LAPORAN PENDAHULUAN Sectio Caesarea
1. Konsep Dasar a. Pengertian Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk pelahiran janin dengan insisi melalui abdomen dan uterus (Liu, 2007, hal .227). Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan insisi pada abdomen dan uterus. (Joy, 2009) Sectio Caesarea merupakan suatu tindakan pembedahan dengan cara membuka dinding abdomen dan dinding rahim untuk melahirkan janin (Benson & Pernoll, 2008) dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram dan usia janin > 28 minggu (Syaifuddin, 2009) yang dilakukan dengan cara melakukan suatu irisan pembedahan yang akan menembus dinding abdomen pasien (laparotomy) dan uterus (histerektomi) dengan tujuan untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih (Dewi, 2007). b. Etiologi Terdapat beberapa indikasi seorang ibu harus menjalani persalinan dengan metode pembedahan Sectio Caesarea (Cunningham, et al., 2006) sebagai berikut: 1) Disproporsi Kepala Panggul Keadaan dimana ibu memiliki panggul sempit, sehingga bayi dengan ukuran yang tidak proporsional dengan ukuran panggul ibunya mengalami kesulitan untuk melewati jalan lahir atau persalinan pervaginam. 2) Kasus Gawat Janin Keadaan dimana terjadi suatu kondisi gawat janin, yaitu pada kondisi terinfeksi, Ketuban Pecah Dini (KPD) yang merupakan kejadian bayi yang terendam air ketuban sehingga bayi menderita demam tinggi karena ibu mengalami eklampsia (keracunan kehamilan). 3) Plasenta Previa Keadaan dimana plasenta terletak dibawah sehingga menutupi jalan lahir atau liang rahim sehingga bayi tidak dapat keluar melalui persalinan pervaginam. 4) Letak Lintang Keadaan dimana posisi janin dalam kandungan yang letaknya melintang, sehingga tidak dimungkinkan jika bayi dilahirkan pervaginam. 5) Incoordinate Uterine Action Keadaan dimana adanya suatu kontraksi kon traksi rahim yang tidak adekuat dan tidak mampu terkoordinasi sehingga tidak mampu mendorong bayi untuk keluar dari rahim. 6) Preeklampsia
Keadaan dimana muncul gejala seperti tekanan darah tinggi, penglihatan kabur, protein dalam urin (proteinuria) atau muncul gejala yang lebih berat seperti eklampsia yang terjadi pada ibu selama kehamilan berlangsung. 7) Ibu meninggal, sedangkan bayi didalam kandungan masih hidup. 8) Riwayat Sectio Caesarea sebelumnya Pada kondisi ibu yang pernah melakukan Sectio Caesarea pada persalinan sebelumnya, maka pada persalinan selanjutnya dilakukan Sectio Caesarea untuk menghindari sobekan jalan lahir. c. Manifestasi Klinik Indikasi dilakukannya Sectio Caesarea (SC) merupakan disproporsi sefalopelvik, gawat janin, plasenta previa, riwayat section caesarea sebelumnya, kelainan letak, eklampsi dan hipertensi (Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani & Setowulan 2009). Persalinan dengan section caesarea dianggap sebagai salah satu cara untuk mewujudkan well born baby dan well health mother , tidak hanya bayi yang lahir hidup tapi harapan agar tumbuh kembangnya berkelanjutan dan tidak ada komplikasi yang dialami ibu (Sutrimo, 2012).
d. Patofisiologi
e. Pemeriksaan Penunjang 1. Jumlah darah lengkap, hemoglobin (Hb) / hematokrit (Ht) : mengkaji perubahan dan kadar praoperasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan 2. Urinalisasi kultur urine, darah, vagina, dan lokhea : pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan individual f. Penatalaksanaan Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya: 1. Penatalaksanaan secara medis
a. Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti Asam Mefenamat, Ketorolak, Tramadol. b. Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat. c. Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain. Walaupun pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria efektif dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan. d. Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl. 2. Penatalaksanaan secara keperawatan a. Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian. b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat c. Mobilisasi Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan. d. Pemulangan Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima setelah operasi Menurut “ Bobak” ( 2004 ), “ Wiknjasastro” ( 2002 ) 1. Tujuan pengobatan a. Menurunkan Tekanan Darah dan menghasilkan vasospasme b. Mencegah terjadinya eklamsi c. Anak / bayi hidup, dengan kemungkinan hidup besar d. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit jangan sampai menyebabkan penyakit pada kehamilan dan persalinan berikutnya e. Mencegah timbulnya kejang f. Mencegah hipertensi yang menetap 2. Dasar Pengobatan a. Istirahat b. Diit rendah garam c. Obat – obat anti hipertensi d. Luminal 100 mg ( IM )
e. Sedatif ( untuk mencegah timbulnya kejang ) f. Induksi persalinan 3. Pengobatan jalan ( dirumah ) Indikasi untuk perawatan di Rumah Sakit adalah a. TD < 140/90 mmHg b. Proteinuria positif akut c. Penambahan BB 1 kg / lebih dalam 1 minggu harus dilakukan observasi yang teliti d. Sakit kepala, penglihatan dan edema jaringan dari kelopak mata e. BB ditimbang 2x sehari f. TD diukur 4 jam sekali g. Cairan yang masuk dan keluar dicatat h. Pemeriksaan urine tiap hari, proteinuria ditentukan kuantitatif i. Pemeriksaan darah j. Makanan yang sedikit mengandung garam k. Sebagai pengobatan diberikan luminal ( 4 x 30 MgSO4 ) kalau ada edema dapat diberikan NH4cl + 4 gram sehari tapi jangan lebih dari 3 hari. 2. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian 1.
Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis vaskuler (peningkatan resiko pembentukan thrombus). 2.
Integritas ego
Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-faktor stress multiple seperti financial, hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis. 3.
Makanan/cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra operasi insufisiensi Pancreas/ DM, predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis. 4.
Pernafasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/batuk, merokok. 5.
Keamanan
-
Adanya alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan.
-
Adanya defisiensi imun
-
Munculnya kanker/adanya terapi kanker
-
Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/reaksi anestesi
-
Riwayat penyakit hepatic
-
Riwayat tranfusi darah
-
Tanda munculnya proses infeksi.
b. Diagnosa -
Perubahan Perfusi Jaringan b.d perdarahan
-
Devisit Volume Cairan b.d perdarahan
-
Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d luka post operasi
c. Rencana Keperawatan
a)
DX 1 : Perubahan Perfusi Jaringan b.d perdarahan Tujuan : diharapkan suplai/ kebutuhan darah ke jaringan terpenuhi Kriteria Hasil : • Conjunctiva tidak anemis • Acral hangat • Hb normal • Muka tidak pucat • Tidak lemas • TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit Intervensi : 1)
Jelaskan penyebab terjadi perdarahan
2)
Monitor tanda-tanda vital
3)
Kaji tingkat perdarahan setiap 15 – 30 menit
4)
Kolaborasi pemberian cairan infus isotonik
5)
Kolaborasi pemberian tranfusi darah bila Hb rendah
b)
DX 2 : Devisit Volume Cairan b.d perdarahan Tujuan: Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas. Kriteria Hasil : • Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt ) • Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung. Intervensi:
c)
1)
Kaji kondisi status hemodinamika.
2)
Ukur pengeluaran harian
3)
Berikan sejumlah cairan pengganti harian
4)
Evaluasi status hemodinamika
5)
Pantau intake dan output
DX 3 : Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d luka post operasi Tujuan : Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami Kriteria Hasil : • Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang • Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
• Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri • Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan • TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit Intervensi : 1)
Pertahankan tirah baring selama masa akut
2)
Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya.
3)
Ajarkan teknik distraksi
4)
Kolaborasi pemberian analgetika
5)
Kaji intensitas, karakteristik, dan derajat nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Adams, John., Liu, P.T.,Chun.,R.,Modlin.,R.B.,Hewison, M. (2007) Vitamin D in defense of the human immune response [abstrak]. Annals of the New York Academy of Science.; 1117: 94-105 Benson, R. C., & Pernoll, M. L. (2008). Buku Saku Obstetri & Ginekologi. Jakarta: EGC. Cunningham, G. 2006. Obstetri William vol.1. Jakarta: EGC Dewi, Vivian Nanny Lia. (2010). Asuhan Neonatus bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika Sutrimo,A.2012. Pengaruh GIM terhadap kecemasan pasien pre operasi SC di RSUD Banyumas.Skripsi. Purwokerto : Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.