LAPORAN PRAKTIKUM
APLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL LAUT
TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN
Oleh:
HENRI KARTONO
G311 12 253
KELOMPOK I (SATU)
ASISTEN : ISRAH LISADRI ALIMIN S.TP.
LABORATORIUM PENGOLAHAN PANGAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27.000 di seluruh dunia. Ikan kaya akan gizi, mineral, nutrisi dan vitamin yang mampu memberikan manfaat luar biasa bagi kesehatan tubuh manusia, misalnya untuk menangkal kanker. Ikan bandeng ialah salah satu jenis ikan yang sering kita temui dalam keseharian.
Pengolahan pada ikan dilakukan untuk mempertahankan kesegaran dan mutu ikan selama/sebaik mungkin. Cara pengawetan atau pengolahan pada ikan hampir semuanya meninggalkan sifat-sifat khusus pada tiap hasil awetan/olahan. Baik itu dari segi bau (odour), cita rasa (flavour), wujud atau rupa (appearance), dan tekstur (texture) pada daging ikan. Ini bukan semata-mata terjadi perubahan sendiri, melainkan karena adanya aktifitas zat-zat dan mikroorganisme yang dapat mengakibatkan pembusukan pada ikan.
Praktikum kali ini akan membahas mengenai beberapa jenis ikan dan cara pengolahannya. Dilihat dari segi pengolahan/pengawetan dengan metode freezing dan metode chilling. Selain itu juga, akan dibahas beberapa parameter yang menunjukkan segar dan atau busuknya ikan yang diolah tersebut. Olehnya, sangat penting untuk kita mengetahui/memperhatikan dengan seksama selama proses praktikum ini berlangsung.
I.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan yang ingin dicapai dalam percobaan ini adalah:
Untuk mengetahui tingkat kesegaran mutu ikan.
Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap pH dan asam laktat pada ikan.
Untuk mengetahui pengukuran asam laktat dan pH pada ikan.
Untuk mengetahui perbedaan penyimpanan suhu chilling dan freezing.
Kegunaan dari praktikum yakni agar kita dapat tahu perbedaan dari tiap-tiap penyimpanan atau pengolahan yang diberikan pada ikan dapat mempengaruhi tingkat dari kesegaran mutu ikan, baik itu dari segi fisik ikan maupun dari segi bau/aroma dari ikan itu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Menurut Sudrajat (2008), klasifikasi dari ikan bandeng adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Osteichthyes
Ordo : Gonorynchiformes
Family : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos
Ikan bandeng memiliki tubuh yang panjang, ramping, padat, pipih,
dan oval. menyerupai torpedo. Perbandingan tinggi dengan panjang total
sekitar 1 : (4,0-5,2). Sementara itu, perbandingan panjang kepala dengan panjang total adalah 1 : (5,2-5,5) (Sudrajat, 2008). Ukuran kepala seimbang dengan ukuran tubuhnya, berbentuk lonjong dan tidak bersisik. Bagian depan kepala (mendekati mulut) semakin runcing (Purnomowati, dkk., 2007).
Sirip dada ikan bandeng terbentuk dari lapisan semacam lilin, berbentuk segitiga, terletak di belakang insang di samping perut. Sirip punggung pada ikan bandeng terbentuk dari kulit yang berlapis dan licin, terletak jauh di belakang tutup insang dan, berbentuk segiempat. Sirip punggung tersusun dari tulang sebanyak 14 batang. Sirip ini terletak persis pada puncak punggung dan berfungsi untuk mengendalikan diri ketika berenang. Sirip perut terletak pada bagian bawah tubuh dan sirip anus terletak di bagian depan anus. Di bagian paling belakang tubuh ikan bandeng terdapat sirip ekor berukuran paling besar dibandingkan sirip-sirip lain. Pada bagian ujungnya berbentuk runcing, semakin ke pangkal ekor semakin lebar dan membentuk sebuah gunting terbuka. Sirip ekor ini berfungsi sebagai kemudi laju tubuhnya ketika bergerak. Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihalin, sehingga ikan bandeng dapat dijumpai di daerah air tawar, air payau, dan air laut. Selama masa perkembangannya, ikan bandeng menyukai hidup di air payau atau daerah muara sungai. Ketika mencapai usia dewasa, ikan bandeng akan kembali ke laut untuk berkembang biak (Purnomowati, dkk., 2007).
II.2. Insang Ikan
Pernapasan merupakan proses pengambilan oksigen dan pelepasan karbon dioksida oleh suatu organisme hidup. Untuk dapat bernapas maka diperlukan organ pernapasan. Pada ikan, proses pernapasan umumnya dilakukan dengan menggunakan insang
(branchia) (Anonim, 2011).
Insang ikan juga mengalami perkembangan sebagaimana organ-organ lainnya. Pada stadia larva, insang belum sempurna dan belum dapat berfungsi. Untuk dapat bernapas, larva ikan biasanya menggunakan kantung telur (yolk sac) atau pada beberapa ikan tertentu menggunakan insang luar (Anonim, 2011).
Berdasarkan Anonim (2011), setiap insang ikan terdiri dari beberapa
bagian, yaitu:
Filamen insang (hemibranchia = gill filament), berwarna merah, terdiri dari jaringan lunak, berbentuk seperti sisir, melekat pada lengkung insang. Banyak mengandung kapiler-kapiler darah sebagai cabang dari arteri branchialis dan merupakan tempat terjadinya pengikatan oksigen terlarut dari dalam air.
Tulang lengkung insang (arcus branchialis = gill arch), merupakan tempat melekatnya filamen dan tapis insang, berwarna putih, dan memiliki saluran darah (arteri afferent dan arteri efferent) yang memungkinkan darah dapat keluar dan masuk ke dalam insang.
Tapis insang (gill rakers), berupa sepasang deretan batang tulang rawan yang pendek dan sedikit bergerigi, melekat pada bagian depan dari lengkung insang, berfungsi untuk menyaring air pernapasan. Pada ikan-ikan herbivora pemakan plankton, tapis insangnya rapat dan ukurannya panjang. Hal ini sesuai dengan fungsinya sebagai
alat penyaring makanan. Sedangkan pada ikan-ikan carnivora, tapis insang tersebut jarang-jarang dan berukuran pendek.
Perbedaan insang ikan segar dan busuk, yakni pada ikan segar insangnya berwarna merah cemerlang atau merah tua tanpa adanya lender, tidak tercium bau yang menyimpang (off odor), sedangkan pada ikan busuk insangnya berwarna merah coklat sampai
keabu-abuan, bau menyengat, dan lendir tebal (Afifah, 2009).
II.3. Aroma Ikan
Aroma/bau, adalah zat kimia yang tercampur di udara, umumnya dengan konsentrasi yang sangat rendah, yang manusia terima denganindera penciuman. Bau dapat berupa bau enak maupun tak enak. Perbedaan aroma ikan segar dan busuk, yakni pada ikan segar spesifik menurut jenisnya dan segar seperti bau rumput laut. Sedangkan pada ikan busuk baunya menusuk seperti bau asam asetat dan lama kelamaan berubah menjadi bau busuk yang menusuk hidung (Afifah, 2009).
II.4. Tekstur Ikan
Secara sederhana tekstur berarti tampang permukaan atau raut, tampak rupa dari suatu benda atau bidang. Perbedaan tekstur ikan segar dan busuk, yakni pada ikan segar teksturnya elastis dan jika ditekan tidak ada bekas jari serta padat atau kompak. Sedangkan pada ikan busuk tekstur dagingnya kehilangan elastisitasnya atau lunak dan jika ditekan dengan jari maka bekas tekanannya lama hilang (Afifah, 2009).
II.5. Sisik Ikan
Sisik ikan bandeng yang masih hidup berwarna perak, mengkilap pada seluruh tubuhnya. Sisik ikan segar, segar, melekat kuat, mengkilat dengan tanda-tanda/warna khusus, tertutup lendir jernih, sisik masih utuh dan belum banyak yang hilang. Sementara sisik ikan busuk banyak yang terlepas disertai tanda-tanda warna yang memudar dan lama-lama menghilang (Afifah, 2009).
II.6. Mata Ikan
Secara eksternal ikan bandeng matanya tertutup oleh selaput lendir (adipose). Mata dari ikan segar, pupilnya hitam menonjol dengan kornea jernih, bola mata cembung dan cemerlang atau cerah. Sementara mata dari ikan busuk, pupil matanya kelabu tertutup lender seperti putih susu, bola mata cekung dan keruh (Afifah, 2009).
II.7. pH Ikan
Ikan yang sudah tidak segar pH dagingnya tinggi (basa) dibandingkan ikan yang masih segar. Hal itu karena timbulnya senyawa-senyawa yang bersifat basa misalnya amoniak, trimetilamin, dan senyawa volatile lainnya. Mikroorganisme yang dominan penyebab kerusakan berupa bakteri karena pH daging ikan mendekati netral sehingga menjadi media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri (Afifah, 2009).
II.8. Asam Laktat
Perubahan biokimiawi yang terjadi sebelum ikan menjadi kaku (keras). Pada saat itu yang paling banyak mengalami perubahan adalah pembongkaran ATP dan keratin-fosfat yang akan menghasilkan tenaga. Glikogen juga akan mengalami pembongkaran menjadi asam laktat melalui proses glikolisis sehingga menyebabkan keadaan daging menjadi asam dan aktivitas enzim ATP-ase dan keratin fosfokinase meningkat (Yusra, 2011).
METODOLOGI PRAKTIKUM
III.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Aplikasi Teknologi Pengolahan Hasil Laut ini berjudul tingkat kesegaran mutu ikan, yang dilaksanakan pada hari Jumat-Senin, tanggal 12-15 September 2014, pukul 08.30 – 12.00 WITA, bertempat di Laboratorium Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
III.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu:
timbangan analitik
erlenmeyer
bulp
pipet volume
tabung reaksi
labu takar
pipet tetes
mortar
pastel
burret
pisau
refrigrator
wadah
talenan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu :
ikan bandeng
aluminium foil
indikator PP
NaOH 0,1 N
aquadest
kertas pH
tisu
III.3. Prosedur Praktikum
Prosedur dari praktikum ini terbagi menjadi dua tahapan, yakni:
III.3.1. Pengamatan Tingkat Kesegaran Ikan
Tahapan yang dilakukan pada prosesnya ini, ialah dimana ikan dicuci bersih, lalu diamati kondisi ikan seperti aroma, mata, tekstur, insang, sisik. Ikan dibungkus aluminium foil dan disimpan pada suhu freezing dan chilling. Setelah itu, ikan disimpan selama 3 hari dan diamati perubahan yang terjadi. Secara sistematis, prosedur pengamatan pada tingkat kesegaran mutu ikan ini dapat dilihat pada Gambar 01.
III.3.2. Pengujian pH dan Asam Laktat
Hal pertama yang dilakukan pada prosesnya ini, yakni sampel ditimbang 10 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, lalu ditambahkan aquadest sampai batas tera. Kemudian diambil filtrat 10 mL lalu dimasukkan ke labu takar. Selanjutnya, sampel ikan diukur pHnya dengan kertas pH. Setelah itu, ditambahkan indikator PP 3 tetes. Dititrasi
NaOH 0,1 N sampai berubah warna menjadi merah jambu. Terakhir, dihitung jumlah total asam laktat pada ikan. Secara sistematis, prosedur pengujian pH dan asam laktat ini dapat dilihat pada Gambar 02.
Gambar 01. Diagram Alir Proses Pengamatan Kesegaran Mutu Ikan
Gambar 02. Diagram Alir Pengujian Asam Laktat
III.4. Parameter Perlakuan
Parameter perlakuan pada praktikum ini, yakni:
Insang ikan
Aroma ikan
Tekstur ikan
Sisik ikan
Mata ikan
pH (Derajat keasaman)
Asam Laktat
III.5. Perlakuan Praktikum
Perlakuan yang diberikan paa praktikum ini, yaitu:
Penyimpanan Freezing
Penyimpanan Chilling
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil
Hasil dari praktikum pengujian kesegaran mutu ikan, yakni:
Tabel 01. Hasil pengamatan Uji Kesegaran Mutu Ikan Hari Pertama
No
Kelompok
Parameter
Insang
Aroma
Tekstur
Sisik
Mata
pH
Asam laktat
1.
Kelompok I
Merah
Khas ikan segar
Lunak, Elastis
Tidak mudah lepas
Cerah, menonjol
6
0.26%
2.
Kelompok II
Merah
Khas ikan segar
Lunak, Elastis
Kuat
Jernih, menonjol
6
0.36%
3.
Kelompok III
Merah
Khas ikan segar
Jika ditekan tidak membekas
Masih kuat
Cembung, masih terang
6.5
0.26%
4.
Kelompok IV
Merah tua
Khas ikan segar
Elastis
Masih kuat
Cembung, bening
6
0.45%
5.
Kelompok V
Merah
Khas ikan segar
Kenyal
Masih kuat
Kornea menonjol
6
0.18%
6.
Kelompok VI
Merah
Khas ikan segar
Elastis
Masih kuat
Kornea menonjol
6
0.27%
Sumber: Data Sekunder Praktikum Aplikasi Teknologi Pengolahan Hasil Laut, 2014.
Tabel 02. Hasil pengamatan Uji Kesegaran Mutu Ikan Hari Ketiga (Freezing)
No
Kelompok
Parameter
Insang
Aroma
Tekstur
Sisik
Mata
pH
Asam laktat
1.
Kelompok I
Merah tua
Khas ikan
Keras
Mudah lepas
Cekung
4
0.54%
2.
Kelompok II
Merah
Khas ikan
Keras
Mudah lepas
Cekung
6
0.81%
3.
Kelompok III
Merah
Khas ikan
Keras
Mudah lepas
Cekung
6
0.18%
4.
Kelompok IV
Merah
Khas ikan
Keras
Mudah lepas
Cekung
6
0.36%
5.
Kelompok V
Merah kecoklatan
Khas ikan
Keras
Mudah lepas
Cekung
6
0.45%
6.
Kelompok VI
Merah kecoklatan
Khas ikan
Keras
Mudah lepas
Cekung
6
0.36%
Sumber: Data Sekunder Praktikum Aplikasi Teknologi Pengolahan Hasil Laut, 2014.
Tabel 03. Hasil pengamatan Uji Kesegaran Mutu Ikan Hari Ketiga (Chilling)
No
Kelompok
Parameter
Insang
Aroma
Tekstur
Sisik
Mata
pH
Asam laktat
1.
Kelompok I
Merah pucat
Bau amis menyengat
Lembek
Mudah lepas
Cekung
6
0.36%
2.
Kelompok II
Merah pucat
Amis, menyengat
Lembek
Mudah lepas
Cekung
6
0.91%
3.
Kelompok III
Merah kecoklatan
Amis
Lembek
Mudah lepas
Cekung
6
0.54%
4.
Kelompok IV
Merah pucat
Amis menyengat
Lembek
Mudah lepas
Cekung
6
0.8%
5.
Kelompok V
Merah kecoklatan
Amis
Lembek
Mudah lepas
Cekung
6
0.37%
6.
Kelompok VI
Merah kecoklatan
Amis
Lembek
Mudah lepas
Cekung
6
0.27%
Sumber: Data Sekunder Praktikum Aplikasi Teknologi Pengolahan Hasil Laut, 2014.
IV.2 Pembahasan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan bandeng. Ikan bandeng memiliki ukurang kepala seimbang dengan bagian tubuhnya. Berbentuk lonjong, dengan tubuh yang panjang, pipih, ramping, oval, dan padat. Hal ini sesuai dengan Sudrajat (2008), yang mengatakan bahwa ikan bandeng memiliki tubuh yang panjang, ramping, padat, pipih, dan oval. menyerupai torpedo. Hal ini didukung oleh Purnomowati (2007), yang menyatakan bahwa ukuran kepala seimbang dengan ukuran tubuhnya, berbentuk lonjong dan tidak bersisik. Bagian depan kepala (mendekati mulut) semakin runcing.
Parameter pengamatan insang ikan bandeng pada praktikum ini sebelum penyimpanan adalah segar, insangnya berwarna merah. Setelah penyimpanan dengan suhu freezing dan chilling selama 3 hari, warna insang berubah, warna merah tua/gelap untuk penyimpanan freezing dan warna merah pucat untuk penyimpanan chilling. Hal ini karena ketika ikan mati, peredaran darah pada ikan tersebut akan terhenti, dan menyebabkan darahnya teroksidasi sehingga warna dari insangnya berubah menjadi menjadi agak tua/gelap. Hal ini sesuai dengan Anonim (2008), yang mengatakan kematian ikan dapat menyebabkan peranan darah (hemoglobin) berhenti, darah teroksidasi sehingga warnanya
berubah menjadi merah gelap. Pernyataan diatas didukung oleh Afifah (2009), yang menyatakan bahwa pada ikan segar insangnya berwarna merah cemerlang atau merah tua, sedangkan pada ikan busuk insangnya berwarna merah coklat sampai keabu-abuan.
Pengamatan aroma/bau dari ikan bandeng pada praktikum ini sebelum penyimpanan baunya khas ikan segar. Setelah dilakukan penyimpanan pada suhu freezing dan chilling selama 3 hari, aromanya berubah. Ikan bandeng dengan penyimpanan freezing, baunya khas ikan, sedangkan pada ikan bandeng penyimpanan chilling, baunya amis menyengat. Perubahan aroma ini terjadi karena proses oksidasi lemak sehingga timbul aroma tengik yang tidak diinginkan. Hal ini sesuai dengan Liviawaty (2001), yang menyatakan bahwa proses perubahan pada ikan dapat juga terjadi karena proses oksidasi lemak sehingga timbul aroma tengik yang tidak diinginkan dan perubahan rupa serta warna daging ke arah coklat kusam.
Parameter pengamatan tekstur ikan bandeng pada praktikum ini sebelum penyimpanan adalah teksturnya lunak dan elastis. Sementara pada hari ketiga, setelah penyimpanan pada suhu freezing dan chilling, teksturnya berubah. Penyimpanan suhu freezing, teksturnya keras. Sedangkan setelah penyimpanan pada suhu chilling, teksturnya lembek. Hal ini terjadi karena penguraian protein dan lemak pada proses autolisis.
Hal ini sesuai dengan Baker dan Davies (1996), yang menyatakan bahwa penguraian protein dan lemak karena proses autolisis menyebabkan perubahan rasa, tekstur dan penampakan fillet ikan.
Pengamatan dengan parameter sisik pada ikan bandeng pada praktikum hari pertama menunjukkan bahwa sisiknya tidak mudah lepas. Namun, setelah penyimpanan pada suhu freezing, sisiknya berubah menjadi mudah terlepas. Dan setelah penyimpanan pada suhu chilling, sisiknya juga berubah menjadi mudah terlepas. Hal itu terjadi karena ikan bandeng telah rusak (busuk). Hal ini sesuai dengan Yusra (2011), yang mengatakan bahwa sisik ikan dapat menjadi parameter kesegaran ikan, untuk ikan bersisik jika sisiknya masih melekat kuat, tidak mudah dilepaskan dari tubuhnya berarti ikan tersebut masih segar.
Parameter pengamatan mata pada ikan bandeng dalam praktikum ini sebelum penyimpanan, ikan bandeng tersebut memiliki warna mata yang cerah dan menonjol. Sementara pada hari ketiga, setelah penyimpanan pada suhu freezing dan chilling, matanya berubah cekung. Mata cekung pada ikan ini berarti bahwa mata ikan berkerut. Yang mana itu merupakan salah satu tanda bahwa ikan mengalami perubahan menjadi busuk. Hal ini
sesuai dengan Yusra (2011), yang mengatakan bahwa mata ikan segar mata tampak
terang, jernih, menonjol dan cembung. Sedangkan mata ikan busuk tampak suram, tenggelam dan berkerut.
Pengamatan dengan parameter pH dari ikan bandeng sebelum penyimpanan menunjukkan pH 6. Sementara, setelah dilakukan penyimpanan suhu freezing dan chilling, pH dari ikan berubah, kecuali pada chilling tetap, dan pada freezing berubah menjadi 4. Hal ini terjadi karena adanya proses/fase pembusukan (perubahan) pada ikan. Selain itu, kekuatan penyangga (buffering power) pada daging ikan juga menyebabkan perubahan pH pada ikan. Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat, asam fosfat, TMAO, dan basa-basa menguap. Hal ini sesuai dengan Yusra (2011), yang menyatakan bahwa pada fase rigormortis, pH tubuh ikan menurun misalnya 6,2–6,6 dari pH mula-mula 6,9–7,2. Tinggi rendahnya pH awal ikan sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga (buffering power) pada daging ikan. Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat, asam fosfat, TMAO, dan basa-basa menguap.
Parameter pengamatan asam laktat ikan bandeng pada praktikum ini sebelum penyimpanan menunjukkan 0.26%. Sementara pada hari ketiga, pada penyimpanan suhu freezing, adalah 0.54%. dan suhu chilling menunjukkan 0.36%. Perubahan dari asam laktat ini terjadi sebelum ikan menjadi keras (kaku) dan juga karena adanya pembongkaran glikogen menjadi asam laktat. Hal ini sesuai dengan Yusra (2011), yang menyatakan perubahan biokimiawi yang terjadi sebelum ikan menjadi kaku (keras). Pada saat itu yang paling banyak mengalami perubahan adalah pembongkaran ATP dan keratin-fosfat yang akan menghasilkan tenaga. Glikogen juga akan mengalami pembongkaran menjadi asam laktat melalui proses glikolisis sehingga menyebabkan keadaan daging menjadi asam dan aktivitas enzim ATP-ase dan keratinfosfokinase meningkat.
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini, yakni:
Ikan bandeng yang disimpan pada suhu freezing tingkat kesegarannya lebih tinggi dibandingkan dengan ikan bandeng yang disimpan di suhu chilling.
Penyimpanan pada suhu freezing memiliki pH 4, yang lebih rendah (asam) dibandingkan penyimpanan pada suhu chilling yang memiliki pH 6. Sedangkan persentase asam laktat pada penyimpanan suhu freezing ialah 0.54% lebih tinggi dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu chilling, yakni 0.36%.
Pengukuran pH pada sampel ikan bandeng dilakukan dengan menggunakan kertas indikator universal, sedangkan pengukuran asam laktat dilakukan dengan cara menambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes pada sampel, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai berubah warna menjadi merah jambu.
Ikan bandeng dengan penyimpanan freezing dan chilling memiliki perbedaan dilihat dari beberapa parameter pengamatannya. Metode penyimpanan freezing memiliki insang berwarna merah tua, sedang pada penyimpanan chilling memiliki insang berwarna merah pucat. Metode penyimpanan freezing memiliki aroma khas ikan, sedang pada penyimpanan chilling memiliki aroma/bau amis yang menyengat. Metode pada penyimpanan freezing juga memiliki tekstur yang keras, sedangkan pada metode penyimpanan chilling teksturnya lembek.
V.2 Saran
Dalam paktikum yang dilakukan kedepannya agar praktikan lebih mematuhi peraturan-peraturan laboratorium dan melengkapi perlengkapan yang harus dibawah pada setiap praktikum yang akan dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Diana Nur. 2009. Ikan. http://eprints.undip.ac.id/1059/1/IKAN_semester_1 .pdf. Diakses pada hari Rabu, 17 September 2014. Makassar.
Anonim, 2008. Ikan Segar. http://ikansegar.wordpress.com/. Diakses pada hari Rabu, 17 September 2014. Makassar.
Anonim. 2011. Sistem Pernapasan. http://www.unhas.ac.id/lkpp/laut/10.% 20SISTEM%20PERNAPASAN.pdf. Diakses pada hari Rabu, 17 September 2014. Makassar.
Baker RTM, Davies SJ. 1996. Oxidative nutritional stress associated with feeding rancid oils African catfish Clarias gariepinus (Burchell 1822) and the protective role of α-tocopherol. Aquaculture Research 27:795–803.
Liviawaty, E. 2001. Organoleptik Ikan. Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinangor. 82 hlm.
Purnomowati, I., Hidayati, D., dan Saparinto, C. 2007. Ragam Olahan Bandeng. Kanisius. Yogyakarta.
Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Yusra. 2011. Kualitas Hasil Perikanan. http://fpik.bunghatta.ac.id/files/ downloads/E-book/Dasar-Dasar%20Teknologi%20Hasil%20Perikanan/ bab_2.pdf. Diakses pada hari Rabu, 17 September 2014. Makassar.
LAMPIRAN
Lampiran 01. Perhitungan total asam
Rumus: % Asam laktat=mL NaOH x N NaOH x Fp x GrekSampel x 1000x100%
Asam laktat sebelum Chilling=0.3 x 0.1 x 10 x 9010.22 x 1000100%=2710220x100%=0.26%
Asam laktat sebelum Freezing=0.5 x 0.1 x 10 x 9010.39 x 1000x100%=4510390x100%=0.43%
Asam laktat setelah Chilling=0.4 x 0.1 x 10 x 9010 x 1000x100%=3610000x100%=0.36%
Asam laktat setelah Freezing=0.6 x 0.1 x 10 x 9010 x 1000x 100%=5410000x100%=0.54%
Lampiran 02. Gambar Prosedur Praktikum
Gambar 03. Bahan (Ikan bandeng) Gambar 04. Pembersihan/Pencucian
Gambar 05. Sebelum penimbangan Gambar 06. Hasil pemotongan
Gambar 07. Sebelum penyimpanan Gambar 08. Pembungkusan dengan alufo
Gambar 09. Penghalusan Gambar 10. Sampel ikan (Chilling)
Gambar 11. Sampel ikan (Freezing) Gambar 12. Pemasukan pada Labu takar
Gambar 13. Penambahan aquades Gambar 14. Pengukuran pH
Gambar 15. Pemipetan Sampel Gambar 16. Penitrasian Sampel
Gambar 17. Sampel hasil titrasi 1 Gambar 18. Sampel hasil titrasi 2
Gambar 19. Hasil penyimpanan chilling Gambar 20. Hasil penyimpanan freezing