A. Definisi Dermatitis Dermatitis
Dermatitis ialah kelainan kulit yang subyektif ditandai oleh rasagatal dan secara klinis terdiri atas ruam polimorfi yang umumnyaberbatas tidak tegas. Gambaran klinisnya sesuai dengan stadiumpenyakitnya. Kadang-kadang terjadi tumpang tindih penggunaan istilaheksim dengan dermatitis. Sebagian ahli menyamakan arti keduanya,sebagian lain mengartikan eksim sebagai salah satu bentuk dermatitis,yakni dermatitis atopik tipe infantil. Untuk itu, istilah dermatitis tampaklebih tepat. Istilah Istilah eksematosa digunakan untuk kelainan yang ‘membasah’ (kata ‘membasah’ (kata eksim berasal dari bahasa Yunani ‘ekzein’ yang berarti ‘mendidih’) yang ditandai adanya eritema, vesikel, skuama dan krusta, yang menunjukkan tanda akut. Sedangkan adanya hiperpigmentasi dan likenifikasi menunjukkan tanda kronik. Untuk penamaan dermatitis, berbagai klasifikasi sudah diajukan antara lain berdasarkan kondisi kelainan, lokasi kelainan, bentuk kelainan, usia pasien dan sebagainya, contohnya: 1. Berdasarkan lokasi kelainan misalnya dermatitis manus, dermatitis seboroik, dermatitis perioral, dermatitis popok, dermatitis perianal, akrodermatitis, dermatitis dermatiti s generalisata, dan sebagainya. 2. Berdasarkan kondisi kelainan misalnya dermatitis akut, subakut dan kronis atau dermatitis madidans (membasah) dan dermatitis sika (kering). 3. Berdasarkan penyebab misalnya dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik, dermatitis medikamentosa, dermatitis alimentosa, dermatitis venenata, dermatitis stasis, dan sebagainya. 4. Berdasarkan usia misalnya dermatitis infantil, dan sebagainya. 5. Berdasarkan bentuk kelainan misalnya dermatitis numularis, dan sebagainya. B. Macam-Macam Dermatitis 1. Dermatitis Atopik (DA) Dermatitis Atopik (DA) adalah kelainan kulit kronis yangsangat gatal, umum dijumpai, ditandai oleh kulit yang kering, inflamasi dan eksudasi, yang kambuhkambuhan. Kelainan biasanya bersifat familial, dengan riwayat atopi pada diri sendiriataupun keluarganya. Istilah atopi berasal dari kata atopos (out of place). Atopi ialah kelainan dengan dasar genetik yang ditandai oleh kecenderungan individu untuk
membentuk antibodi berupa imunoglobulin E (IgE) spesifik bila berhadapan dengan alergen yang umum dijumpai, serta kecenderungan untuk mendapatkan penyakit penyakit asma, rhinitis alergika dan DA, serta beberapa bentuk urtikaria.4 Berbagai faktor dapat memicu DA, antara lain alergen makanan, alergen hirup, berbagai bahan iritan, dan stres. Besar peran alergen makanan dan alergen hirup ini masih kontroversial. Meski pada pasien DA kerap dijumpai peningkatan IgE spesifik terhadap kedua jenis alergen ini, tidak selalu dijumpai korelasi dengan kondisi klinisnya. Hasil tes positif terhadap suatu alergen, tidak selalu menyatakan alergen tersebut sebagai pemicu DA, tetapi lebih menggambarkan bahwa pasien telah tersensitasi terhadapnya. Secara umum, alergen makanan lebih berperan pada DA usia dini. Seiring dengan penambahan usia, maka peran alergen makanan akan digantikan oleh alergen hirup. Selain itu, memang terdapat sekitar 20% penderita DA tanpa peningkatan IgE spesifik, yang dikenal sebagai DA tipe intrinsik. Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan adanya riwayat atopik (dalam keluarga maupun sendiri). Secara klinis, terdapat 3 fase/bentuk yang lokasi dan morfologinya berubah sesuai dengan pertambahan usia. Pada fase bayi lesi terutama pada wajah, sehingga dikenal sebagai eksim susu. Pada fase anak, terutama pada daerah lipatan kulit, kulit, khususnya lipat siku dan lutut. Pada fase dewasa lebih sering dijumpai pada tangan, kelopak mata dan areola mammae. Penyebab pasti kekhususan pada distribusi anatomi ini belum diketahui. Terdapat beberapa kriteria untuk menegakkan diagnosis DA yaitu kriteria Hanifin dan Rajka, kriteria Williams, kriteria UK Working Party, SCORAD (the scoring of atopic dermatitis) dan EASI (the eczema area and severity index). Selama 2 dekade terakhir ini, berbagai upaya dilakukan untuk membuat standar evaluasi DA. Idealnya, kriteria ini harus efisien, sederhana, komprehensif, konsisten, dan fleksibel. Selain itu juga dapat menilai efektivitas terapi yang diberikan. Tetapi, kriteria yang sering digunakan karena relatif praktis ialah kriteria Hanifin dan Rajka.5 2. Dermatitis Seboroik (DS) Dermatitis Seboroik (DS) merupakan dermatitis denga distribusi terutama di daerah yang kaya kelenjar sebasea. Lesi umumnya simetris, dimulai di daerah yang berambut dan meluas meliputi skalp, alis, lipat nasolabial, belakang telinga, dada, aksila dan daerah lipatan kulit. Penyebab pasti DS belum diketahui, walaupun banyak faktor
dianggap berperan, termasuk faktor hormonal, genetik dan lingkungan. DS dianggap merupakan respons inflamasi terhadap organisme Pityrosporum ovale. Secara klinis kelainan ditandai dengan eritema dan skuama yang berbatas relatif tegas. Skuama dapat kering, halus berwarna putih (dikenal sebagai pitiriasis sika) sampai berminyak kekuningan. DS umumnya tidak disertai rasa gatal. Bentuk yang banyak dikenal dan dikeluhkan pasien adalah ketombe/dandruft. Pada beberapa kasus, kelainan DS sulit dibedakan dari DA. Sebagai pegangan dapat dikatakan bahwa adanya kelainan di lengan dan tungkai lebih mengarah pada DA, sedangkan kelainan di ketiak lebih mengarah kepada DS. Pada DS umumnya tidak dijumpai rasa gatal. Berbeda dengan DA, pada kelainan DS di daerah lipatan kulit, sering dijumpai infeksi sekunder baik infeksi bakteri maupun kandida. 3. Intertrigo (Dermatitis Intertriginosa/DI) Intertrigo
merupakan
istilah
umum
untuk
kelainan
kulit
di
daerah
lipatan/intertriginosa, yang dapat berupa inflamasi maupun infeksi bakteri atau jamur. Sebagai faktor predisposisi ialah keringat/kelembaban, kegemukan, gesekan antar 2 permukaan kulit dan oklusi. Dalam kondisi seperti ini, mudah sekali terjadi superinfeksi oleh Candida albicans, yang ditandai oleh eritema berwarna mer ah-gelap, dapat disertai papulpapul eritematosa di sekitarnya (lesi satelit). 4. Pitiriasis Alba (PA) Pitiriasis Alba (PA) terbanyak terjadi pada usia 3-16 tahun dan dianggap merupakan manifestasi DA dengan penyebab yang tidak diketahui pasti. Secara klinis terlihat bercak hipopigmentasi dengan sedikit skuama halus dalam berbagai bentuk dan ukuran, terutama di daerah wajah. Pada individu berkulit gelap, kelainan ini sangat mengganggu secara kosmetik, yang merupakan penyebab utama penderita ke dokter. 5. Dermatitis Numularis (DN) Dermatitis Numularis (DN) ditandai oleh bercak yang sangat gatal, bersisik, berbentuk bulat, berbatas tegas (berbeda dari dermatitis pada umumnya), dengan vesikel-vesikel kecil di bagian tepi lesi. Pada DN sering dijumpai penyembuhan pada bagian tengah lesi (central clearing), tetapi secara klinis berbeda dari bentuk lesi tinea. Pada kelainan ini bagian tepi lebih vesikuler dengan batas relatif kurang tegas. Kata numular diambil dari bahasa Latin nummulus yang berarti koin kecil=diskoid. DN lebih
sering dijumpai pada usia dewasa dibanding pada anak-anak. Terdapat berbagai variasi bentuk klinis, antara lain DN pada tangan dan lengan, DN pada tungkai dan badan, dan DN bentuk kering. DN merupakan kelainan yang kambuh-kambuhan. Pada setiap kekambuhan dapat muncul lesi tambahan, tetapi umumnya lesi awal selalu menjadi aktif kembali. 6. Pompoliks atau Dishidrosis Pompoliks (bubble) ialah kelainan yang sering dijumpai, ditandai oleh munculnya vesikel-vesikel yang ‘deep seated”, secara tiba-tiba, yang dapat berkonfluensi membentuk bula di telapak tangan (cheiropompolyx) dan kaki (podopompolyx) tanpa eritema, disertai keluhan rasa gatal hebat, dan sering kambuh. Saat tenang kelainan ditandai dengan eritema ringan, kulit telapak yang kering, kadangkadang menebal dan sering berfisurasi. Sebagian kasus pompoliks dapat merupakan bentuk reaksi iritasi (misalnya akibat kontak dengan deterjen), maupun reaksi alergi (misalnya kontak dengan bahan yang mengandung nikel), ataupun reaksi ‘id’ akibat infeksi bakteri atau jamur di bagian tubuh lainnya. Tetapi, sebagian lainnya adalah dishidrosis yang idiopatik. Pernah pula dilaporkan adanya pompoliks yang dicetuskan oleh pajanan sinar matahari, yang dianggap merupakan varian yang jarang terjadi.15 7 . Neurodermatitis Lichen Simplex Chronicus (LSC) Istilah LSC diambil dari kata likenifikasi yang berarti penebalan kulit disertai gambaran relief kulit yang semakin nyata. Patogenesisnya belum diketahui secara pasti, tetapi kelainan sering diawali oleh cetusan gatal yang hebat, misalnya pada insect bite. Likenifikasi ini merupakan respons kulit terhadap gosokan dan garukan yang berulangulang. Oleh karena itu, proses likenifikasi sering dijumpai pada individu dengan riwayat atopik karena kelompok tersebut mempunyai ambang rasa gatal yang relatif lebih rendah. Dianggap terdapat variasi rasial dalam hal kemampuan seseorang untuk bereaksi likenifikasi ini dan dikatakan reaksi lebih sering terjadi pada ras Mongol. Diagnosis LSC digunakan bila pada seorang pasien dijumpai likenifikasi tanpa ada predisposisi atopik sebagai dasar. Istilah LSC sering disamakan dengan neurodermatitis karena diketahui faktor stres emosional dapat merupakan faktor yang sangat berperan. Tetapi, disarankan agar penggunaan istilah neurodermatitis dibatasi saja, agar kita te rus berupaya mencari kemungkinan faktor lain dan tidak terpaku hanya pada faktor stres saja. Secara klinis gejala utama yang dijumpai ialah rasa gatal hebat pada area
likenifikasi. Rasa gatal ini hilang timbul, dapat dipicu oleh faktor stres ataupun oleh rabaan/sentuhan saja. Sensasi gatal ini akan diikuti oleh kecenderungan untuk menggaruk berulang-ulang. Kelainan jarang dijumpai pada an ak-anak, umumnya pada orang dewasa dan puncaknya pada usia 30-50 tahun. Tempat predileksinya ialah bagian belakang leher, tungkai bawah dan pergelangan kaki, serta sisi ekstensor lengan bawah. LSC pada bagian belakang leher yang dikenal sebagai lichen nuchae umumnya hanya dijumpai pada wanita saja. 8. Dermatitis Stasis (DSt) Kelainan ini merupakan akibat lanjutan hipertensi vena ( yang umumnya terjadi di tungkai bawah) dan trombosis. Oleh karena itu, biasanya sebelum muncul Dst, pasien sering mengeluh rasa berat di tungkai disertai nyeri saat berdiri dan edem. DSt lebih banyak terjadi pada wanita usia pertengahan atau lanjut, kemungkinan karena efek hormonal serta kecenderungan terjadinya trombosis vena dan hipertensi saat kehamilan.Secara klinis biasanya terlihat kelainan di sisi medial yang dapat meluas ke seputar pergelangan kaki dalam berbagai gradasi. Awalnya dimulai dengan penebalan kulit dan skuamasi yang diikuti oleh likenifikasi. Kelainan diperberat oleh adanya garukan atau gosokan. Selanjutnya terjadi eksematisasi yang dapat muncul secara perlahan-lahan maupun mendadak. Pada bentuk yang berat, dapat terjadi ulserasi yang dikenal sebagai ulkus venosum. Saat penyembuhan seringkali kulit menjadi tipis, mengkilat dan hiperpigmentasi. Pada bagian proksimal lesi biasanya dijumpai adanya dilatasi dan varises vena-vena superfisialis. Pengolesan obat-obat tertentu kadangkadang memperberat kelainan, yang menjadi alasan utama pasien datang ke dokter. 9. Dermatitis Asteatotik (DAst) Dermatitis Asteatotik (DAst) disebut juga sebagai xerosis eczema craquele = winter itch. Gambaran klinisnya karakteristik ditandai oleh skuama halus, kering dan kulit yang pecah-pecah, yang dapat mengalami inflamasi dan menjadi kemerahan. Kelainan umumnya terjadi di tungkai bawah. DAst lebih sering dijumpai pada wanita usia pertengahan ke atas.
C. Faktor Risiko dan Pencetus
Dermatitis atopik merupakan suatu penyakit keradangan kulit yang kronik, ditandai dengan rasa gatal, eritema, edema, vesikel, dan luka pada stadium akut, pada stadium kronik ditandai dengan penebalan kulit
(likenifikasi) dan distribusi lesi
spesifik sesuai fase DA, keadaan ini juga berhubungan dengan kondisi atopik lain pada penderita ataupun keluarganya. Penyebab dermatitis tidak diketahui dengan pasti, diduga disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan (multifaktorial). Faktor intrinsik berupa predisposisi genetik, kelainan fisiologi dan biokimia kulit, disfungsi imunologis, interaksi psikosomatik dan disre gulasi/ketidakseimbangan sistem saraf otonom, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi bahan yang bersifat iritan dan kontaktan, alergen hirup, makanan, mikroorganisme, perubahan temperatur, dan trauma. Mikroorganisme utamanya adalah Staphylococcus aureus (SA). Pada penderita DA didapatkan perbedaan yang nyata pada jumlah koloni Staphylococcus aureus dibandingkan orang tanpa atopik. Adanya kolonisasi Staphylococcus aureus pada kulit dengan lesi ataupun non lesi pada penderita dermatitis atopik, merupakan salah satu faktor pencetus yang penting pada terjadinya eksaserbasi, dan merupakan faktor yang dikatakan mempengaruhi beratnya penyakit. Faktor-faktor risiko terjadinya dermatitis secara umum antara lain predisposisi genetik, sosioekonomi, polusi lingkungan, jumlah anggota keluarga. Sedangkan faktor-faktor pencetus terjadinya dermatitis secara umum antara lain alergen, bahan iritan, infeksi, faktor psikis dan lainlain3. Faktor-faktor yang umum terkait dengan dermatitis yaitu: 1. Suhu dan Kelembaban Lingkungan terdapat beberapa potensial bahaya yang perlu diperhatikan seperti kelembaban udara dan suhu udara. Kelembaban udara dan suhu udara yang tidak stabil dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak. Kelembaban rendah menyebabkan pengeringan pada epidermis. 2. Usia Kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena dermatitis. Kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia 40 tahun.
Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya karena menipisnya lapisan basal. Produksi sebum menurun tajam, hingga banyak sel mati yang menumpuk karena pergantian sel menurun. 3. Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Dalam hal penyakit kulit perempuan dikatakan lebih berisiko mendapat penyakit kulit dibandingkan dengan pria. Dibandingkan dengan pria, kulit wanita memproduksi lebih sedikit minyak untuk melindungi dan menjaga kelembapan kulit, selain itu juga kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis, terlihat dari beberapa penelitian. 4. Ras Faktor individu yang meliputi jenis kelamin, ras dan keturunan merupakan pendukung terjadinya dermatitis. Ras Manusia adalah karakteristik luar yang diturunkan secara genetik dan membedakan satu kelompok dari kelompok lainnya. Bila dikaitkan dengan penyakit dermatitis, ras merupakan salah satu faktor yang ikut berperan untuk terjadinya dermatitis. Kulit putih lebih rentan terkena dermatitis dibandingkan dengan kulit hitam. 5. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya Dalam melakukan diagnosis dermatitis kontak dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi terhadap obat-obatan tertentu) dan riwayat penyakit sebelumnya. 6. Personel Hygiene Kebersihan Perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan perawatan badan. Kebersihan perorangan dapat mencegah penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan melakukan pencegahan alergi kulit, kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan kimia. Kebersihan perorangan yang dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak antara lain: a. Mandi
Personal hygiene dapat digambarkan melalui kebiasaan membersihkan diri. Kebiasaan kuantitas dan kualitas berpengaruh terhadap kulit.
b. Mencuci tangan Tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak. Kebiasaan mencuci tangan yang buruk justru dapat memperparah kondisi kulit yang rusak. c. Pakaian Kebersihan pakaian kerja juga perlu diperhatikan. Sisa kotoran yang menempel di baju dapat menginfeksi tubuh bila dilakukan pemakaian berulang kali. Hal tersebut diperkuat dengan kenyataan, bahwa kelompok lansia lebih banyak menderita penyakit yang menyebabkan ketidakmampuan dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Keadaan tersebut masih ditambah lagi bahwa lansia biasanya menderita berbagai macam gangguan fisiologi yang bersifat kronik, juga secara biologik, psikis, sosial ekonomi, akan mengalami kemunduran. Perubahan kondisi fisik pada lansia yang turut menyertai menurunnya kesehatan kulit terkait dengan semakin menurunnya kemampuan fungsional sehingga menjadi tergantung kepada orang laindalam kebiasaan higiene perorangan. D.
Patofisiologi
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis k ontak alergik sangat
tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut. Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu : a.Fase Sensitisasi Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell). Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition). Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik. b.Fase elisitasi Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel
Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan. E.
MANIFESTASI KLINIK
Subyektif ada tanda – tanda radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema at au pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (function laisa).Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tgas an terdapt lesi polimorfi yang dapat timbul scara serentak atau beturut-turut. Pada permulaan eritema dan edema.Edema sangat jelas pada klit yang longgar misalya muka (terutama palpebra dan bibir) dan genetelia eksterna .Infiltrasi biasanya terdiri atas papul. Dermatitis madidans (basah) bearti terdapat eksudasi.Disana-sini terdapat sumber dermatitis, artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula atau pustule, jika disertai infeksi.Dermatitis sika (kering) berarti tiak madidans bila gelembung-gelumbung mongering maka akan terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut ematiti sika.Pada stadium tersebut terjadi deskuamasi, artinya timbul sis ik. Bila proses menjadi kronis tapak likenifikasi dan sebagai sekuele telihat hiperpigmentai tau hipopigmentasi.
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Laboratorium a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin b. Urin : pemerikasaan histopatologi
2.
Penunjang (pemeriksaan Histopatologi) Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak iritan. Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen, seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah besar sel langerhans di e pidermis. Saat itu antigen
terlihat di membran sel dan di organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya.
G.
KOMPLIKASI
1.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2.
Infeksi sekunder khususnya oleh Stafilokokus aureus
3.
hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi
4.
jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi
H. Penanganan Dermatitis
Berbagai jenis dermatitis memerlukan upaya terapetik masingmasing, sesuai dengan jenisnya. Secara umum prinsip terapinya adalah serupa dan pengobatan utamanya adalah dengan preparat kortikosteroid (KS). Penanganan dimulai dengan pemastian adanya dermatitis, kemudian sedapat mungkin menghindari faktor pencetus dan atau faktor pemberat kelainan. Kondisi klinis lesi perlu diperhatikan hal ini penting karena prinsip dasar dermatoterapi yang telah dikenal sejak lama perlu diterapkan yakni lesi yang ‘basah’ harus diterapi secara ‘basah’ dan sebaliknya lesi ‘kering’ diterapi secara ‘kering’.Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah suatu obat yang pemilihan jenisnya juga ditentukan oleh kondisi klinis kelainan. Upaya pertama adalah menghindari bahan-bahan yang bersifat i ritan (misalnya deterjen dan sabun tertentu), karena cenderung mengakibatkan kulit menjadi lebih kering, yang menambah keluhan rasa gatal. Upaya berikutnya adalah penggunaan KS sebagai antiinflamasi. Kadang-kadang diperlukan preparat kombinasi antara KS dengan antibiotika ataupun KS dengan antimikotik. Pada
beberapa kasus diperlukan kombinasi dengan pengobatan sistemik (steroid, antihistamin maupun antibiotika) sesuai dengan kebutuhan. Higiene perorangan
1. Pengertian Higiene perorangan Pengertian
Higiene
adalah
usaha
kesehatan
masyarakat
yang
mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatannya. Higiene perorangan berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan seseorang adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Higiene perorangan termasuk ke dalam tindakan pencegahan primer yang spesifik. Higiene perorangan menjadi penting karena higiene perorangan yang baik akan meminimalkan pintu masuk (portal of entry) mikroorganisme yang ada dimana-mana dan pada akhirnya mencegah seseorang terkena penyakit. Higiene perorangan yang tidak baik akan mempermudah tubuh terserang berbagai penyakit, salah satunya penyakit kulit. Tujuan dari penatalaksanaan Higiene perorangan yaitu: a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang b. Memelihara kebersihan diri seseorang c. Memperbaiki higiene perorangan yang kurang d. Mencegah penyakit, salah satunya penyakit kulit e. Menciptakan keindahan f. Meningkatkan rasa percaya diri. Berbagai faktor dapat mempengaruhi Higiene perorangan, secara umum sebagai berikut6:
a. Body image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya. b. Praktik sosial Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola higiene personal. c. Status sosial-ekonomi Higiene personalmemerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya d. Pengetahuan Pengetahuan higiene perorangan sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.. e. Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan. f. Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan dirinya seperti penggunaan sabun, sampo, dan lain-lain. g. Kondisi fisik Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukan.
Tindakan-Tindakan Higiene perorangan Tindakan yang termasuk dalam Higiene perorangan sebagai berikut6,: a. Kebiasaan Mandi Manusia perlu mandi untuk menghilangkan bau, debu, dan sel-sel kulit yang sudah mati. Mandi bermanfaat untuk memelihara kesehatan, menjaga kebersihan, serta mempertahankan penampilan agar tetap rapi. Setelah mandi, manusia biasanya merasa segar, bersih, dan santai. Membersihkan diri seluruh tubuh menggunakan air yang bersih. Idealnya saat musim panas mandi 2 kali pagi dan sore. b. Pakaian Sebaiknya pakaian terbuat dari bahan yang mudah menyerap keringat karena produksi keringat menjadi banyak. Produksi keringat yang tinggi berguna untuk menghilangkan ekstra volume saat beraktifitas. Sebaiknya, pakaian agak longgar di daerah dada. Demikian juga dengan pakaian dalam, agar tidak terjadi iritasi (lecet) pada daerah sekitarnya akibat lochea . Mencuci pakaiansecara teratur dengan sabun dan keringkan di sinar matahari merupakan salah satu cara untuk mencegah terhindar dari penularan penyakit kulit seperti kudis atau koreng. Pakaian yang telah di pakai selama 12 jam, harus di cuci jika akan di gunakan kembali. c. Kebiasaan Menggunakan Handuk Penggunaan handuk merupakan salah salah satu bagian dari PHBS karena handuk di gunakan untuk mengeringkan badan setelah mandi dari sisa-s isa air yang masih menepel di kulit. Handuk juga dapat menjadi media transmisi penularan penyakit serta tempat kuman dan bakteri jika handuk tidak sering diganti atau sering menjemurnya di tempat yang lembab. Beberapacara yang dapat di gunakan untuk menjaga kebersihan handuk sebagai berikut : 1) Jemur handuk di tempat yang kering dan terkena matahari, agar tidak lembab dan tidak mudah ditumbuhi jamur 2) Ganti handuk setiap pemakaian 2-3 hari untuk mencegah handuk berbau dan mencegah tumbuhnya bakteri.
3) Pisahkan handuk dengan cucian lain 4) Cuci handuk dengan air biasa atau air hangat hingga suhu 60 derajat Celcius 5) Setrika handuk dengan temperatur sedang dan simpan pada tempat tertutup yang kering. d. Kebiasaan Mencuci Sprei Sprei sebagai alas tempat tidur harus selalu dijaga kebersihannya. Agar kita terhindar dari segala penyakit. Gunakan sprei yang dapat menyerap keringat. Untuk menjaga kebersihan sprei harus di cuci minimal 2 minggu sekali. Agar sprei tidak menjadi lembab dan menjadi sarang kuman dan bakteri. Saat mencuci sprei sebaiknya menggunakan sabun dan langsung di jemur di bawah terik sinar matahari agar kuman yang terdapat dalam sprei dapat mati karena panas sinar matahari. I. Asuhan Keperawatan
1.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN a.
Identitas Pasien
b.
Keluhan Utama.Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
c.
Riwayat Kesehatan. 1)
Riwayat penyakit sekarang Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
2)
Riwayat penyakit dahulu Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
3)
Riwayat penyakit keluarga Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
4)
Riwayat psikososial Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang berkepanjangan.
5)
Riwayat pemakaian obat Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat
d.
POLA FUNGSIONAL GORDON 1)
Pola persepsi dan penanganan kesehatan Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.
2)
Pola nutrisi dan metabolisme
Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi, siang dan malam )
Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah, pantangan atau alergi
Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayursayuran yang mengandung vitamin antioksidant
3)
Pola eliminasi
Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya
Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi.
4)
Pola aktivitas/olahraga
Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan pada kulit.
Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan ototnya karena yang terganggu adalah kulitnya
5)
Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas. Pola istirahat/tidur
Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang berhubungan dengan gangguan pada kulit
Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau tidak?
6)
Pola kognitif/persepsi
Kaji status mental klien
Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam memahami sesuatu
Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien. Identifikasi penyebab kecemasan klien
Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
Kaji apakah klien mengalami vertigo
Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah pada kulit.
7)
Pola persepsi dan konsep diri
Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri, apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya
Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi atau takut
Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
8)
Pola peran hubungan
Tanyakan apa pekerjaan pasien
Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti: pasangan, teman, dll.
Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan penyakit klien
9)
Pola seksualitas/reproduksi
Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya
Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait dengan menopause
Tanyakan
apakah
klien
mengalami
kesulitan/perubahan
dalam
pemenuhan kebutuhan seks 10) Pola koping-toleransi stress
Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau perawatan diri )
Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat.
11) Pola keyakinan nilai
Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang yang dekat kepada Tuhannya lebih berfikiran positif.
Diagnosa : Kerusakan Integritas Kulit Definisi : Perubahan struktur epidermis atau dermis. DS : • Usia ekstrim • Perubahan sensasi DO : • Gangguan pada permukaan kulit (epidermis) • Kerusakan pada lapisan kulit (dermis) • Invasi dari struktur tubuh • Perubahan pigmentasi NOC Allergic Response: Localized-0705
Gatal didaerah lokal
Kemerahan di daerah lokal
Penurunan suhu di daerah lokal
Edema di daerah lokal
Nyeri di daerah lokal
Pruritus Management
Granuloma di daerah lokal
skala pengukuran 1-5 : 1 : ekstrim, 2 :berat, 3 : sedang 4 : ringan 5 : tidak ada gangguan
NIC
Berikan krim pelembab atau lotion ke lokasi yang kering Tempelkan es batu untuk mengurangi rasa gatal Instruksikan pada pasien untuk menghindari sabun antiseptik, sabun yang memiliki wangi untuk mengurangi kulit menjadi kering dan iritasi Instruksikan pada pasien berkeringat terlalu banyak
untuk
tidak
Diagnosa : Resiko Infeksi Definisi : rentan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen, yang dapat membahayakan kesehatan Data objektif : terdapat luka akibat garukan NOC Tissue Integrity : Skin & Mucous membrane-1101 Temperatur kulit Sensasi Hidrasi kulit Texture kulit
Skala pengukuran : 1 : sangat terganggu ,
NIC Pruritus Management Instruksikan kepada pasien agar selalu menjaga kukunya selalu pendek
Instruksikan pada pasien untuk tidak selalu menggaruk area yang gatal Instruksikan kepada pasien agar selalu mandi minimal 2x sehari Ajarkan pasien cuci tangan yang benar
2 : terganggu berat, 3 : terganggu sedang 4 : terganggu ringan 5 : tidak ada gangguan
Jaringan scar Kemerahan Nekrosis
skala pengukuran 1-5 : 1 : ekstrim, 2 :berat, 3 : sedang 4 : ringan 5 : tidak ada gangguan
Diagnosa : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit Definisi : Merasa kurang nyaman, lega, dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan, budaya, dan/atau sosial.
NOC Comfort Status
Dapat mngontrol gejala
Relaksasi otot
NIC Pruritus Management
skala pengukuran 1-5 : 1 : ekstrim, 2 :berat, 3 : sedang 4 : ringan 5 : tidak ada gangguan
Menentukan penyebab dari rasa gatal yang ditimbulkan Menggunakan krim dan lotion anti pruritis sesuai dengan medikasi Instruksikan pada pasien untuk menghindari keringat, cuaca panas, dan aktivitas yang berlebihan Menggunakan krim antihistamin
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda S, Sularsito. (2005). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31. Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mc Closkey, C.J., et all . 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi. Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner Suddarth’s Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung Waluyo…..(et.al.). ed 8 Vol 3 J akarta: EGC. Widhya. (2011). Askep Dermatitis. Diaskes pada tanggal 28 April 2012 pada http:///D:/LAPORAN%20POROFESI%20NERS%202012/MEDICAL%20BEDAH/SU MBER%20DERMATITIS/askep-dermatitis.html