DERMATITIS ATOPIK I. PENDAHULUAN Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit kulit relaps yang kronik yang pada umumnya kebanyakan terjadi selama masa infantil dan masa kanak-kanak. Penyakit dermatitis atopik ini biasanya berhubungan dengan elevasi level serum IgE dan dari riwayat penderita atau dari riwayat keluarga penderita dermatitis atopik, rhinitis alergika, dan/atau asma. Tidak ada satu ciri istimewa dari dermatitis atopik atau suatu tes laboratorium untuk mendiagnosis penyakit tersebut. 1,2 Adapun sinonim dari dermatitis atopik, antara lain : ekzema atopik konstitusional
, ekzema alergik 4 , ekzema infantil 4 ekzema fleksural
6,5
3,4,5
, ekzema
, IgE dermatitis
4,5
, neurodermatitis diseminata 1,4,5,6, prurigo Besnier. 4,5,6,7,8
3
Menariknya, dari hasil penelitian ditemukan bahwa prevalensi dermatitis atopik lebih rendah pada negara-negara agraris seperti Cina dan Eropa Timur, Afrika Tengah, dan Asia Tengah. 1 Penyakit dermatitis atopik ini biasanya ditemukan mulai dari umur 2 bulan dan sekitar 1 tahun pada 60% pasien, 30% terlihat pertama kali pada usia 5 tahun, dan hanya 10% timbul dermatitis atopik antara usia 6 sampai 20 tahun. Dermatitis atopik sangat jarang muncul pada usia dewasa. 1,3,9 Sebanyak 60% orang tua yang menderita dermatitis atopik, mempunyai anak yang juga menderita penyakit yang sama. Prevalensi pada anak tinggi, yaitu sekitar 80% apabila kedua orang tuanya menderita dermatitis atopik. 1,3 Hasil penelitian yang telah dilakukan mengatakan bahwa wanita lebih beresiko terkena dermatitis atopik dibanding laki-laki dengan ratio wanita berbanding laki-laki 1,3:1. Wanita juga mempunyai prognosis yang lebih buruk. 1,3 II. ETIOLOGI Etiologi yang pasti dari penyakit ini hingga kini belum diketahui. Beberapa kelainan fisiologik dan imunologik telah dicatatkan, tetapi defek yang digarisbawahi belum ditetapkan. Kebanyakan berupa reaksi hipersensitifitas tipe I, respon imun IgE, dan imunitas cell mediated tipe IV. 3,10
1
Dermatitis atopik merupakan akibat dari interaksi yang kompleks dari faktor genetik, lingkungan, maupun immunologik. 2,11 Produksi dari gejala klinik tergantung dari pengaruh sejumlah konstitusional dan faktor presipitasi. Apapun yang dapat membuat kulit menjadi kering dapat mengakibatkan eksaserbasi dari dermatitis atopik. Pemicu yang potensial menyebabkan eksaserbasi tersebut, termasuk di dalamnya yaitu mandi atau berendam yang berlebihan, mencuci tangan, menjilat bibir, berkeringat, atau berenang. Kontak dengan cairan pelarut, deterjen, deodoran, kosmetik, dan sabun dapat juga menyebabkan eksaserbasi penyakit ini. Juga memakai pakaian yang ketat atau mengepas di badan yang terlalu lama juga dapat menyebabkan masalah. 7 Terpapar panas yang berkepanjangan dan berlebihan dapat memicu terjadinya penyakit ini. Seperti mandi dengan air panas, berpakaian yang berlebihan, menggunakan selimut elektrik atau pelapis penghangat, dan terpapar dengan kelembaban yang tinggi. Ada juga yang termasuk faktor resiko terjadinya penyakit ini, antara lain: 7,10 q
Kulit yang terinfeksi
q
Emosi dan stress
q
Iritasi oleh pakaian dan bahan kimia
q
Iklim panas atau dingin yang berlebihan
q
Alergi makanan pada anak-anak (masih kontroversial)
q
Terpapar oleh asap tembakau
III. PATOFISIOLOGI a. Elevasi IgE dan respon inflamasi Peran IgE pada dermatitis atopik masih belum diketahui. IgE meningkat dalam serum pada banyak pasien dengan dermatitis atopik, tetapi 20% dari pasien dermatitis atopik mempunyai jumlah IgE dalam serum yang normal, dan tidak ada reaktivitas alergen. Level IgE tidak begitu penting hubungannya dengan aktivitas penyakitnya. 1,2,3,9,10,11,12,13
Ada banyak teori mengenai mekanisme inflamasi pada dermatitis atopik,yaitu: 3,7,12,13
2
1. Dermatitis atopik menstimulasi sel T secara berlebihan. Bukti yang mendukung termasuk di dalamnya yaitu level yang tinggi dari sel T aktif pada lesi kulit dan peningkatan produksi IL-4 oleh sel T. 2. Dermatitis atopik menghiperstimulasi antigen presenting cells (APC). Sel Langerhan (LCs) dari pasien dermatitis atopik, distimulasi oleh IL-4, mempunyai kapasitas yang lebih untuk menstimulasi sel T. Makrofag pada penderita dermatitis atopik menghasilkan IL-10, yang menstimulasi respon sitokin Th2. 3. Makrofag pada dermatitis atopik meningkat dalam aktivitas dari fosfodiesterase yang mendegradasi siklik AMP (cAMP). Penurunan level cAMP bernilai dalam hiperaktivitas sel-sel imun yang kompeten. Dari penelitian, fosfodiesterase isoenzim tipe 4 (PDE4) inhibitor membuktikan pasien dermatitis atopik secara klinik. b. Eosinofilia Eosinofil mungkin merupakan sel yang memberikan efek yang besar dalam dermatitis atopik. Jumlah eosinofil darah kira-kira berhubungan dengan beberapa penyakit, meskipun banyak pasien dengan beberapa penyakit menunjukkan jumlah eosinofil darah tepi yang normal. Pasien dengan jumlah eosinofil normal biasanya pada pasien dengan dermatitis atopik saja, sedangkan pasien dengan dermatitis atopik bersamaan dengan alergi respiratorik umumnya terjadi peningkatan jumlah eosinofil darah tepi. Tidak ada akumulasi eosinofil pada jaringan, meskipun degranulasi dari eosinofil pada kulit melepaskan protein-protein dasar yang mungkin menginduksi histamin yang dilepaskan dari basofil dan sel mast dan menstimulasi gatal-gatal, iritasi, dan likenifikasi. 2,14 c. Reduced Cell-Mediated Immunity Beberapa fakta memberikan sugesti bahwa pada pasien dermatitis atopik terjadi gangguan cell-mediated immunity. Pada pasien mungkin terjadi infeksi kutaneus yang difus dengan virus herpes simpleks (ekzema herpeticum) dengan atau tanpa dermatitis. Ibu dengan herpes labialis yang aktif harus menghindarkan kontak langsung dari lesinya yang aktif dengan kulit anaknya, seperti dalam bentuk ciuman, terutama jika anaknya juga terkena dermatitis. 2 d. Aeroalergen Aeroalergen
mungkin
memegang
peranan
yang
sangat
penting
dalam
menyebabkan lesi dermatitis.1,2
3
IV. GAMBARAN KLINIS Dermatitis atopik merupakan penyakit yang berfluktuasi, bersifat kronik residif dan sangat gatal dengan manifestasi klinis berupa : 1,3,7,9,12,13,15 -
Gatal yang cukup hebat dan garukan menyebabkan lesi makin parah
- Makula eritomatous, papel atau papulovesikel - Daerah eksematous yang berkrusta - Likenifikasi dan ekskoriasi - Kekeringan dari kulit dan infeksi sekunder Berdasarkan gambaran klinis dan umur penderita saat timbulnya gejala penyakit maka DA terbagi ke dalam 3 tipe yakni : 1. Tipe bayi (infantil type) 2,3,4,7,10,12,13,16 Infant jarang lahir dengan eksema atipik, tetapi perkembangan tipikal merupakan tanda pertama dari inflamasi sepanjang triwulan I. Dari semua kasus DA 6 % biasanya timbul pada usia kurang lebih 2 bulan. Kategori tipe infantil adalah dermatitis atopik yang timbul pada usia 2 bulan sampai 2 tahun.2,12 Umumnya diawali sebagai suatu plak eritematous yang cukup gatal pada pipi disertai dengan berkembangnya vesikel-vesikel intraepidermal berkelompok, edema, erosi dan madidans yang kemudian ruptur dan pecah menghasilkan lesi kulit basah dengan daerah berkrusta. Lesi kulit terlihat seperti akibat garukan dan gosokan. 3,4,13,16 Tipe ini cenderung residif, akan tetapi pada sebagian besar kasus, proses penyakit dapat menghilang pada usia 2-3 tahun.4,13,16 Wajah bayi, utamanya kedua pipi sering menjadi tempat pertama yang terkena dematitis atopik. Erupsi kulit ini dengan cepat akan menyebar ke bagian tubuh yang lain yakni
kepala, leher, dahi, pergelangan tangan dan bagian ekstensor ekstremitas.
Ekstensor merupakan salah satu tempat predileksi umumnya. Daerah popok bayi sering terkena akibat berkurangnya kelembapan akibat penggunaan popok bayi yang terlalu lama diganti.7,9,10,13,16
4
A
B
C
Gbr. 1 A,B, C Dermatitis atopik Tipe Bayi (Infantil) dengan predileksi daerah pipi
1
2. Tipe anak-anak (childhood type) 2,3,10,13,16 Merupakan lanjutan dari tipe bayi/infantil atau dapat timbul sendiri pertama kali biasanya pada umur 2 -12 tahun. Biasanya tipe anak-anak berkembang pada usia sekolah dan dapat pula menghilang pada usia belasan. 2,16 Karakteristik penampakan yang terbanyak dan paling umum dari dermatitis atopik pada fase kanak-kanak adalah inflamasi pada daerah fleksura. Lesi biasanya kurang eksudatif atau tidak basah dan dimulai dengan eritem yang cukup gatal, papel infiltrat dengan sedikit bersisik (skuama) erosi dan krusta. Bila proses berlangsung kronis sering terlihat adanya likenifikasi awal serta hiperpigmentasi. Lipatan Dennie Morgan adalah lipatan kulit di bawah lipatan mata yang sering ditemukan pada anak-anak dengan dermatitis atopik.2,3,5,13 Predileksi timbulnya lesi terutama pada fossa antekubiti, poplitea, daerah fleksor pergelangan tangan, pergelangan kaki, wajah dan leher. Sebagian besar dari tipe ini akan menghilang pada usia pubertas. 2,3,7,9,10,12,13
A
B
C
Gbr. 2. A, B, C Dermatitis Atopik Tipe Anak-anak dengan predileksi di paha dan lengan. **
3. Tipe dewasa (adult type) 1,2,12,13,16 1
dan ** dikutip dari kepustakaan 16
5
Tipe ini adalah mirip dengan yang ditemukan pada tipe anak-anak. Tipe ini merupakan kelanjutan dari tipe bayi dan anak-anak ataupun dapat timbul sendiri pertama kali. Fase dewasa dari dermatitis atopik dimulai sekitar awal pubertas. Alasan terjadi inflamasi hingga saat ini belum dimengerti, tetapi mungkin saja berhubungan dengan perubahan hormonal atau fase stres. 2,10 Bentuk lesi dari tipe ini selalu kering, diawali dengan plak eritem, vesikel atau papel, bersisik (skuama) disertai gatal hebat dan adanya likenifikasi. Secara umum kulit akan tampak kering, cenderung menebal serta adanya hiperpigmentasi . Kulit orang dewasa dengan DA cenderung lebih kering dan likenifikasi daripada anak-anak. 1,12,13,16 Predileksi erupsi kulit secara klasik ditemukan pada daerah fossa kubiti dan poplitea, leher depan dan belakang, dahi serta daerah sekitar mata. 1,12,13,16 Distribusi pada wajah, lengan atas dan punggung biasanya berhubungan dengan daerah pengeluran keringat yang paling banyak. 1 Dematitis atopik pada orang dewasa sebagian besar akIbat faktor yang berhubungan dengan pekerjaan, yakni dermatitis kontak iritan. Paling sering mengenai tangan yang sering bersentuhan dengan air dan detergen. Dematitis ini sering disebut dengan hand dermatitis.
2,12
A
B
C
D
Gbr 3 A, B, C, D Dermatitis Atopik Tipe Dewasa dengan tempat predileksi di daerah dada, punggung, lutut dan tangan. 1
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1
dikutip dari kepustakaan 16
6
Diagnosis
dari
dermatitis
atopik
biasanya
berdasarkan
anamnesis
dan
pemeriksaan fisis. Pemeriksaan laboratorium biasanya digunakan pertama kali dalam proses diagnosis meliputi tes kulit dan serum untuk melihat kenaikan immunoglobulin E (IgE). Selain itu berupa pemeriksaan eosinofil, TNF-a, Sel T. Uji tusuk untuk debu dan uji tempel untuk makanan dan pemeriksaan biakan dan resistensi kuman. 1,9 Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan dermatitis atopik lebih terperinci sebagai berikut : 3 a. Kultur bakteri Kolonisasi Staphylococcus aureus umumnya ada pada kulit, hampir 90% pasien dengan DA akan mendapat infeksi sekunder. b. Kultur virus Biasanya dapat ditemukan infeksi dari virus herpes simpleks c. Pemeriksaan laboratorium Sebagaimana disebutkan tadi terdapat
peningkatan IgE serum dan eosinofil.
Serum IgE, meningkat pada sebagian besar pasien (85%) dengan hasil tes kulit positif atau serum IgE yang mengarah pada berbagai macam makanan, inhalan dan alergen mikrobakteri. 1, 14 d. Dermatopatologi Jika dilakukan biopsi akan didapatkan penebalan dan hiperkeratosis epidermis, akantosis, akumulasi cairan interseluler dan intraseluler. Lapisan dermis memperlihatkan inflamasi perivaskuler. 7,9 Berbagai macam tingkat akantosis dengan intraepidermal interseluler edema (spongiosis). Infiltrat dermal terdiri dari limfosit, monosit dan sel mast dengan sedikit atau tidak sama sekali eosinofil. 1,2,4,14
7
Gbr. 4 Gambaran Histopatologi Dermatitis Atopik sebelum (A) dan sesudah (B) pengobatan 1
VI. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang ditemukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis dimana ditemukan morfologi lesi pada kulit. Ketika diagnosis klinis telah dapat ditetapkan, pemeriksaan laboratorium biasanya pada umumnya tidak diperlukan lagi. 3,7,9,15 Untuk menegakkan diagnosis dermatitis atopik, pada tahun 1980 telah dibuat kriteria Hanafin dan Rajka. Selain itu ada kriteria William dan kriteria Svennson dan kriteria berdasarkan indeks scorad. 2,6,8,10 a. Kriteria Hanafin Rajka 1,2,6,10,13 Di Indonesia sering dipakai sebagai panduan diagnosis adalah kriteria Hanafin & Rajka terdiri dari : Kriteria Major -
Pruritus/ gatal
-
Morfologi dan distribusi lesi kulit yang khas yakni pada bayi dan anak pada daerah wajah dan ekstensor, sedangkan tipe dewasa pada daerak fleksural dengan likenifikasi.
-
Dermatitis bersifat kronik atau sering berulang
-
Ada riwayat atopik keluarga atau diri sendiri
Kriteria Minor 1
* dikutip dari kepustakaan 8
8
-
Xerosis 1,2,6,10,15
-
Iktiosis/keratosis pilaris 1,2,6,10,15
-
Hiperlinearis palmar 1,2,6,10,15
-
Reaksi Tipe I skin test 1,2,6,10,15
-
Peninggian kadar Ig E serum 1,2,6,10,15
-
Onset pada usia dini 1,6,10
-
Kecenderungan untuk memperoleh infeksi kulit (Staphylococcus aureus/herpes simpleks) kerusakan imunitas seluler 1,2,6,10,15
-
Dermatitis pada tangan dan kaki 1,2,6,15
-
Eksema pada puting susu 1,2,6,10
-
Konjungtivitis 2,6,10
-
Lipatan Dennie Morgan 1,2,6,10
-
Keratoconusanterior subscapular cataract 2,6,10
-
Orbital Darkening 2,6,10
-
Kemerahan atau pucat daerah wajah 1,2,6,10
-
Pitiaris alba 1,2,6,10
-
Anterior neck fold 6,10
-
Perfolicular accentuation 1,2,6,10,15
-
Rasa gatal bila berkeringat
-
Intoleransi terhadap bahan pelarut lemak dan wol 2,6,10
-
Intoleransi makanan
-
Dipengaruhi oleh rangsang faktor emosional dan lingkungan 1,6,10
-
Dermatografism putih/ delayed blanch 1,2,6,10
2,6,10
2,6,10
* Dijumpai > 3 kriteria mayor dan > 3 kriteria minor b. Indeks Scorad 6 Sedangkan derajat sakit menurut sistem skoring 1. Luas Penyakit a. Pada tipe anak dan dewasa < 9 % luas tubuh
=1
9-36% luas tubuh
=2
>36% luas tubuh
=3
b. Pada tipe bayi
9
< 18% luas tubuh
=1
18-54% luas tubuh
=2
> 54% luas tbuh
=3
2. Kekambuhan Penyakit > 3 bulan remisi / tahun = 1 < 3 bulan remisi / tahun = 2 Terus-menerus = 3 3. Intensitas Gatal ringan, kadang mengganggu tidur malam = 1 Gatal sedang, sering menganggu tidur malam
=2
Gatal hebat, mengganggu tidur malam
=3
Penilaian : 3,0 – 4,0 : ringan 4,5 – 7,5 : sedamg 8,0-9,0 : berat c. Kriteria William untuk DA 6 Berdasarkan Kriteria William ini, maka pada penderita DA harus ditemukan
§
gejala berupa: Rasa gatal (pada anak-anak ada bekas garukan) Ditambah 3 atau lebih kriteria tambahan sebagai berikut :
§
1. Terkena daerah lipatan siku, lutut, di depan mata kaki atau sekitar leher (termasuk pipi pada anak di bawah 10 tahun). 2. Anamnesis ada riwayat atopik seperti asma atau hay fever (ada riwayat penyakit atopik pada anak-anak). 3. Kulit kering secara menyeluruh pada tahun terakhir. 4. Dermatitis pada lipatan (termasuk pipi, kening, badan luar pada anak < 4 tahun) d. Kriteria Svennson untuk DA 6 §
Kelompok I (p< 0,001, bernilai 3) 1. Perjalanan penyakitnya dipengaruhi musim 2. Xerosis 3. Diperburuk dengan ketegangan jiwa 4. Kulit sangat kering secara periodik atau terus menerus
10
5. Gatal pada kulit yang sehat apabila berkeringat 6. Serum IgE 80 IU/ml 9. Iritasi dengan tekstil 10. Dermatitis pada tangan pada masa anak-anak 11. Dermatitis atopik pada keluarga §
Kelompok II (p< 0,001, bernilai 2) 1. Kulit muka yang pucat/kemerahan 2. Dermatitis pada buku jari-jari tangan (likenifikasi) 3. Penderita menderita asma 4. Keratosis pilaris 5. Alergi terhadap makanan 6. Dermatitis numular 7. Ekzema puting susu
§
Kelompok III (p< 0,05, bernilai 1) 1. Pomfolik 2. Iktiosis 3. Lipatan Dennie-Morgan Dalam menegakkan diagnosis DA berdasarkan kriteria Svennson, pasien harus
memiliki dermatitis di daerah fleksural yang kronik atau hilang timbul ditambah dengan memiliki 15 nilai dari sistem skor Svennson. 6 VII. DIAGNOSIS BANDING §
Dermatitis seboroik 6,10,15 Dermatitis seboroik ditandai dengan eritem dan skuama kekuningan yang
mengenai kulit kepala, pipi, ekstrimitas dan daerah bokong. Gambaran diferensiasi utama termasuk kecenderungan mengarah onset awal, karakteristik berupa skuama kekuningan dengan predisposisi pada daerah intertriginosa, erupsi yang sirkumskrip dan tidak adanya gatal. §
Dermatitis kontak alergi atau kontak iritan 6,10,15 Dermatitis kontak iritan (DKI) terjadi karena kulit berkontak dengan bahan
iritan yaitu bahan yang dapat merusak sel bila dioleskan pada kulit pada jangka waktu tertentu. Biasanya terdapat pada bayi dan anak kecil. Lesinya terlihat pada
11
pipi dan dagu, ekstensor ekstremitas dan daerah bokong berkaitan dengan faktor etiologik yang bersifat iritan. Dermatitis kontak iritan primer biasanya ringan, sedikit gatal, dan tidak eksematous seperti gambaran yang terdapat pada DA. Dermatitis kontak alergi (DKA) terjadi karena kulit terpajan dengan bahan yang bersifat sensitizer (alergen). Dermatitis kontak alergi dapat memberikan gambaran tipe erupsi eksematous dan memiliki karakteristik pruritus sirkumskrip, eritematous, papular, dan vesikel. Namun DKA memerlukan riwayat alergi yang lengkap dan pengamatan sebelum agen penyebab utama dapat diidentifikasi. §
Dermatitis numularis 10,15 Dermatitis numularis (DN) adalah gangguan yang ditandai lesi seperti uang
logam. Dahulu diduga DN merupakan manifestasi dari DA, namun pembelajaran level IgE pada pasien ini menunjukkan DN merupakan manifestasi dari kulit kering dibandingkan karakteristik DA. Dermatitis numularis sangat jarang dijumpai pada bayi. §
Skabies 10,15 Skabies pada anak sering berkomplikasi akibat garukan dan kemerahan pada
daerah terdapatnya agen penyebab. Diagnosis skabies didasarkan atas riwayat gatal, distribusi lesi, penampakan lesi, dan adanya terowongan, terdapatnya kutu, dan adanya infestasi pada keluarga atau yang serumah dengan pasien. §
Psoriasis 15,17 Psoriasis merupakan penyakit kulit umum pada anak juga dewasa. Lesi
psoriasis biasanya mudah dikenali, berupa bercak eritem yang meninggi dengan skuama di atasnya, terdapat pada daerah ekstensor (lutut dan siku), kulit kepala, dan daerah genitalia. VIII. PENATALAKSANAAN Dermatitis atopik merupakan penyakit kronik dimana gejalanya dapat tumbuh dan menghilang sepanjang waktu. Tidak ada pengobatan untuk itu tapi gejalanya dapat dihilangkan dengan berbagai terapi. 11 A. Hindari Faktor Pencetus 10,16,17 -
Hindari semua faktor luar yang mungkin menimbulkan manifestasi klinis
-
Menjauhi alergen pencetus
12
-
Hindari pemakaian bahan yang merangsang seperti sabun keras dan bahan pakaian dari wol
B. Sistemik 1,2,4,7,10,17 -
Antihistamin Antihistamin golongan H1 yang bersifat sedatif untuk mengurangi gatal dan sebagai penenang seperti:
Hidroksizine (dewasa 3 x 25 mg/hari, anak 0,6 mg/kgBB/hari)
Klorfeniramin (dewasa 3-4 x 4 mg/hari, anak 3-4 x 2-4 mg/hari) atau
1,2,4,17
diphenhidramine hidroklorid (dewasa 3 x 25-50 mg/hari, anak 5 mg/kgBB/hari) yang memberikan keuntungan dari efek samping berupa sedasi untuk menangani gatal pada malam hari. 1,10,17
Doxepin hidroklorid memiliki efek anti depresan trisiklik dan blok H1-H2 histamin reseptor dapat digunakan pada dosis oral, untuk dewasa 10-50 mg pada malam hari dan untuk anak-anak 10-25 mg pada malam hari. 1
Jika pruritus nokturnal semakin parah, maka dapat digunakan sedatif jangka pendek untuk menghasilkan istirahat yang adekuat. Kontra indikasi pada awal kehamilan dan hipersensitifitas. 1 -
Kortikosteroid Kortikosteroid digunakan bila gejala klinis berat dan sering mengalami kekambuhan. Misalnya dexametason dan prednison. Pasien dengan lesi yang masih basah atau akut dapat menggunakan prednison selama 7 hari dengan dosis 40-60 mg/hr untuk dewasa dan 1 mg/kg/hr untuk anak. Penggunaan kortikosteroid sangat jarang digunakan dalam pengobatan DA akibat efek sampingnya yang dapat mengganggu pertumbuhan. Jika obat ini diberikan, sangat penting mengurangi dosis dan hanya digunakan dalam waktu singkat. 1,7
-
Antibiotik 2,14,17 Bila ada infeksi sekunder diberi antibiotik seperti:
Cephalexin (dewasa 1-2 gr/hari, anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis)
Cefadroxil (dewasa dan anak BB>40 kg, 500 mg 2 kali sehari, anak BB<40 kg, 25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis)
Eritromisin (dewasa 1-1,5 gr/hari, anak 30-50 mg/kgBB/hari)
13
C. Topikal 1,2,4,8,17 -
Kompres larutan asam salisil 1% atau permanganas kalikus 1/10.000. 4 Penanganan ini dilakukan pada bentuk bayi jika kelainannya eksudatif dengan mengompres daerah lesi selama 20-30 menit beberapa kali dalam sehari. Jika telah kering dilanjutkan diberi kortikosteroid ringan dengan efek samping sedikit, misalnya krim hidrokortison 1- 1,5%
-
Kortikosteroid kuat Pada bentuk anak dan dewasa dengan likenifikasi dapat diberi kortikosteroid kuat seperti:
Betametason dipropionat 0,05%
Deoksimetason 0,25%
Untuk efek yang lebih kuat, dapat dikombinasi dengan asam salisilat 1-3% dalam salep. Jika efek terapeutik telah tercapai maka kortikosteroid topikal itu dapat diganti dengan kortikosteroid yang lemah untuk mencegah efek samping. -
Antiinflamasi nonsteroid. Antiinflamasi nonsteroid yang dapat digunakan misalnya:
Pimecrolimus krem 1% diindikasikan untuk pengobatan jangka pendek dan jangka panjang intermitten pada DA ringan sampai sedang pada pasien 2 tahun ke atas. Obat ini dapat digunakan pada seluruh permukaan kulit 2 kali sehari selama gejala masih ada. Pasien harus menghindari cahaya matahari selama memakai krem karena dapat menyebabkan karsinogenitas. 1,2
Tacrolimus digunakan untuk pengobatan jangka pendek dan panjang pada DA sedang sampai berat. Tersedia dalam sediaan 0,03% dan 0,1%. Tidak memberikan efek samping yang buruk. 1,2
D. Mengurangi kekeringan dan pruritus. 2,4,10,15,17 - Penggunaan moisturizer (pelembab) Fungsinya untuk menjaga kulit tetap lembut dan fleksibel. Khusus untuk pengawasan terhadap kulit yang kering merupakan penanganan yang esensial pada dermatitis atopik. Sering mandi akan mengakibatkan kulit kering sehingga dianjurkan penggunaan pelembab seperti petrolatum (vaselin) dan Aquaphor. Apabila pelembab tidak menolong, maka terkadang diperlukan salep steroid atau kream dengan penggunaan harus berdasarkan anjuran dokter.
14
- Penggunaan sabun yang lembut Sabun dapat dilakukan pada daerah intertriginosa dan dapat juga sebagai pengganti sabun dapat digunakan lotion Cetaphil. 4 E. Fototerapi Pengobatan fototerapi terdiri dari ultraviolet A (UVA), ultraviolet B (UVB), UVA-1, narrow band 311 nm UVB, Photochemotherapy disebut PUVA, dan kombinasi dari UVA dan UVB. Terapi ini dilakukan jika penyakit kulit telah stabil atau pasien dikurangi dari pengobatan sistemik. Kegunaan PUVA sebagai tambahan untuk memberhentikan steroid topikal pada masa pertumbuhan dan mengurangi retardasi pertumbuhan yang diakibatkan terapi topikal. 1,2,10,12,13 IX. KOMPLIKASI 1. Infeksi Virus 10,14,15 Virus vacinia, herpes simpleks, moluskum kontangiosum dan veruka vulgaris cenderung timbul pada pasien DA akibat defisiensi sel T. Infeksi virus ini mengakibatkan peningkatan penyebaran erupsi vesikopustular disertai demam tinggi dan mortilitas yang berarti. 2. Infeksi bakteri 4,10,15 Pasien dengan DA kronik cenderung mengalami pioderma primer akibat Staphylococcus aureus dan Streptococcus β-hemoliticus. Jika tidak diobati, pioderma akan semakin gatal dan merah. 3. Infeksi Jamur 4,10,15 Insiden infeksi dermatofit kronik pada orang yang DA tiga kali lebih sering daripada yang tidak. Penurunan pada cell mediated-immunity mengakibatkan kesulitan dalam menangani dan menghilangkan infeksi jamur dan virus. 4. Komplikasi okular 7,14,15 Penggarukan pada kelopak mata mengakibatkan terjadinya bengkak, dan hiperpigmentasi. Komplikasi paling sering pada mata berupa katarak atopik. Katarak dapat minimal atau total dan muncul pada dekade kedua atau ketiga. Apabila terjadi katarak biasanya bilateral, anterior, subkapsular. Keratokonus dilaporkan 1% pada pasien DA . Keratokonus merupakan hasil perubahan degeneratif pada kornea. 5. Dermatitis kontak alergi 14,15
15
Akibat pasien DA yang terlalu sering menggaruk dapat terpapar agen topikal, yang salah satunya dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi. 6. Urtikaria 14,15 Hubungan antara urtikaria dan dermatitis atopik masih belum jelas. Erupsi urtikaria sebaiknya ditangani seperti penanganan individu lainnya dan tetap mencari antigen pencetus yang menyebabkannya. 7. Adenopati 14,15 Akibat perubahan dermatitis yang kronik pada kulit dapat mengakibatkan pelebaran kelenjar limfe yang mengaliri daerah yang terinfeksi. 8. Perubahan Pigmen 14,15 Lesi DA dapat mengalami hiperpigmentasi dan dapat berakhir dengan depigmentasi yang permanen pada daerah peradangan tetap. 9. Perubahan kutaneus lainnya 14,15 Terjadi perubahan seperti keratosis pilaris, iktiosis vulgaris. 10. Perubahan pada rambut 14,15 Terjadi alopesia areata, tricorrhesis invaginata, tricorrhesis nodosa dan kerusakan rambut akibat garukan dan meradang. . X. PROGNOSIS Prognosis biasanya baik jika peradangan dapat dikontrol dengan terapi. Pasien harus mengerti bahwa penyakit atopik tidak dapat diobati melainkan memerlukan pengontrolan. Pada dasarnya penyakit ini biasanya tidak mengancam kehidupan. 9 Sebagian para penderita penyakit akan berlanjut dari bentuk infantil ke bentuk anak dan dewasa. Jika penyakitnya hebat dan lama, maka akan berlanjut sampai dewasa (70%), namun sebagian pula terhenti pada waktu infantil. Biasanya perempuan mempunyai prognosis lebih jelek dan buruk jika kedua orang tua juga terkena. Penyakit ini sebagian besar menyembuh pada usia 30 tahun. 7,8,13 Pasien dengan dermatitis atopik memiliki frekuensi yang besar terhadap infeksi pulmonal dan kutaneus, penyakit kongenital yang berhubungan, dan komplikasi okular yang semuanya akan mengarah pada resiko tinggi dari efek samping yang tidak diinginkan terhadap pengobatan. 14
16
XI. KESIMPULAN Dermatitis atopik merupakan kondisi inflamasi pada kulit yang secara primer terjadi pada bayi dan anak-anak. Penyakit ini biasanya dihubungkan dengan riwayat atopi dalam keluarga dan sering dihubungkan dengan kadar IgE. Penyakit ini memberikan gambaran klinis berupa kulit kering dengan rasa gatal hebat serta ditemukan pada tempat-tempat predileksi seperti di fossa cubiti dan poplitea. Terdapat tiga tipe DA berdasarkan umur yaitu tipe infantil, tipe anak dan tipe dewasa dengan gambaran masing-masing yang khas. Patogenesis terjadinya DA didasarkan atas tiga teori yaitu teori genetik, imunologik, dan teori psikosomatik. Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan gambaran klinik berupa lesi kulit sesuai klasifikasi DA menurut umur dan pemeriksaan fisis serta pemeriksaan laboratorium seperti kadar IgE, eosinofil, dan biopsi. Pengobatan dari DA bersifat paliatif dimana penyakit ini tidak dapat sembuh dengan pengobatan melainkan pengontrolan terhadap gejala yang muncul, serta diperlukan eliminasi dari faktor-faktor yang dapat mencetuskan timbulnya penyakit. Penyakit ini tidak mengancam kehidupan dan prognosisnya biasanya baik jika peradangan dapat dikontrol dengan terapi. Komplikasi yang paling sering terjadi pada DA adalah infeksi sekunder yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
DAFTAR PUSTAKA
17
1. Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic Dermatitis. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine; Vol 1. 6 th ed. New York (USA) : McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2003. p.1180-94. 2. Habit TP, editor. Clinical Dermatology : a color guide to diagnosis and therapy. 4 th
ed. Edinburg : Mosby Inc;2004.
3. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D, editors. Fitzpatrick’s : color atlas and synopisis of clinical dermatology. 5
th
ed. New York (USA) : McGraw-Hill
Medical Publishing Division; 2005. 4. Arnold HL, Odom RB, James WD, editors. Andrew’s diseases of the skin. 8
th
ed.
Philadelphia (USA) : WB Saunders Company; 1990. 5. Juanda S, Sularsito SA. Dermatitis atopik. Dalam: Juanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 3. Jakarta (Indonesia); Balai Penerbit FKUI;2002. p. 131-5. 6. Roesyanto ID, Mahadi. Ekzema dan dermatitis. Dalam: Harahap M, editor. Ilmu penyakit kulit. Edisi 1. Jakarta (Indonesia) : Hipokrates; 2000. p. 6-14. 7. Ghidorzy AJ. Atopic Dermatitis [online]. 2004; Available from: URL:http://www. emedicine.com 8. Dermatitis atopic [Online] 2006; Available from: URL:http://bmc.ub.unipotsdam.de/1471-5945-2-12/F1high.html 9. Lowery RS, Roy. H. Atopic Dermatitis [online]. 2005; Available from: URL: http://www.emedicine.com 10. Satayaviboon S, Ray MC. Atopic Dermatitis. In: Ray MC, editor. Applied immuno dermatology. NewYork : Igakus-oin Medical Publisher. Inc; 1992. p 5466 11. Wu H, Schapiro B, Harrist TJ. Noninfectious vesikobullous and vesikopustular diseases. In: Elder DE, Elenitsas R, Johnson BL, Murphy GF, editor. Lever’s Histopatology of The Skin. 9 th ed.Philadelphia (USA) : Lippincott Williams & Wilkins. 2004. p. 249. 12. Arndt KA, Bowers KE, editors. Manual of dermatologic therapeutics. 6 th ed. New York (USA) : Lippincott William Wilkins; 2004.
18
13. Champion RH, Parish WE. Atopic Dermatitis. In: Champion Rh, Burton JL, Ebling FJG, editor. Textbook of dermatology. 5 th ed. Oxford: Rockell Scientific Pub; 1992. p. 589-610. 14. Moschella SL, Hurley HJ, editors. Dermatology; vol 1. 2 nd ed.Philadelphia (USA) : W.B Saunders Company; 1985. 15. Hurwitz S, editor. Clinical pediatric dermatology. 2nd ed. Philadelphia (USA) : W. B. Saunders Company;1993. 16. Stanway A. Atopic Dematitis [Online] .2004.; Available from : URL: http://dermnetnz.org/dermatitis/atopic.html 17. Ramsay HM, Goddard W, Gill S, Moss C. Atopic Dermatitis. [Online] 2003.; Available from: URL: http://www.en.wikipedia.org/wiki/ Atopic_dermatitis
19