IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOIDA
(Ekstrak Piper nigrum L.)
Disusun Oleh
Nama : Fitriyanawati
NIM : 201410410311091
Kelas : Farmasi A
Kelompok : V (Lima)
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
2017
1. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan alkaloida
dalam tanaman.
2. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman (Piper nigrum L.)
Lada atau merica (Piper nigrum L.) merupakan tanaman rempah-
rempah yang banyak dimanfaatkan bijinya. Merica memiiki beberapa
variasi yaitu hitam, putih, dan hijau. Lada hitam dihasilkan dari
buah yang masih hijau atau buah yang masih muda. Buah ini disiram air
panas, dibersihkan dan disiapkan untuk pengeringan. Panas mempercepat
pemecahan dinding sel lada dan mempermudah dalam pembersihannya.
Pengeringan selanjutnya dilakukan dengan sinar matahari atau mesin
dalam beberapa hari untuk menciutkan bijinya. Pada saat itu lada
berubah menjadi warna kehitaman yang sekarang disebut lada hitam.
Tanaman merica hitam berupa tanaman yang memanjat, dengan akar
pelekat, batang 5-15 m. Daun berseling atau tersebar, bertangkai,
dengan daun penumpu yang mudah gugur dan meninggalkan berkas yang
berupa suatu lingkaran. Helaian daun bulat telur, memanjang dengan
ujung meruncing, 5-15 cm x 8-20 cm, pada sisi buah pada kelenjar-
kelenjar yang tenggelam. Bulir terpisah-pisah, bergantungan terdapat
pada ujung atau berhadapan dengan daun. Daun pelindung memanjang, 4-5
mm panjang. Buah berupa buah buni, bangun bulat (Tjitrosoepomo,
2005).
Lada mengandung zat aktif minyak atsiri, alkaloid, resin,
piperin, dan lain-lain. Senyawa amida (piperin) berupa kristal
berbentuk jarum, bewarna kuning, tidak berbau, tidak berasa, lama
kelamaan pedas. Larut dalam etanol, asam cuka, benzena dari
kloroform. Senyawa ini termasuk senyawa alkaloida golongan piridin.
Piperin memiliki titik leleh 128 - 130°C dan merupakan basa lemah
yang jika dihidrolisis larutan basa akan menghasilkan piperidin.
Fructus ini digunakan sebagai antibakteri, sebagai karminatif, dan
pengobatan iritasi lokal (Septiatin,2008).
Kedudukan tanaman merica hitam (Piper nigrum L.) dalam taksonomi
adalah sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae 4
Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae
Genus : Piper
Species : Piper nigrum L.
(Van Steenis,
2003)
Lada mengandung sedikit safrole, suatu senyawa karsinogenik
ringan. Tidak dianjurkan untuk dikonsusmsi oleh pasien bedah usus
atau tukak lambung karena sifatnya yang iritatif (Tanaman Obat
Indonesia, 2010).
B. Senyawa Alkaloida
Kata alkaloid pertama kali diperkenalkan oleh W. Meisner pada
awal abad 19 untuk senyawa bahan alam yang bereaksi seperti basa.
Alkaloid adalah senyawa nitrogen organik, lazimnya bagian cincin
heterosiklik, bersufat basa, sering bersifat optis aktif dan
kebanyakan berbentuk kristal. (Tim Penyusun Penuntun Praktikum
Farmakognosi, 2009).
Alkaloid dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Alkaloid sejati (True Alkaloid)
Alkaloid sejati adalah senyawa yang mengandung nitrogen pada
struktur heterosiklik, struktur kompleks, distribusi terbatas
yang menurut beberapa ahli hanya ada pada tumbuhan. Alkaloid
sejati ditemukan dalam bentuk garamnya dan dibentuk dari asam
amino sebagai bahan dasar biosintesis.
2. Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid memiliki sifat seperti alkaloid sejati tetapi
tidak diturunkan dari asam amino. Contoh: isoprenoid,
terpenoid (coniin), dan alkaloid steroidal (paravallarine).
3. Protoalkaloid
Protoalkaloid adalah senyawa amin sederhana dengan nitrogen
tidak berada pada cincin heterosiklik. Contoh: mescaline,
betanin, dan serotonin (Swastini, Dewa Ayu.2007).
Kalasifikasi alkaloid berdasarkan rumus kimia struktur inti:
1. Pirin – piperidine
2. Tropan
3. Kinolin
4. Isokuinidin
5. Pirolidin
6. Pirolizidin
7. Indol
8. Imidazol
9. Purina
10. Lupina
11. Amina alifatik/ asiklik
12. Steroid
C. Identifikasi Senyawa Alkaloida
1. Reaksi Pengendapan
Reaksi Dragendorf
Pereaksi dragendorf mengandung bismuth nitrat dan merkuri
klorida dalam nitrit berair. Ketika suatu alkaloid ditambahkan
peraksi dragendorf maka akan menghasilkan endapan jingga.
Reaksi Meyer
Pereaksi meyer mengandung kalium iodida dan merkuri
klorida. Ketika sample ditambah perekasi meyer maka akan timbul
endapan kuning atau larutan kuning bening lalu ditambahkan
alkohol endapannya larut. Tidak semua alkaloid menendap dengan
reaksi mayer. Pengendapan yang terjadi akibat reaksi mayer
bergantung pada rumus bangun alkaloidanya.
Reaksi Bauchardat
Pereaksi bauchardat mengandung kalium iodide dan iooda.
Sampel ditambah pereaksi bauchardat menghasilkan endapan coklat
merah lalu ditambah alkohol endapannya larut.
2. Reaksi Warna
Reaksi dengan asam kuat
Asam kuat seperti H2SO4 pekat dan HNO3 pekat menghasilkan
warna kuning atau merah
Reaksi Marquis
Pereaksi marquis mengandung formaldehid (1 bagian) dan
H2SO4 pekat (9 bagian). Sampel ditambah pereaksi marquis akan
menghasilkan warna jingga.
Reaksi warna AZO
Sampel ditambahkan diazo A (4 bagian) dan diazo B (1
bagian), ditambah NaOH, dipanaskan lalu ditambah amyl alcohol
menghasilkan warna merah.
D. Pemisahan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis
kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan
komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. KLT adalah
pemisahan fisika-kimia dengan fase gerak (larutan pengembang yang
cocok), dan fase diam (bahan berbutir) yang diletakkan pada penyangga
berupa plat gelas atau lapisan yang cocok.
Pada proses pemisahan dengan KLT, terjadi hubungan kesetimbangan
antara fase diam dan fase gerak, dimana ada interaksi antara
permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organic yang akan
diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fase geraknya.
Kesetimbangan ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: kepolaran fase
diam, kepolaran fase gerak, serta kepolaran dan ukuran molekul.
Pada KLT, eluen adala fase gerak yang berperan penting pada
proses eluasi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fase diam
(absorbent). Interaksi antara absorbent dengan eluen sangat
menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan
komponen secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluen dan
jumlah umpan. Eluen dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan
absorbsinya pelarut atau campuran pelaut tersebut pada absorben dan
dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis absorben alumina
atau sebua lapis tipis silica. Suatu pelarut yang bersifat larutan
relatif polar, dapat mengusir pelarut yang tak polar dari ikatannya
dengan alumina (gel silika). Semakin dekat kepolaran antara senyawa
dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak
tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip "like dissolved like".
E. Fase Gerak
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut
yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya
elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh
polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat
komponen-komponen sampel (Johnson, 1991).
Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah
satu variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang
luas dari fase gerak yang digunakan dalam semua mode KLT, tetapi ada
beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi
oleh semua fase gerak.
Fase gerak harus:
Murni; tidak ada pencemar/kontaminan
Tidak bereaksi dengan pengemas
Sesuai dengan detektor
Melarutkan cuplikan
Mempunyai viskositas rendah
Mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan
Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas
Umumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena
prosedur pemurnian kembali membosankan dan mahal. Dari semua
persyaratan di atas, 4 persyaratan pertama adalah yang paling
penting. Gelembung udara (degassing) yang ada harus dihilangkan dari
pelarut, karena udara yang terlarut keluar melewati detektor dapat
menghasilkan banyak noise sehingga data tidak dapat digunakan
(Johnson, 1991).
Elusi Gradien dan Isokratik Elusi dapat dilakukan dengan cara
isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara
bergradien (komposisi fase gerak berubah – ubah selama elusi). Elusi
bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang
kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas
(Rohman, 2007).
F. Polaritas
Polaritas sering diartikan sebagai adanya pemisahan kutub
bermuatan positif dan negatif
dari suatu molekul sebagai akibat terbentuknya konfigurasi tertentu
dari atom-atom penyusunnya. Dengan demikian, molekul tersebut dapat
tertarik oleh molekul yang lain yang juga mempunyai polaritas yang
kurang lebih sama. Besarnya polaritas dari suatu pelarut proporsional
dengan besarnya konstanta dielektriknya (Adnan 1997). Menurut
Stahl (1985), konstanta dielektrik (ε) merupakan salah satu
ukuran kepolaran pelarut yang mengukur kemampuan pelarut untuk
menyaring daya tarik elektrostatik antara isi yang berbeda.
Ekstraksi berkesinambungan dilakukan secara berturut-turut
dimulai dengan pelarut nonpolar (misalnya n-heksan atau kloroform)
dilanjutkan dengan pelarut semipolar (etil asetat atau dietil eter)
kemudian dilanjutkan dengan pelarut polar (metanol atau etanol). Pada
proses ekstraksi akan diperoleh ekstrak awal (crude extract) yang
mengandung berturutturut senyawa nonpolar, semipolar, dan polar
(Hostettmann et al. 1997).
3. ALAT DAN BAHAN
"Alat "Bahan "
"Pipet "Ekstrak Piper nigrum L. "
"Tisu dan kain lap "Etanol "
"Sudip "HCl 2N "
"Label "NaCl "
"Penjepit kayu "Pereaksi Mayer "
"Aluminium foil "Pereaksi Wagner "
"Pinset "NH4OH "
"Vial 10ml "CHCl3 "
"KLT "Pereaksi Dragendorf "
"Plat Kaca "Kiesel gel GF 254 "
4. PROSEDUR KERJA
A. Preparasi Sampel
B. Reaksi Pengendapan
C. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
5. HASIL
A. Reaksi Pengendapan
*Larutan IA diberi pereaksi mayer
*Larutan IB diberi pereaksi wagner
*Larutan IC sebagai blanko
*Larutan A pemisahan kloroform
*Larutan B dan C hasil dari pemisahan kloroform
Pada IA dan IB setelah ditambahkan dengan pereaksi masing-masing
pada kedua larutan tersebut mengalami kekeruhan. Jika dibandingkan
dengan IC (larutan blanko), warna larutan IA hampir sama dengan warna
larutan IC (blanko) akan tetapi warna larutan IA lebih keruh. Adanya
kekeruhan yang terjadi pada kedua larutan IA dan IB ini menunjukkan
adanya senyawa alkaloid pada kedua larutan ekstrak Piper nigrum L.
B. Kromatografi Lapis Tipis
*Plat A sebelum penotolan filtrat kloroform
*Plat B penampakan noda alkaloid setelah eluasi, dilihat disinar UV
254 nm
*Plat C penampakan noda alkaloid setelah eluasi, dilihat dari sinar
UV 356 nm
*Plat D penampakan noda alkaloid setelah eluasi, lalu disemprotkan
pereaksi dragendroft dan dipanaskan diatas hotplate
Pada identifikasi Kromatografi Lapis Tipis digunakan fase
diam yaitu kiesel gel GF 254. Sedangkan sebagai fase gerak yang
digunakan yaitu CHCl3 – etil asetat (1:1). Setelah itu dilakukan
penyemprotan pereaksi dragendroft sebagai penampak noda.
Perhitungan Rf =
*Rf 1
*Rf 2
*Rf 3
*Rf 4
*Rf 5
6. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini, kelompok kami melakukan identifikasi adanya
senyawa alkaloid pada ekstrak Piper nigrum L. sebanyak 0,9 gram
ekstrak Piper nigrum L ditambahkan etanol sedikit demi sedikit ad
larut. Penambahan etanol bertujuan untuk mengikat senyawa non alkaloid
sehingga diperoleh alkaloid yang bersifat polar. Kemudian ditambahkan
dengan 5 ml HCl 2N, penambahan HCl ini bertujuan untuk diperoleh
larutan yang bersifat asam dan untuk mengikat senyawa non alkaloid
sehingga diperoleh alkaloid yang bebas garam. Kemuadian larutan
ekstrak dipanaskan diatas penangas air selama 3 menit sambil diaduk
lalu didinginkan. Setelah dingin larutan ekstrak ditambahkan dengan
0,3 gram NaCl, penambahan NaCl ini bertujuan untuk mengendapkan
ekstrak sehingga ekstrak dan filtrat memisah. Setelah itu larutan
disaring, dan filtral yang didapat ditambah dengan 5 ml HCl 2N untuk
menciptakan suasana asam dan mengikat senyawa alkaloid sehingga
didapatkan senyawa alkaloid yang bebas dari garam. Kemuadian filtrat
dibagi menjadi 4 bagian untuk dilakukan reaksi pengendapan dan
kromatorafi lapis tipis (KLT).
Pada identifikasi senyawa alkaloid dengan reaksi pengendapan,
larutan IA yang dibei pereaksi Mayer dan larutan IB yang diberi
pereaksi Wagner mengalami kekeruhan jika dibandingkan dengan larutan
IC (blanko).
Pembuatan pereaksi Wagner, dilarutkan 1,27 gram I2 dan 2 gram KI
dalam 20 ml air, kemudian diencerkan dengan air hingga 100 ml (Sarker,
S. D, Latif, Z. and Gray, A. I, 2006).
Pembuatan pereaksi Mayer, dilarutkan 1,358 gram merkuri klorida
dengan 60 ml aquadest (larutan A). dilarutkan 5 gram kalium iodide
dengan 10 ml aquadest (larutan B). dituangkan larutan A kedalam
larutan B, diencerkan dengan aquadest sampai volume larutan menjadi
100 ml (Mulyono,2009).
Pada pengujian alkaloida dengan menggunakan pereaksi Mayer dan
Wagner akan terjadi reaksi pengendapan karena terjadinya pengantian
ligan. Dari identifikasi dengan reaksi pengendapan baik larutan IA
maupun larutan IB menunjukkan adanya kekeruhan, hal ini menandakan
bahwa ada senyawa alkaloid yang terkandung pada ekstrak Piper nigrum
L. Alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan electron
bebas, sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen
koordinasi dengan on logam (McMurry dan Fay, 2004).
Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen
pada alkalid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium
tertraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium – alkaloida yang
mengendap (Marliana,2005).
Perekasi Wagner ditambakan pada larutan IB, ion logam K+ akan
membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan nitrogen pada alkaloida
membentuk kompleks kalium – alkaloida yang mengendap (Marliana, 2005).
Pada identifikasi senyawa alkaloida dengan KLT, larutan ID
ditambahkan dengan NH4OH pekat (hingga larutan menjadi basa,
dibuktikan dengan kertas lakmus), penambahan NH4OH pekat ini bertuuan
agar garam alkaloida membentuk basa bebas alkaloida. Kemudian larutan
ditambahkan dengan 5 ml kloroform (dalam tabung reaksi). Filtrat (fase
CHCl3) dipisahkan dan di dipindahkan ke cawan porselen menggunakan
pipet tetes. Filtrate kloroform dititilkan pada plat KLT, kemudian
sampel di eluasi, dan amati plat pada sinar UV 254 dan 365 nm.
Dari hasil pengujian didapatkan 5 titik noda setelah
penyemprotan pereaksi dragendroft, akan tetapi noda itu hilang pada 1
hari setelah uji coba praktikum dan m
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materia Medika Indonesia
Jilid III.
Jakarta : Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1980. Materia Medika Indonesia
Jilid IV.
Jakarta : Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan.
Sarker, S.D, Latif, Z. and Gray, A, I. 2006. Natural Products Isolation
Second Edition.
Humana Press, New Jersey.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28697/4/Chapter%20II.pdf
(diakses pada tanggal 22 Februari 2017)
http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53776/2/BAB%20II%2
0Tinjauan%20Pustaka.pdf (diakses pada tanggal 22 Februari 2017)
-----------------------
Dipanaskan diatas penangas air selama 2-3 menit sambil diaduk
Ditambahkan 5 ml HCl 2N
Tambahkan etanol ad larut
Timbang ekstrak piper nigrum L. 0,9 gram
Setelah dingin ditambahkan 0,3 gram NaCl, diaduk rata kemudian disaring
Filtar dibagi menjadi tiga bagian disebut sebgai larutan IA, IB, IC
Filtrat ditambah 5 ml HCl 2N
Adanya kekeruhan/ endapan menunjukkan adanya alkaloid
Larutan IA + pereaksi Mayer
Larutan IB + pereaksi Wagner
Larutan IC sebagai blanko
Diekstraksi dengan 5 ml kloroform (dalam tabung reaksi)
Larutan IC + NH4OH pekat 28% ad larutan menjadi basa
Jika timbul warna jingga menunjukkan adanya alkaloid dalam ekstrak
Fase diam: Kiesel gel GF 254
Fase gerak: CHCL3-Etil asetat (1:1)
()*?@BCDEHPSbswy?'¦§²³´ïßïͻ﫜ƒœteVeVeVeVeVJ>h83CJOJQJaJhsCJOJQJaJh83hÄa[?]
CJOJQJaJh83h`åCJOJQJaJh.c[?]h`åCJOJQJaJ0jh.c[?]h @?CJOJQJUaJPenampak
noda: Pereaksi dragendorf
Dilarutkan dalam methanol (1 ml) dan siap untuk pemeriksaan KLT
Filtrat ( fase CHCl3) diuapkan sampai kering
IC IB IA
A B C
A B C D