BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kelenjar tiroid adalah bagian dari sistem endokrin yang terletak di depan trakea yang berperan dalam menghasilkan hormon, salah satunya tiroid. Hormon tiroid membantu mengatur metabolisme tubuh, yang oleh karenanya membantu mengatur suasana hati, berat badan, dan kadar energi. Normalnya, kelenjar hipofise menghasilkan suatu stimulating hormone yang merangsang kelenjar tiroid untuk mensekresikan hormon tiroid. Kelainan pada kelenjar tiroid bisa berupa hiperfungsi dan hipofungsi dari kelenjar tiroid, goiter, dan penyakit graves. Penyakit Graves adalah suatu kondisi kesehatan dimana terjadi peningkatan kadar hormon tiroid akibat produksi yang berlebihan dari kelenjar tiroid. Pada penyakit graves tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang sel-sel yang sehat dari kelenjar tiroid. Antibodi-antibodi tersebut meniru kerja dari stimulating hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise sehingga menyebabkan sekresi berlebihan dari hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Penderita penyakit graves dapat menunjukkan gejala seperti rasa cemas, lekas marah, rasa lelah, kehilangan berat badan yang tidak diharapkan dan bahkan penonjolan bola mata. Kondisi ini sering pada wanita terutama berusia antara 20-40 20 -40 tahun. Perokok juga memiliki resiko tinggi dari penyakit graves. meskipun kondisi ini secara umum tidak mengancam jiwa, penanganan diperlukan untuk mempertahankan kualitas hidup karena jumlah berlebihan dari hormon tiroid didalam tubuh dapat mempengaruhi suasana hati dan bahkan dapat menyebabkan depresi pada kasus berat. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas mengenai ”Asuhan Keperawatan Dengan Penyakit Graves”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan kelenjar endokrin: penyakit graves pada berbagai tingkat usia secara komprehensif berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dimiliki. 2. Tujuan Khusus a. Mampu menjelaskan tentang konsep medis pada Penyakit Graves. b. Mampu menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada Penyakit Graves.
1
2 C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi kepustakaan. D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 4 bab, yaitu bab I pendahuluan yang berisikan latar belakang penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II Landasan teori yang berisikan pengertian, anatomi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan penyakit graves. Bab III Asuhan keperawatan dengan penyakit graves yang berisikan proses keperawatan. Bab IV penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.
3 BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi
Penyakit Graves adalah jenis yang paling banyak djumpai. Kondisi ini terjadi akibat pengeluaran hormon tiroid yang berlebihan yang disebabkan oleh abnormalitas stimulasi klenjar tiroid oleh imunoglobulin sirkulasi. Gangguan ini 8 kali lebih sering dialami oleh wanita dibandingkan pria dan mencapai puncak antara dekade ke 2 dan ke 4 kehidupan. Kondisi ini dapat muncul setelah syok emosional, stres, atau infeksi, tetapi siknifikan pasti dari hubungan ini tidak dipahami (Brunner & Suddarth, 2014). Penyakit graves adalah suatu penyakit autoimun yang tidak diketahui penyebabnya, bercirikan pembesaran kelenjar tiroid dan sekresi hormon tiroid yang berlebihan, serta keadaan dimana antibodi berikatan dengan reseptor TSH dan menstimulasi kelenjar tiroid untuk melepaskan T3, T4 atau keduanya secara berlebihan (Lewis, Sharon, 2014). Penyakit Graves adalah gangguan autoimun yang menyebabkan hipertiroidisme (Marlene Hurst, 2016). Penyakit Graves adalah penyakit yang disebabkan oleh kelenjar tiroid yang over aktif dan merupakan penyebab hipertioid yang paling sering dijumpai. Penyakit ini biasanya turunan. Wanita 5 kali lebih sering dari pada pria. Diduga penyebabnya adalah penyakit autoimun, dimana antibody ditemukan dalam peredaran darah yaitu Tyroid Stimulating Immunogirobulin (TSI Antibodies), Thyroid peroksidase antibodies (TPO) dan TSH Reseptor antibodies (TRAB). Pencetus
kelainan ini adalah stres, merokok, radiasi,
kelainan mata dan kulit, penglihatan kabur, semsitif terhadap sinar, terasa seperti ada pasir dimata, mata dapat menonjol keluar hingga double vision. Penyakit mata ini sering berjalan sendiridan tidak bergantung pada tinggi rendahn ya hormon tiroid. Gangguan kulit dapat menyebabkan kulit jadi merah, kehilangan rasa sakit, serta berkeringat banyak (Amin Huda Nurarif, 2015). Jadi penyakit graves adalah suatu keadaan terganggunya sistem imun akibat proses autoimun, dimana sistem imun tersebut memicu pembentukan antibodi yang disebut Thyroid Stimulating Immunoglubolin (TSI) dan berikatan dengan Thyroid Stimulating Hormone Reseptor (TSHR) yang menstimulasi kelenjar ti roid untuk memproduksi hormon tiroid secara berlebihan dan merupakan penyebab tersering hipertiroidisme yang belum diketahui penyebabnya secara pasti.
4 B. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid
A. Anatomi Kelenjar Tiroid Kelenjar tiroid terletak di anterior trakea, dibawah laring membentang dari CS sampai TI. Bentuknya seperti kupu-kupu dan merupakan kelenjar endokrin yang terbesar dengan berat 10-20 gram. Tersusun atas dua buah lobus, yang disatukan oleh jaringan tiroid yang tipis yang dinamakan isthmus. Mendapat suplai darah dari dua pasang arteri, yaitu arteri tiroidea superior sebagai percabangan pertama arteri
karotis eksterna yang menyuplai kelenjar tiroid bagian
superior dan arteri tiroidea inferior yang berasal dari trunkus tiroservikalis yang merupakan cabang arteri subklavia. Ada tiga buah vena yang mengalirkan darah keluar dari kelenjar tiroid, diantaranya Vena Tiroidea Superior, Medialis dan Inferior. Vena Superior dan Medialis mengalirkan darah balik kedalam Vena Jugularis Interna, sedangkan Vena Tiroidea Inferior mengalirkan darah ke Vena Brakiosefalika. Keenjar Tiroid dipersarafi oleh saraf parasimpatis (adrenagik) dan simpatis (kolinergik). Saraf adrenagik berasal dari ganglia servikalis dan saraf kolinergik berasal dari nervus vagus. Kelenjar tiroid dbentuk dari divertikulum tiroid yang berkembang dari dasar foregut pada usia gestasi 3-4 minggu, bermigrasi ke kandal dan akhirnya mendapatkan posisi yang normal dibawah laring. Kelenjar tiroid mulai mensekresikan hormonnya padausia perkembangan janin 18 minggu. Secara mkroskopik kelenjar tiroid tersusun dari folikel-folikel tertutup (>1 juta), yang berbentuk sferis berongga, dilapisi bagian dalamnya oleh sel-sel epitel kuboid. Bagian rongga folikel terisi oleh substansi sekretorikyang disebut koloid, yaitu suatu zat berprotein yang terdiri atas tiroglobuln dan berfungsi sebagai bentuk simpanan hormone tiroid. Tiroglobulin ini diproduksi oleh sel folikel, mengandung senyawa asa amino tirosin, yang selanjutnya akan terbentuk hormone T 4 dan T3. Jika kelenjar inaktif, foliekl menjadi kecil, sel-sel pelapisan berbentuk koboid dan kolumnar, koloid berkurang, dan tepi-tepinya cekung, yang membentuk lacuna absorpsi. Diantara foikrlfolikel terdapat sel parafolikel, yang mengeluarkan kalsitonim. Pada penyakit Graves, secara mokroskopik, sel-sel epitel folikel tampak kolumnar dan bertambah jumlah dan ukurannya. Folikel tampak kecil dan rapat. Koloidnya berkurang, tepi-tepinya mencekung akibat proteolisis cepat tiroglobuin. Antara folikel terdapat sebaran limfosit.
5 B. Fisiologi Kelenjar Tiroid Kelenjar tiroid mensintesis dan mensekresi tiga hormon tiroid yaitu, Tiroksin (T 4), Tri-iodotironin (T3) dan Kalsitonin atau Tirokalsitonin. Hormon Tiroksin dan Tri-iodotironin berperan dalam mengatur laju pertumbuhan dan laju metabolisme. Sedangkan Kalsitonin berfungsi utama menurunkan kadar kalsium plasma dengan cara menghambat reansorpsi kalsium di tulang. Efek fisiologis hormon tiroid pada berbagai organ tubuh, antara lain:
Organ Target
Efek
Mekanisme
Jantung
Kronotropik
Meningkatkan
jumlah
dan
afinitas
reseptor β-adrenergik Inotropik
Meningkatkan
respon
terhadap
katekolamin dalam darah. Meningkatkan kontraktilitas jantung dan irama jantug. Jaringan Lemak
Katabolik
Merangsang lipolisis
Otot
Katabolik
Meningkatkan penguraian protein
Tulang
Perkembangan Metabolik
dan
Mendorong pertumbuhan normal dan perkembangan
tulang,
mempercepat
pergantian tulang. Sistem Saraf
Perkembangan
Mendorong perkembangan
Usus
Metabolik
Meningkatkan
laju
penyerapan
karbohidrat. Lipoprotein
Metabolik
Merangsang
pembentukan
reseptor
LDL. Reproduksi
Perkembangan
Meningkatkan reproduksi normal wanita dan proses laktasi
Lain-Lain
Kalorigenik
Merangsang konsumsu O2 oleh jaringan yang aktif bermetabolisme
Mempengaruhi
kekuatan
dan
ritme
pernapasan
sebagai
kompensasi tubuh terhadap kebutuhan O 2 dalam metabolisme
6 C. Etiologi Kelenjar tiroid memproduksi T3 dan T4 dalam jumlah berlebihan yang dapat di sebbakan oleh suatu penyakit autoimun di mana sistem kekebalan tubuh menyerang kelenjar tiroid. Penyebab lainya dapat berupa tumor jinak (adenoma) yang mengakibatkan membesarnya kelenjar tiroid (goiter) atau produksi TSH yang berlebihan leh kelenjar pituitary, disebabkan oleh tumor pituitary (Mary Digiolio & Donna Jackson, 2014). Penyakit Graves disebabkan karena autoimun, yaitu dengan terbentuknya antibody yang disebut thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) yang melekati sel-sel tiroid. TSI Meniru tindakan TSH dan merangsang tiroid untuk membuat hormon tiroid terlalu banyak. Penyakit ini dcirikan adanya hipertiroidisme, pembesaran kelenjar tiroid (goiter) dan eksoftalmus (mata yang melotot). (Tarwono, 2013).
D. Patofisologi Graves disease merupakan salah satu contoh dari gangguan autoimun hipersensitif tipe II. Sebagian besar gambaran klinisnya disebabkan karena produksi autoantibodi yang berikatan dengan reseptor TSH, dimana tampak pada sel folikuler tiroid ( sel yang memproduksi tiroid). Antibodi mengaktifasi sel tiroid sama seperti TSH yang menyebabkan peningkatan produksi dari hormon tiroid. Opthalmopathy infiltrat (gangguan mata karena tiroid) sering terjadi yang tampak pada ekspresi reseptor TSH pada jaringan retroorbital. Penyebab peningkatan produksi dari antibodi tidak diketahui. Infeksi virus mungkin merangsang antibodi, dimana bereaksi silang dengan reseptor TSH manusia. Ini tampak sebagai faktor predisposisi genetik dari Graves disease, sebagian besar orang lebih banyak terkena Graves disease dengan aktivitas antibodi dari reseptor TSH yang bersifat genetik (Mary Digiolio & Donna Jackson, 2014).
7
E. Manifestasi Klinis Menurut Amin Huda Nurarif dalam buku NANDA NIC NOC tahun 2015, manifestasi klinis pada penyakit graves sebagai berikut: 1. Peningkatan frekuensi denyut jantung. 2. Peningkatan tonus otot tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap katekolamin. 3. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran terhadap panas, keringat berlebih. 4. Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik) 5. Peningkatan frekuensi BAB. 6. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid. 7. Gangguan reproduksi.
8 8. Tidak tahan panas. 9. Cepat letih. 10. Pembesaran kelenjar tiroid. 11. Mata melotot (exoptalmus) hal ini terjadi sebagai akibat dari penimbunan zat didalam orbit mata. Menurut Marlene Hurst dalam Buku keperawatan medikal bedah tahun 2016, manifestasi klinis pada penyakit graves sebagai berikut: 1. Goiter (pembengkakan pada leher) 2. Cemas, gemetaran, tremor. 3. Intoleransi terhadap panas, berkeringat. 4. Penurunan berat badan namun nafsu makan meningkat. 5. Peningkatan defekasi bising usus hiperaktif. 6. Eksoftalmus (penonjolan bola mata) : hanya terlihat pada penyakit Graves. 7. Kulit hangat, lembab, licin, kemerahan. 8. Tekanan darah normal, peningkatan nadi (90-160x/m saat istirahat), denyut nadi bounding, aritmia, palpitasi ( Fibrilasi atrial pada klien berusia lebih dari 50 tahun) 9. Peningkatan frekuensi pernafasan. 10. Dispnea saat olahraga. 11. Masalah menstruasi (amenorea), masalah Fertilitas 12. Penurunan libido 13. Ginekomastia (peningkatan payudara) pada pria (jarang terjadi).
F. Pemeriksaan Penunjang Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun.
9 Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang
tidak
terdeteksi.
Pemeriksaan
TSH
generasi
kedua
merupakan
pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4 bebas (free T-4/FT4).(1,2,3). Pemeriksaan penunjang lain seperti pencitraan (scan, USG, EKG) untuk menegakkan diagnosis penyakit Graves jarang diperlukan, kecuali scan tiroid pada tes supresi tiroksin. (Mary Digiolio & Donna Jackson, 2014).
G. Penatalaksanaaan Medis Pengobatan terhadap Graves disease termasuk penggunaan obat-obat anti tiroid (OAT), yodium radioaktif dan tiroidektomi (eksisi pembedahan dari kelenjar tiroid). Pengobatan hipertiroid pada graves disease adalah dengan obat-obatan seperti methimazole atau propylthiouracil (PTU), yang akan menghambat produksi dari hormon tiroid, atau juga dengan yodium radioaktif . Pembedahan merupakan salah satu pilihan pengobatan,
sebelum
pembedahan
pasien
diobati
dengan
methimazole
atau
propylthiouracil (PTU). Beberapa ahli memberikan terapi kombinasi tiroksin dengan OAT dosis tinggi untuk menghambat produksi hormon tiroid namun pasien tetap dipertahankan eutiroid dengan pemberian tiroksin. Penambahan tiroksin selama terapi dengan OAT juga akan menurunkan produksi antibodi terhadap reseptor TSH dan frekuensi kambuhnya hipertiroid. Pengobatan dengan iodium radioaktif diindikasikan pada : pasien umur 35 tahun atau lebih, hipertiroid yang kambuh setelah dioperasi, gagal mencapai remisi sesudah pemberian OAT, tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan OAT dan pada adenoma toksik, goiter multinodular toksik. Digunakan I131 dengan dosis 5-12mCi per oral. (Brunner & Suddarth, 2014).
10 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN GRAVES
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu : 1. Pengumpulan data Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. Seperti dibawah ini a. Anamnese 1) Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis. 2) Keluhan Utama Adanya peningkatan suhu tubuh, penurunan berat badan, nyeri dada (angina), sering kelelahan, mual, muntah, urine dalam jumlah berlebihan, dan diare. 3) Riwayat kesehatan sekarang Riwayat penyakit tiroid yang dialami, infeksi, riwayat penggunaan obat-obatan seperti lithium dan merokok. 4) Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit graves atau hipertiroidisme, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita. 5) Riwayat kesehatan keluarga Adanya faktor genetik penyakit graves, riwayat keluarga yang mengalami masalah tiroid, riwayat hipotiroidisme, terapi hormon toroid atau pengobatan antitiroid, dihentikan terhadappengobatan antitiroid, dilakukan pembedahan
tiroidektomi
sebagian,
riwayat
pemberian
insulin
yangmenyebabkan hipoglikemia, gangguan jantung atau pembedahan jantung, penyakit yang baru terjadi (pneumonia).
11 6) Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita. b. Pemeriksaan fisik 1) Status kesehatan umum Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital. 2) Aktivitas dan Istirahat Adanya insomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot, terlihat lemas. 3) Sistem Kardiovaskuler Adanya palpitasi, nyeri dada (angina), disritmia (Fibrilasi atrium), irama gallop, murmur, peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat, takikardia saat istirahat, sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis). 4) Eliminasi Adanya urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam feses (diare). 5) Integritas Ego Adanya Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, Emosi labil (euforia sedang sampai delirium), depresi. 6) Makanan dan Cairan Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, adanya Pembesaran tiroid, goiter, edema non pitting terutama daerah pretibial. 7) Pernafasan Frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis tirotoksikosis). 8) Neurosensori Pusing,
kesemutan,
kelemahan
penglihatan, disorientasi, stupor.
pada
otot
parasetia,
gangguan
12 9) Keamanan Suhu meningkat di atas 37,40 0 C, diaforesis, kulit halus, hangat dan emerahan, rambut tipis, mengkilat, lurus, eksoftalmus: retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah. 10) Seksualitas Adanya penurunan libido, hipomenore, amenore dan impoten.
c. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah : 1) Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah meliputi : T3 meningkat (N: 70-250 mg/dl), T4 meningkat (N: 4-12 mcg/dl), TSH menurun. 2) Scan Scan dapat mengetahui daerah dari kelenjar tiroid yang paling aktif dan menghasilkan maksimum T3 dan T4. Scan juga dapat mengetahui kanker tiroid, tumor atau nodul 3) Ultrasonografi USG membantu mendeteksi cycts, tumor, dan nodul kelenjar tiroid. (Brunner & Suddarth, 2014). 2. Analisa Data Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif. No 1
Data
Problem
Etiologi
Data Subjektif: Klien mengeluh jantung
Penurunan curah
Perubahan frekuensi
berdebar-debar dan nyeri
jantung
jantung
dada Data Objektif: TD meningkat, takikardi 2
Faktor Resiko: -Kehilangan berlebihan
Resiko kekurangan
-
13 melalui rute normal (Diare)
volume cairan
- Penurunan berat badan - Faktor yang mempengaruhi cairan (status hipermetabolik) 3
Data Subjektif: -
klien
mengatakan
Ketidakseimbangan
mengalami penurunan berat
nutrisi
kurang
badan tetapi tidak mengalami
kebutuhan tubuh
hipermetabolik
dari
penurunan nafsu makan Data Objektif: - Penurunan berat badan
4
Data Subjektif: - Klien mengeluh demam
Hipertermia
Penyakit
Intoleransi Aktivitas
Kelemahan umum
Data Objektif: -Peningkatan
suhu
tubuh
mengeluh
sering
>37,400C. 5
Data Subjektif: -
Klien
kelelahan Data Objektif: - Adanya atrofi otot - klien tampak lemas
Data yang telah dianalisa dapat dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan.
14 B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual, potensial atau kemungkinan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut. Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan penyakit Graves adalah sebagai berikut : 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung. (Amin Huda Nurarif, 2015). 2. Resiko kekurangan volume cairan.(Amin Huda Nurarif,2015). 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hipermetabolik.(Brunner & Suddarth, 2014) 4. Hipertermia berhubungan dengan penyakit. .(Brunner & Suddarth, 2014) 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.(Mary Digilio, 2014)
C. Perencanaan atau Intervensi
Setelah
merumuskan
diagnosa
keperawatan,
maka
intervensi
dan
aktivitas
keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan penderita. No
1.
Diagnosa
Penurunan berhubungan
curah
NOC
jantung
Setelah dilakukan tindakan
dengan
keperawatan selama 3 x 24
perubahan frekuensi jantung
jam, diharapkan pasien dapat n mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai
NIC
a. monitor perubahan tekanan darah b. evaluasi adanya nyeri dada c. catat adanya tanda
dengan kebutuhan tubuh.
dan gejala
Dengan kriteria hasil :
penurunan cardiac
a. Tanda tanda vital dalam
putput
rentang normal
d. monitor toleransi
b. tidak ada kelelahan
aktivitas pasien
c. tidak ada penurunan kesadaran
e. atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
15 f.
anjurkan untuk menurunkan stres
2.
Resiko kekurangan volume
setelah dilakukan tindakan
a. Monitor frekuensi
cairan
keperawatan selama 3x24 jam
kehilangann cairan
diharapkan kekurangan
pasien
volume cairan dapat dicegah. b. Monitor status Dengan kriteria hasil :
hidrasi ( kelembaban
a. Tekanan darah, nadi, suhu
membran mukosa,
tubuh dalam batas normal. b. Tidak ada tanda tanda dehidrasi c. Elastisitas turgor kulit
nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan
baik, membran mukosa
c. Monitor vital sign
lembab, tidak ada rasa
d. Monitor masukan
haus yang berlebihan.
makanan atau cairan dan hitung intake kalori harian. e. Kolaborasikan pemberian cairan 0,9 % NaCl.
3.
Ketidakseimbangan nutrisi
Setelah dilakukan tindakan
a. Kolaborasi dengan
kurang dari kebutuhan
keperawatan selama 3 x 24
ahli gizi untuk
tubuh berhubungan dengan
jam, diharapkan nutrisi pasien
menentukan jumlah
hipermetabolik
seimbang dengan. Dengan
kalori dan nutrisi
kriteria hasil :
yang dibutuhkan
a. Tidak ada tanda tanda
pasien
malnutrisi b. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrsi
b. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi c. Kaji adanya alergi makanan d. Berikan makanan yang terpilih (sudah
16 dikonsultasi dengan ahli gizi) e. Timbang berat badan pasien pada interval yang tepat 4.
Hipertermia berhubungan
Setelah dilakukan tindakan
dengan penyakit.
keperawatan selama 2 x 24
darah, nadi dan RR
jam diharapkan suhu tubuh
b. Monitor warna dan
pasien kembali normal. Dengan kriteria hasil : a. Suhu tubuh dalam rentang normal b. Nadi dan RR dalam rentang normal c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
a. Monitor tekanan
suhu kulit c. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam d. Kompres pasien pada lipatan paha dan aksila e. Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
5.
Intoleransi aktivitas
Setelah dilakukan tindakan
a. Bantu pasien untuk
berhubungan dengan
keperawatan selama 3 x 24
mengidentifaksi
kelemahan umum
jam diharapkan dapat
kekurangan dalam
beraktivitas sperti semula.
beraktivitas
Dengan kriteria hasil : a. Mampu melakukan aktivitas sehari hari b. TTV Normal c. Mampu berpindah : dengan atau tanpa bantuan alat d. Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat (NANDA, 2015)
b. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan c. Monitor respon fisik klien
17 D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal seperti bahaya fisik dan perlindungan pada klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosesdur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien serta memahami tingkat perkembangan pasien. Pelaksanaan
mencakup melakukan,
membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari. Setelah dilakukan, validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan tehnik intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Evaluasi yang digunakan mencakup 2 bagian yaitu evaluasi formatif yang disebut juga evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang dilaksanakan secara terus menerus terhadap tindakan yang telah dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif yang disebut juga evaluasi akhir adalah evaluasi tindakan secara keseluruhan untuk menilai keberhasilan tindakan yang dilakukan dan menggambarkan perkembangan dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format “SOAP”. Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan kembali umpan balik rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan ditentukan sebelumnya.
standar yang telah
18
BAB IV PENUTUP A. Kesipulan
Penyakit graves merupakan penyakit autoimun yang tidak dapat diketahui secara pasti penyebabnya, kapan remisinya tercapai dan membutuhkan penekanan proses autoimun secara terus menerus. Oleh karena itu pengelolaan penyakit graves ini memerlukan evaluasi teratur dan kerjasama dokter, perawat dan pasien, termasuk ketaatan pasien minum obat sehingga tujuan pengobatan dapat dicapai.
B. Saran
Setelah membaca tulisan ini, penulis berharap pembaca dapat memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit graves.
19 DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth.2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12.Jakarta:EGC. Digiolio,
Mary.2014. Keperawatan
Medikal
Bedah
Ed.
Bahasa
Indonesia.Yogyakarta:Rapha Publishing. http://www.GraveDisease.com Hurst, Marlene.2016. Buku Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah, Edisi Bahasa Indonesia.Jakarta:EGC. Nurarif, A.H.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.Yogyakarta:Medi Action. Sharon, lewis.2014. Medical Surgical Nursing 1.Inggris:Mosby Company. Tarwono.2013. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.Jakarta:CV. Trans Info Media.