Konsep dasar evidence based midwifery berspektif gender dan HAM dalam asuhan kebidanan
: 1.1. Konsep dasar evidence based midwifery: 1.1.1 Pengertian evidence based midwifery 1.1.2 Manfaat evidence based midwifery dalam praktik kebidanan 1.1.3 Praktik evidence based midwifery dalam asuhan 1.1.4 Kategori evidence based menurut WHO 1.2. Konsep dasar asuhan berspektif gender dan HAM 1.3. Praktik asuhan berspektif gender dan HAM
KOMPETENSI: 1.
Menjelaskan pengertian evidence based midwifery
2.
Menjelaskan manfaat, praktik dan kategori evidence based dengan benar sesuai
3.
Menjelaskan pengertian Gender dan HAM dalam Kesehatan
4.
Menjelaskan Praktik Asuhan Berspektif Gender dan HAM dalam Kebidanan dan
Lingkungan Kesehatan Kehamilan dan melahirkan dapat menimbulkan resiko kesehatan yang besar, termasuk perempuan yang tidak mempunyai masalah kesehatan sebelumnya. Kira-kira 40% ibu hamil (bumil) mengalami masalah kesehatan yang berkaitan dengan kehamilan; dan 15% dari semua bumil menderita komplikasi jangka panjang atau yang dapat mengancam jiwa. Oleh karena itu, pengenalan mengenai pencegahan dan penanganan yang terbukti dapat dijalankan (evidence based) bisa melindungi keselamatan ibu dan bayinya. Penggunaan kebijakan dari bukti terbaik ( evidence based ) yang tersedia sehingga tenaga kesehatan bidan dan pasien mencapai keputusan yang terbaik, mengambil data yang diperlukan dan pada akhirnya dapat menilai pasien secara menyeluruh dalam memberikan pelayanan. Setiap manusia baik laki-laki maupun wanita dalam kehidupannya terjadi perubahan atau mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang baik secara fisik, psikis maupun sosial kemasyarakatan. Perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang
dibentuk dan dibuat oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman akibat konstruksi sosial merupakan arti gender. Kesehatan dan HAM seharusnya diprioritaskan diatas kepentingan ekonomi dan politik.Namun laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam The World Health Report 2001 kembali menyatakan kondisi kesehatan di Indonesia belum menunjukkan kemajuan. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dengan hak asasi manusia (HAM). HAM ada
melekat
pada
manusia,
apabila
HAM
dihilangkan
berarti
hilanglah kemanusiaannya seorang manusia. Oleh karenanya, HAM bersifat fundamental maka adanya merupakan keharusan, siapapun tidak dapat mengganggu dan setiap orang harus memperoleh perlindungan HAM-nya. Manusia memiliki hak-hak dasar untuk hidup, martabat dan pengembangan kepribadiannya, yang menjadikan tonggak HAM yang berasal dari akal, kehendak dan bakat manusia. Berdasarkan kultur, sejarah dan sumberdaya orang berbicara tentang masyarakat.
1. Pengertian Evidence Based Midwifery Dalam beberapa tahun terakhir atau tepatnya beberapa bulan terakhir kita sering mendengar tentang Evidence based. Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus berdasarkan bukti. Bukti inipun tidak sekedar bukti tapi bukti ilmiah terkini yang bias dipertanggung jawabkan. Suatu istilah yang luas yang digunakan dalam proses pemberian informasi berdasarkan bukti dari penelitian (Gray, 1997). Jadi, evidence based midwifery adalah pemberian informasi kebidanan berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan. Praktek kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil penelitian dan pengalaman praktek terbaik dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia. Rutinitas yang tidak terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi. Hal ini terjadi karena llmu Kedokteran berkembang sangat pesat. Temuan dan hipotesis yang diajukan pada waktu yang lalu secara cepat digantikan dengan temuan baru yang segera
menggugurkan teori yang ada sebelumnya. Sementara hipotesis yang diujikan sebelumnya bisa saja segera ditinggalkan karena muncul pengujian-pengujian hipotesis baru yang lebih sempurna. Sebagai contoh, jika sebelumnya diyakini bahwa episiotomi merupakan salah satu prosedur rutin persalinan khususnya pada primigravida, saat ini keyakinan itu digugurkan oleh temuan yang menunjukkan bahwa episiotomi secara rutin justru sering menimbulkan berbagai permasalahan yang kadang justru lebih merugikan bagi quality of life pasien. Demikian pula halnya dengan temuan obat baru yang dapat saja segera ditarik dan perederan hanya dalam waktu beberapa bulan setelah obat tersebut dipasarkan, karena di populasi terbukti memberikan efek samping yang berat pada sebagian penggunanya. Bukti ini juga mempunyai tingkat kepercayaan untuk dijadikan sebagai evidence based. Untuk tingkat paling tinggi (Ia) adalah hasil penelitian dengan meta analisis dibawahnya atau level Ib adalah hasil penelitian dengan randomized control trial, IIa. non randomized control trial, IIb. adalah hasil penelitian quasi eksperime lalu hasil studi observasi (III) dan terakhir expert opinion, clinical experience (IV). Untuk mendapatkan bukti ini bisa diperoleh dari berbagai macam hasil penelitian yang telah dipublikasikan oleh berbagai macam media, itulah evidence base. Melalui paradigma baru ini maka setiap pendekatan medik barulah dianggap accountable apabila didasarkan pada temuan-temuan terkini yang secara medik, ilmiah, dan metodologi dapat diterima. Tidak semua EBM dapat langsung diaplikasikan oleh semua professional kebidanan di dunia. Oleh karena itu bukti ilmiah tersebut harus ditelaah terlebih dahulu, mempertimbangkan manfaat dan kerugian serta kondisi setempat seperti budaya, kebijakan dan lain sebagainya
2.
Manfaat Evidence Based Midwifery dalam praktik Kebidanan Praktik berdasarkan penelitian merupakan penggunaaan yang sistematik, ilmiah dan eksplisit dari penelitian terbaik saat ini dalam pengambilan keputusan tentang asuhan pasien secara individu. Hal ini menghasilkan asuhan yang efektif dan tidak selalu melakukan intervensi. Kajian ulang intervensi secara historis memunculkan asumsi bahwa sebagian besar komplikasi obstetri yang mengancam jiwa bisa diprediksi atau dicegah. Intervensi harus dilaksanakan atas dasar indikasi yang spesifik, bukan sebagai rutinitas sebab test-test rutin, obat, atau prosedur lain pada kehamilan dapat membahayakan ibu maupun janin. Bidan yang terampil harus tahu kapan
ia harus melakukan sesuatu dan intervensi yang dilakukannya haruslah aman berdasarkan bukti ilmiah. Asuhan yang dilakukan dituntut tanggap terhadap fakta yang terjadi, menyesuaikan dengan keadaan atau kondisi pasien dengan mengutamakan keselamatan dan kesehatan pasien dengan mengikuti prosedur yang sesuai dengan evidence based asuhan kebidanan, yang tentu saja berdasar kepada hal-hal yang sudah dibahas sebelumnya, yaitu: standar asuhan kebidanan, standar pelayanan kebidanan, kewenangan bidan komunitas, fungsi utama bidan bidan bagi masyarakat. Fungsi utama profesi kebidanan, ruang lingkup asuhan yang diberikan. Dengan pelaksanaan praktik asuhan kebidanan yang berdasarkan evidence based tersebut tentu saja bermanfaat membantu mengurangi angka kematian ibu hamil dan resiko-resiko yang di alami selama persalinan bagi ibu dan bayi serta bermanfaat juga untuk memperbaiki keadaan kesehatan masyarakat.
3.
Praktik Evidence Based Midwifery dalam asuhan Praktek kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil penelitian dan pengalaman praktek terbaik dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia. Rutinitas yang tidak terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi. Sesuai dengan evidence-based practice, pemerintah telah menetapkan program kebijakan ANC sebagai berikut: a.
Kunjungan
ANC
Dilakukan minimal 4 x selama kehamilan : Trimester
I
Sebelum 14 minggu - Mendeteksi masalah yg dapat ditangani sebelum
membahayakan
jiwa. Ø Mencegah masalah, misal : tetanus neonatal, anemia, kebiasaan tradisional yang berbahaya Ø Membangun hubungan saling percaya Ø Memulai persiapan kelahiran & kesiapan menghadapi
komplikasi.
Ø Mendorong perilaku sehat (nutrisi, kebersihan , olahraga, istirahat, seks, dsb). Trimester II 14 – 28 minggu - Sama dengan trimester I ditambah : kewaspadaan khusus terhadap hipertensi kehamilan (deteksi gejala preeklamsia, pantau TD, evaluasi edema, proteinuria)
Trimester III 28 – 36 minggu - Sama, ditambah : deteksi kehamilan ganda. Setelah 36 minggu Sama, ditambah : deteksi kelainan letak atau kondisi yang memerlukan persalinan di RS. ANC: Praktek-Praktek Terbaik: Tidak direkomendasikan Ø Kunjungan rutin yang banyak Ø Pendekatan resiko yang tiggi Ø Pengukuran yang rutin: Tinggi, posisi janin sebelum 36 minggu, edema mata kaki Direkomendasikan: Ø Kunjungan antenatal terfokus dengan tenaga kesehatan Ø Rencana persiapan persalinan dan kesiagaan menghadapi komplikasi Ø Konseling keluarga berencana, menyusui, tanda-tanda bahaya, HIV/IMS, dan nutrisi Ø Deteksi dan manajemen kondisi dan komplikasi yang menyertai kehamilan Ø Tetanus toksoid Ø Zat besi dan folat Ø Pada populasi tertentu :pengobatan preventif malaria, pengobatan kecacingan, yodium, vitamin A b.
Pemberian
suplemen
mikronutrien
:
Tablet yang mengandung FeSO4 320 mg (= zat besi 60 mg) dan asam folat 500 sebanyak 1 tablet/hari segera setelah rasa mual hilang. Pemberian selama 90 hari (3 bulan). Ibu harus dinasehati agar tidak meminumnya bersama teh / kopi agar tidak mengganggu penyerapannya. c.
Imunisasi Interval
Lama
TT
1
TT
perlindungan
Pada
kunjungan
0,5 %
ANC
cc perlindungan
pertama
-
-
TT
2
4
mgg
setelah
TT
1
3
tahun
80%
TT
3
6
bln
setelah
TT
2
5
tahun
95%
TT
4
TT
3
10
tahun
99%
1
tahun
setelah
TT 5 1 tahun setelah TT 4 25 th/ seumur hidup 99%
Dengan memberikan asuhan antenal yang baik akan menjadi salah satu tiang penyangga dalam safe motherhood dalam usaha menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal. 1. Meningkatkan efektivitas asuhan antenatal ·
Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan memberikan pendidikan mengenai nutrisi, kebersihan diri dan proses kelahiran bayi.
·
Mendeteksi dan menatalaksanaka komplikasi medis, bedah ataupun obstetri selama kehamilan.
·
Mengembangkan persiapan persalinan serta kesiapan menghadapi komplikasi.
·
Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan nifas normal dan merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial. 2. Adapun antenatal care akan efektif bila meliputi hal-hal sebagai berikut: ·
· ·
Asuhan diberikan oleh petugas yang terampil dan berkesinambungan Persiapan menghadapi persalinan yang baik dengan memperkirakan komplikasi. Mempromosikan kesehatan dan pencegahan penyakit (tetanus toksoid, suplemen gizi,
pencegahan konsumsi alkohol dan rokok dan lain-lain). ·
Mendeteksi dini komplikasi serta perawatan penyakit yang diderita ibu hamil (HIV, sifilis, tuberkulosis, hepatitis, penyakit medis lain yang diderita (misal: hipertensi, diabetes, dan lainlain). 3. Asuhan antenatal secara tradisional Seperti dalam asuhan antenatal, sebelum dikenal adanya asuhan berdasarkan evidence based, asuhan yang diberikan berdasarkan tradisional. Asuhan yang banyak berkembang saat ini sebenarnya berasal dari model yang dikembangkan di Eropa pada awal dekade abad ini. Lebih mengarah keritual dari pada rasional. Biasanya asuhan ini lebih mengarah ke frekuensi dan jumlah daripada terhadap unsur yang mengarah kepada tujuan yang esensial 4. Pentingnya deteksi penyakit dan bukan penilaian/pendekatan risiko Pendekatan risiko yang mempunyai rasionalisasi bahwa asuhan antenatal adalah melakukan screening untuk memprediksi faktor-faktor risiko untuk memprediksi suatu penyakit, tapi berdasarkan hasil studi di Zaire membuktikan bahwa 71 % persalinan macet tidak bisa diprediksi. Memberikan asuhan antenatal yang baik dengan langkah-langkah berikut:
·
Sapa ibu dan keluarga untuk membuat merasa nyaman.
·
Mendapatkan riwayat kehamilan ibu dan mendengarkan dengan teliti apa yang diceritakan ibu.
·
Melakukan pemeriksaan fisik seperlunya saja.
·
Melakukan pemeriksaan laboratorium.
·
Melakukan anamnesa untuk menilai apakah kehamilannya normal
·
Membantu ibu dan keluarganya untuk mempersiapkan kelahiran dan kemungkinan keadaan darurat
·
Memberikan konseling tentang gizi, latihan, perubahan fisiologis, menasihati ibu untuk mencari pertolongan segera jika ia mendapati tanda-tanda bahaya, merencanakan dan mempersiapkan kelahiran yang bersih dan aman di rumah, mengidentifikasi siapa yang dapat membantu bidan semala persalinan, menjelaskan cara merawat payudara terutama pada ibu yang mempunyai putting susu rata atau masuk ke dalam.
·
Pemberian suplemen mikronutrien
·
Imunisasi TT 0,5 cc
·
Menjadwalkan kunjungan berikutnya.
·
Mendokumentasikan kunjungan tersebut. Survei mengenai praktek-praktek yang biasa dilakukan
·
Meresapkan obat progestagen untuk ancaman keguguran : 63%
·
Penggunaan diazepam untuk mengendalikan konvulsi pada eklampsi : 47%
·
Tidak pernah melakukan versi luar : 57%
·
Tidak menggunakan partograf untuk memantau dan melakukan manajemen persalinan : 88%
·
Melakukan episiotomi pada semua primigravida : 32%
·
Meresapkan antibiotic selama 5-7 hari untuk Seksio Cesaria : 59%
·
Melakukan sebagian besar SEksio Cesaria dengan anestesi uumum : 65%
·
Tidak mencuci tangan setiap kali sebelum melakukan periksa dalam selama persalinan : 72%
e.
Pemotongan Tali Pusat Berdasarkan evidence based, pemotongan tali pusat lebih baik ditunda karena sangat tidak menguntungkan baik bagi bayi maupun bagi ibunya. Mengingat fenomena yang terjadi di Indonesia antara lain tingginya angka morbiditas ataupun mortalitas pada bayi salah satunya yang disebabkan karena Asfiksia Hyperbillirubinemia/ icterik neonatorum, selain itu juga
meningkatnya dengan tajam kejadian autis pada anak-anak di Indonesia tahun ke tahun tanpa tahu pemicu penyebabnya. Ternyata salah satu asumsi sementara atas kasus fenomena di atas adalah karena adanya ICC (Imediettly Cord Clamping) di langkah APN yaitu pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir. Benar atau tidaknya asumsi tersebut, beberapa hasil penelitian dari jurnal-jurnal internasional di bawah ini mungkin bisa menjawab pertanyaan di atas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kinmond, S. et al. (1993) menunjukkan bahwa pada bayi prematur, ketika pemotongan tali pusat ditunda paling sedikit 30 menit atau lebih, maka bayi akan: 1.
Menunjukkan
2.
Terbukti
3.
penurunan sedikit
Hasil
tes
kebutuhan
untuk
mengalami
menunjukkan
tranfusi
gangguan tingginya
darah pernapasan
level
oksigen
4. Menunjukkan indikasi bahwa bayi tersebut lebih viable dibandingkan dengan bayi yang dipotong 5.
tali
Mengurangi
pusatnya resiko
segera
perdarahan
pada
setelah
lahir
III
persalinan
kala
6. Menunjukkan jumlah hematokrit dan hemoglobin dalam darah yang lebih baik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eillen K. Hutton (2007) bahwa dengan penundaan
pemotongan
tali
pusat
dapat:
•
Peningkatan
kadar
hematokrit
dalam
darah
•
Peningkatan
kadar
hemoglobin
dalam
darah
•
Penurunan
Anemia
pada
bayi
angka
• Penurunan resiko jaudice/ bayi kuning
Mencermati dari hasil-hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir sangat tidak menguntungkan baik bagi bayi maupun bagi ibunya. Namun dalam praktek APN dikatakan bahwa pemotongan tali pusat dilakukan segera setelah bayi lahir. Dari situ kita bisa lihat betapa besarnya resiko kerugian, kesakitan maupun kematian yang dapat terjadi.
f. . Perawatan Tali Pusat
Saat bayi dilahirkan, tali pusar (umbilikal) yang menghubungkannya dan plasenta ibunya akan dipotong meski tidak semuanya. Tali pusar yang melekat di perut bayi, akan disisakan beberapa senti. Sisanya ini akan dibiarkan hingga pelan-pelan menyusut dan mengering, lalu terlepas dengan sendirinya. Agar tidak menimbulkan infeksi, sisa potongan tadi harus dirawat dengan benar.
Cara merawatnya adalah sebagai berikut: Ø Saat memandikan bayi, usahakan tidak menarik tali pusat. Membersihkan tali pusat saat bayi tidak berada di dalam bak air. Hindari waktu yang lama bayi di air karena bisa menyebabkan hipotermi. Ø Setelah mandi, utamakan mengerjakan perawatan tali pusat terlebih dahulu.Perawatan sehari-hari cukup dibungkus dengan kasa steril kering tanpa diolesi dengan alkohol. Jangan pakai betadine karena yodium yang terkandung di dalamnya dapat masuk ke dalam peredaran darah bayi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan kelenjar gondok. Ø Jangan mengolesi tali pusat dengan ramuan atau menaburi bedak karena dapat menjadi media yang baik bagi tumbuhnya kuman. Ø Tetaplah rawat tali pusat dengan menutupnya menggunakan kasa steril hingga tali pusat lepas secara sempurna.
4.
Kategori Evidence Based menurut WHO Menurut WHO, Evidence based terbagi sebagai berikut : a. Evidenve-based Medicine adalah pemberian informasi obat-obatan berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan. Temuan obat baru yang dapat saja segera ditarik dan perederan hanya dalam waktu beberapa bulan setelah obat tersebut dipasarkan, karena di populasi terbukti memberikan efek samping yang berat pada sebagian penggunanya. b. Evidence-based Policy adalah satu sistem peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan kedokteran (Clinical Governance): suatu tantangan profesi kesehatan dan kedokteran di masa mendatang c. Evidence based midwifery adalah pemberian informasi kebidanan berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan.
1.
d. .
Evidence based report adalah merupakan brntuk penulisan laporan kasus yang baru berkembang , memperlihatkan bagaimana hasil penelitian dapat diterapkan pada semua tahapan penatalaksanaan pasien.
5.
Sumber Evidence Based Sumber EBM dapat diperoleh melalui bukti publikasi jurnal dari internet maupun berlangganan baik hardcopy seperti majalah, bulletin, atau CD. Situs internet yang ada dapat diakses, ada yang harus dibayar namun banyak pula yang public domain. Contoh situs yang dapat diakses secarea gratis (open access) seperti: 1)
Evidence
Based
Midwifery
di
Royal
College
Midwives
Inggris
:
http://www.rcm.org.uk/ebm/volume-11-2013/volume-11-issue-1/the-physical-effect-of-exercisein-pregnancy-on-pre-eclampsia-gestational-diabetes-birthweight-and-type-of-delivery-a-struct/ 2) Midwifery Today : http://www.midwiferytoday.com/articles/midwifestouch.asp 3)
International Breastfeeding Journal :http://www.internationalbreastfeedingjournal.com/content 4) Comfort in Labor : http://Childbirthconnection.org. 5) Journal of Advance Research in Biological Sciences : http://www.ejmanager.com/mnstemps/86/86-1363938342.pdf?t=1370044205 6) American Journal of Obstetric and Gynecology : http://ajcn.nutrition.org/ 7) American Journal of Clinical Nutrition : http://ajcn.nutrition.org/ 8) American Journal of Public Health : http://ajcn.nutrition.org/ 9) American Journal of Nursing : http://journals.lww.com/ajnonline/pages/default.aspx
10) Journal of Adolescent Health : http://www.jahonline.org/article/S1054-139X(04)001909/abstract
6.
Konsep dasar asuhan berspektif gender dan HAM Pengertian Gender dan HAM dalam Kesehatan Gender adalah perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan dikonstruksi oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman akibat konstruksi sosial.
Bias gender adalah suatu pandangan yang menunjukkan adanya keberpihakan kepada kaum laki-aki daripada perempuan. Relasi gender adalah menyangkut hubungan laki-laki dan perempuan dalam kerja sama saling mendukung atau saling bersaing satu sama lain. Perspektif gender adalah menyamakan perlakuan dan hak antara pria dan wanita dalam arti yang luas. Menurut UU RI. No : 39/1999 Tentang Kesehatan, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hak-hak keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormarti, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM bagian dari manusia secara utuh dan sudah ada sejak manusia lahir. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, pendidikan, politik atau asal usul sosial budaya.
2.
Praktik Asuhan Berspektif Gender dan HAM dalam Kebidanan dan Lingkungan Kesehatan Berdasarkan Permenkes No.900/menkes/SK/VII/2002, Praktik Kebidanan dalam asuhan berspektif gender dan HAM meliputi pelayanan terhadap kebidanan, pelayanan terhadap keluarga berencana dan pelayanan terhadap kesehatan masyarakat. 1. Pelayanan terhadap kebidanan Memberikan asuhan bagi perempuan mulai dari masa pra-nikah, pra kehamilan, selama hamil hingga melahirkan, nifas, menyusui, interval antar kehamilan hingga masa menopause. Pelayanan kepada bayi baru lahir, bayi dan balita (usia 1-5 tahun) 2. Pelayanan terhadap keluarga berencana Memberikan konseling KB dan penyediaan berbagai jenis kontrasepsi, lengkap dengan nasihat/tindakan jika timbul efek samping. 3. Pelayanan terhadap kesehatan masyarakat
Memberikan asuhan bagi keluarga yang mengasuh anak termasuk pembinaan kesehatan keluarga, kebidanan komunitas termasuk persalinan di rumah, kunjungan rumah, serta deteksi dini kelainan pada ibu dan anak.
Asuhan kebidanan yang dapat diberikan pada wanita sepanjang siklus kehidupan, antara lain : 1. Bayi dan Anak Asuhan yang diberikan : a. ASI Eksklusif b. Tumbuh kembang anak dan pemberian makanan dengan gizi seimbang c. Imunisasi dan manajemen terpadu balita sakit d. Pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan (KTP) e. Pendidikan dan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan 2. Remaja Asuhan yang diberikan : a. Gizi seimbang b. Informasi tentang kesehatan reproduksi c. Pencegahan kekerasan seksual (perkosaan) d. Pencegahan terhadap ketergantungan napza e. Perkawinan pada usia yang wajar f. Peningkatan pendidikan, keterampilan, penghargaan diri dan pertahanan terhadap godaan dan ancaman 3.
Usia Lanjut Asuhan yang diberikan :
a. Perhatian pada problem meno/andro-pause b. Perhatian pada penyakit utama degeneratif, termasuk rabun, gangguan mobilitas dan osteoporosis. c. Deteksi dini kanker rahim dan kanker rahim d. Masalah yang mungkin terjadi pada tahap ini: penyakit sistem
sirkulasi,kekerasan,
prolaps/osteoporosis, kanker saluran reproduksi, payudara/kanker prostat, ISR/IMS/HIV/AIDS
e. Pendekatan yang dapat dilakukan: dipengaruhi oleh pengalaman reproduksisebelumnya, diagnosis, informasi dan pengobatan dini
Ø Perspektif gender terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja perempuan, dapat dipengaruhi oleh dua hal sebagai berikut : 1.
Faktor biologis yang ditetapkan oleh kromosom Faktor fisiologis dan bentuk biologis alat-alat reproduksi remaja perempuan menyebabkan mereka lebih mudah ketularan PMS dibanding dengan anak laki-laki.
2.
Faktor gender Faktor sosial budaya dengan norma-norma dan ”aturan main” sangat memengaruhi cara berpikir, sikap dan prilaku perempuan dan laki-laki. Gender juga sangat menentukan bagaimana hubungan antar remaja dan bagaimana orang lain memperlakukan remaja laki-laki dan perempuan.
Ø Perspektif gender terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja laki-laki Remaja laki-laki mempunyai masalah kesehatan reproduksi yang dapat berubah menurut siklus kehidupan, serta dipengaruhi oleh budaya dan praktek-praktek medis yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi segera setelah mereka lahir. Ketika anak laki-laki mencapai masa pubertas, mereka mulai merasakan perubahan fisik termasuk perubahan suara, munculnya alat kelamin sekunder serta meningkatkan perkembangan jaringan otot. Perubahan-perubahan fisik sering kali diikuti dengan perubahan emosional dan perilaku, termasuk perkembangan perasaan seksual, belajar tentang hak-hak seksual dan pertanyaan seputas isu seks. Pengalaman dan respons dari anak laki-laki terhadap perubahan ini membentuk tingkat yang lebih tinggi terhadap peran gender dan antipasi terhadap budayanya.
Peran Remaja Laki-Laki terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja Perempuan Terdapat beberapa cara dimana remaja laki-laki sebagai saudara, pacar, teman bagi remaja perempuan, dapat mengambil peranan yang akan berpengaruh positif terhadap kesehatan reproduksi remaja perempuan, diantaranya : - Mendorong remaja perempuan untuk mendapatkan gizi yang seimbang - Mencegah penyebaran penyakit menular seksual kepada remaja perempuan - Mencegah segala bentuk kekerasan terhadap remaja perempuan
-
Mendukung partisipasi dalam organisasi kemasyarakatan termasuk akses terhadap kehidupan sosial, politik dan kesempatan mendapat pendidikan
-
Mendukung hak remaja perempuan dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan serta menghormati persamaan hak dengan remaja laki-laki.
Kesehatan Reproduksi Remaja sebagai Hak Asasi Manusia (HAM) Kesehatan adalah hak setiap manusia yang merupakan bagian dari harkat martabatnya sebagai manusia. Hak kesehatan reproduksi dan seksual mencakup hak-hak yang telah diakui dalm perilaku peraturan perundang-undangan nasional, dokumen-dokumen internasional hak-hak asasi manusia. Hak-hak ini berdasarkan pengakuan terhadap hak-hak asasi dari setiap orang atau pasangan untuk secara bebas dan bertanggung jawab mengambil keputusan tentang jumlah, jarak dan waktu kelahiran anak-anak mereka dan memiliki informasi dan kemampuan untuk melaksanakan keputusan, serta hak untuk mencapai derajat kesehatan seksual dan reproduksi yang setinggi-tingginya.
3.
Peran Gender Peran ekonomi dan sosial yang dianggap sesuai untuk perempuan dan laki-laki. Laki-laki
biasanya diidentifikasi dengan peran produktif, sementara perempuan mempunyai tiga peran yaitu tanggung jawab domestik, pekerjaan produktif dan kegiatan masyarakat yang biasanya dilakukan secara simultan. Peran dan tanggung jawab gender berbeda antara satu budaya dengan budaya lainnya dan dapat berubah sepanjang waktu. Hampir di semua masyarakat peran perempuan cenderung tidak dihargai. Pembelajaran yang paling berpengaruh melalui sistem nilai seksual dalam keluarga dan masyarakat. Anak mendapatkan sikap tentang suatu nilai tersebut sejak dini. Sumber pembelajaran yang juga berpengaruh adalah berbagai lambang dan diskusi dengan taman sebaya. Meskipun demikian tidak sepenuhnya peran gender merupakan ciri masyarakat. Walaupun demikian, ada perbedaan perilaku anak-anak dibandingkan anak perempuan bahkan semenjak masih bayi. Diperkirakan hormon seksual mempunyai pengaruh pada otak dan perilaku. Peran gender merupakan area seksualitas yang tumpang tindih antara komponen psikologis, biologis dan sosiokultural.
Evidence based midwifery adalah pemberian informasi kebidanan berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan pelaksanaan praktik asuhan kebidanan yang berdasarkan evidence based tersebut tentu saja bermanfaat membantu mengurangi angka kematian ibu hamil dan resiko-resiko yang di alami selama persalinan bagi ibu dan bayi serta bermanfaat juga untuk memperbaiki keadaan kesehatan masyarakat. Sesuai dengan evidence-based practice, pemerintah telah menetapkan program kebijakan ANC terdiri dari 4 x kunjungan pemeriksaan selama kehamilan. Yang terdiri dari pemeriksaan Trimester I, Trimester II, Trimester III dan setelah 36 minggu. Evidence based midwifery juga terbagi dari kehamilan, persalinan hingga masa nifas. Menurut WHO, Evidence based terbagi 4 yaitu : Evidenve-based Medicine, Evidencebased Policy, Evidence based midwifery, Evidence based report