Latar Belakang
Sudah diketahui sejak lama bahwa preeklampsia berhubungan dengan terjadinya hemolisis,
peningkatan
mengelompokkan
enzim
tanda
dan
liver
gejalanya,
dan
trombositopenia.
kemudian
Weinsten
memisahkannya
dari
preeklampsia berat pada tahun 1982 dan memberi nama HELLP (H = haemolysis, EL = Elevated = Elevated Liver enzymes, LP = Low = Low Platelets) Platelets ) syndrome, yang disebut denga trias sindrom HELLP. Sekarang ini sindrom HELLP dianggap sebagai varian preeklampsia berat (PEB) atau komplikasi PEB. Diagnosis sindrom HELLP komplit ditegakkan jika memenuhi ketiga komponen trias sindrom HELLP, sedangkan sindrom HELLP inkomplit atau parsial jika hanya terdiri dari 1 atau 2 dari trias. Sindrom HELLP adalah kondisi yang serius, terutama sindrom HELLP komplit, hal ini berhubungan dengan risiko yang dapat terjadi pada ibu maupun janin. Terdapat banyak kasus komplikasi dan kondisi ini berhubungan dengan masalah diagnosis dan pengobatan, waktunya, dan metode persalinan. Tujuan dari review ini adalah untuk memberikan informasi terkini tentang isu klinis sindrom ini, dengan perhatian khusus pada diagnosis, komplikasi, surveilans, waktu dan metode persalinan, serta risiko rekurensi. Mortalitas dan morbiditas
perinatal
juga
dibahas
karena
berhubungan
dengan
peranan
pemberikan kortikosteroid. Metode
Dilakukan pencarian dan pemilihan literatur laporan penelitian dan review yang dipubikasikan antara tahun 2000 sampai 2008 di database PubMed dan Cochrane. Kata kuncinya adalah “Sindrom “Sindrom HELLP” HELLP ” dan “Sindrom “Sindrom HELLP” HELLP ” dengan kombinasi “diagnosis”, “gejala klinis”, “komplikasi”, “morbiditas”, “mortalitas”, “tatalaksana”,
“terapi”,
“kortikosteroid”,
“prognosis”,
“persalinan”,
“post
partum”, dan “rekurensi”. rekurensi”. Publikasi ilmiah yang dipilih adalah penelitian asli, yang lebih diutamakan adalah penelitian terbaru dan review komprehensif. Abstrak penelitian dibaca dan dijadikan patokan untuk pemilihan. Angka Kejadian dan Gejala Klinis
Sindrom HELLP terjadi pada kira-kira 0,5 sampai 0,9% dari semua kehamilan dan 10 sampai 20% pada kasus dengan PEB. Sekitar 70% kasus sindrom HELLP
terjadi sebelum persalinan dengan frekuensi tertinggi pada usia kehamilan 27-37 minggu; 10% terjadi sebelum usia kehamilan 27 minggu, dan 20% setelah 37 minggu. Rerata usia kehamilan pada wanita dengan sindrom HELLP lebih tinggi pada wanita dengan preekalmpsia. Kebanyakan wanita kulit putih dengan sindrom HELLP adalah multipara. Sindrom HELLP post-partum biasanya terjadi pada 48 jam pertama pada wanita dengan proteinuria dan hipertensi yang terjadi saat persalinan. Walaupun bervariasi, namun kebanyakan kejadian sindrom HELLP biasanya cepat. Wanita dengan sindrom HELLP biasanya disertai hipertensi dan proteinuria, namun tidak terjadi pada 10-20% kasus. Sekitar 50% kasus sindrom HELLP diawali dengan edem anasarka. Gejala klinis yang biasanya muncul adalah nyeri perut kuadran kanan atas atau nyeri epigastrik, mual, dan muntah. Nyeri perut biasanya fluktuatif atau nyeri kolik. Kebanyakan pasien melaporkan riwayat mual beberapa hari sebelum gejala klinis yang lain. 30-60% mengeluhkan nyeri kepala, dan sekitar 20% mengeluhkan gangguan penglihatan. Wanita dengan sindrom HELLP juga dapat mengalami gejala yang tidak spesifik, atau gejala-gejala mirip preeklampsia, atau gejala non spesifik lain yang menyerupai infeksi virus. Gejala-gejala tersebut biasanya berlangsung terus menerus, dan internsitasnya dapat berubah dengan cepat. Karekteristik sindrom HELLP adalah terjadi pada malam hari dan membaik pada siang hari. Wanita dengan sindrom HELLP parsial mempunyai gejala lebih ringan dan lebih rendah risikonya terkena komplikasi dibandingkan sindrom HELLP komplit. Dapat terjadi perubahan dari parsial ke komplit maupun sebaliknya, walaupun jarang terjadi. Trias: hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan trombositopenia
Hemolisis adalah salah satu tanda sindrom HELLP, hal tersebut terjadi karena anemia hemolitik mikroangiopati. Fragmentasi sel darah merah (SDM) disebabkan kerusakan SDM yang melewati endotel pembuluh darah yang rusak dengan kecepatan tinggi. Terjadi penyempitan pembuluh darah karena kerusakan lapisan intima, disfungsi endotel, dan deposit fibrin. Adanya sel darah merah berbentuk fragmentosit (skizosit) atau se burr pada pemeriksaan apusat darah tepi menguatkan terjadinya hemolisis. Sel darah merah polikromatik dapat juga
ditemukan di apusan darah, dan peningkatan retikulosit merupakan tanda kompensasi hemolisis yang terjadi. Destruksi sel darah merah karena hemolisis meningkatkan konsentrasi lactate dehydrogenase (LDH) dan menurunkan konsentrasi hemoglobin. Hemoglobinemia atau hemoglobinuria adalah gambaran mikroskopis yang terjadi pada sekitar 10% wanita. Pemecahan hemoglobin dirubah menjadi bilirubin tidak teronjugasi di lien atau dapat diikat di plasma menjad haptoglobin. Kompleks hemoglobin-haptoglobulin dibersihkan dengan cepat di hepar, sehingga pada pemeriksaan darah ditemukan haptoglobulin rendah atau
tidak
terdeteksi,
walaupun
terjadi
hemolisis
sedang.
Konsentasi
haptoglobulin yang rendah (< 1gr/L) dapat digunakan untuk diagnosis hemolisis dan menjadi marker hemolisis pilihan. Selain itu, diagnosis hemolisis didukung dengan peningkatan konsentrasi LDH dan peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi,
namun
adanya
penurunan
kadar
haptoglobulin
atau
tidak
terdeteksinya haptoglobulin adalah indikator yang lebih spesifik. Peningkatan enzim hepar adalah efek dari hemolisis yang menyebabkan peningkatan aktivitas hepar. Hemolisis secara langsung berhubungan dengan peningkatan LDH, sedangkan peningkatan kadar aspartat aminotransferase (AST) dan alanine aminotransferase (ALT) berhubungan dengan kerusakan hepar. Plasma glutathione S-transferase-a1 (α-GST atau GST-a1) adalah indikator yang lebih spesifik terhadap kerusakan liver akut dari pada AST dan ALT. Namun α-GST belum digunakan secara luas dan belum menjadi pemeriksaan rutin untuk prosedur diagnostik. Trmbositopenia (trombosit < 150.10 9/L) pada kehamilan dapat terjadi karena trombositopeni gestasional (59%), immune thrombocytopenic purpura (ITP) (11%), preeklampsia (10%), dan sindrom HELLP (12%). Trombosit < 100.10 9/L jarang terjadi pada preeklampsia dan trombositpeni gestasional, namun sering terjadi pada ITP dan sindrom HELLP. Penurunan trombosit pada sindrom HELLP berhubungan dengan peningkatan konsumsi. Trombosit banyak digunakan karena banyakanya kerusakan
sel
endotel
pembuluh darah,
sehingga
meningkatnya pengeluaran trombosit dengan masa hidup yag singkat. Kriteria Diagnosis
berakibat
Sekarang terdapat dua cara klasifikasi dan diagnosis sindrom HELLP. Berdasarkan Tennessee Classification System, Sibai menjelaskan kriteria sindrom HELLP komplit seperti yang terlihat di tabel 1. Hemolisis intravaskuler didiagnosis dengan ditemukannya sel-sel abnormal pada apusan darah tepi, peningkatan bilirubin serum (≥ 20,5 μmol/L atau ≥ 1,2 mg/ 100 mL) dan peningkatan LDH (> 600 U/L). Berdasarkan sistem penggolongan Mississippi, klasifikasi sindrom HELLP didasarkan pada jumlah trombosit terendah sepanjang perjalanan penyakit. Kelas 1 dan kelas 2 berhubungan dengan hemolisis (LDH > 600 U/L) dan peningkatan AST (> 70 U/L), sedangkan kelas 3 hanya berdasarkan LDH > 600 U/L dan AST ≥ 40 U/L dengan jumlah trombosit tertentu. HELLP syndome kelas 3 berhubungan dengan kemungkinan perburukan kondisi pasien.
Tabel 1. Kriteria diagnostik Sindrom HELLP Klasifikasi Kelas 1
Klasifikasi Tennessee Trombosit ≤ 100.10 L AST ≥ 70 U/L LDH ≥ 600 U/L
Kelas 2
Kelas 3
Klasifikasi Mississippi Trombosit ≤ 50.10 /L AST atau ALT ≥ 70 U/L LDH ≥ 600 U/L Trombosit ≥ 50.10 /L sampai ≤ 100.109/L AST atau ALT ≥ 70 U/L LDH ≥ 600 U/L Trombosit ≥ 100. 10 /L sampai ≤ 150.109/L AST atau ALT ≥ 40 U/L LDH ≥ 600 U/L
?????
Diagnosis Banding
Sindrom HELLP dapat misdiagnosis dengan penyakit hepatitis virus, cholangitis, dan penyakit akut lainnya. Penyebab lain yang tidak umum, namun merupakan hal yang serius dan mirip dengan Sindrom HELLP adalah ITP, perlemakan hati dalam kehamilan, sindrome uremik hemolitik, trombotik trombositopenia purpura, dan lupus eritematosus sistemik. Kondisi tersebut berhubungan dengan tingginya mortalitas maternal dan dapat menyebabkan sekuele jangka panjang. Penyakit-
penyakit tersebut harus dapat dibedakan dengan Sindrom HELLP sehingga dapat dilakukan terapi yang sesuai. Tanda klinis perlemakan hati dalam kehamilan bervariasi, dan hasil pemeriksaan laboratoriumnya mirip dengan Sindrom HELLP. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia kehamilan antara 30 sampai 38 minggu, dengan riwayat 1-2 minggu mengalami lemas, anoreksia, mual, muntah, nyeri epigastrik, nyeri kepala, dan ikterus. Hipertensi dan proteinuria tidak ditemukan. Pada pemeriksaan lanjutan, dapat ditemukan hemokonsentrasi, asidosis metabolik, gagal hati akut, dan low grade disseminated intravascular coagulation (DIC) dengan nilai trombosit normal, atau subnormal, prothrombin time (PT) dan partial thromboplastin time (PTT) memanjang, serta menurunnya konsentrasi fibrinogen serum dan antithrombin. Hasil pemeriksaan darah abnormal juga termasuk leukositosis, peningkatan kreatinin, asam urat, amonia, dan enzim hepar seperti alkali fosfatase, AST, ALT, dan bilirubin. Hipoglikemia dan perpanjangan PT dapat membedakan penyakit ini dengan Sindrom HELLP. Pemeriksaan ultrasonografi hepar terlihat peningkatan ekogenitas pada kasus yang berat. Pada CT scan terlihat abnormalitas pada konsistensi hepar. Biopsi hepar direkomendasikan sebagai baku emas untuk mengkonfirmasi diagnosis, namun memerlukan kondisi hemostatis tubuh yang memungkinkan. Komplikasi penyakit ini adalah perdarahan saluran cerna, gagal ginjal akut, dan pankreatitis. Biasanya penderita akan pulih dalam 1-4 minggu post partum, namun dapat terkena kembali pada kehamilan selanjutnya. ITP adalah sindrom klinis dengan trombositopenia yang bermanifestasi sebagai gangguan perdarahan disertai purpura dan petekie. Kehamilan tidak memperberat insidensi ITP, juga tidak memperbuurk penyakit yang sudah ada sebelumnya. Bahkan dengan jumlah trombosit yang sangat rendah, penyakit ini tidak behubungan dengan mortalitas dan morbiditas ibu maupun janin. Sindrome uremik hemolitik dan trombotik trombositopenia purpura adalah penyaki
mikroangiopati
trombotik
yang
mempunyai
beberapa
karakter
patofisiologi yang mirip dengan Sindrom HELLP, seperti kerusakan endotel, agregrasi trombosit, mikrotrombi, trombositopenia, dan anemia. Abnormalitas apusan darah, peningkatan LDH dan kreatinin dapat membantu membedakannya dengan Sindrom HELLP. Gangguan mikrovaskular pada sindrom uremik
hemolitik terutama terjadi pada ginjal, biasanya berkembang dalam periode setelah melahirkan dengan tanda dan gejala gagal ginjal. Namun, sebagian kasus juga bisa muncul saat anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh enterotoksin khusus yang diproduksi oleh Escherichia coli O157 : H7, bentuk yang jarang juga bisa terjadi karena kelainan genetik dalam siste m komplemen. TTP adalah kondisi yang sangat jarang terjadi selama kehamilan, ditandai dengan disfungsi neurologis, demam, nyeri perut dan perdarahan. Kelainan neurologis dapat terjadi berupa nyeri kepala, gangguan penglihatan, disorientasi, afasia, paresis transient, kelemahan, dan kejang. Pada pemeriksaan penunjang, ditemukan kadar faktor von Willebrand yang tinggi dalam serum ibu karena tidak adanya enzim ADAMTS mettalloprotease, yang merupakan enzim yang mengontrol vWF. Pemeriksaan spesifik untuk penyakit ini belum menjadi pemeriksaan rutin. Sekarang mortalitas sindrom uremik hemolitik dan TTP telah menurun karena adanya terapi plasma exchange dan ICU. Lupus eritematosus sistemik ( systemic lupus eritematosus/ SLE) adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan deposit kompleks antigen-antibodi dalam kapiler, penyakit ini dapa ringan sampai berat. SLE dapat mempengaruhi beberapa sistem organ seperti ginjal, paru, jantung, hati, dan otak. Secara klinis dan laboratoris, wanita dengan SLE mirip dengan pasien preeklampsia berat. Antibodi antifosfolipis (antikoagulan lupus dan/ atau antibodi anticardiolipin) dapat ditemukan pada 30-40% kasus, sedangkan trombositopena pada 40-50%, dan anemia hemolitik pada 14-23% kasus wanita dengan SLE. Gejala gangguan serebral dapat terjadi karena vaskulitis dan/ atau oklusi serebro-vaskular yang juga dapat menyebabkan kejang. Kelainan ini juga berhubungan dengan terjadinya trombosis berulang dan abortus berulang. Defisiensi asam folat merupakan hal yang umum selama kehamilan, namun perkembangannya hingga megalobastosis relatif jarang. Anemia hemolitik, trombositopenia, dan koagulopati karena defisiensi asam folat dapat mirip dengan Sindrom HELLP. Komplikasi HELLP syndrome