PROPOSAL PENELITIAN HUBUNGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA DALAM PEMBERIAN OBAT SESUAI DENGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TERHADAP KESELAMATAN PASIEN Penelitian Dilakukan di Puskesmas 1 Nusa Penida
OLEH I GEDE SUMERTA NIM. 10.321.0687
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI DENPASAR 2014
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keselamatan pasien ( patient patient safety) safety) merupakan bagian yang menjadi prioritas dalam pelayanan keperawatan. Perawat sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan dituntut untuk selalu memberikan pelayanan yang berkualitas dan menjamin keselamatan pasien. Banyak kasus dalam pelayanan kesehatan terjadi berawal dari tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sudah ditetapkan. Institute of Medicine di Amerika Serikat melaporkan bahwa di Utah dan Colorado ditemukan kejadian tidak diinginkan (adverse ( adverse event ) sebesar 2,9 %, dimana 6,6 % diantaranya meninggal. Sedangkan di New York Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) adalah sebesar 3,7 % dengan angka kematian 13,6 %. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 – 98.000 98.000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 – 16,6 16,6 %. Dengan data-data tersebut, berbagai negara segera melakukan penelitian dan mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien (Depkes RI, 2006). Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia sebagai perawatan atau pengobatan, bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya. Seorang perawat yang akan bekerja secara langsung
dalam pemenuhan asuhan keperawatan sangat membutuhkan keterampilan dalam tindakan medis berupa pengobatan. Sebaiknya obat yang akan digunakan memenuhi berbagai standar persyaratan obat, di antaranya; kemurnian, yaitu bahwa obat mengandung unsur keaslian, tidak ada percampuran; standar potensi yang baik; memiliki bioavailability, bioavailability, yaitu keseimbangan obat; adanya keamanan; dan efektivitas. Kelima standar tersebut harus dimiliki agar menghasilkan efek yang baik terhadap kepatenan obat sendiri. Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan yang aman. Perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau dosis yang diberikan di luar batas yang direkomendasikan. Secara hukum perawat bertanggung jawab jika mereka memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat tersebut merupakan kontraindikasi bagi status kesehatan klien (Kee and Hayes, 1996). Kesalahan yang paling sering terjadi dalam pelayanan kesehatan adalah kesalahan dalam pemberian obat. Studi di 36 rumah sakit (dipublikasi 2002) ditemukan bahwa kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pemberian obat adalah sebanyak dua kali setiap harinya. Kesalahan pengobatan fatal bukan hal yang baru. Pada sebuah artikel (dipublikasi 1970-an dan 1980-an) terjadi kematian ganda akibat kesalahan satu medikasi atau lebih. Awal tahun 1966 University Arkansas menerbitkan hasil penelitiannnya 66.1% dari 654 terjadi kesalahan pengobatan serius (tidak termasuk wrong time errors). errors). Kesalahan serius obat berbahaya terjadi akibat misused sebagai keputusan dua panel farmasis.
Kesalahan pemberian obat pada dua rumah sakit di Amerika Serikat adalah 56% dan 34% (BATES, 1995), sedangkan di Indonesia, kesalahan pemberian obat di Intensif Care Unit (ICU) mencapai 96% (tak sesuai indikasi, tak sesuai dosis, polifarmaka tak logis, dan lainnya) dan kesalahan pemberian obat di puskesmas adalah sekitar 80%. Di Provinsi Bali sendiri, jumlah kasus dalam pemberian obat dalam pemberian pelayanan kesehatan belum diketahui secara spesifik, namun berdasarkan hasil survei di bidang keperawatan rumah sakit Sanglah, didapatkan bahwa dari total sampel 236 tenaga keperawatan di rawat inap, sekitar 57 orang (24%) melakukan kesalahan pemberian obat (Ramsay Health Care Unit, 2005). Selain itu, berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas 1 Nusa Penida pada bulan oktober tahun 2013 sampai dengan pebruari tahun 2014 didapatkan bahwa rata-rata kunjungan pasien setiap bulannya adalah sebanyak 2400 orang. Semua pasien yang mengunjungi Puskesmas 1 Nusa Penida mendapatkan tindakan pengobatan baik itu obat oral, suposutoria, maupun injeksi. Persentase pasien yang mendapatkan obat oral sebanyak 100%, atau dengan kata lain, setiap pasien yang datang ke Puskesmas 1 Nusa Penida mendapat obat oral. Sedangkan obat suposutoria rata-rata di berikan pada 18 pasien atau sebesar 0,75% per bulan. Selain itu, obat injeksi rata-rata diberikan pada 263 pasien atau sebesar 11% setiap bulannya. Namun, dari pemberian obat yang intens tersebut, sampai saat ini belum ada laporan terjadinya kesalahan dalam pemberian obat di Puskesmas 1 Nusa Penida. Hal ini mungkin disebabkan karena pemberian obat yang dilakukan sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur yang berlaku.
Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah kegiatan yang dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu pasien, langkah-langkah kegiatan tersebut. Tujuan umum standar operasional prosedur adalah untuk mengarahkan kegiatan asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif sehingga konsisten dan aman dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku (Depkes RI, 2006). Puskesmas sebagai ujung tombak dalam pelayanan kesehatan pada masyarakat sudah seharusnya mampu menekan insidensi kesalahan dalam pelayanan khususnya dalam pemberian obat oleh tenaga keperawatan. Namun faktanya masih banyak terjadi kesalahan dalam pemberian obat di tingkat Puskesmas. Banyak faktor yang menjadi pemicu terjadinya kesalahan pemberian obat pada pasien, salah satunya adalah pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) pemberian obat. Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian guna mengetahui ”Hubungan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pemberian Obat Sesuai Dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) Terhadap Keselamatan Pasien”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka penulis dapat merumuskan masalahnya yaitu ”Apakah ada hubungan kinerja perawat pelaksana dalam pemberian obat sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) terhadap keselamatan pasien?”
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kinerja perawat pelaksana dalam pemberian obat sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) terhadap keselamatan pasien.
1.3.2
Tujuan Khusus
1) Untuk mengidentifikasi kinerja perawat pelaksana dalam pemberian obat sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Puskesmas 1 Nusa Penida. 2) Untuk mengidentifikasi tentang keselamatan pasien di Puskesmas 1 Nusa Penida. 3) Untuk menganalisis hubungan kinerja perawat pelaksana dalam pemberian obat
sesuai
dengan
Standar
Operasional
keselamatan pasien di Puskesmas 1 Nusa Penida.
Prosedur
(SOP)
terhadap
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat Teoritis
1) Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah pembendaharaan ilmu pengetahuan dalam hal pelaksanaan tindakan pengobatan oleh perawat yang sesuai dengan SOP. 2) Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu di bidang keperawatan dalam upaya meningkatkan layanan keperawatan khususnya untuk
mencegah
terjadinya
kesalahan
dalam
pemberian
obat
dan
meningkatkan patient safety di Puskesmas. 3) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan peningkatan patient safety di Puskesmas.
1.4.2
Manfaat Praktis
1) Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang tindakan keperawatan dalam pemberian obat yang tepat sesuai dengan SOP di Puskesmas dan menjamin keselamatan pasien yang mendapatkan pengobatan. 2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi petugas kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan yang optimal bagi pasien khususnya di Puskesmas dalam hal pemberian obat sesuai dengan SOP. 3) Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pihak Puskesmas dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam hal peningkatan keselamatan pasien ( patient safety) di Puskesmas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan Pasien 2.1.1 Pengertian
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Depkes, 2006). Sistem Keselamatan pasien umumnya terdiri dan beberapa komponen seperti sistem pelaporan insiden, analisis belajar dan riset dari insiden yang timbul, pengembangan dan penerapan solusi untuk menekan kesalahan dan kejadian yang tidak diharapkan (KTD), serta penetapan berbagai standar keselamatan pasien berdasarkan pengetahuan dan riset (KKP-RS, 2007).
2.1.2 Tujuan Keselamatan Pasien
Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit diantaran ya adalah : 1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit 2) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat 3) Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
4) Terlaksananya
program-program
pencegahan
sehingga
tidak
terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan. WHO Collaborating Center For Patien Safety (2007), menetapkan 9 (sembilan) solusi life saving keselamatan pasien rumah sakit yang disusun oleh lebih dari 100 Negara dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong seluruh RS-RS se-Indonesia untuk menerapkan sembilan solusi keselamataan rumah sakit baik secara langsung maupun bertahap. Adapun sembilan solusi keselamatan pasien tersebut adalah: 1) Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names). Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, lebel, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektrolit. 2) Pastikan Identfikasi Pasien. Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, tranfusi
maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada yang bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standarisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama. 3) Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien. Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat,
dan
potensial
dapat
mengakibatkan
cedera
terhadap
pasien.rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada sat serah terima. 4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar. Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasuskasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya
adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur, sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah. 5) Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated) Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya
adalah
berbahaya.
Rekomendasinya
adalah
membuat
standardissasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik. 6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan. Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medications error) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakaan suatu daftar yanng paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yng sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list ”, sebagai perbandingan dengan daftar saat administrasi, penyerahan dan/ atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
7) Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube). Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan slang dan spuit yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar, dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan dan slang yang benar). 8) Gunakan alat injeksi sekali pakai Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuce) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum difasilitas layaanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi, edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah; dan praktek jarum suntik sekali pakai yang aman. 9) Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan tangan
yang
efektif
adalah
ukuran
preventif
yang
primer
untuk
menghindarkan
masalah
ini.
Rekomendasinya
adalah
mendorong
implementasi penggunaan cairan, seperti alkohol, hand-rubs, dsb. Yang disediakan pada titik-titik pelayanan tersedianya sumber air pada semua kran, pendididkan staf mengenai teknik kebersihan tangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/ observasi dan tehnik-tehnik yang lain.
2.2 Obat 2.2.1 Pengertian Obat
Obat merupakan sedian atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistim fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan Obat Nasional, 2005).
Sedangkan, defenisi menurut
Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan.
2.2.2 Peran Obat
Seperti yang telah dituliskan pada pengertian obat di atas, maka peran obat secara umum adalah sebagai berikut: 1) Penetapan diagnosa 2) Untuk pencegahan penyakit 3) Menyembuhkan penyakit 4) Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan
5) Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu 6) Penigkatan kesehatan 7) Mengurangi rasa sakit (Chaerunisaa, dkk, 2009)
2.2.3 Penggolongan Obat
2.2.3.1 Berdasarkan Jenisnya 1) Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas Obat Bebas merupakan obat yang bisa dibeli bebas di apotek, bahkan warung, tanpa resep dokter, ditandai lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Obat Bebas Terbatas (dulu disebut daftar W = Waarschuwing = peringatan), yakni obat-obatan yang dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter, memakai lingkaran biru bergaris tepi hitam. 2) Obat Keras Obat keras (dulu disebut obat daftar G = Gevaarlijk = berbahaya), yaitu obat berkhasiat keras yang untuk mendapatkannya harus dengan resep dokter, memakai tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya. 3) Psikotropika dan Narkotika Psikotropika adalah zat atau obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan prilaku. Narkotika adalah zat atau obatyang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan
pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya kedalam tubuh manusia (Chaerunisaa, dkk, 2009). 2.2.3.2 Berdasarkan Mekanisme Kerja Obat Obat digolongkan menjadi lima jenis : 1) Obat yang bekeja terhadap penyebab penyakit, misalnya penyakit karena bakteri atau mikroba, contoh: antibiotik. 2) Obat yang bekerja mencegah keaadan patologis dari penyakit, contoh: serum, vaksin. 3) Obat yang menghilangkan gejala penyakit = simptomatik, missal gejala penyakit nyeri, contoh: analgetik, antipiretik. 4) Obat yang bekerja untuk mengganti atau menambah fungsi-fungsi zat yang kurang, contoh: vitamin, hormon. 5) Pemberian placebo, adalah pemberian sediaan obat yang tanpa zat berkhasiat untuk orang-orang yang sakit secara psikis, contoh: aqua proinjection. Selain itu, obat dapat dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya misalkan antihipertensi, cardiaca, diuretic, hipnotik, sedative dan lain-lain (Chaerunisaa, dkk, 2009). 2.2.3.3 Berdasarkan Tempat atau Lokasi Pemakaiaannya Obat dibagi dua golongan: 1) Obat Dalam, misalnya obat-obat peroral. Contoh: antibiotik, acetaminophen 2) Obat Topikal, untuk pemakaian luar badan. Contoh sulfur, antibiotik (Anief, 1994).
2.2.3.4 Berdasarkan Cara Pemberiannya 1) Oral, obat yang diberikan atau dimasukkan melalui mulut, Contoh: serbuk, kapsul, tablet sirup. 2) Parektal, obat yang diberikan atau dimasukkan melalui rectal. Contoh supositoria, laksatif. 3) Sublingual, dari bawah lidah, kemudian melalui selaput lendirdan masuk ke pembuluh darah, efeknya lebih cepat. Untuk penderita tekanan darah tinggi, Contoh: tablet hisap, hormone. 4) Parenteral, obat suntik melaui kulit masuk ke darah. Ada yang diberikan secara intravena, subkutan, intramuscular, intrakardial. 5) Langsung ke organ, contoh intrakardial. 6) Melalui selaput perut, intraperitoneal (Anief, 1994). 2.2.3.5 Berdasarkan Efek yang Ditimbulkannya 1) Sistemik: masuk ke dalam system peredaran darah, diberikan secara oral 2) Lokal : pada tempat-tempat tertentu yang diinginkan, misalnya pada kulit, telinga, mata. (Anief, 1994). 2.2.3.6 Berdasarkan Penamaannya Menurut Widodo (2004), penamaan dibagi menjadi tiga, yaitu : 1) Nama Kimia, yaitu nama asli senyawa kimia obat. 2) Nama Generik (unbranded name), yaitu nama yang lebih mudah yang disepakati sebagai nama obat dari suatu nama kimia.
3) Nama Dagang atau Merek, yaitu nama yang diberikan oleh masing-masing produsen obat. Obat bermerek disebut juga dengan obat paten.
2.2.4 Teknik Pemberian Obat
Perawat profesional mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan pemberian obat. Untuk dapat memberikan obat secara benar dan efektif, perawat harus mengetahui tentang indikasi, dosis, dan cara pemberian obat dan efek samping yang mungkin terjadi dari setiap obat yang diberikan (Priharjo, 1995). Untuk menghindari kesalahan, maka perawat tidak boleh memberikan sampai ia benar-benar memahami obat yang diberikan. Dengan kemajuan bidang farmasi, maka jenis dan jumlah obat juga semakin bervariasi. Untuk mengantisipasi hal ini, maka perawat harus rajin dalam belajar dan membaca berbagai informasi baru tentang obat-obatan. Sebelum memberikan suatu obat, maka perawat harus yakin bahwa obat tersebut benar-benar diorderkan oleh dokter. Dalam hal ini perawat berpegang pada prinsip lima benar yang meliputi: benar ordernya, benar obatnya, benar pasiennya, benar cara pemberiannya dan benar waktu pemberiannya. Perawat mempunyai peranan
dalam
melakukan pengkajian secara
berkelanjutan,
perawat
harus
mempunyai pengetahuan yang memadai tentang farmakologi obat yang diberikan kepada pasien sehingga dapat mengobservasi keefektivitasan obat dan mendeteksi adanya kemungkinan toksisitas (Priharjo, 1995). Perawat sebagai tenaga kesehatan, tidak sekedar memberikan pil, untuk diminum atau injeksi melalui pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian obat tersebut. Perawat juga memiliki peran yang utama
dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan (Fitri, 2010).
2.3 Standar Operasional Prosedur (SOP)
Standar Operasional Prosedur adalah suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah kegiatan yang dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien (Depkes RI, 2004). Merupakan tatacara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang
atau
yang
bertanggungjawab
untuk
mempertahankan
tingkat
penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien (Depkes RI dalam Idayanti, 2008). Tujuan umum standar operasional prosedur adalah untuk mengarahkan kegiatan asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif sehingga konsisten dan aman dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku.
2.3.1 Tujuan Standar Operasional Prosedur
Adapun tujuan khusus dari penerapan Standar Operasional Prosedur (Idayanti, 2008) adalah : 1) Menjaga konsistensi tingkat penampilan kerja atau kinerja. 2) Meminimalkan
kegagalan,
kesalahan
dan
kelalaian
dalam
pelaksanaan kegiatan. 3) Merupakan parameter untuk menilai mutu kinerja dan pelayanan. 4) Memastikan penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif.
proses
5) Menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas terkait. 6) Mengarahkan pendokumentasian yang adekuat dan akurat
2.3.2 Fungsi Standar Operasional Prosedur (SOP)
Fungsi dari Standar Operasional Prosedur dalam setiap pelaksanaan kegiatan (Idayanti, 2008) adalah : 1) Memperkuat tugas petugas atau tim 2) Sebagai dasar hukum dan etik bila terjadi penyimpangan 3) Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatan 4) Mengarahkan perawat dan bidan untuk disiplin dalam bekerja 5) Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin Standar selalu berhubungan dengan mutu karena standar menentukan mutu. Standar dibuat untuk mengarahkan cara pelayanan yang akan diberikan serta hasil yang ingin dicapai.
BAB III KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
Kinerja perawat pelaksana dalam pemberian obat sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP)
Keselamatan Pasien
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keselamatan pasien
Keterangan : : Diteliti : Tidak Diteliti
Gambar 3.1. Bagan kerangka konsep penelitian Hubungan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pemberian Obat Sesuai Dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) Terhadap Keselamatan Pasien.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 3.2.1
Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 1998). Variabel juga merupakan suatu ciri yang dimiliki oleh anggota suatu kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok tersebut. Variabel merupakan karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara empiris atau ditentukan tingkatannya (Nursalam, 2007). Dalam penelitian ini akan diteliti dua variabel yaitu: 3.2.1.1 Variabel Independent :
Kinerja
perawat
pelaksana
dalam
pemberian obat sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) 3.2.1.2 Variabel Dependent : Keselamatan pasien
3.2.2
Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional adalah seperangkat instruksi yang lengkap untuk menetapkan apa yang akan diukur dan bagaimana cara pengukurannya yang dibuat menurut pemikiran peneliti. Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana cara menentukan variabel dan mengukur suatu variabel, sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama.
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pemberian Obat Sesuai Dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) Terhadap Keselamatan Pasien.
No
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Cara Mendapatkan Data
Skala
1
2
3
4
5
6
Suatu sistem kerja yang ditunjukkan oleh seorang perawat dalam pemberian obat sesuai dengan tatacara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu sesuai dengan ketetapan Puskesmas 1 Nusa Penida.
Kuisioner
Dengan pengisian lembar kuisioner oleh responden, terdiri dari :
Ordinal
1
Kinerja perawat pelaksana dalam pemberian obat sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP)
Jawaban ”Ya” memiliki skor 1 Jawaban ”Tidak” memiliki skor 0
2
Keselamatan pasien
Suatu sistem dimana Puskesmas 1Nusa Penida membuat asuhan pasien lebih aman dan mampu mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
Wawancara
Dengan menggunakan jawaban yang didapat dari pertanyaan yang diajukan :
Jawaban ”Ya” memiliki skor 1 Jawaban ”Tidak” memiliki skor 0
Baik, jika jumlah nilai dari jawaban kuesioner adalah 11-15 Cukup, jika jumlah nilai dari jawaban kuesioner adalah 6-10 Kurang , jika jumlah nilai dari jawaban kuesioner adalah 0-5 Ordinal Baik, jika jumlah nilai dari jawaban wawancara adalah 7-9 Cukup, jika jumlah nilai dari jawaban wawancara adalah 4-6 Kurang, jika jumlah nilai dari jawaban wawancara adalah 0-3
3.3 Hipotesa Penelitian
Ada hubungan antara kinerja perawat pelaksana dalam pemberian obat sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) terhadap keselamatan pasien.
BAB IV METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Rancangan penelitian (riset design) adalah sesuatu yang vital dalam penelitian,
yang
memungkinkan
memaksimalkan
sutu
kontrol
yang
mempengaruhi validasi suatu hasil (Nursalam, 2007). Jenis penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif korelasi yaitu memberikan gambaran yang lebih spesifik dengan memusatkan perhatian pada aspek-aspek tertentu dan menjelaskan hubungan antara dua variabel. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan Cros Sectional yaitu suatu penelitian dimana variabel sebab atau risiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur dan dikumpulkan secara stimulan, sesaat atau satu kali saja dalam satu kali waktu/dalam waktu yang bersamaan (Setiadi, 2009).
4.1 Kerangka Kerja
Populasi
Seluruh perawat yang bekerja di Puskesmas 1 Nusa Penida
Sampling
Menggunakan tehnik total sampling
Sampel
.......perawat yang bekerja di Puskesmas 1 Nusa Penida
Mengobservasi kinerja perawat pelaksana dalam pemberian obat sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP)
Melalui jawaban pada kuesioner yang diberikan pada responden
Mengobservasi keselamatan pasien
Melalui jawaban pada wawancara dengan petugas Kepala Puskesmas 1 Nusa Penida
Analisis Data
Menggunakan uji statistik korelasi rank spearman dengan program computer SPSS 16.0 for windows
Penyajian Hasil
Gambar 3.1. Bagan Kerangka Kerja Penelitian Hubungan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pemberian Obat Sesuai Dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) Terhadap Keselamatan Pasien.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Puskesmas I Nusapenida dengan pertimbangan bahwa Puskesmas tersebut merupakan Puskesmas Rujukan dari semua Puskesmas yang tersebar di seluruh Kecamatan Nusapenida. Waktu penelitian yang akan digunakan untuk penelitian tersebut adalah pada bulan juni tahun 2014.
4.3 Populasi, Sampel, dan Tehnik Sampling Penelitian 4.4.1
Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006 : 90). Jadi, populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu yang mempunyai kaitan dengan masalah yang diteliti. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di Puskesmas 1 Nusa Penida yaitu sebanyak ...... orang.
4.4.2
Unit Analisis/Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2006 : 91). Besarnya jumlah sampel yang akan digunakan dalam suatu penelitian ditentukan dengan 10%-20% dari jumlah populasi yang ada (Arikunto, 1998 : 187). Pada penelitian ini, jumlah populasi
yang ada sebanyak .............. orang, sehingga 20% dari ............. adalah sebesar ............ Berdasarkan atas ketentuan yang disebutkan oleh Arikunto, maka jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak ............... orang.
4.4.3
Tehnik Sampling
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tehnik total sampling yaitu tehnik pemilihan sampel dimana seluruh populasi digunakan sebagai sampel penelitian. Hal ini disebabkan karena jumlah populasi yang tersedia di wilayah penelitian ini tergolong sedikit. Selain itu, pengambilan sampel juga disesuaikan dengan kreteria inklusi maupun eksklusi, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi. Adapun kreteria inklusi dan eksklusi yang ditentukan adalah sebagai berikut:
4.4.3.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003). Sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel dalam penelitian ini memiliki kreteria sebagai berikut: (1) Laki-laki/perempuan yang bekerja di Puskesmas 1 Nusa Penida (2) Berprofesi sebagai perawat
4.4.3.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah subyek penelitian yang tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel (Nursalam, 2003). Pada penelitian ini yang termasuk kreteria eksklusi yaitu: (1) Bekerja di luar Puskesmas 1 Nusa Penida (2) Menolak untuk berpartisipasi
4.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 4.5.1
Jenis Data yang Dikumpulkan
Jenis data yang dikumpulkan merupakan data primer, dimana peneliti akan mengumpulkan langsung data dari responden dengan metoda angket dan wawancara di Puskesmas I Nusapenida. Selain itu, jenis data yang digunakan adalah data sekunder, dimana peneliti akan mengumpulkan data dari data yang sudah tersedia di Puskesmas I Nusapenida untuk menentukan jumlah populasi perawat, jumlah kunjungan pasien tiap tahunnya, jenis pengobatan yang diberikan.
4.5.2
Cara Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data primer yang langsung dari responden dan data sekunder yang berasal dari sumber data di Puskesmas I Nusapenida. Langkah-langkah pengumpulan data yaitu dengan pendekatan formal kepada Puskesmas I Nusapenida untuk ijin penelitian sebelum mencari sampel penelitian, kemudian melakukan pendekatan secara informal
kepada sampel yang diteliti dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Data diperoleh dari hasil kuesioner dan wawancara.
4.5 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpul data yang digunakan yaitu kuesioner yang diberikan kepada para responden yang telah ditentukan sebelumnya. Para responden dituntun dalam menjawab tiap butir pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner tersebut. Keseluruhan butir soal yang dijawab akan dijumlahkan untuk menentukan kinerja perawat pelaksana dalam pemberian obat sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Untuk
variabel
keselamatan
pasien,
data
dikumpulkan
dengan
menggunakan tehnik wawancara kepada kepala puskesmas 1 Nusa Penida. Tiap butir pertanyaan yang tercantum dalam wawancara memiliki skor tersendiri dan selanjutnya akan dijumlahkan. Hasil penjumlahan tersebut akan digunakan sebagai dasar penentuan sejauh mana tingkat keselamatan pasien Puskesmas I Nusapenida. Instrumen penelitian dikembangkan sendiri oleh peneliti, oleh karena itu perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen.
4.6.1 Pengujian Validitas Instrumen
Uji Validatas merupakan suatu pernyataan tentang sejauh mana alat ukur mengukur apa yang sesungguhnya hendak di ukur (Sugiyono, 2009). Untuk menguji validitas kuesioner menggunakan pearson test pada uji dengan menggunakan program SPSS. Hasil R hitung yang didapat akan dibandingkan
dengan nilai R tabel, dimana apabila nilai R hitung lebih besar dari pada nilai R tabel maka alat ukur tersebut dinyatakan valid.
4.6.2 Pengujian Reliabilitas Instrumen
Uji reliabilitas ini dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengukur data (Arikunto, 2006). Pengujian reliabilitas instrumen digunakan rumus koefisien reliabilitas Alfa Cronbach, rumus ini digunakan kerena skor dalam instrumen yang skornya merupakan rentang antara beberapa nilai (bukan 1 dan 0).
4.6 Etika Penelitian 4.7.1 Lembar Persetujuan ( I nf ormed Concent )
Lembar persetujuan diberikan pada subyek yang akan diteliti, tujuannya adalah subyek mengetahui maksud dan tujuan peneliti serta dampaknya selama pengumpulan data. Dalam penelitian ini informed concent diberikan kepada sampel.
4.7.2 Tanpa Nama (Anonim )
Untuk
menjaga
kerahasiaan
identitas
subyek,
peneliti
tidak
mencantumkan nama subyek pada kuesioner, tetapi lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.
4.7.3 Kerahasiaan (Confidentiality )
Semua informasi yang telah didapatkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil penelitian.
4.7 Pengolahan dan Analisa Data 4.8.1 Tehnik Pengolahan Data 4.8.1.1 Editing
Editing dilakukan dengan cara memeriksa jawaban dari responden pada kuesioner yang disebarkan. Jika jawaban kurang lengkap atau kurang jelas dikembalikan kepada responden untuk diperbaiki.
4.8.1.2 Coding
Angket dan hasil wawancara terkumpul, diperiksa kelengkapannya kemudian jawaban responden diberi kode angka yang telah dibuat peneliti.
4.8.1.3 Entry
Upaya untuk memasukkan data ke dalam media agar peneliti mudah mencari bila diperlukan. Setelah data diedit dan dikoding maka data dimasukkan ke dalam komputer untuk diolah kemudian dilakukan pengecekan kembali data tersebut apakah ada kesalahan atau tidak.