BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar belakang
Empedu dibentuk dalam lobulus hati, disekresi kedalam jaringan kanalikuli yang kompleks. Duktulus biliaris yang kecil, dan duktus biliaris yang lebih besar yang mengalir bersama limfatik dan cabang vena porta dan arteri hepatika dalam traktus porta yang terletak antara lobulus hati. Duktus biliaris interlobulus ini bergabung untuk membentuk duktus biliaris septum yang lebih besar yang bergabung untuk membentuk duktus hepatikus kanan dan kiri, yang pada gilirannnya akan bersatu membentuk duktus koledukus. Duktus hepatikus komunis yang bergabung dengan duktus sistikus kandung empedu untuk membentuk duktus koledukus yang memasuki duodenum (sering setelah menggabung duktus pankreatikus mayor) melalui ampula vater. 2 Kolesistitis akut sering berawal sebagai serangan kolik biliaris yang memburuk secara progresif. Sekitar 60 – 70% 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan. Namun, seiring dengan makin parahnya serangan, nyeri kolesistitis akut makin menjadi generalisata di abdomen kanan atas. Seperti kolik biliaris, nyeri kolesistitis dapat menyebar ke daerah antarskapula, skapula kanan atau bahu. Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien juga mengalami mengalami anoreksia dan sering mual. Kolesistitis akut merupakan suatu penyakit yang dapat mengganggu kualitas hidup pasien.
Kolesistitis – Interna XIV
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kolesistitis akut adalah inflamasi akut dari kandung empedu yang dicetuskan oleh obstruksi dari duktus sistikus.
1,2
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.
3
Kolesistitis akut adalah inflamasi akut dinding kandung empedu. 8 Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.
9
2.2. Fisiologi dan Produksi dan Aliran Empedu
Empedu yang dibentuk dalam lobulus hati disekresi ke dalam jaringan kanalikuli yang kompleks, duktulus biliaris yang kecil dan duktus biliaris yang lebih besar yang mengalir bersama limfatik dan cabang vena porta dan arteri hepatika dalam traktus porta yang terletak antara lobulus hati. Duktus biliaris interlobulus ini bergabung membentuk duktus biliaris septum yang lebih besar yang bergabung untuk membentuk duktus hepatikus kanan dan kiri yang berlanjut sebagai duktus hepatikus komunis. Bersama dengan duktus sistikus dari kandung empedu, duktus hepatikus komunis bergabung membentuk duktus koledokus yang kemudian bergabung dengan duktus pankreatikus mayor lalu memasuki duodenum melalui ampulla Vater. 2,6
Kolesistitis – Interna XIV
2
Gambar 1 : Anatomi duktus biliaris.
(Sumber: Netter Atlas of Human Anatomy)
Empedu hati adalah cairan isotonik berpigmentasi dengan komposisi elektrolit yang menyerupai plasma darah. Komponen utama cairan empedu terdiri dari 82% air, 12% asam empedu, 4% lesitin dan fosfolipid lainnya serta 0,7% kolesterol yang tidak diesterifikasi. Unsur lain termasuk bilirubin terkonjugasi, protein (IgA), elektrolit, mukus, dapat pula obat atau hasil metabolisme lainnya.. Cairan empedu ditampung dalam kandung empedu yang memiliki kapasitas ± 50 ml. Selama empedu berada di dalam kandung empedu, maka akan terjadi peningkatan konsentrasi empedu oleh karena terjadinya proses reabsorpsi sebagian besar anion anorganik, klorida dan bikarbonat, diikuti oleh difusi air sehingga terjadi penurunan pH intrasistik.
Kolesistitis – Interna XIV
2,6
3
Asam – asam empedu primer (asam kolat & kenodeoksikolat) dibentuk dari kolesterol di dalam hepatosit, diperbanyak pada struktur cincin hidroksilasi dan bersifat larut dalam air akibat konjugasi dengan glisin atau taurin dan diekskresi ke dalam empedu. Sekresi empedu membutuhkan aktivitas hepatosit (sumber empedu primer) dan kolangiosit yang terletak sepanjang duktulus empedu. Produksi empedu perhari berkisar 500 – 600 mL. 2.3
2
Etiologi
Penyebab utama dari kolesistitis akut adalah obstruksi terus menerus dari duktus sistikus oleh batu empedu yang mengakibatkan perdangan akut dari kandung empedu. Pada 90 % kasus disertai dengan kolelitiasis.
Respon inflamasi di timbukan oleh berbagai faktor yakni:
1,3
1,2
1. Inflamasi Mekanik Akibat tekanan intralumen dan regangan yang menimbulkan iskemik mukosa dan dinding kandung empedu dapat menjadi infark dan ganggren. 2. Inflamasi kimiawi Akibat terlepasnya lisoslesitin (karena aksi dari fosfolipase pada lesitin dalam cairan empedu) reabsorbsi dari garam empedu,prostaglandin dan mediator inflamasi yang lain juga terlibat. Lisolesitin bersifat toksik pada mukosa kandung empedu. 3. Inflamasi bakterial (50-85%) Organisme yang paling sering di kultus dari cairan kandung bempedu pasien adalah Escherichia coli, spesies klebsiella, Streptococcus grup D, spesies staphylococcus, dan spesies Clostridium.
Kolesistitis – Interna XIV
4
2.4
Patogenesis
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). 3,5,9 Patogenesa
kolesistitis akut meliputi : (1) Obstruksi duktus sistikus
dengan distensi dan iskemia vesika biliaris, (2) cidera kimia (empedu) dan/ atau mekanik (batu empedu) pada mukosa. Dan (3) Infeksi bakteri. Keadaan ini dimulai dengan tersangkutnya batu empedu dalam duktus sistikus dan gangguan pengosongan vesika biliaris yang serupa dengan etiologi kolik bilier. Tetapi harus bersifat lebih lengkap dan menetap karena gejala sisa. Nekrosis tekanan lokal dari batu menginduksi ulserasi dan peradangan. Dengan obstruksi, makan tekanan intraluminer dalam vesika biliaris meningkat, terbentuk edema, aliran keluar terganggu dan timbulo iskemik lebih lanjut. Secara makroskopik, dinding vesika biliaris meradang akut, edematosa dan berindurasi. Derajat distensi vesika biliaris tergantung pada jumlah fibrosis sebelumnya. Daerah perdarahan bercak-bercak terbukti diluar dan disertai dengan daerah perlekatan fibrosa lokal ke daerah sekelilingnya. 5 Ulserasi mukosa dan nekrosis bercak-bercak di dalam vesika biliaris meransang lebih lanjut dan meeksaserbasi peradangan akut. Etiologi cidera mukosa ini belum dipahami sepenuhnya. Trauma kimia dianggap muncul dari pengaruh peningkatan tekanan intralumen, perubahan mukosa yang berlansung lama pada kolesisititius kronika serta adanya garam empedu dan unsur lain empedu. Enzim pankreas atau enzim lisosom yang dilepaskan oleh mukosa yang
Kolesistitis – Interna XIV
5
cidera (seperti fosfolipase A) bisa lebih mengeksaserbasi peradangan dengan pelepasan lisolesitin toksik lokal. 5
Gambar 2 : Patofisiologi kolesistitis akut
(Sumber : www.wikisurgery.comimages99204.3_acute_cholecystitis.jpg) Kolesistitis akut akalkulus terdapat pada 10 % kasus. Peningkatan resiko terhadap perkembangan kolesistitis akalkulus terutama berhubungan dengan trauma atau luka bakar yang serius, dengan periode pascapersalinan yang menyertai persalinan yang memanjang dan dengan operasi pembedahan besar nonbiliaris lainnya dalam periode pascaoperatif. Faktor lain yang mempercepat termasuk vaskulitis, adenokarsinoma kandung empedu yang mengobstruksi,
Kolesistitis – Interna XIV
6
diabetes mellitus, torsi kandung empedu, infeksi bakteri kandung empedu (misalnya Leptospira, Streptococcus, Salmonella atau Vibrio cholera) dan infeksi parasit kandung empedu. Kolesistitis akalkulus mungkin juga tampak bersama dengan berbagai penyakit sistemik lainnya (sarkoidosis, penyakit kardiovaskuler, sifilis, tuberkulosis, aktinomises) .2,9 Selain itu, dapat timbul juga pada pasien yang dirawat cukup lama yang mendapat nutrisi secara parenteral. Hal ini dapat terjadi karena kandung empedu tidak mendapatkan stimulus dari kolesistokinin (CCK) yang berfungsi untuk mengosongkan kantong empedu, sehingga terjadi statis dari cairan empedu. 2.5
5,9
Gambaran Klinis
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan suhu tubuh. Keluhan tersebut
dapat memburuk secara progresif. Kadang –
kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Sekitar 60 – 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan. Tanda
1,3,7,9
peradangan
peritoneum
seperti
peningkatan
nyeri
dengan
penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia dan sering mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi volume vaskuler dan ekstraseluler.
Kolesistitis – Interna XIV
2,9
7
Pada pemeriksaan fisis, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta kudaran kanan atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti (tanda Murphy).1 3,9 Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik. Pada pasien – pasien yang sudah tua dan dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada tidak terlalu spesifik dan kadang hanya berupa mual saja .
3,7,8,9
Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan dengan kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien dengan keadaan inflamasi kandung empedu akut yang sudah parah walaupun sebelumnya tidak terdapat tanda – tanda kolik kandung empedu. Biasanya pasien sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis tanpa terdapat tanda – tanda kolesistitis akut yang jelas sebelumnya. 2,9 Pemeriksaan
laboratorium
menunjukkan
adanya
leukositosis
serta
kemungkinan peninggian serum transaminase, fosfat alkali/ gamma GT dan bilirubin serum mencurigakan adanya obstruksi saluran empedu. 1,3,8
Kolesistitis – Interna XIV
8
2.6
Diagnosis
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis sangat sugestif.1,2,3,9 Biasanya terjadi leukositosis yang berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000 sel per mikroliter dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat [kurang dari 85,5 µmol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien, sementara 25 % pasien mengalami peningkatan aminotransferase serum (biasanya kurang dari lima kali lipat). Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada 25 % pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amilase dapat meningkat
pada
kolesistitis.
Urinalisis
diperlukan
untuk
menyingkirkan
kemungkinan pielonefritis. Apabila keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu dipertimbangkan.
2,9
Pemindaian saluran empedu dengan radionuklida (mis. HDA) dapat memberikan konfirmasi bila pada pemeriksaan pencitraan hanya tampak duktus kandung empedu tanpa visualisasi kandung empedu.
1,2,3,5,7,9
Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15 % pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak.
3,8,9
Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memprlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding
Kolesistitis – Interna XIV
9
kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90 – 95%. 1,2,3,7,8,9 Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitif dan mahal tapi mampu memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG. 3
2.7 Diagnosa banding
Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang tiba – tiba, perlu dipikirkan seperti penjalaran nyeri saraf spinal, kelainan organ di bawah diafragma seperti appendiks yang retrosekal, sumbatan usus, perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut, pielonefritis dan infark miokard. 1,3
2.8
Penatalaksanaan
Pengobatan umum termasuk istirahat total, perbaiki status hidrasi pasien, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, koreksi elektrolit, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi seperti peritonitis, kolangitis dan septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan kuman – kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E. Coli, Strep. faecalis dan Klebsiela, namun pada pasien diabetes dan pada pasien yang memperlihatkan tanda sepsis gram negatif, lebih dianjurkan pemberian antibiotik kombinasi.2
Kolesistitis – Interna XIV
10
Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkan, apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6 – 8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50 % kasus akan membaik tanpa tindakan bedah. Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan, timbul gangren dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan dan lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan biaya daat ditekan. Sementara yang tidak setuju menyatakan, operasi dini akan menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi lebih sulit karena proses infalamasi akut di sekitar duktus akan mengaburkan anatomi. 3,9
Namun, kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin perlu dilakukan pada pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami komplikasi kolesistitis akut, misalnya empiema, kolesistitis emfisematosa atau perforasi. Pada kasus kolesistitis akut nonkomplikata, hampir 30 % pasien tidak berespons terhadap terapi medis dan perkembangan penyakit atau ancaman komplikasi menyebabkan operasi perlu lebih dini dilakukan (dalam 24 sampai 72 jam). Komplikasi teknis pembedahan tidak meningkat pada pasien yang menjalani kolesistektomi dini dibanding kolesistektomi yang tertunda. Penundaan intervensi bedah mungkin sebaiknya dicadangkan untuk (1) pasien yang kondisi medis keseluruhannya memiliki resiko besar bila dilakukan operasi segera dan (2) pasien yang diagnosis kolesistitis akutnya masih meragukan.2,9 Sejak diperkenalkan tindakan bedah kolesistektomi laparoskopik di Indonesia ada awal 1991, hingga saat ini sudah sering dilakukan di pusat – pusat bedah digestif. Di luar negeri tindakan ini hampir mencapai angka 90% dari
Kolesistitis – Interna XIV
11
seluruh kolesitektomi. Konversi ke tindakan koles istektomi konvensional menurut Ibrahim A. dkk, sebesar 1,9% kasus, terbanyak oleh karena sukar dalam mengenali duktus sistikus yang diakibatkan perlengketan luas (27%), perdarahan dan keganasan kandung empedu. Komplikasi yang sering dijumpai pada tindakan ini yaitu trauma saluran empedu (7%), perdarahan, kebocoran empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah tindakan kolesistektomi laparoskopik ini sekalipun invasif mempunyai kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi. Menurunkan angka kematian, secara kosmetik lebih baik, memperpendek lama perawatan di rumah sakit dan mempercepat aktivitas pasien.
3
2.9 Komplikasi Empiema dan hidrops
Empiema kandung empedu biasanya terjadi akibat perkembangan kolesistitis akut dengan sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi empedu yang tersumbat tersebut disertai kuman – kuman pembentuk pus. Biasanya terjadi pada pasien laki - laki dengan kolesistitis akut akalkulus dan juga menderita diabetes mellitus. Gambaran klinis mirip kolangitis dengan demam tinggi, nyeri kuadran kanan atas yang hebat, leukositosis berat dan sering keadaan umum lemah. Empiema kandung empedu memiliki resiko tinggi menjadi sepsis gram negatif dan/atau perforasi. Diperlukan intervensi bedah darurat disertai perlindungan antibiotik yang memadai segera setelah diagnosis dicurigai.
3
Hidrops atau mukokel kandung empedu juga terjadi akibat sumbatan berkepanjangan duktus sistikus biasanya oleh sebuah kalkulus besar. Dalam keadaan ini, lumen kandung empedu yang tersumbat secara progresif mengalami
Kolesistitis – Interna XIV
12
peregangan oleh mukus (mukokel) atau cairan transudat jernih (hidrops) yang dihasilkan oleh sel – sel epitel mukosa. Pada pemeriksaan fisis sering teraba massa tidak nyeri yang mudah dilihat dan diraba menonjol dari kuadran kanan atas menuju fossa iliaka kanan. Pasien hidrops kandung empedu sering tetap asimtomatik, walaupun nyeri kuadran kanan atas kronik juga dapat terjadi. Kolesistektomi diindikasikan, karena dapat timbul komplikasi empiema, perforasi atau gangren. 3 Gangren dan perforasi
Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis jaringan bebercak atau total. Kelainan yang mendasari antara lain adalah distensi berlebihan kandung empedu, vaskulitis, diabetes mellitus, empiema atau torsi yang menyebabkan oklusi arteri. Gangren biasanya merupakan predisposisi perforasi kandung empedu, tetapi perforasi juga dapat terjadi pada kolesistitis kronik tanpa gejala atau peringatan sebelumnya abses.
3
Perforasi lokal biasanya tertahan dalam omentum atau oleh adhesi yang ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu. Superinfeksi bakteri pada isi kandung empedu yang terlokalisasi tersebut menimbulkan abses. Sebagian besar pasien sebaiknya diterapi dengan kolesistektomi, tetapi pasien yang sakit berat mungkin memerlukan kolesistektomi dan drainase abses.
3
Perforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi menyebabkan angka kematian sekitar 30%, Pasien ini mungkin memperlihatkan hilangnya secara transien nyeri kuadran kanan atas karena kandung empedu yang teregang mengalami dekompresi, tetapi kemudian timbul tanda peritonitis generalisata. 3
Kolesistitis – Interna XIV
13
Pembentukan fistula dan ileus batu empedu
Fistulisasi dalam organ yang berdekatan melekat pada dinding kandung empedu mungkin diakibatkan dari inflamasi dan pembentukan perlekatan. Fistula dalam duodenum sering disertai oleh fistula yang melibatkan fleksura hepatika kolon, lambung atau duodenum, dinding abdomen dan pelvis ginjal. Fistula enterik biliaris “bisu/tenang” yang secara klinis terjadi sebagai komplikasi kolesistitis kronik pernah ditemukan pada 5 % pasien yang menjalani kolesistektomi. 3 Fistula kolesistoenterik asimtomatik mungkin kadang didiagnosis dengan temuan gas dalam percabangan biliaris pada foto polos abdomen. Pemeriksaan kontras barium atau endoskopi saluran makanan bagian atas atau kolon mungkin memperlihatkan fistula, tetapi kolesistografi oral akan hampir tidak pernah menyebabkan opasifikasi baik kandung empedu atau saluran fistula. Terapi pada pasien simtomatik biasanya terdiri dari kolesistektomi, eksplorasi duktus koledokus dan penutupan saluran fistula.
3
Ileus batu empedu menunjuk pada obstruksi intestinal mekanik yang diakibatkan oleh lintasan batu empedu yang besar ke dalam lumen usus. Batu tersebut biasanya memasuki duodenum melalui fistula kolesistoenterik pada tingkat tersebut. Tempat obstruksi oleh batu empedu yang terjepit biasanya pada katup ileosekal, asalkan usus kecil yang lebih proksimal berkaliber normal. Sebagian besar pasien tidak memberikan riwayat baik gejala traktus biliaris sebelumnya maupun keluhan kolesistitis akut yang sugestif atau fistulisasi.
Kolesistitis – Interna XIV
3
14
Batu yang berdiameter lebih besar dari 2,5 cm dipikirkan memberi kecenderungan pembentukan fistula oleh erosi bertahap melalui fundus kandung empedu. Pemastian diagnostik ada kalanya mungkin ditemukan foto polos abdomen (misalnya obstruksi usus-kecil dengan gas dalam percabangan biliaris dan batu empedu ektopik berkalsifikasi) atau menyertai rangkaian gastrointestinal atas (fistula kolesistoduodenum dengan obstruksi usus kecil pada katup ileosekal). Laparotomi dini diindikasikan dengan enterolitotomi dan palpasi usus kecil yang lebih proksimal dan kandung empedu yang teliti untuk menyingkirkan batu lainnya. 3 Empedu limau (susu kalsium) dan kandung empedu porselin.
Garam kalsium mungkin disekresi ke dalam lumen kandung empedu dalam konsentrasi yang cukup untuk menyebabkan pengendapan kalsium dan opasifikasi empedu yang difus dan tidak jelas atau efek pelapis pada rontgenografi polos abdomen. Apa yang disebut empedu limau atau susu empedu secara klinis biasanya tidak berbahaya, tetapi kolesistektomi dianjurkan karena empedu limau sering timbul pada kandung empedu yang hidropik. Sedangkan kandung empedu porselin terjadi karena deposit garam kalsium dalam dinding kandung empedu yang mengalami radang secara kronik, mungkin dideteksi pada foto polos abdomen. Kolesistektomi dianjurkan pada semua pasien dengan kandung empedu porselin karena pada kasus presentase tinggi temuan ini tampak terkait dengan perkembangan karsinoma kandung empedu. 3
Kolesistitis – Interna XIV
15
2.10 Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kadang kandung empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan ti dak berfungsi lagi. Tidak jarang pula, menjadi kolesistitis rekuren. Kadang – kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum pada 10 – 15% kasus. Bila hal ini terjadi, angka kematian dapat mencapai 50 – 60%. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Pasien dengan kolesistitis akut akalkulus memiliki angka mortalitas sebesar 10 – 50%. Tindakan bedah pada pasien tua (>75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah. 3
Kolesistitis – Interna XIV
16
BAB III KESIMPULAN
Kolesistitis merupakan peradangan pada dinding kandung empedu yang ditandai dengan trias gejalanya yakni nyeri perut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis. Terdapat dua jenis kolesistitis berdasarkan penyebab utamanya yakni kolesistitis akut kalkulus dan kolesistitis akut akalkulus. Patofisiologi kolesistitis akut sampai saat ini masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Penegakkan diagnosis untuk kolestitis adalah dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pasien – pasien yang menerima nutrisi parenteral total (TPN) beresiko menderita kolesistitis akut akalkulus, sama halnya pada pasien dengan riwayat DM & demam tyfoid. Pasien sering mengeluhkan nyeri perut kanan atas sakit bila ditekan (tanda Murphy positif), takikardia, mual, muntah, anoreksia dan demam. Dapat teraba pula massa di kuadran kanan atas perut. Pemeriksaan penunjang sering menunjukkan leukositosis, peningkatan serum aminotransferasi, alkali fosfatase, serum bilirubin dan serum amilase. Pemeriksaan USG dapat merupakan pemeriksaan penunjang yang banyak dilakukan karena kesensitifitasannya sampai 95%. Terapi dibagi menjadi dua yakni terapi konvensional berupa perbaikan kondisi umum pasien, antibiotik sesuai dengan pola kuman, analgesik dan antiemetik dan terapi pembedahan bila terdapat inidikasi, dimana saat ini lebih sering dilakukan laparaskopik kolesistektomi dikarenakan dapat memberi keuntungan pada pasien yakni rasa nyeri pasca operasi minimal, memperpendek masa perawatan dan memperbaiki kualitas hidup pasien lebih cepat.
Kolesistitis – Interna XIV
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Sulaiman, Ali.dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Batu empedu. Hal 161-178. Jakarta: Jaya Abadi 2. Isselbacher, Kurt.dkk, 2000. Harrison’s Principles of internal Medicines edisi 13 vol.4. Penyakit Kandung Empedu Dan Duktus Bilaris. Hal 1688-1699. Jakarta: EGC.MC-Graw Hill. 3. Sudoyo, W. Aru.dkk. 2009. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Kolesistitis. Hal 718-720. Jakarta: InternaPublishing 4.
Price, Sylvia. Wilson Lorraine. 2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Vol 1. Edisi 6 . Gangguan hati, Kandung Empedu dan Pankreas. Hal 502-503. Jakarta: EGC.
5.
Sabiston, C David. 1994. Buku Ajar Bedah. Bagian 2. Sistem Empedu. Hal 128-138. Jakarta : EGC.
6.
Guyton, Arthur C.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Sekresi Empedu oleh Hati;Fungsi dari Sistem Empedu. Hal 843-846. Jakarta : EGC
7.
Mansjoer, Arif. dkk. 1999. Kapita Selekta kedokteran, Edisi ke 3 Jilid 1. Kolesistitis Akut. Hal 511. Jakarta: Media Aesculapius
8.
Tao, Kendall. 2013. Sinopsis Organ System Gastrointestinal . Kolesistitis. Hal 225-227. Jakarta : Karisma Publishing Group.
9.
www.scribd.com/mobile/doc/61115589
Kolesistitis – Interna XIV
18