah langkah awal dan menjadi dasar dalam menyusun manual SJH, melaksanakan SJH, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan SJH, serta tindakan perbaikan terhadap pelaksanaan SJH. Pada penyusunan manual SJH ini harus melengkapi dokumen SJH terlebih dahulu dan didukung dengan bukti-bukti pelaksanaannya. Kemudian perusahaan akan memantau dan mengevaluasi pencapaian pelaksanaan dapat memenuhi target sesuai yang direncanakan.
3. Pembentukan Tim Auditor Halal Internal (AHI)
TIM Auditor Halal Internal adalah staf atau beberapa staf internal perusahaan yang ditunjuk resmi oleh Manajemen perusahaan sebagai staf untuk mengkoordinasikan pelaksanaan SJH. Manajemen halal ini melakukan pembentukan tim AHI untuk perusahaannya dengan menaati peraturan dari LPPOM MUI yang kemudian diangkat melalui surat keputusan pimpinan perusahaan dan diberi wewenang penuh untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan SJH.
4. Penetapan Tujuan dan Lingkup Sistem Jaminan Halal
Suatu perusahaan harus menyatakan secara tertulis tujuan penerapan SJH sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh LPPOM MUI, yaitu dengan menjamin kehalalan produksi yang dihasilkan secara berkesinambungan dan konsisten sesuai dengan syariat Islam yang telah ditetapkan berdasarkan fatwa MUI. Adapun ruang lingkup penerapan SJH pada lingkungan perusahaan antara lain dimulai dari pembelian bahan, penerimaan bahan, proses produksi, penyimpanan bahan dan produk, transportasi dan distribusi, serta pemajangan dan penghidangan (untuk restoran).
5. Penyusunan Panduan Halal
Panduan halal adalah pedoman perusahaan dalam melaksanakan kegiatan untuk menjamin produksi halal. Panduan halal yang disusun oleh perusahaan mencakup pengertian halal dan haram, dasar Al Qur'an dan fatwa MUI, pohon keputusan untuk identifikasi titik kritis keharaman bahan dan proses produksi, tabel hasil identifikasi titik kritis keharaman bahan dan tindakan pencegahannya, tabel hasil identifikasi titik kritis peluang kontaminasi proses produksi dari bahan haram dan tindakan pencegahannya, serta melakukan publikasi kepada LPPOM MUI.
6. Penyusunan SOP, Acuan Teknis, Sistem Administrasi, dan Dokumentasi
Standard Operating Procedures (SOP) adalah suatu perangkat instruksi yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. SOP ini disusun agar perusahaan memiliki prosedur baku untuk dapat mencapai tujuan penerapan SJH yang mengacu kepada kebijakan halal perusahaan. Pelaksanaan SJH ini dilakukan oleh bidang-bidang yang terkait dengan organisasi manajemen halal. Dalam pelaksanaannya perlu disusun acuan teknis yang berfungsi sebagai dokumen untuk membantu kinerja dari bidang-bidang terkait dalam melaksanakan fungsi kerjanya. Perusahaan harus menyusun suatu sistem administrasi yang dapat ditelusuri dari pembelian bahan hingga distribusi produk. Pelaksanaan SJH juga harus didukung oleh dokumentasi yang baik dan mudah diakses oleh pihak yang terlibat dalam proses produksi halal termasuk LPPOM MUI sebagai lembaga sertifikasi halal. Dokumentasi SJH meliputi manual SJH dan arsip pelaksanaan SJ (seperti instruksi kerja, form, dll).
7. Penyusunan Prosedur Audit Internal
Audit internal ini dibentuk dan diwujudkan dalam pemantauan dan evaluasi SJH. Penyusunan prosedur audit internal ini harus didasarkan pada aktivitas dan luaran yang sesuai dengan tujuan yang direncanakan dengan melibatkan auditor internal.
8. Sosialisasi dan Implementasi Sistem Jaminan Halal
SJH yang telah disusun dan diimplementasikan oleh perusahaan harus disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan termasuk kepada pihak ketiga (pemasok, makloon). Tujuan diadakannya sosialisasi ini agar seluruh pemangku kepentingan memiliki kepedulian terhadap kebijakan halal sehingga timbul kesadaran dalam menerapkannya di tingkat operasional. Metode sosialisasi yang dilakukan oleh perusahaan dapat berbentuk poster, leaflet, ceramah umum, buletin internal, audit supplierI atau memo internal perusahaan.
9. Audit Internal dan Evaluasi
Pada tahapan audit internal dan evaluasi ini merupakan tahapan keputusan yang harus diambil oleh tim AHI, apakah sistem jaminan halal sudah diterapkan pada perusahaan. Penerapan SJH juga dilakukan dengan penilaian atas dokumentasi dan implementasi SJH di perusahaan antara lain mengikuti semua ketentuan LPPOM MUI, memenuhi semua persyaratan administrasi, sesuai dengan prinsip SJH, kecocokan antara manual dan implementasi, serta kemampuan sistem dalam menjamin kehalalan. Jika belum sesuai maka akan dilakukan revisi dan tindakan perbaikan atas pelaksanaan SJH. Tindakan perbaikan harus dilakukan sesegera mungkin, jika temuan yang didapatkan akan berdampak langsung terhadap status kehalalan produk yang kemudian akan dibuatkan berita acara serta laporan dan dokumentasi.
10. Pengesahan Sistem Jaminan Halal
Hasil penilaian pelaksanaan SJH akan diberikan kepada perusahaan oleh LPPOM MUI dalam bentuk status SJH dan sertifikat SJH sebagai pengesahan. Status SJH akan diterbitkan setelah pelaksanaan audit SJH, sedangkan sertifikat SJH akan diterbitkan jika perusahaan telah mendapatkan status SJH dengan kategori A dua kali berturut-turut. Masa berlaku sertifikat SJH adalah 1 tahun.
Rencana Penyusunan SJH
Rencana Penyusunan SJH
Penetapan Komitmen Halal(Kebijakan Halal)
Penetapan Komitmen Halal
(Kebijakan Halal)
Pembentukan Tim AHI(Organisasi Manajemen Halal)
Pembentukan Tim AHI
(Organisasi Manajemen Halal)
Penetapan Tujuan dan Lingkup SJH
Penetapan Tujuan dan Lingkup SJH
Penyusunan Panduan Halal
Penyusunan Panduan Halal
Penyusunan SOP, acuan teknis, sistem administrasi, dan dokumentasi
Penyusunan SOP, acuan teknis, sistem administrasi, dan dokumentasi
Penyusunan Prosedur Audit Internal
Penyusunan Prosedur Audit Internal
Sosialisasi dan Implementasi SJH
Sosialisasi dan Implementasi SJH
Audit Internal dan Evaluasi
Audit Internal dan Evaluasi
Revisi
Pengesahan SJH
Pengesahan SJH
Gambar 6.1 Tahapan Penerapan Sistem Jaminan Halal
Kemudian penerapan sistem jaminan halal yang dinyatakan sesuai dengan standar dan memenuhi persyaratan LPPOM MUI ini akan dinyatakan dalam bentuk tulisan yang disebut dengan sertifikat Sistem Jaminan Halal. Sertifikat Sistem Jaminan Halal ini dapat dikeluarkan oleh LPPOM MUI setelah melalui proses audit sebanyak dua kali dengan status Sistem Jaminan Halal dinyatakan baik.
Untuk mendapatkan sertifikat Sistem Jaminan Halal dari LPPOM MUI, perusahaan wajib mendaftarkan diri ke LPPOM MUI, lalu perusahaan akan mendapatkan form pendaftaran dari LPPOM MUI yang kemudian harus dipenuhi dan dilengkapi seluruh data yang menjadi persyaratan dalam jangka waktu 2-3 bulan. Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah membuat manual Sistem Jaminan Halal dengan berpedoman pada peraturan dari LPPOM MUI dan dilakukan pengajuan dan perbaikan setiap 2 tahun sekali. Manual ini disusun oleh produsen sesuai dengan kondisis perusahaannya. Komponen dari manual Sistem Jaminan Halal ini meliputi kebijakan halal, panduan halal, organisasi manajemen halal, Standar Operating Procedure Halal, acuan teknis, sistem administrasi, sistem dokumentasi, sosialisasi, pelatihan, komunikasi eksternal dan internal, audit internal, tindakan perbaikan, kaji ulang manajemen.
6.2 Sistem Manajemen Halal
Penerapan Sistem Jaminan Halal tidak terlepas dari Sistem Manajemen Halal yang kondusif dan efektif. Agar pelaksanaannya terorganisir dengan baik, struktur organisasi manajemen yang terdiri dari Top Manajemen dan departemen atau bagian-bagian yang terkait berada dalam koordinasi Auditor Halal Internal (AHI) dalam rangka menghasilkan produk halal. Berikut adalah gambar struktur sistem manajemen halal yang dianut oleh PT Aerofood ACS Indonesia – Yogyakarta dari pedoman LPPOM MUI, ditunjukkan pada Gambar 6.2
LP POM MUI
LP POM MUI
TOP MANAJEMEN
TOP MANAJEMEN
AUDITOR HALAL INTERNAL
AUDITOR HALAL INTERNAL
PROCUREMENTHRDQAPRODUCTIONSTOREE
PROCUREMENT
HRD
QA
PRODUCTION
STOREE
Keterangan :
Garis Koordinasi
Garis Perintah
Gambar 6.2 Struktur Sistem Manajemen Halal
Penjelasan Gambar 6.2 pada struktur sistem manajemen halal yang merupakan Job Description masing-masing bagian diuraikan sebagai berikut :
a. Top Manajemen
Top manajemen atau manajemen puncak merupakan pemberi wewenang kepada koordinator auditor halal internal untuk melakukan tindakan tertentu yang dianggap perlu yang berkaitan dengan pelaksanaan Sistem Jaminan Halal termasuk tindakan perbaikan terhadap kesalahan sampai pada penghentian produksi atau penolakan bahan baku, sesuai dengan aturan yang ditetapkan LPPOM MUI.
b. Auditor Halal Internal (AHI)
Auditor Halal Internal merupakan kepercayaan LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia) pada pengusaha atau perusahaan dalam bidang pangan, obat-obatan, dan kosmetika karena MUI tidak dapat mengawasi langsung kepada perusahaan terkait secara terus menerus. AHI berasal dari bagian yang terlibat dalam proses produksi langsung dan menjalankan syariat Islam. AHI pada perusahaan adalah orang atau tim yang terorganisasi di lingkungan yang dapat melakukan audit secara langsung di perusahaan terhadap semua bidang terkait proses produksi.
Menurut LPPOM MUI (2008) persyaratan auditor halal internal adalah sebagai berikut :
1. Karyawan tetap perusahaan yang bersangkutan
2. Koordinator tim auditor halal internal adalah harus seorang muslim yang mengerti ketentuan halal haram dan menjalankan sesuai syariat Islam
3. Berada dalam lingkup Manajemen Halal
4. Berasal dari lingkup bagian yang terlibat dengan pengendalian titik kritis keharaman (QC/QA, R&D, Purchasing, Produksi dan Pergudangan)
5. Memahami titik kritis keharaman produk, ditinjau dari bahan hingga proses produksi secara keseluruhan.
6. Diangkat melalui surat keputusan dari pimpinan perusahaan dan diberi kewenangan penuh untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan SJH termasuk tindakan perbaikan terhadap kesalahan sampai pada penghentian produksi atau penolakan bahan baku, sesuai dengan aturan yang ditetapkan LPPOM MUI
Tugas dari Tim Auditor Halal Internal, yaitu :
Mengkoordinir proses implementasi Sistem Jaminan Halal yang telah disusun dan ditetapkan.
Memonitor proses produksi secara menyeluruh mulai dari pemilihan bahan proses produksi sampai akhir produk jadi.
Memahami titik kritis keharaman produk dan bersama bagian-bagian terkait menjaganya.
Mengarsip dan memperbaharui dokumen-dokumen terkait informasi atau sertifikat halal bahan penolong proses produksi.
Audit halal internal dan koreksi terhadap penyimpangan proses.
Menjalin komunikasi konsultasi dengan LPPOM MUI dalam bentuk tertulis secara periodik (minimai 3 bulan sekali)
Procurement
Adalah bagian atau personal yang melakukan proses pengadaan dari mulai bahan baku hingga bahan penolong. Tugas dari procurement adalah sebagai berikut :
Membuat order ke supplier sesuai dengan permintaan dan kebutuhan bagian atau departemen terkait di perusahaan.
Membandingkan penawaran harga, lampiran–lampiran seperti: Material Safety Data Sheet mencakup spesifikasi komposisi bahan penolong atau kemasan, Sertifikat halal MUI atau lembaga Halal Luar Negeri untuk bahan-bahan yang melalui sertifikasi halal ataupun Surat Rekomendasi LPPOM MUI. Sedangkan untuk bahan yang melalui proses verifikasi LPPOM MUI dikoordinasikan dengan bagian atau departemen yang membutuhkan dan berkoordinasi AHI.
Melakukan verifikasi yang dipesan dengan barang yang datang berkoordinasi dengan AHI.
Melakukan dokumentasi Surat Purchase Order, MSDS, Sertifikat Halal atau Pernyataan dan Bukti Pengiriman dan atau Pembayaran, guna proses audit oleh Auditor LPPOM MUI
Human Resource Department (HRD)
Adalah bagian atau personal yang mengelola tenaga kerja untuk dapat ditempatkan sesuai dengan kemampuan fisik, latar belakang pendidikan dan pengalaman, selain yang tidak kalah pentingnya menjaga terciptanya kebersihan lingkungan perusahaan agar proses produksi berjalan secara halal dan tayiban (hygienis). Tugas dari HRD adalah sebagai berikut :
Merekrut karyawan sesuai kriteria yang ditetapkan oleh bagian terkait yang membutuhkan.
Melakukan dokumentasi data-data karyawan secara meyeluruh untuk memudahkan klasifikasi pemenuhan info audit.
3. Mengendalikan kebersihan lingkungan agar tidak ada kontaminasi yang berasal dari bawaan karyawan pada produk dari awal proses sampai pergudangan.
Quality Assurance (QA)
Adalah bagian atau personal yang mengawasi kualitas produk dari awal sebelum proses, selama proses berlangsung, hingga akhir proses produksi. Tugas dari QA adalah sebagai berikut :
Mengontrol standard bahan baku dan bahan penolong secara kontinyu dan konsisten mengenai kehalalan produk dengan melihat label ataupun pendukung produk halal lainnya dan berkoordinasi bersama AHI.
Mengawasi kebersihan, produksi dan pelaksanaan-pelaksanaan yang dalam tugasnya dapat kontak langsung dengan produk. Tujuannya agar tidak terjadi penggunaan produk non halal dalam proses produksi.
Menetapkan dan mengontrol jalanya proses produksi dari kegiatan-kegiatan, tindakan, perilaku yang tidak sesuai "Peraturan Tata Cara Hygienitas Personil dan Lingkungan Kerja" sehingga menyebabkan penyimpangan dalam proses produksi.
Mempertanggungjawabkan kinerja Sub Kontraktor yang berstandard sesuai ketentuan halal.
Production
Adalah bagian/ personal yang memproses makanan sesuai standart kualitas dan jaminan kehalalan.
Mempersiapkan kebutuhan proses produksi dari bahan baku, bahan penolong yang telah dikoordinasikan dengan bagian/departemen terkait dan AHI sehingga sesuai standard kualitas dan halal.
Alat produksi hanya digunakan untuk memproduksi makanan yang halal
Pembahan bahan baku, penotong, tambahan harus atas persetujuan dari AHI.
Menjaga dan melakukan tindakan untuk tetap menjaga kebersihan lingkungan produksi agar tercipta produk halal.
Store
Adalah bagian/ personil yang melakukan proses penyimpanan dan distribusi bahan baku, penolong, tambahan sesuai standard FIFO .
Menyimpan bahan sesuai dengan jenis serta kondisinya
Mendata proses keluar-masuk barang untuk kepentinngan proses produksi
Mengatur pengeluaran barang untuk memenuhi permintaan produksi.
Menjaga kebersihan gudang dari cemaran-cemaran yang dapat menyebabkan diragukanya kehalalan produk karena terkontaminasi dengan zat-zat tidak halal.
6.3 Penentuan Titik Kritis Keharaman Produk
Titik kritis keharaman produk ditelusuri bersama bagian terkait, dengan berpedoman pada bagan alir proses produksi dimana terjadinya kontak bahan baku, bahan penolong dan pelaksana dapat terjadi sehingga terjadinya kontaminasi dapat meragukan kehalalan produk bila tidak diperhatikan syarat-syarat higienitas dan komposisi bahan penolong. Untuk selanjutnya disusun pedoman titik kritis (critical point) yang telah ditetapkan sesuai orientasi bersama bagian terkait.
6.4 Sistem Audit Internal
PT Aerofood ACS Indonesia – Yogyakarta ini melakukan sistem audit internal untuk mengevaluasi berjalannya Sistem Jaminan Halal, para auditor halal internal melakukan audit setidaknya dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan sekali. Hasil evaluasi direkap dalam sebuah format laporan (Lampiran 3. Format Lampiran Berkala) dan dilaporkan kepada LPPOM MUI terutama bila telah terjadi perubahan dalam hal pengurangan item sampai penambahan item yang berkaitan dengan :
Sistem Manajemen Halal
Jenis produk
Prosedur sistem/ proses produksi untuk menentukan CP (titik kritis)
4. Bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan.
Tahapan yang dilakukan oleh tim audit internal dari PT Aerofood ACS Indonesia – Yogyakarta adalah
1. Tim audit internal melakukan pelatihan untuk house keeping berkaitan dengan halal, yang merupakan standar wajib dari pedoman LPPOM MUI
2. Audit akan dilakukan setiap tiga bulan sekali
3. Tim audit internal akan mewawancarai masing-masing dari penanggungjawab di setiap bagian, mengecek dengan list pertanyaan yang tersedia, dan mensinkronkan dengan data yang sudah tersedia. Tim audit internal juga akan mengecek sertifikat Halal dari purchasing atau vendor yang memasok bahan baku, bahan penolong, serta bahan tambahan. Pada perusahaan ini, jika ternyata bahan baku, bahan penolong, dan bahan tambahan sudah melalui batas perpanjangan kadaluarsa sertifikat Halal, maka tetap digunakan, karena proses sertifikasi Halal yang memerlukan waktu perpanjangan yang lama, namun tetap dikonfirmasikan kepada purchasing atau vendor.
4. Kemudian tim audit mengumpulkan data dan diolah menjadi suatu data untuk diajukan ke LPPOM MUI jika adanya perubahan.
6.5 Standard Operating Procedur Halal (SOP Halal)
Standard Operating Procedure Halal diterapkan pada bagian-bagian potensial yang berhubungan langsung dengan penanganan produk untuk menjamin kehalalan produk makanan "Halal". Berikut adalah SOP Halal pada bagian-bagian yang dibagi menjadi :
SOP Halal Bagian Procurement
Pada bagian procurement ini dijelaskan tentang prosedur yang berkaitan dengan pemesanan kembali dan penentuan supplier baru khususnya bahan baku, penolong, tambahan di bawah pengawasan Auditor Internal Halal. Berikut adalah prosedur yang harus dilaksanakan oleh bagian procurement :
Bagian terkait (departemen production dan planing) melaporkan kondisi stok barang dan spesifikasi lainnya berdasar fisik dan komposisi bahan – bahan yang dibutuhkan.
Bagian pembelian (procurement) mengirim permintaan penawaran harga ke beberapa sub kontraktor untuk mendapatkan :
Literatur atau Material Safety Data Sheet dari produk yang ditawarkan sub kontraktor
Sertifikat Halal bila produk yang ditawarkan meragukan kehalalannya
Surat pernyataan selain Sertifikat Halal lainnya yang memperkuat atau menyatakan bahwa produk tidak mengandung bahan-bahan yang tidak halal.
Berdasar kelengkapan tersebut, diterbitkan Purchase Order (Surat Pesanan) yang menentukan jenis produk yang dipesan, jumlah, harga, sistem pembayaran, dan tanggal pengiriman.
SOP Halal bagian QA
Pada bagian Quality Assurance ini dijelaskan tentang prosedur yang berkaitan dengan penerimaan barang dibawah pengawasan Auditor Internal Halal. Berikut adalah prosedur yang harus dilaksanakan oleh bagian QA :
Bahan – bahan yang diterima harus sesuai dengan ketentuan produk halal.
Bahan – bahan dipisahkan menjadi bahan baku, bahan penolong, dan bahan tamnbahan.
Penggunaan bahan – bahan untuk proses produksi harus memakai bahan – bahan halal. Setiap ada perubahan bahan harus selalu berkoordinasi dengan AHI.
SOP Halal bagian Production
Pada bagian production ini dijelaskan tentang prosedur yang berkaitan dengan proses produksi pada seluruh komponen dari bahan baku belum jadi hingga menjadi produk. Berikut adalah prosedur yang harus dilaksanakan oleh bagian production :
Pelaksana secara rutin dan bergilir membersihkan ruang produksi dan alat-alat (mesin) pendukung proses produksi sebelum dan sesudah produksi dengan desinfektan yang telah ditentukan laboratorium dan Quality Control.
Pelaksana wajib mengenakan seragam (baju, topi, masker, sarung tangan, sepatu, dan celemek) yang bersih
Sebelum memasuki ruang produksi dan memulai proses produksi, pelaksana harus membilas tangan dan sepatu dengan desinfektan yang disiapkan oleh bagian laboratorium.
SOP Halal bagian pergudangan
Pada bagian pergudangan karena banyaknya jenis barang yang disimpan sehingga perlu pengelolaan penyimpanan yang handal. Berikut adalah prosedur yang harus dilaksanakan oleh bagian pergudangan :
Bagian gudang harus memiliki daftar semua bahan yang disimpan di gudang atau stock card yang sistematis, rapi serta mudah untuk ditelusuri.
Setiap penggunaan bahan untuk keperluan produksi atau pengeluaran produk dari gudang untuk pelanggan harus tercatat dengan benar jenis serta jumlahnya
Semua bahan yang ada di gudang harus halal
Harus ada pemisahan bahan baku dan bahan jadi.
6.6 Prosedur Penetapan Titik Kritis Haram pada Setiap Bagian
6.6.1 Prosedur penetapan Titik Kritis Haram pada Proses Pembelian
Pada proses pembelian, terdapat beberapa prosedur terhadap titik kritis haram. Untuk bahan baku yang bersifat impor maupun non impor dilakukan analisis titik kritis keharamannya. Pada produk impor yang memiliki sertifikat MUI maupun selain MUI akan dilihat keberlakuan sertifikatnya, jika masih berlaku akan dimasukkan ke dalam daftar bahan yang dipakai. Pada produk impor khususnya bahan hewani atau produksi khamar, yang tidak memiliki sertifikat MUI akan di analisis terdapat kemungkinan mengandung bahan –bahan haram sebagai ingridient atau bahan penolong proses, jika tidak memiliki sertifikat LPPOM MUI maka dinyatakan produk tersebut tidak halal sehingga akan didata pada daftar bahan yang tidak dapat dipakai.
Hal ini juga berlaku untuk produk non impor, jika tidak memiliki sertifikat MUI maka bahan baku tersebut tidak dapat digunakan untuk menunjang proses produksi. Jika memiliki sertifikat MUI maka dilihat sertifikat tersebut masih berlaku atau tidak, jika sudah melewati masa berlakunya, maka seorang procurement berhak meminta kepada distributor untuk sertifikat MUI yang terbaru. Jika sertifikat masih berlaku, maka bahan baku tersebut dapat dimasukkan ke dalam daftar bahan yang dipakai. Prosedur penetapan titik kritis haram pada proses pembelian dapat dilihat pada Gambar 6.3
Apakah bahan merupakan produk impor?
Apakah bahan merupakan produk impor?
YA
YA
TIDAK
TIDAK
Apakah memiliki sertifikat MUI atau lembaga selain MUIApakah memiliki sertifikat MUI
Apakah memiliki sertifikat MUI atau lembaga selain MUI
Apakah memiliki sertifikat MUI
YA TIDAK
YA
TIDAK
TIDAK YA
TIDAK
YA
Apakah masa sertifikat masih berlaku Apakah masa sertifikat masih berlaku Apakah ada kemungkinan mengandung bahan bahan haram sebagai ingredient atau penolong proses? (biasanya bahan hewani atau produksi khamar)
Apakah masa sertifikat masih berlaku
Apakah masa sertifikat masih berlaku
Apakah ada kemungkinan mengandung bahan bahan haram sebagai ingredient atau penolong proses? (biasanya bahan hewani atau produksi khamar)
YA TIDAK YA TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
TIDAK YA
TIDAK
YA
Sertifikat LP POM MUI
Sertifikat LP POM MUI
Sertifikat MUISertifikat MUI atau lembaga LN yang diakui LP POM MUI
Sertifikat MUI
Sertifikat MUI atau lembaga LN yang diakui LP POM MUI
Tidak HalalHALALTdk halal
Tidak Halal
HALAL
Tdk halal
Daftar bahan yang dipakaiHALAL
Daftar bahan yang dipakai
HALAL
Daftar bahan yang tidak dapat dipakai
Daftar bahan yang tidak dapat dipakai
Gambar 6.3 Prosedur penetapan titik kritis haram pada proses pembelian
6.6.2 Prosedur Penetapan Titik Kritis Haram pada Proses Produksi
Pada proses produksi, terdapat beberapa prosedur terhadap titik kritis haram. Untuk bahan baku yang bersifat makanan segar atau olahan akan dianalisis titik kritis keharamannya. Pada bahan baku yang bersifat makanan segar khususnya bahan hewani selain susu, ikan, telur jika memiliki sertifikat LPPOM MUI akan digunakan sebagai bahan baku pada proses produksi, jika tidak memiliki sertifikat LPPOM MUI maka akan ditolak.
Untuk bahan baku yang bersifat makanan olahan yang memungkinkan mengandung bahan asal hewani jika memiliki sertifikat LPPOM MUI maka akan diterima sebagai bahan baku pada proses produksi. Untuk bahan yang mungkin mengandung hasil fermentasi alkohol/khamar dan turunannya akan langsung ditolak karena merupakan titik kritis haram. Untuk bahan yang juga mengandung bahan asal produk fermentasi alkohol/khamar dan turunannya akan langsung ditolak karena merupakan titik kritis haram. Sedangkan untuk bahan yang berasal dari nabati tidak perlu CCP, karena tidak perlu adanya keraguan tentang kehalalannya. Prosedur penetapan titik kritis haram pada proses produksi dapat dilihat pada Gambar 6.4
Apakah bahan merupakan bahan makanan segar?
Apakah bahan merupakan bahan makanan segar?
Tidak (olahan)Ya
Tidak (olahan)
Ya
Apakah bahan memungkinkan mengandung Bahan asal hewani? telur)?Apakah bahan merupakan bahan Hewani (selain susu, ikan, telur)?
Apakah bahan memungkinkan mengandung Bahan asal hewani? telur)?
Apakah bahan merupakan bahan Hewani (selain susu, ikan, telur)?
Ya Apakah Bersertifikat LPPOM MUIYa Tidak
Ya
Apakah Bersertifikat LPPOM MUI
Ya
Tidak
Ya Tidak Terima
Ya
Tidak
Terima
Apakah bahan mungkin hasil Fermentasi alkohol/khamar dan turunannya
Apakah bahan mungkin hasil Fermentasi alkohol/khamar dan turunannya
Tolak
Tolak
Tidak TolakYa
Tidak
Tolak
Ya
Terima
Terima
Gambar 6.4 Prosedur penetapan titik kritis haram pada proses produksi
6.6.3 Prosedur Penetapan Titik Kritis Haram pada Alat Produksi
Pada penggunaan alat produksi ini juga perlu diperhatikan titik kritis haram. Alat produksi yang digunakan dalam proses produksi halal maka dapat digunakan untuk seterusnya. Jika alat terkontaminasi oleh bahan non halal yang mengandung babi atau turunannya maka tidak boleh digunakan untuk proses produksi. Jika tidak terkontaminasi oleh bahan non halal maka akan tetap dilakukan prosedur sanitasi yang dilakukan untuk menghilangkan lemak, bau, warna, dan rasa yang kemudian dapat digunakan untuk proses produksi.
Pada PT Aerofood ACS Yogyakarta ini tidak menggunakan bahan baku non halal sehingga tidak adanya pemisahan penggunaan alat produksi, sehingga tidak perlu diragukan lagi kehalalannya dan akan melakukan prosedur sanitasi untuk penghilangan lemak, bau, warna, dan rasa. Prosedur penetapan titik kritis haram pada alat produksi dapat dilihat pada Gambar 6.5
Apakah alat yang digunakan hanya dalam proses produksi halal?
Apakah alat yang digunakan hanya dalam proses produksi halal?
Pakai Ya Tidak
Pakai
Ya
Tidak
Apakah alat terkontaminasi oleh bahan Non halal (mengandung babi atau turunannya
Apakah alat terkontaminasi oleh bahan Non halal (mengandung babi atau turunannya
Tidak dipakaiPakai Tidak Ya
Tidak dipakai
Pakai
Tidak
Ya
Gambar 6.5 Prosedur penetapan titik kritis haram pada alat produksi
6.6.4 Prosedur Penetapan Titik Kritis Haram pada Transportasi
Pada prosedur transportasi juga perlu diperhatikan titik kritis haram. Untuk produk yang akan dikirim dari tempat produksi ke bandara maka menggunakan alat transportasi. Pada transportasi yang digunakan hanya untuk mengangkut barang halal saja maka dapat digunakan. Jika terjadi kontaminasi antara barang halal dengan barang non halal maka akan ditolak untuk digunakan dalam mengangkut produk halall. Prosedur penetapan titik kritis haram pada transportasi dapat dilihat pada Gambar 6.6
Apakah barang yang diangkut hanya barang yang halal saja?
Apakah barang yang diangkut hanya barang yang halal saja?
Ya Tidak
Ya
Tidak
Apakah terjadi kontaminasi antara barang halal dengan barang yang lain?Terima
Apakah terjadi kontaminasi antara barang halal dengan barang yang lain?
Terima
Ya Tidak
Ya
Tidak
TerimaTolak
Terima
Tolak
Gambar 6.6 Prosedur penetapan titik kritis haram pada transportasi
6.5.5 Prosedur Penetapan Titik Kritis Haram pada Off Loading
Pada saat produk dilakukan off loading juga perlu diperhatikan titik kritis haram. Setelah dilakukan pengiriman dari tempat produksi ke bandara, akan dilakukan off loading untuk sampai dimasukkan ke dalam pesawat. Sebelum dilakukan off loading produk dipisahkan antara halal dan non halal. Prosedur penetapan titik kritis haram pada off loading dapat dilihat pada Gambar 6.7
Saat off loading dilakukan pemisahan
Saat off loading dilakukan pemisahan
Non HalalHalal
Non Halal
Halal
Tetap dimasukkan namun dipisahkanTerima
Tetap dimasukkan namun dipisahkan
Terima
Gambar 6.7 Prosedur penetapan titik kritis haram pada off loading
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
PT Aerofood ACS Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penyedia katering makanan untuk maskapai penerbangan baik dari domestik maupun internasional dan juga pelayanan untuk travel. Menu makanan yang disediakan, meliputi makanan pembuka (appetizer), makanan utama (main course), makanan penutup (dessert), makanan ringan berupa snack atau roti, dan minuman. Sistem Jaminan Halal harus dijalankan menurut pedoman dari LPPOM MUI, karena mayoritas dari penduduk Indonesia menganut agama Islam, sehingga produk akhir terhindar dari kontaminasi non-halal pada setiap tahapan prosesnya, dimulai dari penerimaan bahan baku (receiving), penyimpanan (storage), proses pemasakan (kitchen), pengemasan, penanganan (handling), dan pendistribusian hingga ke pesawat. Hal ini sangat perlu diperhatikan karena dapat memengaruhi kepercayaan konsumen muslim yang menggunakan maskapai penerbangan tersebut. Sehingga perlu diperhatikan, dilaksanakan, dan dijaga prosedur Sistem Jaminan Halal yang berlaku dan sesuai dengan ketentuan LPPOM MUI.
7.2 Saran
Dalam peningkatan kepercayaan konsumen terhadap PT Aerofood ACS Indonesia Yogyakarta, maka sebaiknya diberikan label Halal dari LPPOM MUI pada setiap produk yang diproduksi agar para konsumen maskapai penerbangan tidak khawatir akan kehalalan produk. Pada penggunaan bahan baku, bahan penolong, dan bahan tambahan yang digunakan melampaui batas perpanjangan kadaluarsa, sehingga perlu adanya follow up lagi kepada purchasing atau vendor yang bersangkutan agar segera mendapatkan data sertifikat yang sudah dilakukan perpanjangan. Suhu dan waktu pemasakan yang digunakan juga lebih diperhatikan dan disesuaikan dengan standar dari prosedur yang sudah disusun oleh perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2005. SNI ISO 22000:2005 Sistem Manajemen Keamanan Pangan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Chindarwani. 2007. Kajian Sistem Manajemen Keamanan Pangan Berbasis ISO 22000 di PT. Nestle Indonesia Kejayan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[LPPOM MUI] Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika. 2008. Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOM – MUI. Majelis Ulama Indonesia. Jakarta.
Marriot, N. 2006. Principles of Food Sanitation Fifth Edition. Springer Science and Bussiness Media, Inc. New York.
Novinka. 2005. Kajian Manajemen Persediaan Perusahaan Jasa Boga Maskapai Penerbangan (Inflight Catering Service) Kasus PT. Aerowisata Catering Service Jakarta. Institut Pertanian Bogor. Bogor
LAMPIRAN
Lampiran 1. Log Sheet Aktivitas Kerja Lapang di PT Aerofood ACS Indonesia – Yogyakarta
Lampiran 2. Struktur Organisasi PT Aerofood ACS Indonesia – Yogyakarta
General Manager
Koordinator Tim
Managemen Halal
Quality Assurance
Manager
Anggota Tim
Managemen Halal
Acounting & Finance Manager
Lampiran 3.Contoh Spesifikasi Bahan Baku
Lampiran 4. Menu Snack maskapai penerbangan Garuda Indonesia rute Jogja-Cengkareng/ Jogja-Denpasar, Jogja-Surabaya Kelas Ekonomi
Lampiran 5. Format Lampiran Berkala Audit Halal Internal (AHI)
Lampiran 6. Denah Area Produksi PT Aerofood ACS Indonesia – Yogyakarta
Lampiran 7. Contoh Sertifikat Halal dari Bahan Baku (Ayam)
Laampiran 8. Surat Keputusan Tim Audit Halal Internal PT Aerofood ACS Indonesia – Yogyakarta
Lampiran 9. Denah Ruang Penyimpanan Chiller