BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang sendiri dan susmsum tulang belakang atau spinal kord (Arif Muttaqin, 2008). Cedera medulla sinalis kebanyakan (80%) terjadi pada usia sekitar 1530 tahun. Kebanyakan dialami oleh laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 8:1, sebagian besar penyebabnya karena kecelakaan lalulintas dan kecelakaan kerja. Sedangkan penyebab lainya adalah karena jatuh dari ketinggian, cidera olah raga, RA (Reumatoid Artritis) atau osteoporosis bahkan akibat penganiayaan. Dari data yang diperoleh di Amerika serikat tingkat insiden ini mencapai 40 kasus per 1 juta penduduk setiap tahunnya, di perkirakan 12.000 kasus baru pertahun. Sekarang diperkirakan terdapat 183.000-230.000 pasien dengan cidera medulla spinalis yang masih bertahan hidup di Amerka Serikat. Sedangkan dari RSUD Dr.Soetomo Surabaya Jawa Timur ditemukan 111 kasus pertahun utuk kejadian cidera medulla spinalis. Pasien dengan cedera medulla spinalis memerlukan penyesuaian terhadap berbagai aspek, antara lain masalah mobilitas yang terbatas, psikologis, urologis, pernafasan, kulit, disfungsi seksual, dan ketidakmampuan untuk bekerja. Menurut UU No. 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik dalam dalam keadaan sakit maupun maupun sehat. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan keperawatan. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk merawat klien baik secara fisik maupun psikis. Dalam hal ini, peran perawat sangat dibutuhkan dalam
membantu klien yang mengalami cedera medulla spinalis agar mempu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan aktivitas daily living untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu, kami sempat tertarik untuk membahas asuhan keperawatan pada klien dengan cedera medulla spinalis.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan trauma medulla spinalis? 2. Bagaimana anatomi fisiologi medulla spinalis? 3. Apa yang menyebabkan terjadinya trauma medulla spinalis? 4. Bagaimana patofisiologi atau perjalanan sampai terjadinya trauma medulla spinalis? 5. Apa tanda dan gejala dari trauma medulla spinalis? 6. Apa komplikasi dari trauma medulla spinalis? 7. Apa pemeriksaan penunjang yang tepat untuk memeriksa trauma medulla spinalis? 8. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita trauma medulla spinalis? 9. Bagaimana asuhan keperawatan secara teoritis pada pasien dengan trauma medulla spinalis?
1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada klien dengan luka bakar. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui definisi dari trauma medulla spinalis. 2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi medulla spinalis. 3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya trauma medulla spinalis. 4. Untuk mengetahui patofisiologi atau perjalanan sampai terjadinya trauma medulla spinalis. 5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari trauma medulla spinalis .
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada penderita trauma medulla spinalis. 7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang tepat untuk memeriksa trauma medulla spinalis. 8. Untuk mengetahui komplikasi dari trauma medulla spinalis. 9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan secara teoritis pada pasien dengan trauma medulla spinalis.
1.4 Sistematika Penulisan 1. BAB I PENDAHULUAN 2. BAB II PEMBAHASAN 3. BAB III PENUTUP
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Trauma Medulla Spinalis Trauma medulla spinalis atau Spinal Cord Injury (SCI) didefinisikan sebagai cidera atau kerusakan pada medulla spinalis yang menyebabkan perubahan fungsional, baik secara mental maupun permanen, pada fungsi motorik, sensorik, atau otonom. Trauma pada medulla spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebabkan transeksi lengkap dari medulla spinalis dengan quadriplegia (Fransiska B. Batticaca 2008). Trauma pada tulang belakang (spinal cors injury) adalah cedera yang mengenai servikal, vertebralis, dan lumbalis dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang (Mutttaqin, 2008). Cedera medula spinalis (CMS) atau spinal cord injury (SCI ) ditandai dengan adanya tetralegia atau paraplegia, parsial atau komplit, dan tingkatan atau level tergantung area terjadinya lesi atau CMS. Tetraplegia atau quadriplegia adalah kehilangan fungsi sensorik dan motorik di segmen servikal medulla spinalis. Sedangkan paraplegia adalah gangguan fungsi sensorik dan motorik di segmen thorakal, lumbal dan sakrum ( Kirshblum & Benevento, 2009).
2.2 Anatomi Fisiologi Medula spinalis dan batang otak membentuk struktur continue dari hemisfer serebral dan memberikan tugas sebagai penghubung otak dan saraf perifer, seperti kulit dan otot. Panjangnya kira-kira 45 cm dan menipis pada jari-jari (Smeltzer, 2001). Medula spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral, dan 5 segmen koksigis. Medula spinalis mempunyai 31 pasang saraf spinal, masing-masing segmen mempunyai satu untuk setiap sisi tubuh. Columna Vertebralis atau rangkaian tulang belakang
adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang, berfungsi melindungi medulla spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke tulang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang dipisahkan oleh disitu intervertebralis atau bantalan tulang belakang. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57-67 cm. Medula spinalis yang keluar dari foramen intervertebralis dikelompokkan dan dinamai sesuai dengan daerah yang ditempatinya (Smeltzer, 2001). Struktur medulla spinalis, dikelilingi oleh meningen, arakhnoid, dan pia mater. Diantara durameter dan kanalis vertebralis terdapat ruang epidural. Medulla spinalis berbentuk seperti huruf H dengan badan sel saraf (substansia grisea) dikelilingi traktus asenden dan desenden (substansia alba). Bagian yang membentuk H meluas dari bagian atas dan bersamaan menuju bagian tanduk anterior (anterior horn). Keadaan tanduk-tanduk ini berupa selsel yang mempunyai serabut-serabut, yang membentuk ujung akar anterior (motorik) dan berfungsi untuk aktivitas yang disadari dan aktivitas reflex dari otot-otot yang berhubungan dengan medulla spinalis. Bagian posterior yang tipis (upper horn) mengandung sel-sel berupa serabut-serabut yang masuk ke ujung akar posterior (sensorik) dan kemudian bertindak sebagai relay station dalam jaras reflex / sensorik. Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut: a. Vetebra Cervicalis Vertebrata cervicalis ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak.Veterbrata
cervicalis
ketujuh
disebut
prominan
karena
mempunyaiprosesus spinosus paling panjang. b. Vertebra Thoracalis Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorax. c. Vertebra Lumbalis Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal, berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus
vertebra yang besar ukurannya sehingga pergerakannya lebih luas ke arah fleksi. 1) Os. Sacrum Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkangdimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi. 2) Os. Coccygeal Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalamirudimenter. Beberapa segmen ini membentuk 1 pasang saraf coccygeal (Price, 2005) Medula spinalis adalah bagian dari susunan saraf pusat yang seluruhnya terletak dalam kanalis vertebralis, dikelilingi oleh tiga lapis selaput pembungkus yang disebut meningen. Lapisan-lapisan dan struktur yang mengelilingi medula spinalis dari luar ke dalam antara lain: a. Dinding kanalis vertebralis (terdiri atas vertebrae dan ligamen). b. Lapisan
jaringan
lemak
(ekstradura)
yang
mengandung
anyaman
pembuluh-pembuluh darah vena. 1) Duramater. 2) Arachnoid. 3) Ruangan subaraknoid (cavitas subarachnoidealis) yang berisiliquor cerebrospinalis. 4) Piamater, yang kaya dengan pembuluh-pembuluh darah dan yang langsung membungkus permukaan sebelah luar medula spinalis. Lapisan meningen terdiriatas pachymeninx (duramater) dan leptomeninx (arachonoid dan piameter). Pada masa kehidupan intrauterine usia 3 bulan, panjang medulla spinalis sama dengan panjang kanalis vertebralis, sedang dalam masa-masa berikutnya kanalis vertebralis tumbuh lebih cepat dibandingkan medula spinalis sehingga ujung kaudal medula spinalis berangsur-angsur terletak pada tingkat yang lebih tinggi. Pada saat lahir, ujung kaudal medula spinalis terletak setinggi tepi kaudalcorpus vertebrae lumbalis II. Pada usia dewasa, ujung kaudal medula spinalis
umumnya terletak setinggi tepi kranial corpus vertebrae lumbalis IIatau setinggi discus intervertebralis antara corpus vertebrae lumbalis I dan II. Terdapat banyak jalur saraf (tractus) di dalam medula spinalis.
2.3 Penyebab Trauma Medulla Spinalis Penyebab traumna tulang belakang menurut Harsono (2000). 1. Kecelakaan lalu lintas 2. Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian 3. Kecelakaan sebab olah raga (penunggang kuda, pemain sepak bola, penyelam, dll) 4. Luka jejas, tajam, tembak pada daerah vertebra 5. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. Adapun menurut Arif Muttaqin (2008) penyebab dari cidera medulla spinalis adalah : 1. Otomobil / Industri Kecelakaan yang hebat dapat menyebabkan suatu benturan dari organ tubuh salah satu yang terjadi adalah cidera tulang belakang secara langsung yang mengenai tulang belakang dan melampui batas kemampuan tulang belakang dalam melindungi saraf – saraf yang berada didalamnya. 2. Terjatuh / Olahraga Peristiwa jatuh karena suatu kegiatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya cidera salah satunya karena kegiatan olahraga yang berat contohnya adalah olahraga motor GP , lari, lompat. 3. Luka tusuk / tembak Luka tusuk pada abdomen atau tulang belakang dapat dikatakan menjadi faktor terjadinya cidera karena terjadi suatu perlukaan atau insisi luka tusuk atau luka tembak. 4. Tumor
Tumor merupakan suatu bentuk peradangan. jika terjadi komplikasi pada daerah tulang belakang spinal. Ini merupakan bentuk cidera tulang belakang. Medulla Spinalis.
2.4 Patofisiologi Trauma Medulla Spinalis Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh dari ketinggian, cederaolahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina Bifida, Friedreich dari ataxia, dll) dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut “whiplash”/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi da n anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak. Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti secara mendadak, atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam yang dapat mengakibatkan paraplegia. Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertical (terutamapada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap. Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis. Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan /menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dandislokasi) Lesi transversa medulla spinalis tergantung
pada segmen yang terkena (segmen transversa, hemitransversa, kuadran transversa). Hematomielia adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia grisea. Trauma ini bersifat “whiplash “ yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio. Kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis. Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis. Pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yangterjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteriradikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatome dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema aaanastomosis anterial anterior spinal.
2.5 Manifestasi Klinik Trauma Medulla Spinalis Menurut Diane C. Baughman (2000) tanda dan gejala trauma medulla spinalis, meliputi : 1. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena 2.
Paraplegia
3.
Tingkat neurologic
4.
Paralisis sensorik motorik total
5.
Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
6.
Penurunan keringat dan tonus vasomotor
7.
Penurunan fungsi pernafasan
8.
Gagal nafas
9.
Pernafasan dangkal
Menurut ENA, (2000 tanda dan gejala trauma medulla spinalis, meliputi : 1.
Penggunaan otot-otot pernafasan
2.
Pergerakan dinding dada
3.
Hipotensi
4.
Bradikardi
5.
Kulit teraba hangat dan kering
6.
Poikilotermi (ketidakmampuan mengatur suhu tubuh)
7.
Kehilangan sebagian atau seluruh kemampuan gerak
8.
Kehilangan sensasi
9.
Terjadi paralisis, paraparesis, paraplegi, guadriparalesis, guadriparaplegia
10. Adanya spasme otot dan kekakuan Menurut Brunner dan Suddarth, (2001) tanda dan gejala medula spinalis, meliputi : 1. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena 2.
Paraplegia
3.
Tingkat neurologik
4.
Paralisis sensorik motorik total
5.
Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
6.
Penurunan keringat dan tonus vasomotor
7.
Penurunan fungsi pernafasan
8.
Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah
Menurut campbell( 2004) tanda dan gejala medula spinalis, meliputi : 1.
Kelemahan otot
2.
Deformitas tulang belakang
3. Nyeri 4.
Perubahan bentuk pada tulang servikal
5.
Kehilangan kontrol eliminasi dan feses
6.
Terjadi gangguan ereksi penis (priapism
2.6 Penatalaksanaa Trauma Medulla Spinalis Menurut Francisca B. Batticaca,(2008) penatalaksanaan trauma medulla spinalis, meliputi : 1.
Terapi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada, memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atas cidera lain, yang menyertai, mencegah, serta mengobati komplikasi dan kerusakan neural lebih lanjut. Reabduksi atas subluksasi (dislokasi sebagian pada sendi di salah satu tulang-ed). Untuk mendekompresi koral spiral dan tindakan imobilisasi tulang belakang untuk melidungi koral spiral.
2.
Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi internal, atau debrideben luka terbuka.
3.
Fikasi internal elekif dilakukan pada klien dengan ketidakstabilan tulang belakang, cidera ligaemn tanpa tanpa fraktur, deformitas tulang belakang progresif, cidera yang tak dapat direbduksi, dan fraktur non-union.
4.
Terapi steroid, nomidipin, atau dopamine untuk perbaiki aliran darah koral spiral. Dosis tertinggi metil prednisolon/bolus adalah 3mg/kgBB diikuti 5,4 mg/kgBB/jam untuk 23 jam berikutnya. Bila diberikan dalam 8 jam sejak cedera akan memperbaiki pemulihan neurologis. Gangliosida mungkin juga akan memperbaiki pemulihan setelah cedera koral spiral.
5.
Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk pengamatan fungsi sensorik, motorik, dan penting untuk melacak deficit yang progresif atau asenden.
6.
Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, fungsi ventilasi, dan melacak keadaan dekompensasi.
7.
Pengelolaan cedera stabil tanpa deficit neurologis seperti angulasi atau baji dari bahan luas tulang belakang, fraktr psoses transverses, spinosus, dan lainnya, tindakannya simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang), imobilisasi dengan fisioterapi untuk pemulihan kekuatan otot secara bertahap.
8.
Cedera tak stabil disertai deficit neurologis. Bila terjadi pergeseran, fraktur memerlukan reabduksi dan posisi yang sudah baik harus dipertahankan. a. Metode reabduksi antara lain : 1) Transaksi memakai sepit (tang) metal yang dipasang pada tengkorak. Beban 20kg tergantung dari tingkat ruas tulang belakang, ulai sekitar 2,5 kg pada fraktur C1. 2) Manipulasi dengan anestesi umum. 3) Reabduksi terbuka melalui operasi. b. Metode imobilisasi antara lain : 1) Ranjang khusus, rangka, atau selubung plester. 2) Transaksi tengkorak perlu beban sedang untuk memperahankan cedera yang sudah direabduksi. 3) Plester paris dan splin eksternal lain. 4) Operasi.
9.
Cedera stabil disertai deficit neurologis. Bila fraktur stabil, kerusakan neurologis disebabkan oleh : a. Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat cedera menyebabkan trauma langsung terhadap koral spiral atau kerusakan vascular. b. Tulang belakang yang sebetulnya sudah rusak akibat penyakit sebelumnya seperti spondiliosis servikal. c. Fragmen tulang atau diskus terdorong ke kanal spiral.
10. Pengelolaan kelompok ini tergantung derajat kerusakan neurologis yang tampak pada saat pertama kali diperiksa : a. Transeksi neurologis lengkap terbaik dirawat konservatif b. Cedera di daerah servikal, leher di mobilisasi dengan kolar atau sepit (kapiler) dan di beri metal prednisolon. c. Pemeriksaan penunjang MRI. d. Cedera neurologis tak lengkap konservatif. e. Bila terdapat atau didasari kerusakan adanya spondiliosis servikal, ttraksi tengkorak, dan metal prednisolon. f. Bedah bila spondiliosis sudah ada sebelumnya. g. Bila tak ada perbaikan atau ada perbaikan tetapi keadaan memburuk maka lakukan mielografi. h. Cedera tulang tak stabil. i. Bila lesinya total, dilakukan reabduksi yang diikuti imobilisasi. Melindungi imobiisasi seperti penambahan perawatan paraplegia. j. Bila deficit neurologis tak lengkap, dilakukan reabduksi, diikuti imobilisasi untuk sesuai jenis cederanya. k. Bila diperlukan operasi dekompresi kanal spiral dilakukan pada saat yang sama.
2.7 Pemerikaan Penunjang Trauma Medulla Spinalis 1. Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislokasi). 2. CT scan : untuk menentukan tempat luka / jejas. 3. MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal. 4. Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru. 5. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi. (Tucker dan Susan Martin, 1998)
2.8 Komplikasi Trauma Medulla Spinalis 1. Neurogenik shock Syok Neurogenik adalah kondisi medis yang ditandai dengan ketidakcukupan aliran darah ke tubuh yang disebabkan karena gangguan sistem saraf yang mengendalikan konstriksi dari pembuluh-pembuluh darah. Gangguan ini menyebabkan kehilangan sinyal saraf tiba-tiba, yang menyebabkan terjadinya relaksasi dan pelebaran pembuluh-pembuluh darah 2. Hipoksia Hipoksia merupakan kondisi di mana berkurangnya suplai oksigen ke jaringan di bawah level normal yang tentunya tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. 3. Hipoventilasi Hipoventilasi adalah kurangnya ventilasi dibandingkan dengan kebutuhan metabolik, sehingga terjadi peningkatan PCO2 dan asidosis respiratorik 4. Instabilitas spinal Instabilitas spinal adalah hilangnya kemampuan jaringan lunak pada spinal (contoh : ligamen, otot dan diskus) untuk mempertahankan kontrolintersegmental saat terjadinya beban atau stress fisiologis. 5. Orthostatic Hipotensi Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah yang terjadi tiba-tiba saat berubah posisi dari telentang ke posisi duduk atau tegak. Hal ini lebih sering pada pasien yang mengambil obat antihipertensi. Gejala seperti lemah tiba-tiba, pusing, terasa pingsan dan pingsan dapat terjadi. 6. Kontraktur Kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi secara pasif maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan kulit. 7. Dekubitus
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama. 8. Inkontinensia blader Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi di luar keinginan. (Brunner&Suddarth, 2002). 9. Konstipasi Konstipasi adalah kondisi tidak bisa buang air besar secara teratur atau tidak bisa sama sekali. Jika mengalaminya, Anda biasanya akan mengalami gejala-gejala tertentu. Misalnya tinja Anda menjadi keras dan padat dengan ukuran sangat besar atau sangat kecil. (Fransisca B. Batticaca 2008).
2.9 Asuhan Keperawatan Secara Teoritis Pada Pasien Dengan Trauma Medulla Spinalis 2.9.1 Pengkajian 1. Identitas klien : terdiri atas nama, No MR, umur, pekerjaan, agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan masuk, cara masuk, penanggung jawab. 2. Riwayat kesehatan a. Riwayat
kesehatan
sekarang
:
karna
kecelakaan
yang
mengakibatkan trauma tulang belakang pasien mengalami gangguan
mobilitas
fisik,
nyeri
dan
komplikasi
lain. b. Riwayat kesehatan dahulu : adanya riwayat kecelakaan di jalan raya (penyebab paling sering), olahraga, menyelam pada
air yang dangkal, luka tembak atau luka tikam. Gangguan lain yang
dapat
menyebabkan
cedera
medula
spinalis
seperti
spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medula spinalis. c. Riwayat kesehatan keluarga : biasanya trauma tulang belakang tidak ada factor herediter, tapi dikarenakan ada riwayat seperti kecelakaan. 3. Pemeriksaan fisik a. Kepala dan wajah : rambut hitam,tidak ada ketombe, tidak rontik, kulit kepala bersih, tidak ada oedema. b. Mata : sklera biasanya tidak ikhterik, reaksi pupil ptosi. c. Kesadaran : kompos mentis. d. Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung. e. Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi pendarahan, mukosa mulut tidak pucat. f. Telinga : tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan. g. Leher : biasanya JVP dalam batas normal. h. Thorax / dada : Inspeksi : biasanya simetris kiri kanan, tidak ada lesi, pernafasan Bradikardi. Palpasi : taktil fremitus seimbang kanan kiri. Perkusi : tidak ada nyeri. Auskultasi : napas pendek,ada ronki, pernafasan bradikardi. i. Abdomen : Inspeksi : distensi abdomen. Auskultasi : peristaltic usus hilang. Palpasi : tidak ada pembesaran hepar. Perkusi : tidak ada nyeri.
j. Genitalia : biasanya tidak ada edema. k. Ekstermitas : ekstermitas dingin atau pucat kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal. kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, Hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek. 4. Pola kebiasaan sehari-hari : a. Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik usus hilang, melena emesis berwarna seperti kopi atau tanah / hemaetemesis. b. Nutrisi : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang. c. Tidur / istirahat : terganggu yaitu kurang dari 7-8 jam perhari karna trauma dan adanya kompresi syaraf. d. Aktivitas dan latihan : terganggu, karna terjadi kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal) pada atau dibawah lesi. 2.9.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul (Carpenito (2000), Doenges at al (2000)) 1. Ketidakefektifan pola nafas b.d kelumpuhan otot diafragma. 2. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelumpuhan. 3. Nyeri akut b.d adanya cedera 2.9.3 Intervensi Keperawatan 1. Ketidak efektifan pola nafas
Buka jalan nafas gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu.
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
Identivikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
Berikan pelembab udara kassa basah Nacl lembab.
Atur intake untuk cairan mengobtimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2.
Pertahankan jalan nafas yang paten.
Atur peralatan oksigen.
Monitor aliran oksigen.
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury (biologi, kimia, fisik psikologis) kerusakan jaringan.
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, termasuk lokasi, karakteristik, lokasi, durasi kwalitas dan faktor presipitasi.
Observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan.
Bantu pasien dan keluarga untuk mencapai dan menemukan dukungan.
Kontrol lingkungan yang dapt mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan pencahayaan dan kebisingan,
Kurangi faktor presipitasi nyeri.
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
Ajarkan tentang tekhnik non farmakologi napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat / dingin.
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
Tingkatkan istirahat.
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidak nyamanan dari prosedur.
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlembatan perkembangan.
Monitoring vital sign sebelm / sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan.
Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera.
Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi.
Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.
Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan.
Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs pasien.
Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.
BAB III PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan Dari hasil pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis. Penyebab dari cidera medulla spinalis adalah otomobil, industri , terjatuh, olahraga, terluka tusuk, tembak, tumor. Tanda dan gejala cedera spinalis Menurut campbell (2004), yaitu : kelemahan otot, deformitas tulang belakang, nyeri, perubahan bentuk pada tulang servikal, kehilangan kontrol eliminasi dan feses, terjadi gangguan ereksi penis (priapism). Pemeriksaan diagnostic cedera spinalis menurut Mahadewa dan Maliawan (2009) adalah : Foto Polos, CT Scan, MRI, Elektromiografi dan Pemeriksaan Hantaran Saraf.
Komplikasi cedera spinalis diantaranya
neurogenik shock, hipoksia, instabilitas spinal, infeksi saluran kemih, kontraktur, dekubitus, inkontinensia blader, Dan konstipasi. Diagnosa banding cedera spinalis yaitu Herniasi discus lumbalis dan kompresi medulla spinalis.
3.2 Saran Selayaknya seorang mahasiswa keperawatan dan seorang perawat dalam setiap pemberian asuhan keperawatan termasuk dalam asuhan keperawatan cedera medulla spinalis menggunakan konsep yang sesuai dengan kebutuhan dasar manusia yang bersifat holistic yang meliputi aspek biopsikospiritual dan semoga makalah ini dapat digunakan sebagai titik acuh khalayak umum.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3 . Jakarta : EGC. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3 Jakarta : FKUI Muttaqin, arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta. Salemba Medika. Batticaca, F. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta. Salemba Medika. Irapanussa, Frans. 2012. Diagnosis Dan Diagnosis Banding Cedera Spinalis. Maluku. Diunduh dari : http://irapanussa.blogspot.co.id/2012/06/diagnosis-dandiagnosis-banding-cedera.html. Setiawan, Iwan & Intan Mulida. 2010. Cedera Saraf Pusat Dan Asuhan Keperawatannya. Yogyakarta. Nuha Medika.