BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Fieldtrip Dasar Fieldtrip Dasar Ilmu Tanah dilakukan di daerah desa Kalisongo yang merupakan daerah yang memiliki berbagai kenampakan alam dan penggunaan lahan pertanian seperti lahan agroforestri, lahan semusin, dan hutan produksi. Pada fieldtrip fieldtrip ini dibagi empat aspek untuk dilakukan pengamatan yaitu fisika tanah, kimia tanah, biologi tanah, dan pedologi. Pengamatan fisika tanah yaitu yaitu dengan dilakukannya pengamatan pengamatan erosi di setiap lahan dan dilanjutkan dengan pengamatan struktur, tekstur, konsistensi, permeabilitas, drainase dan pemadatan tanah. Pengamatan kimia tanah melalui pengamatan terhadap kelebihan dan kekurangan unsur hara dan dilakukan pengukuran pH tanah untuk memastikan bahwa lahan tersebut dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Pengamatan biologi tanah melalui pengamatan biodiversitas yang ada di atas tanah (vegetasi, understorey, understorey, seresah dan cascing) dan di bawah tanah (mikro dan makro organisme seperti mikoriza dan cacing) di lahan. Jika pada lahan yang diamati terdapat banyak seresah maka akan meningkatkan aktivitas organisme di dalam tanah dan perbaikan sifat fisik tanah. Pada pengamatan pedologi dilakukan pengamatan terkait morfologi tanah yang hubungannya hubungannya dengan proses pedogenesis serta kondisi fisiografis kaitannya dengan diskripsi lokasi informasi umum dari lokasi pengamatan. Sifat fisika, kimia dan biologi berhubungan antara satu sama lain terhadap peningkatan kualitas tanah. Misalkan tanah yang memiliki bahan organik yang cukup maka recovery unsur recovery unsur hara akan optimal, nilai Kapasitas nilai Kapasitas Tukar Tukar Kation meningkat, Kation meningkat, kondisi pH jugas stabil. Sehingga aspek kimia tanah semakin baik, selain itu bahan organik organik tanah juga dapat meningkatkan organisme organisme dalam tanah yang aktivitas organisme tersebut dapat dapat meningkatkan ruang pori dan kegemburan tanah, serta dari bahan organik juga dapat berfungsi dalam perbaikan sifat fisik tanah lainnya seperti memperbaiki struktur. Sehingga latar belakang dari penyusunan laporan ini untuk mengetahui perbedaan kualitas tanah pada beberapa peggunaaan lahan di Desa Kalisongo Kecamatan Dau. Karena dari berbagai tipe penggunaan lahan tersebut dapat mempengaruhi tingkat kesuburan tanah baik dari sifat kimia, fisika, maupun biologi tanah.
1
1.2
Tujuan
1.
Memenuhi tugas dan kewajiban praktikan dalam praktikum Dasar Ilmu Tanah.
2.
Mengetahui diskripsi lokasi atau kondisi umum wilayah di desa Kalisongo, kecamatan Dau.
3.
Mengetahui tentang pengamatan sifat fisik , kimia, kimia , dan biologi tanah serta pedologi pada penggunaan lahan tertentu.
4.
Mengetahui perbandingan antara sifat fisik , biologi dan kimia tanah dari setiap macam-macam penggunaan lahan yang diamati.
1.3
Manfaat
1.
Memahami kondisi umum wilayah di Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Ka bupaten Malang.
2.
Dapat mengetahui tata cara pengamatan sifat s ifat fisik, kimia dan biologi serta pedologi tanah di lapang.
3.
Dapat membandingkan sifat fisik, kimia dan biologi pada setiap lahan agroforestri, lahan semusin dan lahan tahunan.
2
BAB II METODOLOGI 2.1
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Fieldtrip Dasar Fieldtrip Dasar Ilmu Tanah dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 5 Desember 2015 pukul 06.00 WIB s.d. 11.30 WIB di Desa Ka lisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malng. 2.2
Alat, Bahan dan Fungsi 2.2.1 Fisika Tanah
a.
Sifat-Sifat Fisik Tanah Alat
Pisau lapang
Ring Sampel
Balok Penekan
Palu
Fungsi
Untuk membantu menggali tanah sekitar ring untuk mengeluarkan ring. Untuk mengambil sampel tanah utuh Untuk menekan ring sampel dan ring master supaya masuk ke dalam tanah Untuk memukul balok penekan
Kantong plastik ukuran 1 kg
Untuk tempat menaruh sampel tanah yang sudah diambil
Karet gelang
Untuk mengikat kantong plastik
Alat tulis
Untuk mencatat hasil pengamatan
Kamera
Untuk dokumentasi tiap kegiatan
Bahan
Air bersih
Tanah
Fungsi
Untuk menghomogenkan sampel tanah dalam pengamatan feelling pengamatan feelling methode Sebagai bahan pengamatan
3
b.
Jenis Erosi Alat
Fungsi
Alat tulis
Mencatat hasil pengamatan
Kamera
Untuk dokumentasi tiap kegiatan
Bahan
Tanah
Fungsi
Sebagai objek pengamatan
2.2.2 Biologi Tanah
a.
Pengukuran Biodiversitas Alat
Fungsi
Frame 50x50cm
Untuk menentukan daerah sampel tanah
Alat Tulis
Untuk mencatat hasil pengamatan
Kamera
Untuk dokumentasi tiap kegiatan
Sekop
Untuk menggali lubang
Bahan
Tanah
Fungsi
Sebagai objek pengamatan
2.2.3 Kimia Tanah
a.
Unsur Hara Alat
Fungsi
Alat tulis
Mencatat hasil pengamatan
Kamera
Untuk dokumentasi tiap kegiatan
4
Bahan
Tanaman yang diamati
Fungsi
Sebagai objek pengamatan
b. pH di Lapangan Alat
Fungsi
pH Indikator
Sebagai penentu pH
Rol Film
Sebagai tempat pencampuran tanah + larutan
Bahan
Fungsi
Tanah
Sebagai bahan pengamatan
Aquadest
Untuk menghomogenkan sampel tanah
2.2.4 Pedologi
a.
Deskripsi Tanah Alat
Fungsi
Sekop
Untukmenggali lubang penampang/profil tanah
Cangkul
Untukmenggali lubang penampang/profil tanah
Pisau lapang
Untukmenarik garis atau menandai batas lapisan
Buku Munsell
Sebagai pedoman untuk menetapkan warna tanah
Soil Color Chart dan semua gejala karatan yang terdapat di dalam penampang. Sabuk profil
Untuk dapat membedakan horizon yang satu dengan yang lainnya.
Meteran
Untuk mengukur
Kamera
Untuk dokumentasi tiap kegiatan
5
Alat tulis
Mencatat hasil pengamatan
Bahan
Fungsi
Tanah
b.
Sebagai bahan pengamatan
Deskripsi Lokasi Alat
Klinometer
Fungsi
Untukmenentukan besar sudut elevasi dalam mengukur tinggi obyek secara tidak langsung.
Kompas
Untuk menentukan arah penampang terhadap lereng dan menentukan posisi dan arah di lapangan.
GPS
Menentukan titik koordinat
6
2.3
Langkah-Langkah Pengamatan 2.3.1 Deskripsi Tanah Singkapan / Minipit Pada Pedologi
Pedologi adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek geologi tanah. Dala m pedologi ditinjau berbagai hal mengenai pembentukan tanah (pedogenesis), morfologi tanah (sifat dan ciri fisika dan kimia), dan klasifikasi tanah. Dasar utama melakukan klasifikasi dan memahami tanah adalah deskripsi profil tanah yang dilakukan di lapang. Pengamatan di lapang pada dasarnya dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: 1) Pengamatan identifikasi (pemboran),
2) Pengamatan detil
(minipit + pemboran) dan 3) Deskripsi profil tanah. Cara Kerja Pengamatan Singkapan
Disiapkan alat dan bahan
Dibuat singkapan tanah menggunakan sekop minimal hingga kedalaman 50 cm
Batasi tiap horizon tanah dengan menggunakan pisau, berdasarkan warna Tanah dan tingkat konsistensinya dengan cara menusuk dengan pisau
Diletakkan meteran dan sabuk profil
Dokumentasi
Diambil sampel tanah di setiap horizon
Ditenentukan warna tanah pada tiap – tiap horizon menggunakan Munsell Soil Colour
Ditentukan, tekstur, struktur, dan konsistensi lembabnya menggunakan feeling methode untuk setiap horizon tanah serta pori sama perakaran dan data lainya pada form morfologi
Dicatat hasil pengamatan
7
Analisa Perlakuan
Pengamatan yang dilakuakn pada penamapang tanah. Langkap pertama yang dialakukan yaitu membedakan horizon yang ada paa penampang tanah melalui perbedaan warna atau konsistensinya. Ukur kedalam horizon dilanjutkan pengambilan sampel tiap horizonnya untuk mengukur sifat fisik tanah (tekstur, struktur, konsistensi, pori-pori dll). Setelah itu lakukan pengamatan lainnya yang ada di form morfologi. Pada pengamatan pedologi yang harus diperhatikan adalah penentuan titik pengamatan yang tepat serta pendugaan lapisan horizon yang akurat. 2.3.2 Deskripsi Sifat Fisika Tanah
Menurut Encyclopedia of Soil Science, Fisika tanah adalah cabang dari ilmu tanah yang membahas sifat fisik tanah. Pengertian dari fisika itu sendiri meliputi energi dan materi maka fisika tanah membahas pergerakan aliran dan transformasi energi dalam tanah kaitannya dengan tekstur, struktur, konsistensi, pergerakan air dan sifat fisik lainnya.. A. Cara Kerja Pengambilan Sampel Disiapkan alat dan bahan
Ring ditekan dengan balok penekan kemudian gunakan palu agar ring masuk ke dalam tanah
Ring sampel ditekan dengan balok penekan untuk mengukur
jarak antar horizon tanah
Ring diambil dengan pisau lapang
Ring sampel imasukkan beserta tanah kedalam plastic
8
Analisa Perlakuan
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah penentuan titik pengamatan yang tepat sesuai dengan persyaratan lokasi pengambilan sampel. Posisi peletakan ring sampel usahakan tegal lurus dan sejajar dengan permukaan tanah serta tanah yang terambil dapat memenuhi volume ring sampel. B. Cara Kerja Tekstur Tanah Disiapkan alat dan bahan
Diambil sampel tanah dengan cetok
Diberi sedikit air pada sampel
Dirasakan tektstur sampel tanah dengan tangan
Ditentukan kelas tekstur pada sampel tanah tersebut
Analisa Perlakuan
Pada pengamatan sifak fisik tanah (tekstur) metode yang digunakan berupa metode kualitatif /feelling yaitu melalui merasakan dengan tanah melalaui pijitan dan remasan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu dapat memebedakan proposi antara fraksi partikel pasir , debu dan liat yang menyusun tanah. C. Cara Kerja Konsistensi Tanah
1.
Konsistensi Lembab
Disapkan alat dan bahan
Diambil agregat tanah
Agregat tanah dipija dan merasakan konsistensi lembabnya
9
2.
Konsistensi Basah Disiapkan alat dan bahan
Diambil sampel tanah
Ditambahkan air pada sampel tanah sampai basah
Tanah dipijat dengan ibu jari dan telunjuk
Dibuat gulungan pita tanah
Dibengkokan gulungan pita tanah hingga membentuk cincin
Ulangi langkah kerja untuk sampel tanah yang lainnya
Analisa perlakuan
1.
Konsistensi Lembab Dalam konsitensi lembab pengamatan yang dilakukan dengan merasakan tingkat keteguhan tanah melalui remasan adan penekanan antara ibu jari dengan telunjuk dari beberapa tingkat tekanan yang diberikan untuk menghancurka agregat. Perbedaan konsistensi yang dilihat dari seberapa besar tekan yang diberikan untuk menghancurkan agregat.
2.
Konsistensi Basah Dalam pengamatan konsistensi basah ada 2 indikator yang diamati yaitu kelekatan dan plastisitasnya. Pengujian kelekatan dilakuakn dengan cara merasakan dengan ibu jari dan telunjuk tangan dengan melihat tingkat kelekatannya. Sedangkan pengamatan plastisitasnya melalui pembuatan pita dan gulungan cicin yang dapat dibentuk.
10
D. Cara Kerja Permeabilitas dan Drainase Disiapkan alat dan bahan
Ditambah air pada tanah
Diamati cepat lambatnya air merembes kedalam tanah
Dicatat dan dokumentasikan hasilnnya
Analisa perlakuan
Beri air secukupnya pada tanah kemudian amati kecepatan air yang meresap ke dalam tanah tersebut termasuk katagori cepat, sedang, lambat atau agak lambat. Catat dan dokumentasikan hasil pengamatannya
11
2.3.3 DESKRIPSI SIFAT BIOLOGI TANAH
Biologi tanah adalah ilmu yang mempelajari mahluk-mahluk hidup didalam tanah. Karena ada bagian-bagian hidup di dalam tanah, maka tanah itu disebut sebagai “ Living System” contohnya akar tanaman dan organisme lainnya di dalam tanah. Dalam biologi tanah selain makhluk hidup yang diamati sisa-sia dari mahluk hidup juga sebgai objek pengamatan seperti seresah dan cascing. Cara Kerja Biologi Tanah
Pemberian Materi oleh pemateri
Disiapkan alat dan
Cari tempat dengan permukaan yang rata
Frame diletakkan secara acak
Diamati dan analisa kondisi biodiversitas di atas
Amati dan analisa kondisi biodiversitas di bawah tanah Dengan cara menggali dan analisis fauna tanah yang ada
Catat hasil dan dokumentasikan Analisa Perlakuan
Carilah tempat dengan permukaan yang rata di lahan tersebut. Lalu letakkan frame ukuran 50x50cm secara acak untuk menentukan vegetasi yang akan diamati. Kemudian amati dan analisa kondisi biodiversitas di atas tanah seperti vegetasi, understorey, cascing dan seresah. Setelah itu, amati dan analisa kondisi biodiversitas di bawah tanah seperti makro dan mikroorganisme dan jumlahnya. Kemudian gali tanah dalam frame sekitar 10cm dan analisis fauna tanah yang ada dan ambil sampel fauna yang tidak diketahui namanya.
12
2.3.4 Deskripsi Kimia Tanah
Kimia tanah adalah studi mengenai karakteristik kimiawi dari tanah. Kimia tanah menyangkut komposisi mineral, bahan organik, dan faktor lingkungan. Selain itu kimia tanah juga berisi tentang pengukuran pH, kelebihan dan defisiensi (kekurangan) unsur. Cara Kerja Pengamatan Unsur
Disiapkan alat tulis dan
Dicari daun yang kekurangan unsur
Diamati daun dan liat gejala kelebihan dan defisiensi unsur hara
Dokumenstasi
Dicatat hasil pengamatan
Analisa Perlakuan
Langkah pertama yang dilakuakan yaitu mencari daun yang menunjukan tanda-tanda defisiensi atau kelebiahan unsur hara. Amati unsur hara apa yang bermasalah dari ciri-ciri gejala yang namapak. Jadi yang perlu dipahami adalah perbedaan gejala kekurangan dan kelebihan darisetiap unsur hara terutama unsur hara makro dan karakteristiknya. Serta dapat membedakan antara tanaman yang layu karena kekeringan, terserang penyakit dengan gejalan dari defisiensi atau kelebiahan unsur hara.
13
BAB III KONDISI UMUM WILAYAH 3.1
Kondisi Biofisik 3.1.1 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Vink, 1975). Penggunaan lahan dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok besar yaitu (1) penggunaan lahan pertanian dan (2) penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian antara lain tegalan, sawah, lading, kebun, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, dan sebagainya. Penggunaan lahan non pertanian antara lain perkotaan atau pedesaan, industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 1989). Penggunaan lahan secara umum tergantung pada kelas kemampuan dan kesesuian lahan. Untuk aktivitas pertanian, penggunaan lahan tergantung pada kelas kemampuan lahan dicirikan oleh adanya perbedaan pada sifat-sifat yang menjadi penghambat bagi penggunaannya seperti tekstur tanah, lereng permukaan tanah, kemampuan menahan air dan tingkat erosi yang telah terjadi. Penggunaan lahan juga tergantung pada lokasi, khususnya untuk daerah-daerah permukiman, lokasi industry, maupun untuk daerah-daerah rekreasi (Supermoko, 1995) Dalam fieldtrip DIT ini, ada 3 jenis penggunaan lahan yang digunakan untuk pengamatan, yaitu: agroforestri, hutan, dan lahan budidaya untuk tanaman semusim (tegalan). Secara umum, agroforestri adalah pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan yang sama dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang berperan serta (Henny dan Ashari, 2011). Agroforestri yang digunakan untuk pengamatan terdiri beberapa vegetasi didalamnya yaitu tanaman kopi merupakan tanaman budidaya yang dominan. Terdapat pula tanaman petai cina (lamtoro) yang memang sengaja ditanam sebagai tanaman penutup kopi. Kopi membutuhkan tempat yang ternaungi agar dapat tumbuh dengan optimum. Menurut Spurr (1973), hutan merupakan persekutuan antara tumbuhan dan binatang dalam asosiasi biotis. Asosiasi ini bersama-sama dengan lingkungannya 14
membentuk suatu sistem ekologis dimana organisme dan lingkungan saling berpengaruh didalam suatu siklus energi yang kompleks. Hutan yang digunakan untuk pengamatan adalah hutan jati. Vegetasi yang paling dominan adalah pohon jati. Areal hutan ini cukup luas, dibandingkan dengan areal lain yang dijadikan tempat pengamatan. Lahan untuk tanaman semusim berisikan tanaman budidaya. Tanaman yang dibudidayakan di areal ini adalah cabai. Areal tanaman semusim ini kecil dan jauh lebih kecil daripada lahan agroforestri dan hutan.
3.1.2 Tutupan Lahan
Tutupan lahan yang digunakan pada setiap titiknya berbeda-berbeda. Hal ini disesuaikan dengan jenis penggunaan lahannya. Pada titik 1 dengan penggunaan lahan sebagai hutan kita temukan tutupan lahan berupa pohon jati. Pohon jadi memiliki kanopi yang rapat dan menyebabkan kerindangan dalam suasana hutan akan tetapi dengan kanopi yang rapat, serta tajuka yang lebar sehingga akan memepengaruhi intersepsi air huja. Pohon jati juga memeiliki biomasa yang cukup tinggi untuk yang dikembalikan ke tanah sebagai bahan organik Pada titik 3 dengan penggunaan lahan sebagai lahan tanaman musiman, tutupan lahan yang digunakan adalah tanaman cabai.
Tanaman cabai meliliki
kerapatn tajuk yang tidak rapat serta biomasa yang dihasilkan juga rendah. Pada titik 4, tutupan lahan yang digunakan adalah tanaman kopi dan tanaman lamtoro. Namun tanaman kopi lebih mendominasi karena tanaman kopi sebagai tanaman utama dan tanaman lamtoro hanya digunakan sebagai naungan. Penggabungan dua macam tanaman ini sesuai dengan penggunaan lahannya yaitu sebagai agroforestri.
3.1.3 Tingkat Pengolahan Lahan Pengolahan tanah merupakan kegiatan manipulasi mekanik terhadap tanah
dalam budidaya pertanian yang bertujuan untuk menciptakan keadaan media tanam (tanah) menjadi lebih baik, sehingga akar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pengolahan tanah menjadi sangat penting terkait dengan efek baik dan buruk yang diciptakan kepada tanah.
15
Pada lahan pertama yang kami amati, yaitu lahan agroforestri, kondisi lahan agroforesty cukup bagus meskipun tanah pada lahan agroforestri hanya diolah saa t memulai masa tanam, selain itu pemberian pupuk dan perawatan intensif juga hanya saat awal masa tanam. Tingkat pengolahan lahan oleh petani di lahan agroforestri cukup rendah dan campur tangan petani juga tidak seaktif pada penggunaan lahan semusim, namun kondisi pertumbuhan tanaman bisa optimal. Penggunaan lahan agroforesty bagus karena adanya interaksi antara tanaman lamtoro yang tumbuh disana dan tanaman kopi sebagai tanaman budidaya yang utama.
Penggunaan tanaman lamtoro sebagai penaung juga berfungsi untuk
meningkatkan kesuburan tanah melalui fiksasi nitrogen serta biomasa yang dihasilkan. Yang kedua adalah pada hutan produksi, tingkat campur tangan manusia disini juga rendah, lebih rendah dibanding pada lahan agroforestry, namun kesuburan tanah disana juga terbilang subur. Biota tanah yang ditemukan di hutan produksi cukup banyak dan seresahnya juga tebal. Pada hutan produksi, tingkat pengolahan tanah tidak intensif selain itu pengolahan irigasi melalui air hujan. Sehingga pada penggunaan lahan interaksi antra komponen abiotik dan biotik semakin komplek. Lahan tegalan yang kami kunjungi untuk pengamatan, adalah lahan dengan campur tangan manusia yang tinggi serta pengolahan lahan yang intensif. Tanaman yang dibudidayakan pada lahan tegalan adalah cabai, yang tidak dibarengi dengan tanaman budidaya lain (monokultur). Pada lahan tipe seperti ini bisa di pastikan tingkat pengolahan lahan yang intensif sepenuhnya bergantung pada manusia, sehingga kondisi fisik, biologi dan kimia juga sangat bergantung pada tingkat pengolahan lahan yang dilakukan oleh petani. Pada ketiga lahan tersebut agroforestri dan hutan memiliki nilai bahan organiknya tinggi. Jika bahan organik tinggi akan meningkatkan permeabilitas. Bahan organik tinggi dapat meningkatkan ketersediaan usur hara. Bahan Organik menjadi sumber bahan makanan dari organisme makro dan mi kro dalam tanah. Jika bahan organik tinggi sehingga dapat memperbaiki sifat fisik.
16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Diskusi 4.1.1 Hasil Deskripsi Fisiografi Tanah NO
PENGAMATAN
HASIL PENGAMATAN
1
Daerah Survey
Desa Kalisongo
2
Pemeta
D1
3
Tanggal
5 Desember 2015
4
Sketsa Lereng
TL
210o 5
Relief Makro
Berombak
6
Relief Mikro
Teras
7
Lereng
Tunggal
8
Kemiringan
4%
9
Aliran Permukaan
Lambat
10
Drainase Alami
Baik
11
Permeabilitas
Sedang
12
Genangan
Tanpa Genangan
13
Pengelolahan Air
Tidak Ada
14
Erosi
Tidak Ada
15
Bahaya Erosi
Tidak Ada
16
Padas
Tidak Ada
17
Keadaan Permukaan
Tidak Ada
18
Vegetasi dan Penggunaan
Hutan
19
Vegetasi Dominan
Pohon Jati
20
Sistem Penanaman
Monokultur
21
Sumber Air
Hujan
22
Sistem Irigasi
Tadah Hujan
BD
17
4.1.2 Hasil Deskripsi Morfologi Tanah
Penampang
Simbol dan Kedalaman Horizon (genetik)
Deskripsi
A
10 YR 2/2 Lempung Liat Berdebu, Gumpal Membulat, ukuran struktur <5 mm, tingkat struktur sangat halus, konsistensi lembab : sangat gembur, konsistensi basah : lekat-agak plastis. Batas : angsur-ombak
A2
10 YR 2/2 Lempung liat berdebu, Gumpal menyudut, ukuran struktur <5 mm, tingkat sangat halus, konsistensi lembab : gembur, konsistensi basah : tidak lekat-tidak plastis. Batas : baur-rata.
B
7,5 YR 2,5/2 Lempung berliat, Gumpal membulat, ukuran struktur <5 mm, tingkat struktur sangat halus, konsistensi lembab : gembur, konsistensi basah : lekat plastis. Batas : baur-rata.
18
4.2
Hasil Pengamatan Sifat Fisik, Biologi dan Kimia Tanah (pada semua titik) 4.2.1 Pengukuran Tingkat Erosi dan Sifat Fisik Tanah a.
Data Erosi Erosi
Tingkat
Deskripsi & Upaya Pengendalian
Sub Titik 1 pada sub titik 1 jalur satu tidak ada erosi yang di temukan dikarenakan pada sub titik ini di tanamani tanaman hutan yaitu tanaman jati, jadi pada daerah ini terdapt banyak sersah dimana sersah tersebut tidak di bersihkan oleh pengolah setempat.
tidak ada erosi
erosi percik
rendah
erosi alir
sedang
erosi percik
rendah
erosi alir
rendah
Sub Titik 3 pada sub titik 3 di temukan erosi percik yang tingkatannnya rendah karena pada sub titik ini di tanamani tanaman semusim yaitu cabai yang mana sersah yang menutup tempat ini sedikit sehingga air langsung berkontak langsung dengan tanah yang menyebabkan erosi percik. pada lahan ini bisa dilakukan pemulsaan atau juga penambahan bahan organik untuk memperbaiki tekstur. pada sub titik 3 juga di temukan erosi alir yang tingkatannya sedang, yang mana erosi ini di sebabakan karena campur tangan manusia untuk mengendalikan meminimalkan kehilangan unsur hara pada tanah. Untuk mencegah erosi yang tidak diinginkan karena berlebihan, manajemen lahan perlu dilakukan. Sub Titik 4 pada sub titik 4 terdapat erosi percik yang tingkatannya rendah. Pada sub titik ini di tanami tanaman agroforesti yaitu tanaman kopi yang mana tanaman kopi sersahnya tidak banyak maka dari itu masih terdapat erosi percik pada daerah tersebut. untuk menanggulangi hal ini, bisa dilakukan dengan cara merapatkan tutupan tajuk oleh tumbuhan kanopi, sehingga bisa mengurangi gaya air yang jatuh ke tanah. pada sub titik 4 juga terdapat erosi lir yang tingkatannya sedang, erosi alir ini dikarenakan pergerakan pertumbuhan akar yang mendorong tanah sehingga memperparah erosi. Kejadian ini bisa dicegah dengan memperbaiki konsistensi dan struktur tanah, agar pertumbuhan tanah lebih kondusif.
19
b.
Data Sifat Fisik Tanah
No
Sifat fisik
Pengamatan Sub titik 4
Penggunaan lahan : Agroforestri 1
struktur
gumpal membulat
2
tekstur
Lempung berliat
3
konsistensi
Basah: Agak lengket Agak plastis Lembab : gembur
4
permeabilitas
Sedang,baik
5
drainase
Sedang,baik
6
Pemadatan tanah
Tinggi
7
Bobot isi
4,26 g.cm-3 Sub titik 1 Penggunaan lahan : hutan
1
struktur
gumpal bersudut
2
tekstur
Lempung berliat
3
konsistensi
Basah: Agak lengket Agak plastis Lembab : gembur
4
permeabilitas
Sedang,baik
20
5
drainase
Sedang,baik
6
Pemadatan tanah
Tinggi
7
Bobot isi
3,41 g.cm-3 Sub titik 3
Penggunaan lahan : tanaman musiman 1
struktur
gumpal membulat
2
tekstur
Lempung berliat
3
konsistensi
Basah: Agak lengket Agak plastis Lembab : gembur
4
permeabilitas
Sedang,cepat
5
drainase
Sedang,baik
6
Pemadatan tanah
Tinggi
7
Bobot isi
3,61 g.cm-3
21
4.2.2 Pengukuran Biodiversitas
Sub titik 1 Jenis Penggunan Lahan : Hutan Produksi (Tutupan Lahan : Tanaman Jati) Tabel Pengamatan No
Pengamatan
Jumlah Frame 1
Frame 2
Rumput Malela
Banyak
Banyak
Rumput Ketepeng
Sedikit
Sedikit
2
Seresah :
Sedang
Sedang
3
Makro Organisme : Semut
Sedikit
Sedikit
Cacing
Banyak
Banyak
Kascing:
Banyak
Banyak
1
4
Vegetasi :
Sub Titik 3 Jenis Penggunaan lahan : Lahan Semusim (Tutupan Lahan : Tanaman Cabai) Tabel Pengamatan No
Pengamatan
Jumlah Frame 1
Frame 2
Cabai
Sedikit
Sedikit
Krokot
Sedikit
Sedikit
-
Sedikit
Rumput Malela
Sedikit
-
2
Seresah :
Sedikit
Sedikit
3
Makro Organisme : Sedikit
Sedikit
-
-
1
Vegetasi :
Rumput Teki
Semut 4
Kascing :
22
Sub Titik 4 Jenis Penggunaan Lahan : Agroforestri (Tutupan Lahan: Tanaman Kopi) Tabel Pengamatan No
Jumlah
Pengamatan
Frame 1
Frame 2
Lamtoro
Sedang
Sedang
Rumput Ketepeng
Sedang
Sedikit
Rumput Bandotan
Sedang
Sedikit
2
Seresah :
Sedikit
Sedikit
3
Makro Organisme : Semut merah
Banyak
Banyak
Cacing
Banyak
Banyak
Semut hitam
Banyak
Banyak
Kumbang
Sedikit
-
Kascing:
Banyak
Banyak
1
Vegetasi :
Kecil
4
4.2.3 Pengukuran pH dan Defisiensi Hara
a.
Pengukuran pH
No
b.
Sub Titik
pH
Penggunaan Lahan
1.
Titik 1
Hutan (tanaman jati)
5,605
2.
Titik 3
Semusim (tanaman cabai)
4,235
3.
Titik 4
Agroforestri (tanaman kopi)
5,760
Tabel Hasil Pengamatan Unsur Hara
No
Tanaman
Sub titik 1 1 Jati Sub titik 3 1 Cabai
1. 2.
Sub titik 4 1 Kopi
Gejala
Kekurangan/ kelebihan unsur
-
-
Daun menguning dari pangkal daun Daun menguning dari pinggir
-
1. Kekurangan unsur N 2. Kekurangan unsur K 23
4.3
Pembahasan 4.3.1 Perbandingan Sifat Fisik Tanah pada Masing-Masing Penggunaan Lahan
Pada titik 4, lahan digunakan sebagai agroforesrti. Pada titik ini juga merupakan gabungan antara tanaman tahunan dan budidaya. Tanaman utamanya adalah tanaman kopi, dan naungannya adalah tanaman lamtoro. Keadaan tanah pada titik 4, bertekstur lempung berliat, konsistensi dalam keadaan basah agak lengket dan keplastisannya agak plastis. Dalam keadaan kering tanah ini memiliki konsistensi gembur dan strukturnya adalah gumpal membulat. Permeabilitas pada titik 4 berjalan sedang dan drainasenya baik. Hasil pengamatan Bobot Isi pemadatan tanahnya tergolong tinggi. Pada titik 1, lahan yang diamati adalah hutan jati. Pada lahan ini, banyak terdapat seresah yang ada. Namun karakteristik ta nahnya sendiri tidak jauh berbeda dengan titik 4, bertekstur lempung berliat, konsistensi dalam keadaan basah agak lengket dan keplastisannya agak plastis. Dalam keadaan kering tanah ini memiliki konsistensi lepas dan strukturnya adalah gumpal bersudut. Permeabilitas pada titik 1 berjalan sedang dan drainasenya baik. Hasil pengamatan Bobot Isi pemadatan tanahnya tergolong tinggi. Pada titik 3, jenis lahan yang diamati adalah lahan untuk tanaman musiman. Untuk tanaman budidayanya sendiri adalah tanaman cabai. Tekstur tanah pada lahan ini lempung berliat,konsistensi pada keaaan lembab adalah sangat gembur. Dalam keadaan basah kelekatannya sendiri adalah agak lengket dan keplastisannya agak plastis. Untuk permeabilitas, pada titik 3 tergolong sedang dan drainase baik. Hasil pengamatan Bobot Isi pemadatan tanahnya tergolong tinggi. Ada hubungan antra sifat fisik dengan penggunaan lahan kaitanya dari pengolahan tanah dan interaksi antara komponen yang terkait. Parameter yang diamati dari kondisi tekstur, struktur, konsistensi, BI , permeabilitas dan drainase tanah. Pada penggunaan lahan tegalan pengolahan tanh cenderung intensif sehingga akan mempengaruhi kondisi sifat fisik tanah. Makin ser ingnya kegiatan olah tanah, akan dapat menyebabkan kerusakan pada struktur tanah, sehingga mempengaruhi berkurangnya jumlah mikroorganisme didalam tanah yang dapat membantu kesuburan tanah itu sendiri. Pengolahan tanah intensif adalah sistem pengolahan tanah yang melakukan penggarapan tanah secara maksimal, membalik-balikkan tanah hingga kedalaman ± 20 cm, serta tanpa adanya pemanfaatan residu tanaman dan gulma sebagai tutupan lahan yang melindungi tanah dari erosi dan tingginya 24
aliran permukaan tanah. Pengolahan tanah ini ditujukan untuk mendapatkan kondisi tanah (Soil Tilth) yang baik yang mendukung pertumbuhan akar, sehingga diperoleh hasil produksi yang diinginkan. Namun tanpa disadari dalam jangka panjang pengolahan tanah secara intensif akan menurunkan kualitas tanah. Seperti yang dikatakan Bergeret (1977), pengelolaan lahan yang intensif serta budidaya monokultur tanpa rotasi dan pendaur – ulangan bahanorganik telah terbukti mengakibatkan kelesuan lahan, hilangnya bahan organik tanah, degradasi tanah, dan penurunan produktivitas lahan. Peranan pengolahan tanah intensif dalam pengawetan tanah adalah sedikit sekali, bahkan dapat merugikan. Dengan pengolahan tanah, tanah menjadi gembur dan lebi h baik meneruskan air masuk ke dalam tanah, sehingga mengurangi aliran permukaan. Namun pengaruh ini hanya sementara, karena tanah yang diolah menjadi gembur dan lebih mudah tererosi (Arsyad, 2006; Hakim et al., 1986). Akibat langsung yang terjadi dengan pengolahan tanah intensif, yaitu terjadinya pemadatan pada tanah. Pemadatan tanah terlebih lagi jika menggunakan alat-alat berat akan berpengaruh terhadap perkembangan akar dan menghambat pergerakan air (Islami dan Utomo, 1995). Pengolahan tanah yang intensif menyebabkan lahan menjadi terbuka, sehingga dengan seringnya tanah terbuka terutama antara 2 musim tanam, maka lebih riskan terhadap dispersi agregat, erosi dan proses iluviasi yang selanjutnya dapat memadatkan tanah. Kepadatan tanah juga mempengaruhi permeabilitas tanah, dengan padatnya tanah maka porositas akan menjadi kecil dan kontinuitas pori menjadi terhambat, maka tidak ada ruang yang dapat dilewati airsehingga air menjadi terhambat dan tidak dapat bergerak, erosi, dan proses iluviasi yang selanjutnya dapat memadatkan tanah (Pankhurst and Lynch, 1993) Sedangkan penggunaan hutan produksi dan agroforesti tidak ada pengolahan tanah yang intensif atau minim campur tangan manusia. Pengolohan pada lahan agroforesti cenderung kearah konservasi sehingga kondisi yang diharapkan meniru pada kondisi hutan. Pada penggunaan hutan produksi dan agroforesti banyak biomassa yang di kembalikan ketanah terutama pada penggunaan hutan produksi. Sehingga, bahan organik atau biomasa berperan sebagai perekat antara partikel tanah, menciptakan struktur
tanah (granulasi tanah) yang baik dan juga
meningkatkan porositas total tanah. Oleh karena itu, kepadatan tanah pada lahan pengolah tanah konservasi menjadi rendah dan bobot isi tanah menjadi rendah akibat ke tersediaan bahan organik tinggi. Seperti yang dikatakan Arsyad (2006), 25
bahwa penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat mengakibatkan penurunan bobot isi tanah, peningkatan ruang pori total, ruang pori drainase cepat, serta ruang pori drainase lambat. Bobot isi merupakan petunjuk kepadatan tahah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bobot isinya. Tingkat dan cara mengolah tanah yang dilakukan pada suatu lahan pun mempengaruhi nilai bobot isi tanah tersebut. Tanah yang diolah pada lahan pengolahan tanah konservasi dilakukan seminimum mungkin hanya pada area atau alur yang akan di tanami saja. Sesuai dengan pernyataan Sarief (1989), bahwa permukaan tanah yang ditutupi oleh sisa-sisa tanaman atau serasah sebagai penutup tanah dari bahan organik biasanya akan memiliki laju infiltrasi lebih besar dari pada permukaan tanah yang terbuka.
4.3.2 Perbandingan Sifat Kimia Tanah pada Masing-Masing Penggunaan Lahan
Pengamatan dilapang menunjukkan ada beberapa perbedaan antara lahan agroforestri, hutan produksi, dan lahan tegalan untuk ketersediaan unsur hara yang tersedia pada setiap lahan tersebut. Pada lahan agroforestri dan hutan produksi dapat diketahui bahwa kebutuhan unsur hara untuk tanaman di lahan tersebut terpenuhi karena pada lahan tersebut tidak ditemukan gejala tanaman yang kekurangan unsur hara karena pada lahan agroforestri tersebut ditanami pohon kopi dan hutan produksi ditanami jati yang mempunyai sistem perakaran yang dalam dan luas sehingga mampu menyerap kebutuhan unsur hara secara optimal selain itu biomasa yang dikembalikan ke tanah cukup besar sebagai bahan organik tanah. Pada lahan tegalan dapat diketahui bahwa kebutuhan unsur hara untuk tanaman di lahan tersebut tidak terpenuhi, karena pada lahan tersebut ditemukan gejala tanaman yang kekurangan unsur hara N dan K karena pada lahan tersebut ditanami tumbuhan cabai yang mempunyai sistem perakaran yang tidak dalam dan tidak luas sehingga penyerapan unsur hara tidak maksimal. Hanafiah (2005) dalam Wasis (2012) juga menyebutkan bahwa hilangnya N dari tanah juga disebabkan oleh penggunaan untuk metabolisme tanaman dan mikrobia. Selain itu, N dalam bentuk nitrat sangat mudah tercuci oleh air hujan. Menurut Mawardiana (2013), nitrogen merupakan salah satu unsur hara essensial yang bersifat sangat mobil, baik di dalam tanah maupun didalam tanaman. Selain itu, nitrogen bersifat sangat mudah larut dan mudah hilang ke atmosfer maupun air pengairan. Kekurangan unsur nitrogen pada tanaman mengakibatkan 26
pertumbuhan tanaman tidak optimal dan menurunkan produktifitasnya. Siklus N di hutan alam yang tidak terganggu merupakan siklus tertutup. Siklus ini merupakan siklus internal antara tanah, tumbuhan dan mikroorganisme. Hal ini sesuai menurut Gerson (2008), kandungan C-organik pada hutan primer dengan kedalaman ≤ 30 cm lebih tinggi dibandingkan dengan lahan agroforestri dan perkebunan kopi. Sedangkan pada kedalaman 30-60 cm nilai Corganik pada lahan agroforestri lebih tinggi dibandingkan dengan hutan primer dan perkebunan kopi. Tingginya kandungan C-organik pada hutan primer dan lahan agroforestri dengan kedalaman ≤ 30 cm dan 30-60 cm diduga disebabkan oleh keragaman vegetasi penyusun hutan primer dan lahan agroforestri, yaitu merupakan penyusun utama bahan organik yang dapat dihasilkan dari sisa tanaman atau biomassa yg di kembalikan ke tanah. Kandungan C-organik yang rendah merupakan indikator rendahnya jumlah bahan organik tanah yang tersedia dalam tanah . Hal ini di sebabkan karena lapisan tanah bagian atas merupakan tempat akumulasi bahan-bahan organik. Jatuhnya dedaunan, ranting dan batang dari vegetasi di atasnya sebagai sumber bahan organik utama. Menurut Ferry (2013) pemupukan N,P, dan K mempengaruhi diameter batang, jumlah cabang primer, dan jumlah ruas atau cabang pada tanaman kopi. Menurut Marjenah dan Hamdani (2008) pertumbuhan tanaman jati lebih pesat dan lebih baik tanpa pemupukan dan naungan. Sedangkan menurut Joko (2003) pemupukan NPK pada tanaman cabai sangat diperlukan, karena pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai lebih baik dengan pemupukan dari pada yang tanpa pemupukan. Kandungan bahan organik juga dapat mempengaruhi ketersediaan unsur hara dan kesuburan pada tanah. Pada lahan agroforestri dengan tanaman kopi dan hutan produksi dengan tanaman jati sebagai tanaman budidayanya, memiliki seresah banyak sehingga kandungan bahan organiknya banyak. Hal tersebut didukung oleh Tisdale dan Nelson (1974) yang menyatakan bahwa Peran bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas dengan proses mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari proses perombakan bahan organik. Dalam proses mineralisasi akan dilepas mineral-mineral hara tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg dan S, serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil. Hara N, P dan K merupakan hara yang relatif lebih banyak untuk dilepas dan dapat digunakan tanaman.
27
Sedangkan pH tanah yang ada pada ketiga lahan tersebut termasuk ta nah yang memiliki pH asam. Pada lahan agroforestry memiliki pH tanah sebesar 5,760, hutan produksi memiliki pH tanah sebesar 5,605, dan lahan tegalan memiliki pH sebesar 4,235. Dari hasil yang didapat diketahui bahwa pH tanah yang paling asam adalah lahan tegalan. pH juga berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman. Pada lahan tegalan menunjukkan adanya gejala tanaman yang kekurangan unsur hara N, P, dan K yang merupakan unsur hara makro. Hal ini dikarenakan lahan tegalan memliki pH tanah yang paling asam, dimana semakin asam suatu tanah maka unsur hara mikro lebih banyak tersedia dibandingkan dengan unsur hara makro. Padahal tumbuhan lebih membutuhkan unsur hara makro yang cukup untuk menunjang pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan pern yataan yang dikemukakan Nugroho (2009)
bahwa reaksi tanah (nilai pH) dapat berpengaruh terhadap
penyediaan unsur hara bagi tanaman. Dan diperkuat dengan pernyataan Kartasapoetra et al. (1987), dalam Susilawati (2008), bahwa pH tanah yang rendah akan menyebabkan ketersediaan hara menurun dan perombakan bahan organik terhambat. 4.3.3 Penggunaan Sifat Biologi Tanah pada Masing-Masing Penggunaan Lahan
Pada titik pertama dengan penggunaan lahan sebagai hutan, selain ada tanaman jati sebagai tanaman utama, ditemukan juga vegetasi malela dan ketepeng. Pada titik ini, terdapat seresah dengan jumlah cukup banyak. Sedangkan untuk makroorganisme tanah yang ditemukan berupa cacing dalam jumlah banyak dan semut dalam jumlah sedikit. Untuk jumlah kascing termasuk dalam kategori banyak, karena jumlah cacing yang banyak. Pada titik ketiga dengan penggunaan lahan sebagai lahan semusim atau tegalan, ditemukan tanaman cabai sebagai tanaman utamanya. Selain itu juga terdapat tanaman-tanaman lain seperti krokot, rumput teki dan rumput malela yang masing-masing berjumlah sedikit. Pada titik ini, terdapat seresah dengan jumlah sedikit. Sedangkan untuk makroorganisme tanahnya hanya ditemukan semut dengan jumlah sedikit. Pada lahan ini, tidak terdapat kascing karena tidak ditemukan cacing. Pada titik keempat dengan penggunaan lahan sebagai agroforestri, terdapat tanaman kopi sebagai tanaman utamanya dan lamtoro sebagai tanaman naungan. Vegetasi lain yang terdapat pada lahan tersebut antara lain lamtoro kecil, rumput ketepeng kecil dan rumput bandotan dengan jumlah rata-rata sedang. Pada titi k ini, 28
terdapat seresah dengan jumlah sedikit. Sedangkan untuk makroorganisme tanahnya ditemukan semut merah, semut hitam, cacing dan kumbang dengan jumlah yang paling banyak adalah cacing. Pada lahan ini, terdapat banyak kascing karena jumlah cacing yang terdapat pada lahan ini banyak. Perbedaan jumlah spesies fauna tanah pada berbagai kondisi lahan disebabkan oleh adanya keragaman jenis dan keadaan tumbuhan penutup (Purwowidodo & Wulandari, 1998 dalam Latifah 2002). Penggunaan lahan sebagai hutan dan agroforestri merupakan penggunaan tanpa olah tanah. Sehingga seresah yang jatuh ke tanah terdekomposisi secara alami. Seresah adalah sumber C-organik yang merupakan sumber energy bagi mikrobia heterotrof, semakin tinggi C-organik maka mikrobia heterotrof semakin banyak dengan meningkatnya kandungan karbon akan diikuti oleh populasi mikrobia tanah (Erlita Cendrasari, 2008). Sehingga jumlah makroorganismenya juga banyak yang ditemukan. Sedangkan pada lahan semusim tidak ditemukan banyak makroorganisme karena pada lahan semusim pengolahan tanahnya dilakukan secara intensif. Pantone et al . (2001) menyatakan bahwa organisme dalam tanah yang tidak diolah atau diolah minimum lebih tinggi populasinya dibanding tanah pertanian yang diolah intensif. Sehingga tanah pada lahan semusim lebih sedikit makroorganismenya dibanding dengan hutan produksi dan agroforestri. Selain itu dari kondisi sifat biologi tanah juga dapat memengaruhi kondisi sifat fisik dan kimia tanah. Bahan organik tanah merupakan indikator dari kualitas tanah, karena merupakan sumber dari unsur hara esensial dan memegang peranan penting untuk kestabilan agregat, kapasitas memegang air dan strutur tanah (Handayani, 1991 cit Handayani, 2001: hal 2). Oleh karena itu bahan organik tanah erat kaitann ya dengan kondisi tanah baik secara fisik, kimia dan biologis yang selanjutnya turut menentukan produktivitas suatu lahan (Warder et al, 1994 cit Handayani, 2001 hal 3). Dari sifat biologi tanah, bahan organik tanah mampu mengikat butir-butir partikel membentuk agregat dari benang hyphae terutama dari jamur mycorrhiza dan hasil eskresi tumbuhan dan hewan lannya (Soegiman, 1982; Addiscott, 2000 cit Suriadi dan Nazam, 2005: 21)
29
BAB V PENUTUP 5.1
KESIMPULAN
Dari hasil fieldtrip di desa Kalisongo dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara sifat fisik, kimia, dan biologi tanah terhadap penggunaan lahan yang telah diamati. Titik 1 penggunaan hutan produksi bertekstur lempung berliat karena terdapat banyak seresah, cacing dan kascing yang dapat membantu memperbanyak bahan organik. Dan tanah tersebut juga menyediakan banyak unsur hara, maka pohon jati tidak kekurangan unsur hara N, P, dan K. Pada titik 3 penggunaan lahan tegalan tanaman cabai bertekstur lempung berliat, namun di titik ini terdapat sedikit seresah, cacing, dan kascing. Penyebab tekstur lempung berliat karena sering terjadi pengolahan, untuk ketersediaan unsur haranya sangat kurang karena ditemukan adanya tanaman yang kekurangan unsur hara terlihat dari daun. Pada titik 4 penggunaan lahan agroforestry bertekstur lempung berliat karena terdapat sedikit seresah, namun cacing dan kascing cukup banyak. Oleh sebab itu, di titik ini terdapat bahan organik yang banyak dan tanahnya tersedia unsur hara bagi tanaman, maka tanaman tidak ada yang kekurangan unsur hara. Dari ke tiga titik antara penggunaan hutan produksi, agroforestri, dan musiman. Penggunaaan lahan yang memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi yang paling baik dalam mendukung kesuburan tanah adalah penggunaan hutan produksi.
5.2
SARAN
Pelaksanaan fieldtrip sudah cukup baik tapi hanya saja kurangnya efisiensi waktu, seharusnya pengaturan waktu lebih baik lagi dan perlu diperhatikan lagi waktu pengerjaan laporan terlalu singkat .
30
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air . Bogor: IPB Press. Bergeret, A. 1977. Ecologically Viabble System of Production. Ecodevelopment New. 3 October 1977: 3-26. Cendrasari, Erlita. 2008. Efektivitas Berbagai Kualitas Seresah Dari Tithonia diversifolia, Tephrpsia candida, dan Kaempferia galangal Terhadap Pengambatan Potensial Nitrifikasi dan Populasi Bakteri Nitrifikasi di Alfisols, Jumantono [Skripsi] Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tidak diterbitkan. Departemen Kehutanan danPerkebunan Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, 1999. Djaenuddin, Marwan H., H. Subagyo., Mulyani, Anny., Suharta. 2003. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian Versi 4. Jakarta: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Ferry, Yulius Dan Rusli. 2013. Pengaruh Dosis Mikoriza Dan Pemupukan NPK Terhadap Pertumbuhan Dan Reproduksi Kopi Robusta Di Bawah Tegakan Kelapa Produkitf . Sukabumi Jawa Barat. Hakim, et al .1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah.Universitas Lampung Press. Lampung. Handayani, I.P. 2001. Fraksional Pool Bahan Organik Tanah Labil Pada Lahan Hutan dan Lahan Pasca Deforestasi. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 3 No 2. 2001 Hal 75-83.
Handayani, I.P. 2001. Fraksional Pool Bahan Organik Tanah Labil Pada Lahan Hutan dan Lahan Pasca Deforestasi. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 3 No 2. Islami, T. dan Wana Hadi Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman . IKIP Semarang Press. Semarang. Latifah U. 2002. Keanekaragaman Mesofauna TanahPada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di Curug Cilember, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor [skripsi] Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Marjenah dan Panduwinata, Hamdani . 2008. Pengaruh Pemupukan Dan Naungan Terhadap Perubahan Warna Daun Dan Kandungan Klorofil Pada Semai Jati . Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman . Kalimantan 31
Pankhurst, C.E. and J.M. Lynch. 1993. The role of soil biota in sustainable agriculture. Pp 39. InC.E. Pankhurst, B.M. Daube, V.V.S.R. Gupta, and P.R. Grace ( Eds.) Soil Biota: Management in Sustainable Farming Systems. CSIRO Press, Melbourne, Australia. Pantone at al. 2001. Guide to Communication With Color . United States of America : Grafix Press Purnomo, Joko .2003. Pemupukan Berimbang Pada Tanaman Cabai Pada Tanah Typic Hapludands. Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitan Tanah Bogor. Bogor. Sarief, E.S. 1989. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian . Pustaka Buana. Bandung Soegiman.1982. Ilmu Tanah. Bogor: IPB Sudiono, S. 2006. Pengaruh Fungisida dan Waktu Aplikasi Terhadap Penyakit Antraknosa Buah Cabai. LAPTUNILAPP. Suriadi, Ahmad dan Nazam M. 2005. Penilaian Kualitas Tanah Berdasar Kandungan Bahan Oganik Di Kabupaten Bima www.ntb.litbang.deptan.go.id Tohari et al. 2008. Layanan Lingkungan Pohon Pelindung pada Sumbangan Hara dan Produktivitas Agroekosistem Kopi. Pelita Perkebunan. Yogyakarta. Hanafiah, Kemas Ali. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Wasis, Basuki, Fathi, Nuri. 2011. Pengaruh Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Semai Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) Pada Media Tanah Bekas Tambang Emas (Tailing ). Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 02 No. 01 April 2011, Hal. 14 – 18. Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB Mawardiana. 2013. Pengaruh Residu Biochar dan Pemupukan NPK terhadap Sifat Kimia Tanah dan Pertumbuhan serta Hasil Tanaman Padi Musim Tanam Ketiga . Jurnal Konservasi Sumber Daya Lahan 1 (1): 16 - 23. Kartasapoetra et al. 1987. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha untuk Merahabilitisnya. Jakarta: Bina Aksara Susilowati, Endang. 2008. Sains Kimia Prinsip dan Terapannya 2B . Solo: Tiga Serangkai. Nugroho, Yusanto. 2009. Analisis Sifat Fisik-Kimia dan Kesuburan Tanah pada Lokasi Rencana Hutan Tanaman Industri P.T Prima Multibuwana . Hutan Tropis Borneo. 10(27) : 222-229.
32
LAMPIRAN
Sub Titik 1 : Hutan (Tutupan Lahan: Tanaman Jati) 1.
Aspek Fisika Tanah a.
Sifat-sifat Fisik Tanah Alat & Bahan:
Balok Penekan
Ring Sampel
Kamera HP
Alat Tulis
Pisau Lapang
Hasil Pengamatan:
Tekstur Tanah
b.
Konsistensi Basah: Agak lekat
Konsistensi Basah: Agak Plastis
Konsistensi: Lembab
Pengambilan Sampel: Tanah BI & BJ
Jenis Erosi : Pada Hutan produksi Tidak terdapat Erosi
33
2.
Aspek Biologi a.
Pengukuran Biodiversitas Alat:
Frame 50 cm x 50 cm
Sekop kecil
Kamera HP
Alat Tulis
Hasil Pengamatan :
Gulma
3.
Pengukuran Seresah
Cacing
Kascing
Aspek Kimia a. Unsur Hara Alat:
Kamera HP
Alat Tulis
Hasil Pengamatan : Tidak ada tanaman jati yang kekurangan unsur hara
34
Sub Titik 2 : Pedologi a.
Deskripsi Tanah Alat dan Bahan:
Buku Munsell Soil Chart
Sabuk Profil
Pisau Lapang
Alat Tulis
Kamera HP
Meteran
Membedakan tiap horizon
Menentukan tekstur tanah tiap horizon
Hasil Pengamatan :
Penentuan horizon
Pengukuran panjang horizon
Menentukan warna tanah tiap horizon
Menentukan struktur tanah tiap horizon
35
b.
Deskripsi Lokasi :
Sub Titik 3 : Semusim (Tutupan Lahan: Tanaman Cabai) 1.
Aspek Fisika Tanah a.
Sifat-sifat Fisik Tanah Alat:
Kamera HP
Alat Tulis
Hasil Pengamatan :
Penentuan tekstur
b.
Jenis Erosi
Erosi percik
36
2.
Aspek Biologi Pengukuran Biodiversitas Alat:
Frame 50 cm x 50 cm
Sekop kecil
Kamera HP
Meniran
Krokot
Alat Tulis
Hasil Pengamatan :
Cabai
3.
Rumput teki
Aspek Kimia a.
Unsur Hara Alat:
Kamera HP
Alat Tulis
Hasil Pengamatan :
Kekurangang unsur K
Kekukarang unsur N 37
Sub Titik 4 : Semusim (Tutupan Lahan: Tanaman Cabai) 1.
Aspek Fisika Tanah a.
Sifat-sifat Fisik Tanah Alat:
Alat Tulis
Kamera HP
Hasil Pengamatan :
b.
Penentuan tekstur
Konsistensi basah: plastis
Konsistensi basah: agak lengket
Jenis Erosi
Erosi Percik
2.
Aspek Biologi Pengukuran Biodiversitas Alat:
Frame 50 cm x 50 cm
Sekop kecil
Kamera HP
Alat Tulis 38