JURNALISME ONLINE MENGESAMPINGKAN ETIKA DAN KODE ETIK JURNALISME Opinion Sudah berapa lama Anda mengenal internet? Apakah Anda juga pengguna media sosial Facebook dan twitter ? Perkembangan teknologi pun tidak dapat ditolak, tak perlu repot Facebook dan repot ke warnet, dari handphone yang handphone yang Anda miliki, Anda dapat mengakses berbagai macam informasi. Daritwitter Daritwitter misalnya misalnya sudah tersedia berita-berita dari portal online news yang news yang di sharekan sharekan di media jejaring sosial contohnya detikcom,TRIBUNews.com, Republika Online, kompas.com, Okezone.com, Tempointeraktif.com, vivanews.com. Media massa memiliki tanggung jawab untuk menghasilkan sebuah informasi berupa berita yang menarik. Mengungkap sebuah peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat, misalnya kasus pembunuhan, tindak kekerasan, bencana alam, investigasi (Siregar,1998:19). Wartawan sebagai pekerja media yang bertugas mengumpulkan informasi dan menyajikannya dalam bentuk berita menjadi bagian penting dalam media. Penyebaran berita dibantu oleh teknologi yang saat ini hadir memberikan kemudahan. Perkembangan teknologi merangsang jurnalisme dalam proses kerjanya. Jurnalisme online sebagai produk baru atas perkembangan media dari jurnalisme konvensional baik itu cetak dalam bentuk koran, majalah dan elektronik dalam bentuk televisi dan radio. Unsur kecepatan menjadi sesuatu yang esensial dalam jurnalisme online. Salah satu yang menjadi puncak penemuan dalam teknologi informasi adalah multimedia. Secara fundamental, multimedia memungkinkan informasi itu dilihat, didengar, dan disentuh. Secara audio-visual tentu dengan sendirinya dan sudah menjadi sesuatu yang rutin, tapi lama kelamaan informasi itu malah bisa disentuh. Teknologi ini merevolusikannya dalam arti menaklukkan jarak dan dengan itu meningkatkan kecepatan (Oetama, 2001: 111). Sejak tahun 1960an dan 1970an setiap survai menunjukkan bahwa kebanyakan orang Amerika mendapat berita pertama dari televisi dan radio mobil. Media siaran mengambil alih fungsi halaman muka surat kabar, kecuali berita-berita yang dikembangkan sendiri oleh surat kabar, yang tidak didapat di radio maupun televisi, seperti berita analisis, berita latar belakang atau komentar. Benturan hebat antara media cetak dan elektronik ini bertambah hebat lagi dengan munculnya internet. Melalui internet online journalism kita journalism kita bisa menjelajah berita dengan kedalamannya tanpa batasan atau kendala ruang. Berita pun dapat menyebar luas dan bisa terus diperbaharui. Online journalism ini journalism ini menerapkan annotative journalism: journalism: tinggal meng-klik suatu kata, kita bisa mendapatkan informasi sebanyak yang tersedia (Ishwara, 2005: 49). Sejak era reformasi 1998 lalu, pertumbuhan media massa berbasis online yang lebih real time, berjalan time, berjalan amat pesat dan kini menjadi jawara industri media massa. Wajarlah, sejak awal tahun 2000-an semakin banyak surat kabar yang memiliki juga media online. online. Maksudnya, di samping memiliki surat kabar, mereka juga memilikinya dalam bentuk media online. online. Dulu pers selalu identik dengan paper dengan paper based media, dengan waktu tunda antara proses produksi
dan proses konsumsi informasi. Kalau asumsi ini tetap dipertahankan, pers akan ditinggalkan khalayak. Tuntutan kecepatan real time news meniscayakan perlahan tapi pasti pers harus mengganti format dan media distribusi informasinya dari menggunakan media konvensional menjadi media baru (internet).(dikutip dar ihttp://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/02/11/176781/Menjawab Perubahan/ diakses Jumat, 28 Februari 2014 pukul 23:35) Faktor mengejar kecepatan dan aktualitas dari jurnalisme online ini memiliki kecenderungan menjadi kurang akurat dan melupakan etika dan kode etik jurnalisme. Keakuratan ini diukur dari berita yang dibuat cover both sites, hal ini ditunjukkan dari narasumber. Dengan bantuan media jejaring sosial twitter dalam hitungan detik banyak informasi berita dari portal portal news namun bagaimana dengan bahasa yang digunakan? Perlu dicermati dan diperhatikan dari judul-judul pemberitaan produk jurnalisme online ini. Mengambil contoh dari dua portal online news detik.com dan vivanews.com. Media massa mengalami perubahan besar, perubahan terakhir dibawa the new media yang digital. Media baru berbentuk internet, website. Cirinya serentak, cepat, mengikuti, dan melaporkan perkembangan detik demi detik (Oetama, 2001:13). Informasi yang hadir detik demi detik dapat dilihat pada media jejaring sosial twitter . Media sosial menjadi sarana untuk berhubungan dengan pihak lain secara lebih cepat. Portal berita gencar memberikan berita beritanya di media jejaring sosial twitter melalui akun twitter media tersebut. Persaingan dari media-media portal berita yang berlomba-lomba menyajikan berita, tuntutan untuk segera menyiarkan berita. Akurasi dan etika menjadi kurang diperhatikan. Namun, bagaimana dengan berita-berita yang dituliskan oleh media online yang mengejar kecepatan pemberitaan ataurealtime. Dalam modul yang dituliskan oleh Yohanes Widodo menyoal tentang etika jurnalisme online dipaparkan bahwa jurnalisme online yang mengejar kecepatan dan mengesampingkan etika penulisan jurnalisme online. Pada dasarnya kode etik dan etika jurnalisme konvensional dan jurnalisme online tidak ada perbedaan. Menjaga kredibilitas, independensi, dan keakuratan berdasarkan etika dan kode etik jurnalisme. Memang belum dijelaskan dan ditetapkan secara pasti peraturan mengenai jurnalisme online. Membuktikan mengenai persoalan jurnalisme online yang mengejar kecepatan dan mengesampingkan kode etik dan etika jurnalisme, ditemukan beberapa judul berita yang ada pada portal berita di media jejaring sosial twitter. Pada portal berita detik.com pada judul sebuah berita dituliskan “Setelah Dirampok Dedih Dibuang di Tol dalam Kondisi Bugil.” Menurut Kode etik jurnal istik dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada pasal 3 disebutkan “Wartawan Indonesia pantang menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan memutar balik fakta, bersifat fitnah, cabul serta sensional.” Kata “bugil” digunakan sebagai kata untuk membuat sensasional. Teknologi bukanlah segala-galanya walaupun mengejar realtimenya akan tetapi yang menjadi bagian penting juga yang memegang kemudi yaitu wartawan. Untuk berita yang menjual menggunakan kata-kata yang sensasional dan cabul. Pada portal berita vivanews.com dituliskan judul “Berbikini saat selfie Kim Kardashian Diserang Gajah.” Apakah “berbikini” perlu dituliskan sebagai judul berita? Hanya karena berbikini menjadi berita yang perlu diketahui oleh masyarakat luas. Terkadang informasi yang diberitakan adalah informasi yang sebenarnya tidak perlu diketahui oleh masyarakat luas. Memang benar, adanya media online banyak sekali informasi yang dapat diketahui,
akan tetapi bukan berarti bahwa tidak setiap informasi itu diberitakan terlebih hak privasi seseorang. Pada kode etik jurnalsme online yang dikemukakan oleh Nicholas Johnson mantan Komisioner Komisi Komunikasi Amerika Serikat memberikan catatan hal-hal mendasar dalam jurnalisme online pertama, dilarang menyerang kepentingan individu, pencemaran nama baik, pembunuhan karakter atau reputasi seseorang. Dari judul berita di portal vivanews.com ini, membuat dampak yang tidak baik mengenai reputasi seseorang, oleh karena berbikini saat selfie dan terjadi serangan gajah. Memang karena kebutuhan informasi namun bukan berarti wartawan membuat berita yang sebenarnya tidak perlu diberitakan kepada khalayak terlebih merusak reputasi seseorang. Michelle Johnson, copy editor The Stamford (conn) Advocate (Ishwara, 2005:47) mengatakan, revolusi digital dalam jurnalisme online tidak serevolusioner bila dilihat dari perilaku pembaca. Para ahli mengatakan bahwa kunci keberhasilan pada jurnalisme online adalah sama dengan kata-kata berita dengan berita tradisional, yaitu akurasi, penulisan yang baik dan dorongan untuk berinovasi.
Suara Muhammadiyah dan Jurnalisme Kaum Modernis 9 Februari 2018 Dibaca Normal 4 menit Selain warga Muhammadiyah dan lingkaran intelektual Muslim tertentu, hanya sedikit orang mengetahui Majalah Suara Muhammadiyah (SM). Sekilas ini mudah dipahami karena SM diterbitkan oleh Muhammadiyah dan terutama sekali ditujukan pada warga Muhammadiyah. Orang tidak akan menemukan SM di lapak koran. Bahkan, para pengamat media juga kerap melupakan SM dalam kajiannya tentang sejarah pers di Indonesia. Cara berpikirnya sederhana: karena SM (dinilai) semata media internal Muhammadiyah (Budi Irawanto dalam Khrisna Sen & David T. Hill [ed.], 2011). Padahal bila dilihat dari berbagai aspek, SM punya bobot yang tak bisa diremehkan. Majalah ini hadir sejak 1915, atau tiga tahun setelah Muhammadiyah berdiri dan tiga dekade sebelum Republik Indonesia lahir. Satu lagi: SM masih tetap terbit hingga hari ini. Artinya, usianya telah mencapai seabad
lebih.
Catatan lain bisa ditambahkan: SM adalah majalah yang turut membentuk generasi baru intelektual Muslim Indonesia di paruh kedua abad ke-20. Saat para intelektual itu masih muda, mereka berkalikali menulis dan muncul di SM. Daftarnya merentang dari Ahmad Syafii Maarif , Amien Rais, Emha Ainun Nadjib, M. Diponegoro, dan Haedar Nashir. Nama pertama yang kini begitu terkenal, Ahmad Syafii Maarif, mantan Ketua PP Muhammadiyah dan guru besar Sejarah di Universitas Negeri Yogyakarta, dulu bahkan merupakan wartawan SM dari tahun 1965 sampai 1972. Ia terjun ke lapangan untuk mengumpulkan bahan berita dan pergi ke berbagai kota untuk mewawancarai narasumber. Penghargaan datang silih berganti untuk menghargai pencapaian SM, mulai dari Museum Rekor Indonesia (MURI) yang menyebutnya sebagai Majalah Islam yang Terbit Berkesinambungan Terlama
dan Serikat Perusahaan Pers (SPS) yang mendaulatnya sebagai Salah Satu Majalah Tertua di Indonesia. Yang terbaru, dalam Peringatan Hari Pers Nasional di Padang pada 9 Februari 2018, SM diberi penghargaan untuk kategori Kepeloporan sebagai Media Dakwah Perjuangan Kemerdekaan RI dalam
Bahasa
Indonesia.
Bisa dikatakan usaha memahami sejarah pers sekaligus sejarah Islam di Indonesia tanpa menyinggung SM niscaya tidak akan lengkap. Baca juga: Kiai Dahlan & Muhammadiyah: Usaha Melumat Kejumudan Umat
Islam, Kebangsaan dan Kemajuan Ada tiga elemen yang secara konstan hadir di SM: (1) upaya memurnikan ajaran Islam, (2) gagasan untuk memajukan umat Islam dan Indonesia, dan (3) usaha membangun kesadaran kebangsaan. Salah satu fungsi SM adalah sebagai media dakwah yang bertujuan memurnikan ajaran Islam; sesuatu yang memang beririsan rapat dengan "ideologi" Muhammadiyah. Sejak awal kelahirannya, SM senantiasa mengulas berbagai aspek agama Islam, misalnya tentang puasa Ramadan, tauhid, ziarah kubur, hingga soal hukum memotong gigi. Pada 1923, SM menulis bahwa “keroesakan orang Islam tanah Hindia pada waktoe ini soedah sebegitoe kerasnja”. Ini mengacu berbagai tafsiran dan praktik Islam yang dinilai keliru oleh SM. Maka SM bertekad membawa kaum Muslim ke ajaran Islam yang sebenarnya. Al Quran dan Hadis Nabi Muhammad saw dijadikan sebagai pegangan. SM merupakan salah satu tempat kaum Muslim Hindia Belanda belajar Islam yang murni. Ini tercermin dari surat pembaca seorang pembaca SM pada 1923. Sang pembaca menyebut dirinya “seorang jang koerang pengetahoean”, dan ia mencari ilmu agama dari SM untuk “memberi penerang hati kami jang gelap”.
Baca juga: Kisah Ahmad Dahlan dan Koreksi Waktu Subuh Muhammadiyah
Di luar soal pemurnian agama, SM juga mencita-citakan kemajuan intelektualitas pembacanya. Rasionalitas dan penyesuaian dengan dunia modern menjadi ciri khas SM sejak awal terbit hingga kini. Pendiri SM, KH Ahmad Dahlan, memilih sarana komunikasi terkini di zamannya bernama percetakan dan penerbitan untuk menyebarkan gagasannya daripada terpaku pada metode tradisional
berupa
tatap
muka
di
masjid.
Apresiasi SM pada pencapaian intelektual dan kemajuan ilmu pengetahuan tampak dari besarnya tempat yang diberikan pada para ahli, baik dalam ilmu agama maupun dalam subjek sekuler, untuk menyuarakan opininya di setiap edisi SM. Direktur Islamic Studies di McGill University, Kanada, Dr. Wilfred
Cantwell
Smith,
bahkan
pernah
muncul
di
sampul
depan
SM
pada
1973.
SM mendorong pembacanya berpandangan ke luar dengan berpikir mondial. Sejak awal SM sudah berbicara tentang luar negeri, walau masih sebatas perjalanan naik haji ke Mekkah. Dalam dekade-
dekade berikutnya, dunia yang ditampilkan SM kian luas. Berbagai reportase SM berbicara tentang, umpamanya, dinamika politik di daerah konflik seperti India-Kashmir dan Palestina-Israel, serta perkembangan Islam, baik di negara mayoritas muslim seperti Pakistan dan Malaysia, atau di wilayah-wilayah
yang
muslimnya
menjadi
minoritas.
Mungkin mengherankan pengamat media Islam, namun beginilah adanya: SM bahkan berbicara soal teknologi tinggi, khususnya perkembangannya di Barat. Contoh yang paling menonjol saat SM turut mengabadikan salah satu pencapaian teknologi terbesar umat manusia di abad ke 20 yaitu pendaratan manusia di bulan tahun 1969. Dari tahun itu hingga beberapa tahun setelahnya, SM mengupas banyak hal teknis soal pendaratan ini, mulai dari modul lunar eagle yang dipakai, tarikan gravitas bumi, hingga kecepatan pesawat. Untuk mempertajam analisis, SM tidak sungkan mengeksplorasi imajinasi manusia tentang bulan di dalam novel karya Jules Verne tahun 1865, De la Terre
a
la
(Dari
Lune
Bumi
ke
Bulan).
Sedangkan dalam soal kesadaran kebangsaan, SM membangunnya lewat berbagai macam cara. Pertama, lewat kebijakan bahasa. SM awalnya terbit dalam bahasa dan aksara Jawa, tapi di era 1920an SM mengadopsi bahasa Melayu yang kala itu merupakan salah satu wujud dukungan terhadap emansipasi sosial-politik pribumi dan sikap anti-kolonialisme Belanda. Istilah “Indonesia”, sebagai kata ganti Hindia Belanda, sudah dipakai SM sejak 1924, empat dekade setelah Adolf Bastian mempopulerkan kata “Indonesien” lewat bukunya, Indonesien: Oder, die Inseln des Malayischen Archipel (1884), dan dua tahun setelah Indische Vereniging di Belanda berganti nama menjadi Perhimpunan
Indonesia
(1922).
Di sisi lain, SM membangun kesadaran spasial para pembacanya tentang wilayah geografis Hindia Belanda, dan kemudian Indonesia. Pembaca diajak membayangkan, dan kemudian menyadari, bahwa dunia tak hanya Yogyakarta saja. Sejak era 1920an, seiring dengan sirkulasi SM ke luar Yogyakarta, hadirlah nama wilayah lain Hindia Belanda di SM, mulai dari Solo, Surabaya, Batavia, Garut,
Pekalongan,
Prianger
(Priangan),
Sumatra
hingga
Celibes
(Sulawesi).
Tulisan-tulisan SM tentang berbagai belahan dunia (dan belahan alam semesta) ini memberi kesempatan pembacanya untuk tak hanya paham perihal persoalan organisasi Muhammadiyah atau Indonesia semata, tapi juga konstelasi sosial dan politik di seantero bumi, dan bahkan teknologi maju untuk menuju luar angkasa. Terselip pula pesan dari SM agar orang Indonesia turut ambil bagian dalam perlombaan kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan sains. Baca juga: Kiprah KH Fakhruddin, Putra Lurah Keraton, Membesarkan Muhammadiyah Pada 1960an, SM melaporkan berbagai usaha Muhammadiyah untuk melepaskan “anak panah”-nya ke pelosok Indonesia, misalnya ke pedalaman Lombok dan Papua. Reportase ini mengomunikasikan berbagai problem yang ada di luar Jawa kepada para pembaca SM di seluruh Indonesia. Lahirlah simpati dan perhatian terhadap daerah-daerah tersebut. Via reportase semacam ini, SM membawa daerah
terpencil
ke
dalam
peta
besar
Indonesia.
Dengan umurnya yang telah satu abad lebih, SM telah menjadi saksi berbagai peristiwa besar di Indonesia dan dunia, dan bergerak melintasi berbagai zaman yang sering kali kejam bagi media
massa (SM, misalnya, sempat berhenti terbit di masa pendudukan Jepang). SM secara konstan menyuarakan
kemajuan
bagi
umat
Islam
dan
Indonesia.
Bisa dimengerti jika jika Dr. James Peacock dan Prof. DC Mulder, dua peneliti asing yang fokus mengkaji Indonesia, menjadi pelanggan SM pada 1970an. Bagi mereka, SM adalah salah satu sumber penting untuk penelitian. Memang, SM merupakan jendela jurnalistik yang tepat untuk melihat perkembangan Islam di Indonesia yang dipelopori kaum modernis, yang percaya bahwa progres hanya bisa dicapai dengan pemahaman agama yang murni dan adaptasi dengan dunia modern. Sumber:
Soewara Suara Suara Suara
Moehammadijah, Muhammadiyah
No.
Muhammadiyah Muhammadiyah
Suara
Muhammadiyah
Suara
Muhammadiyah,
Januari
No. No. No. No.
I,
12
Th.
13-14,
21-22, 1, 17
Th. Th. Th.
Th. 51, 52, 53,
November Januari September
1923 49,
1969
49,
1969 I-II,
1971
I,
1972
I,
1973
Sen, Khrisna & David T. Hill (ed.). 2011. Politics and the Media in Twenty-First Century in Indonesia: Decade of Democracy . London & New York: Routledge.
*) Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi tirto.id .