1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Spinal cord injury( SCI) adalah trauma yang menyebabkan kerusakan pada spinal cord
sehingga menyebabkan menurunnya atau menghilangnya fungsi motorik maupun sensoris. Di Amerika sekitar 8000 kasus spinal cord injury (SCI) didiagnosis setiap tahunnya, dan lebih dari 80 % adalah laki – laki laki berusia sekitar 16 sampai 30 tahun. Trauma ini disebabkan oleh kecelakaan lalulintas 36 %, karena kekerasan 28,9 %, dan jatuh dari ketinggian 21,2 %, jumlah paraplegi lebih banyak dari pada tetraplegi dan sekitar 450.000 pendud uk di Amerika hidup dengan SCI (The National Spinal Cord Injury, 2001). Kemungkinan untuk bertahan dan sembuh pada kasus SCI, tergantung pada lokasi serta derajat kerusakan akibat trauma, dan juga kecepatan mendapat perawatan medis setelah trauma. Trauma pada cervical dapat mengakibatkan seseorang mengalami penurunan kemampuan bernafas dan kelemahan pada lengan, tungkai dan trunk atau yang disebut tetraplegi. Trauma pada bagian bawah dari vertebra dapat menyebabkan hilang atau
berkurangnya fungsi motorik serta sensoris pada tungkai dan bagian bawah dari tubuh disebut paraplegi. Pada kasus trauma yang berat, kesembuhan tergantung pada luasnya derajat kerusakan, prognosis akan semakin baik bila pasien mampu melakukan gerakan yang disadari atau dapat merasakan sensasi dalam waktu yang singkat. Cedera servikal merupakan cedera tulang belakang yang paling sering menimbulkan kecacatan dan kematian, dari beberapa penelitian terdapat korelasi antara tingkat cedera servikal dengan morbiditas dan mortalitas, yaitu semakin tinggi tingkat cedera servikal semakin tinggi pula morbiditas dan mortalitasnya (Ning GZ, 2011). Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau kematian (PERDOSSI, 2006). Cedera medula spinalis pertama kali tercatat dalam sejarah sekitar 1700 SM pada papirus Edwin Smith. Penyebab cedera medula spinalis tersering ialah kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%), dan cedera yang berhubungan dengan olahraga (10%); selain itu, akibat kekeras-an dan kecelakaan kerja. Cedera medula spinalis akibat trauma diperkirakan terjadi
pada 30-40 per satu juta penduduk per tahun, dan sekitar 8.000-10.000 penderita setiap tahun; umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda. Walaupun insidens per tahun relatif rendah, biaya perawatan dan rehabilitasi untuk cedera medula spinalis sangat tinggi, yaitu sekitar US$ 53.000/pasien. Angka mortalitas diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama. Sekitar 80% meninggal di tempat kejadian oleh karena vertebra servikalis memiliki risiko trauma paling besar, dengan level tersering C5, diikuti C4, C6, kemudian T12, L1, dan T10. Berdasarkan kecacatan yang terjadi, 52% kasus mengalami paraplegia dan 47% mengalami tetraplegia. Penyebab utama cedera medulla spinalis adalah trauma oleh karena kecelakaan bermotor, jatuh, trauma olahraga, luka tembus sekunder seperti luka tusuk atau luka tembak. Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung, kanker dan stroke. Tercatat terjadi peningkatan ± 50 kasus per 100.000 populasi tiap tahun, dimana 3% penyebab kematian ini karena trauma langsung pada medula spinalis, dan 2% karena trauma ganda. Insidensi trauma medulla spinalis pada laki-laki 5 kali lebih besar daripada perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% cedera medulla spinalis disebabkan kecelakaan lalulintas, 20% karena jatuh, 40% karena luka tembak, trauma olahraga, dan kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada vertebra C2 diikuti dengan C5 dan C6. Sekitar 10% pasien dengan penurunan kesadaran yang dikirim ke Instalasi Gawat Darurat akibat kecelakaan lalu lintas selalu menderita cedera servikal, baik cedera pada tulang servikal, jaringan penunjang, maupun cedera pada cervical spine. Trauma servikal sering terjadi pada pasien dengan riwayat kecelakaan kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi, trauma pada wajah dan kepala, terdapat defisit neurologis, nyeri pada leher, dan trauma multiple (Grundy, 2002; Weishaupt N., 2010). Trauma medula spinalis terjadi pada 30.000 pasien setiap tahun di Amerika Serikat. Insidensi pada negera berkembang berkisar antara 11,5 hingga 53,4 kasus dalam 1.000.000 populasi. Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda (Evans, 1996). Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%) dan cedera yang berhubungan dengan olahraga (10%). Sisanya akibat kekerasan dan kecelakaan kerja. Hampir 40%-50% trauma medulla spinalis mengakibatkan defisit neurologis, sering menimbulkan gejala yang 2
berat, dan terkadang terkadan g menimbulkan kematian. Walaupun insiden pertahun relatif rendah, tapi biaya perawatan dan rehabilitasi untuk cedera medulla spinalis sangat besar, yaitu sekitar US$ 1.000.000 / pasien. Angka mortalitas diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama, dan lebih kurang 80% meninggal di tempat kejadian (Evans, 1996).
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan dari Trauma Pada Tulang Belakang.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya definisi trauma tulang belakang b. Diketahuinya etiologi trauma tulang belakang c. Diketahuinya klasifikasi trauma tulang belakang d. Diketahuinya manifestasi klinis trauma tulang belakang e. Diketahuinya patofisiologi trauma tulang belakang f. Diketahuinya komplikasi trauma tulang belakang g. Diketahuinya pemeriksaan diagnostik trauma tulang belakang h. Diketahunya asuhan keperawatan teori trauma tulang belakang.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Review antomi dan fisiologi
Tulang belakang adalah susunan terintegrasi dari jaringan tulang, ligamen, otot, saraf dan pembuluh darah yang terbentang mulai dari dasar tengkorak (basis cranii), leher, dada, pinggang bawah hingga panggul dan tulang ekor. Fungsinya adalah sebagai penopang tubuh bagian atas serta pelindung bagi struktur saraf dan pembuluh-pembuluh darah yang melewatinya (Smeltzer & Bare, 2002). Tulang belakang tersusun dari tulang-tulang pendek berupa ruas-ruas tulang sejumlah lebih dari 30 buah. Tulang-tulang tersebut berjajar dari dasar tengkorak sampai ke tulang ekor dengan lubang di tengah-tengah setiap ruas tulang (canalis vertebralis), sehingga susunannya menyerupai seperti terowongan panjang. Saraf dan pembuluh darah tersebut berjalan melewati canalis vertebralis dan terlindung oleh tulang belakang dari segala ancaman yang dapat merusaknya (Smeltzer & Bare, 2002). Antara setiap ruas tulang belakang terdapat sebuah jaringan lunak bernama diskus intervertebra, yang berfungsi sebagai peredam kejut ( shock absorption) dan menjaga
fleksibilitas gerakan tulang belakang, yang cara kerjanya mirip dengan shock breaker kendaraan kita. Di setiap ruas tulang juga terdapat 2 buah lubang di tepi kanan dan kiri belakang tulang bernama foramen intervertebra, yaitu sebuah lubang tempat berjalannya akar saraf dari canalis vertebra menuju ke seluruh tubuh. Saraf-saraf tersebut keluar melalui lubang itu dan mempersarafi seluruh tubuh baik dalam koordinasi gerakan maupun sensasi sesuai daerah persarafannya (Arif, 2008).
4
Tulang belakang terdiri dari 4 segmen, yaitu segmen servikal (terdiri dari 7 ruas tulang), segmen torakal (terdiri dari 12 ruas tulang), segmen lumbal (terdiri dari 5 ruas tulang) serta segmen sakrococygeus (terdiri dari 9 ruas tulang). Diskus intervertebra terletak mulai dari ruas tulang servikal ke-2 (C2) hingga ruas tulang sakrum pertama (S1) ( Arif, 2008 ).
Di luar susunan tulang belakang, terdapat ligamen yang menjaga posisi tulang belakang agar tetap kompak dan tempat melekatnya otot-otot punggung untuk pergerakan tubuh kita. Ligamen dan otot tulang belakang berfungsi sebagai koordinator pergerakan tubuh. Posisi tulang belakang yang normal akan terlihat lurus jika dilihat dari depan atau belakang. Jika dilihat dari samping, segmen servikal akan sedikit melengkung ke depan (lordosis) sehingga 5
kepala cenderung berposisi agak menengadah. Segmen torakal akan sedikit melengkung ke belakang (kyphosis) dan segmen lumbal akan melengkung kembali ke depan (lordosis) (Smeltzer & Bare, 2002). Kelainan dari susunan anatomis maupun perbedaan posisi tulang belakang yang normal tersebut, dapat berakibat berbagai keluhan dan gangguan yang bervariasi. Keluhan dan gangguan tersebut akan berakibat terganggunya produktivitas dan kualitas hidup seseorang. Tidak jarang keluhan tersebut berakibat nyeri yang hebat, impotensi, hilangnya rasa (sensasi) hingga kelumpuhan (Smeltzer & Bare, 2002). Maka tak heran banyak orang berpendapat, bahwa sehat berawal dari tulang belakang. Ungkapan tersebut tidaklah berlebihan, karena tulang belakang kita bertanggung jawab penuh terhadap perlindungan saraf dan pembuluh darah, serta kekuatan menopang tubuh k ita setiap harinya beserta gerakan-gerakan yang ditimbulkannya. Kita perlu mengetahui, bagaimana merawat dan mencegah timbulnya keluhan dan gangguan tulang belakang kita. Jika pun terlanjur timbul keluhan, penting sekali bagi kita untuk mengetahui penyakit yang diderita, agar tidak terjadi kesalahan diagnosa dan salah terapi yang tak jarang menimbulkan komplikasi serius (Arif, 2008).
B. Fungsi saraf servikal
Menurut Price tahun 2005, fungsi ke 31 saraf spinalis atau saraf pada servikal antara lain : 1. Nervus hipoglossus : Nervus yang mempersarafi lidah dan sekitarnya. 2. Nervus occipitalis minor : Nervus yang mempersarafi bagian otak belakang dalam trungkusnya. 3. Nervus thoracicus : Nervus yang mempersarafi otot serratus anterior. 4. Nervus
radialis:
Nervus
yang
mempersyarafi
otot
lengan
bawah
bagian
posterior,mempersarafi otot triceps brachii, otot anconeus, otot brachioradialis dan otot ekstensor lengan bawah dan mempersarafi kulit bagian posterior lengan atas dan lengan bawah. Merupakan saraf terbesar dari plexus. 5. Nervus thoracicus longus: Nervus yang mempersarafi otot subclavius, Nervus thoracicus longus. berasal dari ramus C5, C6, dan C7, mempersarafi otot serratus anterior. 6. Nervus thoracodorsalis: Nervus yang mempersarafi otot deltoideus dan otot trapezius, otot latissimus dorsi. 6
7. Nervus axillaris: Nervus ini bersandar pada collum chirurgicum humeri. 8. Nervus subciavius: Nervus subclavius berasal dari ramus C5 dan C6, mempersarafi otot subclavius.. 9. Nervus supcapulari: Nervus ini bersal dari ramus C5, mempersarafi otot rhomboideus major dan minor serta otot levator scapulae, 10. Nervus supracaplaris: Berasal dari trunkus superior, mempersarafi otot supraspinatus dan infraspinatus. 11. Nervusphrenicus: Nervus phrenicus mempersyarafi diafragma. 12. Nervus intercostalis 13. Nervus intercostobrachialis: Mempersyarafi kelenjar getah bening. 14. Nervus cutaneus brachii medialis: Nervus ini mempersarafi kulit sisi medial lengan atas. 15. Nervus cutaneus antebrachii medialis: Mempersarafi kulit sisi medial lengan bawah. 16. Nervus ulnaris: Mempersarafi satu setengah otot fleksor lengan bawah dan otot-otot kecil tangan, dan kulit tangan di sebelah medial. 17. Nervus medianus: Memberikan cabang C5, C6, C7 untuk nervus medianus. 18. Nervus musculocutaneus: Berasal dari C5 dan C6, mempersarafi otot coracobrachialis, otot brachialis, dan otot biceps brachii. Selanjutnya cabang ini akan menjadi nervus cutaneus lateralis dari lengan atas. 19. Nervusdorsalis scapulae: Nervus dorsalis scapulae bersal dari ramus C5, mempersarafi otot rhomboideus. 20. Nervus transverses colli 21. Nervus nuricularis: Nervus auricularis posterior berjalan berdekatan menuju foramen, Letakanatomisnya: sebelah atas dengan lamina terminalis, 22. NervusSubcostalis: Mempersarafi sistem kerja ginjal dan letaknya. 23. Nervus Iliochypogastricus: Nervus iliohypogastricusberpusat pada medulla spinalis. 24. Nervus Iliongnalis: Nervus yang mempersyarafi system genetal, atau kelamin manusia. 25. NervusGenitofemularis: Nervus genitofemoralis berpusat pada medulla spinalis L1-2, berjalan ke caudal, menembus m. Psoas major setinggi vertebra lumbalis ¾. 26. Nervus Cutaneus Femoris Lateralis: Mempersyarafi tungkai atas, bagian lateral tungkai bawah, serta bagian lateral kaki. 27. NervusFemoralis: Nervus yang mempersyarafi daerah paha dan otot paha. 7
28. NervusGluteus Superior: Nervus gluteus superior (L4, 5, dan paha, walaupun sering dijumpai percabangan dengan letak yang lebih tinggi. 29. Nervus Ischiadicus: Nervus yang mempersyarafi pangkal paha 30. NervusCutaneus Femoris Inferior: Nervus yang mempersyarafi bagian (s2 dan s3) pada bagian lengan bawah. 31. Nervus Pudendus: Letak nervus pudendus berdekatan dengan ujung spina ischiadica. Nervus pudendus, Nervus pudendus menyarafi otot levator ani, dan otot perineum(ke kiri / kanan ), sedangkan letak kepalanya dibuat sedikit lebih rendah.
C. Definsi
Trauma pada tulang belakang ( spinal cors injury) adalah cedera yang mengenai servikal, vertebralis, dan lumbalis dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang (Arif Mutttaqin, 2008). Trauma spinal adalah trauma yang terjadi pada spinal, meliputi spinal collumna maupun spinal cord, dapat mengenai elemen tulang, jaringan lunak, dan struktur saraf pada cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma berupa jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, dan sebagainya. Trauma spinalis menyebabkan ketidakstabilan kolumna vertebral (fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra) atau injuri saraf yang aktual maupun potensial (Sylvia, 2006).
D. Etiologi
Penyebab dari cedera medulla spinalis antara lain: 1. Kecelakaan di jalan raya (paling sering terjadi) Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat untuk merusak kord spinal serta kauda ekuina. 2. Olahraga 3. Menyelam pada air yang dangkal 4. Luka tembak atau luka tikam (Arif Mutttaqin, 2008).
8
E. WOC
Cedera pada medulla spinalis
Perdarahan secara microskopik
Syok pada bagian spinal
Respon nyeri hebat dan juga akut pada bagian spinal
Nyeri
F. Klasifikasi
Klasifikasi derajat cedera medula spinalis menurut ASIA yaitu : Tingkat
Tipe
Gangguan medulla spinalis
A
Komplit
B
Inkomplit
Fungsi sensorik masih baik tapi motorik terganggu sampai segmen sakral S4-S5
C
Inkomplit
Fungsi motorik terganggu dibawah level tapi otot-otot motorik utama masih mempunyai kekuatan <3
D
Inkomplit
Fungsi motorik terganggu dibawah level, kekuatan otot-otot motorik utama >3
E
Normal
Tidak ada fungsi motorik dan sensorik sampai S4-S5
Fungsi motorik dan sensorik normal
Klasifikasi menurut Arif Muttaqin yaitu: 1. Cedera tulang stabil Cedera yang komponen vertebralnya tidak akan tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum tulang tidak rusak dan biasanya resikonya lebih rendah. 2. Cedera tulang tidak stabil Cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih jauh dimana terjadi perubahan struktur dari oseoligamentosa posterior, komponen pertengahan,dan kolumna anterior (Arif Muttaqin, 2008). 9
G. Manifestasi Klinis
1. Bila pasien dalam keadaan sadar, biasanya mengeluh nyeri akut pada belakang leher, yang mnyebar sepanjang saraf yang terkena 2. Cedera spinal dapat menyebabkan paraplegia atau quadriplegia. Akibat cedera bergantung pada tingkat cedera pada medulla dan tipe cedera : a. Tingkat neurologik: berhubungan dengan tingkat fungsi sensori dan motorik bagian bawah yang normal. Tingkat neurologic bagian bawah mengalami paralisis sensori dan motorik total, kehilangan kontrol kandeng kemih, penurunan keringat dan tonus vasomotor dan penurunan tekanan darah diawali dengan resistensi vascular perifer. b. Tipe cedera, mengacu pada luasnya cedera medulla spinalis itu sendiri: Masalah pernapasan basanya dikaitkan dengan penurunan fungsi peranpasan, beratnya bergantung pada tingkat cedera. Otot-otot yang berperan dalam pernapasan adalah abdominal, interkostal (T1-T11) dan diafragma. Pada cedera medulla spinalis servikal tinggi, kegagalan pernapasan akut adalah penyebab utama kematian (Smeltzer & Bare, 2002).
Gejala klinis cedera medulla spinalis berdasarkan letak atau lokasi adalah: Level
Gangguan motorik
C1-C3
Quadriplegia, otot-otot
Gangguan sensorik
Gangguan autonom
parese Sensoris sampai setinggi Kemampuan berkemih, leher, kepala, tepi rahang bagian pencernaan dan fungsi
kekakuan, kelumpuhan bawah; sakit di belakang seksual, sindrom horner
C4-C5
otot pernafasan
kepala, leher, dan bahu
Quadriplegia,
Sensoris
diagfragma
dan clavicula/bahu
pernafasan C6-C8
lengan, pernafasan
pencernaan dan fungsi seksual, sindrom horner
Quadriplegia, kekakuan,
setinggi Kemampuan berkemih,
Sensoris setinggi dinding Kemampuan berkemih,
kelamahan dada/punggung diagfragma, atas,
termasuk
kecuali bahu 10
bagian pencernaan dan fungsi lengan seksual, sindrom horner
T1-T5
Paraplegia,
Sensoris dari permukaan Kemampuan berkemih,
berkurangnya
volume lengan
pernafasan
bagian
bawah, pencernaan dan fungsi
dinding dada bagian atas, seksual dan
punggung
bagian
bawah T5-T10
Paraplegia, kekakuan
Sensoris setinggi dinding Kemampuan berkemih, dada
dan
sesuai pencernaan dan fungsi
dermatomnya T11-L3
Paraplegia
Sensoris
setinggi
seksual perut, Kemampuan berkemih,
pangkal paha ke bawah pencernaan dan fungsi dan sesuai dermatomnya
L4-S2
Paraplegia distal
di
bagian Sensoris
setinggi
seksual.
lutut, Kemampuan berkemih,
punggung kaki kebawah, pencernaan dan fungsi dan sesuai dermatomnya
ereksi pada laki-laki
H. Patofisiologi
Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang, jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga, mengakibatkan patah tulang belakang; paling banyak cervicalis dan lumbalis. Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, blok syaraf parasimpatis pelepasan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal gangguan fungsi rektum, kandung kemih. Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman, nyeri, oksigen dan potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia, gangguan eliminasi (Sylvia, 2006).
11
I. Komplikasi
Menurut Smeltzer (2002), komplikasi yang dapat timbul dari cedera medulla spinalis yaitu: 1. Syok spinal Syok spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada medulla spinalis (areflexia) dibawah tingkat cedera. Dalam kondidi ini otot-otot yang disarafin oleh bagian segmen medulla yang ada dibawah tingkat lesi menjadi parlisis kolplet dan flaksid dan reflexrefleks tidak ada. Tekanan darah menurun. Karena ada cedera servikal dan medulla spinalis torakal atas, pernapasan pada otot aksesorius mayor pernapasan hilang dan terjadi masalah pernapasan: penurunan kapsitas vital, retensi sekresi, peningkatan tekanan parsial karbondioksida, penururnan PO2, Kegagalan pernapasan dan edema pulmonal. 12
2. Trombosis vena profunda Merupaka komplikasi umum dari imobilitas dan umumnya pada pasien cedera medulla spinalis. Pasien PVT berisiko mengalami embolisme pulmonal (EP) dengan manifestasi nyeri dada pleuritis, cemas, nafas pendek, dan nilai gas darah abnormal (Smeltzer, 2002).
J. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X spinal Menentukan lokasi dan jenis cedera tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran,reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi. 2. Ct-scan Menentukan tempat luka atau jejas, mengevaluasi ganggaun structural 3. MRI Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi 4. Mielografi Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnyatidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medullaspinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi). 5. Foto ronsen torak Memperlihatkan keadan paru contoh : perubahan padadiafragma, atelektasis 6. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) Mengukur
volume
inspirasimaksimal
khususnya
pada
pasien
dengan
trauma
servikatbagian bawah atau pada trauma torakal dengan gangguanpada saraf frenikus atau otot interkostal (Arif Muttaqin, 2008).
K. Asuhan Keperawatan Teori Trauma Tulamg Belakang 1. Pengkajian Primary Survey
a. Airway
: adanya hambatan jalan napas /obstruksi/adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan refleks batuk b. Breathing
: suara nafas, RR,pernafasan, irama dan jenis pernafasan 13
c. Circulation
: tekanan darah normal/meningkat/menurun, akral, sianosis
d. Disability
: kesadaran, GCS, pupil (diameter dan ukuran-isokor), refleks
cahaya, AVPU (alert, verbal, pain, unresponsive) e. Eksposure
: suhu dan ada tidaknya jejas
f. Folicateter
: Tidak perlu pemasangan kateter
g. Gastrictube
: Tidak perlu pemasangan NGT
h. Heart monitor
: Tidak ada hasil EKG yang bemasalah
Secondary Survey
a. Identitas pasien Identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama, alamat, nomor rekam medis, diagnosa Medis b. Riwayat kesehatan 1) Riwayat penyakit sekarang : Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang akibat dari kecelakaan lalu lintas,olah raga,jatuh dari pohon atau bangunan,luka tusuk,luka tembak dan kejatuhan benda keras. Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien atau bila klien tidak sadar te ntang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka kebut-kebutan. 2) Riwayat penyakit dahulu : Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit degeneratif pada tulang belakang, sepertiosteoporosis, osteoartritis, spondilitis, spondilolistesis, spinalstenosis yang memungkinkan terjadinya kelainan pada tulang belakang. 3) Riwayat penyakit keluarga : Kaji apakah dalam keluarga px ada yang menderita hipertensi, DM , penyakit jantung untuk menambah komprehensifnya pengkajian. c. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum,TTV,status kesadaran pada klien dengan cidera spinal stabil tidak mengalami perubahan,tetapi pada klien yang diindikasikan cedera spinal tidak stabil dapat mengalami perubahan. 2) Inspeksi adanya deforamitas pada leher / punggung.
14
3) Kaji adanya memar ( Pada fase awal cedera ) baik pada leher,muka dan bagian belakang telinga,tanda memar pada wajah,mata / dagu merupakan salah satu tanda adanya cedera hiper ekstensi pada leher. d. Pemeriksaan menggunakan pola gordon menurut Doengoes 1) Aktifitas dan istirahat Kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal 2) Sirkulasi: Berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, hipotensi, bradikardia ekstremitas dingin atau pucat 3) Eliminasi: Inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik usus hilang 4) Integritas ego Menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri 5) Pola makan Mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang 6) Pola kebersihan diri Sangat ketergantungan dalam melakukan ADL 7) Neurosensori Kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki,paralisis flasid, hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya refleks, perubahan reaksi pupil 8) Nyeri/kenyamanan Nyeri tekan otot, hipertensi tepat diatas daerah trauma, dan mengalami deformitas pada daerah trauma 9) Pernapasan Napas pendek,ada ronkhi, pucat, sianosis 10) Keamanan Suhu yang naik turun
15
11) Seksualitas Priapismus (pada laki-laki), haid tidak teratur (pada perempuan) (Doengoes, 1999). e. Pemeriksaan diagnostic 1) Ct Scan
CT-scan cervical:
- Fraktur corpus dan lamina corpus vertebra C5 - Avulsi fraktur anterior CV C5 - Listhesis ke posterior CV C5 terhadap C6 - Distorsi spinal canal 2) Mielografi
Foto Ro cervical AP lateral:
-Fraktur CV C5 -Posterolisthesis CV C5 terhadap C6
16
3) MRI
MRI cervical:
-Posterolisthesis CV C5 terhadap C6. -Fraktur Kompressi CV C5 yang menyebabkan ruptur parsial medulla spinalis disertai ekstra - vasasi LCS disekitarnya. -Hematoma medulla spinalis pada level C4-6 -Protrusio disc level CV C5-6 yang menekan thecal sac sentralis dan nerve root.
2. Diagnosa keperawatan
a. Resti injuri / cedera korda spinalis b/d kompresi korda sekunder dari cedera spinal servikal tdk stabil,manipulasi berlebihan pada leher. b. Resiko Penurunan denyut jantung & tekanan darah tanda awal dampak dari kompresi korda. c. Resiko Cedera pada vertebra servikal dapat mengakibatkan terjadinya syok spinal. d. Aktual
/
resiko
tinggi
pola
napas
tdk
efektif
b/d
kelemahan
otot-otot
pernapasan,kelumpuhan otot diafragma. e. Nyeri b/d kompresi akar saraf,spasme otot / tekanan di dhaerah distribusi ujung saraf.
3. Intervensi dalam kotak NIC dan NOC
a. Diagnosa : Resti injuri / cedera korda spinalis b/d kompres korda sekunder dari cedera spinal servikal tidak stsbil.
17
Tujuan
: Dalam waktu 2 X 24 jam resiko injury tidak terjadi.
Kriteria Hasil : TTV dalam batas normal,klien sadar GCS ( 4,5,6 ) tidak ada tandatanda syok spinal. Intervensi : 1.Monitor TTV b. Resiko Penurunan denyut jantung & tekanan darah tanda awal dampak dari kompresi korda. Intervensi : Monitor tiap jam akan adanya syok spinal pada fase awal cedera selama 48 jam. c. Resiko Cedera pada vertebra servikal dapat mengakibatkan terjadinya syok spinal. Intervensi : 1) Lakukan Teknik Pengangkatan cara log rolling atau long back boord pada setiap transportasi klien. Rasional : Teknik ini mempunyai prinsip memindahkan kolumna vertebralis sebagai satu unit dengan kepala & pelvis dengan tetap menjaga kesejajaran tulang belakang untuk menghindari kompresi korda. 2) Mobilisasi leher terutama pada klien yang mengalami cedera spin al tidak stabil. Rasional : Pemasangan fiksasi kolar servikal dapat menjaga kestabilan dalam melakukan mobilitas leher. 3) Beri penjelasan tentang kondisi klien. Rasional : Usaha untuk meningkatkan kooperatif klien terhadap intervensi yang diberikan. 4) Kolaborasi dengan Tim medis. 5) Pemeriksaan radiologi Rasional : Pemeriksaan utama dalam menilai sejauh mana kerusakan yang terjadi pada cedera spinal servikal. d. Diagnosa : Aktual / Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d kelemahan otot-otot pernapasan,kelumpuhan otot diafragma. Tujuan : Dalam waktu 2 X 24 jam tidak terjadi ketidak efektifan pola nafas Kriteria Hasil : RR dalam batas normal ( 12-20x / menit) tidak ada tanda-tanda sianosis,analisa gas darah dalam batas normal,pemeriksaan kapasitas paru normal. Intervensi : 18
1) Observasi fungsi pernapasan,catat frekuensi pernapasan,dispnea atau perubahan tanda-tanda vital Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dapat menunjukkan terjadinya spinal syok. 2) Pertahankan perilaku tenang,bantu klien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia,yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan / ansietas. 3) Pertahankan jalan napas; posisi kepala tanpa gerak. Rasional : Klien dengan cedera sevikalis akan membutuhkan bantuan uuntuk mencegah aspirasi / mempertahankan jalan napas. 4) Observasi warna kulit Rasional : Menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera. 5) Lakukan pengukuran kapasitas vital,volume tidal, dan kekuatan pernapasan. Rasional : Menentukan fungsi otot-otot pernapasan. 6) Berikan oksigen dengan cara yang tepat Rasional : Metode dipilih sesuai dengan keadaan.insulisiensi pernapasan. e. Diagnosa : Nyeri b/d kompresi akar saraf,spasme otot/tekanan di dhaerah distribusi ujung saraf. Tujuan : Dalam waktu 1X24 jam nyeri berkurang / hilang atau teradaptasi. Kriteria hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang / dapat diadaptasi,skala nyeri 0-1 ( 0-4 ) dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan nyeri,klien tidak gelisah. Intervensi : 1) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasif. Rasional : Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangai nyeri. 2) Lakukan manejemen nyeri keperawatan : Ajarkan tehnik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri muncul. 19
Rasional : Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia spinal. 3) Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri. Rasional : Distraksi ( pengalihan perhatian ) dalam menurunkan stimulus internal. 4) Lakukan manajemen sentuhan Rasional : Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. 5) Pasang korset lumbosakra Rasional : Penahan lumbal yang lembut dapat memberi keringanan pada lumbal karena titik beratnya ditarik ke dekat tulang belakang. 6) Kolaborasi dengan dokter,pemberian analgesik Rasioanl : Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang
20
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Kasus
Seorang laki-laki berusia 45 tahun dibawa ke RSUD oleh keluarga dengan keluhan nyeri dari bagian leher sampai ke kaki kiri dan kanan. Pasien mengatakan 2 hari yang lalu pasien jatuh dari ketinggian 4 meter. Setelah kejadian itu pasien mengeluhkan sering merasakan nyeri. Skala nyeri 8, pasien meringis. Pasien mengatakan nyeri pada daerah panggul sampai pada bagian ekstremitas bawah sehingga ROM terbatas. Pasien mengatakan nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk. Pasien mengatakan kaku pada jari-jari tangannya sehingga tidak dapat memegang barang dengan satu tangan dan harus memegang barang dengan kedua tangannya. Pasien mengatakan sulit bergerak karena nyeri yang dirasakan. Kesadaran pasien composmentis, GCS: E4V5M6. Hasil pemeriksaan fisik didapat TD: 130/80 mmHg, HR: 128 x/menit, RR: 22 x/menit, T: 36,6oC, akral teraba dingin, kulit kering, kasar dan CRT < 3 detik. Dari pemeriksaan CT Scan cervical didapat hasil corpus dan lamina corpus vertebra C5, avulsi fraktur anterior corpus vertebra C5, listhesis ke posterior corpus vertebra C5 terhadap C6 dan distorsi spinal canal. Kekuatan otot menurun yaitu: 1-1-4-3 pada ekstremitas atas bilateral, 2-4-3-3 pada ekstremitas kanan bawah dan 3-3-4-2 pada ekstremitas kiri bawah. Pasien mengatakan tidak selera untuk makan, karena tidak nyaman dengan kondisinya saat ini yang tidak bisa bergerak bebas seperti biasa. Keluarga pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit yang sama dengan pasien. Pasien hanya terbaring di bad, tampak gelisah, sulit membolak-balikan posisi tidur yang nyaman. Saat ini pasien terpasang kateter urin dengan urin ouput 800 ml.
B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Primary Suvery
i.
Airway
: Paten, tidak ada sura nafas tambahan
j.
Breathing
: RR = 22 x/menit, tidak ada pernafasan cuping hidung
k. Circulation
: Tidak ada sianosis, HR: 128 x/menit, CRT < 3 detik
l.
: Komposmentis, GCS: E4V5M6
Disability
21
m. Eksposure
: Ada jejas pada tengkuk
n. Folicateter
: Pasien terpasang kateter urin
o. Gastrictube
: Tidak perlu pemasangan NGT
p. Heart monitor
: TD= 130/80 x/menit, RR= 22 x/menit, HR= 130x/menit. Tidak ada masalah pada hasil EKG
Secondary Survey
a.
Identitas Pasien Nama
: Tn. Y
Umur
: 45 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Duda
Agama
: Islam
Pendidikan
: SLTA
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Jl. Riau
No. Rekam Medis
: 0001361864739
Diagnosa Medis
: Cedera Tulang Belakang
b. Riwayat Kesehatan 1) Riwayat kesehatan sekarang Pasien dibawa keluarga ke RSUD dengan keluhan nyeri dari bagian leher sampai pada eksterimtas kanan, kiri. Pasien mengatakan jari-jari kaku sehingga sulit memegang barang dengan satu tangan. Pasien juga mengatakan nyeri pada daerah panggul sampai ekstremitas bawah yang menyebabkan aktivitas pasien terbatas. 2) Riwayat kesehatan dahulu Pasien tidak ada memiliki riwayat penyakit terdahulu. 3) Riwayat kesehatan keluarga Pasien mengatakan tidak ada riwayat dari keluarga memiliki penyakit yang sama dengannya. 22
c. Pemeriksaan fisik 1) Pemeriksaan Umum a) Kesadaran : Komposmentis Eye
= Spontan (4)
Verbal
= Orientasi baik (5)
Motorik
= Mengikti perintah (6)
b) TTV 0
: TD=130/80 mmHg, HR=128 x/menit, RR=22 x/menit, T= 36,6
C
2) Pemeriksaan Persistem a) Sistem Pernafasan Hidung bentuk simetris, tidak terpasang NGT, tidak terpasang O2, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada secret, tidak ada polip. Thorax dan Pulmo:
Inspeksi: dinding dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak menggunakan otot pernafasan, tidak terpasang alat bantu pernafasan
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, ekspansi dinding dada simetris
Perkusi: Sonor diseluruh lapang paru Auskultasi: Suara nafas vesikuler, teratur, tidak ada suara nafas tambahan b) Sistem Kardiovaskular Nadi regular dan kuat, akral teraba hangat, tidak ada tekanan vena jugularis, CRT < 3 detik
Inspeksi: Ictus Cordis tidak tampak Palpasi: Ictus Cordis teraba di sinistra intercostal ke 5, 2 cm dari sternu m Perkusi: Redup Auskultasi: Bunyi jantung I, II murni, regular, mur-mur tidak ada c) Sistem Pencernaan Mukosa bibir tampak lembab, mulut dan gigi tampak bersih, lidah kemerahan. Abdomen:
23
Inspeksi: Abdomen simetris, tampak datar, tidak ada lesi, tidak ada bekas luka operasi
Auskultasi: Bising usus 9 x/menit Palpasi: Ada nyeri tekan diabdomen bawah area pubis Perkusi: Timpani disemua kuadran abdomen d) Sistem Persarafan dan Penginderaan Sistem motorik inspeksi: keadaan otot: Atrofi. Palpasi: Hipertonus. Pupil isokor, besar pupil 2 mm dan kiri 2 mm, refleks cahaya +/+. Pasien dapat menggerakkan bola mata kekiri, kana, atas dan bawah. Aktivitas berbicara baik. Refleks menelan +/+. Wajah tampak simetris.
Sistem Penglihatan Bentuk mata simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera putih atau tidak ikterik, tidak menggunakan alat bantu penglihatan, penglihatan +/+ baik
Sistem Pendengaran Bentuk telinga simetris, tidak kotor, tidak ada serumen, pendengaran +/+ baik
Sistem Penciuman Hidung bentuk simetris, dapat membedakan aroma minyak kayu putih, kopi, balsam dan aroma makanan e) Sistem Muskuloskletal
P (paliatif) = Nyeri saat bergerak bebas, sehingga ROM terbatas Q (quality) = Nyeri seperti tertusuk-tusuk R (region) = Nyeri dari bagian leher sampai ke kaki kiri dan kanan S (skala) = Skala nyeri 8 T (timing) = Nyeri secara periodic Fisiologis kanan-kiri
Bisep
: +/+
Trisep
: +/+
Radialis
: +/+
Patella
: +/+
24
Achiles
: +/+
Kekuatan otot menurun yaitu: 1-1-4-3 pada ekstremitas atas bilateral 2-4-3-3 pada ekstremitas kanan bawah 3-3-4-2 pada ekstremitas kiri bawah Patologis
Ekstremitas atas: akral dingin, tidak ada edema, CRT < 3 detik, pasien tidak dapat melakukan fleksi-ekstensi, kemampuan bergerak terbatas
Ekstremitas bawah: akral dingin, tidak ada edema, kemampuan bergerak sendi ekstremitas terbatas f) Sistem Integumen Warna kulit tidak pucat CRT cepat kembali < 3 detik, tidak ada edema, wajah tampak kemerahan dan meringis karena nyeri yang dirasakan, kulit teraba hangat, kering dan kasar.
2. Analisa data No
1.
Data
DS :
Etiologi
Masalah keperawatan
Trauma mengenai tulang
Nyeri Akut
- Pasien mengatakan nyeri
belakang
terasa seperti distusuk-
↓
tusuk, - Pasien mengatakan 2 hari
Cedera kolumna vertebralis cedera medula spinalis
yang lalu sering sangat hebat secara periodik
↓
Pendarahan mikroskopik
merasakan nyeri - Pasien mengatakan nyeri
↓
Reaksi peradangan
pada daerah panggul
↓
sampai pada bagian
Syok spinal
ekstremitas bawah
↓
Do :
Respon nyeri hebat
- Skala nyeri 10
↓ 25
P = Nyeri saat bergerak
Nyeri Akut
Q = Nyeri seperti tertusuk-tusuk R = Nyeri dari bagian leher sampai ke ekstremitas kiri dan kanan S = Skala nyeri 8 T = Nyeri secara periodik - Pasien meringis - Mengekspresikan perilaku (gelisah) - Perilaku distraksi (tampak gelisah) - Perubahan selera makan - Perubahan pada parameter fisiologis: TD:130/80 mmHg HR: 128 x/menit RR: 22 x/menit 2.
DS :
Trauma tulang belakang
Hambatan Mobilitas
- Pasien mengatakan kaku
↓
Fisik
pada jari-jari tangannya
Fraktur vertebra
sehingga tidak dapat memegang barang dengan
↓
Gangguan neurologis pada
satu tangan dan harus
korda spinalis
memegang barang dengan kedua tangannya
↓
Hilangnya fungsi motorik dan
- Pasien mengatakan nyeri
sensorik
pada daerah panggul
↓
sampai pada bagian
Kerusakan saraf ekstremitas
ekstremitas bawah
bawah 26
sehingga aktifitas terbatas
↓
- Pasien mengatakan tidak
Kelumpuhan, cacat
nyaman dengan
↓
kondisinya saat ini yang
Penurunan aktivitas
tidak bisa bergerak bebas
↓
seperti biasa.
Hambatan Mobilitas Fisik
Do : - Keterbatasan rentang gerak - Pasien hanya terbaring di bad - ROM terbatas - Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar - Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus - Ketidaknyamanan - Tampak kesulitan membolak – balik posisi yang nyaman
3. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut b/d cedera fisik (trauma) b. Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri
4. Intervensi keperawatan No
1
Diagnosa
Nyeri akut b/d
NOC
NIC
- Ekspresi nyeri wajah 2-5 27
Pemberian Analgesic
cedera fisik
- ketegangan otot 2-5
Aktivitas:
(trauma)
- panjang episode nyeri 2-
- Tentukan lokasi, karakteristik,
5
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
- Tddak bisa beristirahat 2-5
pemberian obat - Cek intruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi - Cek riwayat alergi - Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic jika pemberian analgesic lebih dari satu - Tentukan pilihan analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri - Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal - Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur - Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian anagesik pertama kali - Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Manajemen Nyeri
Aktivitas:
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi. - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 28
- Gunakan tekhnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri - Evaluasi pengalaman nyeri pada masa lampau - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dukungan - Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan - Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi dan interpersonal) - Kaji tipe dan sumber nyeri - Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi - Berikan alagetik unyuk mengurangi nyeri - Evaluasi kefektifas control nyeri - Tingkatkan istirahat - Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil - Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri 2
Hambatan
- Keseimbangan 2-5
Perawatan Tirah Baring
mobilitas fisik b/d
- Gerakan otot 2-5
Aktivitas:
nyeri
- Gerakan sendi 2-5
- Jelaskan alasan diperlukannya tirah
29
- Berjalan 2-5
baring
- Bergerak dengan mudah 2-5
- Tempatkan matras atau kasur terapeutik dengan cara yang tepat - Posisikan sesuai bodi aligment - Hindari menggunakan kain linen kasur yang teksturnya kasar - Jaga kain linen kasus tetap bersih, kering dan bebas kerutan - Gunakan alat ditempat tidur yang melindungi pasien - Aplikasikan alat untuk mencegah terjadinya footdrop - Letakkan alat untuk memposisikan tempat tidur dalam jangkauan yang mudah - Letakkan lampu panggilan berada dalam jangkauan pasien - Letakkan meja di samping tempat tidur berada dalam jangkauan pasien - Tempelkan trapeze (segitiga) ditempat tidur, dengan cara yang tepat - Balikan pasien, sesuai dengan kondisi - Balikkan pasien yang tidak dapat mobilisasi paling tidak setiap 2 jam, sesuai dengan jadwal yang spesifik - Monitor kondisi kulit pasie - Ajarkan latihan ditempat tidur,
30
dengan cara yang tepat - Berikan stocking emboli - Monitor komplikasi dari tirah baring (mis: kehilangan tonus otot, nyeri punggung, konstipasi, peningkatan stress, dsb)
Terapi Latihan: Ambulasi
Aktivitas:
- Monitor menggunakan kruk pasien atas alat bantu berjalan lainnya - Beri pasien pakaian yang tidak mengekang - Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki yang memfasilitasi pasien untuk berjalan dan mencegah cidera - Sediakan tempat tidur berketinggian rendah, yang sesuai - Tempatkan saklar posisi tempattidur ditempat yang mudah dijangkau atau dikursi sebagaimana yang dapat ditoleransi (pasien) - Bantu pasien untuk duduk disisi tempatt tdur untuk memfasilitasi penyesuaian sikap stubuh - Instruksikan ketersediaan perangkat pendukung, jika sesuai 31
- Instruksikan pasien untuk memposisikan diri sepanjang proses pemindahan - Gunakan sabuk untuk berjalan (gait belt) untuk membantu perpindahan dan ambulasi, jika pasien tidak stabil - Bantu pasien dengan ambulasi, jika pasien stabil - Bantu pasien untuk berpindah, sesuai kebutuhan - Instruksikan pasien/cargiver mengenai pemindahan dan teknik ambulasi yang aman - Bantu pasien untuk berdiri dan ambulasi jarak tertentu dan dengan sejumlah star tertentu - Bantu pasien untuk membangun pencapaian yang realistis untuk ambulasi yang aman - Dorong ambulasi independen dalam batas aman - Dorong pasien untuk bangkit sebanyak dan sesering yang diinginkan (up and lib), jika sesua - Konsultasikan pada ahli terapi fisik mengenai rencana ambulasi sesuai kebutuhan
32
BAB IV PERBANDINGAN
Pada bab ini kami akan membandingkan beberapa kesenjangan antara tinjauan askep teoritis dan askep kasus.
A. Pengkajian
a. Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya penulis melaksanakan asuhan keperawatan. Dengan menerapkan proses keperawatan dimana pengkajian dilaksanakan pada hari pertama pengambilan kasus. Untuk mendapatkan data yang menunjang baik secara objektif maupun subyektif, kami melakukan wawancara dengan klien dan keluarga, pemeriksaan fisik, mempelajari catatan keperawatan, catatan medis dan hasil pemeriksaan penunjang pada saat dilakukan pengkajian penulis menemukan adanya kesenjangan atau perbedaan antara tinjauan teori dengan kasus yang ada. pada pengkajian askep teori Arway nya adanya hambatan jalan napas /obstruksi/adanya penumpukan sekret akibat kelemahan refleks batuk sedangkan di askep kasus tidak ada sura nafas tambahan, Folicateter pada askep teori tidak terpasang sedangkan diaskep kasus Folicateter Pasien terpasang kateter urin.
B. Diagnosa Keperawatan
Secara umum diagnosa yang timbul pada askep teori Trauma tulang belakang yang ditemukan adalah : 1. Resti injuri / cedera korda spinalis b/d kompresi korda sekunder dari cedera spinal servikal tdk stabil,manipulasi berlebihan pada leher. 2. Resiko Penurunan denyut jantung & tekanan darah tanda awal dampak dari kompresi korda. 3. Resiko Cedera pada vertebra servikal dapat mengakibatkan terjadinya syok spinal. 4. Aktual / resiko tinggi pola napas tdk efektif b/d kelemahan otot-otot pernapasan, kelumpuhan otot diafragma. 5. Nyeri b/d kompresi akar saraf,spasme otot / tekanan di dhaerah distribusi ujung saraf.
33
Sedangkan pada Tn. y adalah : 1. Nyeri akut b/d cedera fisik (trauma) 2. Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri
C. Intervensi Keperawatan
Pada perencanaan tindakan keperawatan pada Tn. y menggunakan prioritas masalah dengan mempertimbangkan dasar-dasar kebutuhan manusia untuk menyelesaikan 2 diagnosa yang di tegakan. Dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan kami berusaha menjalankannya secara sistematis, berkesinambungan dan efisien. kami juga berusaha agar perencanaan ini dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan yang dibuat sesuai dengan prioritas masalah dan dapat mengatasi diagnosa keperawatan yang ditetapkan
34
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Tulang belakang adalah susunan terintegrasi dari jaringan tulang, ligamen, otot, saraf dan pembuluh darah yang terbentang mulai dari dasar tengkorak (basis cranii), leher, dada, pinggang bawah hingga panggul dan tulang ekor. Fungsinya adalah sebagai penopang tubuh bagian atas serta pelindung bagi struktur saraf dan pembuluh-pembuluh darah yang melewatinya (Smeltzer & Bare, 2002). Trauma pada tulang belakang ( spinal cors injury) adalah cedera yang mengenai servikal, vertebralis, dan lumbalis dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang (Arif Mutttaqin, 2008). Penyebab dari cedera medulla spinalis antara lain: Kecelakaan di jalan raya (paling sering terjadi), olahraga, menyelam pada air yang dangkal, luka tembak atau luka tikam (Arif Mutttaqin, 2008). Klasifikasi menurut Arif Muttaqin yaitu: Cedera tulang stabil, cedera tulang tidak stabil.
B. Saran
Kelompok menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, kelompok mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar kelompok dapat membuatnya menjadi lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok khususnya pembaca pada umumnya. Dan diharapkan kepada tenaga kesehatan khususnya perawat untuk lebih maksimal dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Heart Block.
35