DAFTAR ISI
BAB I LATAR BELAKANG 6
1.1 Latar Belakang 6
1.2 Perumusan Masalah 12
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 13
1.3.1 Tujuan Penelitian 13
1.3.2 Manfaat Penelitian 13
1.3.2.2 Manfaat Praktis 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14
2.1 Subjective Well-being 14
2.1.1 Definisi Subjective Well-being 14
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Subjective Well-Being 14
2.1.3 Pengukuran Subjective Well-being 15
2.2 Harmonious Passion 15
2.2.1 Definisi Harmonious Passion 15
2.2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Harmonious Passion 16
2.2.3 Dampak yang dihasilkan dari Harmonious Passion 16
2.2.4 Pengukuran Harmonious Passion 17
2.3 Positive Psychological Capital 17
2.3.1 Definisi Positive Psychological Capital 17
2.3.2 Dimensi dalam Positive Psychological Capital 17
2.3.3 Dampak yang dihasilkan Positive Psychological Capital 18
2.3.4 Pengukuran Positive Psychological Capital 18
2.4 Hubungan Antar Variabel Utama Penelitian 19
2.4.1 Hubungan Harmonious Passion dengan Subjective Well-Being 19
2.4.2 Hubungan Harmonious Passion dengan Psychological Capital 19
2.4.2 Hubungan Psychological Capital dengan Subjective Well-Being 21
2.4.2 Dinamika Hubungan Harmonious Passion , Psychological Capital dan
Subjective Well-Being 21
BAB III METODE PENELITIAN 23
3.1 Pendekatan Penelitian 23
3.2 Tipe Penelitian 23
3.3 Disain Penelitian 23
3.4 Variabel Penelitian 24
3.4.1 Variabel Outcome 24
3.4.1.1 Subjective Well-Being 24
3.4.2 Variabel Prediktor 24
3.4.2.1 Harmonious Passion 24
3.4.3 Variabel Mediator 24
3.4.3.1 Psychological Capital 24
3.5 Hipotesis Penelitian 25
3.6 Partisipan Penelitian 25
3.6.1 Populasi dan Sampel 25
3.6.2 Karakteristik Partisipan 25
3.6.3 Teknik Pengambilan Sampel 26
3.7 Metode Pengumpulan Data 26
3.8 Alat Ukur Penelitian 26
3.8.2 Kuesioner Psychological Capital 28
3.8.3 Kuesioner Subjective Well-being 29
3.8.4 Kuesioner Data Demografis 30
3.9 Prosedur Penelitian 30
3.9.1 Tahap Persiapan 30
3.9.2 Tahap Pelaksanaan 31
3.9.3 Tahap Pengolahan Data 31
3.10 Teknik Analisis Data dan Pengujian Alat Ukur 31
BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA 33
4.1 Gambaran Umum 33
4.2 Gambaran Demografis Responden 33
4.2 Gambaran dan Klasifikasi Variabel Penelitian 35
4.4 Uji Reliabilitas dan Validitas Item 38
4.4.1 Uji Validitas Aitem Satisfaction With Life Scale 38
4.4.1.1 Uji Reliabilitas Satisfaction With Life Scale 39
4.4.2 Uji Validitas Aitem Psychological Capital Questionnaire 39
4.4.2.1 Uji Reliabiltas Psychological Capital Questionnaire 41
4.4.3 Uji Validitas Passion Scale 41
4.4.3.1 Uji Reliabilitas Passion Scale 42
4.4 Korelasi antar variabel 42
4.5 Analisis Regresi 43
4.5 Sumbangan Komponen Psychological Capital terhadap Subjective Well-
Being 46
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 48
5.1 Kesimpulan 48
5.2 Diskusi 49
5.2.1 Diskusi Hasil Utama Penelitian 49
5.2.2 Diskusi Hasil Temuan Tambahan 51
5.3 Saran 52
5.3.1 Saran Metodologis 52
5.3.2 Saran Praktis 53
DAFTAR PUSTAKA 55
UNIVERSITAS INDONESIA
PERAN MEDIASI PSYCHOLOGICAL CAPITAL DALAM HUBUNGAN HARMONIOUS PASSION
DAN SUBJECTIVE WELL-BEING
TESIS
PUTI MARSHA DIANI
1506810963
FAKULTAS PSIKOLOGI
PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI
DEPOK
MEI 2017
BAB I LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini persaingan antar organisasi terutama perusahaan dengan
fokus industri yang sama semakin ketat. Perusahaan membutuhkan sumber daya
manusia yang dapat menjadi ujung tombak terbaik yang dimiliki agar dapat
bersaing untuk mencapai target perusahaan mereka. Persaingan ini tidak
hanya mencakup tingginya pendapatan tetapi juga keberhasilan maintain
customer. Untuk mencapai segala bentuk target perusahaan ini, perusahaan
setidaknya memiliki SDM dengan karakteristik produktifitas yang baik dan
memiliki kesehatan mental agar dapat sama-sama membangun dan memajukan
perusahaan. Membahas mengenai kesehatan mental yang dikenal sebagai well-
being sekarang menjadi sorotan dunia terutama World Health Organization
(WHO). WHO mengatakan pentingnya kesehatan mental terhadap individu yang
dapat memberikan outcomes yang baik dari segala sisi kehidupan (Slade,
2010). Menurut Slade (2010) sorotan WHO terhadap kesehatan mental ini
memiliki dampak yang baik khususnya bagi karyawan yang bekerja karena dapat
meningkatkan produktifitas pekerjaan dan memberikan kontribusi positif bagi
perusahaan tempat mereka bekerja.
Kesehatan mental ini terbagi atas beberapa hal yang membahasa
mengenai kesejahteraan individu dari segala bentuk atau sisi kehidupan.
Membahas mengenai kesejahteraan individu, dikena konsep well-being. Well-
being adalah suatu konsep yang menjelaskan mengenai kesejahteraan dan
kebahagiaan dari seorang individu. Individu yang dimaksud dalam hal ini
juga tergolong karyawan dari suatu perusahaan. Well-being dari karyawan
penting untuk diperhatikan oleh perusahaan karena implikasi dari rendahnya
well-being karyawan ini dapat memicu dampak negatif bagi perusahaan ini
sendiri., tetapi karyawan yang merasa well-being tercapai akan mengurangi
intensi turnover dan dapat meningkatkan performa kerja mereka terhadap
perusahaan (Wright, 2006). Di lain sisi perusahaan akan terkena dampak
negatif jika karyawan merasa well-being mereka tidak tercapai sehingga
dapat meningkatkan intensi untuk keluar dari pekerjaan nya tersebut.
Beberapa literatur telah membahas mengenai dampak negatif dari low
well-being pada perusahaan, khususnya dampak negatif pada tingginya biaya
kerugian yang harus dikeluarkan oleh perusahaan karena kesejahteraan
karyawan yang tidak tercapai. Kerugian finansial yang dialami oleh
perusahaan dapat mencapai 692 euro dalam satu tahun yang setara dengan
total absensi karyawan yang mencapai 7,4 hari dalam satu tahun (CIPD,
2009). Meskipun dari hasil laporan tahunan tingkat absensi karyawan dalam
tujuh tahun terakhir berkurang menjadi 6.3 hari dalam satu tahun, tetapi
kerugian finansial perusahaan masih tergolong tinggi karena mencapai 522
euro (CIPD, 2016). Dukungan perusahaan dan leader untuk menjaga well-being
karyawan ini dapat menghindari dampak negatif dari absensi tinggi karyawan
yang terjadi karena stress karyawan dan karyawan sakit (ill-health) (CIPD,
2016).
Well-being ini sendiri ditandai dari berbagai aspek dalam kehidupan
pekerjaan dan kaitannya dengan hal diluar pekerjaan itu sendiri. Setiap
karyawan mengharapkan pekerjaan yang mereka jalankan dapat selaras dengan
aktivitas lain diluar pekerjaan agar tercapai kesejahteraan secara
subyektif karyawan maupun kesejahteraan psikologis karyawan. Menurut Diener
(2006) well-being ini dapat merujuk pada kesenangan dari karyawan dan
menjadikan karyawan memiliki perasaan puas atau senang dan tidak merasa
lelah atau sakit selama bekerja sehingga well-being karyawan dapat
meningkat (Diener, 2000). Well-being ini adalah konsep dari mental health
karyawan. Dimana dalam mental health ini terbagi atas tiga jenis well-
being, yaitu subjective well-being, psychological well-being dan workplace
well-being (Page & Vella-Brodrick, 2009). Dari ketiga jenis well-being yang
telah disebutkan, penelitian ini akan lebih fokus untuk membahas mengenai
Subjective well-being (SWB). SWB itu sendiri merupakan suatu konsep yang
menjelaskan kesejahteraan seorang individu menurut pandangan atau persepsi
dirinya.
Membahas mengenai subjective well-being, SWB memiliki beberapa hal
aspek yang dapat dipahami, seperti faktor-faktor yang menyebabkan, dampak
yang dapat dihasilkan dan bagaimana karyawan mencapai kesejahteraannya
tersebut. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan well-being dari karyawan
dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal, diantaranya seperti
harmonious passion (Rousseau & Vallerand, 2008), positive relations with
other, autonomy, personal growth (Ryff, 1989), recovery experiences
(Sonnentag, 2001) dan positive psychological capital (Li et al., 2014; Avey
et al., 2010). Disamping faktor-faktor yang dapat meningkatkan well-being
dari karyawan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Taris (2007),
terdapat beberapa faktor internal dan eksternal yang dapat menurunkan well-
being karyawan dan cenderung mengarahkan pada exhaustion, seperti, job
demands tinggi, job control rendah dan jam kerja yang tinggi (Taris et al.,
2007). Menurut Russell (2008), SWB ini mencakup kesejahteraan emosional
yang meliputi kepuasaan pada hidup dan keseimbangan afek positif negatif
selain itu berlakunya fungsi positif seperti kesejahteraan psikologis dan
kesejahteraan sosial (Diener, 2000).
Secara konseptual SWB ini terbagi dimensi yang berbeda-beda cara
pengukuran nya terhadap individu, yaitu Eudemonic Measure dan Hedonic well-
being. Eudaimonic merupakan kesejahteraan yang meliputi penerimaan diri,
pemahaman diri atas kelebihan dan kelemahan individu lain, memiliki tujuan
dalam hidup, memiliki pengembangan diri, memiliki hubungan yang baik dengan
individu lain dan memiliki kebebasan dalam menentukan suatu tindakan
(Culberston, Fullagar, & Mills, 2010). Sedangkan hedonic well-being
merupakan konsep dari kesejahteraan yang fokus terhadap life satisfaction
individu dengan adanya afek positif dan ketidakadaan afek negatif dalam
diri individu, dengan kata lain hedonic ini lebih mengarah pada kebahagiaan
subyektif individu (Culberston, Fullagar, & Mills, 2010). Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan life satisfaction sebagai tolak ukur tercapainya
subjective well-being dari karyawan. Menurut Diener et al., (2009)
mengatakan bahwa life satisfaction merupakan penilaian secara kognitif
mengenai seberapa baik dan memuaskan hal-hal yang sudah dilakukan individu
dalam kehidupannya secara menyeluruh dan juga termasuk bagian penting atau
utama dalam hidup yang mereka utamakan (domain satisfaction) seperti
hubungan interpersonal individu, kesehatan individu, pekerjaan, pendapatan,
spiritualitas dan aktivitas di waktu luang.
Mengulas lebih dalam mengenai faktor-faktor yang dapat menghasilkan
SWB itu sendiri, penelitian ini akan memberikan gambaran faktor internal
yang dapat mempengaruhi subjective well-being bagi seorang individu
khususnya karyawan, penelitian ini lebih memfokuskan pada faktor harmonious
passion yang dimiliki oleh seorang karyawan. Penelitian mengenai passion
tergolong sudah cukup berkembang, dengan model penelitian yang berbeda-beda
berdasarkan tinjauan meta-analysis tentang passion at work (Curran, Hill,
Appleton, Vallerand, & Standage, 2015). Vallerand (2003) mengembangkan
konsep dari passion ini menjadi dua konsep yang dibungkus menjadi konsep
utuh yaitu Dualistik Model Passion (DMP). DMP ini terdiri atas harmonious
passion dan obsessive passion yang dapat diaplikasikan pada berbebagi
aktifitas termasuk dalam konteks pekerjaan. Peran terbaik dari harmonious
passion terhadap SWB adalah dengan memberikan konstribusi positif terhadap
kesejahteraan karyawan karena passion ini dapat mencegah ill-being karyawan
saat dalam bekerja (Vallerand, 2012).
Menurut Houlfort et al., (2014) harmonious passion ini tidak
menjadikan karyawan tertekan dengan pekerjaan yang dijalankan dan secara
signifikan dapat menginvestasikan waktu dan tenaga pada pekerjaannya.
Individu yang memiliki harmonious passion akan meningkatkan subjective well-
being mereka dibandingkan individu yang memiliki passion yang obsessive
(Rousseau & Vallerand, 2008). Dari beberapan penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti terdahulu, mereka membutuhkan mediator diantara
hubungan harmonious passion dengan subjective well-being.
Peran mediator diantara hubungan harmonious passion dan well-being ini
dibutuhkan karena hasil penelitian yang dilakukan oleh Vallerand dan
Rousseau (2008) menunjukan hubungan yang tergolong lemah r= 0.31 (Guilford
& Fruchter, 1973). Menurut Forest et al., (2014) harmonious passion dapat
menjadi salah satu prediktor untuk menghasilkan subjective well-being pada
karyawan. Penelitian ini melakukan suatu intervensi untuk meningkatkan
subjective well-being seorang karyawan yang memiliki harmonious passion
melalui peranan mediasi strength (Forest, et al., 2012). Hubungan
harmonious passion dengan subjective well-being pada karyawan sebelum
dilakukan intervensi untuk menggunakan kelebihan karyawan dalam bekerja
tergolong memiliki korelasi sangat lemah (r = 0.13, p < 0.10) sedangkan
setelah dilakukan intervensi dengan peran mediator strength korelasi
hubungan ini meningkat tetapi masih tergolong korelasi lemah (r = 0.23, p <
0.01). Penelitian oleh Rousseau dan Vallerand (2008) juga menguatkan studi
bahwa karyawan yang memiliki harmonious passion dapat mencapai subjective
well-being mereka melalui peran mediasi dari variabel yang bersifat
internal individu. Peran mediasi tersebut adalah variabel positive affect
yang dapat dialami oleh karyawan saat menjalankan suatu aktifitas yang
passionate menurut karyawan itu sendiri. Hubungan korelasi dari harmonious
passion dan subjective well-being itu sendiri dalam penelitian ini
tergolong rendah (r= 0.32, p <0,001).
Dari kedua penelitian yang dilakukan oleh Rousseau & Vallerand (2008)
DAN Forest et al., (2014) untuk menguji hubungan antara harmonious passion
dan subjective well-being ini menunjukkan bahwa nilai korelasi koefisien
menurut Guilford dan Fruchter (1973) dibawah r < 0.5 masih tergolong lemah.
Sehingga hubungan kedua variabel ini membutuhkan peran mediator untuk
meningkatkan dampak harmonious passion terhadap subjective well-being
melalui mediasi-mediasi tersebut. Penelitian terdahulu ini menggunakan
variabel yang merupakan konsep dari internal karyawan, dimana strength dan
positive affect adalah internalisasi karyawan bukan konsep eksternal diri
karyawan. Hal ini yang menjadikan peneliti mencari celah untuk meneliti
hubungan korelasi kedua variabel tersebut agar menjadi tinggi korelasinya
setelah ada peran mediasi.
Berangkat dari penelitian terdahulu, peneliti akan menggunakan faktor
internal dari individu sebagai mediator harmonious passion dengan SWB.
Peneliti menggunakan konsep psychological capital sebagai variabel mediator
diantara hubungan kedua variabel utama penelitian ini, karena PsyCap
merupakan salah satu prediktor dari SWB. Selain peran PsyCap dapat menjadi
prediktor terhadap SWB, dan dapat dijadikan dampak positif dari harmonious
passion. Harmonious passion merupakan konsep positif yang dihasilkan dari
kecenderungan kuat individu yang terinternalisasi dalam menjalankan suatu
aktivitas sehingga menjadi identitas individu tersebut (Rousseau &
Vallerand, 2008). Menurut Vallerand (2003) dengan adanya kecenderungan diri
yang kuat dari diri individu ini, individu akan berusahan untuk
menginvestasikan waktu dan tenaga mereka agar dapat menghasilkan
konsekuensi positif. Harmonious passion dapat menghasilkan konsekuensi
berupa afek, tingkah laku dan kognitif (Forest, Mageau, Sarrazin, & Morin,
2011). PsyCap ini sendiri merupakan sumber daya kognisi dari individu yang
dapat dihasilkan dari konsep positif individu dalam melakukan suatu
aktivitas. Konsekuensi kognitif tersebut dalam PsyCap menjadi fungsi
sebagai sumber daya kognitif yang dapat memberikan dampak positif terhadap
kesejahteraan (Avey, Luthans, Smith, & Palmer, 2010). Sehingga konsep
PsyCap ini menurut peneliti dapat menjadi mediator dalam hubungan
harmonious passion dengan SWB.
Psychological capital ini disebut sebagai personality traits dari
seorang karyawan yang dapat memberikan dampak positif terhadap
produktivitas karyawan dalam bekerja (Cole, Daly, & Mak, 2009). Secara
konseptual psychological capital ini merupakan suatu suatu pemikiran
positif yang dimiliki oleh individu yang ditandai dengan memiliki
kepercayaan diri, memiliki usaha untuk mencapai kesuksesan dalam pekerjaan
yang menantang; individu yang dapat membuat atribusi postif terhadap
kehidupan sekrang dan kedepannya; preserving terhadap target hidup dalam
meraih kesuksesan kerja (Luthans et al., 2007).
Positive psychological capital ini dianggap sebagai suatu konsep yang
dapat meningkatkan subjective well-being dari karyawan karena konsep
positif yang dimiliki dari variabel ini. Psychological capital yang terdiri
atas empat dimensi ini menjadikan karyawan memiliki pemikiran yang jauh
lebih positif terhadap masa kini dan masa depan di dalam pekerjaan yang
mereka jalankan. Dimensi-dimensi didalam PsyCap ini merupakan
multidimensional dan dapat bersinergi setiap dimensi nya. Dimensi-dimensi
tersebut adalah self-efficacy, hope, resiliency, dan optimism (Luthans,
Youssef & Avolio, 2007). Psychological capital ini menjadikan individu
memiliki pengaruh untuk meningkatkan SWB karyawan. berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Li et al., (2014) yang menguji hubungan dari PsyCap
dengan SWB, didapatkan korelasi positif antar kedua variabel tersebut.
penelitian ini mengukur secara parsial setiap dimensi yang dimiliki oleh
PsyCap terhadap SWB karyawan. Hubungan korelasi resiliency, self-efficacy,
hope dan optimism terhadap SWB (r= .33, r=.44, r=.45 dan r=.55 , p<.01).
hubungan koefisien korelasi dari beberapa dimensi PPC ini tergolong cukup
kecuali hubungan korelasi optimis dengan SWB yang dapat dikatakan memiliki
korelasi yang kuat berdasarkan norma kekuatan korelasi (Guilford &
Fruchter, 1973). Penelitian yang menjadikan PsyCap sebagai variabel
prediktor yang dapat menghasilkan well-being juga telah dilakukan oleh
beberapa peneliti sebelumnya. PsyCapdapat menjadi prediktor untuk
menghasilkan desirable attitudes dari karyawan di perusahaan, seperti well-
being karyawan (r=.57, sd=0.16) (Avey, Reichard, Luthans, & Mhatre, 2011).
Dalam menjelaskan hubungan variabel PsyCap dengan SWB, penelitian ini
menggunakan conservation of resource theory yang dapat menjadi dasar
penjelasan mengenai prediksi PsyCap untuk menghasilkan dan meningkatkan
SWB. Empat dimensi yang dimiliki oleh PsyCap dapat dikatakan sebagai sumber
daya kognitif dari seorang individu yang memiliki keterhubungan dengan
prinsip dari teori conservation of resource (Avey, Luthans, Smith, &
Palmer, 2010). Karyawan yang memiliki usaha untuk mempertahankan dan
mengelola sumber daya mereka merupakan karyawan yang tergolong memiliki
usaha untuk mencapai dan meraih target kesuksesan mereka (Avey, Luthans,
Smith, & Palmer, 2010). Menurut Avey et al., (2010) optimis dan hope
merupakan suatu bentuk sumber daya yang dimiliki individu dan dapat
memberikan pengaruhnya terhadap well-being dari seorang individu atau
karyawan.
Studi yang membahas mengenai hubungan harmonious passion dengan
subjective well-being dengan peran mediasi psychological capital merupakan
penelitian empiris pertama yang dapat berkontribusi pada studi yang
membahas mengenai passion pada karyawan bank di Indonesia. Karyawan di bank
daerah khususnya memiliki karakteristik sendiri yang cocok untuk diukur
subjective well-being nya. Studi mengenai passion di Indonesia ini masih
butuh diteliti lebih lanjut pada karyawan di Indonesia karena karyawan
dengan harmonious dan obsessive masih dalam tidak begitu jelas
perbedaannya.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang yang telah diuraikan
diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah
psychological capital karyawan bank yang memiliki harmonious passion dalam
bekerja dapat meningkatkan subjective well-being
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, maka
penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang
signifikan diantara harmonious passion dengan subjective well-being melalui
peran mediasi psychological capital.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
literatur khususnya di bidang Psikologi Industri dan Organisasi di
Indonesia dengan mengidentifikasi hubungan harmonious passion dengan
subjective well-being serta peran mediator psychological capital.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Manfaat Praktis yang diberikan oleh penelitian ini bagi perusahaan
yaitu sebagai masukan untuk mengidentifikasi perilaku kerja karyawan bank
yang memiliki harmonious passion terhadap subjective well-being melalui
peran mediasi psychological capital. Dimana dimensi dalam psychological
capital ini dapat meningkatkan sumber daya karyawan untuk mencapai
kesuksesan dalam bekerja sehingga hal ini dapat meningkatkan subjective
well-being karyawan tersebut terutama untuk life satisfaction nya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan membahas tinjauan pustaka, definisi konseptual dan
penjelasan dinamika hubungan antara variabel yang digunakan dalam
penelitian ini dalam cakupan teori-teori yang dapat menjelaskan hubungan
diantara variabel tersebut.
2.1 Subjective Well-being
2.1.1 Definisi Subjective Well-being
Definisi dari subjective well-being ini ada beberapa versi yang
dikemukakan oleh tokoh yang berbeda, secara konseptual subjective well-
being ini merupakan suatu konsep dimana individu melakukan evaluasi
mengenai kehidupannya yang meliputi penilaian kognitif individu terhadap
kepuasaan hidupnya dan penilaian afektif terhadap mood dan emosi individu
itu sendiri (Diener & Lucas, 1999). Selain itu menurut Russell (2008)
subjective well-being merupakan suatu konsep yang mengandung emotional well-
being yang dimana individu nya dapat merasakan kepuasaan hidup dan
keseimbangan antara hal positif atau negatif dan adanya fungsional secara
positif pada individu seperti psychological well-being dan social well-
being. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi dari Diener dan
Lucas (1999) untuk menjelaskan konsep subjective well-being.
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Subjective Well-Being
Faktor-faktor yang dapat memprediksi subjective well-being terdiri
atas faktor internal dan eksternal. Dimana faktor internal individu ini
meliputi positif afek pada individu dapat meningkatkan subjective well-
being individu tersebut (Rousseau & Vallerand, 2008). Selain itu faktor
internal lainnya seperti strength, yaitu kelebihan yang dimiliki dan
diterapkan oleh seorang individu dalam menyelesaikan dan mengerjakan
pekerjaannya dapat meningkatkan subjective well-being (Forest, Mageau,
Crevier-Braud, Bergeron, Dubreuil, & Lavigne, 2012). Karyawan yang memiliki
harmonious passion dikatakan dapat meningkatkan subjective well-being nya
karena mereka tidak merasa tertekan dengan tanggung jawab pekerjaan nya dan
dapat menentukan sendiri hal penting dalam hidup nya tanpa ada yang
mendominasi (Schellenberg & Bailis, 2015). Selain itu positive
psychological capital dapat menjadi variabel prediktor yang dapat
mempengaruhi subjective well-being (Li et al., 2014). Dari beberapa faktor
internal yang dapat mempengaruhi subjective well-being seoramng karyawan,
faktor eksternal individu juga memiliki peran untuk meningkatkan subjective
well-being seperti social support (Li et al., 2014).
2.1.3 Pengukuran Subjective Well-being
Alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur subjective well-being
adalah Satisfaction With Live Scale (SWLS), Positive Affect Negative Affect
Scale (SPANE). Dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan SWLS milik
Ed Diener, Robert A. Emmons, Randy J. Larsen dan Sharon Griffin (1985)
untuk mengukur subjective well-being karyawan. Dari beberapa penelitian
terdahulu, pengukuran variabel subjective well-being ini menggunakan metode
self-report (Rousseau & Vallerand, 2008 ; Forest, Mageau, Crevier-Braud,
Bergeron, Dubreuil, & Lavigne, 2012; Schellenberg & Bailis, 2015).
Meskipun penelitian yang dilakukan oleh Forest et al., (2012) ini
menerapkan intervensi mediator yang mengukur dua keadaan sebelum dan
setelah variabel interaksi diterapkan, tetapi proses pengukuran nya tetap
menggunakan self-report. Dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan
pengukuran Life Satsfaction karena peneliti hanya ingin mengulas lebih
dalam kepuasan karyawan dalam ranah kehidupannya ecara umum, tanpa perlu
mengaitkan afek positif dan negatif yang dimiliki oleh karyawan tersebut.
2.2 Harmonious Passion
2.2.1 Definisi Harmonious Passion
Harmonious passion merupakan tipe dari dualistic model passion (DMP)
yang dicetuskan oleh Robert J. Vallerand. Definisi dari Harmonious passion
itu sendiri adalah keterikatan individu dalam sebuah aktifitas yang sesuai
dengan keinginan individu dan tidak memicu konflik di bagian kehidupan yang
lain karena dapat mengontrol passion tersebut (Vallerand, 2008). Setiap
karyawan yang bekerja memiliki karakteristiknya masing-masing dalam
menyelesaikan pekerjaan dan memaknai pekerjaan tersebut. Harmonious passion
yang dimiliki oleh karyawan ini dapat terinternalisasi dengan aktifitas
seperti pekerjaan jika suasana atau lingkungan tempat karyawan bekerja
tersebut memiliki autonomi (Carpentier, Mageau, & Vallerand, 2012. Menurut
Donahue et al., (2012) internalisasi secara autonomi ini terjadi ketika
individu dapat kebebasan untuk melakukan aktifitas yang penting menurut
mereka dan internalisasi ini dapat menghasilkan semangat untuk melakukan
aktifitas dan memiliki keterlibatan pada aktivitas tersebut. Penelitian ini
akan menggunakan definisi konseptual dari Vallerand (2008).
2.2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Harmonious Passion
Harmonious passion yang merupakan bentuk kecenderungan kuat yang
dimiliki oleh karyawan ini dapat dihasilkan oleh konsep job resource.
Konsep ini merupakan faktor eksternal individu yang didapatkan oleh
karyawan untuk menghadapi atau mengatasi kondisi negatif di dalam pekerjaan
mereka (Trepanier, Fernet, Austin, Forest, & Vallerand, 2014). Job
resource ini juga dapat memberikan benefit kepada karyawan untuk
mengembangkan diri menjadi pribadi yang memiliki efikasi diri dan optimism
(Trepanier, Fernet, Austin, Forest, & Vallerand, 2014). Menurut penelitian
dari Trepanier et al., (2014) hubungan job resource untuk memprediksi
harmonious passion adalah berkorelasi positif signifikan (r = 0.51, p<
0.05). Sehingga dapat dikatakan semakin tinggi job resource yang diterima
karyawan akan semakin meningkatkan harmonious passion mereka.
2.2.3 Dampak yang dihasilkan dari Harmonious Passion
Peran harmonious passion dalam penelitian ini sebagai variabel
prediktor yang dapat menghasilkan outcome positif dan negatif pada karyawan
saat bekerja. Menurut Trepanier et al., (2014) harmonious passion dapat
memprediksi work engagement pada karyawan khususnya guru dan perawat.
Selain itu harmonious passion dapat menghasilkan flow during activity yang
dapat menjadikan karyawan absorption dalam suatu keadaan ketika semua
konten kegiatan karyawan tersebut berjalan harmonis dengan hal lain nya
(Carpentier, Mageau, & Vallerand, 2012). Hal lain yang dapat disoroti dari
harmonious passion adalah suatu passion yang dapat menambah kesejahteraan
karyawan (Carpentier, Mageau, & Vallerand, 2012). Kesejahteraan karyawan
yang dapat dihasilkan ini seperti psychological well-being dan subjective
well-being. Menurut Forest et al., (2012) harmonious passion karyawan dapat
menghasilkan subjective well-being melalui peran mediator strength. Selain
itu pada afeksi individu, harmonious passion ini dapat memprediksi
subjective well-being pada karyawan yang mengalami afek positif selama
melakukan dan menyelesaikan pekerjaannya (Rousseau & Vallerand, 2008).
2.2.4 Pengukuran Harmonious Passion
Penelitian ini menggunakan Passion Scale untuk menguji hubungan
korelasi diantara variabel-variabel nya. Passion scale merupakan alat ukur
dari Robert J. Vallerand (2008) dan telah diadaptasi oleh peneliti
menggunakan back translation dari Bahasa inggris kedalam bahasa Indonesia.
Passion scale akan diukur melalui self-report metode dengan menggunakan
kuesioner.
2.3 Positive Psychological Capital
2.3.1 Definisi Positive Psychological Capital
Definisi positive psychological capital (PPC) atau yang dikenal
sebagai Psychological Capital (PsyCap) secara umum merupakan suatu bentuk
pemikiran positif dari seorang individu. Definisi dari PsyCap sendiri
merupakan keadaan psikologis dari individu yang memiliki karakteristik
keyakinan diri dalam meraih kesuksesan dan menyelesaikan tugas yang
menantang; optimis atas kesuksesan sekarang dan masa depan; pengharapan
merupakan sebuah bentuk ketekunan untuk meraih target; dan resiliensi
adalah suatu bentuk kemampuan individu untuk bangkit dari kegagalan dan
kesulitan yang dihadapi dan dapat menjadi lebih sukses dari sebelumnya
(Luthans, Youssef, & Avolio, 2007). Berdasarkan definisi dari PsyCap ini
telah mencakup keseluruhan pemahaman dari dimensi-dimensi dalam konsep ini
dan definisi ini telah menunjukkan bentuk personality traits dari individu
yang dapat dimiliki juga oleh karyawan saat bekerja. Penelitian ini
menggunakan definisi ini untuk menjelaskan konsep PsyCap yang akan diukur
peran nya sebagai mediator diantara variabel indepenn dan dependen dalam
penelitian ini.
2.3.2 Dimensi dalam Positive Psychological Capital
Psychological capital memiliki empat jenis dimensi yang dapat
menjelaskan personality traits positif dari setiap individu. Adapun dimensi
tersebut terdiri dari self-efficacy, resiliency, hope dan optimism. Self-
efficacy merupakan kepercayaan diri individu terhadap kemampuan diri untuk
mengatur motivasi, sumber daya kognitif diri, dan kemampuan untuk melakukan
tindakan penting dalam menyelesaikan tugas (Luthans, Youssef, & Avolio,
2007). Selanjutnya hope, yang merupakan motivasi positif yang dimiliki oleh
seorang individu dalam mencapai kesuksesan untuk meraih target yang sesuai
dengan rencana (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007). Optimis merupakan suatu
bentuk tanggung jawab dan adaptasi seorang individu yang memiliki kemampuan
untuk mempertimbangkan dan mempelajari keadaan baik dan buruk seperti
memahami penyebab dan konsekuensinya sebelum mengalami kegagalan dan
menerima kesuksesan (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007). Sedangkan
resiliency merupakan kapasitas individu untuk bangkit kembali atas
kegagalan, masalah, perubahan yang baik, perkembangan dan peningkatan
tanggung jawab atas dirinya (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007).
2.3.3 Dampak yang dihasilkan Positive Psychological Capital
Sebagai suatu konsep dari personality traits positif yang dimiliki
oleh seorang individu khususnya seorang karyawan. PsyCap ini dapat
memberikan dampak positif terhadap karyawan di beberapa aspek dalam
pekerjaan dan kehidupan. menurut Li et al., (2014) tingginya nilai PsyCap
seorang karyawan dapat memberikan dampak positif untuk meningkatkan
subjective well-being mereka terhadap pekerjaan. Selain itu PsyCap juga
dapat memprediksi dan memiliki korelasi terhadap peningkatan performa kerja
karyawan (r=.33, p<.01 pada perusahaan manufacturing) dan dapat
meningkatkan satisfaction karyawan (r=.53 p<.01 dalam perusahaan jasa)
(Luthans, Avolio, Avey, & Norman, 2007).
2.3.4 Pengukuran Positive Psychological Capital
Ada dua jenis alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur PsyCap,
yaitu Indonesian General Psychological Capital Questionnaire (I-GPCQ) yang
memiliki 12 aitem pernyataan milik Mangundjaya dan Jaya (2010) dan
Psychologi Capital Questionannaire (PCQ) yang memiliki 24 aitem pernyataan
milik Luthans et al., (2007). Dalma penelitian ini peneliti memilih untuk
menggunakan alat ukur PCQ-24 milik Luthans et al, (2007) yang telah
diadaptasi kedalam bahas indonesia dan pengukuran variabel ini menggunakan
self-report. Alat ukur PCQ ini sudah mencakup aitem-aitem pernyataan yang
berkaitan dengan empat dimensi dari psychological capital dan telah
diadaptasi peneliti dari alat ukur aslinya.
2.4 Hubungan Antar Variabel Utama Penelitian
2.4.1 Hubungan Harmonious Passion dengan Subjective Well-Being
Hubungan antara variabel dalam penelitian ini dapat dijelaskan oleh
beberapa teori yang dapat mendasari penjelasannya. Teori yang dapat
digunakan salah satunya adalah self-determination theory. Teori ini dapat
menjelaskan bagaimana otonomi yang dimiliki oleh karyawan saat bekerja
dapat meningkatkan well-being (Schellenberg & Bailis, 2015). Harmonious
passion juga dikatakan dapat memprediksi berbagai jenis well-being pada
individu sehingga dengan memiliki keharmonisan pada aktifitas, individu
dapat mencapai kesejahteraan nya (Culberston, Fullagar, & Mills, 2010).
Kesejahteraan tersebut didapatkan dari adanya otonomi karyawan untuk
menyelesaikan pekerjaan , dan karyawan dengan otonomi dalam bekerja itu
merupakan karakteristik dari harmonious passion (Rousseau & Vallerand,
2008). Teori ini menguatkan bahwa karyawan yang memiliki harmonious
passion dapat menentukan dan mengkontrol cara mereka bekerja dan
menyelesaikan pekerjaannya, dan hal ini dapat berkorelasi positif untuk
menghasilkan subjective well-being dari karyawan itu sendiri. Menurut
Schellenberg dan Bailis (2015) harmonious passion ini berkontribusi untuk
menghasilkan subjective well-being karyawan. Selain itu penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya menunjukan hubungan korelasi dari harmonious
passion dengan subjective well-being ini tidak terlalu kuat, sehingga
membutuhkan peran variabel lainnya sebagai mediator. Berdasarkan dari
penelitian terdahulu, penelitian ini akan mengajukan hipotesis sebagai
berikut :
Hipotesis 1 : Terdapat hubungan positif antara harmonious passion
dengan subjective well-being.
2.4.2 Hubungan Harmonious Passion dengan Psychological Capital
Melihat dari hubungan korelasi antara variabel harmonious passion dan
subjective well-being, peneliti mencoba untuk menggunakan peran mediasi
diantara kedua variabel tersebut. Peran mediator ini digunakan karena
korelasi antara variabel harmonious passion dengan subjective well-being
masih tergolong lemah menurut norma korelasi dari Guilford dan Fruchter
(1973). Peneliti mencoba untuk memaparkan hal-hal apa saja yang dapat
disoroti dari konsep harmonious passion itu sendiri, diantara nya
konsekuensi yang dapat dihasilkan dari harmonious passion yaitu konsekuensi
afeksi, tingkah laku dan kognisi. Dalam penelitian ini peneliti mencoba
untuk mengulas lebih dalam konsekuensi kognisi yang dimiliki oleh karyawan
sehingga dapat menjadi suatu sumber daya memungkinkan untuk menghasilkan
outcomes positif bagi individu itu sendiri. Psychological capital dianggap
sebagai sumber daya kognitif yang dapat memberikan dampak positif terhadap
kesejahteraan (Avey, Luthans, Smith, & Palmer, 2010). PsyCap ini sendiri
merupakan salah satu internal faktor yang dapat dilakukan oleh seorang
individu yang memiliki otonomi dalam pekerjaan nya. Peneliti menggunakan
faktor internal sebagai mediator karena berdasarkan penelitian terdahulu
mediator diantara hubungan harmonious passion dan subjective well-being ini
berasal dari faktor internal individu.
Selain itu, alasan penelitian ini menggunakan PsyCap karena karyawan
dapat dikatakan memiliki harmonious passion jika mereka tersebut memiliki
otonomi dalam mengatur jadwal aktifitas pekerjaan dan aktifitas lain diluar
pekerjaan mereka. Karyawan yang memiliki otonomi dalam bekerja ini erat
kaitan nya dengan karyawan yang memiliki traits resilience. Resilience
merupakan salah satu dimensi positif yang dimiliki oleh konsep
psychological capital yang memiliki karakteristik sebagai individu yang
memiliki autonomi, memiliki kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan, dan
memiliki kompetensi sosial (Fayombo, 2010). Berangkat dari konsep ini,
peneliti akan menguji hubungan dari otonomi karyawan yang memiliki
harmonious passion dalam memprediksi psychological capital karyawan. Dari
penjelasan tersebut penelitian ini akan mengajukan hipotesis:
Hipotesis 2 : Terdapat hubungan positif antara harmonious passion
dengan positive psychological capital.
2.4.2 Hubungan Psychological Capital dengan Subjective Well-Being
Selanjutnya penelitian ini menggunakan teori conservation of resource
dimana teori ini menjelaskan bagaimana seorang individu itu memiliki usaha
untuk mempertahankan, mendapatkan, dan melindungi sumber daya diri mereka
sendiri yang bisa mencakup keuangan atau tenaga (Sonnentag & Fritz, 2007).
Usaha untuk mempertahankan dan mengelola sumber daya merupakan suatu bentuk
usaha yang dapat dilakukan karyawan yang memiliki psychological capital.
Karyawan yang memiliki psychological capital memiliki karakter kuat yang
dapat menerapkan teori conservation of resource ini dalam menjalankan
tanggung jawab pekerjaan mereka (Avey, Luthans, Smith, & Palmer, 2010).
Penerapan teori ini dapat dilakukan oleh karyawan yang memiliki optimisme
dan kepercayaan diri untuk meraih dan mengejar target kesuksesan mereka di
pekerjaan. Hal ini merupakan suatu bentuk usaha dalam mengelola sumber daya
diri individu dan dapat memberikan dampak positif terhadap well-being
mereka. Hubungan antara psychological capital dengan subjective well being
sebelumnya juga telah diteliti dan memberikan hasil korelasi positif bahwa
individu yang memiliki PsyCap dapat meningkatkan SWB mereka (Lie et al,
2014). Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Avey et al., (2011) juga
mengatakan bahwa dengan adanya PsyCap pada karyawan dapat menghasilkan
desireable attitudes atau hal yang diharapkan oleh perusahaan seperti
tercapainya well-being karyawan. Berdasarkan tinjauan teori tersebut, maka
penelitian ini merumuskan hipotesis ketiga yaitu:
Hipotesis 3 : Terdapat korelasi positif antara hubungan psychological
capital dengan subjective well-being
2.4.2 Dinamika Hubungan Harmonious Passion , Psychological Capital dan
Subjective Well-Being
Dari penjelasan mengenai hubungan antara variabel penelitian yang
semuanya memiliki korelasi positif, maka penelitianini akan menggunakan
mediasi dari psychological capital untuk memperkuat hubungan antara
variabel harmonious passion dan subjective well-being pada karyawan bank
BUMD. Penelitian ini akan mengukur hubungan harmonious passion dan
subjective well-being baik secara langsung maupun hubungan tidak langsung
melalui peran mediator. Penelitian ini merumuskan peran mediasi dengan
hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 4 : Psychological capital memediasi hubungan antara
harmonious passion dan subjective well-being.
Dengan kerangka hubungan diantara variabel nya sebagai berikut:
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan metode penelitian yang akan
digunakan dalam melaksanakan penelitian ini. Adapun bab ini akan
menjelaskan lebih rinci jenis penelitian, variabel yang digunakan, sampel,
alat ukur hingga metode pengolahan datanya.
3.1 Pendekatan Penelitian
Untuk mengumpulkan data penelitian ini, peneliti menggunakan
pendekatan kuantitatif dalam pengambilan data menggunakan self-report.
Selain itu penelitian ini menggunakan metode non-experimental. Non-
experimental merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari
hubungan antar variabel (Cozby & Bates, 2015). Partisipan pada penelitian
ini ditentukan melalui accidential sampling.
3.2 Tipe Penelitian
Berdasarkan tujuannya, penelitian ini tergolong sebagai penelitian
korelasional yaitu penelitian yang mencari untuk menemukan suatu hubungan
atau keterkaitan dua atau lebih variabel yang digunakan dalam penelitian.
menurut Gravetter dan Forzana (2009) penelitian korelasional ini digunakan
untuk mendapatkan gambaran hubungan yaitu hubungan harmonious passion,
psychological capital dengan subjective well-being
3.3 Disain Penelitian
Disain penelitian ini merupakan cross-sectional study yang merupakan
penelitian yang dilakukan hanya sekali dalam kurun satu waktu. Penelitian
ini mencoba untuk memahami suatu gejala di tempat penelitian yang telah
dipilih oleh peneliti untuk melihat lebih dalam apakah variabel harmonious
passion dapat memprediksi subjective well-being pada karyawan bank melalui
peran psychological capital.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Outcome
3.4.1.1 Subjective Well-Being
Subjective well-being merupakan bentuk evaluasi individu mengenai
kepuasaan hidup yang ditandai oleh perasaan positif yang tinggi dan
perasaan negatif yang rendah (Diener, Lucas, & Oishi, 2002). Subjective
well-being ini mencakup afek positif, afek negatif dan life satisfaction.
Dari ketiga komponen dalam subjective well-being, penelitian ini akan
menggunakan satu komponen yaitu life satisfaction untuk mengukur sejauh
mana tingkat kepuasaan karyawan terhadap hidupnya jika memiliki harmonious
passion dan psychological capital.
3.4.2 Variabel Prediktor
3.4.2.1 Harmonious Passion
Harmonious passion merupakan internalisasi secara otonomi yang dapat
merepresentasikan identitas seorang individu yang dimana individu tersebut
memiliki kebebasan dalam melakukan aktifitas yang penting menurut individu
itu sendiri (Vallerand, 2012). Bentuk passion ini menjadika individu dapat
melakukan kegiatan nya sesuai dengan keinginan diri sendiri dan tanpa ada
nya konflik yang terjadi pada aspek kehidupan lain dari individu tersebut
(Vallerand R. J., 2010).
3.4.3 Variabel Mediator
3.4.3.1 Psychological Capital
Psychological capital adalah keadaan psikologis dari individu yang
memiliki karakteristik keyakinan diri dalam meraih kesuksesan dan
menyelesaikan tugas yang menantang; optimis atas kesuksesan sekarang dan
masa depan; pengharapan merupakan sebuah bentuk ketekunan untuk meraih
target; dan resiliensi adalah suatu bentuk kemampuan individu untuk bangkit
dari kegagalan dan kesulitan yang dihadapi dan dapat menjadi lebih sukses
dari sebelumnya (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007).
3.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini berjumlah empat hipotesis yang
mencakup hubunga-hubungan setiap variabel dalam penelitian. Adapun variabel
tersebut sebagai berikut :
Hipotesis 1: Terdapat hubungan positif antara harmonious passion
dengan subjective well-being.
Hipotesis 2 : Terdapat hubungan positif antara harmonious passion
dengan positive psychological capital.
Hipotesis 3: Terdapat hubungan positif antara positive psychological
capital dengan subjective well-being.
Hipotesis 4 : Psychological capital memediasi hubungan antara
harmonious passion dan subjective well-being.
3.6 Partisipan Penelitian
3.6.1 Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja di
Bank X (BUMD), sedangkan sampel penelitian ini adalah karyawan Bank X
(BUMD) yang bekerja di kantor pusat dan cabang utama di salah satu daerah
di dalam kota tempat BUMD tersebut beroperasional.
3.6.2 Karakteristik Partisipan
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja untuk
perusahaan jasa, yaitu Bank. Dalam penelitian ini peneliti menentukan
sample penelitian kepada karyawan perusahaan jasa yaitu karyawan Bank BUMD
X. Karyawan yang diikutsertakan dalam penelitian ini terdiri dari semua
level jabatan dan posisi pekerjaan di bank tersebut. Karakteristik
partisipan penelitian merupakan karyawan yang telah bekerja minimal 1 tahun
dan merupakan pegawai tetap. Sampel responden penelitian ini berjumlah 240
karyawan bank.
3.6.3 Teknik Pengambilan Sampel
Dalam menentukan sample peneliti akan menggunakan nonprobability
sampling techniques yaitu purposive sampling. Purposive sampling ini
dilakukan dengan cara menentukan individu yang memiliki kriteria dan
karakteristik yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Penelitian ini
menggunakan kuesioner sebagai alat ukur nya sehingga data yang didapatkan
merupakan self-report dari karyawan itu sendiri, Selanjutnya peneliti akan
menyebarkan kuesioner secara accidential kepada calon partisipan, dan
kuesioner yang disebarkan akan berjumlah lebih dari rencana total
partisipan di penelitian ini.
Untuk mencegah common method bias pada penelitian yang pengukuran nya
menggunakan self-report. Peneliti menggunakan proses pengacakan aitem
pernyataan yang telah dicantumkan didalam kuesioner penelitian. Tujuan
pengacakan ini untuk membuat responden tidak menyadari hal apa yang ingin
diukur oleh penelitian ini.
3.7 Metode Pengumpulan Data
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner
gabungan dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Aitem
dalam kuesioner ini didapatkan dari alat ukur asli variabel yang digunakan,
dan telah dilakukan back translation dari Bahasa Inggris kedalam Bahasa
Indonesia. Aitem-aitem yang digunakan dalam kuesioner telah ditentukan oleh
hasil expert judgement agar makna dari aitem aslinya tidak berubah setelah
ditafsirkan. Total aitem dalam kuesioner berjumlah 36 aitem.
3.8 Alat Ukur Penelitian
Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini semuanya telah
melalui proses back translation dari Bahasa asli kedalam Bahasa Indonesia.
Proses back translation ini disebut sebagai proses adaptasi alat ukur yang
dilakukan agar alat tersebut cocok digunakan di dalam kebudayaan di
Indonesia. Dari proses adaptasi ini peneliti melakukan uji coba terpakai
yang hasilnya menunjukkan nilai reliabilitas dan validitas aitem.
Reliabilitas suatu alat ukur dikatakan baik dan dapat mengukur apa yang
hendak diukur saat keofisien cronbach alpha nya memiliki rentang 0,7-0,8
(Kaplan & Sazucco, 2005).
3.8.1 Kuesioner Harmonious Passion
Penelitian ini menggunakan Passion Scale oleh Robert J. Vallerand
(2003). Passion Scale ini terdiri atas dua dimensi yaitu harmonious dan
obsessive. Aitem pernyataan yang akan digunakan pada harmonious passion
sejumlah 7 aitem (e.g 'This activity is in harmony with the other
activities in my life') dengan likert-type skala 1 (sangat tidak setuju) –
6 (sangat setuju). Range genap digunakan peneliti ini untuk mencegah
jawaban netral yang diberikan oleh responden penelitian. Hasil jawaban dari
responden ini akan dijumlahkan dan peneliti akan menentukan responden mana
saja yang tergolong karyawan dengan harmonious passion yang tinggi dan
kelompok karyawan dengan harmonious passion yang rendah.
Reliabilitas alat ukur passion ini diukur oleh Cronbach Alpha .73
(Vallerand, et al., 2003). Sedangkan hasil reliabilitas alat ukur Passion
Scale untuk harmonious passion dari uji coba terpakai penelitian ini adalah
.839 dari total 7 aitem dan hasil uji coba ini tidak membuang satupun aitem
dalam alat ukur harmonious passion ini.
Tabel 3.8.1 Penyebaran Item indeks Harmonious Passion
"No " "Nomor Item "Jumlah "Contoh Item " "
" 1 "Harmonious "1,5,9,14,19,25"7 aitem"Hal baru yang saya temui "Aitem " "
" "Passion ",30 " "dalam pekerjaan ini "Favorable" "
" " " " "menjadikan saya lebih "Aitem " "
" " " " "menghargai pekerjaan "Favorable" "
" " " " "Pekerjaan ini mencerminkan"Aitem " "
" " " " "kualitas diri saya "Favorable" "
" " " " "Pekerjaan ini memberikan "Aitem " "
" " " " "saya pengalaman beragam "Favorable" "
" " " " "Pekerjaan ini memberikan "Aitem " "
" " " " "saya pengalaman berkesan "Favorable" "
" " " " "Kecintaan saya pada "Aitem " "
" " " " "pekerjaan ini masih dapat "Favorable" "
" " " " "saya kendalikan "Aitem " "
" " " " "Saya memiliki komitmen "Favorable" "
" " " " "penuh pada pekerjaan ini " " "
" " " " "Pekerjaan ini memiliki " " "
" " " " "keselarasan dengan " " "
" " " " "aktifitas lain di hidup " " "
" " " " "saya " " "
3.8.2 Kuesioner Psychological Capital
Alat ukur asli dari psychological capital ini adalah Psychological
Capital Questionnaire (PCQ-24) milik Fred Luthans, Bruce J. Avolio & James
B. Avey (2007) yang memiliki 24 aitem pernyataan dan terdiri dari 4
dimensi yaitu self-efficacy, hope, resilience, dan optimism. Alat ukur ini
telah melalui proses adaptasi menggunakan back translation dari Bahasa
Inggris kedalam Bahasa Indonesia. PCQ-24 memiliki range 1 (sangat tidak
sesuai) hingga 6(sangat sesuai) dan menghilangkan satu pilihan jawaban
untuk mencegah hasil jawaban netral dari responden. Alat ukur ini juga
terdiri atas tiga pernyataan reverse dengan skala likert-type 1 (sangat
sesuai) – 6 (sangat tidak sesuai).
Untuk mengukur reliabilitas dan validitas item pernyataan, peneliti
menggunakan uji coba terpakai dan menghasilkan nilai reliabilitas .906
dengan total 21 aitem. Peneliti melakukan eliminasi terhadap 3 aitem
penyataan yang memiliki nilai validitas dibawah 0.2. Tiga aitem tersebut
merupakan item dalam dimensi resilience dan optimism.
Tabel 3.8.2 Penyebaran Item Indeks Psychological Capital Questionnaire
(PCQ)
"No "Dimensi "Nomor Item "Jumlah "Contoh Item "
" 1 "Self-Efficacy "2,4,15,16,21,26 "6 item "Saya merasa percaya "
" " " " "diri untuk menemukan"
" " " " "solusi bagi masalah "
"2 "Hope "6,24,27,29,31,35 " "yang bersifat jangka"
" " " " "panjang "
"3 "Resilience "8,13,18(R),22,32,36 " "Saya memikirkan cara"
" " " " "unyuk mencapai "
" " " " "target dalam "
"4 "Optimism "10,12,20(R),34,37(R)" "pekerjaan saya "
" " ",38 " "Saya biasanya dapat "
" " " " "menghadapi hal-hal "
" " " " "yang memicu stress "
" " " " "dengan tenang "
" " " " "Dalam menjalani "
" " " " "pekerjaan ini saya "
" " " " "memiliki prinsip "
" " " " ""akan selalu ada "
" " " " "hikmah dari setiap "
" " " " "masalah" "
3.8.3 Kuesioner Subjective Well-being
Penelitian ini menggunakan Satisfaction with Life Scale (Diener,
Emmons, Larsen, & Griffin, 1985). Alat ukur yang digunakan dalam pengukuran
Subjective Well-being adalah Satisfaction with Life Scale (SWSL) yang
terdiri atas 5 aitem (e.g 'I am satisfied with my life'). Alat ukur ini
menggunakan skala 1 (sangat tidak sesuai) – 6 (sangat sesuai). Skala
likert-type yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah genap untuk
menghindari jawaban netral pada responden penelitian. Untuk skoring skala
ini semua total jawaban yang diberikan oleh setiap partisipan akan
dijumlahkan untuk menentukan tingkat kepuasaan hidup responden dan akan
disesuaikan dengan normal asli dari skala SWLS ini.
Skala life satisfaction telah melalui review untuk mengukur tingkat
stabilisasi reliabilitas jika digunakan hingga saat ini, dan hasil review
tersebut tergolong stabil dengan Cronbach Alpha .54 setelah 4 tahun alat
ukur ini di publikasikan (Pavot & Diener, 1993). Sedangkan reliabilitas
yang dihasilkan dari uji coba terpakai adalah .738 dari total 5 aitem
pernyataan yang tidak dieliminasi satupun karena validitas aitemnya >0,2.
Tabel 3.8.3. Penyebaran Item Indeks Satisfaction with Life Scale (SWLS)
"No "Dimensi "Nomor Item "Jumlah "Contoh Item "
" 1 "Life Satisfaction "4,36,38,39,44"5 Item "Sejauh ini saya telah "
" " " " "mendapatkan hal-hal "
" " " " "penting yang saya "
" " " " "inginkan dalam hidup "
" " " " "Sebagian besar hidup "
" " " " "saya hampir mendekati "
" " " " "ideal "
" " " " "Kondisi hidup saya "
" " " " "sangat sempurna "
" " " " "Saya puas dengan hidup "
" " " " "saya "
" " " " "Jika saya dapat "
" " " " "menjalani hidup ini "
" " " " "kembali, saya tidak "
" " " " "akan merubah apapun "
3.8.4 Kuesioner Data Demografis
Penelitian ini menggunakan data demografis yang mencakup usia, jenis
kelamin, lama bekerja, posisi pekerjaan sebagai variabel kontrol (Michel,
Turgut, Hoppe, & Sonntag, 2015). Pertanyaan dalam demografis ini merupakan
pertanyaan tertutup sehingga partisipan hanya tinggal memilih jawaban yang
sesuai dengan keadaan dirinya.
3.9 Prosedur Penelitian
3.9.1 Tahap Persiapan
Kuesioner yang akan dibagikan oleh peneliti telah melalui proses back
translation dan expert judgment untuk memastikan aitem-aitem di dalam
kuesioner tersebut cocok digunakan untuk karaktersitik karyawan di
Indonesia. Proses adaptasi alat ukur ini dilakukan sesuai dengan prosedur
adaptasi yang dimulai dengan translasi, sintesis, back translation, expert
committee review, dan pretest (Beaton, Bombardier, Guillemin, & Ferraz,
2000)
Setelah dilakukan proses adaptasi alat ukur, peneliti melakukan proses
untuk mengurus perizinan ke perusahaan yang dituju. Peneliti akan
berkerjasama dengan HR Team di Bank X untuk mendapatkan data karyawan
sesuai dengan divisi kerja. Setelah mendapatkan data sampel yang
dibutuhkan, peneliti akan mengatur waktu untuk proses pengambilan data yang
akan dilakukan sebanyak dua kali.
3.9.2 Tahap Pelaksanaan
Kuesioner berupa paper based dan peneliti yang akan langsung
membagikan ke pihak karyawan dengan didampingi oleh HR team di Bank X.
Kuesioner tidak akan menggunakan nama asli dari responden tetapi
menggunakan tiga inisial nama dari responden penelitian. Penelitian ini
akan menggunakan metode pengacakan aitem pernyataan. Dari 36 aitem
pernyataan peneliti telah mengacak pernyataan dari tiga jenis alat ukur
yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian telah dilakukan pada bulan
Maret 2018 selama 3 hari pengambilan data dan menghasilkan 250 kuesioner
yang telah terisi oleh karyawan yang menjadi sampel penelitian ini.
3.9.3 Tahap Pengolahan Data
Kuesioner yang didapatkan dari partisipan akan dilanjutkan untuk
pengolahan data secara statistik. Peneliti akan melakukan penggabungan
kuesioner berdasarkan inisial dan nomor kuesioner yang sama agar memudahkan
untuk melakukan coding dan skoring. setelah itu pengolahan data akan
dilanjutkan untuk mengukur validitas, reliabilitas dan korelasi antara
ketiga variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
3.10 Teknik Analisis Data dan Pengujian Alat Ukur
Untuk Pengujian alat ukur, setelah dilakukan back translation dan uji
keterbacaan. Pada awalnya peneliti akan melakukan confirmatory factor
analysis untuk menguji konstruk validitas aitem-aitem dan uji realibilitas
untuk mengukur Cronbach Alpha dan Corrected item total correlation untuk
melihat aitem-aitem yang rendah hasilnya. Pengujian hasil data dalam
penelitian ini akan menggunakan program SPSS Statistic 23.0. Selain itu
peneliti juga menggunakan regresi berganda untuk melihat sumbangan komponen
dari salah satu variabel penelitian ini. Sedangkan untuk menguji hubungan
independen variable dan dependen variable melalui peran mediator
psychological capital dengan menggunakan PROCESS MACRO 2.16 dari Andrew F.
Hayes.
BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA
Bab ini akan memaparkan hasil analisis dan interpretasi data yang
telah didapatkan dari penelitian terhadap 240 responden dari karyawan Bank
X. Hasil analisis yang akan peneliti gambarankan yaitu mengenai
karakteristik demografis dari responden penelitian, korelasi antar variabel
utama penelitian, dan temuan-temuan lainnya dalam penelitian.
4.1 Gambaran Umum
Responden penelitian ini berjumlah 240 karyawan yang bekerja di Bank
BUMD X wilayah Bandar Lampung. Karyawan yang menjadi responden di dalam
penelitian ini terdiri dari karyawan kantor pusat, kantor cabang utama dan
kantor cabang pembantu. Peneliti menggunakan offline kuesioner dan
menyebarkan 250 hard copy. Setelah kuesioner dikembalikan dari beberapa
cabang kantor, peneliti melakukan eliminasi terhadap 10 kuesioner yang
dianggap tidak memenuhi persyaratan karena responden merupakan karyawan
kontrak, kuesioner tidak lengkap dan tidak selesai pengerjaan nya. Sehingga
data kuesioner yang dapat diolah oleh peneliti berjumlah 240 kuesioner
dengan rincian 99 kuesioner kantor pusat, 77 kuesioner kantor cabang utama
dan 64 kuesioner kantor cabang pembantu.
4.2 Gambaran Demografis Responden
Gambaran demografis responden dalam penelitian ini merupakan hasil
isian yang diberikan oleh responden yang meliputi jenis kelamin, usia, lama
kerja, status kepegawaian dan posisi jabatan di perusahaan. Responden juga
mengisi inisial di dalam lembar demografis kuesioner, tetapi untuk menjaga
kerahasiaan data responden peneliti tidak menyertakan keterangan inisial
pada proses pengolahan data. Berikut hasil pengolahan frekuensi dan
persentase dari data demografis.
Table 4.1.1 Karakteristik Demografis Jenis Kelamin dan Usia Responden
"Karakteristik Demografis "N "% "
"Jenis Kelamin " " "
" Perempuan "132 "55% "
" Laki-laki "108 "45% "
"Usia " " "
" <25 tahun "8 "3.3% "
" 25-35 tahun "133 "55.4% "
" 36-50 tahun "88 "36.7% "
" >50 tahun "11 "4.6% "
Dari 240 responden dalam penelitian ini, 55% nya merupakan responden
dengan jenis kelamin perempuan dan 45% nya merupakan responden laki-laki.
Karyawan yang bekerja di Bank BUMD memiliki variasi usia yang beragam,
dengan rincian 55.4% merupakan karyawan dengan usia 25-35 tahun, 36.7%
merupakan karyawan dengan usia 36-50 tahun dan sisanya merupakan campuran
karyawan dengan usia <25 tahun dan >50 tahun.
Tabel 4.1.2 Karakteristik Demografis Lama Kerja dan Status Kepegawaian
"Karakteristik Demografis "N "% "
"Lama Kerja " " "
" 1-5 tahun "75 "31.3% "
" 6-10 tahun "81 "33.8% "
" 11-19 tahun "60 "25% "
" > 20 tahun "24 "10% "
"Status Kepegawaian " " "
" Pegawai Tetap "240 "100% "
Dari 240 responden karyawan yang bekerja di Bank BUMD X 100% nya
merupakan karyawan tetap karena peneliti telah melakukan eliminasi pada
karyawan yang merupakan karyawan kontrak. Selain itu karyawan yang telah
bekerja selama 6-10 tahun memiliki persentase terbesar yaitu 33.8% dan
dilanjutkan oleh karyawan yang telah bekerja selama 1-5 tahun dengan
persentase 31.3% dan sisanya merupakan karyawan dengan lama waktu kerja
lebih dari 11 tahun hingga 20 tahun masa bakti.
Tabel 4.1.3 Karakteristik Demografis Jabatan dan Jenis Kantor
"Karakteristik Demografis "N "% "
"Posisi Jabatan " " "
" Kepala Divisi "12 "5% "
" Kepala Bagian "30 "12.5% "
" Penyelia "34 "14.2% "
" Pelaksana "19 "7.9% "
" Staff "145 "60.4% "
"Jenis Kantor " " "
" Kantor Pusat "99 "41.3% "
" Kantor Cabang Utama "77 "32.1% "
" Kantor Cabang Pembantu "64 "26.7% "
Karyawan yang menjadi responden penelitian ini terbanyak bekerja pada
kantor pusat Bank BUMD X dengan persentase 41.3%, selanjutnya 32.1% bekerja
di Kantor cabang utama dan 26.7% bekerja di kantor cabang pembantu. Untuk
posisi jabatan responden penelitian yang terbesar persentase nya adalah
staff dengan 60.4% dan sisanya merupakan jabatan kepala divisi, kepala
bagian, penyelia (supervisor) dan pelaksana.
4.2 Gambaran dan Klasifikasi Variabel Penelitian
Klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggolongkan
skor nilai tinggi dengan skor rendah sesuai dari median yang didapatkan
dari hasil olahan data di SPSS. Median yang didapatkan ini akan membagi dua
kelompok untuk setiap variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
kelompok tinggi dan rendah pada variabel psychological capital, kelompok
tinggi dan rendah pada variabel harmonious passion, dan kelompok tinggi dan
rendah pada variabel subjective well-being. Gambaran variabel penelitian
dalam Tabel 4.2, menunjukkan nilai rata-rata skor, median, skor minimum,
skor maksimum dan standart deviasi pada hasil olahan data dari 240
responden penelitian.
Berikut gambaran dan klasifikasi variabel dalam penelitian ini:
Table 4.2 Gambaran Variabel Penelitian
"Variabel "Rata-Rata"Median "Skor "Skor "SD "
" "Skor " "Maksimum "Minimum " "
"Life "4.46 "4.6 "6.00 "2.40 "0.75 "
"Satisfaction " " " " " "
"Psychological "4.66 "4.76 "5.95 "3.33 "0.50 "
"Capital " " " " " "
"Harmonious "4.70 "4.85 "6.00 "3.00 "0.58 "
"Passion " " " " " "
N= 240.
Tabel 4.3 Klasifikasi Life Satisfaction
"Kelompok Skor "Rentang Skor "Jumlah "Present se (%) "
" Rendah "< 4.6 "117 "48.75% "
" Tinggi " 4.6 "123 "51.25% "
Tabel 4.4 Klasifikasi Psychological Capital
"Kelompok Skor "Rentang Skor "Jumlah "Presentase (%) "
" Rendah "< 4.76 "112 "46.66% "
" Tinggi " 4.76 "128 "53.33% "
Tabel 4.5 Klasifikasi Harmonious Passion
"Kelompok Skor "Rentang Skor "Jumlah "Presentase (%) "
" Rendah "<4.85 "111 "46.25% "
" Tinggi " 4.85 "129 "53.75% "
Gambaran umum dari variabel subjective well-being (life satisfaction)
memiliki nilai rata-rata 4.46, nilai median 4.6, nilai maksimum 6.00, nilai
minimum 2.40 dan standart deviasi 0.75. Klasifikasi variabel subjective
well-being yang menggunakan alat ukur life satisfaction menunjukkan
responden dengan skor tinggi dan skor rendah. Dimana responden yang
memiliki skor tinggi merupakan responden dengan tingkat subjective well-
being yang tinggi dan responden dengan skor rendah memiliki subjective well-
being yang rendah. Titik tengah pembagian kedua kelompok ini menggunakan
median dari hasil olahan data 240 responden. Jadi semakin tinggi nilai skor
semakin tinggi juga subjective well-being responden tersebut dan ada 123
responden yang tergolong memiliki subjective well-being tinggi dimana
responden dengan skor tinggi lebih banyak kuantitasnya dibandingkan dengan
responden skor rendah.
Selanjutnya gambaran umum dari variabel psychological capital. Dari
hasil pengolahan data pada 240 responden, didapatkan nilai rata-rata 4.66,
nilai median 4.76, nilai maksimum 5.95, nilai minimum 3.33, dan standar
deviansi 0.50. Klasifikasi yang diterapkan dalam variabel psychological
capital sama dengan subjective well-being. Dimana responden yang dengan
nilai skor yang tinggi akan lebih tinggi juga psychological capital mereka
saat bekerja. Hal ini ditandai dengan tingginya self-efficacy, hope,
resiliencies dan optimism. Dari hasil analisis data terdapat 128 responden
yang tergolong memiliki psychological capital yang tinggi, sedangkan 112
sisanya merupakan responden dengan kategori psychological capital yang
rendah.
Untuk variabel selanjutnya yaitu harmonious passion. Gambaran umum
dari hasil pengolahan data untuk variabel ini dapatkan nilai rata-rata
4.70, nilai median 4.85, nilai maksimum 6.00, nilai minimum 3.00, dan
standart deviasi sebesar 0.58. Untuk menentukan titik tengah perbedaan
kategori tinggi dan rendah pada variabel harmonious passion ini, peneliti
juga menggunakan cara yang sama dengan variabel lainnya. Responden
dikatakan memiliki harmonious passion jika memiliki skor diatas 4.85 dan
dikatakan tidak memiliki harmonious passion saat skor yang didapatkan
dibawah 4.85. Terdapat 129 responden yang tergolong karyawan dengan
harmonious passion dan sisanya 111 responden tergolong tidak memiliki
harmonious passion.
4.4 Uji Reliabilitas dan Validitas Item
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 jenis, yaitu
Satisfaction With Life Scale, Psychological Capital Questionannire dan
Passion Scale. Ketiga alat ukur yang digunakan ini telah melalui proses uji
coba terpakai untuk mengukur reliabilitas dan validitas aitem, pengujian
ini dilakukan untuk melakukan pembuktian bahwa alat ukur tersebut stabil
dan reliable untuk mengukur yang hendak diukur.
4.4.1 Uji Validitas Aitem Satisfaction With Life Scale
Peneliti melakukan uji validitas terlebih dahulu sebelum melakukan
uji reliabilitas. Uji validitas yang digunakan adalah melihat nilai dari
corrected total-item setiap aitem. Berikut hasil CRIT dari alat ukur SWLS :
Tabel 4.6 Validitas Item Satisfaction With Life Scale
"No. "Aitem Pernyataan "Corrected "
"Aitem " "Item-Total "
"4. "Sejauh ini saya telah mendapatkan hal-hal "0.513 "
" "penting yang saya inginkan dalam hidup " "
"36. "Sebagian besar hidup saya hampir mendekati idea "0.771 "
"38. "Kondisi hidup saya sangat sempurna "0.733 "
"39. "Saya puas dengan hidup saya "0.644 "
"44. "Jika saya dapat menjalani hidup ini kembali, "0.809 "
" "saya tidak akan merubah apapun " "
Dari Table 4.6 menunjukkan bahwa pernyataan dari alat ukur SWLS ini
memiliki indeks corrected item-total correlation diatas 0.2 untuk kelima
aitemnya (Aiken & Groth-Marnat, 2006). Sehingga peneliti tidak perlu
melakukan eliminasi aitem dan dapat melanjutkan untuk melakukan uji
reliabilitas.
4.4.1.1 Uji Reliabilitas Satisfaction With Life Scale
Hasil pengujian reliabilitas SWLS menggunakan uji coba terpakai dari
240 responden untuk 5 aitem pernyataan memiliki reliabilitas yang baik
dengan cronbach's alpha 0.738. Hasil reliabilitas ini dapat dibandingkan
dengan alat ukur asli yang memiliki nilai cornbach's alpha sebesar 0.89.
Kedua nilai reliabilitas ini tergolong baik sebab keduanya memiliki nilai
Cronbach alpha diatas 0,6 (Nunnally & Bernstein, 1994).
4.4.2 Uji Validitas Aitem Psychological Capital Questionnaire
Uji validitas yang digunakan untuk alat ukur PCQ-24 ini juga
menganalisis indeks dari corrected item-total correlation. Berikut hasil
CRIT dari PCQ-24 :
Tabel 4.7 Validitas Aitem Self-Efficacy
"No "Aitem Pernyataan "CRIT "
"2 "Saya merasa percaya diri untuk menemukan solusi "0.540 "
" "bagi masalah yang bersifat jangka panjang " "
"4 "Saya merasa percaya diri untuk membantu menentukan"0.663 "
" "target unit kerja saya " "
"15 "Saya merasa percaya diri memberikan informasi "0.581 "
" "kepada teman-teman kerja saya " "
"16 "Saya merasa percaya diri berkontribusi untuk "0.645 "
" "membahas mengenai strategi perusahaan " "
"21 "Saya merasa percaya diri untuk menghubungi pihak- "0.532 "
" "pihak luar perusahaan untuk mendiskusikan masalah " "
"26 "Saya merasa percaya diri untuk menunjukkan hasil "0.588 "
" "kerja saya di dalam rapat manajemen " "
Tabel 4.8 Validitas Aitem Hope
"No. "Aitem Pernyataan "CRIT "
"6 "Terdapat banyak jalan untuk penyelesaian setiap "0.340 "
" "masalah " "
"24 "Jika saya terperangkap dalam masalah, saya akan "0.356 "
" "memikirkan banyak cara untuk menyelesaikannya " "
"27 "Saya memikirkan cara untuk mencapai target dalam "0.645 "
" "pekerjaan saya " "
"29 "Saat ini, saya melihat diri saya sukses dalam "0.549 "
" "pekerjaan " "
"31 "Saat ini, saya merasa sudah mencapai target dalam "0.470 "
" "pekerjaan saya " "
"35 "Saat ini, saya merasa memiliki semangat untuk "0.558 "
" "mencapai target dalam pekerjaan saya " "
Tabel 4.9 Uji Validitas Resilience
"No "Aitem Pernyataan "CRIT "
"8 "Saya biasanya dapat menghadapi hal-hal yang memicu"0.296 "
" "stress dengan tenang " "
"13 "Saya biasa mengatur dan menyelesaikan masalah "0.506 "
" "dengan berbagai cara " "
"22 "Saya dapat menyelesaikan pekerjaan sendiri jika "0.461 "
" "keadaan nya memaksa " "
"32 "Saya merasa dapat mengatasai banyak hal dalam satu"0.483 "
" "waktu " "
"36 "Saya dapat melewati waktu sulit dalam bekerja "0.478 "
" "karena saya telah mengalami sebelumnya " "
Tabel 4.10 Uji Validitas Optimism
"No "Aitem Pernyataan "CRIT "
"10 "Saat menghadapi hal-hal yang tidak pasti dalam "0.228 "
" "pekerjaan, saya biasanya hanya berekspektasi yang " "
" "terbaik " "
"12 "Saya selalu melihat sisi baik dari suatu hal yang "0.517 "
" "berhubungan dengan pekerjaan saya " "
"34 "Saya optimis mengenai apa yang terjadi kepada "0.334 "
" "pekerjaan saya di masa depan " "
"38 "Dalam menjalani pekerjaan ini saya memiliki "0.359 "
" "prinsip "akan selalu ada hikmah dari setiap " "
" "masalah" " "
Peneliti memutuskan untuk melakukan eliminasi aitem pada dimensi
resilensi, aitem tersebut memiliki indeks corrected item-total correlation
<0.2 (CRIT= -0.115). Jika aitem ini disertakan dalam pengukuran
reliabilitas dimensi, maka hasil cornbach alpha nya pun akan rendah
dibandingkan jika aitem tersebut tidak diikutsertakan.
Selain dari dimensi resiliencies, peneliti juga melakukan eliminasi
terhadap 2 aitem dari dimensi optimism karena keduanya memilki skor <0.2
(CRIT = -0.112 dan CRIT = 0.-456).
4.4.2.1 Uji Reliabiltas Psychological Capital Questionnaire
Psychological capital merupakan variabel multidimensional yang
sebaiknya diukur reliabilitas nya berdasarkan dimensi yang dimiliki konsep
ini. Cronbach alpha untuk self-efficacy adalah 0.821. Cronbach alpha untuk
Hope 0.742, Cronbach alpha untuk Reseliencies 0.686, sedangkan Cronbach
alpha untuk optimism 0.568.
Secara keseluruhan realiabilitas dari psychological capital dengan
total 21 aitem jika tidak diukur secara dimensional menghasilkan Cronbach
alpha sebesar 0.906. Dari hasil reliabilitas ini tergolong sangat tinggi,
sehingga alat ukur ini stabil dan dapat mengukur hal yang hendak diukur
dalam penelitian ini.
4.4.3 Uji Validitas Passion Scale
Uji validitas dari passion scale juga dilakukan dengan cara yang sama
dengan dua variabel sebelumnya dengan menganalisis hasil indeks corrected
item-total correlation. Berikut dari CRIT dari Passion Scale :
Tabel 4.11 Validitas Item Passion Scale
"No. "Aitem Pernyataan "CRIT "
"9 "Pekerjaan ini memberikan saya pengalaman yang "0.559 "
" "beragam " "
"14 "Pekerjaan ini memberikan saya pengalaman yang "0.725 "
" "berkesan " "
"1 "Hal baru yang saya temui dalam pekerjaan ini "0.602 "
" "menjadikan saya lebih menghargai pekerjaan " "
"5 "Pekerjaan ini mencerminkan kualitas diri saya "0.667 "
"30 "Pekerjaan ini memiliki keselarasan dengan "0.524 "
" "aktivitas lain di hidup saya " "
"25 "Saya memiliki komitmen yang penuh pada pekerjaan "0.608 "
" "ini " "
"19 "Kecintaan saya pada pekerjaan ini masih dapat saya"0.512 "
" "kendalikan " "
Sesuai dengan Aiken & Groth-Marnat (2006), aitem-aitem dari Passion
Scale ini tidak perlu untuk dieliminasi karena indeks corrected item-total
correlation nya >0.2. Sehingga alat ukur Passion Scale yang digunakan dalam
penelitian ini masih berjumah 7 aitem.
4.4.3.1 Uji Reliabilitas Passion Scale
Hasil uji reliabilitas passion scale yang dilakukan menggunakan uji
coba terpakai dari 240 responden tergolong baik. Cronbach's alpha dari alat
ukur ini 0.839. Jika dibandingkan dengan alat ukur terdahulu. Keduanya
memiliki nilai reliabilitas yang stabil dan dapat mengukur hal yang hendak
diukur.
4.4 Korelasi antar variabel
Korelasi antar varaibel dalam penelitian ini menggunakan korelasi
bivariate dengan correlation coefficients pearson. Korelasi ini digunakan
untuk mencari hubungan antara variabel yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu harmonipus passion (independen variabel), psychological capital
(mediator) dan subjective well-being (dependen variabel). Selain itu
korelasi antar variabel ini juga mencari hubungan antara karakteristik
demografis responden penelitian sebagai variabel kontrol dengan variabel
yang digunakan, yaitu usia, jenis kelamin, lama kerja, dan jabatan
responden. Untuk status kepegawaian tidak disertakan dalam analisis
korelasi ini karena 100% responden merupakan pegawai tetap.
Tabel 4.12 Pearson Correlation, Mean, SD antar variabel
"Variabel "M "SD "
" " "Tahap 1 "Tahap 2 "
" "B "SE "B "SE "B "SE "
"Harmonious "0.704** "0.032 "0.459**"0.078 "-0.038 "0.130 "
"Passion " " " " " " "
"Psychological "- "- "- "- "0.707**"0.151 "
"Capital " " " " " " "
"R2 "0.818 "0.356 "0.4478 "
"R-sq "0.670 "0.127 "0.200 "
"F "484.668** "34.685** "29.714** "
"df1,df2 "1.000 "238.000 "1.000 "238.000"2.000 "237.000"
* signifikan pada p<0.05, ** signifikan pada p<0.01
Hasil analisis dari Tabel 4.13 menunjukkan adanya pengaruh positif
antara harmonious passion dengan psychological capital (Bhp=0.704, p<0.01).
Berdasarkan model tersebut, harmonious passion menyumbang 67% terhadap
varians pada variabel psychological capital (R=0.818, R2= 0.670, p<0.01).
Selain itu model ini juga digolongkan sebagai model fit dengan nilai
f=484.668 (f>1), hubungan ini merupakan pengaruh dari independen variabel
terhadap mediator penelitian (efek a). Hasil ini mendukung hipotesis 2
penelitian. Dengan kata lain, Hipotesis 2 diterima.
Selain itu Tabel 4.13 juga menunjukkan pengaruh positif pada variabel
psychological capital terhadap variabel subjective well-being (Bpc=0.707,
p<0.01). Hubungan ini merupakan mediator dan dependen variabel penelitian
(efek b). Hasil ini membuktikan hipotesis 3 dari penelitian ini, sehingga
dapat dikatakan Hipotesis 3 diterima. Gabungan kedua efek a dan b merupakan
indirect effect yang dapat memberikan gambaran efek tidak langsung dari
variabel harmonious passion dan psychological capital terhadap subjective
well-being. Dari hasil analisis gabungan harmonious passion dengan
psychological capital terhadap subjective well-being, kedua variabel
tersebut dapat berkontribusi untuk menyumbang 20% terhadap varians dari
variabel subjective well-being.
Hasil analisis Tabel 4.13 juga menunjukkan bahwa direct effect
harmonious passion dengan subjective well-being (efek c') (Bhp= -0.038,
p<0.01) lebih kecil dibandingkan total effect-nya (efek c) (Bhp= 0.459,
p<0.01), dan pengaruh nya pada direct effect menjadi tidak signifikan
(p=0.769 , p<0.01). Sedangkan efek mediasi psychological capital (indirect
effect) didapatkan dari hasil perkalian efek a dan efek b sehingga
dihasilkan BIndpcsw=-0.0382 (95% CI 0.270, 0.718). Hal ini menunjukkan jika
nilai p dan detereminasi koefisien antara harmonious passion dengan
subjective well-being menjadi tidak signifikan saat analisis nya
menggunakan variabel mediator, maka model ini membuktikan bahwa mediator
dari penelitian ini dapat berperan. Dengan kata lain, pada tingkat
keyakinan 95%, terdapat efek mediasi psychological capital yang signifikan.
Selain itu dapat disebabkan juga karena direct effect-nya menjadi tidak
signifikan maka dapat dikatakan sebagai fully mediation effect melalui
psychological capital.
Hasil ini menjadi pendukung hipotesis 4 penelitian ini bahwa
psychological capital memediasi hubungan harmonipus passion dengan
subjective well-being dan menunjukkan bahwa Hipotesis 1 diterima.
Gambar 4.2 Efek Mediasi Psychological Capital
Melalui Gambar 4.2 ini menjelasan efek a, efek b dan efek c' secara
keseluruhan. Gambar ini menunjukkan bagaimana pengaruh psychological
capital terhadap hubungan harmonious passion dengan subjective well-being.
4.5 Sumbangan Komponen Psychological Capital terhadap Subjective Well-Being
Setelah memberikan gambaran analisis data dan korelasi antar
variabel. Peneliti melakukan analisis tambahan untuk mengukur sumbangan
komponen salah satu variabel penelitian yang merupakan variabel
dimensional. Untuk mengukur sumbangan ini, penelitian ini menggunakan
regresi berganda. Berikut hasil dari regresi yang telah dilakukan:
Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Regresi Komponen PsyCap dan Subjective Well-
Being
"R "R2 "Sig "
"0.469 "0.220 "0.000 "
Tabel 4.14 menunjukkan bahwa nilai R 0.469 dan signifikan <0.05
memberikan gambaran bahwa psychological capital menyumbang 22% terhadap
subjective well-being dan 78% dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya.
Selanjutnya Tabel 4.15 akan menunjukkan besaran koefisien sumbangan kepada
subjective well-being.
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Sumbangan Komponen Psychological Capital dan
SWB
"Komponen PsyCap "Beta "Sig. "
"Self-Efficacy "0.190 "0.040 "
"Hope "0.275 "0.019 "
"Resiliency "0.199 "0.086 "
"Optimism " -0.148 "0.253 "
Berdasarkan Tabel 4.15, komponen dari psychological capital terbesar
adalah pada dimensi Self-Efficacy (b = 0.190, p = 0.040) dan Hope (b =
0.275, p = 0.019). Untuk kedua dimesi sisanya tidak signifikan dalam
menyumbang pada subjective well-being, yaitu dimensi Resiliency dan
Optimism.
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Dalam bab ini peneliti akan memberikan hasil kesimpulan penelitian
berdasarkan hasil yang telah didapatkan dan diolah pada bab sebelumnya.
Selain itu peneliti akan memberikan diskusi dan saran sesuai dengan temuan-
temuan lain dari yang didapatkan penelitian ini.
5.1 Kesimpulan
Dari hasil keseluruhan analisis data yang telah dilakukan dalam
penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Adanya hubungan positif dan signifikan antara harmonious passion dengan
subjective well-being pada karyawan di Bank X.
2. Adanya hubungan positif dan signifikan antara harmonious passion dengan
PsyCap pada karyawan di Bank X.
3. Adanya hubungan positif dan signifikan antara PsyCap dengan subjective
well-being pada karyawan di Bank X.
4. PsyCap dapat menjadi mediator dalam hubungan harmonious passion dengan
subjective well-being pada karyawan di Bank X.
Hipotesis awal dari penelitian ini berhasil dibuktikan dan signifikan
pada karyawan di Bank X. Hal tersebut membuktikan bahwa variabel independen
yang dalam penelitian ini adalah harmonious passion berhasil memprediksi
subjective well-being karyawan melalui peran mediasi PsyCap. Hal ini juga
dapat diasosiasikan bahwa semakin tinggi harmonious passion karyawan dapat
memprediksi PsyCap yang tinggi dan dapat menghasilkan subjective well-being
karyawan yang tinggi. Hubungan korelasi dari harmonious passion menjadi
tidak signifikan saat PsyCap berhasil menjadi mediator dalam memprediksi
subjective well-being.
Secara umum, tingkat harmonious passion pada karyawan di Bank X ini
tergolong tinggi karena lebih banyak dibandingkan karyawan yang memiliki
skor harmonious passion yang rendah. Selain itu karyawan di Bank X juga
cenderung memiliki PsyCap yang tinggi dan memiliki subjective well-being
yang tinggi. Penelitian juga menyertakan variabel kontrol untuk dianalisis
bersama dengan variabel utama penelitian. Dari hasil pengolahan data
didapatkan beberapa variabel kontrol (data demografis responden) yang
memiliki korelasi dengan variabel utama. Lama kerja nya seorang karyawan
dapat berkorelasi positif dengan harmonious passion dan PsyCap. Dengan kata
lain, karyawan yang semakin lama bekerja di suatu perusahaan akan semakin
tinggi harmonious passion dan PsyCap mereka.
Penelitian ini juga mencoba untuk melihat dimensi apa dari PsyCap
yang memiliki sumbangan terbesar terhadap peningkatakn SWB seorang
individu. Self-efficacy dan Hope menjadi dimensi yang memiliki kontribusi
sumbangan terbesar dalam mempengaruhi SWB karyawan di bank daerah.
5.2 Diskusi
Pada bagian diskusi peneliti akan mencoba menjelaskan mengenai hasil
penelitian utama dan hasil temuan tambahan lainnya. Untuk kedua hasil
temuan tersebut akan peneliti kaitkan dengan teori yang digunakan dalam
penelitian ini.
5.2.1 Diskusi Hasil Utama Penelitian
Berdasarkan hasil utama penelitian, peneliti menemukan korelasi
positif antar variabel-variabel utama yang digunakan dalam penelitian ini.
Harmonious passion berkorelasi positif dan signifikan terhadap subjective
well-being, yang dimana saat karyawan memiliki passion yang harmonis dengan
aktifitas lain diluar pekerjaannya maka akan semakin tinggi subjective well-
being yang dimiliki oleh karyawan tersebut terumata dari aspek life
satisfaction-nya. Hasil ini telah dibuktikan sebelumnya oleh peneliti-
peneliti terdahulu. Dimana menurut Vallerand dan Rousseau (2008) individu
yang melakukan passionate activity dan memiliki harmonious passion dapat
meningkatkan SWB mereka, meskipun penelitian dari Vallerand dan Rousseau
(2008) ini menggunakan individu dewasa tetapi hasil nya tetap dapat sesuai
dengan penelitian yang menggunakan karyawan sebagai sampelnya. Hasil
penelitian ini juga didukung oleh Forest et al., (2012), dimana harmonious
passion dapat memprediksi SWB karyawan melalui peran mediator.
Selanjutnya peneliti juga menemukan korelasi positif dan signifikan
antara PsyCap dengan SWB. Karyawan pada bank X yang memiliki PsyCap dalam
bekerja dapat meningkatkan SWB mereka. Hal yang dapat disoroti bahwa
karyawan di bank X ini memiliki self-efficacy dan hope yang lebih tinggi
sehingga menyumbang peranan untuk memprediksi SWB lebih besar dibandingkan
resiliency dan optimism. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang
telah menguji hubungan PsyCap dengan SWB diranah organisasi. Jika
dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Li et al., (2014)
yang menyertakan mahasiswa sebagai sampel penelitian, hasil korelasi
terbesar merupakan komponen optimism. Sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh Avey et al., (2011) yang menjadikan karyawan sebagai sampel
penelitian, tetapi tidak memberikan gambaran sumbangan komponen dari PsyCap
terhadap well-being. Tetapi korelasi kedua nya juga menunjukkan korelasi
positif dan signifikan.
Salah satu hal yang menjadi sorotan dalam penelitian ini adalah
korelasi diatara dua variabel utama penelitian yang belum pernah diteliti
sebelumnya. Hubungan antara harmonious passion dengan PsyCap menunjukkan
korelasi positif dan signifikan. Nilai korelasinya pun tergolong tinggi
karena variabel harmonious passion ini dapat berkontribusi hingga 67%
terhadap varians dari PsyCap. Peneliti melihat bahwa hubungan kedua
variabel ini dapat menjadi bahan diskusi karena sebenarnya kedua variabel
ini memang memiliki probabilitas yang tinggi untuk menjadi prediktor dan
outcomes diranah organisasi. Penelitian yang membahas mengenai harmonious
passion secara umum menghasilkan hal-hal positif, seperti afeksi, tingkah
laku maupun konsekuensi kognitif yang positif dari individu (Forest,
Mageau, Sarrazin, & Morin, 2011). Membahas mengenai kognitif individu,
konsekuensi positif ini erat berhubungan dengan variabel psychological
capital. PsyCap memliki fungsi sebagai sumber daya kognitif yang dapat
memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan (Avey, Luthans, Smith, &
Palmer, 2010). Peneliti melihat bahwa kognitif ini merupakan konsekuensi
dari karyawan yang memiliki harmonious passion karena dampak dari aktiftas
yang terlah terinternalisasi menjadi identitas seorang karyawan dan
membentuk suatu sumber kognitif atau personality trait yang positive
didalam diri karyawan tersebut.
5.2.2 Diskusi Hasil Temuan Tambahan
Dari hasil temuan data tambahan menunjukkan bahwa variabel kontrol
seperti usia, lama kerja dan posisi jabatan yang digunakan dalam penelitian
ini tidak berkorelasi signifikan dengan subjective well-being (SWB). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa korelasi dari Usia dengan SWB tidak
signifikan, hal ini menunjukkan bahwa umur responden tidak dapat
memprediksi tingkat SWB mereka. Hasil ini sejalan dengan penelitian
terdahulu bahwa usia individu baik diumur 20-80 tahun tidak memiliki
implikasi dan memiliki pengaruh terhadap tinggi dan rendahnya life
satisfaction diri mereka (Diener, Suh, Lucas, & Smith, 1999). Selain itu
jenis kelamin juga tidak menunjukkan korelasi signifikan dengan SWB
responden, dengan kata lain baik laki-laki maupun perumpuan tidak dapat
menentukkan tingkat SWB mereka. Meskipun ada beberapa penelitian yang
mengatakan bahwa perempuan memiliki tingkat SWB yang lebih tinggi dari laki-
laki tetapi hal tersebut lebih disebabkan karena perempuan lebih terbuka
dalam menunjukkan ekspresi positif dan negatif nya dibandingkan laki-laki,
sehingga menurut Diener et al., 1999 perbedaan jenis kelamin ini tidak akan
memiliki pengaruh apapun terhadap tingkat SWB seseorang dalam hidupnya.
Selamjutnya variabel kontrol seperti lama kerja dan posisi jabatan
dalam penelitian ini dapat berpengaruh pada PsyCap dari responden. Korelasi
positif antara Lama kerja dengan PsyCap menunjukkan bahwa karyawan yang
semakin lama bekerja di dalam suatu perusahaan mereka akan semakin tinggi
PsyCap. Hasil ini didukung oleh penelitian yang mengungkapkan bahwa semakin
lama durasi individu bekerja di suatu tempat maka PsyCap mereka akan
semakin meningkat, hal ini disebabkan oleh lebih besarnya motivasi yang
dimiliki karyawan tersebut dan terbentuknya leader-member relation yang
lebih baik (Zubair & Kamal, 2015). Selain korelasi positif, penelitian ini
juga menemukan bahwa adanya korelasi negatif signifikan pada hubungan
jabatan dengan PsyCap. Hubungan negatif ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi jabatan responden di perusahaan akan semakin rendah PsyCap mereka.
Hasil ini justru berbanding terbalik dengan penelitian terdahulu yang
menyatakan bahwa job position akan memprediksi PsyCap lebih tinggi
dibandingkan karyawan dengan level posisi yang lebih rendah (Bergheim,
Nielsen, Mearns, & Eid,2015). Meskipun hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian terdahulu, hal yang dapat disoroti dari hasil ini karena adanya
perbedaan sampel penelitian yang dimana penelitian terdahulu menggunakan
karyawan di shipping company dan penelitian sekarang menggunakan sampel
dari bank daerah.
Selain korelasi dengan variabel SWB dan PsyCap, hasil penelitian ini
juga memberikan gambaran korelasi antara variabel lama kerja dengan
harmonious passion. Hasil yang diperolah dari hubungan ini sesuai dengan
penelitian terdahulu bahwa semakin lama durasi bekerja seorang karyawan di
perusahaan akan meningkatkan harmonious passion mereka (Ho, Wong, & Lee,
2011).
5.3 Saran
5.3.1 Saran Metodologis
Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan dan dianalisis
oleh peneliti. Peneliti akan memberikan saran terkait masalah metodologis
maupun praktis yang mungkin dapat berguna bagi penelitian selanjutnya,
saran ini diberikan berdasarkan keterbatasan penelitian ini agar dapat
diperbaiki kedepannya jika penelitian ini akan direplikasi. Adapun saran-
saran tersebut, sebagai berikut:
1. Uji coba alat ukur sebaiknya dilakukan sebelum pengambilan data ke
lapangan. Sehingga hasil uji reliabilitas dan validitas nya lebih baik
karena sejak awal sudah mengetahui bahwa ada aitem yang akan tereliminasi
2. Proses pengambilan data jika tetap menggunakan self-report sebaiknya
dibagi kedalam dua waktu untuk menghindari common method bias. Pembagian
kuesioner kedalam dua waktu pembagian ini disebut sebagai time-lagged
method. Metode ini baik untuk digunakan agar responden tidak menyadari dan
menerka hal apa yang sedang diukur oleh peneliti.
3. Responden penelitian ini akan lebih baik jika di uji coba kan didalam
lingkup perusahaan atau organisasi yang memiliki karyawan yang passionate
activity nya terlihat. Contoh yang dapat disarankan seperti karyawan
didalam ahensi advertising. Karyawan didalam kantor advertising ini
merupakan kumpulan individu yang memang memiliki passion nya sendiri untuk
bekerja sebagai desain grafis dan pembuat konten publikasi. Karena jika
dibandingkan dengan karyawan bank daerah yang memang secara keseluruhan
tidak semua divisi diisi oleh karyawan yang memiliki passion yang kuat
terhadap apa yang mereka jalankan.
4. Dalam menganalisis mediasi, sebaiknya menggunakan setiap dimensi karena
variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
multidimensional.
5. Penelitian akan lebih baik jika melakukan penelitian perbandingan dari
perusahaan yang memiliki high demand dan perusahaan low demand. Hal ini
dapat menjadi acuan bahwa tingkat subjective well-being karyawan
diperusahaan tersebut tidak terpengaruh oleh hal lainnya.
5.3.2 Saran Praktis
Melihat bagaimana keberhasilan peran mediator PsyCap dalam penelitian
ini, peneliti memiliki beberapa saran praktis yang dapat dipertimbangkan
bagi perusahaan untuk mencapai subjective well-being karyawan melalui
PsyCap program:
1. Hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan psychological
capital dengan melakukan training berbasis praktek. Training ini disarankan
untuk melakukan praktek langsung bagaimana seorang karyawan bisa
meningkatkan efikasi diri, meningkatkan optimism nya. Praktek yang dimaksud
lebih mengarah pada problem solving games yang konten permainan ini untuk
melatih sisi kepercayaan diri, sisi optimis, sisi keyakinan untuk sukses
dan sisi usaha bangkit dari kegagalan. Jadi training ini tidak dilakukan
hanya memberikan power point dan workshop yang lebih mudah dilupakan dan
tidak terlihat tingkat keberhasilannya pada karyawan.
2. Memberikan training kepada karyawan itu membutuhkan budget yang tidak
sedikit, terlebih ada banyak pihak karyawan yang butuh diberikan training
untuk personal development mereka. Meskipun mengeluarkan budget yang
tinggi, training ini memiliki ROI (return of Investement) yang nantinya
akan memberikan benefit kepada perusahaan itu sendiri. Tetapi jika saran
ini terlalu memakan budget yang besar, dalam meningkatkan PsyCap karyawan
perusahaan harus bisa melihat pentingnya reinforcement pada karyawan jika
mereka telah berhasil melakukan atau menyelesaikan tanggung jawab yang
besar. Selain itu usaha atasan untuk mengingat dan menyadari keberhasilan
karyawan dengan memberikan pujian atau email blast kepada karyawan lain
untuk memberikan informasi atas keberhasilan karyawan tersebut. Sejatinya
hal ini tidak membutuhkan budget yang besar karena lebih kepada pendekatan
personal leader terhadap karyawannya.
DAFTAR PUSTAKA
Aiken , L. R., & Groth-Manat, G. (2006). Psychological Testing and
Assessment . Boston : Pearson Education.
Bergheim, K., Nielsen, M. B., Mearns, K., & Eid, J. (2015). The
relationship between psychological capital, job satisfaction, and
safety perceptions in the maritime industry. Safety Science, 27-36.
Culberston, S. S., Fullagar, C., & Mills, M. J. (2010). Feeling good and
doing great: The relationship between psychological capital and well-
being. Journal of Occupational Health Psychology, 421-433.
Avey, J. B., Reichard, R. J., Luthans, F., & Mhatre, K. H. (2011). Meta-
analysis of the impact of positive psychological capital on employee
attitudes, behaviors and performance. . Human Resource Development
Quartely, 127-152.
Avey, J. B., Luthans, F., Smith, R. M., & Palmer, N. F. (2010). Impact of
positive psychological capital on employee well-being over time.
Journal of Occupational Health Psychology, 17-28.
Beaton, D. E., Bombardier, C., Guillemin, F., & Ferraz, M. B. (2000).
Guidlines for the process of cross-cultural adaptation of self-report
measures. Spine, 3186-3191.
CIPD. (2009). Absence Management - Annual Survey Report. p.
www.cipd.co.uk/subjects/hrpract/absence/_absence_management_2009.
Cole, K., Daly, A., & Mak, A. (2009). Good for the soul: The relationship
between work, wellbeing and psychological capital. Journal of Socio-
Economics , 464-474.
Curran, T., Hill, A. P., Appleton, P. R., Vallerand, R. J., & Standage, M.
(2015). The psychology of passion: A meta-analytical review of a
decade of research on intrapersonal outcomes. Motivation Emotion, 39,
631-655.doi: 10.1007/s11031-015-9503-0
Cozby, P. C., & Bates, S. (2015). Methods in behavioral research. McGraw-
Hill Education.
Diener, E. (2000). Subjective well-being: The science of happiness and a
proposal for a national index . American Psychologist, 34.
Diener, E., Emmons, R. A., Larsen, R. J., & Griffin, S. (1985). The
Satisfaction with Life Scale. Journal of Personality Assessment, 49,
71-75.
Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2002). Subjective well-being: The
science o f happiness and life satisfaction. Handbook of Positive
Psychology, 63-73.
Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith, H. L. (1999). Subjective
well-being: Three decades of progress. Psychological Bulletin , 276-
302.
Fayombo, G. (2010). The relationship between personality traits and
psychological resilience among the caribbean adolescents.
International Journal of Psychological Studies, 2, 105-117.
Forest, J., Mageau, G., Sarrazin, C., & Morin, E. M. (2011). Work is my
passion: The different affective, behavioural, and cognitive
consequences of harmonious and obsessive passion toward work. Canadian
Journal of Administrative Sciences, 27-40.
Forest, J., Mageau, G. A., Crevier-Braud, L., Bergeron, E., Dubreuil, P., &
Lavigne, G. L. (2012). armonious passion as an explanation of the
relation between signature strengths' use and well-being at work: Test
of an intervention program. Human Relation, 1233-1252.
Guilford , J. P., & Fruchter, B. (1973). Fundamental in Psychology and
Education. New York: McGraw-Hill.
Houlfort, N., Philippe, F. L., Vallerand, R. J., & Menard, J. (2014). On
passion and heavy work investment: personal and organizational
outcomes. Journal of Managerial Psychology, 29, 25-45. doi:10.1108/JMP-
06-2013-0155
Ho, V., Wong, S.-s., & Lee, C. H. (2011). A tale of passion: linking job
passion and cognitive engagement to employee work performance.
Management Faculty Publications, 1-43.
Kinnunen, U., Feldt, T., Siltaloppi, M., & Sonnentag, S. (2011). Job
demands-resource model in the context of recovery: Testing recovery
experiences as mediators. European Journal of Work and Organizational
Psychology, 805-832.
Lee, K.-H., Choo, S.-W., & Hyun, S. S. (2016). Effects of recovery
experiences on hotel employees' subjective well-being. International
Journal of Hospitality Management, 1-12.
Li, B., Ma, H., Guo, Y., Xu, F., Yu, F., & Zhou, Z. (2014). Positive
psychological capital: A new approach to social support and subjective
well-being. Social behavior and personality, 135-144.
Luthans, F., Avolio, B. J., Avey, J. B., & Norman, S. M. (2007). Positive
psychological capital: measurement and relationship with performance
and satisfaction. Personnel Psychology, 541-572.
Luthans, F., Youssef , C. M., & Avolio, B. J. (2007). Psychological
capital: Developing the human competitive edge. New York: Oxford
University Press.
Luthans, F., Youssef, C. M., & Avolio, B. J. (2007). Psychological Capital:
Investing and developing positive organizational behavior. In D.
Nelson, & C. L. Cooper, Positive Organizational Behavior (pp. 9-18).
Sage Publications.
Michel , A., Turgut, S., Hoppe, A., & Sonnentag, K. (2015). Challenge and
threat emotions as antecedents of recovery experiences: Finding from a
diary study with blue-collar workers. Work and Organizational
Psychology , 674-689.
Nunnally, J., & Bernstein, I. (1994). Psychometric Theory. New York: McGraw-
Hill Inc.
Page, K. M., & Vella-Brodrick, D. (2009). The 'what','why', and 'how' of
employee well-being: A new model. Social Indicators Research, 441-458.
Pavot, W. G., & Diener, E. (1993). Review of the satisfcation with life
scale. Psychological Assessment, 164-172.
Rousseau, F. L., & Vallerand, R. J. (2008). An examination of the
relationship between passion and subjective well-being in older
adults. International Journal Aging and Human Development, 66, 195-
211.
Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the
meaning of psychological well-being. Journal of Personality and Social
Psychology, 1069-1081.
Slade, M. (2010). Mental illness and well-being: the central importance of
positive psychology and recovery approaches. BMC Health ervice
Research, 1-14.
Trepanier, S.-G., Fernet, C., Austin, S., Forest, J., & Vallerand, R. J.
(2014). Linking job demands and resources to burnout and work
Engagement: Does passion underlie these differential relationships?
Motivation Emotion, 353-366.
Vallerand, R. J. (2010). On passion for life activities: The dualistic
model of passion. Advances in Experimental Social Psychology, 97-193.
Vallerand, R. J. (2012). The role of passion in sustainable psychological
well-being. Psychology of Well-Being: Theory, Research and Practice, 1-
21.
Vallerand, R. J., Mageau, G. A., Ratelle, C., Leonard, M., Blanchard, C.,
Koestner, R., et al. (2003). Les Passions de l'Ame: On obsessive and
harmonious passion. Journal of Personality and Social Psychology, 756-
767.
Wright, T. A. (2006). To be or not to be happy: The role of employee well-
being. Acad Manage Perspect, 118-120.
Zubair, A., & Kamal, A. (2015). Work related flow, psychological capital,
and creativity among employee of software houses. Psyhcological
Studies, 321-331.
-----------------------
PSYCHOLOGICAL CAPITAL
HARMONIOUS PASSION
SUBJECTIVE WELL-BEING
c = .4596
Subjective Well-being
Harmonious Passion
b = .7070
a = .7041
Subjective Well-being
Psychological Capital
Harmonious Passion
c' = -.0382