LAPORAN HASIL MONITORING DAN EVALUASI EVALUASI H A ND N D H YG YG I E NE RSU MELATI PERBAUNGAN
RSU MELATI PERBAUNGAN 2016
BAB I PENDAHULUAN 1. Pengertian
Hygiene adalah suatu ilmu kesehatan yang mencakup seluruh faktor yang membantu atau mendorong adanya kehidupan yang sehat baik perorangan maupun melalui masyarakat (Mukono, 2000). Sedangkan menurut Azwar (2000). Hygiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadapkesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Keselamatan pasien adalah suatu upaya dari petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman untuk pasien. World Health Organization (WHO) telah mengkampanyekan program keselamatan pasien salah satunya adalah menurunkan risiko infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial merupakan salah satu masalah mayor yang dihadapi rumah sakit karena dapat mengakibatkan pasien lebih lama berada di rumah sakit serta meningkatkan biaya pelayanan kesehatan. Infeksi nosokomial ini dapat disebarkan melalui kontak langsung, terutama melalui tangan para petugas kesehatan. Petugas Kesehatan memiliki peran yang sangat penting dalam terjadinya transmisi mikroba pathogen dari pasien ke pasien, serta dari pasien ke petugas. Salah satu cara paling sederhana dan efektif untuk mencegah persebaran infeksi melalui kontak tangan ini adalah cuci tangan ( hand hygiene). Dalam standar manajemen organisasi pelayanan kesehatan, terdapat 6 standar yang salah satunya adalah pencegahan dan pengendalian infeksi ( prevention and control of infections) yang bertujuan untuk mengurangi risiko penularan diantara pasien, staf, profesional kesehatan, dan pengunjung. Program pencegahan dan pengendalian infeksi harus dilakukan dengan pendekatan berbasis risiko infeksi yang ada di rumah sakit, sehingga tiap rumah sakit akan memiliki program pencegahan dan pengendalian infeksi yang berbeda tergantung dari risiko infeksinya karena memiliki perbedaan layanan klinis, populasi pasien yang dilayani, lokasi geografis, volume pasien dan jumlah pegawai rumah sakit. Hand hygiene merupakan salah satu cara untuk mengurangi infeksi yang berkaitan dengan perawatan kesehatan. Penelitian menjelaskan bahwa hand hygiene yang dilakukan oleh semua pegawai rumah sakit dapat mencegah terjadinya hospital acquired infections (HAIs) sebesar 15-30 % (Grol R, 2003 & Lautenbach, 2001). Banyak upaya dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan hand hgyiene namun umumnya tidak efektif dan berjangka pendek. Sehingga penting untuk mencari strategi berbasis bukti yang jelas untuk
meningkatkan kebiasaan hand hygiene. Penilaian ini berdasarkan dilakukan atau tidaknya cuci tangan dalam five moments for hand hygiene (lima momen cuci tangan) yang ditetapkan oleh WHO. Lima momen tersebut adalah: 1. Sebelum bersentuhan dengan pasien 2. Sebelum melakukan prosedur bersih/steril 3. Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien risiko tinggi 4. Setelah bersentuhan dengan pasien 5. Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien
BAB II ISI
No 1 2 3 4 5
Momen Cuci Tangan Sebelum kontak dengan pasien Sebelum tindakan aseptic Setelah terkena cairan tubuh pasien Setelah kontak pasien Setelah sentuh area sekitar pasien Total
Sampel 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
P
Tp
p
Tp
Tp
Tp
Tp
P
Tp
Tp
Tp
P
12
13
14
Tp
P
P
P
P
P
p
p
P
15
P
16
17
18
19
20
Tp
Tp
Tp
Tp
Tp
P p
P
P
P
p
P
Tp
Tp
P
P
Tp
Tp Tp
Tp
Tp
Tp
Tp
21
Patuh 4/17
Tdk Patuh 13/17
3/4
1/4
4/4
0/4
11/17
6/17
0/3
3/3
22/45
23/45
Analisa Sederhana : Angka Kepatuhan Cuci Tangan : 22/45 x 100% = 48,9 %
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil indikator kepatuhan cuci tangan yang tercapai bulan Agustus 36,5 % dan target yang ditetapkan sebesar 100 %, serta hasil telusur tim KP RS terhadap kepatuhan cuci tangan pada bulan Oktober didapatkan 48,9%, maka hal ini menunjukkan bahwa kepatuhan karyawan RSU Melati Perbaungan masih sangat kurang, meskipun ada peningkatan. Tetapi masih jauh dari standar yang ditetapkan, yaitu 100%. Hal ini dapat disebabkan berbagai faktor, baik faktor individunya atau faktor non individu. Dari hasil telusur tim KPRS ditemukan rendahnya kesadaran individu akan pentingnya cuci tangan sebagai media penularan penyakit. Meskipun pengetahuan akan cuci tangan, baik cara/langkah cuci tangan atau momen cuci tangan sudah cukup bagus, tetapi belum cukup menumbuhkan kesadaran pada karyawan RSU Melati Perbaungan akan budaya cuci tangan. Kesadaran akan pentingnya Keselamatan Pasien masih belum tertanam dalam individu karyawan RSU Melati Perbaungan, sehingga budaya Keselamatan Pasien RSU Melati Perbaungan masih cukup rendah. Selain kesadaran akan budaya cuci tangan, pengawasan akan budaya cuci tangan juga masih
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil indikator kepatuhan cuci tangan yang tercapai bulan Agustus 36,5 % dan target yang ditetapkan sebesar 100 %, serta hasil telusur tim KP RS terhadap kepatuhan cuci tangan pada bulan Oktober didapatkan 48,9%, maka hal ini menunjukkan bahwa kepatuhan karyawan RSU Melati Perbaungan masih sangat kurang, meskipun ada peningkatan. Tetapi masih jauh dari standar yang ditetapkan, yaitu 100%. Hal ini dapat disebabkan berbagai faktor, baik faktor individunya atau faktor non individu. Dari hasil telusur tim KPRS ditemukan rendahnya kesadaran individu akan pentingnya cuci tangan sebagai media penularan penyakit. Meskipun pengetahuan akan cuci tangan, baik cara/langkah cuci tangan atau momen cuci tangan sudah cukup bagus, tetapi belum cukup menumbuhkan kesadaran pada karyawan RSU Melati Perbaungan akan budaya cuci tangan. Kesadaran akan pentingnya Keselamatan Pasien masih belum tertanam dalam individu karyawan RSU Melati Perbaungan, sehingga budaya Keselamatan Pasien RSU Melati Perbaungan masih cukup rendah. Selain kesadaran akan budaya cuci tangan, pengawasan akan budaya cuci tangan juga masih kurang. Hal ini tampak dari kurangnya antar karyawan saling mengingatkan cuci tangan, fungsi pengawasan hanya tampak dari SPI dan hasil telusur tim PPI. Untuk menciptakan budaya cuci tangan diperlukan koordinasi tidak hanya secara vertikal, tapi juga secara horizontal. Hal terakhir ini yang tampak masih perlu ditingkatkan. Karena koordinasi vertikal lebih terkonsentrasi pada langkah cuci tangan, sedangkan momen cuci tangan yang seringkali terlewatkan sehari-hari. Hal inilah fungsi pengawasan horizontal sangat diperlukan, seperti mengingatkan teman sebelum menyentuh pasien, mengingatkan setelah menyentuh area sekitar pasien. Dengan adanya kesadaran yang tinggi antar sesama rekan kerja, diharapkan akan menumbuhkan budaya Keselamatan Pasien di RSU Melati Perbaungan. Dari hasil penelusuran tim KPRS terhadap segi sarana dan prasarana, masih hanya ditemukan ,... titik yang terpasang handrub, dari ... titik yang seharusnya terpasang handrub. Hal ini menunjukkan masih kurang tersedianya fasilitas cuci tangan di RSU Melati Perbaungan. Meskipun bukan merupakan faktor utama rendahnya kepatuhan cuci tangan di RSU Melati Perbaungan, tetapi hal ini menunjang terlaksananya budaya cuci tangan di seluruh karyawan RSU Melati Perbaungan.
BAB IV REKOMENDASI Rekomendasi :
1. Sosialisasi secara intens terkait budaya cuci tangan. Untuk tercipta budaya cuci tangan di RSU Melati Perbaungan, diperlukan review secara berkala sehingga karyawan senantiasa ingat akan pentingnya cuci tangan, langkah cuci tangan, dan kapan harus cuci tangan. Diharapkan melalui sosialisasi secara intens, karyawan dapat mengetahui kesungguhan rumah sakit untuk menciptakan budaya keselamatan pasien, sehingga ikut berpartisipasi dalam menciptakan budaya keselamatan pasien. 2. Tumbuhkan budaya cuci tangan di masing-masing unit. Budaya cuci tangan terjadi apabila kesadaran masing-masing individu akan pentingnya cuci tangan tinggi. Memulai budaya cuci tangan harus dimulai dari unit terkecil terlebih dahulu, baru melangkah pada satuan kerja yang lebih besar. Karena hal inilah, diharapkan di masing-masing unit kerja terbentuk budaya cuci tangan. Antar teman kerja diharapkan mampu saling mengingatkan, bersama-sama menggalakkan budaya cuci tangan, adanya pengawasan dan pendekatan secara proaktif oleh pimpinan. Hal ini juga bisa dijadikan sebagai kompetisi, sehingga menumbuhkan budaya cuci tangan di unit kerja masingmasing. 3. Penggalakan champions di masing-masing unit kerja. Champion di unit kerja tidak hanya berfungsi sebagai surveyor dan tidak hanya bertugas melakukan penelusuran saja, tetapi fungsi utamanya sebagai penggerak di masing-masing unit kerjanya. Perlu diadakan pelatihan terhadap para champion ini sehingga mampu menjalankan funginya sebagai penggerak di masing-masing unitnya. Ketika kepatuhan cuci tangan di unitnya rendah, maka champion harus bekerja lebih keras menggerakkan teman kerjanya sehingga kepatuhan cuci tangan pada unit bisa meningkat. 4. Melengkapi sarana dan prasarana cuci tangan. Perlu adanya penambahan handrub pada titik yang harusnya terpasang.