LAPORAN DISKUSI TUTORIAL BLOK 8 INFEKSI DAN PENYAKIT TROPIS SKENARIO 3
SEXUAL TRANSMITTED DISEASE (STD)
Disusun Oleh Kelompok 15:
Andreas Peter P.B.
(G0010018)
Maulidina Kurniawati
(G0010122)
Annisa Pertiwi
(G0010024)
Nurul Dwi Utami
(G0010144)
Coraega Gena E.
(G00100 10046)
Paksi ksi Suryo B.
(G00101 10148)
Dhyani Rahma Sari
(G0010056)
Tatas Bayu Mursito
(G0010188)
Erma Malindha
(G0010074)
Yunita Asri P.
(G0010202)
Indra Santosa
(G0010100)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2011
BAB I PENDAHULUAN
I.
Latar Be Belakang Ma Masalah
Infeksi adalah masuknya suatu patogen dalam tubuh, dapat berupa virus, virus, bakter bakteri, i, jamur, jamur, dan parasi parasit, t, yang yang kemudi kemudian an hidup hidup secara secara parasi parasitis tisme me terhada terhadap p manusi manusiaa sebaga sebagaii inangny inangnya, a, sehing sehingga ga dapat dapat menyeb menyebabka abkan n suatu suatu keadaan patologis. Cara penyebaran patogen yang kemudian mengakibatkan patogen itu dapat menginfeksi banyak orang, sangat bermacam-macam. Patogen dapat menyebar melalui kontak langsung, udara, bersentuhan dengan cairan tubuh penderita, dan masih banyak lagi. Salah satunya adalah melalui hubungan seksual. Penyakit infeksi yang dapat ditularkan antarmanusia melalui hubungan seksual biasa disebut disebut Sexually Sexually Transmitt Transmitted ed Diseases Diseases (STD), atau dalam Bahasa Indonesia disebut Penyakit Menular Seksual (PMS). Penyakit Menular Seksual mendapat perhatian khusus di dunia medis, khususnya di Indonesia. Patogen-patogen penyebab penyakit yang termasuk PMS sebenarnya dapat ditularkan dengan cara lainnya, namun, pengelompokan khusus khusus ini penting penting untuk untuk langkah langkah pencega pencegahan han dan penanga penanganan nan dari dari PMS. PMS. Penya Penyaki kitt Menul Menular ar Seks Seksua uall juga juga besa besarr penga pengaru ruhny hnyaa terh terhad adap ap kesu kesubu bura ran n seseorang, hal ini juga merupakan hal yang sensitif bagi pasien, terutama bagi pasangan suami istri. Selain itu, PMS juga dekat hubungannya dengan pola hidup hidup seseor seseorang, ang, teruta terutama ma pada masa masa sepert sepertii sekara sekarang ng dimana dimana pergau pergaulan lan semakin tidak terkendali. Pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal mengenai Penyakit Menular Seksual ini penting bagi seorang dokter karena proses penanganan seorang pasien tidak hanya asal pasien itu sembuh setelah diberi obat tertentu, tapi juga pencegahan agar pasien tidak mendapat penyakit yang sama dan kualitas hidup pasien tersebut meningkat. Disebabkan oleh faktor-faktor di atas, pada Blok Infeksi dan Penyakit Tropis ini, Penyakit Menular Seksual adalah topik yang penting untuk kami kuasai, sehingga, topik ini perlu dibahas dalam diskusi tutorial dengan skenario sebagai berikut: Seor Seoran ang g CoAs CoAsss FK UNS yang yang seda sedang ng stud studii di bagi bagian an ObsG ObsGyn yn melaporkan kasus seorang pasien sebagai berikut:
Seorang wanita 28 tahun datang ke poliklinik RSDM dengan keluhan leukorhea dan dysuria selama 1 minggu. Leukorhea disertai dengan bau tidak sedap dan rasa gatal, panas serta nyeri di daerah vagina. Selain itu, seluruh badan terasa mengalami myalgi, nyeri epigastric, polyuria, dysuria, dysmenorrheal, dan dyspareunia. Akhir-akhir ini malah suaminya juga mengeluhkan rasa nyeri dan gatal serta kemerahan pada “glands penis” serta nyeri saat ejakulasi. Pada pemeriksaan fisik terdapat rash di sekitar paha dalam, pada pemeriksaan dalam vaginal dengan menggunakan operkulum, dengan hasil didapatkan sekret keputihan,
kental
seperti
susu,
berbau
tidak
sedap,
terdapat
gambaharaan colpitis macularis dan irregular macular erythematous cervical
lesion.
Karena
keluhan
tersebut
sangat
mengganggu
keharmonisan rumah tangga, pasien tersebut sangat ingin segera mendapatkan penanganan yang paripurna. II.
Perumusan Masalah
1. Apakah keluhan yang diderita pasien bisa dikagerokikan ke dalam PMS (Penyakit Menular Seksual) ? 2. Apa saja yang tergolong PMS itu dan bagaimana mekanisme serta patifisiloginya? 3. Apakah penyakit jenis ini bisa menyebabkan kemandulan ? Bagaimana mekanismenya? 4. Mengapa pasien mengalami gejala klinis seperti dalam skenario? 5. Bagaimana pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan untuk pasien ini?
III.
Tujuan
1. Mengetahui keluhan yang dideritan pasien, apakah bisa dikagerokikan ke dalam PMS (Penyakit Menular Seksual). 2. Mengetahui penyakit-penyakit yang tergolong PMS dan bagaimana mekanisme serta patifisiloginya. 3. Mengetahui penyakit jenis yang bisa menyebabkan kemandulan dan mekanismenya. 4. Mengetahui penyebab gejala klinis yang dirasakan pasien.
5. Mengetahui pemeriksaaan penunjang penatalaksanaan untuk kasus seperti pasien ini.
IV.
Manfaat
1. Mahasiswa mampu menjelaskan keluhan yang dideritan pasien, apakah bisa dikategorikan ke dalam PMS (Penyakit Menular Seksual). 2. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan penyakit-penyakit yang tergolong PMS dan bagaimana mekanisme serta patifisiloginya. 3. Mahasiswa mampu menjelaskan penyakit jenis yang bisa menyebabkan kemandulan dan mekanismenya. 4. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab gejala klinis yang dirasakan pasien. 5. Mahasiswa
mampu
menentukan
pemeriksaan
penatalaksanaan untuk kasus seperti pasien ini.
penunjang
dan
BAB II STUDI PUSTAKA A. Candidiasis Menurut FK UI (2008), Kandidiasis atau kandidosis adalah penyakit jamur yang menyerang kluit, selaput lender, kuku, alat dalam, yang disebabkan oleh berbagai spesies Candida. Spesies yang ditemukan pada manusia biasanya adalah Candida albicans, Candida krusei, Candida tropicalis, Candida guilirmondii, Candida kefyr, Candida glabrata, Candida dubliniensis. Penyebab terbanyak pada manusia adalah Candida albicans, spesies dengan pathogenitas paling tinggi. Candida dikenal sebagai jamur dimorfik karena mampu membentuk sel ragi dan hifa semu. Di alam, jamur tersebut ditemukan di tanah, namun jarang. Biasanya dikarenakan kontaminasi tinja. Jamur juga ditmukan di buah-buahan, tinja hewan terutama babi, dan air. sering ditemukan: Rongga mulut orang sehat,saluran napas bagian atas, mukosa vagina, dan di bawah kuku sebagai saprofit atau komensal tanpa menyebabkan penyakit
Candida yang saprofit akan berubah menjadi patogen bila terjadi perubahan fisiologis atau penurunan kekebalan selular
Candida spp.
Faktor resikoFisiologik: kehamilan, umur (sangat m atau sangat tua), siklus menstruasi
Pembagian Non fisiologik: berdasarka Trauma pada kulit atau mukosa, kelain n lokasinya: (diabetes mellitus),keganasan, pasien y Kandidosis dirawat di ruang intensif, pengobatan d immunosupresan, penyakit infeksi lain, superfisialis, menahun, dan defisiensi imun, neutrop kandidosis kolonisasi jamur sistemik/inva sif
Kandidosis superfisialis: Kandidosis kulit: ditemukan di daerah yang lembab dan hangat. Disintegrasi daerah tersebut menyebabkan turunnya imunitas lokal kandidosis kulit. Sering menyerang sela jari kaki/tangan, inguinal,perineum, bawah payudara, dan ketiak. Biasa dikenal “kutu air”. Biasanya akibat pekerjaan atau kebiasaan banyak berhubungan dengan air. Pada bayi sering kandidosis inguinal dan perineum, timbul lesi kemerahan di bagian kulit yang tertutup popok ( diaper rash). Pada orang dewasa, sering ditemukan pada wanita dengan kandidosis vagina yang kurang memperhatikan kebersihan. Kandidosis akut lesi vesikopustular yang dapat meluas. Biasanya terjadi maserasi dan eritem, dengan dasar merah dan membran putih dan sering ditemukan lesi satelit di sekitarnya. Gejala utama adalah gatal dan sakit bila terjadi maserasi atau infeksi sekunder oleh kuman. Pada keadaan yang menahun gambaran klinis sering tidak khas dan dapat menyerupai tinea vesikolor.
Diagnosis: - menemukan elemen jamur atau isolasi jamur dari Kandidosis kuku: tidak dibahas karena tidak bahan klinik berkaitan dengan skenario. - pemeriksaan Kandidosis selaput lendir: dapat mengenai dapat dengan dua mukosa vagina, orofarings, esophagus, dan cara, yaitu: dengan kadang-kadang mukosa intestinal. Kandidosis pemeriksaan orofaring (KOF) banya ditemukan pada bayi, langsung, dengan lanjut usia, dan individu imunokompromis yang garam faal atau memiliki penyakit utama yang serius, misalnya KOH 10% yang DM, AIDS, pengguna steroid, leukemia, bertujuan neoplasia. Pada bayi sering diteumakn seperti menemukan jamur bercak susu di bibir, lidah, atau selaput lendir dalam bahan klinik mulut. Namun keadaan tersebut juga dapat yang diduga terjadi pada orang dewasa. terinfeksi. Pada perempuan, vaginitis sering menyebabkan Cara kedua adalah vaginitis dengan gejala utama fluor dengan isolasi albus/keputihan yang sering disertai rasa gatal jamur pada vulva. Fluor yang dihasilkan bisa encer, menggunakan sampai kental. Gejala lain yang ditemukan media khusus adalah nyeri, rasa panas, dyspareunia dan seperti agar dysuria. Biasanya vaginitis karena kandidosis Saboraud tidak berbau, misal berbau pun sangat minimal. dekstrosa. Kedua Biasanya gejala bertambah seminggu sebelum cara tersebut dapat datangnya haid dan berkurang setelah haid. digunakan untuk Terjadinya kandidosis vaina dimungkinkan diagnosis karena perubahan lingkunga mikro dan Kandidosis perubahan imunitas lokal vagina. superfisialis maupun sistemik. Untuk sistemik, bisa ditambahkan Terapi: pemeriksaan Pengobatan kandidosis histopatologi dapat dibagi jaringan. menjadi 2, yaitu pengobatan topikal dengan larutan, salep, dan krim serta pengobatan sistemik yang diberikan secara oral atau intravena. Pengobatan topikal biasanya digunakan pada kandidosis superfisialis, namun pada infeksi superfisialis kadang diperlukan pengobatan sistemik yang diberikan peroral. Pengobatan topikal dilakukan dengan pemberian: larutan gentian violet 1% pada kulit dan selaput lendir, derivate azol ( klotrimazol, mikonazol, ekonazol, bifonazol, isokonazol, tiokonazol), polien (nistatin, amfoterisin-B). Untuk pengobatan sistemik secara oral diberikan derivat azol dalam bentuk sediaan oral seperti itrakonazol dan flukonazol.
LANJUTAN
B. Sifilis Menurut Davidson (2007), sifilis disebabkan oleh infeksi, melalui goresan pada kulit atau membran mukosa, dengan spiroseta Treponema pallidum. Pada orang dewasa, infeksi biasanya didapat melalui kegiatan seksual, transfuse darah, d an luka perkutan (melalui jarum yang menusuk luka, atau benda tajam lain yang melukai kulit). Infeksi transplasental bisa muncul pada fetus. Klasifikasi dari sifilis adalah sebagai berikut: tingkat Awal
Didapat Primer
Congenital Klinis dan laten
Sekunder lanjut
Laten Laten
Klinis dan laten
Ringan tersier Kardiovaskular neurosifilis Semua penderita harus diobati, drug of choice dari penyakit ini pada semua tingkat adalah penicillin. 0
primer
6-8 minggu
90
Bisa sampai 10 tahun
sekunder
tersier
Sifilis primer: Inkubasi biasanya sekitar 14-28 hari dengan rentang 9-90 hari. Lesi primer (biasa disebut chancre) pada organ genital. Terdapat pertumbuhan daerah macula yang berwarna merah, menjadi popular dan meluruh untuk membentuk ulserasi (chancre). Nodus limfatikus pada inguinal yang mengalir bisa membesar, mudah digerakkan, discrete, dan elastis. Keduanya tidak nyeri dan perih, kecuali jika ada infeksi bersamaan atau sekunder. Jika tidak diobati, chancre akan pecah dalam waktu 2-6 minggu dan meninggalkan bekas luka kecil yang atropik. Chancres akan tumbuh di area dinding vagina dan servik. Extragenital chancres ditemukan pada sekitar 10% pasien, menginfeksi jari, bibir, lidah, tonsil, putting susu, anus, atau rectum. Chancres pada anal sering mirip celah dan dapat nyeri.
Gambaran chancre pada testis penderita sifilis
Sifilis sekunder: sifilis ini muncul 6-8 minggu setelah pertumbuhan chancre ketika treponema menyebar untuk memproduksi penyakit multisystem. Ciri-ciri dasarnya adlah demam ringan, malaise, dan sakit kepala. Lebih dari 75% pasien mengalami bintik kemerahan pada punuk dan lengan yang akhirnya akan menyebar ke telapak tangan dan kaki. Tanpa pengobatan, rash akan bertahan hngga 12 minggu. Condylomata lata tumbuh pada daerah yang hangat dan basah, seperti area vulva dan perianal. Limfadenopati yang menyebar dan tidak nyeri muncul pada lebih dari 50% pasien. Lesi pada mukosa mungkin menginfeksi organ genitalia, mulut, faring atau laring, dan sebenarnya adalah papula yang termodifikasi yang luruh. Gejala lain seperti meningitis, kelumpuhan saraf otak, uveitis anterior dan posterior, hepatitis, gastritis, glomerulonefritis atau periostitis kadang terlihat. Manifestasi klinis dari sifilis sekunder akan sembuh tanpa pengobatan, namun akan muncul kekambuhan, biasanya selama tahun pertama infeksi. Setelah itu penyakit masuk ke fase latent. Sifilis latent: fase ini ditandai dengan positifnya serologi dari sifilis dan diagnostic cerebrospinal fluid (CSF), abnormalitas dari neurosifilis pada pasien yang tidak diobati dengan tanpa gejala atau tanda klinis. Fase ini terbagi menjadi latent awal (selama 2 tahun infeksi), ketika sifilis ditransmisikan secara seksual, dan latent lanjut, yaitu ketika pasien sudah tidak infeksius secara seksual. Transmisi dari sifilis dari wanita hamil kepada fetusnya, dan jarang melalui transfusi darah, mungkin terjadi untuk beberapa tahun infeksi. Sifilis lanjut: 1. Sifilis latent lanjutan Mungkin berlangsung untuk beberapa tahun atau mungkin selama hidup. Tanpa pengobatan, 60% pasien mungkin sedikit atau mungkin tidak menderita kesakitan
pada tubuhnya. Resep koinsidental dari antibiotik untuk penyakit lain seperti traktus respiratorius atau infeksi kulit mungkin mengobati sifilis serendipitously laten. 2. Sifilis ringan tersier Muncul 3-10 tahun setelah terinfeksi. Kulit, mukosa, tulang, otot atau visera bisa terinfeksi. Ciri karakteristiknya adalah granulomatosa kronik ( gumma), yang bisa single, atau multipel. Lesi kulit dapat membentuk nodul atau ulserasi. Penyembuhannya lambat dengan formasi dari jaringan parut. Penyembuhan membutuhkan pengobatan, walaupun luka pada jaringan mungkin permanen. Paroximal cold hemoglobinuria mungkin muncul. 3. Sifilis kardiovaskuler muncul beberapa tahun setelah infeksi. Aortritis mungkin terkait dengan katup dan/atau ostia koroner adalah gejala kunci. Gejala klinis di antaranya adalah inkompetensi aortic, angina, dan aneurisma aortic. Kondisi ini menginfeksi ascending aorta dan kadang lengkungan/jalan aorta. Aneurisma pada descending aorta jarang terjadi. Penyembuhan dengan penicillin tidak membetulkan kerusakan anatomical dan intervensi dengan pembedahan mungkin dibutuhkan. 4. Neurosifilis Membtuhukan beberapa tahun untuk tumbuh. Infeksi asimtomatik terkait dengan abnormalitas CSF pada absennya gejala klinis.
sumber: Davidson’s Principles and Practice of Medicine, 2007 Sifilis dapat dideteksi dengan tes serologi, yaitu treponemal (specific) antibody test dan non treponemal (non specific) tests.
sumber: Davidson’s Principles and Practice of Medicine, 2007 Penatalaksanaan: penicillin adalah drug of choice dari sifilis, aman juga digunakan untuk wanita hamil. Erythromycin stearate bisa diberikan bila terdapat hipersensitivitas terhadap penicillin, namun melewati sawar darah plasenta (sedikit). Bayi juga selanjutnya harus diterapi dengan penicillin dengan segala pertimbangan diberikan pada ibu. Beberapa spesialis merekomendasikan desensitisasi penicillin untuk ibu hamil, sehingga pencillin dapat diberikan selama toleransi temporal. Penulis berhasil meresepkan ceftriaxone 250mg i.m. untuk 10 hari pada situasi tersebut. Bayi harus dirawat di rumah sakit dengan bantuan dari dokter spesialis anak.
C.Trichomoniasis vaginalis Trikomosiasis disebabkan oleh protozoa parasitik Trichomonas vaginalis. Trikomonad T. vaginalis adalah organela berflagela yang berukuran setara dengan sebuah leukosit. Organisme terdorong oleh gerakan-gerakan acak berkedut dari flagelanya. Agar dapat bertahan hidup, trikomonad harus berkontak langsung dengan eritrosit, dan hal ini yang dapat menjelaskan mengapa perempuan lebih rentan terhadap infeksi daripada laki-laki. T. vaginalis tumbuh paling subur pada pH antara 4,9 dan 7,5; dengan demikian, keadaan-keadaan yang meningkatkan pH vagina, misalnya haid, kehamilan, pemakaian kontrasepsi oral, dan tindakan sering mencuci vagina merupakan predisposisi timbulnya trikomoniasis (Price et.al , 2006). Trikomoniasis vaginalis penularannya melalui persetubuhan. Jarang sekali penularannya melalui kontak langsung, melalui alat toilet atau toilet seat dan jalan bayi yang baru lahir (Syarifah et.al , 2009). Gejala trikomoniasis biasanya muncul 5 samapi 28 hari setelah inokulasi pada perempuan dan 1 hari pada laki-laki. T. vaginalis menyebakan infeksi simptomatik pada 20% sampai 50% perempuan. Gejala tersering adalah secret vagina kuning-kehijauan berbusa yang mungkin banyak dan berbau tidak sedap, pruritus perineum, perdarahan pascakoitus, dan dispareunia. Pemeriksaan panggul ditandai oleh secret, peradangan mencolok epitel vagina, dan ptekie serviks, yang sering disebut sebagai strawberry servix.
Sedangkan,
pada
laki-laki
lebih
besar
kemungkinannya
memperlihatkan gejala segera setelah inokulasi berupa ureteritis ringan sampai berat yang ditandai oleh secret, disuria, dan sering berkemih (Price et.al , 2006).
Pemeriksaan laboratorium yang biasanya dilakukan adalah: a. Pemeriksaan mikroskopis secara langsung
Pada wanita pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas 50-70% dan specimen diambil dari vagina karena agen penyebab hanya menyerang
epitel
skuamousa.
Pada
pria
cara
penemuan
Trichomonas vaginalis tidak selalu berhasil dan Trichomonas vaginalis dapat dideteksi menggunakan specimen urine. b. Kultur Teknik kultur menggunakan berbagai cairan dan media semi solid yang merupakan baku emas untuk diagnosis. c. Metode serologi Beberapa studi mengatakan bahwa uji serologis kurang sensitive dibandingkan kultur ataupun sediaan basah. Pada metode serologi ini dapat dilakukan teknik ELISA, teknik latex agglutination yang menggunkan
antibody
poliklonal,
dan
antigen
detection
immunoassay yang menggunakan antibody monoclonal dan nucleic acid base test (Adam, 2003) Selain pemberian obat-obatan, kebersihan vagina memegang peranan penting, setelah itu diberi obat oral dan local. Penting sekali pemeriksaan dan pengobatan pada suami dan istrinya, karena biasanya suami tidak merasa sakit dan akan merupakan sumber bagi istrinya. Penderita dapat diberikan obat metrinidazole oral, obat ini sangat efektif untuk trikomoniasis perempuan atau laki-laki, diberikan 250 mg dalam 7 hari. Meronidazole tidak boleh diberikan pada ibu hamil, dapat dipilih obat lain yaitu nimorazole, tinidazole, hidroksiquinolin dan lain-lain (Syarifah et.al , 2009). D.Gonorrhea Gonorrhea disebabkan oleh invasi bakteri diplokokus gram-negatif, Neisseria gonorrhoeae, yang pertama kali ditemukan dan diberi nama oleh ahli dermatologi Polandia, Albert Neisseria. Tidak semua orang yang terpajan gonorea akan terjangkit, dan resiko penularan dari laki-laki ke perempuan lebih tinggi daripada penularan perempuan kepada laki-laki terutama karena
lebih luasnya selaput lendir yang terpajan dan eksudat yang berdiam lama di vagina. Gejala dan tanda pada laki-laki dapat muncul sedini 2 hari setelah pajanan dan mulai dengan uretrisitis, diikuti oleh secret purulen, disuria, dan sering berkemih serta malese. Pada perempuan, gejala dan tanda timbul dalam 7 sampai 21 hari, dimulai dengan secret vagina. Pada pemeriksaan, serviks yang terinfeksi tampak edematosa dan rapuh dengan drainase mukopurulen dari ostium. Gonorea dapat didiagnosis dengan cepat dengan pewarnaan gram terhadap apusan eksudat diambil dari tempat infeksi. Apusan positif bila ditemukan diplokokus gram-negatif intrasel. Uji-uji amplifikasi DNA dengan menggunkan metode reaksi berantai polymerase (PCR) dan reaksi berantai ligase (LCR) lebih sensitive dibandingkan biakan bakteri dan dapat digunakan dengan secret vagina atau serviks atau urine. Gonorea dapat disembuhkan dengan penicillin mulai tahun 1940an; namun, sekarang banyak berkembang galur-galur N. gonorrhoeae yang resisten-penisilin. Terapi yang saat ini direkomendasikan adalah golongan sefalosporin atau fluorokinolon (CDC, 1998). Karena ancaman galur-galur N. gonorrhoeae yang resisten ini maka pada semua kasus yang tidak sembuh harus dilakukan uji kepekaan (Price et.al , 2006).
BAB III PEMBAHASAN Awalnya PMS dikenal dengan nama Penyakit kelamin (veneral disease) yang telah lama dikenal di berbagai negara maju dan berkembang. Beberapa di antaranya sangat populer di Indonesia, yaitu sifilis, gonore, AIDS, dan herpes genitalis. Di negara-negara berkembang, kelompok penyakit ini menempati peringkat lima teratas kategori penyakit di mana pasien aktif mencari perawatan kesehatan. Seiring berkembangnya ilmu kedokteran dan berkembangnya peradaban masyarakat, istilah veneral disease tidak sesuai lagi dan diubah menjadi Sexually Transmitted Diseases (STD) atau Penyakit Menular Seksual (PMS). Kemudian sejak tahun 1998, istilah STD pun kembali diubah dan disempurnakan menjadi Sexually Transmitted Infections (STI) atau Infeksi Menular Seksual (IMS). Tujuan dari pengubahan istilah ini agar dapat menjangkau penderita yang asimtomatik (Hakim, 2009). STI adalah secara khusus berkaitan erat dengan infeksi yang terjadi dan ditularkan melalui saluran genital seperti melalui cairan tubuh (sperma).. Terdapat lebih dari 25 organisme menular yang menyerang saluran genital dan sebagian besar kasus disebarkan melalui aktivitas seksual. Dengan demikian, STI meliputi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, seperti gonore, sifilis, vaginosis bakterial; infeksi yang disebabkan oleh virus, misalnya herpes genitalis, kondiloma akuminata, HIV/AIDS; infeksi yang disebabkan oleh jamur adalah candidiasis; infeksi yang disebabkan oleh protozoa, misalnya trikomoniasis, giardiasis, amuebasis ; infeksi yang disebabkan oleh public lice ( Phthirus pubis) dan scabies (Sarcoptes scabiei) (Price dan Wilson, 2005 ; Harrison, Tinsley R, 2008).
Berdasarkan keluhan-keluhan yang dialami oleh pasien maka dapat dicari Differential Diagnose yaitu Sifilis, Gonorea, Trikomonas vaginalis dan Candidiasis. 1. Sifilis disebabkan infeksi Treponema pallidum ditularkan langsung dari luka yang mengandung treponema dapat menyebabkan kelainan kongenital. Sindrom : Lesi ulseratif kemaluan. Mekanisme : Treponema pallidum melewati selaput lender yang normal atau luka pada kulit → 10-90 hari kemudian → luka primer (chancre atau ulkus durum) selama 1-5 minggu → sembuh spontan → penyebaran sitemik → gejala sifilis sekunder (erupsi pada kulit) selama 2-6 minggu → sembuh spontan → infeksi sifilis laten. 2. Gonorea disebabkan infeksi N. gonorrhoeae yang menginfeksi alat-alat
genital: urethra, kelenjar skene, serviks kemudian berlanjut ke rectum lalu jika tidak segera disembuhkan akan menyebar ke tuba, ovarium, dan peritoneum. Pada infeksi mukosa orifisium urethra eksternum dan jaringan sekitarnya menjadi merah, membengkak bisa juga sampai terbentuknya abses dan abses dapat pecah secara spotan atau berubah menjadi kista. Sindrom : Urethritis (males/sistitis), epididimitis, mukopurulen cervisitis, penyakit radang pelvis akut, infertilitas, proktitis, Arthritis akut dengan infeksi urogenital atau viremia, Faktor
predisposisi:
anak-anak,
wanita
hamil,
dan
pada
wanita
postmenopause. 3. Pada Candidiasis
disebabkan infeksi protozoa candida albicans, pasien
candidiasis vulvovaginal mengalami leukorhae banyak pada saat sebelum dan setelah haid, keputihan encer, terdapat pruritus (iritasi hebat) vulva, nyeri, terbakar atau iritasi sehingga mukosa vaginalis mengalami eritema karena panas, rash pada paha dalam, retak, edema, sekret vagina seperti keju yang lembut. Pasien juga mengeluarkan cairan vagina putih biasanya tipis, kadangkadang mengambil bentuk plak sariawan seperti putih “dadih keju cottage” seperti melekat longgar pada mukosa vagina. Pada laki-laki bersifat asimptomatik,
tetapi
bisa
juga
kulit
penisnya
mengalami
eritema.
Mekanisme : Candida albicans (flora normal) → menempel di epithel mukosa → mengeluarkan enzim proteolitik → mitotoksik → membentuk koloni
Faktor predisposisi : Kehamilan, haid, DM tidak terkontrol, kelemahan. Immunokompromize, penggunaan cairan pembersih vagina (vagina dalam suasana asam). 4. Trikomoniasis disebabkan infeksi Trichomonas vaginalis adalah patogen dari saluran genitourinari dan penyebab utama gejala vaginitis. T.vaginalis adalah organisme ulangan dengan pembelahan biner dan mendiami saluran bawah alat kelamin perempuan dan uretra dan prostat laki-laki. Sedangkan organisme dapat bertahan selama beberapa jam di lingkungan yang lembab dan dapat diperoleh melalui kontak langsung dari orang ke orang melalui hubungan seksual. Prevalensi terbesar yaitu di antara orang dengan mitra seksual dan di antara mereka dengan penyakit menular seksual lainnya. Manifestasi klinis : pada laki-laki gejala yang terjadi bersifat asimptomastis, meskipun beberapa mengembangkan uretritis dan beberapa memiliki epididimitis atau prostatitis sehingga harus diadakan screening parasit. Sebaliknya, infeksi pada wanita, yang memiliki masa inkubasi 5-28 hari, biasanya gejala dan memanifestasikan dengan gejala trikomoniasis khas menghasilkan keputihan homogen yang banyak (sering kuning), bernanah, berbau busuk dan iritasi vulva yang menyebabkan eritema vulva dan gatal. Pada penyakit ini seringkali dengan peradangan terlihat epitel vagina dan vulva serta lesi petechial pada leher rahim (disebut serviks strawberry, biasanya terbukti hanya dengan kolposkopi) yang memberikan gambaran colpitis macularis dan ireguler macular erythematous cervical lesion. Selain itu, infeksi Tichomonas vaginalis juga menyebabkan dysuria atau frekuensi kencing (dalam 30-50% pasien), myalgia, dyspareunia, dysmenorhea, peningkatan kadar asam lambung sehingga terjadi nyeri epigastric dan PH cairan vagina biasanya meningkat sampai 5.0. Faktor predisposisi: Usia 20-49 tahun, homoseksual, PH area va gina > 4,5
Berdasarkan keluhan dan gejala yang ditunjukkan diagnosis pasien tersebut adalah Trikomoniasis dan candidiasis vulvivaginal. Hal ini karena, setiap individu bisa terkena infeksi lebih dari satu macam organisme. Untuk menegakkan diagnosis maka diperlukan pemeriksaan (budaya) parasit untuk menemukan si agen infeksius. Deteksi trichomonads motil dengan pemeriksaan mikroskopis basah mount sekresi
vagina atau prostat telah menjadi cara konvensional diagnosis. Meskipun pendekatan ini memberikan diagnosis segera, sensitivitas untuk mendeteksi T. vaginalis hanya ~ 50-60% dalam evaluasi rutin cairan vagina. Langsung immunofluorescent pewarnaan antibodi lebih sensitif (70-90%) daripada basah-mount pemeriksaan. Diagnosis kandidiasis vulvovaginal biasanya melibatkan demonstrasi pseudohyphae atau hifa dengan pemeriksaan mikroskopis cairan vagina dicampur dengan garam atau KOH 10% atau dikenakan pewarnaan Gram. Namun, pemeriksaan budaya parasit adalah cara yang paling sensitif deteksi, namun fasilitas untuk budaya tidak tersedia secara umum, dan deteksi organisme membutuhkan waktu 3-7 hari STI ( N. gonorrhoeae, C. trachomatis, BV-associated bacteria ) dapat menyebabkan infertilitas bahkan kemandulan. Kemandulan adalah suatu keadaan dimana pasangan suami istri tidak bisa menghasilkan keturunan, karena testis si pria tidak bisa menghasilkan sperma atau ovarim si wanita tidak bisa menghasilkan sel telur. Sedangkan infertilitas adalah keadaan dimana suatu pasangan yang keduanya mampu menghasilkan sel telur bagi wanita, dan sperma bagi prianya, tapi baik sel telur maupun sperma yang dihasilkan mengalami gangguan sehingga tidak dapat bekerja sesuai fungsinya. Penyebab infertilitas adalah faktor hubungan seksual : frekuensi yang tidak teratur, disfungsi ereksi, ejakulasi dini dispareunia, vaginismus, ejakulasi yang lama, factor infeksi, factor hormone, factor fisik, dan factor psikis. Dan pada penyakit karena T.vaginalis dan C.albicans dapat disembuhkan dengan pengobatan secara intensif. T. vaginalis dapat dipulihkan dari uretra baik laki-laki dan perempuan dan terdeteksi pada pria setelah pijat prostat. Pengobatan untuk Trichomonas vaginalis dengan nitroimidazoles (misalnya, metronidazol dan tinidazole) secara konsisten mengobati trikomoniasis. Sebuah dosis tunggal 2-g metronidazol efektif dan jauh lebih murah daripada alternatif. Tinidazole memiliki waktu paruh lebih lama hidup dari metronidazole (tidak dianjurkan pada trimester pertama kehamilan) dan berguna dalam mengobati trikomoniasis yang gagal untuk menanggapi metronidazol. Semua pasangan seksual harus diobati bersamaan untuk mencegah infeksi ulang, terutama dari laki-laki tanpa gejala (harus dipertimbangkan untuk laki-laki setelah terapi untuk uretritis nongonococcal). Pengobatan kandidiasis vulvovaginal, biasanya dengan intravaginal dari setiap beberapa imidazol antibiotik (misalnya, miconazole atau Klotrimazol) selama 3-7 hari. Jangka pendek obat oles azole intravaginal efektif untuk pengobatan kandidiasis
vulvovaginal tanpa komplikasi (misalnya, Klotrimazol, dua tablet vagina 100 mg setiap hari selama 3 hari, atau miconazole, supositoria vagina 1200-mg sebagai dosis tunggal). Dosis tunggal pengobatan oral dengan flukonazol (150 mg) juga efektif dan lebih disukai oleh banyak pasien. Peningkatan insidensi STI dan penyebarannya di seluruh dunia tidak dapat diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa pelaksanaan program penyuluhan yang intensif akan menurunkan insidensi STI atau minimal insidensinya relatif tetap. Namun, di sebagian besar negara misalnya di kawasan Amerika, insidensi STI relatif masih tinggi dan setiap tahun beberapa juta kasus baru terjadi beserta komplikasi medisnya seperti kemandulan, kecacatan, gangguan kehamilan, gangguan pertumbuhan, kanker, hingga kematian (CDC, 2000). Oleh karena itu, pengendalian STI beserta akibat-akibatnya membutuhkan program pengobatan yang menyeluruh, edukasi mengenai penularan dan pencegahannya, dan penyuluhan tentang perilaku seksual yang sehat dan bertanggung jawab. Pemberian dana dan dukungan bagi riset-riset kesehatan, terutama dari pemerintah atau pihak pihak yang berwenang, dimungkinkan akan sangat membantu dalam mencari strategi pengobatan dan pencegahan yang lebih efektif, yang merupakan hal yang penting untuk mengendalikan epidemi PMS (Price dan Wilson, 2005).
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
•
Sexual transmitted disease adalah penyakit infeksi yang ditularkan melalui cairan tubuh (melalui semen dan cairan vagina) dan sebagian besar kasus ditularkan melalui aktivitas seksual.
•
Penyakit yang termasuk STD yaitu sifilis, gonorea, trikomoniasis, dan candidiasis.
•
Banyak penyakit menular seksual tidak hanya menyerang sistem reproduksi, tetapi juga menyerang sistem urinaria.
•
Sebenarnya STD tidak hanya dapat ditularkan melalui hubungan seksual, tetapi juga bisa dari luka dan sanitasi buruk.
•
Komplikasi STD yang paling paling berat adalah infertilitas.
•
Pengendalian STD dapat dilakukan dengan program-program pengobatan yang menyeluruh, edukasi mengenai penularan dan pencegahannya, dan penyuluhan tentang perilaku seksual sehat dan bertanggung jawab.
B. Saran •
Seharusnya pemerintah beserta lembaga-lembaga kesehatan melakukan upaya-upaya dan memberikan dana dalam rangka menurunkan angka insidensi penularan penyakit menular seksual.
•
Edukasi beserta penyuluhan harus dilakukan kepada orang-orang yang berisiko tertular atau menularkan penyakit seksual ini.
•
Setiap orang harus sadar akan pentingnya perilaku seksual yang sehat dan bertanggung jawab, serta memahami akan bahaya dari bergantian pasangan.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, AM dan Suwita, Hardi. 2003. “Trikomoniasis dan Penatalaksanaannya “. Cermin Dunia Kedokteran No. 139. Hal 37-41. Centers for Disease Control and Prevention. 2000. Tracking the hidden epidemics; trends in STDs in the United States 2000. Atlanta: National Prevention Information Network (NPIN). Davidson. 2007. Davidson’s Principles and Practice of Medicine 20th ed. Dilihat 30 Mei 2011. Hakim, Lukman. 2009. Epidemiologi Infeksi Menular Seksual. Dalam: Daili, Sjaiful Fahmi, et al (ed.): Infeksi Menular Seksual . Jakarta: Balai Penerbit FKUI Harrison, Tinsley R. 2008. Harrison’s PhPrinciples of Internal Medicine. 17th ed. Amerika Serikat: The McGraw-Hill Companies, Inc. Prince, Nancy A.,2006. Infeksi Saluran Genital dalam Price, Sylvia A. et. al. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6 . Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Proses Penyakit, Volume Kedua, Edisi Keenam. Jakarta: EGC. Syarifah, Neneng dan Sundusi, Dudu. 2009. Zoonosis Parasitik dalam Natadisastra, Djaenudin. et. al. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang . Jakarta. EGC .