Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Asesmen & Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
1
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
ASESMEN & PROSEDUR KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Penerbit © 2012 PERDOSRI Cetakan I, Mei 2012
Editor Rosiana Pradanasari Wirawan Luh Karunia Wahyuni Zisjkawati Hamzah
ISBN: 978-602-18310-0-7 Editor Teknis PB PERDOSRI Jl. Cakalang Raya 28 A Jakarta Pusat Tlp. 021-47866390 e-mail:
[email protected] Desain cover & isi : Almadira Kamita
Percetakan: PT. Batu Merah Jakarta (Isi di luar tanggung jawab percetakan)
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
2
Steven Setiono
Kontributor Arif Soemarjono Anita Ratnawati Damayanti Tinduh Deddy Tedjasukmana Fanny Aliwarga Gunawan Kurniadi Hening Laswatiputra Imam Subadi Ira Mistivani Julius Aliwarga Lestaria Aryanti Luh Karunia Wahyuni Meisy Andriana Nuniek Nugraheni S. Nury Nusdwinuringtyas Peni Kusumastuti Ratna Soebadi Rudy Handoyo Rosiana Pradanasari Wirawan Rwahita Satyawati Sigit Gunarto Siti Annisa Nuhonni S. M. Mei Wulan Tirza Z. Tamin Vitriana
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Daftar isi I. Asesmen Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi 1.
Asesmen Fungsi Sensori
2.
Asesmen Fleksibilitas dan Lingkup
13. Asesmen Aktivitas Kehidupan 5 6
Sehari-hari
33
14. Asesmen Fungsi Bladder
148
15. Asesmen Fungsi Bowel
160
Gerak Sendi
13
II. Prosedur Kedokteran Fisik
3.
Asesmen Kekuatan Otot
25
dan Rehabilitasi
167
4.
Asesmen Kontrol Postural
47
5.
Asesmen Sensori-Persepsi dan
1. Taping
168
Praksis Pada Anak
55
2. Dry Needling
176
6.
Asesmen Pola Jalan
74
3. Spray and Stretch
180
7.
Asesmen Fungsi Lokomotor
79
4. Injeksi Intramuskular
189
8.
Asesmen Kebugaran Kardiorespirasi
86
5. Injeksi Botulinum Toxin A
200
9.
Asesmen Gangguan Berbahasa
97
6. Injeksi Intraartikular
203 211
10. Asesmen Fungsi Luhur
107
7.
Peresepan dan Check-Out Orthosis
11. Asesmen Fungsi Eksekusi
112
8.
Peresepan dan Check-Out
12. Asesmen Fungsi Menelan
120
Prosthesis
226
3
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Kata pengantar Salam sejawat, Seperti halnya ilmu kedokteran yang lain, Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi merupakan seni menggabungkan antara teori dan praktek yang diformulasikan dalam bentuk asesmen dan prosedur. Pedoman asesmen dan prosedur menjadi sangat penting, terkait peran dokter spesialis Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi dalam berbagai uji fungsi tubuh. Untuk itu, bertepatan dengan momentum perayaan ulang tahun Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi yang ke-25 dan Perhimpunan Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi yang ke30, dengan bangga dan mengucap syukur , kami terbitkan Buku Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi sebagai wujud kesungguhan dan kesatuan pendapat dokter spesialis Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi dalam menjalankan perannya mengembalikan pasien pada fungsinya yang paling optimal. Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik berupa materi, waktu, tenaga, dan pengetahuannya demi terbitnya buku ini. Pada edisi perdana ini, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Kami sangat mengharapkan masukan untuk perbaikan di masa yang akan datang, sehingga dalam perjalanannya buku ini benar-benar dapat menjadi pedoman yang bermanfaat bagi kita semua.
Dr Luh Karunia Wahyuni Ketua PERDOSRI 2010 - 2013
4
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
5
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Asesmen Fungsi Sensori Definisi Asesmen fungsi sensori adalah pemeriksaan semua modalitas sensorik yaitu rasa raba, rasa posisi, suhu, tekan, nyeri, diskriminasi dua titik, stereognosis, kinesthesia, graphesthesia.
Tujuan •
Memeriksa semua fungsi modalitas sensorik
•
Menentukan dermatomal gangguan fungsi sensorik
Jenis Prosedur •
Nottingham Sensory Assessment
•
Two-point discrimination test
•
Monofilament test
Indikasi Semua gangguan sistem saraf pusat maupun perifer
Kontraindikasi Tidak ada
Efek Samping/Komplikasi Tidak ada
Peresepan
6
•
Dilakukan pada pasien yang kooperatif
•
Pasien tidak memiliki gangguan fungsi luhur
•
Pasien tidak mengalami gangguan pemahaman bahasa
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur 1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai 2. Persiapan Pasien:
•
Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
•
Menjelaskan tahapan pemeriksaan
•
Menjelaskan efek samping dan komplikasi pemeriksaan
3. Pelaksanaan pemeriksaan 4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil pemeriksaan.
Daftar Pustaka •
DeJong, RN 1979, The Neurological Examination, New York:Harper&Row, pp. 44-78.
Nottingham Sensory Assessment •
Disadur dari: www.nothingham.ac.uk/iwho/documents/nasa_instrction_revised.pdf
•
British Columbia Provincial Nursing Skin and Wound Committee Procedure
•
Monofilament Testing for Loss of Protective Sensation in Adults & Children. Juni 2011.
7
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 1 __________________________________________________________________
Nottingham Sensory Assessment A. Pemeriksaan Sensasi Taktil
Alat yang dibutuhkan:
• Kapas
• Neurotip
• Tabung kaca 2 buah, diisi air hangat dan air dingin
• Penutup mata
Pemeriksaan:
Jika penderita mempunyai masalah komunikasi, tes dimulai dari rasa raba ringan,
tekanan dan nyeri. Selama pemeriksaan, mata pasien ditutup dengan penutup mata
• Rasa raba ringan: Sentuh kulit pasien dengan kapas
• Tekanan: Tekan kulit dengan jari telunjuk sehingga merubah kontur kulit
• Nyeri : Tusuk kulit dengan neurotip
• Temperatur: Sentuh kulit dengan tabung yang berisi air hangat dan dingin
Penilaian:
0 Tidak bisa mengidentifikasi tes
1 Mengidentifikasi tes tetapi tumpul
2 Normal
9 Tidak bisa dites
B. Pemeriksaan Sensasi Kinestetik/Proprioseptik
Alat yang dipakai:
• Penutup mata
Pemeriksaan: Pemeriksaan semua aspek gerakan yaitu arah gerakan dan posisi sendi. Untuk pemeriksaan anggota gerak atas, pasien berada dalam posisi duduk, sedangkan untuk pemeriksaan anggota gerak bawah, pasien berada dalam posisi tidur telentang. Selama pemeriksaan mata pasien ditutup dengan penutup mata. Penilaian:
0 Absen, tidak mengidentifikasi adanya gerakan
1 Mengidentifikasi gerakan tetapi tidak mengetahui arah gerakan salah
2 Penderita dapat mengenal arah yang diberi contoh tetapi tidak mengenal posisi baru
3 Normal
9 Tidak dapat dites
C. Pemeriksaan Stereognosis
8
Alat yang diperlukan:
• Penutup mata
•
Koin mata uang
•
Pensil
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
•
Sisir
•
Gunting
• Gelas
Pemeriksaan: Suatu obyek diletakkan pada tangan penderita maksimal 30 detik. Penderita diminta untuk mengidentifikasi nama, bentuk, bahan material benda tersebut. Sisi tubuh yang sakit dites lebih dahulu. Penilaian: 0 Absen
1 Beberapa gambaran obyek disebutkan
2 Langsung dapat meenyebutkan benda obyek
9 Tidak dapat dites
9
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 2 __________________________________________________________________
TWO-POINT DISCRIMINATION TEST Alat yang dibutuhkan: •
Benda dengan ujung lancip (klip, tusuk gigi)
•
Penggaris
Pemeriksaan: •
Pemeriksa mengatur alat periksa sehingga jarak kedua ujungnya antara 5mm, 10mm, 15mm, atau 20mm. Jangan beritahu jarak ini ke pasien.
•
Pilih permukaan tubuh yang akan diuji, misalnya bagian belakang tangan, telapak tangan, lengan, siku, lutut, dan lainnya.
•
Minta pasien menutup mata. Pemeriksa secara hati-hati dan mantap menempelkan kedua ujung runcing alat periksa ke kulit pasien, pastikan kedua ujung tersebut menyentuh kulit bersamaan.
•
Tanyakan apakah pasien merasakan 1 titik atau 2 titik kontak. Ulangi tes pada
•
Ubah jarak antara kedua ujung runcing alat periksa dan ulangi tes. Ubah terus
beberapa tempat lain yang sudah ditentukan. Catat data yang didapat. jaraknya sampai menemukan jarak dimana pasien dapat membedakan antara 1 titik dengan 2 titik.
TWO POINT DISCRIMINATION FINDINGS 5 mm 1 or 2 points? Fingertip Palm Inner Arm Knee (cap) Knee (behind) Other: Other: Other: Other:
10
10 mm 1 or 2 points?
15 mm 1 or 2 points?
20 mm 1 or 2 points?
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 3 __________________________________________________________________
Monofilament Test Tes monofilamen dilakukan pada pasien diabetes mellitus serta pasien yang memiliki gangguan sensorik pada kaki. Ketidakmampuan mendeteksi monofilamen ini menandakan pasien kehilangan sensasi proteksi pada kaki. Hal ini merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya ulkus diabetik/neuropatik pada kaki. Alat yang dibutuhkan: •
Semmes – Weinstein 5.07 (10 – gram) monofilament
•
Sarung tangan (jika perlu)
Prosedur: •
Posisikan pasien pada posisi yang nyaman, minta pasien melepas sepatu serta kaos
•
Pakai sarung tangan jika terdapat luka terbuka atau discharge pada area yang akan
•
Sentuhkan monofilament pada tangan/lengan pasien sehingga pasien mengerti
•
Minta pasien menutup mata dan menyebutkan jika merasakan “ya” monofilament
•
Sentuhkan monofilamen pada 10 titik di setiap kaki seperti yang ditunjukkan pada
kaki/stocking. diperiksa rasa seperti apa yang akan dicari pada kaki. pada kaki. diagram dibawah. Apabila terdapat ulkus, callus atau bekas luka pada kaki yang akan diperiksa, sentuhkan monofilament pada area di sekitar luka. Apabila kaki pasien sudah diamputasi, lakukan tes pada sebanyak mungkin titik yang tersisa. •
Pegang monofilamen secara tegak lurus dengan permukaan kaki, dan sentuhkan
•
Ulangi tes sampai 3 kali pada area dimana pasien tidak dapat merasakan
•
Cuci tangan saat sudah selesai.
dengan mantap ke kaki sampai monofilamen tertekuk, dan tahan selama 2 detik monofilamen saat disentuhkan.
Penilaian: •
Apabila keseluruhan area dapat di tes dan pasien dapat merasakan monofilamen pada seluruh area tersebut, maka nilainya adalah 10/10
•
Apabila monofilamen tidak dapat dirasakan pada salah satu area kaki, hal ini menunjukkan adanya kehilangan sensasi protektif pada area tersebut.
•
Catat jumlah hasil positif dan jumlah area yang diperiksa, mis. 6/9 yang artinya pasien merasakan monofilament pada 6 area dari hanya 9 area yang diperiksa karena ibu jari kaki kiri sudah diamputasi.
11
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Gambar 1: Area pemeriksaan monofilament pada kaki kanan dan kiri
Gambar 2: Cara menggunakan monofilamen
Gambar 3: Semmes-Weinstein Monofilamen
12
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Asesmen Lingkup Gerak Sendi dan Fleksibilitas Definisi Tindakan mengukur kemampuan untuk menggerakkan sendi sepanjang lingkup geraknya.
Tujuan •
Menilai kelentukan suatu persendian, yang dapat dilakukan sebagai upaya diagnostik kondisi klinis suatu gangguan pada persendian dan struktur yang mempengaruhinya
•
Evaluasi keberhasilan suatu peresepan latihan peregangan.
Jenis Prosedur •
Pengukuran lingkup gerak sendi
w Inklinometer
w Goniometer
•
Pengukuran fleksibilitas dengan:
w Schober test
w Sit and Reach test
w Shoulder flexibility test
w Tes sentuh jari kaki
Indikasi •
Evaluasi kondisi yang berpotensi menyebabkan gangguan kelentukan,
•
Evaluasi kondisi keterbatasan lingkup gerak sendi
Kontra Indikasi •
Peradangan sendi akut
•
Fraktur di sekitar persendian
•
Pasien tidak kooperatif
13
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Efek Samping / Komplikasi tidak ada
Peresepan •
Pasien sudah memungkinkan untuk dilakukan asesmen
•
Pemantauan hasil terapi dapat dilakukan setiap minggu atau tergantung kondisi pasien.
Prosedur 1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai 2. Persiapan Pasien:
•
Penjelasan pelaksanaan dan tujuan pemeriksaan pada pasien.
•
Persiapan pasien: longgarkan atau lepaskan pakaian yang menutupi persendian
atau bagian tubuh yang akan diperiksa.
•
Pasien diminta melakukan pemanasan pada sendi yang akan diperiksa sebelum
pemeriksaan dilakukan 3. Pelaksanaan asesmen (Lihat lampiran) 4. Mendokumentasikan pelaksanaan dan hasil asesmen
Daftar Pustaka 1. Kisner dan Colby. Therapeutic Exercise. Foundations and Techniques, 2nd Edition.
FA Davis: Philadelphia; 1990.
2. Khan dan Brukner. Clinical Sport Medicine, 3rd Edition. McGraw Hill: Australia; 2007 3. American College of Sports Medicine. ACSM’s Guidelines for Exercise Testing and
14
Prescription, 7th Edition. Lippincott Williams and Wilkins: Philadelphia; 2006.
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1 __________________________________________________________________
Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi Dengan Inklinometer dan Goniometer A. Inklinometer Inklinometri Spinal: Pengukuran objektif dari posisi tulang belakang lumbal dan rentang/lingkup pergerakannya. Prosedur Dual Inklinometer: • Inklinometer pertama diletakkan diatas sakrum dan inklinometer lainnya diletakkan di atas prosesus spinosus vertebra T12-L1 ketika pasien berdiri pada postur tegak yang santai. Tehnik ini memerlukan indentifikasi letak tonjolan anatomis sehingga keakuratan pembacaan hasil dalam uji ini berkurang secara nyata pada pasien-pasien obesitas. • Pembacaan/pengukuran sudut dilakukan dengan memegang kedua inklinometer pada tempatnya ketika pasien dalam posisi berdiri tegak yang santai. • Pasien diinstruksikan untuk membungkuk ke depan semaksimal mungkin, dan pengukuran sudut diambil pada posisi membungkuk maksimal. • Pasien diinstruksikan untuk terus membungkuk kedepan sampai pergerakan pelvis dibawah kisaran 20% dari posisi kaki yang lurus. Pengukuran ini digunakan untuk menentukan fleksibilitas hamstring. • Pembacaan inklinometer yang terletak diatas mewakili gerakan kasar, sedangkan inklinometer yang dibawah mengukur pergerakan pelvis atau panggul. Pergerakan lumbar yang sebenarnya diwakili oleh perbedaan antara kedua pengukuran ini.
Inklinometer Tunggal: •
Metode 1:
Menggunakan teknik yang sama seperti diatas kecuali pengukuran inklinometer
Sumber : Mayer, et.al. Spine 9(6). 1984.
harus dibuat di masing-masing lokasi secara terpisah.
15
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
•
Metode 2:
Kedua tangan pemeriksa mencakup kedua bagian krista iliaka posterior dan anterior untuk mengukur mobilitas pelvis. Jari telunjuk salah satu tangan pemeriksa diletakan pada puncak krista iliaka, paralel dengan lantai. Tangan lainnya memegang inklinometer pada sela vertebra T12-L1. Pasien melakukan gerakan membungkuk kedepan yang sama setelah pembacaan awal. Pergerakan total dicatat dari inklinometer. Lalu, inklinometer diletakkan diatas bidang yang menghubungkan ibu jari dan telunjuk untuk menentukan pergerakan pelvis. Perhitungan kontribusi sendi pelvis dan lumbar terhadap pergerakan sendi total lalu dikalkulasikan dengan cara yang sama dengan teknik dual inklinometer.
Perpanjangan lingkup gerak sendi lalu diukur dengan cara yang sama seperti disebutkan diatas kecuali pergerakan pasien dilakukan ke arah ekstensi. B. Goniometer Prosedur: •
Tentukan aksis sendi yang akan diukur, lalu pasang lengan panjang goniometer pada bagian tubuh yang tidak bergerak dan lengan pendek goniometer pada bagian tubuh yang bergerak. Lakukan pengukuran sepanjang lingkup gerak sendi.
•
Catat hasil pengukuran, bandingkan kedua sisi dan nilai normal lingkup gerak sendi.
Hasil pemeriksaan: Bandingkan hasil pemeriksaan lingkup gerak sendi sisi kanan dan kiri menggunakan goniometer.
16
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Gambar: Pemeriksaan Goniometer (Courtesy of Dr. J. F. Lehmann) PEMERIKSAAN
GAMBAR
POSISI AWAL
PENGUKURAN
Fleksi bahu
• Terlentang • Lengan berada di sisi dengan tangan pada posisi pronasi
• Bidang sagital • Subtitusi yang perlu dihindari: Punggung melengkung Punggung berputar • Goniometer: Aksis pada sisi lateral sendi di bawah acromion Kaki 1 paralel dengan midaksilaris badan Kaki 2 paralel dengan garis tengah humerus
Hiperekstensi bahu
• Terlungkup • Lengan pada sisi badan dan tangan pada posisi pronasi
• Bidang sagital • Subtitusi yang perlu dihindari: Mengangkat bahu dari meja pemeriksaan Memutar badan • Goniometer: Aksis pada sisi lateral sendi di bawah acromion Kaki 1 paralel dengan midaksilaris badan Kaki 2 paralel dengan garis tengah humerus
Abduksi bahu
• Terlentang • Lengan pada sisi badan
• Bidang frontal (bahu harus rotasi eksternal untuk mendapat hasil maksimum) • Subtitusi yang perlu dihindari: Gerakan badan ke lateral Memutar badan • Goniometer: Aksis di anterior sendi dan sejajar dengan acromion Kaki 1 paralel dengan midline badan Kaki 2 paralel dengan midline humerus
Rotasi internal bahu
• Terlentang • Lengan diabduksi 90o dan siku diangkat dari meja • Siku difleksikan 90o dan tangan pada posisi pronasi • Lengan bawah tegak lurus dengan lantai
• Bidang transversa • Subtitusi yang perlu dihindari: Memanjangkan bahu Memutar badan Mengubah sudut pada bahu atau siku • Goniometer: Aksis sepanjang aksis longitudinal humerus Kaki 1 tegak lurus dengan lantai Kaki 2 paralel dengan midline atau lengan bawah
17
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
PEMERIKSAAN
POSISI AWAL
PENGUKURAN
Rotasi eksternal bahu
• Terlentang • Lengan diabduksi 90o dan siku diangkat dari meja • Siku difleksikan 90o dan tangan pada posisi pronasi • Lengan bawah tegak lurus dengan lantai
• Bidang transversa • Subtitusi yang perlu dihindari: Melengkungkan punggung Memutar badan Mengubah sudut pada bahu atau siku • Goniometer: Aksis sepanjang aksis longitudinal humerus Kaki 1 tegak lurus dengan lantai Kaki 2 paralel dengan midline atau lengan bawah
Fleksi siku
• Terlentang • Lengan pada sisi badan dengan siku diluruskan • Tangan pada posisi supinasi
• Bidang sagital • Goniometer: Aksis di sisi lateral sendi melalui epicondilus humerus Kaki 1 paralel dengan midline humerus Kaki 2 paralel dengan midline lengan bawah
Hiperekstensi siku
• Terlentang • Lengan pada sisi badan dengan siku diluruskan • Tangan pada posisi supinasi
• Bidang sagital • Goniometer: Aksis di sisi lateral sendi melalui epicondilus humerus Kaki 1 paralel dengan midline humerus Kaki 2 paralel dengan midline lengan bawah
Pronasi lengan bawah
• Duduk (atau berdiri) • Lengan pada sisi dengan siku menempel pada badan • Siku ditekuk 90o • Lengan bawah pada posisi netral diantara pronasi dan supinasi • Pergelangan tangan pada posisi netral • Pensi dipegang tepat di lipatan tengah telapak tangan
• Bidang transversa • Subtitusi yang perlu dihindari: Memutar badan Menggerakkan lengan Mengubah sudut siku Menekuk pergelangan tangan • Goniometer: Aksis melalui aksis longitudinal lengan bawah Kaki 1 paralel dengan midline humerus Kaki 2 paralel dengan pensil (pada sisi ibu jari)
18
GAMBAR
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
PEMERIKSAAN
GAMBAR
POSISI AWAL
PENGUKURAN
Supinasi lengan bawah
• Duduk (atau berdiri) • Lengan pada sisi dengan siku menempel pada badan • Siku ditekuk 90o • Lengan bawah pada posisi netral diantara pronasi dan supinasi • Pergelangan tangan pada posisi netral • Pensi dipegang tepat di lipatan tengah telapak tangan
• Bidang transversa • Subtitusi yang perlu dihindari: Memutar badan Menggerakkan lengan Mengubah sudut siku Menekuk pergelangan tangan • Goniometer: Aksis melalui aksis longitudinal lengan bawah Kaki 1 paralel dengan midline humerus Kaki 2 paralel dengan pensil (pada sisi ibu jari)
Fleksi pergelangan tangan
• Siku ditekuk • Lengan bawah dan pergelangan tangan pada posisi normal
• Bidang sagital • Goniometer: Aksis diatas dorsum pergelangan tangan (sejajar dengan tulang metacarpal ke 3) Kaki 1 pada pertengahan dorsum lengan bawah Kaki 2 pada pertengahan dorsum tangan
Ekstensi pergelangan tangan
• Siku ditekuk • Lengan bawah dan pergelangan tangan pada posisi normal
• Bidang sagital • Goniometer: Aksis pada permukaan ventral pergelangan tangan (sejajar dengan tulang metacarpal ke 3) Kaki 1 pada pertengahan permukaan ventral lengan bawah Kaki 2 pada pertengahan telapak tangan
Deviasi radial pergelangan tangan
• Lengan bawah pada posisi pronasi • Pergelangan tangan pada posisi netral
• Bidang frontal • Goniometer: Aksis diatas permukaan dorsum pergelangan tangan terpusat pada tulang midcarpal Kaki 1 pada pertengahan dorsum lengan bawah Kaki 2 pada tulang metacarpal ke 3
Deviasi ulnar pergelangan tangan
• Lengan bawah pada posisi pronasi • Pergelangan tangan pada posisi netral
• Bidang frontal • Goniometer: Aksis diatas permukaan dorsum pergelangan tangan terpusat pada tulang midcarpal Kaki 1 pada pertengahan dorsum lengan bawah Kaki 2 pada tulang metacarpal ke 3
19
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
PEMERIKSAAN
GAMBAR
POSISI AWAL
PENGUKURAN
Fleksi metacarpophalangeal pertama
• Siku sedikit difleksikan • Tangan berada pada posisi supinasi • Jari-jari dan jempol diekstensikan
• Bidang frontal • Goniometer: Aksis pada sisi lateral sendi metacarpophalangeal Kaki 1 paralel dengan midline tulang metacarpal pertama Kaki 2 paralel dengan midline phalanx proksimal
Fleksi metacarpophalangeal 2,3,dan 4
• Siku difleksikan • Tangan pada posisi pronasi • Pergelangan tangan pada posisi netral
• Bidang sagital • Goniometer: Aksis pada pertengahan dorsum sendi Kaki 1 pada pertengahan dorsum tulang metacarpal Kaki 2 pada pertengahan dorsum phalang proksimal
Fleksi interphalangeal 1
• Siku difleksikan • Lengan bawah pada posisi supinasi • Sendi interphalangeal diekstensikan
• Bidang frontal • Goniometer: Aksis pada sisi lateral sendi interphalangeal Kaki 1 paralel dengan midline phalang proksimal Kaki 2 paralel dengan midline phalang distal
Fleksi interphalangeal 2, 3 dan 4
• Siku difleksikan • Lengan bawah pada posisi pronasi • Sendi interphalangeal diekstensikan
• Bidang sagital • Goniometer: Aksis diatas sisi dorsal sendi Kaki 1 diatas pertengahan dorsum phalang proksimal Kaki 2diatas pertengahan dorsum phalang distal
Ekstensi panggul
• Berbaring pada satu sisi (atau terlentang) • Tungkai bagian bawah ditekuk untuk support
• Bidang sagital • Gambar garis dari spina iliaca anterior-superior ke posterior-superior (B-A) • Tarik garis tegak lurus ke trochanter mayor (C-D) • Aksis tengah goniometer pada trochanter mayor (D) • Kaki 1 pada garis tegak lurus (C-D) • Kaki 2 pada batang femur (D-E)
20
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
PEMERIKSAAN
GAMBAR
POSISI AWAL
PENGUKURAN
Fleksi panggul
• Berbaring pada salah satu sisi atau terlentang (lutut dapat difleksikan sedikit untuk support)
• Bidang sagital • Pindahkan trochanter mayor dan gambar ulang garis C-D seperti yang disebutkan pada ekstensi panggul • Peletakan Goniometer sama dengan pada ekstensi panggul
Adduksi panggul
• Terlentang • Tungkai diekstensikan dan pada posisi normal
• Bidang frontal • Tandai kedua spina iliaca anterior-superior, dan gambar garis yang menghubungkan keduanya • Goniometer: Aksis diatas sendi panggul Kaki 1 paralel dengan garis antara kedua spina iliaca Kaki 2 di sepanjang femur
Abduksi panggul
• Terlentang • Tungkai diekstensikan dan pada posisi normal
• Bidang frontal • Tandai kedua spina iliaca anterior-superior, dan gambar garis yang menghubungkan keduanya • Goniometer: Aksis diatas sendi panggul Kaki 1 paralel dengan garis antara kedua spina iliaca • Kaki 2 di sepanjang femur
Rotasi internal panggul
• Duduk atau terlentang (catat posisi mana yang dilakukan saat pemeriksaan) • Lutut difleksikan 90o
• Bidang transversa • Subtitusi yang perlu dihindari: Memutar badan Mengangkat paha dari meja • Goniometer: Aksis melalui aksis longitudinal femur Kaki 1 paralel dengan meja Kaki 2 paralel dengan tungkai bagian bawah
21
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
PEMERIKSAAN
GAMBAR
POSISI AWAL
PENGUKURAN
Rotasi eksternal panggul
• Duduk atau terlentang (catat posisi mana yang dilakukan saat pemeriksaan) • Lutut difleksikan 90o
• Bidang transversa • Subtitusi yang perlu dihindari: Memutar badan Mengangkat paha dari meja • Goniometer: Aksis melalui aksis longitudinal femur Kaki 1 paralel dengan meja Kaki 2 paralel dengan tungkai bagian bawah
Fleksi lutut
• Terlungkup (atau terlentang dengan panggul difleksikan jika rektus femoris membatasi gerakan)
• Bidang sagital • Goniometer: Aksis melalui sendi lutut Kaki 1 sejajar pertengahan paha Kaki 2 sejajar fibula
Dorsofleksi pergelangan kaki
• Duduk • Lutut difleksikan 90o • Kaki berada pada posisi 90o terhadap tungkai
• Bidang sagital • Goniometer: Aksis pada telapak kaki Kaki 1 sejajar dengan fibula Kaki 2 sejajar dengan tulang metatarsal ke 5
Plantarfleksi pergelangan kaki
• Duduk • Lutut difleksikan 90o • Kaki berada pada posisi 90o terhadap tungkai
• Bidang sagital • Goniometer: Aksis pada telapak kaki Kaki 1 sejajar dengan fibula Kaki 2 sejajar dengan tulang metatarsal ke 5
Panah kecil menggambarkan hiperekstensi lutut
22
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2 __________________________________________________________________
Pengukuran Fleksibilitas A. Schober test Prosedur: •
Pasien diminta berdiri tegak dengan santai
•
Identifikasi bagian puncak sakrum pada pertemuan antara garis horizontal
diatas venus dimple dengan vertebra
•
Tandai 10 cm diatas dan 5 cm dibawah puncak sakrum tersebut
•
Minta pasien untuk membungkuk ke depan secara maksimal
•
Ukur jarak antara titik atas dan titik bawah
•
Hasil ini dikurangi 15 adalah hasil pengukuran fleksi lumbar
Hasil pemeriksaan: Fleksibilitas lumbal dikatakan normal bila terjadi peningkatan jarak minimal 5 cm pada saat membungkuk.
Super
Laki-laki (cm) > +27
Perempuan (cm) > +30
Excellent
+17 s/d +27
+21 s/d +30
Baik
+6 s/d +16
+11 s/d +20
Rata-rata
0 s/d +5
+1 s/d +10
Sedang
-8
s/d -1
-7 s/d 0
Buruk
-19 s/d -9
-14 s/d -6
Sangat Buruk
< -20
< -15
23
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
B. Sit and Reach test Prosedur: •
Pasien duduk selonjor di lantai dengan sepatu dilepas, telapak kaki menempel
•
Luruskan kedua lengan ke depan dengan kedua tangan saling menumpuk dan
•
Tubuh condong ke depan sejauh mungkin untuk menyentuh skala pengukur
pada bagian bawah kotak. telapak tangan menghadap ke bawah. tanpa menekuk lutut sedekat mungkin. Ukurlah jarak antara kedua jari terdekat atau overlap yang terjadi antara kedua jari tersebut. Hasil pemeriksaan: Bila ujung jari meraih jarak lebih pendek dari posisi jari kaki, maka skornya negatif, namun bila jari dapat meraih melebihi posisi jari kaki, maka skornya positif. Besar skor ditentukan oleh posisi ujung jari pada skala pengukur.
C. Shoulder flexibility test Prosedur: Berdiri dan mengangkat lengan kanan di atas kepala, lalu tekuk siku kanan dan menyentuh belakang leher dang menyusur tulang punggung ke arah bawah. Lengan kiri diarahkan ke belakang punggung dari arah bawah menyusur tulang punggung ke arah atas. Dekatkan kedua tangan hingga jari-jari saling mendekat Hasil pemeriksaan: •
Excellent = Jari-jari saling overlap
•
Baik = Ujung jari saling bersentuhan
•
Rata-rata = Jarak antar kedua ujung jari kurang dari 2 inchi
•
Buruk = Jarak antar kedua ujung jari lebih dari 2 inchi
D. Tes Sentuh jari Kaki Prosedur: Pasien berdiri diatas permukaan yang rata dan membungkuk ke depan sampai ujung jari tangan menyentuh ke jari kaki dengan lutut ekstensi. Pengukuran diambil Sumber : Kippers, et al. Phys Ther. 67(11), 1987
24
dari ujung jari tangan ke permukaan panggung. Nilai ini dapat positif atau negatif. Nilai ini positif jika pasien dapat meraih melampaui permukaan lantai.
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Asesmen Kekuatan Otot Definisi Asesmen kekuatan otot adalah penilaian kekuatan otot menggunakan tangan/manual (MMT) atau peralatan khusus.
Tujuan •
Untuk menilai adanya gangguan kekuatan otot.
•
Sebagai dasar untuk penentuan terapi.
•
Untuk mengevaluasi hasil terapi.
Jenis Prosedur •
Manual muscle testing
•
Uji kekuatan otot dengan menggunakan peralatan khusus:
w NK-Table
w EN-Tree
w Cybex
w Hand held Dynamometer
w Pinchmeter
Indikasi •
Pasien dengan kelemahan otot
•
Pasien dengan gangguan muskuloskeletal
•
Pasien dengan gangguan neuromuskular
Kontra Indikasi •
Inflamasi dan pasca bedah akut pada sistem muskuloskeletal
•
Nyeri hebat
•
Gangguan kardiorespirasi
•
Gangguan fungsi luhur
25
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
•
Osteoporosis
•
Fraktur
Efek Samping/Komplikasi Tindakan •
Fraktur
•
Nyeri
•
Cedera otot
Peresepan •
Pasien tidak boleh dalam keadaan kondisi lelah
•
Pasien harus mampu memahami instruksi
•
Pemantauan hasil terapi dapat dilakukan setiap minggu atau tergantung kondisi pasien
Prosedur 1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai 2. Persiapan Pasien:
•
Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
•
Menjelaskan tahapan pemeriksaan
•
Melakukan pemeriksaan tanda vital (TD, nadi, pernafasan, suhu) dan status generalis
3. Pelaksanaan asesmen 4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka 1. Jones K, Barker K. Strength, In: Human movement explained. London: Butterworth Heinemann, 1996:196-223. 2. Wilder P. Muscle development and function. in: Cech, Martin. Functional movement developmental across the life span. Philadelphia : WB Saunders. 1995: 137 – 158. 3. Liberman JS, Pugliese GN, Strauss NE. Skeletal muscle: Structure, chemistry and function, in: Downey & Darling’s Physiological Basic of Rehabilitation Medicine. Boston : Butterworth-Heinemann, 2001: 67-80. 4. Powers SK, Howley ET. Skeletal muscle, structure and function. In: Powers SK, Howley ET. Exercise physiology. USA : McGraw Hill Higher Education. 2001: 129-156. 5. De Lateur BJ, Lehmann JF. Therapautic exercise to develop strength and endurance. in : Kottke FJ, Lehmann JF, editors. Krusen’s handbook of physical medicine and rehabilitation. USA : WB Sauders Company. 1990 : 480-519. 6. Ktzmarzyk PT. Physical activity and chronic diseases. In: ACSM’S Resources. Philadelphia : William & Wilkins. 2006 : 123-133. 7. Cole TM, Barry DT, Tobis JS. Measurement of musculoskeletal function. in: Kottke FJ, Lehmann JF, editor. Krusen’s handbook of physical medicine and rehabilitation, 4th ed. Philadelphia : WB Saunders. 1990 : 20-71. 8. Bohannon RW. Muscle strength testing with handheld dinamometry. In : Louis R Amundsen (ed). Muscle strength testing. Instrumented and non instrumented systems. New York : Churchill Livingstone. 1990 : 89-12. 9. Sullivan SB, Schmitz TJ. Physical Rehabilitation Assesment & Treatment. 4th ed. 2001. 10. Hislop HJ, Montgomery J. Daniels and Worthingham’s Muscle Testing Techniques of Manual Examination.7thEd. 2002. Philadelphia: W.B. Saunders. 11. Buku Panduan Kegiatan Pelatihan Keprofesian (Skills Lab) Program Studi Pendidikan
26
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Dokter Spesialis-1 Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Program Studi Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. 12. DeLisa, Joel A. Rehabilitation medicine, principles & practice. Philadelphia: JB Lippincott Co.,1988. 13. Sport Medical Rehabilitation training. Instalasi Rehabilitasi Medik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. 23-25 Juli 2001 14. Braddom RL. Physical Medicine and Rehabiltation 4th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2011
27
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 1 __________________________________________________________________
Manual Muscle Testing (MMT) Prosedur Pemeriksaan: a. Jelaskan tujuan pemeriksaan kepada pasien b. Prinsip pada pemeriksaan kekuatan otot: Pemeriksa dan pasien harus bekerja sama jika ingin mendapatkan hasil pemeriksaan yang tepat. c. Lingkungan selama pelaksanakan tes harus tenang dan suhu ruangan harus dibuat senyaman mungkin (tidak terlalu panas atau terlalu dingin). d. Periksa apakah terdapat keterbatasan lingkup gerak sendi/ kontraktur, spastisitas atau nyeri yang dapat mengganggu hasil asesmen e. Pemeriksaan dilakukan secara berurutan dari posisi duduk, supine, side lying kemudian prone. f. Posisikan pasien dengan hati hati dan upayakan melakukan tes secara berurutan sehingga perubahan posisi selama dalam tes seminimal mungkin. g. Lakukan pemeriksaan mulai dari posisi melawan gravitasi. Jika pasien tidak mampu, rubah ke posisi anti-gravitasi. Jika pasien mampu melakukan, lanjutkan dengan memberikan tahanan. Tahanan diberikan pada pertengahan gerakan. h. Pada saat pemeriksaan fiksasi dilakukan pada bagian proksimal dari otot prime mover yang akan dinilai.
Peralatan yang dibutuhkan: •
Fomulir dokumentasi tes kekuatan otot
Penilaian •
Grade 5 (normal)
Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh melawan gravitasi serta dapat melawan tahanan maksimal.
•
Grade 4 (good)
Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh melawan gravitasi serta dapat melawan tahanan yang ringan sampai sedang.
•
Grade 3 (fair)
Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh melawan gravitasi namun tidak dapat melawan tahanan yang ringan sekalipun.
•
Grade 2 (poor)
Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh tetapi tidak dapat melawan gravitasi, atau hanya dapat bergerak dalam bidang horisontal.
•
Grade 1 (trace)
Otot tidak mampu bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh dalam bidang horisontal, hanya terlihat gerakan otot minimal atau teraba kontraksi oleh pemeriksa. •
Grade 0 (zero)
Tidak ada kontraksi otot sama sekali baik pada inspeksi maupun palpasi.
28
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Tabel 1. Asesmen Kekuatan Otot Ekstremitas Atas
29
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
30
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
31
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
32
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Tabel 2. Asesmen Kekuatan Otot Ekstremitas Bawah
33
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
34
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
35
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Disadur dari: Braddom RL. Physical Medicine and Rehabilitation 4thed
36
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2 __________________________________________________________________
NK-Table NK-Table merupakan alat untuk penilaian kekuatan otot quadrisep dan hamstring dengan hasil akhir satuan kilogram. Prosedur Pemeriksaan a. Jelaskan tujuan pemeriksaan kepada pasien b. Prinsip pada pemeriksaan kekuatan otot: Pemeriksa dan pasien harus bekerja sama jika ingin mendapatkan hasil pemeriksaan yang tepat. c. Lingkungan selama pelaksanakan tes harus tenang dan suhu ruangan harus dibuat senyaman mungkin (tidak terlalu panas atau terlalu dingin). d. Periksa apakah terdapat keterbatasan lingkup gerak sendi / kontraktur, spastisitas atau nyeri yang dapat mengganggu hasil asesmen e. Sebelum dilakukan uji kekuatan otot dengan NK-table pasien harus melakukan pemanasan terlebih dahulu melalui latihan peregangan otot quadrisep dan hamstring selama 6 detik sebanyak 3 kali pengulangan untuk setiap otot. f. Minta pasien duduk pada NK-table, pastikan bagian posterior lutut terletak di ujung kursi g. Kencangkan sabuk paha untuk fiksasi h. Atur aksis mekanik pada lutut (di depan fulkrum lutut) dan pada pergelangan kaki (sedikit di atas maleolus lateralis) i. Atur kunci pada kaki mekanik, sehingga lutut dapat bergerak ke arah ekstensi antara 90°- 30° j. Letakkan beban pada kaki mekanik sesuai dengan prosedur. k. Tentukan beban 10 RM (repetisi maksimum) melalui proses trial & error. l. Setelah uji kekuatan otot selesai, pasien harus melakukan pendinginan kembali dengan latihan peregangan otot kuadrisep dan hamstring selama 6 detik sebanyak 3 kali pengulangan untuk setiap otot.
37
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 3 __________________________________________________________________
EN-TREE EN-TREE merupakan alat untuk penilaian kekuatan sekelompok otot secara dinamik dengan hasil akhir satuan kilogram. Prosedur Pemeriksaan: 1. Jelaskan tujuan pemeriksaan kepada pasien 2. Prinsip pada pemeriksaan kekuatan otot: Pemeriksa dan pasien harus bekerja sama jika ingin mendapatkan hasil pemeriksaan yang tepat. 3. Lingkungan selama pelaksanakan tes harus tenang dan suhu ruangan harus dibuat senyaman mungkin (tidak terlalu panas atau terlalu dingin). 4. Periksa apakah terdapat keterbatasan lingkup gerak sendi / kontraktur, spastisitas atau nyeri yang dapat mengganggu hasil asesmen 5. Sebelum uji kekuatan otot, pasien harus melakukan pemanasan dengan latihan peregangan kelompok otot ekstensor dan fleksor sendi lutut selama 6 detik sebanyak 3 kali untuk masing-masing kelompok otot 6. Nilai kekuatan 1 RM pada extremitas sisi sehat, dihitung dengan menggunakan diagram Holten 7. Nilai ekstremitas sisi sakit dimulai dari 25%, 50%, 70% dari 1 RM sehingga dicapai standar protocol 8. Lakukan penilaian dengan membandingkan ekstremitas yang sakit dengan yang sehat 9. Setelah uji kekuatan otot selesai, pasien harus melakukan pendinginan kembali dengan latihan peregangan otot kuadrisep dan hamstring selama 6 detik sebanyak 3 kali pengulangan untuk setiap otot.
Berat beban : 4kg
38
Waktu
: 30 second
Jumlah set
: 3 set dengan istirahat diantaranya
Precaution
: Pemeriksaan pada pasien usia lanjut
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 4 __________________________________________________________________
CYBEX Cybex merupakan alat untuk penilaian kekuatan otot individual secara isometrik dan isokinetik dengan hasil akhir satuan torque. Pengoperasian alat: 1. Hubungkan stop kontak listrik, “on” kan tombol stabilisator, “on” kan tombol Hard disk komputer (depan dan belakang) 2. Nyalakan “on” komputer sampai timbul gambar “cybex norm” 3. Tunggu gambar “position calibration dialog box”. Dinamometer dalam posisi tegak lurus ke posisi huruf “Z” dibagian bawah dan atas menunjuk ke “titik merah”. Lalu klik tanda √ sampai keluar gambar “NORM APLICATION” 4. Klik dua kali pada system tools kemudian pada “position calibration” bila kita menghendaki kalibrasi (kalibrasi untuk speed, weight, TMC weight calibration) 5. Klik dua kali pada ‘NORM APLICATION” bila kita menghendaki “testing” ataupun “latihan” 6. Klik “gambar orang” untuk memilih nama pasien yang dikehendaki atau pun menuliskan identitas pasien baru 7. Klik “gambar kaki berpanah” untuk memilih pola gerakan yang dikehendaki atau petunjuk “PATTERN SELECTION” 8. Klik lambang “right or left” untuk memilih sisi tubuh kanan atau kiri sesuai yang kita kehendaki 9. Klik “patient setup” untuk mengatur, melihat alat yang diperlukan dan memasang alat tersebut kepada pasien sesuai dengan petubjuk yang tertera pada monitor komputer tersebut kemudian klik √ 10. Klik “set AZ”. Isi kolom yang ada atau posisikan ekstremitas pasien diposisi 0 derajat, kemudian klik √ 11. “Set ROM” Untuk pengaturan ROM sesuai yang kita kehendaki, sampai kita mendapatkan “kunci” yang ditunjukkan dengan huruf, kemudian klik √ 12. Klik “automat protocols window”, kemudian klik protocol di bagian bawah “data storage window” 13. Klik “STOP” untuk membuka (membuat program sesuai yang kita harapkan) 14. Klik “OPERATING MODE” untuk memilih jenis gerakan yang dikehendaki (CPM, Isokinetik, dll) 15. Klik “ACTION TYPE” untuk memilih cara kerja otot yang dikehendaki (misalnya concentric / eccentric) 16. Atur SPEED pada gerakan ekstensi dan fleksi 17. Klik “DISLAY TYPE” untuk memilih gambar grafik yang dikehendaki 18. Klik “SET TERMINATION” untuk memilih dan menentukan berapa kali atau berapa lama gerakan dilakukan dann seterusnya, kemudian klik √ bila semua sudah “OKE” 19. Klik gambar “Lampu Hijau” bila pasien dan alat siap bekerja sesuai program Kalibrasi Cybex w No. 1 sampai dengan no. 4 sama w No. 5 Klik dua kali pada System Tools, tunggu sampai keluar “System tools menu” lalu
39
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
klik “Calibration” w No. 6 Tunggu sampai keluar gambar “NORM SYSTEM TOOLS MENU” lalu klik “WEIGHT CALIBRATION” atau “SPEED CALIBRATION” atau “TMC WEIGHT CALIBRATION” sesuai dengan kalibrasi yang kita kehendaki w
No. 7 Selanjutnya ikuti petunjuk yang tertera pada layar komputer sesuai dengan kalibrasi yang kita kehendaki.
UPPER BODY
CHEST PRESS
INCLINE PRESS
TRUNK & TORSO
ABDOMINAL
BACK EXTENSION
TORSO ROTATION
LOWER BODY
LEG PRESS
40
LEG EXTENSION
GLUTE
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 5 __________________________________________________________________
HAND-HELD DINAMOMETER Pengukuran dengan Hand-Held Dinamometer dapat dilakukan melalui 2 macam cara yaitu: cara make-test dan break-test. Make-test dilakukan dengan cara pemeriksa memegang dinamometer pada posisi yang tetap dan subyek menggerakkan anggota gerak melawan dinamometer. Sedangkan break-test dilakukan dengan cara pemeriksa menekan dinamometer diatas anggota gerak subyek, sambil subyek melawan alat hingga melampaui kekuatan maksimal dan subyek menyerah. Dimana diketahui maketest memiliki reliabilitas yang lebih tinggi. Alat ini memiliki validitas yang baik sepanjang pemeriksa berada dalam kondisi yang lebih kuat daripada yang diperiksa. Dibandingkan dengan alat lain, alat ini memiliki keunggulan dalam hal praktis mudah dibawa. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengukuran kekuatan otot dengan dinamometer jinjing adalah: 1. Penguji harus menggunakan posisi yang tepat dan tetap untuk tubuh, sendi dan dinamometer 2. Penguji harus melakukan stabilisasi alat dan subyek yang diuji untuk menghindari gerakan substitusi 3. Penguji harus memberikan keterangan yang jelas mengenai prosedur pemeriksaan dan memberikan kesempatan untuk pengenalan dan pasien berlatih sebelum pemeriksaan 4. Penguji harus memberikan feedback verbal yang konsisten dan subyek harus dapat melihat bagian tubuh yang diuji 5. Sedapat mungkin pemeriksaan dilaksanakan oleh penguji yang sama. Prosedur Pemeriksaan 1. Jelaskan tujuan pemeriksaan kepada pasien 2. Prinsip pada pemeriksaan kekuatan otot: Pemeriksa dan pasien harus bekerja sama jika ingin mendapatkan hasil pemeriksaan yang tepat. 3. Lingkungan selama pelaksanakan tes harus tenang dan suhu ruangan harus dibuat senyaman mungkin (tidak terlalu panas atau terlalu dingin). 4. Periksa apakah terdapat keterbatasan lingkup gerak sendi/ kontraktur, spastisitas atau nyeri yang dapat mengganggu hasil asesmen 5. Sebelum uji kekuatan otot, pasien harus melakukan pemanasan dengan latihan peregangan kelompok otot ekstensor dan fleksor sendi lutut selama 6 detik sebanyak 3 kali untuk masing-masing kelompok otot 6. Pasien duduk di bangku khusus (NK table) dengan sandaran yang disesuaikan sehingga posisi duduk tepat dengan panggul dan lutut fleksi 90 derajat, bagian belakang lutut tepat pada tepi bangku, paha difiksasi pada bangku. Kedua tangan memegang handle bangku 7. Pengukuran kekuatan kontraksi isometrik otot quadrisep dengan dinamometer jinjing dilakukan dengan metode make-test, yaitu dinamometer dipegang tidak bergerak oleh pemeriksa. Pasien diminta untuk mengekstensikan lututnya dari
41
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
posisi fleksi lutut 90o sampai 60o sambil berusaha melawan tahanan dengan dinamometer pada posisi fleksi lutut 60 derajat 8. Ujung dinamometer jinjing diletakkan tegak lurus pada permukaan ekstensor tungkai bawah tepat di proksimal malleolus 9. Pada setiap tungkai dilakukan satu kali percobaan dan tiga kali pengukuran kekuatan kontraksi isometrik otot quadrisep, diselingi istirahat 10 detik. Nilai kekuatan otot kuadrisep adalah nilai tertinggi dari tiga kali pengukuran, kemudian dicatat sebagai kekuatan kontraksi isometric otot quadrisep 10. Setelah uji kekuatan otot selesai, pasien harus melakukan pendinginan kembali dengan latihan peregangan otot kuadrisep dan hamstring selama 6 detik sebanyak 3 kali pengulangan untuk setiap otot. 11. Pengukuran otot yang lain prosedurnya analog seperti diatas.
42
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 6 __________________________________________________________________
Pinchmeter Pinchmeter adalah alat untuk menguji kekuatan otot-otot tip pinch, lateral pinch dan three-jaw chuck Prosedur Pemeriksaan Tip Pinch: 1. Pasien menjepit ujung pinch meter dengan ujung ibujari dan jari kedua, dan antara ujung ibu jari dengan ujung jari kedua dan jari ketiga 2. Berikan instruksi kepada pasien dan lakukan contoh 3. Ucapkan : “Apakah anda siap? Jepit sekeras yang dapat anda lakukan “ 4. Saat pasien melakukan gerakan menjepit, diberikan kata-kata seperti “Ayo, lebih keras lagi” 5. Dilakukan 3 kali gerakan menjepit dan beristirahat diantaranya 6. Rerata 3 trial dicatat. 7. Bandingkan dengan data normal (tabel 1)
Gambar: Pemeriksaan Tip Pinch
43
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Table 1. Average Performance of All Subjects on Tip Pinch (pounds)
Lateral Pinch: 1. Pasien menjepit pinchmeter diantara bantalan ibujari dan sisi lateral jari kedua 2. Instruksi dan prosedur sama dengan saat uji tip pinch 3. Bandingkan dengan data normal (tabel 2)
Gambar: Pemeriksaan Lateral Pinch
44
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Tabel 2 Average Performance of All Subjects on Key Pinch (pounds)
Three Jaw Chuck: 1. Pasien menjepit pinchmeter diantara bantalan ibujari dan bantalan jari kedua dan ketiga. 2. Instruksi dan prosedur sama dengan saat uji tip pinch 3. Bandingkan dengan data normal (tabel 3)
Gambar: Pemeriksaan Three Jaw Chuck
45
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Tabel 3 Average Performance of All Subjects on Three Jaw Chuck (pound)
Penilaian hasil pemeriksaan 1. Skor dibandingkan dengan tangan yang normal atau dengan data normal untuk meyakinkan apakah pasien memiliki keterbatasan 2. Skor pinch dianggap abnormal jika menyebabkan keterbatasan fungsi dan/atau memiliki SD + 3 dari mean. Alat Ukur yang digunakan:
Gambar kiri: B&L Pinchmeter Gambar kanan: Jtech Pinchmeter
46
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Asesmen Kontrol Postur Definisi Istilah postur kontrol, balans, equilibrium merupakan sinonim dari suatu konsep mekanisme dari tubuh sendiri untuk menghindari jatuh atau kehilangan keseimbangan.
Tujuan Menilai adanya disfungsi postur kontrol/masalah balans. Kontrol posisi tubuh mempunyai tujuan untuk stabilitas dan orientasi. Orientasi postural meliputi : •
Mempertahankan kesegarisan yang tepat antara segmen tubuh
•
Hubungan antara tubuh dengan lingkungan
•
Perlu orientasi vertical untuk mengcounter gaya gravitasi
•
Menciptakan suatu persepsi dan respon terhadap stimulasi luar
•
Stabilitas postural meliputi stability limits yaitu area dimana seseorang masih dapat mempertahankan posisi tubuh tanpa merubah base of support.
Jenis Prosedur •
Pediatric Balance Scale (PBS)
•
Berg Balance Scale
Indikasi •
Disfungsi postur kontrol, misalnya pada:
•
Cerebral Palsy
•
Gangguan muskuloskeletal
•
Gangguan neuromuskular
•
Gangguan sensoris
•
Gangguan balans
47
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Kontra indikasi •
Pasien dengan gangguan kesadaran
•
Pasien dengan afasia sensorik
•
Pasien dengan demensia
•
Pasien dengan gangguan penglihatan yang tidak terkoreksi
•
Pasien yang tidak kooperatif
Efek Samping/Komplikasi: Jatuh
Peresepan •
Pasien sudah memungkinkan untuk dilakukan asesmen
•
Pemantauan hasil terapi dapat dilakukan tergantung kondisi pasien.
Prosedur 1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai 2. Persiapan Pasien:
•
Menjelaskan kepada pasien/keluarga tujuan pemeriksaan
•
Menjelaskan tahapan pemeriksaan
3. Pelaksanaan asesmen 4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka •
Mc Coy SW, Ph.D, Dept of Rehabilitation Medicine University of Washington, Seattle, WA, USA
•
wDe GraaPeters VB, Blauw-Hospers CH, Dirks T, Bakker H, Hadders-Algra M. Development of postural control in typically developing children and children with cerebral palsy : Possibilities for intervention ?. Neuroscience and Biobehavioral Review 31 (2007) 1191 – 1200. www.sciencedirect.com. Cited on August 15, 2011
48
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1 __________________________________________________________________
Pediatric Balance Scale Persiapan peralatan •
Kursi yg bisa diatur tinggi-rendahnya, dengan sandaran punggung dan tangan serta meja anak
•
Stopwatch
•
Dingklik 6 inci
•
Penggaris
Persiapan Pasien: •
Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
•
Menjelaskan tahapan pemeriksaan serta efek samping pemeriksaan
Prosedur: •
Uji/tes PBS yang dilakukan :
•
Sit to stand & Stand to sit
•
Sit unsupported
•
Transfers
•
Stand unsupported, with eyes closed, with feet together, heel-to-toe
•
Stand on one foot
•
Turn 360 0
•
Turn to look behind
•
Retrieve object from floor
•
Place alternate feet on stool
•
Reach forward with outstretched arm
Catatan : PBS bisa dilakukan pada anak ≥ 5 tahun. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen. Skor penilaian PBS ;
0 Tidak dapat mengerjakan
1 Kemampuan untuk menyelesaikan hanya sedikit
2 Mampu menyelesaikan sebagian
3 Hampir sempurna
4 Sempurna
Skor maksimum 56.
49
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 2 __________________________________________________________________
Berg Balance Scale Berg Balance Scale (BBS) digunakan untuk menilai keseimbangan pada orang dewasa atau otang tua yang memiliki gangguan pada fungsi keseimbangan dengan menilai performa dalam menjalankan tugas fungsional. BBS terdiri dari 14 penilaian. Alat-alat yang diperlukan: Penggaris, 2 kursi standar (1 dengan sandaran tangan, 1 tanpa sandaran tangan), dingklik, stopwatch, jalur jalan sepanjang 15 kaki/4,5 meter. Penilaian: Penilaian berupa skala 0-4, dengan 0 menandakan paling rendah, 4 menandakan fungsi paling tinggi. Nilai total = 56. Hasil penilaian:
41-56 = Resiko jatuh rendah
21-40 = Resiko jatuh sedang
00-20 = Resiko jatuh tinggi
Untuk penilaian perkembangan fungsi diperlukan perbedaan hasil lebih dari 8 diantara dua pemeriksaan. BERG BALANCE SCALE
Nama : Tanggal : Lokasi : Penilai : HAL YANG DINILAI
NILAI (0 - 4)
Duduk ke berdiri Berdiri tanpa bantuan Duduk tanpa bersandar Berdiri ke duduk Berpindah Tempat Berdiri dengan mata tertutup Berdiri dengan kaki dirapatkan Meraih dengan tangan penuh ke depan Mengambil barang dari lantai Berputar untuk melihat ke belakang Berputar 3600 Bergantian menaruh kaki di dingklik Berdiri dengan satu kaki di depan Berdiri dengan satu kaki TOTAL
50
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Instruksi Umum Catatlah setiap tugas dan beri instruksi sesuai yang tertulis. Ketika melakukan penilaian, catatlah respon terendah pada setiap pemeriksaan, Pada hampir semua pemeriksaan, pasien diminta untuk bertahan dalam posisi tertentun untuk beberapa waktu. Nilai berkurang jika: •
Waktu atau jarak yang diperlukan tidak terpenuhi
•
Pasien membutuhkan supervisi selama mengerjakan tes
•
Pasien menyentuh support lain atau menerima bantuan dari pemeriksa.
Instruksi w Duduk ke berdiri Instruksi: Coba berdiri. Usahakan tidak menggunakan tangan untuk support
( ) 4 Dapat berdiri tanpa menggunakan tangan dan menstabilkan diri secara mandiri
( ) 3 Dapat berdiri sendiri menggunakan tangan
( ) 2 Dapat berdiri menggunakan tangan setelah mencoba beberapa kali
( ) 1 Membutuhkan bantuan minimal untuk berdiri atau menstabilkan diri
( ) 0
membutuhkan bantuan sedang atau maksimal untuk berdiri
w Berdiri tanpa bantuan Instruksi: Coba berdiri selama dua menit tanpa berpegangan
( ) 4
dapat berdiri dengan aman selama 2 menit
( ) 3
dapat berdiri selama 2 menit dengan pengawasan
( ) 2
dapat berdiri selama 30 detik tanpa bantuan dan pegangan
( ) 1
butuh beberapa kali percobaan untuk dapat berdiri selama 30 detik tanpa
bantuan
( ) 0
tidak dapat berdiri selama 30 detik tanpa bantuan
w Duduk tanpa bersandar tetapi kaki menapak pada tanah atau dingklik Instruksi: Coba duduk dengan tangan dilipat di depan selama 2 menit
( ) 4
dapat duduk dengan aman stabil selama 2 menit
( ) 3
dapat duduk selama 2 menit dengan pengawasan
( ) 2
dapat duduk selama 30 detik
( ) 1
dapat duduk selama 10 detik
( ) 0
tidak dapat duduk tanpa sandaran selama 10 detik
w Berdiri ke duduk Instruksi: Coba duduk
( ) 4
duduk dengan aman dengan menggunakan tangan secara minimal
( ) 3
mengontrol duduk dengan menggunakan tangan
( ) 2
menempelkan bagian belakang kaki ke kursi untuk mengontrol duduk
( ) 1
dapat duduk sendiri, tetapi gerakan duduknya tidak terkontrol
( ) 0
butuh bantuan untuk duduk
w Berpindah tempat Instruksi: Atur kursi untuk pivot transfer. Minta pasien untuk berpindah satu kali ke kursi dengan pegangan tangan dan satu kali ke kursi tanpa pegangan tangan. Bisa menggunakan 2 kursi atau 1 kursi dan 1 ranjang.
51
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
( ) 4
dapat berpindah dengan aman dengan penggunaan tangan secara minimal
( ) 3
dapat berpindah dengan aman dengan menggunakan tangan
( ) 2
dapat berpindah dengan bantuan verbal atau supervisi
( ) 1
butuh bantuan 1 orang
( ) 0
butuh 2 orang untuk membantu atau mengawasi agar aman
w Berdiri dengan mata tertutup Instruksi: Tolong tutup mata anda, dan berdiri tegak selama 10 detik
( ) 4
dapat berdiri dengan aman selama 10 detik
( ) 3
dapat berdiri selama 10 detik dengan pengawasan
( ) 2
dapat berdiri selama 3 detik
( ) 1
tidak dapat menutup mata selama 3 detik tetapi dapat berdiri dengan aman
( ) 0
butuh bantuan agar tidak jatuh
w Berdiri dengan kaki dirapatkan Instruksi: Rapatkan kaki anda dan berdiri tanpa berpegangan
( ) 4
dapat merapatkan kaki secara mandiri dan berdiri 1 menit dengan aman
( ) 3
dapat merapatkan kaki secara mandiri dan berdiri 1 menit dengan
pengawasan
( ) 2
dapat merapatkan kaki secara mandiri tetapi tidak dapat bertahan selama 30
detik
( ) 1
butuh bantuan untuk mengambil posisi tetapi dapat berdiri selama 15 detik
( ) 0
butuh bantuan untuk mengambil posisi tetapi tidak dapat berdiri selama 15
detik w Meraih dengan tangan penuh ke depan saat berdiri Instruksi: Angkat lengan sampai 90o, buka jari2 dan berusaha meraih ke depan sejauh mungkin. (pemeriksa menaruh penggaris di ujung jari ketika tangan berada dalam posisi 90o. Jari tidak boleh menyentuh penggaris saat meraih ke depan. Jarak yang diukur adalah jarak jari ketika pasien berada di posisi sorong ke depan maksimal. Jika memungkinkan, minta pasien untuk menggunakan kedua lengan ketika meraih untuk menghindari putaran badan.)
( ) 4
dapat meraih ke depan dengan mantap sejauh 25cm
( ) 3
dapat meraih ke depan sejauh 12 cm
( ) 2
dapat meraih ke depan sejauh 5 cm
( ) 1
meraih ke depan tetapi butuh pengawasan
( ) 0
kehilangan keseimbangan saat mencoba/membutuhkan bantuan
w Mengambil barang dari lantai dari posisi berdiri Instruksi: Ambil sepatu/sandal yang ada di depan kaki anda
( ) 4
dapat mengambil sandal dengan aman dan mudah
( ) 3
dapat mengambil sandal tetapi membutuhkan pengawasan
( ) 2
tidak dapat mengambil sandal namun mencapai 2-5cm dari sandal dan
dapat menjaga keseimbangan.
( ) 1
tidak dapat mengambil sandal dan membutuhkan pengawasan selama
mencoba
52
( ) 0
tidak dapat mencoba/membutuhkan bantuan untuk menjaga keseimbangan
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
w Berputar untuk melihat ke belakang selama berdiri Instruksi: Lihatlah ke belakang melalui bahu kanan. Ulangi melalui bahu kiri. (Pemeriksa dapat meletakkan barang untuk dilihat tepat di belakang pasien)
( ) 4
dapat melihat ke belakang dari kedua sisi dan merubah tumpuan dengan
baik
( ) 3
dapat melihat ke belakang dari satu sisi saja, sisi yang lain peubahan
tumpuannya kurang baik
( ) 2
hanya dapat melihat kesamping, namun keseimbangan tetap terjaga
( ) 1
membutuhkan bantuan untuk berputar
( ) 0
membutuhkan bantuan untuk menjaga keseimbangan dan mencegah jatuh
w Berputar 360o Instruksi: Berputar penuh 1 putaran, berhenti, kemudian berputar lagi 1 putaran penuh ke arah berlawanan.
( ) 4
dapat berputar penuh 360o dengan aman dalam 4 detik atau kurang
( ) 3
dapat berputar penuh 360o dengan aman hanya ke 1 sisi dalam 4 detik atau
kurang
( ) 2
dapat berputar penuh 360o dengan aman tetapi lambat
( ) 1
butuh pengawasan ketat atau bantuan verbal
( ) 0
membutuhkan bantuan saat berputar
w Bergantian menaruh kaki di dingklik Instruksi: Letakkan setiap kaki secara bergantian diatas dingklik. Lanjutakan sampai setiap kaki telah menyentuh dingklik sebanyak 4 kali.
( ) 4
dapat berdiri sendiri dan menyelesaikan 8 langkah dalam 20 detik dengan
aman
( ) 3
dapat berdiri sendiri dan menyelesaikan 8 langkah dalam >20 detik
( ) 2
mampu menyelesaikan 4 langkah dengan supervisi tanpa bantuan
( ) 1
mampu menyelesaikan >2 langkah dan membutuhkan bantuan minimal
( ) 0
membutuhkan bantuan agar tidak jatuh/tidak mampu mencoba
w Berdiri dengan satu kaki di depan Instruksi: (demonstrasikan ke pasien). Letakkan satu kaki tepat di depan kaki lainnya. Apabila tidak dapat meletakkan tepat di depan kaki , coba untuk melangkah cukup jauh sehingga bagian tumit kaki yang melangkah berada di depan jari-jari kaki yang dibelakang (Untuk dapat mencapai 3 poin, panjang langkah harus melebihi panjang kaki laiinya, dan lebar antara kedua kaki tidak lebih lebar dari posisi normal pasien tersebut saat berjalan.)
( ) 4
dapat meletakkan kaki tandem satu sama lain secara mandiri dan
bertahan selama 30 detik
( ) 3
dapat meletakkan kaki di depan kaki lainnya secara mandiri dan bertahan
selama 30 detik
( ) 2
dapat melangkah kecil secara mandiri dan bertahan selama 30 detik
( ) 1
butuh bantuan untuk melangkah tetapi dapat bertahan selama 15 detik
( ) 0
kehilangan keseimbangan saat melangkah atau berdiri
53
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
w Berdiri dengan satu kaki Instruksi: Berdiri dengan satu kaki selama mungkin tanpa berpegangan
54
( ) 4
dapat mengangkat kaki secara mandiri dan bertahan >10detik
( ) 3
dapat mengangkat kaki secara mandiri dan bertahan 5-10 detik
( ) 2
dapat mengangkat kaki secara mandiri dan bertahan ≥3 detik
( ) 1
mencoba mengangkat kaki tetapi tidak mampu bertahan selama 3 detik
namun tetap berdiri secara mandiri
( ) 0
tidak mampu mencoba, membutuhkan bantuan untuk mencegah jatuh
(
) NILAI TOTAL (Maksimum = 56)
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Asesmen Sensori-Persepsi dan Praksis Pada Anak Definisi Sensori integrasi adalah suatu proses neurologis yang mengintegrasikan sistem sensoris, visual, auditif, taktil, vestibular, dan proprioseptif sehingga timbul suatu persepsi yang memungkinkan seorang anak dapat beradapatasi secara optimal dengan lingkungannya. Sedangkan praksis adalah kemampuan seseorang memberi respon terhadap persepsi sensoris yang diterimanya dengan merencanakan suatu aktivitas, tahapan geraknya, dan mampu melaksanakan apa yang telah direncanakan.
Tujuan • Menilai adanya gangguan sensori-persepsi • Menilai adanya gangguan praksis
Jenis Prosedur • Pemeriksaan Klinis
w Romberg Test
w Heel to Toe
w Berdiri Dengan Satu Kaki
w Modified Postural Schilder’s Arm Extension Test
w Skipping
w Series of Jumps
w High Kneeling
w Antigravity Extension
w Pergerakan Mata
w Slow Ramp Movement
w Sequential Finger
w Diadokokinesis
w Memproyeksikan Tindakan Dalam Waktu dan Ruang
w Comfort with gravity
55
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Indikasi • Kesulitan belajar • Gangguan perilaku • Autistic spectrum disorders • Attention Deficit Hyperactive Disorders, Attention Deficit Disorder • Kelainan bipolar, kelainan ansietas, psychosocial, post traumatic stress disorders
Kontra indikasi Anak yang mempunyai alergi terhadap bahan dan alat yang dipergunakan untuk test.
Efek Samping/Komplikasi Over stimulasi sehingga mempengaruhi perilaku yang ada.
Peresepan Tidak ada
Prosedur 1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda pemeriksaan yang dipakai 2. Persiapan Pasien:
•
Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
•
Menjelaskan tahapan pemeriksaan
•
Menjelaskan efek samping dan komplikasi pemeriksaan
3. Pelaksanaan pemeriksaan 4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka 1. Ayres (1979). Sensory Integration and the child Los Angeles, Western Psychologycal Services 2. Ayres (1989). Sensory Integration and Praxis test Los Angeles, Western Psychologycal Services 3. Dunn W (1999). Sensory Profile, San Antonio, TX: the Psychological Corporation 4. Yack, Sutton, Aquilla (1998). Building Bridges through Sensory Integration. 5. William & Shellenberger (1996). How does your Engine Run: The Alert Program for self Regulation
56
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran __________________________________________________________________
Observasi Klinis 1. Romberg Test Berdiri dengan kaki dirapatkan. Alat-alat: Stopwatch, busa lembut, dan formulir isian observasi klinis. Deskripsi: Selama observasi pemeriksaan berdiri dengan kaki dirapatkan (Standing with Feet Together atau SFT) penilai mengukur kemampuan anak untuk mempertahankan posisi berdiri di atas permukaan yang keras dan lembut dengan mata terbuka dan tertutup. Tujuan:
Posisi SFT mengukur kontrol postur anak dibawah empat kondisi: • Mata terbuka, permukaan keras mengukur kontrol postur menggunakan petunjuk vestibular, somatosensoris dan visual. • Mata tertutup, permukaan keras mengukur kontrol postur terkait pada petunjuk vestibular dan somatosensoris. • Mata terbuka, permukaan lembut mengukur kontrol postur terkait pada petunjuk visual dan vestibular. • Mata tertutup, permukaan lembut mengukur kontrol postur terkait pada petunjuk vestibular.
Aspek-aspek Kuantitatif
Instruksi: • Demonstrasikan semua aspek dari pemeriksaan, dan memotivasi anak berpartisipasi secara aktif. • Mulai dengan kondisi permukaan lembut. Ketebalan permukaan lembut seharusnya antara 2-3 inci (alas tikar lembut diperbolehkan). • Jarak antara kedua kaki tidak boleh melebihi 2 inci. • Mulai menghitung waktu segera setelah anak mencapai posisi SFT dan berhenti segera setelah kaki anak tidak lagi berada dalam posisi SFT. • Percobaan tidak perlu diulang jika nilai maksimal sudah dicapai pada percobaan pertama. • Tes pada permukaan keras dilakukan jika anak tersebut tidak dapat menahan posisi SFT selama lebih dari 5 detik pada permukaan lembut. • Catat waktu dalam detik • Jika anak membutuhkan bantuan untuk mencapai posisi SFT, nilai pada percobaan pertama dianggap 0. • Pergerakan pergelangan kaki yang halus masih diperbolehkan. • Hentikan penghitungan waktu walau hanya terjadi sedikit pergeseran kaki yang menyebabkan anak tidak lagi berada dalam posisi SFT. • Hentikan penghitungan waktu jika nilai maksimal tercapai (20 detik).
57
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Catat waktu dalam detik
Mata Terbuka Waktu dalam detik
PARAMATER
Mata Tertutup Waktu dalam detik
Romberg – permukaan lembut (I) Romberg – permukaan lembut (II) Nilai Romberg terbaik – permukaan lembut JIKA KURANG DARI 5 DETIK, LAKUKAN TES PADA PERMUKAAN KERAS*
Mata Terbuka Waktu dalam detik
PARAMATER
Mata Tertutup Waktu dalam detik
Romberg – permukaan lembut (I) Romberg – permukaan lembut (II) Nilai Romberg terbaik – permukaan keras
2. Heel to Toe Berdiri dengan satu kaki berada di depan kaki yang lainnya. Alat-alat: Stopwatch, busa lembut, dan formulir isian observasi klinis. Deskripsi:
Posisi tumit bertemu ujung jari kaki mengukur kemampuan anak untuk mempertahankan posisi berdiri dengan satu kaki berada di depan kaki yang lainnya dibawah empat kondisi.
Tujuan:
Pengamatan heel to toe telah dimanfaatkan sejak dulu sebagai alat pengukuran dari keseimbangan dan kontrol postur. Dari sudut pandang postur, posisi heel to toe lebih sulit daripada posisi Romberg. Kondisi mata terbuka, mata tertutup, permukaan kasar, dan permukaan lembut mengganggu kemampuan anak mengontrol postur melalui sistem visual, somatosensori dan vestibular.
Aspek Kuantitatif
Instruksi: • Demonstrasikan semua aspek dari pemeriksaan, dan memotivasi anak berpartisipasi secara aktif. • Tungkai yang dominan harus berada di belakang, dengan jempol kaki menyentuh tumit dari kaki yang non-dominan / kaki yang berada di depan. • Catat waktu dalam detik, mulai penghitungan waktu segera setelah anak mencapai posisi heel to toe dan hentikan penghitungan segera setelah kaki anak tidak lagi berada dalam posisi heel to toe. • Jika anak membutuhkan banuan untuk mencapai posisi, nilai percobaan pertama dianggap 0. • Pergerakan pergelangan kaki yang halus masih diperbolehkan. • Hentikan penghitungan waktu walau hanya terjadi sedikit pergeseran kaki yang menyebabkan anak tidak lagi berada dalam posisi heel to toe.
58
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
• Hentikan penghitungan waktu jika nilai maksimal tercapai (10detik). • Percobaan tidak perlu diulang jika nilai maksimal sudah dicapai pada percobaan pertama. • Tes pada permukaan keras dilakukan jika anak tidak dapat menahan posisi heel to toe lebih lama dari 5 detik pada permukaan lembut.
Penilaian: Catat waktu dalam detik
PARAMATER
Mata Terbuka Waktu dalam detik
Mata Tertutup Waktu dalam detik
Heal to toe – permukaan lembut (I) Heal to toe – permukaan lembut (II) Nilai Heal to toe terbaik – permukaan lembut JIKA KURANG DARI 5 DETIK, LAKUKAN TES PADA PERMUKAAN KERAS*
PARAMATER
Mata Terbuka Waktu dalam detik
Mata Tertutup Waktu dalam detik
Heal to toe – permukaan lembut (I) Heal to toe – permukaan lembut (II) Nilai Heal to toe terbaik – permukaan keras
3. Berdiri Dengan Satu Kaki Alat-alat: Stopwatch dan formulir isian observasi klinis Deskripsi Tes berdiri dengan satu kaki menilai kemampuan anak untuk mempertahankan keseimbangan saat berdiri pada kaki kanan (R)/kiri (L) dengan mata terbuka dan tertutup. Tujuan: Berdiri dengan satu kaki sejak lama sudah digunakan dalam megukur keseimbangan dan kontrol postur. Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk melengkapi pengukuran lainnya dari kemampuan anak dalam mengontrol postur.
Aspek kuantitatif
Instruksi: • Demonstrasikan semua aspek dari pemeriksaan, dan memotivasi anak berpartisipasi secara aktif. • Catat waktu dalam detik, dimulai segera setelah anak mencapai posisi tes dan hentikan segera setelah kaki yang diangkat menyentuh lantai. • Penilaian pada usaha pertama dianggap 0 jika anak membutuhkan bantuan. • Pergerakan pergelangan kaki yang halus masih diperbolehkan. • Tidak boleh melingkarkan kaki yang diangkat pada kaki tumpuan
59
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
• Tidak boleh melompat • Hentikan penghitungan jika anak kehilangan keseimbangan dan terjatuh. • Hentikan penghitungan jika nilai maksimal tercapai (10 detik). Tes dilakukan untuk kedua kaki. • Hentikan penghitungan jika anak merubah posisi kaki tumpuan. • Percobaan tidak perlu diulang jika nilai maksimal sudah dicapai pada percobaan pertama. Penilaian: Catat waktu dalam detik
Mata Terbuka Waktu dalam detik
PARAMATER
Mata Tertutup Waktu dalam detik
Berdiri dengan kaki kanan(I) Berdiri dengan kaki kanan (II) Nilai Berdiri dengan kaki kanan Berdiri dengan kaki kiri(I) Berdiri dengan kaki kiri (II) Total Aspek Kualitatif dari ketiga penilaian postur Instruksi: Amati dan catat adanya parameter berikut : (area ungu menunjukkan parameter yang diharapkan)
PARAMATER Merubah posisi pergelangan kaki untuk mempertahankan keseimbangan
YA
TIDAK
Memperlihatkan kesegarisan ekstremitas bawah yang adekuat Total
4. Modified Postural Schilder’s Arm Extension Test Alat-Alat:
Formulir isian observasi klinis
Deskripsi:
Pada tes ini, anak diminta untuk mempertahankan posisi berdiri dengan lengan terulur ke depan dan penguji menggerakkan kepala anak dari satu sisi ke sisi lain.
Tujuan: Tes ini untuk menilai apakah anak dapat menggerakkan kepalanya dari satu sisi ke sisi lain secara independen dari gerakan badan dan ekstremitas atas atau gerakan asosiasi lainnya; hal ini mengindikasikan proses proprioseptif yang adekuat.
A. Aspek Quantitatif
Instruksi:
•
Anak diminta untuk berdiri dan mengulurkan kedua lengannya ke depan
(bahu flexi 90° dengan siku, pergelangan tangan dan jari-jari dalam keadaan
60
ekstensi)
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
•
Jarak antara kedua kaki tidak boleh lebih dari 2 inci.
• Katakan kepada anak, “ Saya akan menutup matamu dan akan menggerakkan kepalamu. Jangan gerakkan kedua lenganmu.” • Letakkan kedua tangan di atas kedua mata anak dan gerakkan kepala 90° ke kanan, ke kiri, kemudian ulangi ke kanan dan ke kiri kembali. • Perhatikan adanya rotasi pada batang tubuh dan ekstremitas atas. Penilaian: Lingkari skor penilaian sesuai dengan rotasi pergerakan batang tubuh atau ekstremitas atas
Rotasi batang tubuh/ ekstremitas atas (0) Rotasi kepala 90° ke kanan (I)
0 0
0 - 45 -1
45 - 90 +1
90+ 2
Rotasi kepala 90° ke kanan (II)
0
-1
+1
2
Rotasi kepala 90° ke kiri (I)
0
-1
+1
2
Rotasi kepala 90° ke kiri (II)
0
-1
+1
2
Nilai terbaik
B. Aspek kualitatif Instruksi: Observasi dan catat adanya parameter berikut ini (area ungu mengindikasikan parameter tipikal atau yang diharapkan)
PARAMATER Gerakan choreoathetoid yang teramati (jari)
YA
TIDAK
Turunnya ekstremitas atas Kehilangan keseimbangan Adanya tahanan saat kepala digerakkan secara pasif Total
5. Skipping (Lompat) Alat-Alat:
Penghitung waktu (5 detik) dan formulir isian observasi klinis
Deskripsi: Selama observasi ini, anak diminta untuk melompat ringan, dari satu kaki ke kaki lainnya. Penguji mencatat dan menilai kemampuan anak melompat dalam 5 detik. Tujuan:
Pengamatan ini berhubungan dengan kemampuan anak untuk menghasilkan gerakan yang membutuhkan koordinasi motorik bilateral dan kemampuan praksis.
A. Aspek KUANTITATIF
Instruksi: • Jangan lakukan tes ini pada anak di bawah 5 tahun. • Lakukan seluruh aspek dalam tes ini dan memotivasi anak untuk berpartisipasi secara aktif. • Catat jumlah lompatan, mulai menghitung ketika anak mulai melompat. • Hitung “1” ketika panggul atau lutut fleksi dalam lompatan pertama dan
61
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
lanjutkan menghitung setiap kali kaki yang sama melakukan lompatan (tidak dalam urutan lengkap)
•
Stop menghitung ketika anak mengalami hambatan saat melompat atau jika
ada gerakan tidak lancar atau tidak berurutan (seperti melompat dua kali
dengan kaki yang sama)
•
Ulangi tes ini
Penilaian: Catat jumlah lompatan dalam 5 detik
PARAMATER Lompatan (I)
Jumlah lompatan dalam 5 detik
Lompatan (II) Nilai terbaik
B. Aspek Kualitatif
Instruksi: Amati dan catat adanya parameter berikut ini (area ungu mengindikasikan parameter tipikal atau yang diharapkan)
PARAMATER Gerakan lancar (selama gerakan)
YA
TIDAK
Adanya gerakan berkelanjutan (di antara gerakan melompat) Total
6. Series of Jumps Alat-Alat: Stopwatch (diatur untuk 5 detik) dan formulir isian observasi klinis Deskripsi:
Pada tes ini, anak diminta untuk melakukan 3 jenis lompatan yang berbeda ( jumping jack, symmetrical stride jump , reciprocal stride jump) seperti yang dicontohkan oleh penguji.
Tujuan:
Pengamatan ini berhubungan dengan perencanaan gerak anak dan kemampuan koordinasi motorik bilateral.
A. Aspek Kuantitatif Instruksi: •
Jangan lakukan pada anak di bawah 6 tahun.
•
Lakukan seluruh aspek dalam tes ini dan motivasi anak untuk berpartisipasi secara aktif. Biarkan anak melakukan 3 kali percobaan untuk masing-masing jenis lompatan sebelum tes dimulai.
62
•
Anak harus berada dalam posisi netral sebelum melakukan lompatan
•
Catat jumal urutan lompatan, mulai penghitungan segera setelah anak
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
memulai lompatan • Catat jika anak butuh bantuaan untuk diposisikan • Untuk jumping jacks, penghitungan dilakukan saat tangan menyetuh tungkai-mulai hitung “1” setelah urutan pertama . Untuk stride jumps , hitung ‘’1’’ ketika lengan atau kaki mengayun ke depan dan lanjutkan hitung ketika lengan / kaki kembali pada posisi maju. • Ulang percobaan untuk setiap lompatan Penilaian : Catat jumlah lompatan dalam 5 detik
Parameter Jumping Jacks (I)
Jumlah lompatan dalam 5 detik
Nilai Terbaik
Jumping Jacks (II) symmetrical stride jump (I) symmetrical stride jump (II) reciprocal stride jump (I) reciprocal stride jump (II) Total
B. Aspek Kualitatif
Petunjuk: Amati dan catat adanya parameter berikut: (area ungu mengindikasikan parameter yang diharapkan / parameter typical)
PARAMATER Pergerakan lancar
YA
TIDAK
Gerakan serentak dari ekstremitas atas dan bawah Gerakan yang berkelanjutan TOTAL
7. High Kneeling Alat-Alat: Bola tenis, matras (15 x15 persegi) dan formulir isian observasi klinis. Gambaran: Pada tes ini, anak diminta untuk berlutut dan menempatkan lengan pada posisi
flexi 900 dan berputar 450 dari posisi garis tengah ke arah luar. Pada posisi ini, anak diminta untuk menggapai sebuah bola yang ditempatkan pada jarak tertentu dari jarinya.
Tujuan: Tujuan dari tes ini adalah menilai kemampuan anak untuk menggunakan keterampilan kontrol postural antisipasi. Tes ini untuk melengkapi tes keseimbangan yang lain.
63
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
A. Aspek Kuantitatif
Instruksi: • Lakukan seluruh aspek dalam tes ini dan motivasi anak untuk berpartisipasi secara aktif . Tempatkan ujung matras dekat jari anak dan bola pada ujung matras yang yang berlawanan. • Catat jika anak mampu untuk menggapai dan menggapai bola mainan tanpa jatuh atau menyentuh matras. • Perubahan posisi diperbolehkan asal anak dapat kembali ke posisi awal. •
Lakukan dua kali percobaan untuk setiap sisi.
• Jangan mengulang percobaan jika anak berhasil pada percobaan pertama.
Penilaian: Catat YA atau 1 untuk setiap kali anak dapat mencapai bola tenis dan kembali pada posisi semula.
PARAMATER 45 derajat untuk R (I)
YA (1)
TIDAK (0)
45 derajat untuk R (II) 45 derajat untuk L(I) 45 derajat untuk L (II) Total
B. Aspek Kualitatif
Instruksi: Amati dan catat adanya parameter berikut : (area ungu mengindikasikan parameter yang diharapkan/parameter yang khas)
PARAMATER Perubahan posisi namun dapat kembali ke posisi awal
YA
TIDAK
Total 8. Antigravity Extension Alat-Alat: Stopwatch dan formulir isian observasi klinis. Deskripsi: Selama tes ini, anak diminta untuk secara bersamaan mengangkat kepala, bagian tubuh atas, lengan, dan tungkai bawah dari posisi tengkurap, sementara lutut dan siku berada dalam keadaan ekstensi selama mungkin. Tujuan: Untuk mengamati kemampuan anak untuk mempertahankan posisi ekstensi penuh. Posisi ini berhubungan dengan fungsi vestibular.
A. Aspek Kuantitatif
Instruksi: • Lakukan seluruh aspek dalam tes ini dan motivasi anak untuk berpartisipasi secara aktif.
64
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
• Arahkan anak untuk melakukan posisi yang diminta dan menahannya sebisa mungkin, anda bisa menginstrusikan anak untuk menirukan posisi “pesawat terbang” atau “superman”. • Catat jika anak dapat melakukan posisi tersebut secara mandiri. • Jika anak membutuhkan bantuan untuk melakukan posisi itu, nilai awal percobaan adalah “0”. • Catat waktu dalam detik, penghitungan dimulai langsung sesaat setelah anak berada pada posisi tersebut dan hentikan penghitungan sesaat setelah paha, badan atas atau ekstremitas menyentuh lantai. • Selama tes, anak dimotivasi untuk mempertahankan posisi tersebut selama dia mampu (berikan pengingat waktu, dll). • Hentikan penghitungan waktu bila nilai maksimal telah dicapai (30 detik). • Tes tidak perlu diulang bila nilai maksimal telah dicapai pada saat tes pertama kali. Penilaian: Catat waktu dalam detik
Nama Ekstensi dalam posisi tengkurap
Waktu dalam detik (I)
Waktu dalam detik (II)
Total
Jumping Jacks (II) B. Aspek Kualitatif Instruksi: Observasi dan catat adanya parameter berikut (area ungu mengindikasikan parameter yang diharapkan / khas):
PARAMATER Mengangkat ekstremitas atas dan bawah secara serentak
YA
TIDAK
Kepala berada di tengah Tubuh bagian atas tidak menyentuh permukaan lantai Panggul dan lutut dalam posisi ekstensi Paha tidak menyentuh permukaan lantai Melakukan dengan mudah Melakukan tes pertama secara mandiri 9. Antigravity Flexion Alat-Alat: Stopwatch dan formulir isian observasi klinis Deskripsi:
Pada tes ini, anak diminta untuk melengkungkan tubuh pada posisi berbaling terlentang dan mempertahankan posisi ini selama mungkin.
Tujuan: Untuk menilai aspek dari proses somatosensori dan kemampuan praksis anak.
A. Aspek Kuantitatif
Instruksi: • Lakukan seluruh aspek dalam tes ini dan motivasi anak untuk berpartisipasi secara aktif.
65
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
• Arahkan anak untuk melakukan posisi itu dan menahannya sebisa mungkin, anda bisa menginstrusikan anak tersebut untuk berpura-pura menjadi “sebutir telur”. • Catat jika anak dapat melakukan posisi tersebut secara mandiri. • Jika anak membutuhkan bantuan untuk melakukan posisi itu, nilai awal percobaan adalah “0”. • Catat waktu dalam detik, penghitungan dimulai langsung sesaat setelah anak berada pada posisi tersebut dan hentikan penghitungan sesaat setelah kepala, bahu, atau kaki menyentuh lantai. • Selama tes, anak dimotivasi untuk mempertahankan posisi tersebut selama dia mampu (berikan pengingat waktu, dll). • Hentikan penghitungan waktu bila nilai maksimal telah dicapai (60 detik). • Tes tidak perlu diulang bila nilai maksimal telah dicapai pada saat tes pertama kali.
Penilaian: Catat waktu dalam detik
Nama Supine flexion
Waktu dalam detik (I)
Waktu dalam detik (II)
Total
B. Aspek Kualitatif
Instruksi: Observasi dan catat adanya parameter berikut (area ungu mengindikasikan parameter yang diharapkan / khas):
PARAMATER Mengangkat ekstremitas atas dan bawah secara serentak
YA
TIDAK
Kepala berada di tengah dan dagu menempel pada dada Bahu tidak menyentuh lantai Flexi panggul dan lutut Tangan bebas, tidak dalam posisi menahan Melakukan dengan mudah Melakukan posisi secara mandiri Total
10.
Pergerakan Mata
Alat-Alat: Mainan dan formulir isian observasi klinis Deskripsi: Menilai kemampuan anak untuk memindahkan tatapan matanya ke arah yang berbeda sama baiknya dengan kemampuannya untuk mempertahankan kestabilan tatapan saat pergerakan kepala.
66
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Tujuan:
Untuk untuk menilai kemampuan anak menggunakan pergerakan mata dan kemampuan stabilitas okular. Kemampuan ini berhubungan dengan fungsi kemampuan dasar okular.
A. Aspek Kuantitatif Intruksi: •
Arahkan anak untuk duduk berhadapan dengan anda.
•
Perlihatkan semua aspek dari kemampuan mempertahankan mata pada suatu target saat pergerakan kepala dari atas ke bawah.
•
Letakkan mainan 12 inci dari wajah anak dan instruksikan anak untuk melihat ke arah mainan dan menggerakkan kepala ke atas dan ke bawah. Ulangi bila usaha pertama tidak berhasil.
•
Bila perlu, perlihatkan semua aspek dari kemampuan mempertahankan mata pada suatu target saat menggerakkan kepala dari samping ke samping.
•
Letakkan mainan 12 inchi dari wajah anak dan instruksikan anak untuk
•
Ulangi bila usaha pertama tidak berhasil.
melihat ke mainan dan menggerakkan kepala dari samping ke samping. •
Bila perlu, perlihatkan semua aspek dari kemampuan anak untuk melihat suatu target di posisi 450 dari garis tengah tubuh saat kepala tidak bergeerak. Bila kepala distabilisasi, sehingga anak dapat menggerakkan mata tanpa menggerakkan kepala.
•
Letakkan mainan 12 inchi dari wajah anak dan instruksikan anak untuk melihat ke mainan tapi jangan menggerakkan kepala.Ulangi apabila tidak berhasil pada percobaan pertama.
Penilaian: Lingkari skor ( iya / tidak ) untuk percobaan 1 dan 2 ( bila perlu ) untuk setiap
Item
Ya
Tidak
Jumlah
Mempertahankan mata pada target saat menggerakkan kepala dari atas ke bawah ( I ) Mempertahankan mata pada target saat menggerakkan kepala dari atas ke bawah (II) Mempertahankan mata pada target saan menggerakkan kepala dari samping ke samping (I) Mempertahankan mata pada target saan menggerakkan kepala dari samping ke samping (II) Mengikuti objek yang digerakkan 45 derajat melewati garis tengah dengan kepala yang tidak bergerak ( I ) Mengikuti objek yang digerakkan 45 derajat melewati garis tengah dengan kepala yang tidak bergerak ( II ) Jumlah
67
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
B. Aspek Kualitatif
Perintah: Observasi dan catat adanya parameter berikut ( indikator area ungu / parameter tipikal )
PARAMATER Melakukan dengan baik ( melakukan dengan halus)
YA
TIDAK
Melewati garis tengah ( tidak ada pergerakaan tersendat-sendat saat melewati garis tengah ) Nyaman dengan tes ( tidak menggosok mata, tidak ada kedipan berlebihan, dll) Jumlah
11.
Slow Ramp Movement
Alat-Alat:
Formulir isian observasi klinis.
Deskripsi:
Pada tes ini, anak diminta untuk meniru gerakan ekstremitas atas yang dilakukan
oleh pemeriksa secara lambat dan bertahap.
Tujuan: Tes ini berkaitan dengan kemampuan anak untuk mengikuti/meniru pergerakan
halus yang ditampilkan oleh pemeriksa. Tujuan observasi adalah untuk melengkapi observasi lain yang berhubungan dengan proses proprioseptif.
A. Aspek Kuantitatif
Instruksi: • Minta anak untuk duduk berhadapan dengan anda. • Katakan ke anak “Tirukan apa yang saya lakukan dan lakukan bersamasama dengan saya” Abduksikan bahu 900 dengan siku, pergelangan tangan dan jari-jari dalam posisi ekstensi. • Dalam waktu 5 detik, fleksikan siku, pergelangan tangan dan jari-jari hingga jari-jari menyentuh bahu ( catatan bahu dipertahankan pada posisi abduksi 900 selama tes berlangsung). Kembali ke posisi biasa ( 5 detik ) • Catat kualitas dari pergerakan anak dan kemampuan untuk menampilkan pergerakan secara bersamaan dengan pemeriksa. • Catat bila anak menyelesaikan gerakan pada waktu yang bersamaan dengan pemeriksa ( atau dalam waktu 1 detik ), selesai sebelum atau sesudah (dalam 2-3 detik), atau selesai sebelum atau sesudah ( 3 detik atau lebih).
•
68
Tes tidak perlu diulang bila skor maksimal telah dicapai pada percobaan pertama.
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Penilaian: Lingkari skor yang sesuai dengan apa yang dikerjakan anak (contoh menyelesaikan dalam 1 detik, 2-3 detik, atau 3 atau lebih detik ) untuk setiap percobaan.
ITEM Menyelesaikan pada waktu BERSAMAAN ( atau dalam waktu 1 detik )
(I) 2
(II) 2
Menyelesaikan SEBELUM atau SESUDAH pemeriksa ( antara 2 – 3 detik )
1
1
Menyelesaikan SEBELUM atau SESUDAH pemeriksa ( lebih dari 3 detik )
0
0
Jumlah B. Aspek Kualitatif Instruksi: Observasi dan catat adanya parameter berikut: (area ungu indikasi yg di harapkan parameter tipikal).
PARAMATER Gerakan simetris ( Kiri dan Kanan )
YA
TIDAK
Gerakan yang tidak tersendat-sendat ( kisaran waktu) Kepala di garis tengah Bisa meniru seluruh gerakan pemeriksa Jumlah
12.
Sequential Finger
Alat-Alat: Stopwatch (diatur 5 detik), pembatas, dan formulir isian observasi klinis.
Deskripsi :
Pada tes ini, anak diminta untuk meniru pemeriksa saat dia menyentuh setiap
jari tangan ke jempol secara berurutan. Tujuan :
Untuk menentukan kemampuan anak melakukan gerakan berurutan yang
membutuhkan motoric planning dan kemampuan proses somatosensorik.
A. Aspek Kuantitatif
Instruksi:
•
Lakukan semua aspek dari tugas.
•
Katakan pada anak “ lihat jari saya. Perhatikan bahwa saya menyentuh
jari kelingking saya hanya sekali. Sekarang saya ingin kamu yang
melakukan. Saya akan melihat berapa kali kamu dapat melakukannya
dalam waktu 5 detik.” Letakkan pembatas antara kepala anak dan tangan
yang diuji.
•
Hitung jumlah jari yang tersentuh secara berurutan dalam waktu 5 detik.
•
Bila jari kelinging tersentuh dua kali, catat skor pencapaian sebelum
penyentuhan kedua.
•
Ulangi pada tangan yang sama ( percobaan kedua ).
•
Lengkapi 2 percobaan pada tangan lainnya.
69
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Penilaian : Rekam jumlah urutan sentuhan dalam waktu 5 detik.
Jumlah sentuhan jempol dengan jari lainnya pada gerakan berurutan dalam waktu 5 detik TANGAN KANAN
ITEM
Jumlah sentuhan jempol dengan jari lainnya pada gerakan berurutan dalam waktu 5 detik TANGAN KIRI
Percobaan (I) Percobaan (II) Jumlah
B. Aspek Kualitatif
Instruksi: Observasi dan catat adanya parameter berikut: (area ungu indikasi yg di harapkan/parameter tipikal).
PARAMATER Pergerakan yang lancar ( tidak berhenti diantara pergerakan)
YA
TIDAK
Tekanan yang adekuat Tangan yang satunya tidak bergerak (tidak ada gerakan asosiasi) Jumlah
13. Diadokokinesis Alat-Alat: Stopwatch (diatur 5 detik), pembatas, dan formulir isian klinis. Deskripsi :
Pada observasi ini, anak diminta untuk melakukan gerakan lengan bawah berurutan (pronasi-supinasi-pronasi) kanan dan kiri serta kedua lengan bawah pada waktu yang bersamaan. Tujuan :
Untuk mengukur aspek planning motoric dan kemampuan proses somatosensorik.
A. Aspek Kuantitatif
Instruksi:
•
aktif.
“Lihat saya. Saya mau kamu melakukan hal yang sama. Saya akan melihat
•
70
Lakukan semua aspek dari tugas dan memotivasi anak untuk berapartisipasi
berapa kali kamu dapat melakukannya dalam waktu 5 detik. Tapi kamu
harus melakukannya dengan benar.”
•
Catat jumlah pergerakan, penghitungan dimulai segera setelah anak
melakukan gerakan.
Mulai hitung “1” saat memulai urutan pertama ( contoh : tepukan
pertama pada paha ).
Lanjutkan menghitung saat tangan kembali ke posisi tersebut dan
menyentuh paha.
Hentikan menghitung apabila kualitas gerakan menurun
• • •
(contoh punggung tangan tidak menyentuh paha)
Lakukan 2 kali percobaan untuk tangan kanan, tangan kiri dan kedua-duanya.
•
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Penilaian : Catat jumlah urutan dalam waktu 5 detik.
Kanan dm 5 detik
ITEM
Kiri dm 5 detik
Keduanya dm 5 detik
Jumlah
Jumalah gerakan (I) Jumlah gerakan (II) Jumlah
B. Aspek Kualitatif
Instruksi : Observasi dan catat adanya parameter berikut: (area ungu indikasi yg di harapkan/ parameter tipikal).
PARAMATER
YA
TIDAK
Gerakan yang lancar Gerakan berirama Gerakan lengan bawah ( bahu tidak ikut bergerak ) Tangan satunya tidak bergerak (tidak ada gerakan asosiasi) JUMLAH
14.
Memproyeksikan Tindakan Dalam Waktu dan Ruang
Alat-Alat: Bola tenis, bola ukuran sedang (diameter antara 6-8 inci), dan formulir isian
observasi klinis. Penjelasan: Dalam observasi ini, anak diminta untuk melempar bola ukuran sedang atau bola tenis ke udara, menepukkan kedua telapak tangan sebelum akhirnya menangkap bola. Tujuan: Untuk menilai kemampuan motor planning yang berhubungan dengan feedforward.
A. Aspek Kuantitatif
Intruksi: • Lakukan semua aspek dalam pemeriksaan ini dan memotivasi anak untuk berpartisipasi secara aktif. • Untuk anak di atas 7 tahun, mulailah pemeriksaan ini dengan bola tenis. “Saya akan melemparkan bola ke udara, tepuklah tangan sebanyak yang kamu mampu kemudian tangkap bolanya. Bola harus dapat ditangkap agar dapat dihitung. Maksimal adalah 3 kali tepukan tangan.” • Untuk anak di bawah 7 tahun, gunakan bola dengan ukuran sedang. • Catat jumlah tepukan tangan. • Jika anak tidak mampu menangkap bola, skor adalah 0. • Pemeriksaan dapat diulang sebanyak 2 kali untuk setiap bola.
71
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Skoring: Lingkari angka yang sesuai dengan jumlah tepukan tangan (yang dibarengi dengan tangkapan bola) untuk setiap bola.
Jenis Bola
Percobaan I
Percobaan II
Bola tenis
0
1
2
3
Bola uk. sedang
0
1
2
3
Total
Total
B. Aspek Kualitatif
Instruksi: Lakukan observasi dan catatlah ada tidaknya parameter-parameter di bawah ini (area ungu menunjukkan parameter yang diharapkan/tipikal)
PARAMATER
YA
TIDAK
Melihat saat bola datang Mengantisipasi dengan merubah posisi badan terhadap arah bola Menyentuh bola (tetapi tidak menangkap) Tidak dapat menangkap bola (gerakan menangkap terlalu cepat) Tidak dapat menangkap bola (gerakan menangkap terlalu lambat) Total
15.
Comfort with gravity
Alat-Alat:
Kursi/bola terapi dan formulir isian observasi klinis.
Deskripsi :
Pada observasi ini, anak diminta untuk a) duduk di atas bola terapi/kursi kecil saat pemeriksa memiringkan sandaran kursi ke belakang, b) melompat dari kursi orang dewasa dalam 2 situasi, dengan mata terbuka dan mata tertutup; pemeriksa menilai dan mencatat perilaku anak. Tujuan: Menilai kemampuan anak untuk memproses kombinasi antara pengalaman sensoris dengan dampaknya pada perilaku si anak.
A. Aspek Kuantitatif
Instruksi: • Minta anak untuk duduk di atas kursi atau bola terapi. Instruksikan ke anak tersebut “Saya akan memiringkan sandaran kursi/bola ke belakang.” Saat pemeriksa memiringkan kursi ke belakang, catat reaksi anak tersebut. Jika anak terlihat tidak nyaman, tanyakan apakah dia baik-baik saja. • Minta anak untuk berdiri di atas kursi prang dewasa dan melompat. Catat apakah anak berhasil melompat. Ulangi dengan mata tertutup. Catat apakah anak berhasil melompat.
72
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Penilaian: Lingkari (1 = Ya; 0 = Tidak) untuk setiap pemeriksaan.
PARAMETER Dapat beradaptasi dengan sandaran dimiringkan ke belakang
YA 1
TIDAK 0
Mampu melompat dari kursi dengan mata terbuka
1
0
Mampu melompat dari kursi dengan mata tertutup
1
0
TOTAL
Total
B. Aspek Kualitatif
Instruksi: Lakukan observasi dan catat adanya parameter berikut (area ungu menunjukkan parameter yang diharapkan/tipikal):
PARAMATER Menolak saat sandaran kursi dimiringkan ke belakang
YA
TIDAK
Memegang dengan erat tangan/baju terapis Menunjukkan kecemasan, ketakutan dan kegelisahan yang berlebihan Menolak untuk melompat dari kursi dengan mata terbuka Menolak untuk melompat dari kursi dengan mata tertutup Membuka mata saat melompat Memanjat/menuruni kursi Total
73
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Asesmen Pola Jalan Definisi Asesmen pola jalan adalah prosedur untuk menilai pola jalan sesuai dengan six determinant of gait. Determinant of gait terdiri dari: 1. Pelvic rotation in the horizontal plane: swinging hip moves forward faster than stance hip. 2. Pelvic tilt in the frontal plane: pelvis on side of swinging leg is lowered 3. Early knee flexion (15 degrees) during the first part of stance 4. Weight transfer from the heel to flat foot associated with controlled plantar flexion during first part of stance 5. Late knee flexion (30-40 degrees) during the last part of the stance phase 6. Lateral displacement of the pelvis toward the stance limb. To reduce displacement of CM
Tujuan Mengetahui adanya gangguan pola jalan dan jenis gangguan untuk perencanaan tata laksana
Jenis Prosedur •
Rivermead Gait Analysis
Indikasi Kondisi dengan potensi adanya gangguan pola jalan, misalnya: •
Kelainan, penyakit, cedera musculoskeletal
•
Kelainan dan penyakit neuromuskular
Kontra Indikasi •
74
Gangguan keseimbangan
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
•
Gangguan kardiovaskuler berat
•
Tidak kooperatif
•
Demensia atau adanya gangguan kognitif
Efek Samping •
Fatigue
•
Jatuh
Bahan dan Alat •
Form Evaluasi Pola jalan
Daftar Pustaka: •
Ayyappa E, Mohamed O. Clinical Assessment of Pathological Gait. In: Lusardi MM, Nielsen CC, editors. Orthotics and Prosthetics in Rehabilitation 2nd ed. United States of America: Saunders Elsevier; 2007. p35-51.
•
Lord SE, Halligan PW, Wade DT. Visual Gait Analysis: the Development of a clinical assessment and scale. Rivermead Rehabilitation Centre. 1998.
Gambar 1. Siklus gait
Gambar 2. Pembagian siklus gait
75
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Gambar 3. Pergeseran pusat beban pada orang dengan gait normal
76
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1 __________________________________________________________________
Rivermead Gait Analysis
77
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
78
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Asesmen Fungsi Lokomotor Definisi Sistem lokomotor merupakan istilah lain sistem muskuloskeletal. Sistem ini bertanggung jawab terhadap munculnya respon gerak otot yang diakibatkan perangsangan sistem syaraf. Sistem lokomotor berperan penting untuk menunjang fungsi seseorang disamping kapasitas fisik dan kebugaran.
Tujuan a. Menegakkan diagnosis fungsi sistem lokomotor. b. Mengetahui defisit fungsi aktivitas kehidupan sehari-hari yang disebabkan oleh gangguan fungsi lokomotor. c. Untuk manajemen secara komprehensif.
Jenis Prosedur • Dynamic gait analysis • Functional Independence Measures subskala Lokomotor • Timed up and go test
Indikasi Bila ditemukan kelainan fungsi lokomotor
Kontra Indikasi • Penurunan kesadaran • Tidak kooperatif • Nyeri hebat pada pemeriksaan musculoskeletal • Fraktur
Side Effect / Komplikasi Tindakan Nyeri, karena beberapa tindakan bersifat uji provokatif
79
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Peresepan Tidak ada
Prosedur 1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda pemeriksaan yang dipakai 2. Persiapan Pasien:
•
Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
•
Menjelaskan tahapan pemeriksaan
•
Menjelaskan efek samping dari pemeriksaan
3. Pelaksanaan pemeriksaan Dilakukan secara bertahap dan menyeluruh sesuai dengan regio tubuh dan dibandingkan kiri dan kanan (sesuai lampiran skema di bawah) 4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil pemeriksaan
Daftar Pustaka • Spallek M, Kuhn W, Schwarze S, Hartmann B. Occupational medical prophylaxis for the musculoskeletal system: A function-oriented system for physical examination of the locomotor system in occupational medicine (Focus(C)). J Occup Med Toxicol. 2007. • Shumway-Cook A, Wollacott M. Motor Control: Theory and Practical Applications. Baltimore: Williams and Wilkins, 1995
80
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1 __________________________________________________________________
Dynamic Gait Index Penilaian: Tandai hasil penilaian yang paling rendah yang sesuai dengan keadaan pasien. Total nilai individual maksimum 24. Nilai 19 atau kurang berkaitan dengan peningkatan resiko jatuh pada orang lanjut usia. 1. Gait pada permukaan datar Instruksi: Berjalanlah dengan kecepatan normal anda dari sini dampai ke tanda berikutnya (6 m).
Penilaian: Tandai kategori paling rendah yang sesuai dengan pasien
(3) Normal: Berjalan 6 m, tanpa alat bantu, kecepatan baik, tidak tampak imbalans, pola gait normal
(2) Gangguan ringan: Berjalan 6 m, menggunakan alat bantu, kecepatan lebih lambat, terdapat deviasi gait ringan
(1) Gangguan sedang: Berjalan 6 m, kecepatan lambat, pola gait abnormal, tampak imbalans
(0) Gangguan berat: Tidak dapat berjalan 6 m tanpa bantuan, deviasi gait berat, atau tidak seimbang
2. Perubahan kecepatan gait Instruksi: Berjalanlah dengan kecepatan normal (sejauh 1,5 m), ketika saya bilang “mulai”, berjalanlah secepat mungkin (sejauh 1,5 m). Ketika saya bilang “melambat”, berjalanlah selambat mungkin (sejauh 1,5 m)
(3) Normal: Dapat mengganti kecepatan berjalan dengan lancar tanpa kehilangan keseimbangan, tidak ada deviasi gait. Terdapat perbedaan kecepatan jalan yang bermakna antara kecepatan normal, cepat, dan lambat.
(2) Gangguan ringan: Mampu merubah kecepatan tetapi tampak deviasi gait ringan, atau tanpa deviasi gait tetapi tidak dapat mencapai perubahan kecepatan yang bermakna, atau menggunakan alat bantu.
(1) Gangguan sedang: Hanya melakukan sedikit perubahan kecepatan jalan, atau mencapai perubahan kecepatan disertai dengan deviasi gait, atau merubah kecepatan tetapi kehilangan keseimbangan namun dapat kembali normal dan melanjutkan berjalan.
(0) Gangguan berat: Tidak dapat merubah kecepatan, atau kehilangan keseimbangan dan harus berpegangan ke dinding atau orang lain.
3. Gait dengan kepala berputar secara horizontal
Instruksi: Mulailah berjalan dengan kecepatan normal. Ketika saya berkata “lihat kanan”, tetaplah berjalan lurus, namun putarlah kepala ke kanan. Tetap melihat ke kanan sampai saya berkata “lihat kiri”, kemudian tetap berjalan lurus dan putarlah kepala ke kiri. Pertahankan posisi kepala ke kiri sampai saya berkata “lihat ke depan”, kemudian tetepa berjalan lurus namun putarlah kepala lurus ke depan.
(3) Normal: Memutar kepala dengan lancar tanpa perubahan gait.
81
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
(2) Gangguan ringan: Memutar kepala dengan lancar dengan sedikit perubahan kecepatan gait (mis., gangguan minor terhadap langkah gait atau menggunakan alat bantu jalan. (1) Gangguan sedang: Memutar kepala dengan perubahan sedang pada kecepatan gait, melambat, tidak seimbang namun dapat kembali melanjutkan berjalan sendiri. (0) Gangguan berat: Melakukan tugas dengan gangguan gait berat (mis., kehilangan keseimbangan, berhenti, berpegangan pada dinding. 4. Gait dengan kepala berputar secara vertikal
Instruksi: Mulailah berjalan dengan kecepatan normal. Ketika saya berkata “lihat ke atas”, teruslah berjalan lurus sambil melihat keatas. Tetap lihat ke atas sampai saya berkata “lihat ke bawah”, teruslah berjalan lurus sambil melihat ke bawah. Tetaplah melihat ke bawah sampai saya berkata “lihat lurus ke depan”, teruslah berjalan lurus tetapi kembalikan kepala ke posisi normal.
(3) Normal: Memutar kepala dengan lancar tanpa perubahan gait.
(2) Gangguan ringan: Memutar kepala dengan lancar dengan sedikit perubahan kecepatan gait (mis., gangguan minor terhadap langkah gait atau menggunakan alat bantu jalan.
(1) Gangguan sedang: Memutar kepala dengan perubahan sedang pada kecepatan gait, melambat, tidak seimbang namun dapat kembali melanjutkan berjalan sendiri..
(0) Gangguan berat: Melakukan tugas dengan gangguan gait berat (mis., kehilangan keseimbangan, berhenti, berpegangan pada dinding.
5. Gait dengan pivot turn
Instruksi: Mulailah berjalan dengan kecepatan normal. Ketika saya berkata “berhenti dan berputar”, berputarlah secepat mungkin ke arah berlawanan dan berhenti.
(3) Normal: Berputar dengan aman dalam waktu 3 detik dan berhenti dengan cepat tanpa kehilangan keseimbangan.
(2) Gangguan ringan: Berputar >3 detik dan berhenti tanpa kehilangan keseimbangan,
(1) Gangguan sedang: Berputar perlahan, membutuhkan bantuan verbal, membutuhkan beberapa langkah kecil untuk menjaga keseimbangan ketika berhenti.
(0) Gangguan berat: Tidak dapat berputar dengan aman, membutuhkan bantuan untuk berputar dan berhenti.
6. Melangkahi halangan Instruksi: Mulailah melangkah dengan kecepatan normal. Ketika sampai di kotak sepatu, langkahilah kotak sepatu itu, jangan berjalan memutarinya, dan terus berjalan.
(3) Normal: Mampu berjalan melangkahi kotak tanpa perubahan kecepatan gait, tidak tampak imbalans.
(2) Gangguan ringan: Mampu melangkahi kotak, namun perlu melambat dan mengatur langkah untuk melewati kotak dengan aman.
(1) Gangguan sedang: Mampu melangkahi kotak tetapi harus berhenti kemudian melangkahi. Membutuhkan bantuan verbal.
82
(0) Gangguan berat: tidak dapat melakukannya tanpa bantuan.
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
7. Berjalan memutari halangan Instruksi: Mulailah berjalan dengan kecepatan normal. Ketika sampai di kerucut pertama (jaraknya sekitar 1,8 m) berjalanlah memutari kerucut tersebut dari sisi kanan. Ketika sampai di kerucut ke 2 (1,8 m dari kerucut pertama) berjalanlah memutarinya dari sisi kiri.
Lampiran 1 disadur dari: Shumway-Cook A, Wollacott M. Motor Control: Theory and Practical Applications. Baltimore: Williams and Wilkins, 1995.
(3) Normal: mampu berjalan memutari kerucut dengan aman tanpa merubah kecepatan gait. Tidak tampak imbalans.
(2) Gangguan ringan: Mampu memutari kedua kerucut, tetapi perlu melambat dan mengatur langkah untuk melewatinya.
(1) Gangguan sedang: Mampu melewati kerucut tetapi perlu sangat melambat untuk menyelesaikan tugas, atau membutuhkan bantuan verbal.
(0) Gangguan berat: Tidak dapat melewati kerucut, berjalan menabrak satu atau kedua kerucut, atau membutuhkan bantuan fisik.
8. Menaiki tangga Instruksi: Naikilah tangga ini seperti yang anda lakukan di rumah (mis., menggunakan pegangan jika perlu). Ketika sudah sampai atas, berputarlah dan turun kembali.
(3) Normal: Menggunakan kaki berganti-gantian, tidak menggunakan pegangan
(2) Gangguan ringan: Menggunakan kaki berganti-gantian, harus menggunakan pegangan.
(1) Gangguan sedang: Kedua kaki pada satu anak tangga, harus menggunakan pegangan.
(0) Gangguan berat: Tidak dapat melakukannya dengan aman.
83
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 2 __________________________________________________________________
Functional Independence Measure (FIM) Functional Independence Measure (FIM) subskala lokomotor dan mobilitas; merupakan skala multidimensi yang menilai lokomotor sebagai salah satu dimensi dari status fungsional secara keseluruhan. Kriteria penilaian untuk komponen lokomotor pada FIM yaitu:
84
Nilai
Kriteria Penilaian
7
Mampu berjalan minimal 150 kaki (50 meter) secara mandiri penuh, tanpa adanya bantuan jenis apapun seperti alat bantu jalan atau kursi roda, secara aman dan dalam periode waktu yang wajar / fungsional
6
Mampu berjalan minimal 150 kaki (50 meter) secara mandiri, namun membutuhkan alat bantu (orthosis, prosthesis, kursi roda, sepatu khusus, tongkat, crutches, walker) atau membutuhkan waktu yang lebih dari wajar atau memiliki kekhawatiran akan keamanan
5
Membutuhkan supervisi untuk mengawasi, memberi instruksi atau panduan dalam berjalan atau mengayuh kursi roda minimal 150 kaki (50 meter)
4
Membutuhkan bantuan kontak minimal (kontribusi pasien 75% usaha) untuk berjalan atau mengayuh kursi roda minimal 150 kaki (50 meter)
3
Membutuhkan bantuan sedang (kontribusi pasien 50%-74% usaha) untuk berjalan atau mengayuh kursi roda minimal 150 kaki (50 meter)
2
Membutuhkan bantuan maksimal dari satu orang (kontribusi pasien 25%-49% usaha) untuk berjalan atau mengayuh kursi roda 50 kaki (17 meter)
1
Membutuhkan bantuan total (kontribusi pasien kurang dari 25% usaha) atau membutuhkan bantuan lebih dari satu orang, atau tidak mampu untuk berjalan atau mengayuh kursi roda minimal 50 feet (17 meter)
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 3 __________________________________________________________________
Timed Up and Go Test (TUG) Tes ini untuk mengukur fungsi mobilitas secara keseluruhan, menilai kemampuan transfer (berpindah tempat), berjalan dan merubah arah. Prosedur: • Pasien diminta untuk bangkit dari posisi duduk dari kursi dengan tinggi standar, berjalan 3 meter pada permukaan rata, berputar kemudian berjalan balik kembali ke posisi duduk, bergerak secepat dan seaman mereka mampu. • Performa dinilai berdasarkan total waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas. • Nilai normal TUG bagi wanita usia lanjut (usia 65-85 tahun) yang tinggal di komunitas adalah kurang dari 12 detik.
85
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Asesmen Kebugaran Kardiorespirasi Definisi Asesmen kebugaran kardiorespirasi adalah pemeriksaan kemampuan maksimal sesaat untuk menentukan kapasitas fungsi kardiorespirasi dan level aktivitas pada berbagai kondisi.
Tujuan •
Menentukan keterbatasan fungsi kardiorespirasi yang terkait dengan aktivitas.
•
Menentukan level/tingkat kebugaran kardiorespirasi pasien
•
Memonitor keberhasilan terapi.
Jenis Prosedur •
Submaksimal tes:
w Timed up and go test
w Uji jalan 6 menit
•
Maksimal tes:
w Uji Naik Turun Bangku (Harvard Step Test)
w Uji Latih dengan Sepeda Statis
w Uji Latih dengan Treadmill
Indikasi
86
•
Orang normal
•
Atlit/olahragawan
•
Sedentary
•
Geriatri
•
Gangguan fungsi respirasi
•
Gangguan kardiovaskular
•
Sebelum peresepan latihan kebugaran pada orang difabel
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Kontraindikasi •
Gangguan fungsi luhur/demensia
•
Pasien tidak kooperatif
•
Gangguan musculoskeletal yang mengganggu ambulasi
•
Khusus gangguan kardiovaskular:
w Absolut:
•
Miokard infark akut ( 2 hari setelah serangan )
•
Unstabel angina
•
Aritmia yang tidak terkontrol
•
Stenosis aorta yang berat
•
Gagal jantung belum terkontrol
•
Emboli paru akut
•
Miokarditis atau perikarditis
•
AV Blok derajat 3
w Relatif:
•
Stenosis arteri koroner kiri
•
Stenosis katup jantung sedang
•
Ada gangguan elektrolit
•
Hipertensi berat
•
Takiaritmia atau bradiaritmia
•
Kardiomiopati
•
Ketidakmampuan berjalan secara fisik maupun mental
•
Blok AV derajat 1 – 2 .
Efek Samping/Komplikasi •
Eksaserbasi akut gangguan jantung paru
•
Henti jantung
•
Nyeri dada
•
Sesak nafas yang tidak dapat ditoleransi
•
Mual, muntah
•
Kejang otot tungkai
•
Pusing sempoyongan
•
Keringat dingin
•
Pucat
Peresepan •
Kondisi kardiorespirasi stabil
•
Pasien tidak diperkenankan melakukan kerja berat 2 jam sebelum tes dilaksanakan
•
Pasien cukup istirahat pada malam sebelumnya
Prosedur 1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai 2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
• Menjelaskan efek samping pemeriksaan
• Meminta dan menandatangani persetujuan secara tertulis
87
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
3. Pelaksanaan asesmen 4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka •
ACVPR. Guidelines For Cardiac Rehabilitation and Secondary Prevention Programs. 3 rd ed. United State, Human Kinetics, 1999: 220-222.
•
American Thoracic Society. ATS Statement: Guidelines for the Six-Minute Walk Test. Am J Respir Crit Care Med 2002; 166: 111-117
•
Fiorina C, Vizzardi E, Lorusso R, Maggio M, De Cicco G, Nodari S, Faggiano P and Dei Cas L. The 6-min walking test early after cardiac surgery. Reference values and the effects of rehabilitation programme. European Journal of Cardio-Thoracic Surgery 2007; 32: 724-729
•
ACSM. ACSM’s Guidelines for Exercise Testing and Prescription. 7th ed. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins 2006. 93-109
•
Tan JC. Practical Manual of Physical Medicine and Rehabilitation. St Louis. Mosby 1998. 78-89
88
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1 __________________________________________________________________
Timed Up and Go Test (TUG) Tes ini untuk mengukur fungsi mobilitas secara keseluruhan, menilai kemampuan transfer (berpindah tempat), berjalan dan merubah arah. Prosedur: •
Pasien diminta untuk bangkit dari posisi duduk dari kursi dengan tinggi standar, berjalan 3 meter pada permukaan rata, berputar kemudian berjalan balik kembali ke posisi duduk, bergerak secepat dan seaman mereka mampu.
•
Performa dinilai berdasarkan total waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas.
•
Nilai normal TUG bagi wanita usia lanjut (usia 65-85 tahun) yang tinggal di komunitas adalah kurang dari 12 detik.
89
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 2 __________________________________________________________________
Uji Jalan 6 Menit Peralatan: •
Pengukur jarak (meter)
•
Stopwatch
•
2 buah cone tanda untuk berputar
•
Kursi
•
Tensimeter, Oksimeter jari.
•
Perlengkapan emergency (oksigen, nitrogliserin sublingual, automatic electronic
defibrillator)
•
Area/koridor yang cukup luas untuk jalan (minimal panjang 30 meter)
Persiapan pasien: •
Pakaian yang dikenakan harus nyaman
•
Sepatu atau alas kaki yang digunakan harus sesuai untuk berjalan
•
Obat-obatan yang biasa dikonsumsi harus dilanjutkan
•
Makanan ringan dapat dikonsumsi sebelum tes pagi hari ataupun sore hari
•
Pasien tidak diperkenankan melakukan kerja berat 2 jam sebelum tes dilaksanakan
Prosedur: 1. Persiapan pasien sebelum uji kebugaran/uji latih (informasi persyaratan dan informed consent) 2. Melakukan pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas), VAS, dyspneu scale, angina scale 3. Melakukan pemeriksaan fisik jantung-vaskuler dan paru. 4. Mempersiapkan stop watch, tempat uji latih dengan memberi tanda tempat awal dan jarak yang harus ditempuh serta kursi diantara jarak tempuh untuk tempat istirahat dan tabung oksigen. 5. Pasien diberi instruksi untuk berjalan secepatnya (bukan berlari) dalam batas nyaman, dari awal lintasan yang diberi tanda sampai ujung lintasan yang diberi tanda, pada ujung lintasan pasien memutar balik mengelilingi conus ke arah awal lintasan. 6. Pasien berjalan selama enam menit. Bila merasa lelah atau tidak nyaman pasien dapat berhenti, duduk atau berdiri menyandar, sampai merasa nyaman untuk kembali melanjutkan berjalan sampai waktu 6 menit habis. Selama pasien berhenti, stopwatch tetap jalan. Setiap I menit berjalan, pendamping menginformasikan ke pasien sisa waktu yang tersisa (khusus untuk PPOK, tanpa menggunakan suara bernada memacu pasien untuk berjalan cepat selama uji latih berlangsung). 7. Selama pasien berjalan, pendamping mengawasi saturasi Oksigen atau tanda vital lainnya untuk melihat adakah indikasi untuk terminasi latihan. 8. Setelah 6 menit berjalan, pasien duduk untuk diperiksa tanda-tanda vital, saturasi oksigen, skala Borg. 9. Jarak yang ditempuh dalam 6 menit dicatat untuk dimasukkan dalam rumus di bawah.
90
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Hasil Pengukuran: •
Hasil uji jalan didapat jarak dalam meter
•
Dikonversi untuk mendapat nilai VO2Max sesuai rumus di bawah
•
VO2 Max dikonversi untuk mendapat nilai Metabolic Equivalent (METs) yang akan
dipakai menentukan level energy expenditure
i. Pasien Jantung :
VO2 max = 0,03 x Jarak ( meter ) + 3,98 METs = VO2 max / 3,5
ii. Penyakit Paru :
VO2 Max = 0,006 x jarak (meter) + 7,38 0,3048
Indikasi Terminasi Uji Latih •
Tekanan darah sistolik > 200 mmHg, Diastolik turun >10 mmHg
•
Saturasi Oksigen < 90% atau turun 4 dari baseline SO2
•
Skala Borg
SKALA BORG USAHA
SESAK tidak ada
KAKI LELAH
6
0
0
tidak ada
7 sangat, sangat mudah
0,5 tidak nyata
0,5 tidak nyata
8
1
sangat ringan
1
sangat ringan
9 sangat mudah
2
ringan
2
ringan
10
3
sedang
3
sedang
11 ringan
4
sedikit berat
4
sedikit berat
berat
5
berat
12
5
13 sedikit berat
6
14
7
15 berat
8
8
16
9
9
17 sangat berat
10 sangat, sangat berat
10 sangat, sangat berat
6 sangat berat
7
sangat berat
18 19 sangat, sangat berat 20
tidak tertahankan
Tak tertahankan
91
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 3 __________________________________________________________________
Harvard Step Test Peralatan: •
Bangku gym (tinggi 45cm), atau sesuai tinggi badan
•
Stopwatch
Prosedur: •
Persiapan subyek sebelum uji kebugaran (informasi persyaratan dan informed consent)
•
Mengukur tinggi badan, tekanan darah, denyut nadi, dan frekuensi pernafasan
•
Melakukan pemeriksaan fisik jantung dan paru
•
Mempersiapkan metronom (dengan frekuensi 120x/menit), bangku sesuai tinggi badan, kursi untuk istirahat.
•
Subyek diminta berdiri menghadap bangku, mengangkat salah satu kakinya di bangku, tepat pada detak pertama, pada detak ke dua kaki yang lain naik ke bangku, detak ke tiga kaki pertama turun, diikuti kaki yang lain turun pada detak ke empat.
•
Siklus diulang terus sampai subyek tidak mampu melanjutkan, maksimum 5 menit.
•
Subyek kemudian dipersilahkan duduk di kursi, dihitung frekuensi denyut nadi sebanyak 3 kali, masing masing 30 detik menit pertama, menit kedua dan menit ke tiga.
•
Indeks tingkat kebugaran subyek dihitung dengan rumus uji naik turun bangku dengan hasil sesuai tabel
Penilaian Masukkan ketiga hasil perhitungan denyut nadi ke dalam rumus di bawah ini:
Hasil = 30.000 ÷ (nadi1 + nadi2 + nadi3)
Gambar disadur dari: http://www.brianmac. co.uk/havard.htm
92
Gender
Excellent
Above Average
Average
Below Average
Poor
Male
>90.0
80.0-90.0
65.0-79.9
55.0-64.9
<55
Female
>86.0
76.0-86.0
61.0-75.9
50.0-60.9
<50
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 4 __________________________________________________________________
Uji Latih Dengan Sepeda Statis A. Uji Latih dengan Sepeda Statis Monark (Astrand test) Peralatan:
• Cycle ergometer
• Monitor denyut nadi
• Timbangan
• Stopwatch
Pelaksanaan: • Persiapan pasien sebelum uji kebugaran/uji latih (informasi persyaratan dan informed consent) • Melakukan pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas, VAS, dyspneu scale, angina scale), tinggi badan, berat badan. • Melakukan pemeriksaan fisik jantung-vaskuler dan paru. •
Penderita diminta melakukan warming-up dengan stretching otot tungkai bawah selama 3-5 menit.
•
Catat denyut nadi istirahat, bila >100/menit ulang setelah 8 menit
•
Penderita diminta naik sepeda statis dan mengayuh dengan kecepatan 50 rpm tanpa beban selama 1-2 menit untuk pemanasan
•
Beban kemudian ditingkatkan hingga denyut nadi mencapai 125-170x/menit (atau mencapai 5-6 menit), nadi setiap menit dihitung dan tekanan darah diukur setiap 3 menit.
•
Bila dalam 6 menit nadi<120x/menit, maka beban ditingkatkan 1 Kp.
•
Setelah target tercapai nadi diukur pada menit ke 5 dan 6 tes, hitung rataratanya.
•
Pelan pelan beban diturunkan sampai ke nol dengan mengayuh pelan pelan, lalu di stop setelah 2-3 menit.
Penilaian:
• VO2max ditentukan melalui normogram, dikalikan dengan faktor koreksi
menurut umur
Gambar: Sepeda Monark Disadur dari: http://www. docstoc.com
93
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Gambar: Modified AstrandRyhming Normogram Disadur dari: http://www.brianmac. co.uk/cycle6min.htm
94
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
B. Uji latih dengan sepeda statis EN-CYCLE (Symptom limited test) Peralatan:
• Cycle ergometer
• Monitor denyut nadi
• Timbangan
• Stopwatch
Pelaksanaan: • Persiapan pasien sebelum uji kebugaran/uji latih (informasi persyaratan dan informed consent) • Melakukan pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas, VAS, dyspneu scale, angina scale), tinggi badan, berat badan. • Melakukan pemeriksaan fisik jantung-vaskuler dan paru. • Penderita diminta melakukan warming-up dengan stretching otot tungkai bawah selama 3-5 menit. • Catat denyut nadi istirahat, bila >100/menit ulang setelah 8 menit • Penderita diminta naik sepeda statis dan mengayuh dengan kecepatan 50 rpm dengan beban awal 20 Watt. Waktu awal dihitung secara otomatis waktu rpm mencapai 30 rpm. • Setiap menit beban dinaikkan 10 Watt, sampai penderita tidak mampu mengayuh lagi, nadi dan tekanan darah dihitung setiap menit • Setelah selesai dicatat nadi , tekanan darah dan keluhan subyektif terakhir. • VO2max dapat dihitung dari tabel Modified Astrand-Ryhming Normogram Penilaian:
• VO2max ditentukan melalui normogram, dikalikan dengan faktor koreksi menurut umur
C. Uji Latih dengan Protokol Sepeda Statis EN-CYCLE (VO2max test) Peralatan:
• Cycle ergometer
• Monitor denyut nadi
• Timbangan
• Stopwatch
Prosedur: •
Persiapan pasien ,informasi persyaratan dan informed consent.
•
Melakukan pemeriksaan tanda vital ( tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas, VAS, dyspneu scale, angina scale), tinggi badan, berat badan.
• •
Melakukan pemeriksaan fisik jantung-vaskuler dan paru. Penderita melakukan warming-up dengan stretching otot tungkai bawah selama 3-5 menit.
•
Catat denyut nadi istirahat, bila >100/menit ulang setelah 8 menit
•
Penderita diminta naik sepeda statis dan mengayuh dengan kecepatan 50rpm. Waktu awal dihitung secara otomatis waktu rpm mencapai 30 rpm.
•
Beban naik secara otomatis setelah sampai nadi mencapai 170-umur
•
Penderita diminta tetap mengayuh selama 6 menit
•
Nilai VO2max akan keluar secara otomatis
95
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 5 _______________________________________________________________
Uji Latih dengan Treadmill Gambar disadur dari: treadmillpro.com
Uji Latih dengan Treadmill Metode Bruce Peralatan: •
Treadmill
•
Stopwatch
•
EKG 12 lead
Prosedur: • Persiapan pasien sebelum uji kebugaran/uji latih (informasi persyaratan dan informed consent) • Melakukan pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas, VAS, dyspneu scale, angina scale), tinggi badan, berat badan. • Melakukan pemeriksaan fisik jantung-vaskuler dan paru. • Penderita diminta melakukan warming-up dengan stretching otot tungkai bawah selama 3-5 menit. • Catat denyut nadi istirahat, bila >100/menit ulang setelah 8 menit • Penderita diberi contoh dulu posisi berdiri di treadmill, diberi informasi perubahan kecepatan dan elevasi yang akan terjadi dan apa yang akan dirasakan bila diberi edukasi bila terjadi kondisi emergency apa yang harus dilakukan. • Setelah siap diatas treadmill, protokol dimulai secara otomatis, dimana kecepatan dan sudut tanjakan berubah setiap 3 menit • Setiap 3 menit nadi dan tekanan darah diukur, observasi keluhan subyektif, gejala obyektif, dan Borg scale • Nilai METs dapat diketahui dari tabel pencapaian tingkat dari protokol Bruce Penilaian: Nilai tes adalah waktu yang dibutuhkan untuk tes dalam satuan menit. Hasil ini dapat diubah menjadi perkiraaan VO2max dengan rumus di bawah ini, dimana “T” adalah total waktu penyelesaian (dalam satuan menit dan pecahan menit, misal 9 menit 15 detik = 9,25 menit.
VO2max (ml/kg/min) = 14.76 - (1.379 × T) + (0.451 × T²) - (0.012 × T³)
Women
96
: VO2max (ml/kg/min) = 2.94 x T + 3.74
Young Women
: VO2max (ml/kg/min) = 4.38 × T - 3.9
Men
: VO2max (ml/kg/min) = 2.94 x T + 7.65
Young Men
: VO2max (ml/kg/min) = 3.62 x T + 3.91
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Asesmen Gangguan Bahasa (Afasia) Definisi Afasia adalah kelainan proses berbahasa yang terkait dengan ekspresi berbahasa, keseluruhan dari bahasa, atau keduanya. Afasia diklasifikasikan kedalam sindrom khusus berdasarkan kemampuan untuk memproduksi, pemahaman, dan pengulangan bahasa. Kemampuan untuk memproduksi bahasa dinilai dengan istilah kelancaran (fluency), yang ditentukan dengan kecepatan bicara dan jumlah usaha dalam memproduksi speech/bicara. Setiap sindrom afasia dihubungkan dengan kemampuan berbahasa dan kelainan berbahasa tertentu. Tabel 1. Sindrom Afasia
Tipe Afasia
Bicara
Comprehension
Pengulangan
Broca’s
Nonfluent
Intact
Poor
Wernicke’s
Fluent
Poor
Poor
Conduction
Fluent
Intact
Poor
Transcortical motor
Nonfluent
Intact
Intact
Transcortical sensory
Fluent
Poor
Intact
Anomic
Fluent
Intact
Intact
Tujuan 1. Membuat diagnosis gangguan bicara dan berbahasa 2. Menentukan diagnosis sindrom afasia yang mana 3. Memberi informasi kepada pasien, lingkungannya dan orang ketiga lain 4. Menjadi titik tolak untuk penanganan logopedi (rehabilitasi)
Jenis Prosedur •
TADIR : Tes Afasia untuk Diagnosis Informasi Rehabilitasi
97
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Indikasi •
Pasien dengan gangguan komunikasi
•
Pasien stroke
•
Pasien dengan cedera atau lesi di otak
Kontraindikasi tidak ada
Efek Samping/komplikasi tindakan tidak ada
Peresepan 1. Pasien sudah memungkinkan untuk dilakukan penilaian 2. Pemantauan hasil terapi tergantung kondisi pasien
Prosedur 1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai 2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien/keluarga tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
3. Pelaksanaan asesmen
• Waktu pengambilan tes harus singkat
• Tes harus fleksible, bagian-bagiannya harus dapat disesuaikan dengan tujuannya
• Keterangan yang diperoleh harus mudah dapat diintepretasikan oleh pelaku
• Keterangan yang diperoleh harus dengan mudah pula dibuatkan laporannya
• Keterangan-keterangan di dalam laporan harus jelas bagi pasien, lingkungannya
maupun orang ketiga lain
• Keterangan yang diperoleh harus secara jelas dan pasti memberi petunjuk bagi
penanganan logopedis
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka 1. Dharmaperwira-Prins RII. TADIR : Tes Afasia untuk Diagnosis Informasi Rehabilitasi.
Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 1996.
2. Dharmaperwira-Prins RII.Afasia : Deskripsi, Penanganan, Penanganan. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 1993. 3. Batson DW, Avent Jan. Adult Neurogenic Communication Disorders. In Braddom RL:
Physical Medicine and Rehabilitation. 4thEd. Philadelphia : Elsevier Saunders, 2011, p.53-64.
98
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1 __________________________________________________________________
Tes Afasia Untuk Diagnosis Informasi Rehabilitasi (TADIR) Tes TADIR terdiri dari: A. Bicara
PERTANYAAN
JAWABAN
Apa nama lengkap anda? Di mana tempat tinggal anda? Jalan apa dan nomor berapa? Di mana Anda lahir? Tanggal berapa Anda lahir? Apakah pendidikan Anda? Apakah pekerjaan Anda?
SKOR NORMA (lingkari) = 1 2 3 4 5
Menyebut (Fonologi, Leksiko-Semantik) 1.
11.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
SKOR NORMA (jumlah nama binatang dalam 1 menit) = SKOR NORMA (lingkari) = 1 2 3 4 5
99
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
B. Menamai
NO.
Stimulus
1.
Gelas
2.
Payung
3.
Panah
4.
Segi tiga
5.
Biru
6.
Kuning
7.
Sembilan
8.
Tujuh belas
Tingkat Kata (Fonologi, Leksiko-Semantik)
Respons
Poin 1/ 1/2 /0
Paraf Lit.
Paraf Ver.
Ger. Is/ Guna
SKOR KASAR = SKOR NORMA (lingkari) = 1 2 3 4 5 Tingkat Kalimat (Fonologi, Leksiko-Semantik dan Morfo-Sintaksis) Kalimat “Ada sebuah rumah di antara dua pohon kelapa”. Kalimat “Anak perempuan digigit anjing di kakinya”.
SKOR NORMA (lingkari) = 1 2 3 4 5
C. Bercerita (Fonologi, Leksiko-Semantik dan Morfo-Sintaksis)
Kesibukan sehari-hari:
SKOR KASAR: ... kata per .... detik
Masalah bahasa yang dialami:
SKOR KASAR: . . . kata per . . . detik
SKOR JTK: . . . kata per . . . detik KELANCARAN: lancar / tidak lancar (B) D. Membaca Bersuara (Fonologi)
Stimulus
Respons
TINGKAT KATA: Minum Diarahkanlah TINGKAT KALIMAT: Yang penting baginya adalah belajar dan bekerja. Saya mau ke pasar untuk beli setengah kilo kopi dan tiga kilo beras. SKOR KASAR =
SKOR NORMA (lingkari) = 1 2 3 4 5
100
Poin 0/1
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
E. Meniru Ucapan (Fonologi)
Stimulus
Respons
Poin 0/1
TINGKAT KATA: Minum Diarahkanlah TINGKAT KALIMAT: Yang penting baginya adalah belajar dan bekerja. Saya mau ke pasar untuk beli setengah kilo kopi dan tiga kilo beras. SKOR KASAR =
SKOR NORMA (lingkari) = 1 2 3 4 5
F. Pemahaman Bahasa Lisan
Tingkat Kata (Leksiko-Semantik)
Stimulus
Poin 0/1
Kuda Gunting Empatbelas Segi empat SKOR KASAR =
Tingkat Kalimat (Leksiko-Semantik, Morfo-Sintaksis)
Stimulus 1. 2.
3. 4. 5. 6
Seorang bayi lebih besar daripada seorang dewasa. Benar atau tidak? Seorang polisi ditembak seorang pencuri. Siapa yang menembak: polisi atau pencuri? Bandung-Jakarta lebih jauh daripada Bandung-Aceh. Benar atau tidak? Seekor burung dimakan seekor ular. Siapa yang makan: ular atau burung? Saya telah membuat janji untuk saya sendiri Dengan dokter gigi, untuk hari kamis, tanggal 23 bulan ini. Janji ini untuk hari apa? Untuk tanggal berapa?
Respons B / T* Pol / Pen* B / T* Ul* / Bur Ka* / ... 23* / ...
* = Jawaban benar Respons 1 + respons 3 benar: 1 poin Respons 2 + respons 4 benar: 1 poin SKOR KASAR = Respons 5 + respons 6 benar: 1 poin
JUMLAH SKOR KASAR TINGKAT KATA + KALIMAT =
SKOR NORMA (lingkari) = 1 2 3 4 5
101
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Isilah formulir ini selengkap mungkin
NAMA LENGKAP
:...........................................
ALAMAT: JALAN + NOMOR : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
KOTA + KODE POS
:...........................................
TANGGAL LAHIR
:...........................................
TEMPAT LAHIR
:...........................................
1. Bahasa yang biasanya dipakai: Bahasa Indonesia Bahasa daerah Bahasa lain 2. Pendidikan tertinggi yang diikuti: SD SMP SMA STM IKIP
Akademi Universitas
3. Status sipil: Tidak menikah Menikah
Cerai
Janda Duda
4. Jumlah anak:
0 1 2
3
4
5
6
7
8
9
10
5. Sekarang bertempat tinggal: Di rumah sakit Di rumah perawatan Di rumah sendiri DI rumah keluarga
102
TANGGAL
:.........................................
TANDA TANGAN
:.........................................
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
G. Pemahaman Bahasa Tulis
TINGKAT KATA (Leksiko-Semantik)
Stimulus
Poin 0/1
Kuda Gunting Empatbelas Segi empat SKOR KASAR =
Tingkat Kalimat (Leksiko-Semantik, Morfo-Sintaksis)
Stimulus 1. 2. 3. 4. 5.
Seorang bayi lebih besar daripada seorang dewasa. Benar atau tidak? Seorang polisi ditembak seorang pencuri. Siapa yang menembak: polisi atau pencuri? Bandung-Jakarta lebih jauh daripada Bandung-Aceh. Benar atau tidak? Seekor burung dimakan seekor ular. Siapa yang makan: ular atau burung? Tepat seminggu lagi ialah hari terakhir bulan November. Jadi sekarang ialah tanggal: 15 November 23 November 30 November 1 Desember 7 Desember
Respons B / T* Pol / Pen* B / T* Ul* / Bur 15 Nov 23 Nov* 30 Nov 1 Des 7 Des
* = Jawaban benar Respons 1 + respons 3 benar: 1 poin Respons 2 + respons 4 benar: 1 poin SKOR KASAR = Respons 5 + respons 6 benar: 1 poin
JUMLAH SKOR KASAR TINGKAT KATA + KALIMAT =
SKOR NORMA (lingkari) = 1 2 3 4 5 Informasi Pribadi
SKOR NORMA (lingkari) = 1 2 3 4 5
103
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
H. MENULIS
INFORMASI PRIBADI
SKOR NORMA (lingkari) = 1 2 3 4 5 I. DIKTE (Fonologi)
Stimulus
Poin 1/0
Paragr. Lit
Paragr. Verb.
Bola Penting Kepercayaan Mempersalahgunakan SKOR KASAR =
SKOR NORMA (lingkari) = 1 2 3 4 5
Tingkat Kata (Fonologi dan Leksiko-Semantik)
Stimulus
Poin 1/0
Paragr. Lit
Paragr. Verb.
Gelas Payung Panah Segitiga Biru Kuning Sembilan Tujuhbelas SKOR KASAR =
SKOR NORMA (lingkari) = 1 2 3 4 5
Tingkat Kalimat (Fonologi, Leksiko-Semantik dan Morfo-Sintaksis)
2 kalimat: “Ada sebuah rumah di antara dua pohon kelapa”.
“Anak perempuan digigit anjing di kakinya”.
SKOR NORMA (lingkari) = 1 2 3 4 5
104
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
PROFIL NORMA TADIR
Tidak Sangat Sedikit Terganggu Mungkin Terganggu Terganggu
Normal
BICARA Informasi pribadi
1
2
3
4
5
Menyebut (F, LS)
1
2
3
4
5
Tingkat kata (F, LS)
1
2
3
4
5
Tingkat kalimat (F, LS, MS)
1
2
3
4
5
Membaca bersuara (F)
1
2
3
4
5
Meniru ucapan (F)
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Tingkat kata kalimat (LS) (LS, MS)
1
2
3
4
5
Informasi pribadi
1
2
3
4
5
Informasi pribadi
1
2
3
4
5
Dikte (F)
1
2
3
4
5
Tingkat kata (F, LS)
1
2
3
4
5
Tingkat kalimat (F, LS, MS)
1
2
3
4
5
Menamai
Berceritera: JTK . . . . . per . . . . . detik Lancar / tidak lancar
PEMAHAMAN BAHASA LISAN Tingkat kata kalimat (LS) (LS, MS) PEMAHAMAN BAHASA TULIS
MENULIS
OBSERVASI
konsentrasi
buruk
sedang
baik
kewaspadaan
buruk
sedang
baik
Percaya diri
buruk
sedang
baik
Kesadaran ttg. penyakitnya
buruk
sedang
baik
Sikap mendengar
buruk
sedang
baik
Minta pengulangan
tidak
terkadang
ya
CATATAN:
105
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
TADIR (TES AFASIA UNTUK DIAGNOSIS INFORMASI REHABILITASI) LAPORAN PEMERIKSAAN Nama pemeriksa : Tanggal tes :../../.. Tempat pemeriksaan : Alamat : Telepon : Nama pasien : Alamat : Tanggal lahir : . . / . . / . . L/P Awal afasia tgl. :../../.. Penyebab afasia : Tujuan dites (lingkari) : A Diagnosis afasia B Diagnosis sindrom afasia mana C Informasi mengenai afasia untuk pasien, lingkungannya dan orang ketiga lain D Rehabilitasi: titik tolak untuk penanganan logopedi CT-scan : Tidak / Ya Tempat lesi di CT-scan: Pernah dilakukan TADIR : Tidak / Ya, tgl. . . / . . / . . (laporannya terlampir / sudah punya) Tujuan pemeriksaan TADIR ini untuk mengetahui: A Diagnosis : Afasia Ya / Tidak B Diagnosis : Sindrom afasia : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . berarti: C Informasi mengenai afasia
Tidak mungkin
Sangat terSedikit terTerganggu normal ganggu ganggu
Pemahaman bahasa lisan
1
2
3
4
5
Pemahaman bahasa tulis
1
2
3
4
5
bicara
1
2
3
4
5
Menulis / mengetik
1
2
3
4
5
komunikasi
1
2
3
4
5
Saran untuk berkomunikasi
D Rehabilitasi Sasaran-sasaran penanganan logopedi untuk periode berikut ( . . . . bulan):
106
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Asesmen Fungsi Luhur Definisi Asesmen fungsi luhur adalah pemeriksaan berbagai komponen fungsi luhur, seperti tingkat kesadaran, atensi, orientasi, berbahasa, memori, pengetahuan umum, berhitung, abstraksi, gnosis, praksis dan respon emosional, yang diperlukan untuk seseorang dapat melakukan aktivitasnya sesuai dengan usia, intelektual, dan pekerjaannya.
Tujuan a. Membantu memahami proses patologis pada susunan saraf pusat yang dapat mendasari gangguan kognisi tersebut b. Menapis pasien yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk penegakan diagnosis c. Menyediakan informasi yang bermanfaat bagi program rehabilitasi pasien d. Memahami masalah motivasi dan emosi yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien
Jenis Prosedur •
Mini Mental-State Examination
•
Neurocognitive Status Examination
Indikasi •
Pasien dengan kecurigaan gangguan komponen fungsi luhur
Kontra indikasi: •
Pasien dengan kesadaran menurun
•
Pasien tidak kooperatif
Efek samping/komplikasi tindakan: Tidak ada
107
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Peresepan •
Pasien sudah memungkinkan untuk dilakukan asesmen
•
Pemantauan hasil terapi dapat dilakukan setiap minggu atau tergantung kondisi
pasien.
Prosedur 1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai 2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
3. Pelaksanaan asesmen 4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka 1. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2004: 152-4
2. Braddom et al. Physical Medicine and Rehabilitation. 3rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007: 63-92 3. Lancu, I. and Olmer, A. (2006). “The minimental state examination--an up-to-date
108
review.” Harefuah 145(9): 687-690, 701.
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1 __________________________________________________________________
Mini Mental State Examination
Levels of impairment have been classified as: (Tombaugh & McIntyre 1992): •
None: score = 24-30
•
Mild: score = 18-24
•
Severe: score = 0-17
109
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 2 __________________________________________________________________
Neurocognitive Status Examination Pemeriksaan status neurokognitif (Neurocognitive Status Examination/NCSE) memeriksa hal-hal berikut ini: 1. Penampilan
Memeriksa penampilan fisik pasien, antara lain:
• Usia
• Pakaian
• Tingkat kenyamanan
• Jenis kelamin
• Perawatan diri
• Tinggi/berat badan
2. Orientasi Menanyakan hal-hal berikut ini:
• Nama, usia, dan perkerjaan pasien
• Tempat tinggal pasien, jenis bangunan, kota, propinsi, atau rumah sakit/
bangunan tempat mereka saat ini
3. Atensi
Pemeriksaan atensi dapat dilakukan lebih awal, karena kemampuan penting ini
dapat mempengaruhi keseluruhan test. Hal-hal yang diperiksa adalah:
• Kemampuan pasien untuk melengkapi pikiran
• Kemampuan pasien untuk berpikir dan menyelesaikan masalah
• Menilai apakah pasien mudah terdistraksi
Pasien dapat diminta untuk melakukan hal-hal berikut ini:
• Mulai dari angka tertentu, dan menguranginya terus dengan 7
• Eja satu kata seperti “DUNIA” secara berurutan dan dengan urutan sebaliknya
• Ulangi menyebutkan 7 angka berurutan, dan menyebutkan 5 angka dengan
urutan sebaliknya
4. Memori jangka pendek dan jangka panjang
• Pemeriksa dapat menanyakan beberapa pertanyaan berkaitan dengan orang-
orang, tempat, atau peristiwa yang terjadi baru-baru ini dalam kehidupan pasien
atau dunia.
• Tunjukkan 3 macam barang, minta pasien untuk mengulanginya, dan kemudian
minta pasien untuk menyebutkan kembali nama barang-barang tersebut 5
menit kemudian.
• Pemeriksa menanyakan tentang masa kecil pasien, sekolah, atau peristiwa yang
110
terjadi di masa lalu.
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
5. Fungsi Bahasa
• Pemeriksa menunjuk beberapa barang-barang sehari-hari di dalam ruangan dan
meminta pasien untuk menyebutkan nama benda-benda tersebut, dan jika
memungkinkan menyebutkan nama benda-benda yang kurang umum.
• Pasien dapat diminta untuk mengikuti instruksi 1 tahap, 2 tahap, dan 3 tahap
• Pemeriksa dapat menanyakan pasien menyebutkan sebanyak mungkin kata
yang diawali dengan huruf tertentu, atau yang termasuk dalam kategori tertentu
dalam 1 menit.
• Pasien dapat diminta untuk membacakan atau menuliskan 1 kalimat.
6. Judgment Untuk mengevaluasi kemampuan judgment pasien dan kemampuan untuk
menyelesaikan suatu masalah atau situasi, pemeriksa dapat menanyakan
pertanyaan-pertanyaan seperti:
• “Apabila anda menemukan SIM orang lain di jalan, apa yang akan anda lakukan?”
• “Apabila seorang polisi menghampiri anda dari belakang dengan mobil polisi
dan sirene, apa yang akan anda lakukan?”
111
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Asesmen Fungsi Eksekusi Definisi Fungsi Eksekutif merupakan kemampuan proses kognitif kompleks yang diperlukan seseorang agar mampu melakukan aktivitas, tugas atau pekerjaan secara mandiri. Kapasitas mental fungsi luhur ini membuat seseorang mampu beradaptasi terhadap setiap perubahan kondisi dan situasi dalam mencapai tujuan-tujuannya. Kemampuan fungsi luhur yang terlibat disini termasuk decision making, problem solving, planning, tasks switching, modifying behavior pada setiap informasi baru, melakukan koreksi, membuat strategi, memformulasikan goal dan membuat serta melaksanakan tahapan aktivitas yang kompleks.
Tujuan a. Untuk menentukan apakah pasien mampu secara kognitif mandiri dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari dan perawatan diri
b. Menentukan tingkat ketergantungan pasien c. Menentukan jenis /metoda terapi
Jenis Prosedur •
Executive Function Performance Test (EFPT)
Indikasi Digunakan terutama untuk pasien yang tidak ada kelemahan fisik namun mempunyai gangguan dalam melakukan perawatan diri atau aktivitas sehari-hari
112
•
Pasien pasca stroke, trauma /lesi otak dengan gangguan kognisi, apraxia
•
Pasien geriatri dementia
•
Pasien psikiatri
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Kontra Indikasi: tidak ada Efek Samping / Komplikasi Tindakan: tidak ada Peresepan Persyaratan melaksanakan asesmen ini: a. Pasien tidak dalam kondisi lelah b. Pasien minimal sudah mempunyai balans duduk dinamik c. Pasien sudah melakukan asesmen fungsi luhur yang lain
Prosedur 1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai 2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
3. Pelaksanaan asesmen 4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Kesimpulan: •
Asesmen fungsi eksekusi digunakan untuk menentukan kemampuan kognitif seseorang
apakah ia mampu melakukan aktivitas, tugas atau pekerjaannya secara mandiri
•
Jenis asesmen yang digunakan tergantung pada kandidat yang akan diuji dan
kemampuan SDM yang melakukan penilaian
•
Hasil asesmen tidak menunjukan gradasi beratnya gangguan
•
Asesmen ini dilakukan sebagai pelengkap dari tes kognitif yang lain.
Daftar Pustaka •
Baum C, Connor L, et al. Reliability, validity, and clinical utility of the executive function performance test: A measure of executive function in a sample of people with stroke. The American Journal of Occupational Therapy, 2008: 62(4): 446
•
Esposito MD, Gazzaley M. Neurorehabilitation of Executive Function. In textbook of Neural Repair and Rehabilitation. Medical Rehabilitation, Vol. II. Eds Selzer M etal. Cambridge University Press, 2006: 475-488
•
Gillen G. Stroke Rehabilitation. A Function-Based Approach. 3rd Ed. Elsevier Mosby, 2011: 501-33
•
Goverover Y, Chiaravalloti N, et al. The relationship among performance of instrumental activities of daily living, self-report of quality of life, and self-awareness of functional status in individuals with multiple sclerosis. Rehabil Psychol, 2009; 54(1): 60-68
•
Sohlberg M, Mateer C. Cognitive Rehabilitation: An Integrative Neuropsychological Approach. New York, the Guilford Press, 2001.
•
Wilson B, Evans J, Emslie H, Alderman N, Burgess P. The development of an ecologically valid test for assessing patients with a dysexecutive syndrome. Neuropsychological Rehabilitation 1998; 8 (3): 213-28
•
Wolf T, Stift S, et al. Feasibility of using the EFPT to detect executive function deficits at the acute stage of stroke. Work: A Journal of Prevention, Assessment and Rehabilitation, 2010: 36(4): 405-412
•
Baum CM, Morrison T, et.al. Test Protocol Booklet Executive Function Performance Test. Washington University School of Medicine. 2007.
113
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran __________________________________________________________________
Executive Function Performance Test Tugas yang diberikan dalam EFPT harus dijalankan dengan urutan sebagai berikut: •
Mencuci Tangan (Lembar nilai A). Hanya digunakan jika pasien memiliki gangguan kognitif berat dan anda ingin melihat apakah pasien tersebut dapat mengikuti arahan. Apabila pasien tidak dapat melakukan tugas tersebut, jangan lanjutkan pemeriksaan. Kita tidak menilai tugas mencuci tangan ketika melaporkan nilai analisis.
•
Menyiapkan oatmeal (Lembar nilai B)
•
Menelepon (Lembar nilai C)
•
Meminum obat (Lembar nilai D)
•
Membayar tagihan (Lembar Nilai E)
Apabila pasien menolak melakukan tugas tertentu (kecuali tugas mencuci tangan), maka tugas teersebut dapat dilompati dan dilakukan setelah tugas lain Prosedur 1. Mulai EFPT dengan instruksi pembuka dan pertanyan-pertanyaan awal. 2. Letakan seluruh barang yang diperlukan untuk seluruh tugas di dalam 1 kotak
diatas meja.
3. Minta pasien untuk mulai mengerjakan tugas yang diberikan (mis., “Saya ingin
melihat anda membuat oatmeal”)
4. Tawarkan bantuan jika pasien sudah terlihat memberikan usaha yang cukup untuk
memproses tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
5. Lengkapi tabel observasi dan tabel asesmen perilaku untuk setiap tugas. Naskah “Hari ini saya akan meminta anda untuk mencuci tangan, membuat oatmeal, menggunakan telepon, meminum obat “palsu”, dan membayar beberapa tagihan “palsu”. Anda mungkin tidak melakukan tugas-tugas ini di rumah, tetapi tugas ini telah dipilih untuk tes ini untuk mewakili tugas-tugas sehari-hari. Beritahu saya apabila anda memerlukan bantuan kapanpun selama tes berlangsung.” “Seluruh barang yang anda butuhkan untuk tugas-tugas ini ada di dalam kotak. Sebelum memulai, saya ingin tahu terlebih dahulu beberapa hal mengenai anda. Tolong menjawab pertanyaan-pertanyaan ini semampu anda. Kartu ini akan memandu jawaban anda, (serahkan kartu respons kepada pasien).”
114
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Pertanyaan Pre-Tes Apakah anda mampu mencuci tangan anda?
Apakah anda mampu menelpon?
0= sendiri
0= sendiri
1= dengan bantuan verbal
1= dengan bantuan verbal
2= dengan bantuan fisik
2= dengan bantuan fisik
3= saya tidak mampu melakukan tugas ini
3= saya tidak mampu melakukan tugas ini
Apakah anda memasak? 1=Ya 2=Tidak
Apakah anda sedang dalam pengobatan? 1=Ya 2=Tidak
Apakah anda menggunakan kompor untuk memasak? 1=Ya 2=Tidak
Dapatkah anda tunjukkan tempat anda menyimpan obat-obatan?
Apakah baru-baru ini anda membuat oatmel
1=Ya 2=Tidak
dengan menggunakan kompor? 1=Ya 2=Tidak Kapan anda meminum obat? Apakah anda dapat membuat oatmeal?
1=Pagi
0=Sendiri
2=Siang
1=Dengan bantuan verbal
3=Sore
2=Dengan bantuan fisik
4=sebelum tidur
3=Saya tidak mampu melakukan tugas ini
5=lebih dari 1 kali
Apakah anda sering menggunakan telpon? 1=Ya 2=Tidak
Apakah anda dapat meminum obat? 0=Sendiri
Berapa kali seminggu anda menelpon?
1=Dengan bantuan verbal
..............................................................................................................
2=Dengan bantuan fisik
.....................
3=Saya tidak mampu melakukan tugas ini
Apakah anda membayar tagihan anda? 1=Ya 2=Tidak
Apakah anda mampu membayar tagihan ini? 0= sendiri
Apakah ada orang lain yang membantu anda
1= dengan bantuan verbal
membayar tagihan?
2= dengan bantuan fisik
1=Yes 2=No
3= saya tidak mampu melakukan tugas ini
115
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Tugas 1: Mencuci Tangan Barang-barang yang diperlukan: •
Sabun cuci tangan di dalam tempat sabun (seperti yang ada di rumah)
•
Handuk
Mulai tugas: “Saya ingin melihat anda mencuci tangan dengan sabun. Barang-barang yang anda perlukan ada di dalam kotak ini.”
Tugas 2: Memasak sederhana Barang-barang yang diperlukan: •
Wajan (dengan pegangan yang dapat menjadi panas sehingga memerlukan
pegangan) •
Pegangan wajan
•
Gelas ukur 1 buah
•
Sendok untuk mengaduk
•
Spatula karet
•
Oats/gandum
•
Lembar instruksi untuk cara memasak oats dengan kompor
•
Mangkuk
•
Sendok untuk makan
•
Tempat garam
•
Timer
Mulai tugas: “Saya ingin anda membuat oatmeal. Ini ada petunjuk cara mengerjakannya (serahkan ke pasien). Ikuti petunjuk ini dan jika sudah selesai, tuangkan oatmeal tersebut ke dalam mangkuk. Barang-barang yang anda perlukan ada di dalam kotak.”
116
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Tugas 3: Menggunakan telepon Barang-barang yang diperlukan: •
Pensil
•
Kertas
•
Buku telepon
•
Kaca pembesar
Mulai tugas: “Saya ingin anda mencari supermarket di area sini di dalam buku telepon, lalu telepon mereka dan tanyakan apakah mereka bisa mengantarkan belanjaan ke rumah. Beritahu saya apa yang kamu dapat. Barang-barang yang diperlukan ada di dalam kotak.”
117
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Tugas 4: Meminum obat Barang-barang yang diperlukan: •
Botol obat dengan instruksi dan nama tertempel. Diisi dengan permen bebas gula
•
Botol obat sebagai pengacau (Obat dengan nama orang lain). Diisi dengan permen
bebas gula.
•
Botol Claritin (tanpa resep) sebagai pengacau. Diisi dengan permen bebas gula
•
Cangkir untuk minum
•
Kaca pembesar
Mulai tugas: “Saya ingin anda menganggap bahwa anda memiliki obat di dalam kotak ini. Temukan obat anda, kemudian kerjakan apa yang tertulis di instruksinya. Obatobat di dalam botol aman untuk dikonsumsi, isinya adalah permen bebas gula.” Setelat pasien meminum obatnya, tanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut ini untuk menilai judgment dan keselamatannya:
• Jam berapakah anda seharusnya meminum obat ini?
________________________________________________
• Apa yang seharusnya diminum bersama dengan obat ini?
________________________________________________
• Apa yang perlu anda waspadai ketika meminum obat ini?
________________________________________________
118
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Tugas 5: Membayar tagihan Barang-barang yang diperlukan: •
Dua buah tagihan, dicampur dengan 5 buah surat lain di dalam 1 kantong
•
Buku cek
•
Buku tabungan dengan saldo kurang dari total tagihan
•
Pena
•
Kalkulator (tidak harus dipakai)
Mulai tugas: “Saya ingin anda mengambil hal-hal yang diperlukan untuk membayar tagihan dari dalam kotak, temukan tagihannya, bayar, dan kemudian menyamakan tabungan. Ini adalah tagihan dan buku tabungan palsu, tetapi saya ingin anda berpura-pura bahwa ini adalah tagihan dan buku tabungan anda sebagai bagian dari pemeriksaan.”
Hasil Penilaian Untuk menilai test ini, hitung jumlah seluruh initiation, organization, sequencing, judgment and safety, completion, untuk melihat area yang membutuhkan perhatian lebih. Kemudian hitung jumlah keseluruhan. Tingkat bantuan tertinggi yang diperlukan untuk membantu pasien dalam 4 tugas tersebut (selain mencuci tangan) dicatat. Makan hasil pemeriksaannya akan berupa 3 nilai, executive function score (EF), task score, dan nilai total keseluruhan. Nilai komponen EF dihitung dengan menjumlahkan angka yang tercatat pada 4 tugas untuk initiation, organization, sequencing, judgment and safety, completion. Setiap nilai EF dapat berkisar antara 0-5 dengan total keseluruhan 4 tugas berkisar antara 0-20. Nilai ke dua adalah nilai tugas, nilai ini dihitung dengan menjumlakan kelima nilai untuk setiap tugas. Kisaran untuk setiap tugas adalah 0-25. Nilai total adalah jumlah seluruh performa di dalam 4 tugas dengan kisaran nilai 0-100.
Dikutip dari: Baum CM, Morrison T, et.al. Test Protocol Booklet Executive Function Performance Test. Washington University School of Medicine. 2007.
119
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Uji Fungsi Menelan Definisi Uji fungsi menelan adalah penilaian fungsi menelan fase orofaring yang dapat dilakukan secara klinis atau dengan alat (misalnya: Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing bekerjasama dengan Spesialis THT-KL atau dengan alat videofluoroscopy bekerjasama dengan Spesialis Radiologi).
Tujuan 1. Penapisan ada tidaknya gangguan menelan 2. Pengumpulan informasi tentang kemungkinan etiologi gangguan menelan terkait
anatomi dan fisiologinya
3. Mencari adanya resiko aspirasi 4. Menentukan manajemen nutrisi alternatif 5. Merekomendasikan pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk menegakkan
diagnosa ataupun penatalaksanaan gangguan menelan
6. Untuk menilai hasil terapi
Jenis Prosedur
120
•
Pemeriksaan Klinis / Bedside
w Asesmen penapisan:
•
Dysphagia Self Test
•
Dysphagia Screening Test: TOR-BSST (Toronto Bedside Swallowing Screening Test)
w Asesmen diagnostik gangguan menelan/disfagia
•
Pemeriksaan Dengan Alat
w FEES (Flexible Endoscopic Evaluation of Swallowing)
w Videofluoroscopy
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Indikasi •
Gangguan neurologis
•
Defisit struktural seperti celah langitan (cleft palate) atau kelainan congenital pada
organ kraniomaksilofasial, divertikula, surgical ablations.
•
Cedera saraf kranial
•
Riwayat menderita keganasan nasofaring, gaster dan esophagus
•
Riwayat menggunakan selang nasogastrik atau gastrostomi
•
Gangguan bicara: pelo, suara serak, suara sengau
•
Pasien dengan gejala klinis sebagai berikut:
w Ngeces (Drooling)
w Sulit mengunyah makanan berserat
w Makanan atau saliva terkumpul di pipi
w Sulit menelan makanan cair
w Berkurang atau menghilangnya daya pengecapan
w Rongga hidung terasa terbakar (panas)
w Tersedak atau ada perasaan tercekik sewaktu menelan
w Melakukan gerakan yang berlebihan atau berusaha keras untuk menelan
w Makanan yang ditelan keluar melalui lubang hidung
w Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
w Ada perasaan makanan tersangkut di saluran pencernaan
w Sulit menelan karena tenggorokan kering/ kelenjar air liur berkurang
Kontra Indikasi
w Kesadaran menurun
w Gangguan berbahasa reseptif
w Gangguan fungsi luhur/kognitif
w Pasien tidak kooperatif
Prosedur 1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai 2. Persiapan Pasien:
w Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
w Menjelaskan tahapan pemeriksaan
3. Pelaksanaan asesmen 4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka 1. Palmer Jeffrey B, Pelletier Cathy A, Matsuo Koichiro. Physical Medicine & Rehabilitation : Rehabilitation of Patients with Swallowing Disorders, 4th Ed. Saunders: 2011. 2. Horiguchi Satoshi, Suzuki Yasushi. Screening Tests in Evaluating Swallowing Function. JMAJ 54(1): 31-34, 2011. 3. Hardy Edward. Bedside Evaluation of Dysphagia: Oral-Pharyngeal Dysphagia Symptomps Assessment. Imaginart International, Inc, Arizona : 1995. 4. The Speech Path : A Physician Guide to Fiberoptic Endoscopic Evaluation of Swallowing. http://thespeechpath.health.officelive.com/FEES.aspx
121
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Gambar Proses Menelan
122
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran __________________________________________________________________
Pemeriksaan Penapisan Gangguan Menelan I. Dysphagia Self-Test
Self-Test Untuk Gangguan Menelan Dibawah ini adalah beberapa pertanyaan umum yang berkaitan dengan menelan. Mohon dibaca setiap pertanyaan di bawah dan lingkari “Ya” atau “Tidak” disamping setiap pertanyaan. Jika sudah selesai menjawab seluruh pertanyaan, ikuti petunjuk penilaian dibawah. 1. Apakah terkadang makanan melewati saluran yang salah?
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
2. Apakah suara anda terkadang seperti berkumur atau basah
ketika anda makan?
3. Apakah makan terkadang kurang dapat dinikmati
seperti biasanya?
4. Apakah anda terkadang kesulitan membersihkan makanan
dari mulut dengan 1 kali menelan?
5. Apakah anda terkadang merasa makanan tersangkut
di tenggorokan?
6. Apakah anda mengalami pneumonia atau penyakit
pernafasan lain berulang kali?
7. Apakah pernah berat badan anda turun tanpa mencoba
menurunkannya?
8. Apakah anda seringkali kesulitan menelan obat?
9. Apakah anda seringkali tersedak atau batuk saat menelan
makanan padat atau cairan?
10. Apakah anda seringkali kesulitan menelan makanan
atau minuman tertentu?
Ya
Tidak
Hitung jawaban “Ya” anda
_____
Tambahkan 2 poin jika anda menjawab “Ya” pada pertanyaan 1, 2, dan 3 _____
Tambahkan 2 poin jika anda menjawab “Ya” pada pertanyaan 3, 4, dan 5 _____
Tambahkan 2 poin jika usia anda 70-74
_____
Tambahkan 3 poin jika usia anda 75-79
_____
Tambahkan 4 poin jika usia anda 80-85
_____
Total Nilai _____ Tanggal hari ini _____ *Apabila total nilai anda 7 atau lebih, sebaiknya anda berkonsultasi dengan dokter. Bawa hasil self-test ini ke dokter anda.
123
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
II. TOR-BSST (Toronto Bedside Swallowing Screening Test)
DATE: _________________(mm/dd/yyyy) TIME: _______________________ (hh/mm) A) Before water intake: (Mark either abnormal or normal for each task.)
1. Have patient say ‘ah’ and judge voice quality Abnormal
Normal
2. Ask patient to stick their tongue out and then move it from side to side Abnormal
Normal
B) Water intake: Have the patient sit upright and give water. Ask patient to say “ah” after each intake. Mark as abnormal if you note any of the following signs: coughing, change in voice quality or drooling. If abnormal, stop water intake and advance to ‘C’.
Cough during/after swallow Swallow 1 Swallow 2 Swallow 3 Swallow 4 Swallow 5 Swallow 6 Swallow 7 Swallow 8 Swallow 9 Swallow 10 Cup drinking
124
Voice change after swallow
Drooling during/after swallow
Normal
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
C) After water intake: (Administer at least a minute after you finish Section B.)
1. Have patient say ‘ah’ again and judge voice quality. Abnormal
Normal
Some Guidelines and Tips for the TOR-BSST© Before the start of screening, remember to: a) have a cup of water and a teaspoon; b) ensure patient’s mouth is clean; and c) ensure patient is sitting upright at 90o. A. Before water intake:
1. “I want you to say “ah” for 5 seconds using your speaking voice.”
w Model a clear “ah” for the patient.
w Remind them not to sing “ah” or use a quiet voice.
w You can ask them to stretch the last syllable of the word Ottawa.
w Remember to take note of the patient’s voice when speaking. If his/her voice
sounds different when saying “ah” re-instruct the patient to use a normal voice using any of the suggestions above.
w You are looking for any breathiness, gurgles, hoarseness, or whisper quality
to the voice. If you perceive any of these, even to a mild degree, mark as
abnormal.
2. “Open your mouth. Now stick out your tongue as far as it will go. Now move
it back and forth across your mouth.”
w Stick your tongue straight out. If no deviation, model a consistent back and
forth motion for the patient.
w You are looking for any deviation of the tongue towards one side on
protrusion, or any difficulty in moving the tongue to one side. Mark as
abnormal if you perceive any of these features.
w If the patient is unable to protrude his/her tongue at all, mark as abnormal.
B. Water Swallows:
Give the patient 10 X 1 tsp of water. Remind the patient to say “ah” after every
teaspoon swallow. If normal, give cup to patient for drinking.
w The patient should always be fed the teaspoon of water.
w Ensure that full teaspoon amounts are given.
w Lightly palpate the throat to monitor for movement of the larynx on the first
few swallows.
125
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
w You are looking for any coughing, drooling or change in the patient’s voice suggesting wetness, hoarseness, etc. If you perceive this, mark accordingly and stop the water swallows. w If you see what looks like a stifled or suppressed cough, mark this as a cough. w If there is no coughing, drooling, wet voice or hoarseness mark as normal. C. Voice after Water Swallows:
w Wait one minute after the end of the water swallows.(You can use this time to
clear away the cup etc. and mark the form)
w Ask the patient to say “ah” as in the first part of the screen.
D. Final Scoring: If you have marked any of the items as abnormal, score the patient as Failed
126
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2 __________________________________________________________________
Pemeriksaan Bedside Diagnostik Gangguan Menelan Anamnesis 1. Riwayat Penyakit Sekarang a. Lama dan frekuensi keluhan b. Faktor-faktor yang meredakan atau memicu keluhan, seperti pengaruh tekstur dan suhu makanan c. Gejala penyerta: Sensasi obstruksi, nyeri mulut atau tenggorokan, regurgitasi nasal, bau mulut, tersedak atau batuk saat menelan, riwayat pneumonia, gejala respiratori lain (batuk kronis, nafas memendek, episode asma), refluk GE (rasa terbakar), nyeri dada. d. Gejala lain: Kehilangan berat badan, perubahan kebiasaan makan, perubahan nafsu makan, perubahan indra pengecap, mulut kering atau perubahan konsistensi ludah, perubahan suara atau bicara, gangguan tidur. e. Terapi yang dijalankan saat ini. 2. Riwayat Penyakit Dahulu, antara lain: riwayat penyakit paru, riwayat pembedahan,
riwayat radiasi, riwayat psikologi, riwayat minum obat-obatan anti depresan &
psikotropik. Pemeriksaan Fisik 1. Status mental
Pemeriksaan fisik dimulai dengan terlebih dahulu menilai status mental dan kemauan penderita untuk bekerja sama. Hal ini penting bila terjadi lesi sistem saraf sentral yang berhubungan dengan disfagia. Meliputi atensi, orientasi, bahasa reseptif/ekspresif, fungsi visual perseptual-motor, gangguan memori.
2. Pemeriksaan kemampuan berkomunikasi dan proses bicara (fonasi, resonansi, dan artikulasi). Pada proses menelan fase faringeal terjadi adduksi laring untuk mengamankan jalan nafas. Pada proses produksi suara yakni fonasi terjadi kerjasama antara desakan udara dari dalam paru dan adduksi pita suara (laring). Dinilai 3 komponen penting yang berhubungan dengan pembentukan suara yaitu kenyaringan suara (berhubungan dengan tekanan subglottis), nada ( dipengaruhi oleh frekwensi gerakan periodik pita suara), dan kualitas suara (berhubungan dengan kesempurnaan adduksi pita suara). Suara serak, kasar atau berdesah pada saat fonasi menunjukkan gangguan adduksi laring yang disebut disfoni. Rangkaian gerakan dan koordinasi otot-otot bibir, lidah dan palatum molle saat pengucapan konsonan stop plosive adalah sama dengan gerakan organ-organ ini saat memindahkan bolus pada fase oral. Pada pemeriksaan dapat dipergunakan test diadokokinesis: /pa,ta,ka/ untuk menilai force rapid alternating movements 3. Penilaian kemampuan mengontrol postur 4. Pemeriksaan fungsi respirasi, meliputi: pola nafas, ekspansi dada, dan kemampuan untuk batuk secara refleks maupun volunter. 5. Penilaian fleksibilitas otot-otot leher. 6. Pemeriksaan oromotor. •
Otot ekspresi wajah sebaiknya diinspeksi baik saat istirahat maupun saat melakukan gerakan, bandingkan kesimetrisannya. Catat bila ada
127
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
ketidaksimetrisan seperti facial drop. Nilai kemampuan pasien untuk mengatupkan bibir, menggembungkan pipi, menahan udara kemudian memindahkan dari pipi kanan ke kiri dan sebaliknya. Kompresi bibir penting untuk mencegah makanan keluar dari mulut pada saat fase oral. •
Otot untuk mastikasi (mengunyah). Otot masseter dan temporalis dipalpasi saat pasien melakukan gerakan menggigit dan mengunyah. Berikan tahanan halus untuk menilai kekuatannya. Hindari penekanan yang berlebihan untuk menghindari dislokasi sendi temporomandibular. Lakukan pemeriksaan yang sama terhadap otot pterygoideus externus yang berfungsi menggerakkan mandibula dari sisi ke sisi pada gerakan memutar. Dilakukan pula pemeriksaan lingkup gerak sendi temporomandibular yang nilai normalnya 0-420
•
Penilaian mukosa oral. Perhatian khusus harus diberikan pada kelembaban rongga oral. Mukosa oral dan faringeal yang kering akan menghambat proses menelan. Demikian pula mukus yang liat. Perhatikan pula adanya sisa makanan di rongga mulut
•
Penilaian sensasi orofasial. Mastikasi, produksi saliva dan menelan merupakan reflek yang tergantung pada stimulasi sensoris. Lakukan perabaan pada wajah, bibir dan mukosa pipi dengan swab tenggorok. Pengecapan dapat dievaluasi dengan berbagai rasa seperti asin, pahit, asam dan manis pada bagian lidah, berturut-turut mempergunakan garam, kopi, dan gula. Lakukan pula penilaian kekuatan otot lidah saat protrusi, retraksi, lateralisasi, elevasi, dan depresi ujung lidah.
•
Penilaian fungsi palatofaringeal. Otot-otot palatofaringeal dinilai sebagai satu unit. Konstriksi palatofaringeal dinilai kesimetrisannya pada saat bernafas, fonasi dan stimulasi reflek muntah. Sekaligus dinilai ada tidaknya nasal emisi dan suara sengau.
7. Tes menelan
Adanya refleks menelan dapat dinilai dengan jari-jari yang diletakkan pada tyroid notch antara os hyoid dan laring dan dengan meletakkan stetoskop di laring. Pemeriksaan non invasif ini dapat dilakukan pada saat dan setelah menelan.
Pemeriksa dapat merasakan saat terjadinya reflek menelan bila jari-jari diletakkan pada tyroid notch antara os hyoid dan laring dan terasa laring bergerak ke atas dan kedepan. Bila terdapat kelemahan otot atau reflek tidak adekuat maka jari pemeriksa akan tertinggal dan berbelok oleh elevasi laring. Pada keadaan ini, cricofaringeus gagal membuka dan epiglotis tidak adekuat terbawa ke dasar lidah sehingga jalan nafas tidak aman.
Evaluasi menelan dapat pula dilakukan dengan cara menempatkan stetoskop di larynx saat proses menelan. Bila terdapat aspirasi akan terdengar suara dengan karakteristik tertentu (seperti cairan bercampur udara).
Apabila pemeriksa mencurigai/menemukan adanya kelemahan otot menelan atau reflek batuk tidak adekuat, agar lebih aman, pemeriksaan dapat dilakukan dengan posisi kepala dan leher fleksi. a. Metode hanya menelan saliva (dry swallowing). Tes ini bertujuan untuk menilai kemampuan menelan secara sadar, dapat dilakukan berulang kali. Tes ini sederhana dan aman untuk dilakukan. b. Water swallow test
Pasien minum setengah sendok teh air dingin. Nilai kemampuan menelan dan adanya gejala aspirasi (perubahan kualitas suara, tersedak, atau batuk). Jika tidak
128
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
ada kelainan pemeriksaan dapat diulang sampai 3 kali.
Kriteria Penilaian: w Gagal menelan , tersedak dan/atau pola nafas berubah . w Sukses menelan tanpa tersedak, tetapi terdapat perubahan pola pernafasan atau suara serak basah. w Sukses menelan, tetapi tersedak dan/atau suara serak basah. w Sukses menelan tanpa tersedak atau suara serak basah. w Sukses menelan tanpa tersedak atau suara serak basah dua kali berturutturut dalam waktu 30 detik
129
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 3 __________________________________________________________________
Pemeriksaan Diagnostik Gangguan Menelan dengan Flexible Endoscopic Evaluation of Swallowing Prosedur • •
Pemeriksaan ini dilakukan oleh Spesialis THT bersama dengan Spesialis IKFR Proses menelan dievaluasi dengan memberikan 6 konsistensi makanan (warna hijau) yaitu cairan encer (thin liquid), bubur saring (puree), bubur nasi (gastric rice/ soft food), bubur tepung (havermouth) dan biskuit.
•
Evaluasi rongga mulut, pergerakan lidah, keadaan otot bukalis, higiene mulut, elevasi palatum molle dan sendi temporomandibular.
•
Endoskop dimasukan melalui kavum nasi untuk menilai kerapatan penutupan velofaring
• •
Pasien diminta menelan tanpa makanan Selanjutnya endoskop dimasukan hingga hipofaring, evaluasi pangkal lidah, valekula, sinus piriformis, dinding posterior faring dan postkrikoid
•
Endoskop dimasukan setinggi epiglotis, evaluasi terhadap gerakan plika vokalis saat fonasi dan inspirasi, adanya akumulasi saliva, penetrasi atau penetrasi saliva serta refleks batuk yang menyertai
• •
Selanjutnya pemeriksaan menelan dengan 6 konsistensi makanan Dimulai dengan memberikan 1 sendok makanan, pasien diminta menahannya dalam mulut selama 10 detik, untuk menilai adanya kebocoran fase oral (premature oral leakage) atau aspirasi sebelum menelan (pre swallowing aspiration)
Alat flexible endoscope dan hasil
•
Pasien diminta menelan, catat adanya lateralisasi makanan, penetrasi, aspirasi,
•
Bila terdapat residu maka dinilai apakah dengan menelan berulang, efektif untuk
residu makanan pada valekula, sinus piriformis, pangkal lidah dan post krikoid membersihkan residu. Komplikasi 1. Epistaksis 2. Laringospasme 3. Rasa tidak nyaman 4. Muntah 5. Sinkop 6. Henti jantung (Jarang)
130
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 4 __________________________________________________________________
Pemeriksaan Diagnostik Gangguan Menelan dengan Videofluoroscopic Tujuan •
Mengevaluasi anatomi dan fisiologi mekanisme menelan
•
Mengidentifikasi pola gangguan proses menelan
•
Mengidentifikasi konsekuensi gangguan proses menelan
•
Mengevaluasi dampak manuver kompensasi
Prosedur: 1. Mengatur posisi pasien. Secara umum posisi pasien untuk pemeriksaan ini adalah dalam keadaan duduk tegak dengan penyangga yang cukup pada kepala dan badan. Pasien dengan keterbatasan fisik karena kelemahan, penyakit, atau alasan lain mungkin membutuhkkan penyesuaian posisi khusus. 2. Mempersiapkan material yang digunakan dalam pemeriksaan. Material utama yang digunakan adalah suspense barium sulfat. Volume yang digunakan berkisar 5-20ml. 3. Membagi pemeriksaan menjadi beberapa tahap. Material dan tahapan presentasi yang mungkin diikut sertakan pada pemeriksaan fluoroskopik me nelan standar antara lain: Yang diobservasi saat pemeriksaan adalah: •
Struktur Anatomi
•
Gerakan bibir, lidah, mandibula, velum, laring, dinding laring.
•
Gerakan menelan (bervariasi bergantung pada ukuran bolus dan konsistensi)
w Pengisian cairan pada oral bagian anterior dan posterior
w Kemampuan mengunyah material semipadat dan padat
w Waktu transit makanan dari oral ke hipofaring
w Fungsi velofaring
w Gerakan elevasi dan adduksi laring
w Gerakan hyoid
w Konstriksi faring
w Pembukaan sfingter faring-esofagus
•
Konsekuensi gangguan proses menelan
w Luberan (anterior dan posterior)
w Residu di vallecullae dan/atau sinus piriformis
w Kesalahan arah bolus
w Penetrasi dan/atau aspirasi
•
Dampak dari manuver kompensasi terhadap kemampuan pasien menjaga jalan nafas
dari kemungkinan aspirasi
w Penyesuaian posisi kepala
w Manuver pengamanan jalan nafas (mis, Manuver Mendelsohn atau breath-hold
maneuver)
w Perubahan konsistensi bolus
131
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Hasil pemeriksaan videofluoroscopic
132
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Asesmen Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) Definisi Assesmen Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) merupakan pemeriksaan kemampuan fungsional seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-harinya termasuk kemampuan merawat diri dan menjalankan aktivitas dengan atau tidak menggunakan alat/ peralatan, yang sesuai dengan usia, pendidikan, pekerjaannya sebelum sakit.
Tujuan a. Menentukan adanya gangguan kemampuan fungsional dalam melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari dan perawatan diri
b. Menentukan level /tingkat disabilitas pasien c. Memonitor keberhasilan terapi.
Jenis Prosedur •
Barthel Index (BI)
•
Modifikasi Barthel Index (mBI)
•
Instrumental Activity Daily Living (IADL)
•
Functional Independence Measure (FIM)
•
Wee-FIM
Indikasi •
Pasien dengan gangguan neurologis yang beresiko mengalami gangguan fungsional
•
Pasien dengan tirah baring lama
•
Pasien geriatri
•
Pasien dengan cedera musculoskeletal
•
Pasien dengan gangguan fungsi luhur
133
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Kontra indikasi tidak ada
Efek samping/komplikasi tindakan tidak ada
Peresepan •
Pasien sudah memungkinkan untuk dilakukan asesmen
•
Pemantauan hasil terapi dapat dilakukan setiap minggu atau tergantung kondisi
pasien.
Prosedur 1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai 2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
3. Pelaksanaan asesmen 4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen. (Catatan: jika ada gangguan komunikasi, pemeriksaan bisa berdasarkan alloanamnesis).
Daftar Pustaka 1. Barnes MP and Ward AB. Oxford Handbook of Rehabilitation Medicine. New York: Oxford University Press, 2005: 76-80 2. Delisa JA. Rehabilitation Medicine. Principle and Practice. Philadelphia: J.B. Lippincott, 1998: 101-3 3. Mahoney Fl, Barthel DW. Functional evaluation: the Barthel Index. Md State Med J, 1965; 14:2 4. Van der Putten JMF, Hobart JC, Freeman JA, Thompson AJ. (1999) Measuring the change in disability after inpatient rehabilitation; comparison of the responsiveness of the Barthel Index and Functional Independence Measure. Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry, 66(4): 480-484.
134
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1 __________________________________________________________________ BARTHEL INDEX Patient Name: __________________ Rater: ____________________ Date: Activity
/
/
: Score
Feeding 0 = unable 5 = needs help cutting, spreading butter, etc., or requires modified diet 10 = independent
0
Bathing 0 = dependent 5 = independent (or in shower)
0
Grooming 0 = needs to help with personal care 5 = independent face/hair/teeth/shaving (implements provided)
0
5
Dressing 0 = dependent 5 = needs help but can do about half unaided 10 = independent (including buttons, zips, laces, etc.)
0
5
Bowels 0 = incontinent (or needs to be given enemas) 5 = occasional accident 10 = continent
0
5 10
Bladder 0 = incontinent, or catheterized and unable to manage alone 5 = occasional accident 10 = continent
0
5 10
Toilet Use 0 = dependent 5 = needs some help, but can do something alone 10 = independent (on and off, dressing, wiping)
0
5 10
Transfers (bed to chair and back) 0 = unable, no sitting balance 5 = major help (one or two people, physical), can sit 10 = minor help (verbal or physical) 15 = independent
0
5 10 15
Mobility (on level surfaces) 0 = immobile or < 50 yards 5 = wheelchair independent, including corners, > 50 yards 10 = walks with help of one person (verbal or physical) > 50 yards 15 = independent (but may use any aid; for example, stick) > 50 yards
0
5 10 15
Stairs 0 = unable 5 = needs help (verbal, physical, carrying aid) 10 = independent
0
5
TOTAL (0 - 100)
________
5 10
5
10
10
Interpretasi hasil Barthel Index:
Catatan:
100
Dalam menginterpretasi Barthel Index perlu untuk
: Mandiri
60-95 : Ketergantungan ringan
menghindari penilaian kemampuan pasien berdasarkan
45-55 : Ketergantungan sedang
pemeriksaan fisik saat itu. Barthel Index harus dinilai
25-40 : Ketergantungan berat
berdasarkan kemampuan pasien sesungguhnya.
0-20
: Ketergantungan total
135
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 2 __________________________________________________________________ MODIFIKASI BARTHEL INDEX No
Fungsi
Skor
Keterangan
1
Mengendalikan rangsang BAB
0 1 2
Tak terkendali/tak teratur (perlu pencahar) Kadang-kadang tak terkendali (1x /minggu) Terkendali teratur
2
Mengendali kan rangsang BAK
0 1 2
Tak terkendali atau pakai kateter Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1 x / 24 jam) Mandiri
3
Membersih kan diri (mencuci wajah, menyikat rambut, mencukur kumis, sikat gigi)
0 1
Butuh pertolongan orang lain. Mandiri
4
Penggunaan WC (keluar/masuk WC, melepas/memakai celana, cebok, menyiram)
0 1 2
Tergantung pertolongan orang lain Perlu pertolongan pada beberapa kegiatan tetapi dapat mengerjakan sendiri beberapa kegiatan yang lain Mandiri
5
Makan minum (jika makanan harus berupa potongan, dianggap dibantu)
0 1 2
Tidakmampu Perlu ditolong memotong makanan Mandiri
6
Bergerak dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya (termasuk duduk di tempat tidur)
0 1 2 3
Tidak mampu Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk (2 orang) Bantuan minimal 1 orang Mandiri
7
Berjalan ditempat rata (atau jika tidak bisa berjalan, menjalankan kursi roda)
0 1 2 3
Tidak mampu Bisa (pindah) dengan kursi roda Berjalan dengan bantuan 1 orang Mandiri
8
Berpakaian (termasuk memasang tali sepatu, mengencangkan sabuk)
0 1 2
Tergantung orang lain Sebagian dibantu (mis: mengancing baju) Mandiri
9
Naik turun tangga
0 1 2
Tidak mampu Butuh pertolongan Mandiri
10
Mandi
0 1
Tergantung orang lain Mandiri
Interpretasi hasil Barthel Index: 100
: Mandiri
60-95 : Ketergantungan ringan 45-55 : Ketergantungan sedang 25-40 : Ketergantungan berat 0-20
136
: Ketergantungan total
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 3 __________________________________________________________________
Instrumental Activity of Daily Living (IADL)
137
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 4 __________________________________________________________________
Functional Independence Measure (FIM)
138
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 5 __________________________________________________________________
Kuesioner Modified WeeFIM 1. MAKAN Semua kegiatan berupa kemampuan memasukan makanan, minuman kedalam mulut dengan menggunakan tangan, sendok (dengan atau tanpa garpu). cangkir/ gelas, mengunyah serta menelan makanan dan minuman. Nilai
Keterangan
7
Mandiri, melakukan dengan aman.
6
Mandiri, tapi perlu a.l. alat bantu adaptif, modifikasi makanan/ konsistensi cairan, waktu yang lebih dari biasanya dan perlu peduli keamanan.
5
Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasaan, isyarat atau petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya.
4
Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas makan
3
Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) aktivitas makan
2
Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas makan
1
Anak tak dapat melakukan aktivitas, atau jika ada < 25 % dari aktivitas makan
2. MENGURUS DIRI Seluruh kegiatan berupa menyikat gigi, menyisir/ mengikat rambut. mencuci dan mengeringkan tangan dan wajah. Nilai
Keterangan
7
Mandiri, melakukan dengan aman.
6
Mandiri, tapi perlu a.l. alat bantu adaptif, modifikasi makanan/ konsistensi cairan, waktu yang lebih dari biasanya dan perlu peduli keamanan.
5
Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasaan, isyarat atau petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya.
4
Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini
3
Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) aktivitas ini
2
Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas ini
1
Anak perlu bantuan total, atau jika ada < 25 % dari aktivitas ini
139
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
3. MANDI Seluruh kegiatan berupa kemampuan mengambil air dari bak mandi dengan gayung/ timba, menyabuni badan, membilas dan mengeringkan badan dengan handuk. Nilai
Keterangan
7
Mandiri, menyiapkan dan mendapatkan kebutuhan mandi sendiri dan melakukan dengan aman. Mandiri membersihkan 10 bagian tubuh.
6
Mandiri, mampu membersihkan 10 bagian tubuh tapi perlu satu atau beberapa hal: alat bantu adaptif,waktu yang lebih lama dan perlu peduli keamanan.
5
Mandiri, mampu membersihkan 10 bagian tubuh tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasaan, isyarat atau petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya.
4
Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) akvitas ini. Mampu membersihkan 8-9 bagian tubuh atau bantuan minimal untuk semua bagian.
3
Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) aktivitas ini. Mampu membersihkan 5-7 bagian tubuh atau bantuan sedang untuk semua bagian.
2
Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari seluruh aktivitas, perlu bantuan maksimal. Mampu membersihkan 3-4 bagian tubuh atau bantuan maksimal untuk semua bagian
1
Anak tidak dapat melakukan, atau jika ada <25 % dari aktivitas ini. Mampu membersihkan 1-2 bagian tubuh atau perlu bantuan total.bantuan total. Keterangan: 10 bagian terdiri dari: 1=Lengan bawah kiri + tangan kiri 2=dada + bahu 3=lengan bawah kanan + tangan kanan 4=perut 5=perineal (kemaluan) depan 6=kemaluan belakang, bokong 7=lengan atas kiri 8=lengan atas kanan 9=tungkai bawah kiri + kaki 10=tungki bawah kanan + kaki
4. BERPAKAIAN BAGIAN ATAS TUBUH Semua kegiatan berupa berpakaian dan melepaskan pakaian dari batas pinggang ke atas,memasang dan melepaskan orthosis dan prothesis. Nilai
140
Keterangan
7
Memakai, melepas pakaian bagian atas tubuh dengan mandiri, aman. Memakai prosthesis/ orthosis, tapi tidak memerlukannya sebagai alat bantu untuk menyelesaikan aktivitas berpakaian.
6
Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut: alat bantu adaptif,berpakaian, waktu lebih lama, memakai prothesis/ orthosis dan alat ini diperlukan untuk membantu menyelesaikan aktivitas berpakaian, perlu peduli keamanan.
5
Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut: pengawasaan, bujukan diberi petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya, prothesis/ orthosis yang dikenakan pada anak.
4
Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini, perlu bantuan minimal.
3
Anak melakukan ≥ ½ atau lebih (50-74%) aktivitas perlu bantuan sedang
2
Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas ini memerlukan bantuan maksimal.
1
Anak perlu bantuan total, atau jika ada < 25 % dari aktivitas, perlu bantuan total.
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
5. BERPAKAIAN BAGIAN BAWAH TUBUH Semua kegiatan berupa berpakaian dan melepas pakaian dari batas pinggang ke bawah, memakai dan melepas orthosis/ prothesis yang diperlukan Nilai
Keterangan
7
Memakai, melepas pakaian bagian bawah tubuh dengan mandiri, aman. Memakai prosthesis/ orthosis, tapi tidak memerlukannya sebagai alat bantu untuk menyelesaikan aktivitas berpakaian.
6
Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut: alat bantu adaptif,berpakaian, waktu lebih lama, memakai prothesis/ orthosis dan alat ini diperlukan untuk membantu menyelesaikan aktivitas berpakaian, perlu peduli keamanan.
5
Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut: pengawasaan, bujukan diberi petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya, prothesis/ orthosis yang dikenakan pada anak.
4
Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini, perlu bantuan minimal.
3
Anak melakukan ≥ ½ atau lebih (50-74%) aktivitas perlu bantuan sedang
2
Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas ini memerlukan bantuan maksimal.
1
Anak perlu bantuan total, atau jika ada < 25 % dari aktivitas, perlu bantuan total.
6. AKTIFITAS SEKITAR BAK DAN BAB (TOILETING) Seluruh kegiatan yang terdiri dari kemampuan membersihkan lubang ekskreta/ cebok dengan air setelah BAK/BAB, menyiram dan memakai celana (mengatur pakaian bawah tubuh). Nilai
Keterangan
7
Mandiri, melakukan dengan aman.
6
Mandiri, tapi perlu a.l. alat bantu adaptif, waktu yang lebih dari biasanya dan perlu peduli keamanannya
5
Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasaan, isyarat atau petunjuk verbal, dipersiapkan. (persiapan alat bantu adaptif )
4
Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini
3
Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) perlu bantuan sedang
2
Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari seluruh aktivita, perlu bantuan maksimal.
1
Anak perlu bantuan total, atau jika ada < 25 % dari seluruh aktivitas.
141
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
7. KONTROL BAK Aktivitas kontrol kandung kemih secra sengaja/ disadari dan jika perlu menggunakan peralatan atau obat untuk mengontrol kandung kemih.
TK= tingkat keberhasilan
TB= tingkat bantuan Nilai
Keterangan
7
TK = Mandiri TB = Mandiri
6
TK =Mandiri TB = Mandiri, tapi perlu alat bantu.
5
TK = kadang kadang ngompol, frekuensi bulanan jarang atau ngompol malam hari. TB = Mandiri, tapi perlu pengawasan.
4
TK = ngompol, frekuensi mingguan jarang TB = anak melakukan sebagian besar (75- 99%), aktivitas ini.
3
TK = ngompol, frekuensi mingguan jarang TB = anak melakukan ≥ ½ dari aktivitas (50- 74%), perlu bantuan sedang.
2
TK = ngompol setiap hari tapi terdapat beberapa indikasi TB = anak melakukan < ½ (25-49% ) dari seluruh aktivita, perlu bantuan maksimal.
1
TK = ngompol setiap hari tapi tidak memberi indikasi basahnya celana TB = anak tidak dapat melakukan atau jika ada < 25 % dari seluruh aktivitas.
8. KONTROL BAB aktivitas kontrol buang air besar (BAB) secara sengaja dan jika perlu menggunakan perlataan atau obat untuk kontrol BAB TK= tingkat keberhasilan TB= tingkat bantuan Nilai
142
Keterangan
7
TK = Mandiri TB = Mandiri
6
TK =Mandiri TB = Mandiri, tapi perlu alat bantu.
5
TK = kadang kadang ngompol, frekuensi bulanan jarang atau ngompol malam hari. TB = Mandiri, tapi perlu pengawasan.
4
TK = ngompol, frekuensi mingguan jarang TB = anak melakukan sebagian besar (75- 99%), aktivitas ini.
3
TK = ngompol, frekuensi mingguan jarang TB = anak melakukan ≥ ½ dari aktivitas (50- 74%), perlu bantuan sedang.
2
TK = ngompol setiap hari tapi terdapat beberapa indikasi TB = anak melakukan < ½ (25-49% ) dari seluruh aktivita, perlu bantuan maksimal.
1
TK = ngompol setiap hari tapi tidak memberi indikasi basahnya celana TB = anak tidak dapat melakukan atau jika ada < 25 % dari seluruh aktivitas.
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
9. BERPINDAH KE DAN DARI KURSI? KURSI RODA
Semua aktivitas berpindah menuju dan meninggalkan kursi atau kursi roda Nilai
Keterangan
7
Mandiri, melakukan dengan aman.
6
Mandiri, tapi perlu a.l. alat bantu adaptif, waktu yang lebih dari biasanya dan perlu peduli keamanan.
5
Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasaan, isyarat atau petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya.
4
Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini
3
Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) aktivitas ini
2
Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas ini
1
Anak tak dapat melakukan aktivitas, atau jika ada < 25 % dari aktivitas ini
10. BERPINDAH KE DAN DARI WC/ JAMBAN
Kemampuan menuju, jongkok, berdiri dan meninggalkan WC/ jamban Nilai
Keterangan
7
Mandiri, melakukan dengan aman.
6
Mandiri, tapi perlu a.l. alat bantu adaptif, waktu yang lebih dari biasanya dan perlu peduli keamanan.
5
Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasaan, isyarat atau petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya.
4
Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini
3
Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) aktivitas ini
2
Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas ini
1
Anak tak dapat melakukan aktivitas, atau jika ada < 25 % dari aktivitas ini
11. BERPINDAH KE DAN DARI KAMAR MANDI Kemampuan menuju dan meninggalkan kamar mandi Nilai
Keterangan
7
Mandiri, melakukan dengan aman.
6
Mandiri, tapi perlu a.l. alat bantu adaptif, waktu yang lebih dari biasanya dan perlu peduli keamanan.
5
Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasaan, isyarat atau petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya.
4
Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini
3
Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) aktivitas ini
2
Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas ini
1
Anak tak dapat melakukan aktivitas, atau jika ada < 25 % dari aktivitas ini
143
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
12. BERJALAN?BERKURSI RODA/MERANGKAK Aktivitas berupa berjalan, pada posisi berdiri atau menggunakan kursi roda pada posisi duduk, amupun merangkak pada permukaan datar. Nilai
Keterangan
7
Mandiri, melakukan dengan aman.
6
Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut: brance, prothesisis, alat/ sepatu khusus, cane/tongka, kruk, walker,dll. waktu yang lebih dari biasanya dan perlu peduli keamanan.
5
Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasaan, bujukan diberi petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya: kursi roda, mandiri tapi perlu pengawasan merangkak,mandi.
4
Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini
3
Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) aktivitas ini
2
Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas ini
1
Anak tak dapat melakukan aktivitas, atau jika ada < 25 % dari aktivitas ini
13. NAIK TANGGA Kemampuan naik dan turun tangga dalam sedikitnya 12-14 anak tangga atau 1 tingkat dalam suatu ruangan Nilai
Keterangan
7
Mandiri, melakukan dengan aman.
6
Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut: brance, prothesisis, alat/ sepatu khusus, cane/tongka, kruk, walker,dll. waktu yang lebih dari biasanya dan perlu peduli keamanan.
5
Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasaan, bujukan diberi petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya: kursi roda, mandiri tapi perlu pengawasan merangkak,mandi.
4
Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini
3
Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) aktivitas ini
2
Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas ini
1
Anak tak dapat melakukan aktivitas, atau jika ada < 25 % dari aktivitas ini
14. PEMAHAMAN Memahami komunikasi dengan pendengaran dan penglihatan. Nilai
144
Keterangan
7
Mandiri, mengerti percakapan tentang keadaan sehari hari. Dapat mengikuti 3 perintah yang tidak berhubungan..
6
Mandiri, terdapat sedikit kesulitan dalam memahami percakapan seharihari; dapat mengikuti 3 perintah yang tidak berhubungan; dalam waktu yang lama
5
Mandiri, hampir selalu (> 90%) memahami percakapan sehari-hari; dapat mengikuti 3 perintah yang berhubungan.
4
Anak memahami (75-99%) percakapan sehari- hari; dapat mengikuti 2 perintah yang tidak berhubungan.
3
Anak memahami ½ atau lebih (50-74%) percakapan sehari-hari; dapat mengikuti 2 perintah yang berhubungan
2
Anak melakukan < ½ (25-49% ) Anak percakapan sehari-hari; dapat mengikuti 1 perintah yang berhubungan
1
Anak tak dapat atau sedikit memahami percakapan sehari-hari (< 25 % dari percakapan sehari-hari, tidak dapat memahami kata kata sederhana
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
15. EKSPRESI Kemampuan bicara atau kemampuan berkomunikasi dengan bahasa tubuh Nilai
Keterangan
7
Anak mandiri, mengekspresikan kebutuhan dan ide secara jelas (baik ataupun non verbal) sepanjang waktu.
6
Mandiri, mengekpresikan kebutuhan dan ide secara jelas, anak perlu alat bantu, waktu lebih lama.
5
Mampu mengekpresikan , hampir > 90% kebutuhan dan ide secara jelas (secara verbaldan non verbal)
4
Mampu mengekspresikan 75-99% kebutuhan dan ide secara jelas (secara verbal dan non verbal)
3
Mampu mengekspresikan, pembendaharaan kata minimal 100 kata, kemampuan 2 kalimat pendek
2
Kemampuan pembendaharaan 10 anak kata, menyampaikan 1 kata
1
Anak tidak dapat mengekspresikan kebutuhan selain dengan bantuan maksimal.
16. INTERAKSI SOSIAL Kemampuan untuk bergaul dan berpatisipasi dengan orang lain dalam suasana bermain. (baik dilingkungan terapuetik maupun sosial) Nilai
Keterangan
7
mandiri,tanpa pengawasan orang tua, aman, mampu mengendalikan diri, tidak emmerlukan obat.
6
Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: lingkungan yang distrukturisasi dan dimodifikasi, waktu lebih lama untuk menyesuaikan suasana bermain:obat untuk mengontrol perilaku: perlu peduli terhadap keamanannya
5
Perlu pengawasan, bantuan
4
Perlu bantuan minimal
3
Perlu bantuan sedang
2
Perlu bantuan maskimal
1
Perlu bantuan total
17. PEMECAHAN MASALAH Kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, termasuk mengenal masalah; membuat keputusan yang masuk akal, aman sepanjang waktu; memperkasai, merangkai dan mengkoreksi sendiri kegiatan/ tugas untuk memecah masalah. Nilai
Keterangan
7
Mandiri
6
Mandiri, hanya ada kesulitan ringan untuk membuat keputusan perlu waktu lebih lama, mungkin perlu peduli terhadap keamananya.
5
Perlu pengawasan, bantuan
4
Perlu bantuan , anak dapat mengatasi masalah rutin 75-90% dari waktu yang ada.
3
Perlu bantuan, anak dapat mengatasi masalah rutin 50-74% dari waktu yang ada
2
Perlu bantuan, anak dapat mengatasi masalah rutin 25-49% dari waktu yang ada
1
Perlu bantuan, anak dapat mengatasi masalah rutin < 25% dari waktu yang ada.
145
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
18. MEMORI Kemampuan mengenal dan mengingat aktivitas kehidupan sehari-hari. Termasuk kemampuan menyimpan dan menyampaikan kembali suatu informasi, memproses baik secara auditorial atau visual. Nilai
Keterangan
7
Anak mengenal orang yang dikenalnya secara konsisten dan mengingat kejadian dan situasi
6
Anak mengenal orang yang dikenalnya secara konsisten dan mengingat kejadian dan situasi, tetapi perlu satu atau beberapa hal; alat bantu; waktu lebih lama; kepedulian terhadap keamanan.
5
Anak mengenal orang yang dikenalnya, mengingat kejadian dan situasi >90% dari waktu yang ada, tapi perlu bantuan tidak lebih dari 10%
4
Anak mengenal orang yang dikenalnya, mengingat kejadian dan situasi 7590% dari waktu yang ada, tapi perlu bantuan tidak lebih dari 25%
3
Anak mengenal orang yang dikenalnya, mengingat kejadian dan situasi 5074% dari waktu yang ada, tapi perlu bantuan tidak lebih dari 25%
2
Anak mengenal orang yang dikenalnya, mengingat kejadian dan situasi 2549% dari waktu yang ada, tapi perlu bantuan tidak lebih dari 25%, tapi perlu bantuan lebih dari 50%.
1
Anak kurang mengenal orang yang dikenalnya, mengingat kejadian dan situasi jika ada , 25% dari waktu yang ada. Anda perlu bantuan,(misalnya dibujuk, diulang, diingatkan) > 75% dari waktu yang ada.
Sistem Penilaian WeeFIM A. Subskala perawatan diri terdiri dari 2 bidang penelitian:
1. Perawatan diri, terdiri dari:
•
Makan
•
Mengurus diri (grooming)
•
Mandi
•
Berpakaian bagian atas tubuh
•
Berpakain bagian bawah tubuh
•
Aktivitas sekitar BAB_BAK (Toileting)
2. Kontrol Sphingter
•
Kontrol BAK
•
Kontrol BAB
B. Subskala Mobilitas
1. Berpindah (transfer)
•
Transfer ke kursi, kursi roda
•
Transfer pada aktivitas BAB_BAK
•
Transfer pada BAK mandi, mandi siram
2. Pergerakan (locomotion)
•
Berjalan/ kursi roda/ merangkak
•
Naik tangga
C. Subskala kognisi terdiri dari: 1. Komunikasi:
146
•
Pemahaman
•
Ekspresi
2. Kognisi Sosial
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
•
Interaksi social
•
Pemecahan masalah
•
Memori
Sistem penilaian terdiri dari 2 tingkat: 1. Tingkat I: Tanpa bantuan (mandiri), terdiri dari mandiri penuh, mandiri terbatas
(sebagian), dan dengan pengawasan
2. Tingkat II : dengan bantuan, terdiri dari bantuan minimal, bantuan sedang, bantuan
maksimal, bantuan penuh.
Penilaian Tingkat I: w Nilai 7 : Mandiri penuh artinya anak melakukan semua aktivitas secara mandiri, tanpa modifikasi dan tanpa penggunaan alat bantu atau alat adaptif dan dalam waktu yang layak/ masuk akal, tanpa resiko. w Nilai 6 : Mandiri terbatas (sebagian), artinya anda melakukan aktivitas secara mandiri walaupun memerlukan satu atau semua hal berikut: penggunaan alat bantu atau alat adaptif, walaupun yang melebihi dari waktu yang layak untuk melakukan aktivitas, dan atau aktivitas dengan resiko. w Nilai 5 : Dengan pengawasan atau persiapan, artinya anak melakukan aktivitas secara mandiri, walaupun memerlukan satu atau semua hal berikut: Bisikan lisan atau isyarat dan atau persiapan aktivitas.
Penilaian Tingkat II: w Nilai 4 : Dengan bantuan minimal artinya anak melakukan 75%-99% dari seluruh aktivitas w Nilai 3 : Dengan bantuan sedang, artinya anak melakukan 50%-74% dari seluruh aktivitas w Nilai 2 : Dengan bantuan maksimal, artinya anak melakukan 25%-49% dari seluruh aktivitas. w Nilai 1 : Dengan bantuan total/ penuh, artinya anak melakukan , 25% dari seluruh aktivitas
147
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Asesmen Fungsi Bladder Definisi Fungsi bladder (lower urinary tract atau LUT) adalah kemampuan kandung kemih dan urethra untuk menampung urin dengan mempertahankan kontinens serta kemampuan mengeluarkan urin melalui miksi yang dikehendaki secara terkontrol. Gangguan fungsi bladder dibagi dalam beberapa tipe: •
Gangguan pada fungsi penampungan urin disebut inkontinensia urine
•
Gangguan pada fungsi pengeluaran urin (miksi) disebut retensio urine
•
Gangguan pada fungsi penampungan dan miksi (tipe campuran)
Tujuan •
Untuk mengetahui penyebab dan tipe gangguan bladder sebagai dasar penetapan terapi
•
Untuk mengetahui tingkat / beratnya gangguan
•
Untuk evaluasi hasil terapi
Jenis Prosedur •
Algorithm asesmen fungsi bladder
•
Pemeriksaan otot dasar panggul dengan EMG-biofeedback
•
Pengukuran volume bladder
•
Voiding diary
•
Ice Water Test
•
Urodinamic study
Indikasi:
148
•
Pasien dengan keluhan inkontinensia urin
•
Pasien dengan keluhan retensio urine
•
Pasien dengan keluhan poliuria, urge, atau stress incontinence
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
•
Pasien dengan keluhan miksi tidak tuntas
•
Pasien dengan cedera medulla spinalis, stroke, gangguan pada susunan saraf pusat
Kontra Indikasi: •
Pasien dengan kesadaran menurun
•
Pasien dengan gangguan pemahaman bahasa atau tidak kooperatif
•
Pasien yang diketahui pasca operasi / radiasi area LUT atau genitalia (precaution)
Efek samping / Komplikasi Tindakan: Untuk beberapa pemeriksaan yang memerlukan kateterisasi bisa terjadi: •
Infeksi saluran kemih atau infeksi bladder
•
Perdarahan per urethra
•
Autonomic dysreflexia (SCI)
Peresepan •
Pasien tidak boleh dalam keadaan kondisi lelah
•
Pasien harus mampu memahami instruksi
•
Pemantauan hasil terapi dilakukan setiap minggu atau tergantung kondisi pasien
Prosedur 1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai 2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
• Memintakan persetujuan secara tertulis (informed consent)
3. Pelaksanaan asesmen 4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka 1. Abrams P, Cardozo L, Khoury S, et al. 4th International Consultation on Incontinence. Paris, 2009: Editions 21 2. Dahlberg A, Perttilä I, Wuokko E, Ala-Opas M. Bladder management in persons with spinal cord lesion. Spinal Cord 2004; 42: 694-8. 3. Doughty DB. Urinary & Faecal Incontinence. Current Management Concepts. 3rd Edition. St. Louis, Mosby 2006 4. Min Chong Chin. Causes and Types of Urinary Incontinence. Epidemiology of Urinary Incontinence in Asia. In: Min Chong Ching editor. Clinical Handbook on the Management Incontinence. 2nd ed. Singapore: Society for Continence. 2001 :13-16 5. Schroder A, Abramp P, Andersson KE, et al. European Association of Urology: Guidelines on Urinary Incontinence 2010. 6. Tanagho A. Anatomy of Genitourinary Tract in Smith’s General Urology 17th Edition. USA, McGraw Hill, 2008. 7. Prentice WE. Therapeutic Modalities in Rehabilitation. 4th ed. New York: Mc GrawHill; 2011
149
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 1 __________________________________________________________________
Pemeriksaan Fungsi Bladder Anamnesis Riwayat penyakit sekarang •
Riwayat penyakit sekarang yang diderita (kongenital dan didapat)
•
Riwayat kelainan neurologis dan kongenital, pengobatan dan komplikasi yang terjadi sebelumnya.
•
Riwayat nyeri atau ketidaknyamanan pada saat miksi
•
Riwayat tindakan penanganan masalah ini sebelumnya ( operatif dan non operatif )
•
Riwayat penanganan masalah ini sebelumnya
•
Gaya hidup seperti merokok, alkohol dan penggunaan obat terlarang
•
Ada nya gejala seperti straining, intermitensi, pancaran melemah, adanya post void drible.
Riwayat penyakit dahulu •
Mencakup masalah medis lainnya seperti diabetes mellitus, insufisiensi vaskuler, penyakit paru kronis , Cerebro Vascular Accident (CVA) sebelumnya dan adanya hipertensi.
•
Riwayat operasi seperti reseksi prostat transuretra, operasi untuk kondisi stress
•
Riwayat kondisi fisik yang mempengaruhi kemampuan fungsional berkemih
•
Riwayat nyeri atau ketidaknyamanan area suprapubik atau perineal
•
Keterbatasan sosisal yang disebabkan oleh karena inkontinensia
•
Riwayat tindakan penanganan masalah ini sebelumnya
incontinence.
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi: •
Pemeriksaan neurologi umum
•
Buli teraba
•
Vulva: prolaps dan kebocoran
•
Penis: stenosis meatus eksternal
•
Pemeriksaan per rectal : tonus sfingter ani
Pemeriksaan neurologis khusus: 1. Pada SCI: dermatoma dan myotoma, tentukan diagnosis medik dan fungsional 2. Reflex-reflex:
• Refleks kremaster (L1-L2),
• Refleks bulbocavernosus (S2-S4),
• Refleks anal (S2-S4).
• Pemeriksaan neurologis karena akar syaraf sakral (S2-S4) menginervasi uretra
eksternal dan sfingter anal.
3. Pemeriksaan kemampuan fungsional
150
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
151
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
152
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2 __________________________________________________________________
Pemeriksaan otot dasar panggul dengan EMG-biofeedback Prosedur pemeriksaan 1. Persiapan kulit: •
Sebelum elektroda ditempelkan, permukaan kulit dibersihkan dari minyak & kulit mati serta rambut yang berlebihan → untuk mengurangi impedansi kulit
•
Rekomendasi : digosok dengan kapas alkohol
•
Hati-hati: jika kulit dibersihkan sampai iritasi, dapat mengganggu perekaman biofeedback
2. Peletakan / aplikasi elektroda: •
Letakkan sedekat mungkin dengan otot yang akan dimonitor untuk meminimalisir
•
Posisi sedemikian rupa sehingga adanya pergerakan kulit tidak mengubah posisi
•
Diletakkan paralel terhadap arah serabut otot yang akan memonitor aktivitas otot
rekaman aktivitas listrik otot-otot lain elektroda terhadap otot dengan lebih baik dan mengurangi rekaman aktivitas luar 3. Seleksi feedback atau output mode, • Visual feedback o Aktivitas Raw ditunjukkan secara visual melalui osiloskop o Aktivitas terintegrasi berupa: garis yang berjalan di layar monitor, lampu yang menyala & mati, atau grafik batang yang dimensinya berubah sebagai respon terhadap sinyal terintegrasi yang masuk o Jika memiliki sejenis meter, sinyal dapat dikalibrasi ke suatu unit yang terukur seperti mikrovolt, atau hanya berupa skala relatif pengukuran → bisa digital atau analog • Audio feedback
o Aktivitas Raw dapat didengar
o Berupa : tone, buzz, beep, atau click
o Peningkatan nada/frekuensi : penguatan kontraksi otot
o Penurunan nada/frekuensi: untuk relaksasi otot
4. Seleksi sensitivitas •
Sensitivitas sinyal dapat diatur pada 1, 10, atau 100 μV
•
Sensitivitas yang lebih rendah digunakan pada re-edukasi otot
•
Secara umum, rentang sensitivitas diatur pada level terendah yang tidak
menimbulkan feedback pada saat istirahat
5. Posisi pasien: tergantung pada tujuan pemeriksaan yang akan dilakukan, posisikan pasien senyaman mungkin
153
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
6. Proses pemeriksaan •
Cara re-edukasi o Kontraksi isometrik maksimal pada otot target ( 6-10 detik); feedback visual & auditori harus maksimum dan dimonitor ketat o Di tiap kontraksi , pasien harus benar -benar mengistirahatkan ototnya, mode feedback berada pada garis dasar atau nol (0), sebelum mulai berkontraksi lagi o Kekuatan kontraksi rata-rata dicatat
•
Cara relaksasi o Posisikan pasien pada posisi relaks yang nyaman o Pilih pengaturan awal sensitivitas yang tinggi, agar setiap aktivitas listrik dapat dideteksi o Pasien diminta mereleksasikan otot target. o Pada saat pasien telah lebih relaks, jarak antar elektroda ditambah dan sensitivitas ditingkatkan, dengan demikian pasien perlu lebih merelaksasikan lebih banyak otot o Catat kemampuan otot relaksasi
154
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 3 __________________________________________________________________
Pengukuran Kapasitas Bladder 1. Persiapan Pemeriksaan •
Waktu Pemeriksaan: w Untuk SCI: pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang telah lewat fase shock w Sebaiknya pemeriksaan dilaksanakan pada malam hari dimana pasien dapat relaks dengan baik tanpa terganggu oleh aktivitas / kegiatan dan suhu ruangan tidak terlalu panas (sekitar 240C) w Tidak dalam pengobatan dengan obat yang mempengaruhi fungsi bladder (relaksan)
•
Peralatan yang diperlukan: w
Gelas yang diberi tanda pada volume air 150 cc
w Nierbecken dan gelas ukur untuk mengukur volume urin. Pada pasien yang belum mobilisasi atau tidak mampu bergerak dapat menggunakan diapers yang telah ditimbang dalam kondisi kering. w Set kateterisasi steril, kateter nelaton dan xylocain gel •
Persiapan Pasien w Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan w Menjelaskan tahapan pemeriksaan w Memintakan persetujuan secara tertulis (informed consent)
2. Prosedur Pemeriksaan • •
Pasien diminta untuk minum 150 cc per jam Pada saat terjadi dribbling (mengompol), urin ditampung dalam niebecken, kemudian volume urin dribble diukur. Pada pasien yang belum mobilisasi, urin dribble yang keluar ditampung oleh diapers kemudian ditimbang kembali. Volume urin drible = Berat (diapers basah-diapers kering) X 1 cc
•
Segera setelah dribbling terjadi, pasien diminta miksi spontan, volume urin yang keluar diukur. Apabila miksi spontan tidak ada, lakukan kateterisasi dan ukur residu urin.
•
Apabila 4 jam setelah minum pertama telah lewat, namun tidak terjadi dribbling ataupun pasien merasakan desakan hebat untuk miksi, maka kateterisasi perlu dilakukan tanpa menunggu lebih lanjut. Ukur volume urin.
3. Penilaian Kapasitas Bladder
Kapasitas Bladder = (Volume urin dribble + volume miksi spontan + volume residu urin) cc
155
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 4 __________________________________________________________________
Voiding diary Nama Pasien : Tanggal :
Pukul
Minum/Cairan
Miksi Spontan
06.00 – 07.00 07.00 – 08.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 11.00 – 12.00 12.00 – 13.00 13.00 – 14.00 14.00 – 15.00 15.00 – 16.00 16.00 – 17.00 17.00 – 18.00 18.00 – 19.00 19.00 – 20.00 20.00 – 21.00 21.00 – 22.00 22.00 – 23.00 23.00 – 24.00 24.00 – 01.00 01.00 – 02.00 02.00 – 03.00 03.00 – 04.00 04.00 – 05.00 05.00 – 06.00 Kesimpulan :
156
Ngompol (Dribling)
Katerisasi
Keterangan
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 5 __________________________________________________________________
Ice Water Test Tujuan pemeriksaan Ice Water Test (IWT) adalah untuk menilai apakah fungsi otot detrusor intak atau tidak, termasuk didalamnya fungsi Sacral Micturition Centre Pemeriksaan IWT: 1. Peralatan:
• Set sterile catheterization
• Folley Catheter 12-14 F
• Xylocain gel
• Tip Catheter 50 cc
• Aqua gelas yang disimpan dalam freezer agar menjadi es
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
• Memintakan persetujuan secara tertulis (informed consent)
• Untuk SCI: pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang telah lewat fase shock
• Sebaiknya pemeriksaan dilaksanakan saat pasien dapat relaks dengan baik
tanpa terganggu oleh aktivitas / kegiatan dan suhu ruangan tidak terlalu panas
(sekitar 240C)
• Tidak dalam pengobatan dengan obat bladder relaksan
• Obat emergensi bila terjadi autonomic dysreflexia
• Pengukuran Kapasitas Bladder
3. Prosedur Pemeriksaan:
• Kosongkan bladder dengan kateter
• Ambil air dari es yang mencair (temperatur sekitar 40C) sebanyak 20-30% dari
volume bladder dengan tip catheter
• Masukan air es tersebut kedalam bladder dengan kecepatan sekitar 200 cc/
menit, kemudian klem ujung kateter dan keluarkan dari bladder.
4. Penilaian hasil:
• Positif kuat: kateter terdorong keluar sebelum dicabut atau air akan menyemprot
keluar dalam waktu 1 menit setelah dimasukkan
• Positif lemah: air akan mengalir keluar dalam waktu 1 menit setelah dimasukkan
• Negatif: setelah 1 menit air tidak keluar
5. Dokumentasikan dan simpulkan hasil asesmen. 6. Catatan: Pemeriksaan ini dapat dilakukan tersendiri dengan metode sederhana, atau bersamaan dengan pemeriksaaan urodinamik. Pada pemeriksaan urodinamik maka reaksi dan tekanan dalam bladder saat dimasukkan stimulus dingin akan termonitor.
157
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 6 __________________________________________________________________
Pemeriksaan Urodinamik pada Neurogenic Bladder Pemeriksaan urodinamik merupakan pemeriksaan fungsi traktus urinarius bagian bawah yang paling objektif. Urodinamik video merupakan gold standard untuk pemeriksaan urodinamik invasif pada pasien dengan NLUTD. Apabila pemeriksaan ini tidak tersedia, maka harus dilakukan filling cystometri yang dilanjutkan dengan pressure flow study. Persiapan Pemeriksaan: •
Untuk SCI: pemeriksaan neuromuskuler lengkap, Asia Impairment Scale (AIS), reflex-
•
Voiding diary minimal 3 hari berturut-turut
•
Free uroflowmetry dan pencatatan residu urin sedikitnya 3 kali
•
Tidak dalam pengobatan dengan obat yang mempengaruhi fungsi lower urinary
Anocutaneal (ACR), reflex Bulbocarvenosus (BCR)
tract (LUT). Obat harus dihentikan minimal 48 jam sebelum pemeriksaan atau harus dipertimbangkan dalam interpretasi hasil pemeriksaan. •
Bladderdan Bowel harus dalam keadaan kosong. Untuk bowel perlu dipersiapkan malam sebelum pemeriksaan terutama pada pasien SCI (neurogenic bowel)
•
Obat emergensi bila terjadi autonomic dysreflexia
Pemeriksaan: 1. Peralatan: • Urodymanic Machine • Set catheterization strile • Folley Catheter 12-14 F • Xylocain gel • Saline hangat • Catheter for UPP with 3 lumens 9F • Catheter for Cystometry 2 lumens 5F -6F with Tieman tip • Rectal catheter 9F • Pump tube set • Tube set for 3 external Pressure sensors • Pressure transducer • EMG electrode • Pump tube extension • Urodynamic pump tube 2. Persiapan Pasien: • Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan • Menjelaskan tahapan pemeriksaan • Memintakan persetujuan secara tertulis (informed consent) 3. Tes Uro-neurofisiologis spesifik Tes ini disarankan sebagai bagian dari pemeriksaan neurologis pasien. Pemeriksaan ini terdiri dari: • Elektromyografi otot dasar panggul, sfingter uretra dan/atau sfingter anal (dalam
158
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
konteks neurofisiologis). • Pemeriksaan konduksi saraf nervus pudendus • Pengukuran latensi refleks bulbocavernosus dan lengkung refleks anal, • Pemicuan refleks dari klitoris dan glans penis • Tes sensorik bladder dan uretra. 4. Jenis Prosedur Pemeriksaan •
Filling Cystometry: Satu-satunya metode untuk kuantifikasi fungsi pengisian, memiliki kegunaan yang terbatas sebagai prosedur tunggal. Tes ini lebih bermakna jika digabungkan dengan urodinamik video. Pemeriksaan ini diperlukan untuk mendokumentasikan status fungsi saluran kemih bagian bawah selama fase pengisian. Bladder harus dalam keadaan kosong saat permulaan pengisian. Kecepatan pengisian harus sesuai dengan kecepatan fisiologi dengan menggunakan cairan saline hangat, karena pengisian yang cepat dengan salin pada suhu ruangan bersifat provokatif. Kemungkinan patologis yang ditemukan: Overaktivitas detrusor, compliance detrusor yang rendah, bladder abnormal, inkotinensia, uretra inkompeten.
•
Detrusor leak point pressure: Pemeriksaan spesifik ini penting untuk memperkirakan resiko kerusakan saluran kemih bagian atas atau kerusakan sekunder bladder. DLPP >40 cmH2O akan berbahaya untuk saluran kemih bagian atas. DLPP merupakan tes skrining, karena tidak memberikan gambaran durasi tekanan tinggi ketika fase pengisian, yang dapat diperkirakan memiliki dampak yang lebih besar pada saluran kemih bagian atas. DLPP yang tinggi memberikan indikasi untuk pemeriksaan lebih lanjut dengan urodinamik video untuk mendokumentasikan terjadinya refluks.
•
Pressure flow study: Pengukuran ini menggambarkan koordinasi antara detrusor dan uretra atau dinding dasar panggul selama fase berkemih. Pemeriksaan ini akan lebih bermakna lagi jika dikombinasikan dengan filling cystometry dan urodinamik video. Dokumentasi fungsi saluran kemih bagian bawah diperlukan saat fase berkemih. Patologis yang mungkin ditemukan: Underactivity/acontractility detrusor, DSD, uretra yang tidak relaksasi, residu urin. Sebagian besar tipe obstruksi yang disebabkan oleh NLUTD adalah karena DSD, uretra yang tidak relaksasi, leher bladder yang tidak relaksasi. Analisis pressure-flow terutama menilai jumlah obstruksi mekanis yang disebabkan oleh kelainan mekanikal dan anatomis yang diturunkan serta memiliki manfaat yang terbatas pada pasien dengan disfungsi saluran kemih bagian bawah neurogenik.
•
Elektromiografi: Untuk mencatat aktivitas sfingter ekstena uretra, otot lurik periuretra, sfingter anal, atau otot lurik dasar panggul. Intepretasi yang benar mungkin sulit dilakukan karena artefak yang ditimbulkan oleh penggunaan alat lain. Pada urodinamik, tes ini berguna sebagai gambaran kasar kemampuan pasien untuk mengontrol otot dasar panggul. Patologis yang mungkin ditemukan: rekrutmen yang tidak cukup terhadap stimuli spesifik (pengisian bladder, kontraksi hiperrefleksif, awal berkemih, batuk, Valsava, dll).
•
Video-Urodinamik: Kombinasi filling cystometry dan pressure flow study dengan pencitraan adalah gold standard untuk pemeriksaan urodinamik pada NLUTD. Patologis yang mungkin ditemukan: Semua yang disebutkan pada cystometri dan pressure flow study, ditambah dengan patologi morfologis LUT dan saluran kemih bagian atas.
159
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Asesmen Neurogenic Bowel Definisi Asesmen disfungsi bowel neurogenik adalah penilaian terhadap gangguan kontrol volunter untuk buang air besar, karena adanya kerusakan pada kontrol saraf autonomik dan somatic, sehingga menimbulkan masalah fecal incontinence (FI) atau kesulitan untuk mengeluarkan tinja ( DWE = Difficulty With Evacuation )
Tujuan •
Mengetahui tipe gangguan defekasi
•
Membantu dalam menentukan bowel care yang efisien dan efektif
•
Mencegah komplikasi
Jenis Prosedur •
Asesmen tanpa alat
w Pemeriksaan fisik
w Bowel diary
•
Asesmen dengan alat
w Anorectal manometry
Indikasi •
Lesi nervus perifer , neuropathy
•
Lesi konus / Kauda
•
Lesi medula spinalis suprasacral infrapontin
•
Lesi serebral suprapontin (parkinson, alzheimer, stroke )
•
Cedera pada saat melahirkan
•
Anorectal trauma atau pasca bedah
Kontra Indikasi •
160
Pasien dengan kesadaran menurun
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
•
Pasien dengan gangguan berbahasa reseptif
•
Pasien dengan gangguan fungsi luhur/kognitif
•
Pasien tidak kooperatif
Efek Samping /Komplikasi Tindakan •
Autonomic dysreflexia
•
Hemoroid
•
Nyeri
•
Luka daerah mukosa anus
Peresepan •
Pasien tidak boleh dalam keadaan kondisi lelah
•
Pasien harus mampu memahami instruksi
•
Pemantauan hasil terapi dilakukan tergantung kondisi pasien
Prosedur /Tatalaksana 1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai 2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
3. Pelaksanaan asesmen 4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka 1. Rodriguez G, King JC, Stiens SA. Neurogenic Bowel Dysfunction and Rehabilitation, In Braddom RL: Physical Medicine and Rehabilitation. 4thEd. Philadelphia : Elsevier Saunders, 2011 : 619 2. Linsenmayer T, StoneJ. Neurogenic Bowel and Bladder in Delisa’s Physical Medicine And Rehabilitation 5th Edition.2010: 1345 3. Doughty DB. Urinary & Fecal Incontinence. Current Management Concepts. 3rd edition. St. Louis, Mosby Elsevier, 2006
161
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 1 __________________________________________________________________
Pemeriksaan untuk Neurogenic Bowel Bahan dan Alat •
Hand schooen
•
Gel
•
Reflex hammer
•
Pin Prick
•
Kapas
Anamnesis: •
Riwayat defekasi: frekuensi, volume dan konsistensi feses, diet serat dan cairan, merasa buang air besar tidak tuntas, kerasnya mengedan saat defekasi, dan gejala lain seperti nyeri perut, kram atau gembung.
•
Riwayat rinci tentang program bowel pasien mencakup pengkajian cairan, diet, aktivitas, medikasi dan aspek bowel care.
•
Riwayat teknik dan outcome bowel care, mencakup jadwal, metode inisiasi (stimulasi kimia atau mekanik), teknik fasilitasi, lama waktu yang dibutuhkan, dan karakteristik feses.
•
Adanya sensasi gastrointestinal atau nyeri, sensasi untuk defekasi, sensasi urgensi dan kemampuan untuk menghindari inkontinens saat aktivitas valsava seperti batuk, tertawa, bersin, dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik: •
Pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis:
w Penyakit saraf: cedera medulla spinalis, Parkinson, stroke
w Penyakit thyroid
•
Tanda malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, kulit pucat, membran mukosa
kering, turgor kulit yang buruk, hipotensi ortostatik dan takikardia.
•
Pemeriksaan Abdomen: inspeksi distensi, hernia, dan kelainan-kelainan lainnya,
perkusi ada atau tidaknya bising usus, dan palpasi masa dan tenderness
•
Pemeriksaan anorektal : inspeksi anus adanya celah orifisium, kontur anus-bokong,
refleks ano-kutan, integritas otot pelvic floor, tonus sphincter, kontraksi sphincter
volunter Pemeriksaan Penunjang
162
•
Laboratorium: darah dan feses
•
Teknik invasif untuk mengukur motilitas traktus gastro intestinal :
w Manometri, mengukur aktivitas kontraktil (tekanan intra luminal)
w Barostat, mengukur tonus atau compliance
w Tensostat, mengukur tekanan dinding
w Elektromiografi, mengukur aktivitas mioelektrik
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2 __________________________________________________________________
Bowel Diary Nama
: ......................................................................................................
Diagnosis : ...................................................................................................... Bulan
: ......................................................................................................
Tanggal
Waktu mulai
Tempat/ Posisi
Metoda
Waktu selesai
Konsistensi Feses
Keterangan
Kesimpulan : ......................................................................................................
163
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 3 __________________________________________________________________
Anorectal Manometry Anorectal Manometry merupakan alat ukur objektif dari sensasi anorektal, rectoanal inhibitory reflex, tekanan yang ditimbulkan oleh sphincter complex dan panjang kanal anal. 1. Persiapan Pemeriksaan •
Peralatan yang diperlukan:
w Alat manometry computerized
w Anorectal manometry catheter
w Rectal balloon
•
Persiapan Pasien
w Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
w Menjelaskan tahapan pemeriksaan
w Memintakan persetujuan secara tertulis (informed consent)
2. Prosedur Pemeriksaan •
Pasien diposisikan pada posisi yang nyaman
•
Masukkan catheter ke dalam rectum melalui anal kanal. Catheter ini berisi transduser
peka terhadap tekanan
•
Ujung akhir bagian rectal dari catheter dihubungkan dengan balon, yang diisi dengan
udara setelah catheter masuk melewati rectum.
•
Pasien diminta untuk memberitahu kapan mulai terasa rectum terisi, saat rectum
terasa penuh dan saat desakan kuat untuk defekasi, dan banyaknya volume udara
yang dimasukkan dicatat.
•
Kemudian balon dikempeskan secara perlahan-lahan.
•
Rektoanal inhibitory reflex dapat dihitung selama tes sensasi rectal, dimana tekanan
anal kanal saat isitirahat turun sebagai respons terhadap distensi rectal
•
Tekanan yang ditimbulkan oleh sphincter complex diukur saat pasien dalam kondisi
“istirahat” diminta untuk mengerutkan sphincter anal eksternal seperti seakan-akan
menahan defekasi atau saat mengedan (melakukan valsava maneuver)
•
Untuk menentukan panjang anal kanal, pertama-tama menentukan area dalam anal
kanal, dimana tekanan istirahatnya paling tinggi. Are tekanan tertinggi ini dihasilkan
oleh sphincter anal internal yang terletak pada anorectal junction. Jarak antara
anorectal junction sampai ke anus merupakan panjang anal kanal, umumnya sekitar
3 cm. Laki-laki lebih panjang daripada wanita.
3. Penilaian Fungsi Bowel • Pada keadaan relaks, tekanan istirahat merupakan tekanan tonus sphincter anal internal sedangkan tekanan saat mengerutkan sphincter merupakan kemampuan kontraktilitas dari sphincter anal eksternal dan otot dasar panggul. Tekanan yang terjadi saat mengedan adalah kemampuan pasien untuk merelaksasi sphincter anal eksternal dan otot-otot dasar panggul saat adanya dorongan ke bawah untuk defekasi. Pada saat ini umumnya tekanan intrarectal meningkat dan secara bersamaan tekanan anal kanal menurun.
164
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
•
Nilai Fisiologis pemeriksaan manometry pada orang normal Parameter
Nilai Normal
Anal Manometry Tekanan saat istirahat
40-80 mmHg
Kontraksi volunteer maksimum
80-160 mmHg
Tekanan saat mengerutkan sphincter
40-80 mmHg (diatas tekanan saat istirahat)
Panjang anal kanal
Wanita: 2,0-3,5 cm Pria
Reflex inhibisi anorectal
: 3,0-4,0 cm
Ada
Sensasi Rectal Sensasi terisi awal
20-40 ml
Sensasi penuh
120-150 ml
Rectal compliance
16,8±2 ml/cm H2O
Catatan: Nilai ini harus disetarakan dengan usia dan jenis kelamin karena kurangnya data normative3
165
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
166
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
167
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur Taping Definisi Taping adalah suatu metode terapi taping pada kulit dengan menggunakan suatu elastic tape. Prinsip kerja dari taping adalah memberikan kesempatan tubuh kita untuk memproses kesembuhan secara alamiah dengan cara meningkatkan fungsi sistim neuromuskuloskeletal dan sirkulasi.
Tujuan Terdapat 5 efek fisiologis dari taping yaitu: terhadap otot, sendi, fascia, sistim sirkulasi atau limfatik, dan kulit. Taping dapat diberikan baik pada fase akut, sub akut maupun kronik dan dapat digunakan sebagai terapi maupun pencegahan. Terdapat 4 fungsi utama Taping yang telah diketahui, yaitu: (Lihat bagan 1) 1. Meningkatkan fungsi otot • Memperbaiki kontraksi otot atau meningkatkan kekuatan otot pada otot yang lemah. • Memberi support pada otot agar tidak cepat lelah • Mengurangi spasme, spastisitas atau kontraksi otot yang berlebihan. • Melindungi otot terhadap kemungkinan suatu trauma. • Meningkatkan LGS. • Mengurangi dan menghilangkan nyeri. 2. Menghilangkan kongesti dan memperbaiki sistim limfatik • Memperbaiki sistim sirkulasi dan limfatik tubuh. • Mengurangi panas berlebihan dan substansi kimia berlebihan dari hasil proses metabolisme tubuh pada jaringan. • Mengurangi peradangan. • Mengurangi nyeri dan perasaan tidak nyaman pada kulit dan otot. 3. Mengaktifasi sistim analgesik endogen • Mengaktifasi sistim inhibisi spinal • Mengaktifasi sistim inhibisi saraf perifer atau descending inhibitory system.
168
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
4. Memperbaiki masalah sendi • Memperbaiki kesegarisan sendi yang disebabkan oleh spasme atau pemendekan otot. • Memperbaiki tonus otot dan abnormalitas fasia pada sendi. • Memperbaiki LGS dan mengurangi nyeri sendi.
Indikasi •
Otot yang memendek, spasme atau kram.
•
Kelemahan otot, drop foot, trendelenburg gait.
•
Muscle imbalance.
•
Hypertropic scar, gangguan LGS karena soft tissues adhesion.
•
Instabilitas sendi, ligament laxity.
•
Tendinitis.
•
Problem postural : skoliosis, kyphosis, hyperlordosis.
•
Edema, limfedema.
Kontra indikasi: Kontra indikasi absolut: •
Tape dipasang pada daerah abdomen wanita hamil.
•
Infeksi kulit yang sedang aktif atau selulitis.
•
Luka terbuka.
•
Deep vein thrombosis (DVT).
Kontra indikasi relatif: •
Diabetes mellitus.
•
Penyakit ginjal.
•
CAD atau ada bruits di arteri karotis.
•
Kulit yang rapuh atau sedang dalam masa penyembuhan jaringan kulit.
Efek Samping/Komplikasi Tidak ada komplikasi yang membahayakan akibat penggunaan taping, komplikasi yang mungkin terjadi dapat berupa kemerahan dan gatal pada kulit karena reaksi alergi (bila ini terjadi, segera lepas tape, biasanya dalam waktu sehari alergi akan hilang dan bila alergi semakin hebat dapat diberikan anti histamin oral atau topikal), dapat juga terasa semakin nyeri terutama bila teknik pemakaiannya salah dan salah asesmen atau diagnosis awalnya.
Prosedur 1. Persiapan peralatan: sesuai dengan jenis prosedur yang akan dilakukan
• Kinesio Tex Gold dengan lebar standar 5 cm.
• Gunting yang tajam.
• Kapas dan alkohol 70% untuk membersihkan daerah yang akan diterapi.
2. Persiapan Pasien
• Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan
• Menjelaskan tahapan tindakan
• Menjelaskan efek samping dari tindakan.
Gambar: Kinesio Tex Gold dengan lebar standar 5 cm.
169
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
3. Pelaksanaan tindakan Yang harus diperhatikan untuk mendapatkan teknik yang benar dan sesuai dalam penggunaan Kinesio Tape adalah: a. Jenis tape standar yang dipergunakan ( tape standar yang direkomendasi adalah kinesio tex gold), cara melepas tape, besarnya tarikan atau tegangan tape yang diaplikasikan (tanpa tarikan atau paper off 10-15%, ringan 15-25%, sedang 2550%, berat 50-75% dan penuh 75-100%, persen disini adalah besarnya tarikan dari kondisi tape tidak ditarik, kedua ujung tape tidak boleh ditarik ), besarnya tarikan ini disesuaikan dengan tujuan terapi apa yang hendak kita capai (untuk inhibisi otot yang tegang dan kondisi akut kita gunakan tegangan ringan, untuk memfasilitasi otot yang lemah dan kondisi kronik kita gunakan tegangan sedang, untuk koreksi mekanik kita gunakan tegangan berat, untuk koreksi fascia kita gunakan tegangan sedang, untuk koreksi tendon atau ligamen kita gunakan tegangan berat atau penuh, untuk koreksi fungsional kita gunakan tegangan penuh, untuk koreksi limfatik kita gunakan tanpa tarikan), bentuk tape (lihat gambar 1) yang disesuaikan dengan area yang akan diterapi (bentuk I, Y, X, jaring, kipas atau donat), arah tarikan tape (untuk inhibisi otot yang tegang dan kondisi akut arah tarikan dari distal ke proksimal atau dari insersi ke origo, sebaliknya untuk fasilitasi otot yang lemah dan kondisi kronik arah tarikan dari proksimal ke distal atau dari origo ke insersi), setelah tape menempel harus digosok untuk mengaktifkan daya lekat tape.
b. Persiapan pasien yang baik, terutama harus melihat ada tidaknya kontraindikasi dan kondisi kulit atau area yang akan diterapi, kulit harus dalam keadaan bersih, tidak berminyak akibat bekas pemakaian krim atau kosmetik yang akan mengurangi daya rekat tape dan efektifitas tape. c. Daerah yang akan diberikan tape harus dalam keadaan teregang penuh dan sendi harus digerakkan dengan LGS penuh. d. Tujuan penggunaan Kinesio Taping, secara garis besar dibagi dua yaitu untuk otot (menginhibisi otot yang tegang atau memfasilitasi otot yang lemah) dan untuk koreksi (koreksi mekanik, koreksi fascia, koreksi tendon, koreksi ligamen, koreksi fungsional atau koreksi limfatik ). Prosedur pelaksanaan: a. Tentukan asesmen atau diagnosis awal berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang lainnya yang sesuai. Jangan lupa menanyakan status alergi penderita. b. Periksa daerah yang akan diberikan tape kemudian bersihkan daerah yang akan diberikan tape dari minyak atau kotoran yang akan menurunkan daya lekat tape, bila penderita mempunyai rambut yang banyak pada daerah yang akan diberikan tape maka dapat dilakukan pencukuran terlebih dahulu.
170
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
c. Pasang tape dengan teknik yang disesuaikan indikasi atau tujuan pemasangan tape. (lihat Lampiran) d. Lakukan reasesmen setelah pemasangan tape dengan melihat bentuk, tekanan dan daya rekat tape setelah dipasang, tanyakan keluhan penderita setelah tape terpasang, bila terdapat reaksi alergi maka tape dapat dilepas, periksa kembali kelainan yang didapat pada saat awal pemeriksaan. e. Berikan edukasi kepada penderita tentang perawatan tape di rumah ; boleh mandi atau kena air, jangan mengeringkan tape dengan hair dryer, biarkan kering sendiri, jangan menggunting atau menarik tape yang akan lepas, bila tape sudah lepas sebagian, segera kontrol ke dokter yang memasangnya, jangan menggunakan krim atau kosmetik di atas tape, pada saat mandi jangan menggosok tape terlalu keras. f. Seluruh prosedur di atas dilakukan baik pada saat awal pertama kali penderita datang maupun setiap kali datang berobat. 4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil tindakan Hasil yang dapat dinilai dari pemakaian Kinesio Taping : 2,3,4
• Derajat nyeri.
• Fleksibilitas dan ekstensibilitas sendi.
• Kekuatan otot.
• LGS.
• Stabilitas sendi.
• Hilangnya peradangan atau bengkak.
• Fungsi berjalan.
• Keseimbangan dan koordinasi.
Daftar Pustaka 1. Kase K, Wallis J, Kase T. Clinical Therapeutic Applications of The Kinesio Taping Method. 2nd ed.Tokyo:Ken Ikai Co.Ltd; 2003.p19-39. 2. Kase K. Illustrated Kinesio Taping. 4th ed. Tokyo:Ken Ikai Co.Ltd; 2003.p6-12. 3. Kinesio Taping Association International, KT1&2 Workbook. 2008.p14-180. 4. Kase K, Stockheimer KR. Kinesio Taping for Lymphoedema and Chronic Swelling. Tokyo:Ken Ikai Co. Ltd;2006.p30-72.
171
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1 __________________________________________________________________
Kinesio Taping Untuk Otot 1. Untuk Inhibisi otot yang tegang, spasme atau memendek (Lihat gambar 2) •
Bentuk potongan tape I atau Y.
•
Besar tarikan tape ringan atau 15-25%.
•
Arah tarikan tape dari distal ke proksimal atau dari insersi ke origo, ujung proksimal dan distal tape tidak boleh ditarik.
•
Area yang diterapi pada saat menempelkan tempat fiksasi awal tape atau yang disebut anchor harus dalam posisi netral kemudian dalam keadaan teregang penuh saat menempelkan tape.
Gambar 2. Kinesio taping bentuk I untuk inhibisi otot dimana arah tarikan tape dari insersi ke origo.2
2. Untuk fasilitasi otot yang lemah (Lihat gambar 3) • Bentuk potongan tape I atau Y. • Besar tarikan tape sedang atau 25-50%. • Arah tarikan tape dari proksimal ke distal atau dari origo ke insersi, ujung proksimal dan distal tape tidak boleh ditarik. • Area yang diterapi pada saat menempelkan tempat fiksasi awal tape atau yang disebut anchor harus dalam posisi netral kemudian dalam keadaan teregang penuh saat menempelkan tape.
Lampiran 2 __________________________________________________________________ Gambar 3. Kinesio taping bentuk I untuk fasilitasi otot dimana arah tarikan tape dari origo ke insersi.2 Gambar 4. Koreksi mekanik dengan bentuk tape Y (a. tegangan pada buntut, b. tegangan pada dasar, dan c. tegangan pada tape) a.
b.
172
Kinesio Taping Untuk Koreksi 1. Koreksi mekanik (Lihat gambar 4) •
Bentuk potongan tape I atau Y.
•
Besar tarikan tape berat atau 50-75%.
•
Teknik pemasangan tape Y dengan tegangan pada buntut atau tegangan pada dasar, tape I dengan tegangan pada 1/3 tengah, ujung proksimal dan distal tape tidak boleh ditarik.
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
c.
2. Koreksi fascia (Lihat gambar 5)
• Bentuk potongan tape Y.
• Besar tarikan tape sedang atau 25-50%.
• Teknik pemasangan tape osilasi dari tepi ke tepi atau panjang dan pendek,
tegangan dapat pada dasar atau pada buntut, ujung proksimal dan distal tape
tidak boleh ditarik.
• Fascia yang akan dikoreksi berada di bawah tegangan pada tape bisa pada
buntut atau pada dasar tergantung luas fascia dan bentuk fascia yang akan
dikoreksi.
Gambar 5. Koreksi fascia dengan bentuk tape Y tegangan pada dasar.2 3. Koreksi space (Lihat gambar 6)
• Bentuk potongan tape I, donut hole, atau web cut.
• Besar tarikan tape sedang atau 25-50% pada pertengahan dasar untuk tape I
• Bentuk potongan tape Y dengan tegangan pada buntut seperti pada koreksi
dan pada 1/3 tengah pada tape donut hole dan web cut. fascia juga dapat digunakan untuk koreksi space.
Gambar 6. Koreksi space (a. bentuk tape I dengan tegangan pada bagian tengah, b. bentuk tape donnut hole dengan tegangan pada bagian tengah)2
173
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
4. Koreksi tendon (Lihat gambar 7)
• Bentuk potongan tape I
• Besar tarikan tape berat atau 50-75%.
• Ujung proksimal dan distal tape tidak boleh ditarik.
• Posisikan tendon dalam keadaan teregang penuh.
Gambar 7. Koreksi tendon achilles.2
5. Koreksi ligamen (Lihat gambar 8)
• Bentuk potongan tape I dengan panjang yang disesuaikan panjang ligamen.
• Besar tarikan tape penuh atau 75-100%.
• Ligamen yang akan dikoreksi berada di bawah tape.
• Ujung proksimal dan distal tape tidak boleh ditarik.
Gambar 8. Koreksi ligamen MCL.2
6. Koreksi fungsional (Lihat gambar 9) • Bentuk potongan tape I, panjang tape adalah disesuaikan dengan sendi yang akan kita koreksi, minimal 4 inci di atas dan di bawah sendi yang akan dikoreksi. • Besar tarikan tape berat atau 50-75%. • Tape dipasang dalam keadaan posisi netral kemudian digerakkan dengan LGS penuh sesuai dengan arah yang kita harapkan, misalnya kita akan membantu dorsofleksi kaki, maka setelah ujung tape pada bagian distal kaki kita tempel, posisikan kaki pada keadaan dorsofleksi penuh kemudian kita tarik tape untuk menempelkan ujung proksimal tape, setelah ujung proksimal tape kita tempel, kita posisikan kaki pada posisi plantar fleksi sambil merekatkan tape, hal ini sebaliknya jika kita akan membantu plantar fleksi. • Ujung proksimal dan distal tape tidak boleh ditarik.
174
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Gambar 9. Koreksi fungsional untuk membantu dorsofleksi kaki. 2
7. Koreksi limfatik 4 (Lihat gambar 10)
• Bentuk potongan tape jaring.
• Besar tarikan tape ringan atau 15-25%.
• Arah tarikan tape menyesuaikan aliran limfatik daerah yang diterapi, anchor
pada daerah proksimal area yang tidak bengkak dan jaring – jaring mengelilingi
daerah yang bengkak.
• Ujung proksimal dan distal tape tidak boleh ditarik. Gambar 10. Koreksi limfatik pada tungkai bawah. 2
175
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur Dry Needling Definisi Dry needling adalah prosedur atau tindakan rehabilitasi medik untuk deaktifasi dan desensitisasi dari trigger point dengan cara berulang-ulang menusukan atau memutar jarum .
Tujuan Untuk mengurangi nyeri secara mekanik dengan memecah nodul fibrotic yang menekan ujung saraf.
Indikasi •
Myofascial trigger point syndrome (MTPS)
Kontra Indikasi •
Kelainan perdarahan (koagulopati, trombositopenia)
•
Dalam terapi antikoagulan
•
Infeksi lokal
•
Imunosupresan
•
Gangguan psikiatri (ansietas, paranoid, schizophrenia)
•
Pasien yang tidak kooperatif, rasa takut
Efek samping / Komplikasi Tindakan
176
•
Post injection soreness
•
Reaksi vasovagal
•
Perdarahan
•
Infeksi
•
Shock anaphilaksis / Neurogenic shock
•
Pneumothoraks
•
Syncope
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Bahan dan Alat •
Lidocaine 1% atau Procain 0,5%
•
Hydrocortisone acetate 25 mg/ml
•
Isotonic saline solution (NaCl 0,9%)
•
Disposable syringe 1ml atau 3ml dengan jarum 25G
•
Disposable needle dengan jarum 25G, 27G atau menggunakan jarum akupuntur
•
Povidone iodine
•
Alcohol swab
•
Gaas steril
•
Plester
•
Sarung tangan (sebaiknya steril)
Prosedur 1. Persiapan peralatan 2. Persiapan Pasien • Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tujuan, manfaat serta efek samping tindakan dry needling • Menjelaskan tahapan tindakan penyuntikan dan otot yang akan disuntik • Meminta pasien / keluarga menanda tangani pernyataan persetujuan tindakan medik • Pemeriksaan tanda vital dan status generalis 3. Pelaksanaan tindakan • Posisikan pasien sesuai dengan otot yang akan dilakukan dry needling, bantu dengan memberikan penyanggah atau bantalan agar pasien rileks dan otot tidak tegang. • Identifikasi trigger point, nodul atau taut band dan beri tanda dengan tepat. (trigger point dapat ditentukan dengan alat dolorimeter atau algometer). • Sterilkan kulit lokasi injeksi mula-mula dengan povidone iodine, kemudian dengan cairan alcohol setiap kali minimal 3 kali usapan • Untuk trigger point yang superficial dapat menggunakan jarum 27G, sedangkan untuk otot yang lebih dalam dapat menggunakan jarum 25G. Jarum tidak boleh ditusukkan sampai habis. • Jepit kulit bagian atas trigger point, taut band atau nodul diantara ibu jari dan jari telunjuk atau antara jari telunjuk dan jari tengah. Jepitan jari mengisolasi nodul atau taut band agar tidak bergeser dari jalur jarum. • Jarum ditusukkan kurang lebih 1 sampai 1,5 cm dari posisi trigger point untuk memfasilitasi arah jarum ke dalam trigger point dengan sudut 30o • Gunakan tehnik “fast-in fast-out” untuk memicu LTR (Localized Twitch Reaction). Kedutan lokal ini bertujuan untuk memperkirakan efektivitas dari tindakan. Setelah menusuk trigger point, pastikan jarum tidak menusuk lumen pembuluh darah. • Lakukan penusukan jarum berulang-ulang sekitar nodul tanpa menarik jarum ke luar., Apabila tindakan dry needling ingin ditambahkan dengan menyuntikan obat anastesi lokal atau obat lainnya, maka suntikan tersebut dapat segera dilakukan setelah tindakan menghancurkan nodul • Tindakan dry needling dapat dilanjutkan ke nodul atau taut band yang lain. • Setelah selesai, lakukan peregangan penuh secara aktif pada otot-otot yang diinjeksi.
177
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
4. Dokumentasi
• Indikasi medik
• Otot-otot yang diterapi dengan dry needling
• Penggunaan lokal anaestesi
• Catat bila ada penyulit atau komplikasi
Evaluasi
• Nyeri berkurang
• Taut band dan nodul menghilang
• Spasme otot berkurang
• Aktivitas fungsional meningkat
Untuk nyeri akut, dry needling dapat dilakukan 2-3 kali per minggu (dengan penusukan pada tempat yang berbeda). Pada fase subakut dapat dilakukan 1 kali per minggu atau per 2 minggu.
Daftar Pustaka •
Lavelle ED, Lavelle W, Smith HS. Myofascial Trigger Points. Journal of Anesthesiology
•
Tan JC. Practical Manual of Physical Medicine and Rehabilitation. Mosby, 1998: 412-
•
Travell JG, Simons DG. Myofascial Pain and Dysfunction. The Trigger Point Manual.
Clin 25 (2007): 841-851 13 Baltimore, William & Wilkins, 1983: 60-61, 83-84
Gambar 1. Gambaran cross-sectional yang menunjukkan palpasi taut band (black ring) dan trigger pointnya (titik merah) yang hanya bisa diakses dari satu arah, seperti pada infraspinatus. A, Kulit didorong ke satu sisi untuk memulai palpasi. B, ujung jari bergeser searah dengan derat otot untuk merasakan tekstur taut band dibawahnya yang menyerupai gumpalan. C, otot didorong ke sisi yang berlawanan saat selesai palpasi.
178
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Gambar 2. Gambaran cross-sectional yang menunjukkan palpasi jepitan taut band (black ring) dan trigger pointnya (titik merah). Palpasi jepitan digunakan pada otot yang dapat diangkat diantara jari-jari, seperti sternoclidomastoid, pectoralis major, dan latissimus dorsi. A, serabut otot dijepit dengan ibu jari dan jari-jari lain. B, taut band yang keras akan terasa dengan jelas saat jari-jari melewatinya. Perubahan sudut phalang distal membuat membentuk gerakan maju mundur yang akan memperjelas detail taut band. C, ujung taut band dapat ditentukan dengan jelas saat terlepas dari antara jari-jari, biasanya disertai dengan respon kedutan local.
Gambar 3. Gambar cross-sectional palpasi untuk melokalisasi taut band dan menfiksasi trigger point untuk injeksi. A dan B, menggunakan tekanan bergantian antara 2 jari untuk mengkonfirmasi lokasi taut band. C, memposisikan taut band di pertengahan antara dua jari untuk injeksi trigger point yang terdapat di dalam taut band.
179
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur Spray and Strech Definisi Spray dan Stretch adalah suatu prosedur tindakan rehabilitasi medik yang digunakan untuk mengatasi nyeri akibat spasme otot dan atau trigger point (TP) yang aktif. Yang dimaksud dengan trigger point adalah area sensitif pada otot, fascia, tendon, ligament, periosteum atau pericapsular, yang pada saat ”aktif” menyebarkan nyeri pada area tertentu lainnya atau area nyeri rujukan.
Tujuan Spray and stretch terapi bertujuan untuk mencapai relaksasi dari otot yang spasme atau area trigger point melalui efek dingin dari vapocoolant yang secara tidak langsung menghambat nyeri dan reflex regang spinal, yang secara reflektif merelaksasi otot dan memudahkan dilakukannya terapi peregangan.
Indikasi •
Spasme otot
•
Tender spot area
•
Myofascial trigger point syndrome (MTPS)
•
Fibromyalgia
Kontra Indikasi •
Penderita dalam keadaan tidak sadar
•
Adanya luka dikulit / infeksi
•
Adanya oedema
•
Dugaan fraktur, dislokasi sendi
Efek Samping/Komplikasi
180
•
Dapat terjadi patah tulang
•
Dapat terjadi dislokasi sendi
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Bahan dan Alat Vapocoolant spray yang digunakan: •
Aethylchlorida
•
Fluorimethan Fluorimethan lebih aman karena tidak mudah terbakar, tidak mudah meledak dan
secara kimia stabil, tidak beracun dan tidak mengiritasi kulit
Prosedur Tindakan 1. Persiapan peralatan 2. Persiapan Pasien
• Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan
• Menjelaskan tahapan tindakan
• Menjelaskan efek samping dan komplikasi dari tindakan
• Pasien tidak boleh merasa terlalu dingin, bagian yang tidak diterapi diselimuti
atau sebelumnya diberi kompres panas.
• Pastikan pasien tidak dalam keadaan lapar atau hipoglikaemi
• Periksa adakah keterbatasan gerak dan aktivitas yang terganggu
3. Pelaksanaan tindakan
• Pasien di posisikan pada posisi nyaman dan relaks
• Penentuan otot-otot yang spasme atau otot dimana terdapat trigger points yang
aktif dan otot nyeri rujukan
• Fiksasi salah satu ujung otot sehingga tekanan dapat dilakukan pada ujung otot
yang lain, agar dapat diregang secara pasif.
• Lindungi area mata bila menyemprot di daerah wajah
• Pegang vapocoolant spray setinggi 45 cm dari kulit, arahkan semprotan dengan
• Vapocoolant spray di semprotkan parallel satu arah dengan serabut otot,
dengan kecepatan semprotan sekitar 10 cm per detik. Bersamaan dengan
menyemprot vapocoolant lakukan peregangan secara pasif selama 30 detik
perlahan-lahan dengan tekanan tetap. Semprotan harus diberikan dimulai dari
tempat perlekatan otot diatas trigger points dan melewati reference zone.
• Kemudian hangatkan kulit dengan hot moist pack untuk beberapa menit, diikuti
membentuk sudut tajam 300dengan permukaan kulit.
oleh latihan peregangan sendi secara aktif dan perlahan-lahan oleh pasien
sampai mencapai lingkup gerak sendi penuh. Peregangan otot sebaiknya dilakukan
bersamaan dengan ekspirasi pernafasan
• Proses ini dapat diulang sampai 5 kali.
• Bila kulit sudah kembali hangat, prosedur spray and stretch dapat kembali diulang.
4. Mendokumentasikan hasil tindakan
Penilaian •
Berkurangnya nyeri, dan spasme otot
•
Hilangnya nodul dan taut band area trigger
Daftar Pustaka 1. Tan JC. Practical Manual of Physical Medicine and Rehabilitation. Mosby, 1998: 412-22 2. Travell JG, Simons DG. Myofascial Pain and Dysfunction. The Trigger Point Manual.
Baltimore, William & Wilkins, 1983
181
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Tehnik Spray and Stretch pada area kepala dan leher
182
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Tehnik Spray and Stretch pada area kepala dan leher
183
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Tehnik Spray and Stretch pada area batang tubuh
184
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Tehnik Spray and Stretch pada area ekstremitas atas
185
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Tehnik Spray and Stretch pada area ekstremitas atas
186
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Tehnik Spray and Stretch pada area ekstremitas bawah
187
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Tehnik Spray and Stretch pada area ekstremitas bawah
188
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur Injeksi Muskuloskeletal Definisi: Injeksi muskuloskeletal merupakan salah satu tindakan dalam tata laksana komprehensif nyeri dan inflamasi pada sistem muskuloskeletal dalam konteks kedokteran fisik dan rehabilitasi.
Tujuan: •
Mengurangi inflamasi muskuloskeletal sehingga memperbaiki fungsi gerak dan
mengoptimalkan latihan dan tindakan terapi fisik.
•
Menggurangi, menghilangkan rasa nyeri akut atau kronik
Jenis Prosedur •
Tendinitis Bicipitalis
•
Tendinitis otot gelang bahu (Rotator Cuff tendinitis)
•
Epikondilitis lateral atau Tennis Elbow
•
Epikondilitis Medial atau Golfer Elbow
•
Bursitis olecranon.
•
Tenosinovitis De Quervain
•
Arthritis sendi carpometacarpal I
•
Trigger finger
Indikasi •
Inflamasi pada sistem musculoskeletal (tendon, bursa, dan sendi)
Kontra Indikasi •
Adanya infeksi kulit pada sekitar tempat injeksi
•
Gangguan koagulasi atau kecenderungan perdarahan
•
Diabetes mellitus yang tidak terkontrol
189
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Efek Samping/Komplikasi •
Rupture tendon
•
Nyeri
•
Infeksi
•
Atrofi jaringan lunak
•
Depigmentasi (akan hilang dalam waktu 6-12 bulan)
•
Alergi
Peresepan •
Triamcinolone acetonide 20 mg, methylprednisolone 40 mg atau hydrocortisone
acetate 20 mg
•
Lidocain 1% 4ml
Bahan dan Alat -
Jarum & Spuit Disposible
-
Sarung tangan
-
Alkohol & Betadine
-
Lidokain
-
Steroid
-
USG musculoskeletal
Prosedur - Manual
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda tindakan yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
•
Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan
•
Menjelaskan tahapan tindakan
•
Menjelaskan efek samping tindakan
3. Pelaksanaan tindakan
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil tindakan.
-
Ultrasound Guided
1. Persiapan peralatan: USG musculoskeletal dan sesuai dengan metoda
tindakan yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
•
Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan
•
Menjelaskan tahapan tindakan
•
Menjelaskan efek samping tindakan
3. Pelaksanaan tindakan
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil tindakan.
Daftar Pustaka 1. Arnold W, Fullerton DSP, Holder S, May CS. Viscosupplementation: Managed care issued for osteoarthritis of the knee. J Manag Care Pharm 2007; 13(4)(suppl): S3-S19. 2. Buckwalter JA, Einhorn TA, Mandelbaum BR, Stoller DW. OA today and tomorrow: Maintaining function with early intervention. Available et url: http://www.medscape. org/viewarticle/436984. Cited at: 17 June 2011
190
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
3. Silver T. Joint and soft tissue injection. 4th ed. Oxford: Radcliffe Publishing ltd 2007: 71-76. 4. Wen DY. Intra-articular Hyaluronic Acid injections for knee Osteoarthritis. Am Fam Physician 2000; 62: 565-70, 572 5. Marshall. KW. Opposing views in the treatment of OA of the knee: The Case for aggressive viscosupplementation in the treatment of knee OA. Medcape Orthopaedic Education. Available at url: http://www.medscape.org/ viewarticle/416506_4. Cited at: 17 June 2011 6. Spitzer AI, Arnold W. Viscosupplementation for Osteoarthritis of the knee: Strategies to improve patient outcomes. Medcape Orthopaedic Education. Available at url: http://www.medscape.org/viewarticle/581361. Cited at: 17 June 2011. 7. Zuber TJ. Knee joint aspiration and injection. Am Fam Physician 2002;66:1497500,1503-4,1507,1511-2 8. Wittich CM, Ficalora RD, Beckman TJ. Musculoskeletal injection. Mayo Clin Proc 2009; 84 (9): 831-837. 9. Cardone DA, Tallia AF. Diagnostic and therapeutic injection of the hip and knee. Am Fam Physician 2003;67:2147-52. 10. Saunders S, Longtworth S. Injection techniques in orthopaedic and sport medicine. 3rd ed. London: Elsevier Churchill Livingstone, 2006: 102-103. 11. Jackson DW, Evans NA, Thomas BM. Accuracy of needle placement into the intraarticular space of the knee. JBJS 2002; 84:1522-1527 12. Chaves-Chiang et al. The highly accurate anteriolateral portal for injecting the knee. Sport Medicine, Arthroscopy, Rehabilitation, Therapy & Technology 2011, 3: 6 . Cuccurullo J. S, Brown D, Petagna Platt H, Strax T E.Musculoskeletal injection skills competency in physical medicine and rehabilitation residents : A method for development and asseeement.Am J Phys.Med .Rehabil 2004; 83:479-485. 13. Anderson BC. Guide to arthrocentesis and soft tissue injection. Elsevier Saunders,
2005.
14. George LV, Han KJ. Gillian HA, Dana J. Fam’s musculoskeletal examination and joint injection techniques. Mosby, 2010. 15. Sauders S, GordonC. Injection Techniques in orthopedic and sport medicine.WB Saunders, 2005. 16. Waldman. Atlas of Pain management injection techniques,2nd ed. WB Saunders, 2007. 17. Nicholas WE, James RN. Injection procedures in physical medicine and rehabilitation. Ed: DeLisa JA. Lippicott William & Wilkins, 2010. 18. Gerard VP, Wiliam G. Injection of peripheral joint, bursa, tendon sheaths and tendon insertions. In: PM&R Secret 3rd ed. Mosby, 2008. 19. Cuccurullo JS. Physical medicine and rehabilitation board review. Demos medical publishing. 20. Gross JM, Fetto J, Rosen E. Musculoskeletal examination 3rd ed. Willey Blackwell, 2009.
191
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1 __________________________________________________________________
Injeksi Pada Tendinitis Bicipitalis Merupakan inflamasi tendon bicep longus akibat friksi mekanik dan iritasi tendon saat bergerak pada bicipital groove anterior humerus. Aktivitas mengangkat lengan membuat perubahan spectrum patologis termasuk diantaranya inflamasi, rupture mikro, inflamasi kronis, perubahan degenerasi mucoid dan rupture tendon. Faktor resiko terjadinya rupture tendon yaitu perubahan degenerasi mucoid. Cedera saat mengangkat beban berat, usia lebih dari 62 tahun serta riwayat tendinitis berulang. Gejala nyeri pada bahu anterior, saat fleksi bahu dan aktivitas mengangkat yang melibatkan fleksi siku, bertambah saat aktivitas, masih merasakan nyeri saat istirahat malam hari. Sering disertai tendinitis supraspinatus atau “impingement syndrome”. Mengeluhkan sensasi seperti dicubit di sisi lateral lengan atas saat mengangkat tangan. Pemerikasaan fisik speed test dan yeargason test dan test untuk memastikan adanya impingement supraspinatus. Peresepan Triamcinolon 40 mg dalam 1-2 ml lidocain 0,5% dengan jarum 1,5 inch 25G. Tehnik •
Posisikan lengan pada supinasi, bahu rotasi eksternal 45 derajat.
•
Di sisi lateral procesus coracoids terdapat tuberositas minor, kemudian cari insersi
tendon bicipital pada alur bicipital.
•
Tusukkan jarum sampai menyentuh periosteum, tarik sedikit, kemudian injeksikan,
jangan sampai ada tahanan. Hindari injeksi pada tendon.
•
Jangan lakukan aktivitas mengangkat tangan sampai 3 hari pertama pasca injeksi.
Hindarkan atau batasi gerakan mengangkat beban dan mengangkat tangan keatas
192
kepala jika masih sakit. Latihan beban pendulum dimulai hari ke 4.
•
Injeksi dapat diulang 6 minggu kemudian jika perbaikan hanya 50%.
•
Pasien dapat kembali ke aktivitas biasa atau olah raga jika tonus otot sudah normal.
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2 __________________________________________________________________
Injeksi Pada Tendinitis Rotator Cuff Di awali dengan mikrotrauma pada muskulotendinous bahu (otot supraspinatus dan infraspinatus), Predisposisi adalah gerakan yang berulang yang meliputi gerakan mengangkat tangan, menarik, mendorong, mengangkat dengan lengan terlalu teregang. Hal ini akan menekan dan mengiritasi tendon (subacromial impingement). Gejala yang ditemukan adalah tidak dapat fleksi dan rotasi eksternal jika terjadi tendinitis infraspinatus, keterbatasan abduksi jika tendinitis supraspinatus. Pemeriksaan fisik meliputi test drop arm positif untuk rotator cuff tear komplit, tes Jobe untuk supraspinatus, tes Horn blower untuk otot infraspinatus, tes Neer and Hawkin untuk shoulder impingement syndrome (tendon supraspinatus dengan coracoacromial ligament), tes Gerber subcoracoid untuk impingement test( antara rotator cuff dengan processus coracoid). Peresepan 20 mg triamcinolone dan 1% lidocain dalam 4 cc dengan syringe 5 ml jarum 1,5 inchi 21G Teknik •
Cari sisi lateral acromion pada titik tengah dan tusukkan jarum sedalam 1 inci,
berjalan paralel dengan sudut acromion kearah bursa subacromion.
•
Jika dijumpai halangan saat jarum masuk tarik sedikit hindari periosteal ataupun
tendon. •
Jangan melakukan gerakan mengangkat, mendorong, menarik dan memberi
tekanan langsung pada bahu untuk 3 hari pasca injeksi. Latihan peregangan
pendulum dimulai hari ke 4.
•
Gerakan mengangkat dapat dimulai saat sakit berkurang. Latihan atau aktivitas
biasa dapat dilakukan sampai tonus membaik 75%
193
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 3 __________________________________________________________________
Injeksi Pada Epikondilitis Lateralis (Tennis Elbow) Merupakan cedera tendon extensor (biasanya Extensor carpi radialis brevis), akibat gerakan menggenggam yang berlebihan dan berulang seperti mengangkat, memaku, memeras sehingga menyebabkan robekan mikro. Inflamasi sekunder dapat menjadi kronis karena pengunaan terus menerus. Pemeriksaan dengan tennis elbow test. Peresepan Triamcinolone 10 mg, dalam 0,75 ml lidocaine 2% jarum 25 G.0,5 inchi Tehnik •
Pasien duduk dengan siku disangga pada sudut yang tepat dan lengan bawah dalam posisi supinasi (fleksi siku 90 derajat)
•
Temukan facet sebelah anterior pada epicondyle lateral, tetapkan area nyeri, Tusukkan jarum sejajar dengan cubital crease tegak lurus terhadap facet sampai menuju tulang, tarik sedikit, masukkan cairan kedalam tendon tersebut (injeksikan). Jangan di injeksi jika ada halangan.
•
Istirahat 10 hari pasca injeksi, jika ingin mengangkat beban sebaiknya dalam posisi lengan supinasi, sehingga yang bekerja adalah otot fleksor.
•
Setelah 1 minggu dapat dimulai latihan peregangan otot ekstensor. Latihan penguatan otot dimulai jika tidak nyeri saat ekstensi .
Ultrasound guided
194
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 4 __________________________________________________________________
Injeksi Pada Epikondilitis Medialis (Golfer Elbow) Merupakan cedera tendon fleksor terutama tendon fleksor carpi radialis brevis karena penggunaan berlebihan seperti gerakan memeras, mengangkat, memukul serta aktivitas olahraga. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri pada medial siku, nyeri pada gerakan resistif fleksi pergelangan tangan dan pronasi lengan. Peresepan Triamcinolone 10 mg dalam 0,75 ml lidocaine 2 %, jarum 25G 0,5l ml Tehnik • Pasien duduk dengan tangan posisi ekstensi. • Temukan facet antara tendon fleksor pada origonya di epicondilus medialis, tetapkan area nyeri, kemudian tusukkan jarum tegak lurus sampai menyentuh tulang, tarik, lalu suntikkan secara pepperin (dibagi beberapa tempat). • Istirahatkan selama 1 minggu kemudian lakukan latihan peregangan dan latihan penguatan otot. • Injeksi dapat diulang setelah 6 minggu.
195
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 5 __________________________________________________________________
Injeksi Pada Bursitis Olecranon Merupakan inflamasi kantong bursa yang terletak antara prosesus olecranon ulna dan kulit diatasnya. Biasanya disebabkan oleh trauma tekan berulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan dan bengkak di belakang siku dan nyeri pada gerakan siku saat fleksi pasif dan ekstensi resistif. Peresepan Triamcimnolone 20 mg dengan jarum 23G 1 inchi syringe 2 ml. Teknik
196
•
Pasien duduk dengan siku fleksi 90 derajat
•
Tetapkan pusat nyeri bursa, masukkan jarum dan suntikkan.
•
Istirahatkan dan hindari tekanan pada sendi siku selama 1 minggu
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 6 __________________________________________________________________
Injeksi Pada Tenosinovitis De Quervain Merupakan inflamasi tendon ekstensor pollicis brevis dan abductor pollicis longus. Predisposisi adanya gerakan menggenggam berulang dan tidak biasa sehingga menyebabkan gesekan dan iritasi tendon pada snuff box dimana tendon tersebut melewati distal radi. Pada pemerikasaan fisik didapatkan nyeri pada regio procesus styloid radialis dan pangkal ibu jari. Nyeri saat resistif abduksi dan ekstensi ibu jari, fleksi pasif ibu jari. Peresepan Triamcinolone 10 mg, dengan lidocain 2% 0,75 ml dengan syringe 1 ml jarum 25 G 0,5”. Tehnik
•
Syringe
Needle
Kenalog 40
Lidocaine
Total volume
1 ml
2500.5 inch (16 mm) orange
10 mg
0.75 ml 2%
1 ml
Posisikan tangan secara vertikal (tegak lurus) dengan ibu jari agak fleksi, identifikasi gap antara dua tendon pada basis metakarpal I (dua tendon), kemudian tusukkan jarum tegak lurus kedalam gap dan arahkan ke proksimal diantara tendon-tendon lalu suntikkan jarum diantara ke dua tendon.
•
Masukkan cairan sebagai bolus ke dalam tendon sheath
•
Istirahatkan dan hindari gerakan yang menyebabkan nyeri selama 1 minggu. Harus diberikan penjelasan pada pasien yang kurus tentang kemungkinan terjadinya depigmentasi dan atropi pada tempat injeksi.
needle
Ultrasound guided
197
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 7 __________________________________________________________________
Injeksi Pada Arthritis Sendi Carpometacarpal I Merupakan arthritis sendi ibu jari. Osteoartritis merupakan penyebab arthritis yang sering dijumpai. Nyeri, bengkak dan deformitas tulang terjadi antara artikulasi metacarpal dan trapezium. Pada kasus kronis dapat terjadi hilangnya tulang rawan sendi, terbentuknya osteofit dan subluksasi tulang metacarpal. Dapat terjadi gangguan fungsi menggunakan pensil atau membuka botol. Dari pemeriksaan fisik didapatkan. •
Watson stress test : jari posisi ekstensi, dengan dorsum manus di atas meja. Dorong
ibu jari kearah meja, test dinyatakan positife jika sakit.
•
Nyeri saat aduksi pasif ibu jari dan tidak dapat diektensikan secara pasif.
Peresepan Triamcinolone 10 mg dalam 0,75 ml lidocaine 2% dengan syringe 1 ml jarum 25G 0,5” Tehnik •
Pasien dengan posisi tangan ditengah dan ibu jari ke atas.
•
Cari celah antara metacarpal dan trapezium. Tusukkan jarum pada celah tersebut dan
suntikkan. •
198
Pasca injeksi, jari dapat digerakkan sesuai toleransi nyeri.
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 8 __________________________________________________________________
Injeksi Pada Trigger Finger Merupakan inflamasi tendon flexor digitorum superficialis, yang disebabkan oleh tekanan berulang pada caput tulang metacarpal. Jika hal ini berlangsung kronis akan menyebakan penebalan tendon, sehingga menyebabkan gerakan jari terhambat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri saat gerakan fleksi dan ekstensi, kadang disertai gerakan jari terhenti sesaat/macet. Bisa didapatkan nodul tendon pada dasar jari. Peresepan Triamcinolone 10mg dengan 0,25 ml lidocaine 2% 1 ml dengan syringe 1 ml jarum 25G 0,5“ Tehnik •
Pasien dengan telapak tangan terbuka, temukan tendon nodul yang sakit.
•
Tusukkan jarum sampai jaringan subkutan, injeksikan, jika sulit jangan dipaksakan
karena kemungkinan akan masuk ke dalam tendon.
•
Tidak ada pembatasan gerakan setelah injeksi, hindarkan tekanan pada area
metacarpophalangeal tersebut.
needle
Ultrasound guided
199
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur Injeksi Botulinum Toxin Definisi Injeksi botulinum toxin (BT) adalah tindakan pengobatan dengan cara menyuntikkan obat botulinum toxin secara langsung ke dalam otot untuk tujuan medik
Tujuan Untuk mencapai relaksasi otot dengan melakukan blokade kimiawi pada neuromuscular junction
Indikasi •
Spastisitas fokal
•
Spasme otot
•
Nyeri
Kontraindikasi •
Ibu hamil
•
Hipersensitivitas
•
Usia kurang dari 6 bulan
•
Luka atau infeksi di tempat suntikan
•
Hipertermia
•
Alergi terhadap botulinum toxin
Efek samping / Komplikasi •
Kelemahan pada otot selain otot target, dapat berakibat relaksasi general otot
skelet, paralisis diaphragma dan otot pernafasan yang lain
•
Alergi terhadap komponen dari obat
Peresepan Botulinum toxin kemasan 100 unit atau 50 unit
200
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Bahan dan Alat •
Obat injeksi botulinum toxin
•
NaCl 0,9% untuk pelarut obat injeksi
•
Disposable syringe 5 ml
•
Disposable syringe 1 ml
•
Disposable needles 25 G atau 27 G
•
Alkohol swab
•
Gaas steril
•
Sarung tangan (sebaiknya steril)
Prosedur 1. Persiapan peralatan 2. Persiapan Pasien
• Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tujuan, manfaat serta efek
• Menjelaskan tahapan tindakan penyuntikan dan otot yang akan disuntik
• Meminta pasien / keluarga menanda tangani pernyataan persetujuan tindakan
samping suntikan botulinum toxin
medic
• Pemeriksaan tanda vital dan status generalis
3. Persiapan obat suntik
• Encerkan obat botulinum toxin dengan NaCl 0,9% . Untuk otot yang besar 100 unit
botulinum botox dapat diencerkan dengan 4 cc, untuk otot yang kecil diencerkan
dengan 2-2,5 cc.
• Pengenceran harus dilakukan secara perlahan-lahan (jangan dikocok) agar tidak
terjadi gelembung udara dalam flacon
• Agar obat tercampur dengan baik, flacon digerakkan membentuk angka 8
perlahan di atas meja
4. Pelaksanaan tindakan
• Identifikasi otot–otot yang akan di suntik serta dosisnya oleh dokter yang akan
• Posisikan pasien sesuai dengan otot yang akan disuntik, berikan penyanggah atau
melakukan injeksi botulinum toxin bantalan agar pasien relaks dan otot tidak menjadi tegang
• Tetapkan titik suntikan atau menggunakan USG guidance
• Sterilkan kulit lokasi injeksi dengan alcohol swab, biarkan mengering dan usap
dengan gaas steril
• Aplikasikan krim lokal anestesi dapat dilakukan pada titik suntik 20 menit sebelum
• Lakukan penyuntikan botulinum toxin sesuai dosis yang ditetapkan pada titik
• Lakukan observasi selama 30 menit setelah penyuntikan untuk kemungkinan
suntikan dilakukan (untuk pasien anak-anak) suntik di otot. Arah suntikan dapat tegak lurus atau horizontal otot yang dituju. penyulit seperti alergi atau hipersensivitas.
5. Dokumentasi
• Indikasi medik
• Otot-otot yang disuntik dan dosis botulinum toxin yang disuntikkan di setiap otot
• Catat bila ada penyulit atau komplikasi
201
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Gambar: Beberapa contoh injeksi Botulinum Toxin
Evaluasi Evaluasi hasil injeksi BT dilakukan 7-10 hari setelah penyuntikan, karena penurunan tonus otot akibat penyuntikan botulinum toxin baru mulai manifest 3 hari setelah penyuntikan dan mencapai puncaknya 10 hari setelah penyuntikan.
Kesimpulan Penyuntikan Botulinum toxin diberikan untuk menurunkan tonus otot yang mengalami spastisitas terbatas pada otot yang disuntik dengan Botulinum toxin. Efek obat hanya bertahan sekitar 4-6 bulan.
Daftar pustaka 1. Morales T . Procedures in Physical Medicine and Rehabilitation. 2nd ed, Elsevier, 2005 2. Lennard TA. Physiatric Procedures in clinical practice. Hanley& Belfus, 1995 3. Dressler D. Botulinum Toxin Therapy. Georg Thieme Verlag, 2000
202
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur Injeksi Intra-artikular Definisi Injeksi intra artikular merupakan salah satu tindakan dalam tata laksana komprehensif nyeri muskuloskeletal dalam konteks kedokteran fisik dan rehabilitasi.
Tujuan •
Mengurangi inflamasi muskuloskeletal dan saraf sehingga memperbaiki fungsi
gerak dan mengoptimalkan latihan dan tindakan terapi fisik.
•
Menggurangi, menghilangkan rasa nyeri akut atau kronik
•
Viskosuplementasi sendi
Jenis Prosedur •
Injeksi intra-artikular sendi lutut
•
Kapsulitis kronis (Frozen Shoulder)
•
Nyeri sendi Acromionclavicula .
Indikasi •
Injeksi intra artikular berupa kortikosteroid sering digunakan untuk menangani nyeri akut pada sendi, terutama pada penderita dengan inflamasi lokal dan efusi sendi.
•
Injeksi asam hyaluronat perlu dipertimbangkan pada penderita OA lutut dengan gejala yang bermakna yang tidak membaik dengan terapi standard farmakologi dan non farmakologi atau tidak bisa mentoleransi dengan terapi tersebut (misal ada problem gastrointestinal pada pemberian obat anti inflamasi).
Kontra Indikasi •
Adanya osteomielitis atau infeksi kulit pada sekitar tempat injeksi
•
Hemarthrosis
•
Peradangan sendi/septic arthritis
203
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
•
Dalam beberapa hari ke depan akan dilakukan TKR
•
Fraktur osteokondral
•
Selulitis periartikular
•
Diabetes mellitus yang tidak terkontrol
•
Plaque psoriasis pada tempat injeksi
•
Gangguan koagulasi atau kecenderungan perdarahan
Efek Samping/Komplikasi: •
Lokal:
w Atrofi jaringan lunak
w Depigmentasi (akan hilang dalam waktu 6-12 bulan)
w Inflamasi
w Rupture tendon
w Nyeri
•
Sistemik:
w Kulit kemerahan,
w Haid tidak lancar
w Miopati
w Gangguan toleransi glukosa
w Osteoporosis
w Atropati steroid
w Supresi adrenal (dosis tinggi dan jarang timbul pada injeksi lokal)
•
Alergi: Gejala awal kemerahan (flushing), kesemutan dan urtikaria. Gejala awal ini bisa saja tidak muncul. Gejala dari alergi berat; sesak (wheezing), dada terasa penat, nyeri abdomen, nausea dan muntah, dilanjutkan kegagalan sirkulasi, cardiac arrest dan kematian.
Peresepan •
Triamcinolone acetonide 20 mg, methylprednisolone 40 mg atau hydrocortisone acetate 20 mg
•
Lidocain 1% 4ml dengan jarum 21G 1,5 inchi total 5 ml.
•
Kortikosteroid injeksi dapat digunakan sebagai mono terapi atau dikombinasikan dengan terapi sistemik berupa analgesik, NSAID atau COX-2 inhibitor. Aspirasi maupun injeksi sendi harus menggunakan teknik aseptik.
•
Asam Hyaluronat
Bahan dan Alat
204
•
Jarum & Spuit Disposible
•
Sarung tangan steril
•
Alkohol & Betadine
•
Kasa steril
•
USG musculoskeletal
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur •
Manual
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda tindakan yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
w Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan
w Menjelaskan tahapan tindakan
w Menjelaskan efek samping tindakan
3. Pelaksanaan tindakan
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil tindakan.
•
Ultrasound Guided
1. Persiapan peralatan: USG musculoskeletal dan sesuai dengan metoda
tindakan yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
w Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan
w Menjelaskan tahapan tindakan
w Menjelaskan efek samping tindakan
3. Pelaksanaan tindakan
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil tindakan.
Daftar Pustaka 1. Arnold W, Fullerton DSP, Holder S, May CS. Viscosupplementation: Managed care issued for osteoarthritis of the knee. J Manag Care Pharm 2007; 13(4)(suppl): S3-S19. 2. Buckwalter JA, Einhorn TA, Mandelbaum BR, Stoller DW. OA today and tomorrow: Maintaining function with early intervention. Available et url: http://www. medscape.org/viewarticle/436984. Cited at: 17 June 2011 3. Silver T. Joint and soft tissue injection. 4th ed. Oxford: Radcliffe Publishing ltd 2007: 71-76. 4. Wen DY. Intra-articular Hyaluronic Acid injections for knee Osteoarthritis. Am Fam Physician 2000; 62: 565-70, 572 5. Marshall. KW. Opposing views in the treatment of OA of the knee: The Case for aggressive viscosupplementation in the treatment of knee OA. Medcape Orthopaedic Education. Available at url: http://www.medscape.org/ viewarticle/416506_4. Cited at: 17 June 2011 6. Spitzer AI, Arnold W. Viscosupplementation for Osteoarthritis of the knee: Strategies to improve patient outcomes. Medcape Orthopaedic Education. Available at url: http://www.medscape.org/viewarticle/581361. Cited at: 17 June 2011. 7. Zuber TJ. Knee joint aspiration and injection. Am Fam Physician 2002;66:1497500,1503-4,1507,1511-2 8. Wittich CM, Ficalora RD, Beckman TJ. Musculoskeletal injection. Mayo Clin Proc 2009; 84 (9): 831-837. 9. Cardone DA, Tallia AF. Diagnostic and therapeutic injection of the hip and knee. Am Fam Physician 2003;67:2147-52. 10. Saunders S, Longtworth S. Injection techniques in orthopaedic and sport medicine. 3rd ed. London: Elsevier Churchill Livingstone, 2006: 102-103. 11. Jackson DW, Evans NA, Thomas BM. Accuracy of needle placement into the intraarticular space of the knee. JBJS 2002; 84:1522-1527 12. Chaves-Chiang et al. The highly accurate anteriolateral portal for injecting the
205
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
knee. Sport Medicine, Arthroscopy, Rehabilitation, Therapy & Technology 2011, 3: 6 . Cuccurullo J. S, Brown D, Petagna Platt H, Strax T E.Musculoskeletal injection skills competency in physical medicine and rehabilitation residents : A method for development and asseeement.Am J Phys.Med .Rehabil 2004; 83:479-485. 13. Bruce Carl Anderson,Guide to artrocentesis and soft tissue injection.Elsevier Saunders 2005. 14. Lawry V George,Kreder J Han. Hawker A Gillian ,Jerome Dana,Fam’s musculoskeletal examination and joint injection techniques,Mosby 2010. 15. Sauders Stephanie,Cameron Gordon.Injection Techniques in orthopedic and sport medicine.WB Saunders.2005. 16. Waldman, Atlas of Pain management injection techniques,2nd ed ,Saunders 2007 17. Walsh E Nicholas,Rogers N. James. Injection procedures in physical medicine and Rehabilitation.ed De Lisa,Lippicott William & Wilkins.2010. 18. Varlotta P Gerard ,Gibbs Wiliam Injection of peripheral joint,Bursa ,tendon sheaths and tendon Insertions in PM&R secret 3rd ed ,Mosby 2008. 19. Cuccurullo J Sara, Physical medicine and rehabilitation board review, Demos medical pblishing 20 20. Gross J M,Fetto J,Rosen E .Musculoskeletal Examination 3rd ed.Willey – Blackwell.2009.
206
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1 __________________________________________________________________
Injeksi Intraartikular Sendi Lutut Langkah-langkah teknik injeksi no-touch •
Posisikan penderita pada tempat tidur periksa, bisa posisi tiduran maupun posisi duduk
•
Identifikasi anatomi landmark dan tandai tempat yang akan disuntik dengan sebuah pen. Dengan menggunakan ujung pen tekan secara perlahan untuk membuat cekungan pada titik injeksi. Ini akan digunakan sebagai petunjuk bila tanda pen terhapus oleh antiseptik.
•
Bersihkan sisi injeksi dengan antiseptik. Teknik ini merupakan no-touch technique. Jangan menyentuh daerah yang sudah di disinfeksi. Sarung tangan dipakai untuk precaution universal. Sarung tangan steril tidak harus digunakan karena ini merupakan no touch technique.
•
Cek ulang prosedur di atas untuk memastikan semua telah dilakukan dengan benar.
•
Masukkan jarum injeksi.
•
Kemudian aspirasi untuk mengetahui apakah ada cairan dan untuk meyakinkan tidak mengenai pembuluh darah.
•
Injeksikan isi dari syringe. Bila posisi benar maka isi syringe akan secara perlahan masuk dengan bebas dan hanya terasa tahanan ringan. Sebelum mencabut jarum, pastikan semua isi syringe sudah masuk ke dalam sendi.
•
Cabut jarum dan tutup bekas injeksi dengan plester.
•
Bicarakan dengan pasien mengenai perawatan sehabis injeksi, jangan banyak memberi beban pada sendi untuk 2-3 hari dan hindari basah kena air pada bekas injeksi.
Teknik injeksi •
Ada beberapa teknik yang berbeda untuk aspirasi maupun injeksi lutut, antara lain
•
Pada lateral approach lutut diposisikan hampir ekstensi penuh (fleksi 10-15º), jarum
medial, lateral dan anterior approach. dimasukkan pada sisi lateral mid patellar ke rongga sendi patellofemoral. Demikian juga medial approach, jarum dimasukkan ke sisi medial lutut di bawah pertengahan patella (mid patellar) ke rongga sendi patellofemoral. •
Pada anterior approach, penderita duduk dan tungkai bawah menggantung tanpa menyentuh lantai atau bangku kaki, di sisi tempat tidur periksa dan lutut difleksikan sekitar 90º. Jarum dimasukkan di inferior patella di sisi medial atau lateral tendon patella lebar satu jari diatas garis sendi dan lebar 1 jari ke lateral atau medial tendon patella. Arahkan jarum ke tengah, paralel dengan medial tibia plateu.
Kesimpulan •
Untuk mengurangi inflamasi pada kondisi akut nyeri sendi lutut dapat diberikan injeksi kortikosteroid, terutama pada kondisi inflamasi dan efusi sendi.
•
Injeksi asam hyaluronat perlu dipertimbangkan pada penderita OA lutut dengan gejala yang bermakna yang tidak membaik dengan terapi standard farmakologi dan non farmakologi atau tidak bisa mentoleransi dengan terapi tersebut (misal ada problem gastrointestinal pada pemberian obat anti inflamasi).
207
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Gambar 1: Medial approach
Gambar 2: Lateral approach
Lateral mid patellar portal P = Patella, F = Femur, T = Tibia, FP = Fat pat
Anteriolateral
Gambar 3: Ultrasound Guided
208
Anteriomedial
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2 __________________________________________________________________
Injeksi Kapsulitis Kronis (Frozen Shoulder) Berkurangnya distensibilitas kapsul sendi bahu sehingga terjadi keterbatasan lingkup gerak sendi saat abduksi dan rotasi. Penyebabnya tendinitis gelang bahu, bursitis subacromial, fraktur kaput humeral, stroke. Peresepan Dosis obat Triamcinolone 40mg ,local anestesi 4ml lidocaine 1% dalam syringe 5ml jarum 21G 1,5-2 inchi(40-50mm). Teknik injeksi •
Pasien duduk dengan posisi lengan rotasi interna, cari sudut posterior acromion dan processus coracoid.
•
Tusukkan jarum di bawah sudut tersebut dan dorong jarum kearah processus coracoid, hentikan saat menyentuh tulang rawan intraartikular.
•
Perawatan setelah tindakan hindarkan tekanan pada bahu, mengangkat lengan, mendorong ,menarik,mengangkat beban pada 3 hari pertama.
•
Peregangan pasif, latihan pendulum, abduksi dan rotasi eksternal dapat dilakukan pada hari ke 4.
•
Injeksi intraartikular boleh diulang 4-6 minggu kemudian jika perbaikan hanya 50%.
•
Aktivitas rutin, kerja dan berolah raga dapat dimulai setelah lingkup gerak sendi telah pulih dan tonus otot membaik 75%.
•
Konsultasi ortopedi diperlukan jika pasien gagal meningkatkan lingkup gerak sendi rata-rata 10-15% setiap bulan.
Ultrasound guided
209
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 3 __________________________________________________________________
Injeksi Intraartikular Sendi Acromioclavicula Sendi ini dilapisi oleh kapsula fibrosa dan distabilkan oleh ligamen acromioclavicula, coracoclavikular dan coracoacromial. Trauma dapat terjadi saat berolah raga, jatuh terkena bagian anterior bahu dan sering mengangkat lengan melewati depan tubuh, sehingga ligamen dan sendi acromionaclavicula teregang (sprain). Gejala nyeri pada anterior, superior bahu, kadang menjalar sampai ke dasar leher, otot trapezius dan deltoid. Nyeri dirasakan juga saat aktivitas sehari-hari seperti tangan melipat kedepan dada (adduksi bahu), kebelakang, ataupun ke atas. Peresepan Dosis Triamcinolone 10 mg, dalam lidocain 2% dengan syringe 1 ml jarum 25G 0,5 inchi (16 mm). Teknik •
Pasien duduk dengan lengan di sisi tubuh
•
Cari ujung acromion, lalu mengarah ke medial selebar ibu jari, raba garis sendinya kemudian tusukkan jarum ke medial dengan 30 derajat melewati kapsul sendi. Jangan mengarah ke tengah sendi karena dapat merusak tulang rawan.
•
Pasca injeksi hindarkan gerakan yang menyebabkan nyeri selama 1 minggu. Bila sendi mengalami radang akut dapat diberikan kompres es dan tapping.
•
Setelah nyeri dapat dikontrol, latihan lingkup gerak sendi dan kekuatan otot dapat mulai dilakukan dan dapat kembali ke aktivitas awal.
Ultrasound Guided
210
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Peresapan dan Check-Out Orthosis Definisi - Orthosis merupakan alat bantu eksternal yang digunakan untuk memodifikasi struktur dan karakteristik fungsional sistem neuromuskuloskeletal. - Peresepan Orthosis adalah prosedur/ tindakan penilaian gangguan dan penentuan/ penetapan jenis orthosis. - Check-out orthosis adalah tindakan evaluasi ketepatan dan kenyamanan orthosis yang telah diresepkan.
Tujuan •
Proteksi: menyediakan gaya kompresif dan traksi yang terkontrol, melindungi bagian tubuh yang cidera. Membatasi dan mencegah gerakan sendi untuk koreksi kesegarisan, mencegah deformitas, stabilisasi jaringan dan mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan tulang.
•
Koreksi: membantu koreksi keterbatasan gerak sendi dan subluksasi sendi atau tendon, membantu mencegah dan mengurangi deformitas.
•
Membantu fungsi: dengan cara mengkompensasi deformitas, kelemahan otot atau meningkatkan tonus otot.
Jenis Prosedur •
Peresepan dan Check-out Orthosis Spinal
•
Peresepan dan Check-out Orthosis Ekstremitas Bawah
•
Peresepan dan Check-out Orthosis Ekstremitas Atas
Indikasi Semua gangguan fisik yang memerlukan orthosis, dengan tujuan: •
Koreksi deformitas
•
Stabilisasi
•
Proteksi, misal: fraktur
211
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
•
Meningkatkan fungsi
Kontra indikasi •
Alergi terhadap bahan orthosis
•
Terdapat luka
Efek samping/Komplikasi •
Peningkatan energy expenditure pada pemakaian material yang berat
•
Rasa tidak nyaman
•
Reaksi alergi terhadap bahan orthosis
Bahan dan Alat •
Formulir resep
•
Formulir check out
Prosedur 1. Persiapan peralatan 2. Persiapan pasien • Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tujuan, manfaat, efek samping dan komplikasi penggunaan orthosis • Menjelaskan tahapan pelaksanaan 3. Pelaksanaan
• Peresepan
w Penentuan diagnosis
w Penentuan tujuan pemakaian orthosis
w Menetapkan jenis dan bahan material orthosis yang tepat
• Pengukuran, Pembuatan dan Pengepasan (dilaksanakan oleh petugas orthotik-
prostetik)
• Check-out
w Ketepatan jenis orthosis
w Ketepatan ukuran orthosis
w Ketepatan fungsi yang dicapai
w Kenyamanan pemakaian
Daftar Pustaka 1. Kelly M.B, Patel T.A, Dogde C.V, Upper limb ortothic device in Braddom R.L.,editor. Physical medicine and rehabilitation 4th ed, chap 14,Philadhelpia, Elsevier Saunder, 2011. 2. Hennessey W.J, Lower limb orthothic devices in in Braddom R.L.,editor. Physical medicine and rehabilitation 4th ed, chap 14,Philadhelpia, Elsevier Saunder, 2011 3. More D.P, Tilley E., Sugg P., Spinal orthosis in in Braddom R.L.,editor. Physical medicine and rehabilitation 4th ed, chap 14,Philadhelpia, Elsevier Saunder, 2011 4. Scrub Notes Medical Blog: Tips For Med Students; Pope’s Blessing vs Claw hand; http://www.scrubnotes.com/2008/02/popes-blessing-vs-claw-hand.html 5. Splinting for Radial Nerve Palsy, http://handlab.com/articles/radial_palsy_splint.pdf 6. Tan, JC. Practical manual of Physical Medicine and Rehabilitation, Mosby, 1998. 7. DeLisa, J. Physical medicine and rehabilitation, principle and practice. 4th ed.
212
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1 __________________________________________________________________
Peresepan dan Check-out Orthosis Spinal Panduan peresepan orthosis cervical dan trunk:
Indikasi pembatasan gerakan No
Orthosis
Fleksi
Ekstensi
Lateral bending
Rotasi
Skoliosis
Cervical
1
Soft collar
sedikit
sedikit
sedikit
sedikit
2
Hard collar
sedikit
sedikit
sedikit
sedikit
3
Philadelphia collar
3
4
Two post orthosis
3
5
Three-post orthosis (sterno-occipitalmandibular immobilizer)
3
6
Four-post orthosis
3
3
3
3
7
Minerva orthosis
3
3
3
3
8
Cuirass orthosis
3
3
3
3
Halo orthosis
3
3
3
3
9
3
Trunk 10
Korset sacroliliac
3
11
Korset lumbosacral
3
12
Korset thoracolumbosacral
3
13
Lumbosacral flexion extension control orthosis.
3
3
14
Lumbosacral flexion extension lateral control orthosis
3
3
15
Lumbosacral extension control orthosis
3
3
16
Thoracolumbosacral flexion extention control orthosis
3
3
3
17
Thoracolumbosacral flexion extention lateral control orthosis
3
3
3
18
Thoracolumbosacral flexion extention lateral rotary control orthosis
3
3
3
19
Minerva orthosis
3
20
Boston orthosis
3
3
213
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Check-out orthosis cervical: a. Apakah kepala berada pada posisi simetris? Atau berada pada posisi yang diinginkan atau yang diharuskan? b. Apakah semua komponen yang rigid sudah pas dengan benar? Apakah semua komponen pada dagu, occipital, thoracic, dan sterna cukup besar, dibentuk baik, tidak tajam dan cukup terbungkus sehingga dapat nyaman dipakai, tidak mengiritasi kulit diatas tonjolan tulang? c. Apakah batas atas dari pelat sterna berada 1 inci dibawah lekukan sternal? d. Terlalu tinggi akan tidak stabil sedangkan bila terlalu rendah secara kosmetis kurang bagus terutama untuk wanita. e. Apakah batas atas dati pelat thoracic berada ½ inci dibawah spina scapulae kanan dan kiri? f. Apakah bagian tengah batas atas dari pelat occipital berada ½ inci dibawah tonjolan occipital Check-out orthosis hyperextention brace: a. Apakah batas bawah dari suprapubic pad berada di bawah spina iliaca anterior superior (SIAS)? Apakah suprapubic pad yang dipakai cukup nyaman saat dipakai berdiri? Perhatikan agar suprapubic pad tidak menekan simfisis pubis. b. Apakah batas lateral dari suprapubic pad berada pada medial SIAS? Pad harus cukup lebar tapi jangan terlalu lebar sehingga menekan SIAS saat pasien duduk. Saat duduk, pad ini harus bergeser ke bawah dan terletak pada tulang pubis, c. Apakah lateral pad terletak pada garis tengah bagian lateral batang tubuh? Apakah panjang lateral pad berada diantara crista iliaca dan iga bagian bawah? Kedua pad harus terletak parallel. Apakah letak lateral pad ke arah superior dan anterior (kalau kearah posterior dan anterior akan meningkatkan tekanan dan kontol medio lateral berkurang) d. Apakah posterior pad menutupi thoracolumbar junction? e. Apakah batas atas dari sternal pad berada ½ inci di bawah lekukan sternal saat pasien duduk? Apakah batas atas dari sternal pad berada 2 inci di bawah lekukan sternal saat pasien berdiri? f. Apakah tubuh pasien bebas dari kontak dengan bingkai orthosis? Pada pasien yang gemuk, sentuhan dengan bingkai orthosis mungkin tidak dapat dihindari, tapi tidak boleh ada tekanan. g. Kontrol gerak ke depan dank e belakang diberikan oleh anterior dan posterior pad. Lateral pad hanya untuk mencegah pergeseran orthosis pada tubuh. Check-out orthosis thoracolumbosacral: Pada posisi berdiri a. Pelvic band
• Apakah lebarnya sekitas 2 inci?
• Apakah bagian tengahnya melintas di bawah Spina Iliaca Posterior Superior?
• Apakah ujungnya lewat di antara trochanter dan spina iliaca dan berakhir pada garis
tengah tubuh sisi lateral?
• Apakah sudah pas dengan kontur tubuh dan nyaman dipakai?
b. Thoracic Band
214
• Apakah lebarnya sekitar 2 inci?
• Apakah batas atasnya berada 1 inci dibawah sudut inferior scapulae?
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
• Apakah thoracic band dan perpanjangannya ke arah depan terletak medatar dan
pas dengan kontur tubuh sehingga nyaman dipakai?
• Apakah ujungnya sampai ke garis tengah axilla?
c. Posterior Uprights
• Apakah letaknya diantara scapulae dan proc. Spinosus kanan dan kiri?
• Apakah ujung atasnya setinggi spina scapulae?
• Apakah sisi medial kedua posterior uprights berjarak sekitar 2 inci?
d. Interscapular Band
• Apakah panjangnya sudah cukup? Yaitu sekitar 2 inci dari lipatan ketiak posterior
kanan dan kiri?
• Apakah letak band ini sekitar 1 inci diatas sudut inferior scapulae?
e. Oblique Lateral Uprights
• Apakah sambungan kepada lateral uprights sekitar 1 inci batas bawah thoracic
band?
• Apakah letaknya tidak mengganggu pelbic strap?
• Apabila pelvic strap dikencangkan, apakah lateral uprights terletak diatas pelvic
band sehingga tidak menekan kulit?
f. Rotary Control
• Apakah cukup ruang gerak antara brace dan axilla?
g. Abdominal Support
• Apakah ukurannya cukup besar? Tinggi yang sebaiknya adalah ½ inci di bawah Proc.
Xiphoideus sampai ½ inci diatas simfisis pubis.
• Apakah batas posterior-inferior tepat pada puncak daerah bokong? Pada wanita
dengan lordosis letaknya dapat sedikit di bawah puncak gluteal agar dapat lebih nyaman dipakai.
Pada posisi duduk •
Apakah ujung pelvic band melewati antara trochanter dan crista iliaca da cukup
nyaman dipakai?
•
Apakah thoracic band cukup rendah dan tidak menekan scapula?
•
Apakag pelvic band, thoracic band dan posterior uprights terutama di bagian lumbar
sesuai dengan bentuk punggung saat pasien duduk? Saat berdiri mungkin ada sedikit
ruang antara posterior uprights dan punggung. Sisa ruang ini akan hilang saat pasien
duduk akibat rotasi pelvis.
•
Apakah abdominal support cukup nyaman dipakai? Saat duduk abdominal support
yang benar akan mendekat tonjolan tulang, tidak berada di atas atau menekan
tonjolan tulang.
•
Apakah batas atas dari sternal pad berada ½ inci dari clavicula?
•
Apakah subclavicular pad berada pada ½ inci dibawah clavicula?
215
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2 __________________________________________________________________
Peresepan dan Check-out Orthosis Ekstremitas Bawah Panduan Peresepan AFO, KAFO dan Knee Orthosis No
Indikasi
Pilihan orthosis
1
Kontrol terhadap kelemahan otot quadriceps femoris
• Sepatu dengan tumit rendah • AFO – SA yang diset pada fleksi plantar • AFO – SA dengan band anterior – proksimal • KAFO dengan knee lock dan prepatelar atau suprapatelar bar atau knee pad
2
Kontrol fleksi lutut selama fase stance pada kontraktur fleksi
• KAFO dengan fan knee lock • KAFO dengan ratchet lock • KAFO dengan serrated knee lock
3
Kontrol hiperekstensi lutut selama fase stance pada genu recurvatum
• Tumit sepatu sedikit lebih tinggi • AFO diatur pada posisi dorsi fleksi • KAFO dengan offset betis dibagian belakang dan band di bagian distal paha • Swedish knee cage
4
Kontrol mediolateral selama fase stance pada genu • AFO – SA dengan band rigid yang diperpanjang pada valgum bagian betis pada sisi medial • KAFO dengan knee lock dan knee pad dengan strap ke lima yang ditempatkan pada lateral upright • KAFO dengan medial disk pada lutut
Gambar: Plastic AFO: Posterior leaf spring (A), semisolid (B), solid (C), AFO dengan flange (D), AFO dengan adjustable hinge
216
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Panduan Peresepan HKAFO No
Indikasi
Pilihan orthosis
1
Kontrol fleksi hip
• HKAFO dengan hip lock
2
Kontrol rotasi hip
• KAFOs dengan strap kontrol rotasi • KAFOs dengan spreader bar • HOs dengan engsel axis tunggal • SWASH ortosis • HKAFO dengan atau tanpa hip lock
3
Untuk menstabilkan hip, knee dan ankle
• Standing frame • Parapodium • Swifel walker • Vannini stabilizing AFOs • Craig – scott KAFOs • Medially linked KAFO • Reciprocating gait orthosis • Para walker/hip guidance orthosis
Gambar: Metal AFO: AFO dengan free motion ankle joint (K), AFO dengan limited motion ankle joint (L)
KAFO
Reciprocal gait analysis. THKAFO
217
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
JENIS GANGGUAN
JENIS ORTOSIS
ALASAN
SCI (caudal thoracal)
AFO, KAFO, dengan / tanpa forearm crutches, cane atau walker
Ambulasi mandiri
Kelemahan dorsiflexor, spastisitas sedang / berat, mediolateral ankle instability dengan deformitas berat varus / valgus, fixed ankle deformity dorsifleksi < 90°
Posterior Leaf Spring (PLS) AFO (Kemungkinan tidak untuk kelemahan plantarfleksi)
Saat swing phase, sifat rekoil plastik membantu dorsifleksi, mencegah plantarfleksi saat heel strike dan swing phase
Structural collape of foot ankle, ankle movement pain, spastisitas berat dengan klonus terus menerus, gangguan sensori berat.
Solid AFO (SAFO) Semisolid AFO Hinge SAFO
Calf shelf dan trim lines ankle lebih lebar dibanding PLS menahan kaki pada posisi predetermined, mencegah dorsifleksi dan plantarfleksi, mencegah valgus / varus ankle. Mediolateral stability
Hinge AFO Hinge SAFO
Dapat disesuaikan sudutnya untuk dorsi / plantarfleksi Anterior band untuk mencegah knee buckling saat fase stance awal.
Kelemahan akle dorsifleksor dan / lantarfleksor dengan instabilitas mediolateral moderat Kelemahan ringan motorik ekstensor lutut
Spiral AFO
Memberikan rotasi pada bidang transversal saat mengontrol dorsifleksi / plantarfleksi dan eversi inversi tanpa menghilangkan gerakan. Kontra indikasi pada ketidakseimbangan otot berat pada ankle foot complex, spastisitas sedang / berat, instabilitas berat mediolateral ankle, fixed ankle deformity dengan dorsifleksi < 90°
Drop foot
Ankle joint assists - Dorsiflexion assist - plantarflexion assist
Membantu gerakan ankle Kontraindikasi pada spastisitas berat, paralisis dan joint instability
Quadriceps paralysis Instabilitas pada lutut dan ankle
KAFO
mengontrol gerakan / alignment lutut mempertahankan stabilitas lutut
Patellar tracking ACL injury
Knee orthosis
Memberikan kontrol pada lutut, tapi tidak pada ankle
Paraplegia, spina bifida, SCI
HKAFO
Mengurangi deviasi gait akibat kontrol buruk hip abduksi, adduksi dan rotas
Paraplegia (SCI, poliomyelitis, spina bifida dan distrofi otot).
THKAFO
Mengontrol gerakan punggung, mempertahankan atau modifikasi alignment spinal, dan mengurangi beban pada spinal dengan mengingkatkan tekanan intraabdominal.
Penyembuhan fraktur os calcis, postoperative ankle fusion, heel dengan nyeri refractory, avascular necrosis talar body, degenerative arthritis subtalar joint, osteomyelitis os calcis, diabetes.
PTB (patellar tendon bearing) orthosis
Mengambil alih beban paa patellar tendon dan tibial flares dengan beban dipindahkan pada sepatu melalui metal uprights.
218
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Panduan Peresepan Sepatu No
Indikasi
Pilihan orthosis
1
Mengurangi tekanan pada tumit
heel cushion, insole berpegas
2
Stabilisasi hindfoot
• sepatu dengan upper yang tinggi dan kokoh • medial /lateral /bilateral heel flare heel dengan resillient lateral wedge (stabilisasi hind foot varus)
3
Mengurangi nyeri pada plantar fasciitis
• heel cushion (bantalan tumit) • hind dan midfoot longitudinal support (arch support)
4
Mengurangi hiperpronasi fleksibel
• medial heel wedge • University California Biomechanics Laboratory (UCBL) insert • Hind dan midfoot longitudinal support (arch sup port) • Thomas heel
5
Mengakomodasi hiperpronasi yang menetap
Resillient hind dan midfoot longitudinal support
6
Mengurangi tekanan pada metatarsal head
metatarsal pad/ bar
7
Mengurangi tekanan pada hammer toes atau claw toes
sepatu dengan toe box yang tinggi atau kedalaman ekstra
8
Mengurangi tekanan pada bunions
sepatu dengan lebar medial ekstra
9
Mengurangi tekan pada dorsal corn
sepatu dengan upper yang fleksibel, atau jenis moccasin (sandal jepit)
10
Menstabilkan lutut saat fase awal stance
resilient heel (berpegas)
11
Memfasilitasi mid dan late stance
rocker bar
Gambar. (A) Anatomi sepatu.
(B) Metatarsal pad
219
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Check-out Orthosis Bawah Lutut (AFO dan Foot Orthosis) •
Apakah orthosis sudah sesuai dengan peresepan?
•
Apakah pasien dapat memakainya dengan mudah?
•
Apakah pasien cukup stabil?
•
Cek saat pasien berdiri:
a. Sepatu
•
Apakah sepatu sudah cukup memuaskan dan pas saat dipakai?
•
Apakah sole dan tumit sepatu menapak pada lantai?
•
Apakah bagian terlebar dari sepatu (ball) terletak pada metatarsophalangeal
joint
•
Apakah panjang sepatu lebih panjang 1 cm daripada panjang kaki?
•
Apakah heel counter melekat tepat pada tumit bagian belakang?
•
Apakah toe box menutup bagian punggung kaki dengan nyaman?
•
Apakah memungkinkan untuk penyesuaian ukuran volume kaki saat dipakai?
•
Apakah sepatu dapat melindungi kaki baik dari sisi medial maupun lateral?
•
Apakah sepatu memungkinkan ditambahkannya insert?
b. Pergelangan Kaki
•
Apakah mekanik sendi pergelangan kaki segaris sehingga tepat mendekati
anatomi pergelangan kaki?
Apakah posisi mechanical ankle joint sesuai dengan letak sendi ankle secara
•
anatomis ?
Apakah gaya yang dikeluarkan oleh varus atau valgus strap atau shoe insert
•
sudah cukup untuk menyangga tanpa menimbulkan ketidaknyamanan?
Apakah ada gerakan minimal antara shoe insert dan sepatu?
•
c. Upright
•
Apakah upright sudah sesuai dengan bentuk tungkai dan terdapat jarak yang
cukup?
•
Apakah masing-masing upright berada pada garis tengah kaki?
•
Apakah persediaan untuk pemanjangan upright sudah cukup (pada orthosis
anak)?
d. Bands dan manset (cuffs)
•
Apakah bands atau manset betis sudah tepat lebarnya dan sesuai dengan
bentuk kaki?
•
Apakah cukup nyaman?
•
Jika menggunakan patellar tendon bearing brim, apakah kerja piston minimal?
•
Jika menggunakan patellar tendon bearing brim, apakah pengurangan weight
bearing pada tumit sudah cukup?
Apakah Fibular head tidak mendapat tekanan atau mendapat tekanan
•
minimal? •
Cek saat pasien berjalan:
• Apakah sepatu menapak lantai saat mid stance?
• Apakah jarak antara malleolus dan mekanik sendi pergelangan kaki cukup?
• Apakah varus atau valgus strap atau shoe insert sudah cukup menyangga?
• Apakah performa pasien pada tiap level berjalan sudah cukup baik?
• Perhatikan apakah ada perubahan gait : lateral trunk bending, hip hiking,
220
Internal/eksternal rotasi hip, circumduction, walking base yang lebar, kontak telapak kai ke arah lateral/medial yang berlebihan, anterior trunk bending,
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
posterior trunk bending, lordosis, hiperekstensi lutut, instabilitas lutut, kontrol
dorsifleksi yang inadekuat, push off yang kurang, vaulting (melompat),
abnormalitas ritme, lain-lain (gerakan tangan, bising)
• Apakah orthosis sudah cukup kuat dan kokoh?
• Apakah menimbulkan bising?
•
Cek saat pasien duduk:
• Dapatkah pasien duduk dengan nyaman, dengan lutut fleksi 90⁰, dan dapatkah
• Apakah luas gerak mekanik sendi pergelangan kaki sesuai dengan yang
difleksikan lagi 15⁰ tanpa menekan berlebihan?
diresepkan?
• Apakah sole dan tumit sepatu menapak lantai?
•
Cek saat pasien melepas orthosis:
• Apakah tampak tanda iritasi sesaat setelah orthosis dilepas?
• Apakah sepatu cukup kuat melekat pada orthosis dan shoe shank cukup kuat
untuk pemakaian yang sudah diperkirakan
• Apakah tumit datar dan terpaku dengan kuat pada sepatu, dan apakah wedges
dan lifts terlihat rapi?
• Apakah sendi pergelangan kaki bergerak tanpa menekuk?
• Apakah medial/lateral stop pada sendi pergelangan kaki dan lutut membuat
kontak yang simultan saat sendi fleksi dan ekstensi penuh?
• Apakah calf band cukup baik terjahit dan terlapisi?
• Apakah cukup persediaan untuk menyesuaikan manset?
• Apakah bagian logam dari orthosis cukup halus dan bebas dari tonjolan yang
keras?
• Apakah bahan kulit cukup rapi?
• Apakah secara keseluruhan orthosis cukup memuaskan?
• Apakah pasien merasa puas dengan kenyamanan, fungsi dan penampilannya?
Check-out Orthosis Atas Lutut (Knee-ankle-foot, Hip-knee-ankle-foot, trunk-hip-knee-ankle-foot orthosis) •
Apakah orthosis sudah sesuai dengan peresepan?
•
Apakah pasien dapat memakainya dengan mudah?
•
Cek saat pasien berdiri:
a. Sepatu
•
Apakah sepatu sudah cukup memuaskan dan pas saat dipakai?
•
Apakah sole dan tumit sepatu menapak pada lantai?
b. Pergelangan Kaki
•
Apakah sendi pergelangan kaki mekanik segaris sehingga tepat mendekati
anatomi pergelangan kaki?
Apakah jarak antara anatomi pergelangan kaki dan medial dan lateral sendi
•
mekanik pergelangan kaki sudah cukup?
Apakah gayayang dikeluarkan oleh varus atau valgus strap atau shoe insert
•
sudah cukup untuk menyangga tanpa menimbulkan ketidaknyamanan?
Apakah ada pergeseran minimal antara shoe insert dan sepatu?
•
c. Lutut
•
Apakah mekanik sendi lutut segaris sehingga tepat mendekati anatomi
lutut?
221
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
•
Saat pasien berdiri dengan sebagian besar erat tubuhnya pada kaki yang memakai orthosis, apakah cukup terdapat jarak antara sendi lutut mekanik
dan lutut pasien pada sisi medial dan lateral?
Apakah pengunci lutut sudah cukup aman dan mudah dioperasikan?
•
d. Upright
•
Apakah upright sudah sesuai dengan bentuk tungkai dan paha?
•
Apakah terdapat jarak yang cukup antara medial upright dan perineum?
•
Apakah lateral upright berada dibawah trochanter tetapi minimal 1 inch lebih
tinggi dari medial upright?
•
Apakah masing-masing upright berada pada garis tengah kaki dan paha?
•
Apakah persediaan untuk pemanjangan upright sudah cukup (pada orthosis
anak)?
e. Bands dan manset (cuffs)
•
Apakah bands atau manset betis sudah tepat lebarnya dan sesuai dengan
bentuk kaki dan paha?
•
Apakah cukup nyaman?
•
Apakah jarak antara bagian atas manset betis dan head of fibula sudah
cukup?
f. Quadrilateral brim (jika diresepkan)
•
•
Apakah bagian distal manset paha dan manset betis jaraknya sama dari lutut? Apakah tendon adductor longus berada dalam terowongan brim dengan
tepat dan tidak terlalu menekan bagian anteromedial brim?
•
Apakah ischial tuberosity bersandar tepat pada ischial seat?
•
Apakah lipatan otot diatas brim minimal?
•
Apakah brim pada dinding posterior mendekati sejajar dengan tanah?
•
Apakah pasien bebas dari tekanan vertikal pada daerah perineum?
g. Hip
•
Apakah pusat sendi pelvis sedikit diatas trochanter mayor?
•
Apakah pengunci paha aman dah mudah digunakan?
•
Apakah pelvic band sudah tepat sesuai bentuk tubuh?
h. Alat pelengkap khusus
•
Jika alat pelengkap khusus digunakan, seperti torsion shaft, apakah gaya
yang dikeluarkan tidak menekan ekstremitas berlebihan?
Apakah pasien cukup stabil?
•
Cek saat pasien berjalan:
• Apakah sepatu menapak lantai saat mid stance?
• Apakah cukup jarak antara pergelangan kaki dan lutut mekanik?
• Apakah varus atau valgus strap atau shoe insert sudah cukup menyangga?
• Apakah performa pasien pada tiap level berjalan sudah cukup baik?
• Perhatikan apakah ada perubahan gait : lateral trunk bending, hip hiking,
•
Internal/eksternal rotasi hip, circumduction, walking base yang lebar, kontak telapak kai ke arah lateral/medial yang berlebihan, anterior trunk bending, posterior trunk bending, lordosis, hiperekstensi lutut, instabilitas lutut, kontrol dorsifleksi yang inadekuat, push off yang kurang, vaulting (melompat), abnormalitas ritme, lain-lain (gerakan tangan, bising)
222
• Apakah orthosis sudah cukup kuat dan kokoh?
• Apakah menimbulkan bising?
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
•
Cek saat pasien duduk:
• Dapatkah pasien duduk dengan nyaman, dengan lutut fleksi 90⁰, dan dapatkah
• Apakah luas gerak mekanik sendi pergelangan kaki sesuai dengan yang
difleksikan lagi 15⁰ tanpa menekan berlebihan?
diresepkan?
• Apakah sole dan tumit sepatu menapak lantai?
•
Cek saat pasien melepas orthosis:
• Apakah tampak tanda iritasi sesaat setelah orthosis dilepas?
• Apakah sepatu cukup kuat melekat pada orthosis dan shoe shank cukup kuat
untuk pemakaian yang sudah diperkirakan?
• Apakah tumit datar dan terpaku dengan kuat pada sepatu, dan apakah wedges
dan lifts terlihat rapi?
• Apakah sendi lutut dan pergelangan kaki bergerak tanpa menekuk?
• Apakah medial/lateral stop pada sendi pergelangan kaki dan lutut membuat
kontak
yang simultan saat sendi fleksi dan ekstensi penuh?
• Apakah calf band cukup baik terjahit dan terlapisi?
• Apakah cukup persediaan untuk menyesuaikan strap dan manset?
• Apakah bagian logam dari orthosis cukup halus dan bebas dari tonjolan yang
keras?
• Apakah bahan kulit cukup rapi?
• Apakah secara keseluruhan orthosis cukup memuaskan?
• Apakah pasien merasa puas dengan kenyamanan, fungsi dan penampilannya?
223
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 3 __________________________________________________________________
Peresepan dan Check-out Orthosis Ekstremitas Atas Panduan peresepan orthosis anggota gerak atas: No
Indikasi
Pilihan orthosis
1
Mempertahankan posisi oposisi dari ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah, terutama pada pasien dengan neuropati medianus
a. Basic opponen orthosis b. Opponen orthosis dengan wrist control c. Opponen orthosis dengan metacarpophalangeal extension extension stop
2
Mencegah deformitas claw pada jari-jari, dan membantu ektensi jari, terutama pada pasien dengan neuropati ulnar atau kombinasi neuropati median-ulnar
a. Opponen orthosis with metacarpophalangeal extension stop b. Opponen orthosis with metacarpophalangeal extension stop and wrist control
3
Membatasi wrist palmarfleksi, terutama pada pasien dengan neuropati radialis
a. Wrist flexion control orthosis b. Opponen orthosis with wrist control
4
Membantu prehension pada pasien dengan paralisis jari-jari, dengan kekuatan otot fair plus atau ekstensi wrist lebih kuat, misalnya pada pasien tetraplegi C4 atau diatasnya
a. Wrist driven phrehension orthosis b. Utensils with large handles
5
Membantu prehension pada pasien dengan parali- a. Electrically driven phrehansion orthosis sis wrist atau hand, misalnya pada pasien dengan b. Passive prehension orthosis tetraplegia C5 atau di atasnya c. Utensil holder
6
Membatasi gerakan pada wrist dan hand, terutama • Wrist hand stabilizer pada pasien dengan nyeri artritis atau sindrom terowongan karpal
7
Membatasi gerakan pada sendi interphalangeal satu dan metacarpophalangeal
• Thumb stabilizer
8
Membatasi gerakan jari
• Finger stabilizer
9
Meningkatkan fleksi pada sendi metacarpophalangeal
• Finger flexor orthosis
10
Meningkatkan ekstensi sendi metacarphophalangeal
• Finger extensor orthosis
11
Mengurangi tekanan pada forearm extensors, teru- • Forearm cuff tama pada pasien dengan lateral epicondylitis
12
Meningkatkan ekstensi elbow dengan mengaplikasikan gaya di bagian anterior terhadap olekranon, dan di bagian posterior ke distal dan proksimal elbow
• Elbow extensor orthosis
13
Membantu fungsi anggota gerak atas pada kondisi kelemahan elbow. Pemilihan tergantung pada toleransi pasien terhadap alat bantu
• Elbow stabilizer • Elbow orthosis with hydraulically, electrically, or cable controlled hinge
14
mengurangi tekanan pada sendi bahu
• Single strap sling • Multiple strap sling • Humeral cuff sling
224
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
JENIS GANGGUAN
DEFORMITAS/IMPAIRMENT
JENIS ORTOSIS
ALASAN
Cedera Nervus radialis
Drop Hand
- Cock-up splint (volar wrist flexion control orthosis) - MCP extension mobilization orthosis - Wrist mobilization orthosis
Cedera Nervus Medianus (distal)
Ape Hand (atrofi eminensia thenar, tidak mampu abduksi palmaris dan thumb opposition), tidak mampu pronasi dan fleksi wrist / jari
- Opponens Orthosis (C-bar) - Thumb post static orthosis - Dynamic thumb orthosis
Cedera Nervus Medianus proksimal (dekat elbow) akibat CTS
Active papal sign / Pope's Blessing = tidak mampu fleksi DIP jari II dan III akibat gangguan kontraksi lumbrical lateral.
- Prehension orthosis Membantu prehension jari - Buddy splint (splinting jari II II dan III melalui transmisi dan III, juga untuk fraktur) fleksi secara aktif. Fleksi IP atau MCP salah satu jari harus positif.
Cedera Nervus Medianus dan ulnar SCI C7, C8, T1 (Short opponens) C5, C6, radial nerve (Long) Hemiplegia
Claw hand (Intrinsic Minus Hand) = hiperekstensi MCP dengan fleksi sekunder pada IP akibat gangguan kontraksi otot intrinsik tangan.
- Opponens orthosis dengan MCP block (lumbrical bar) - MCP flexion mobilization orthosis - Short / Long opponens orthosis
Three-jaw-chuck prehension skill.
Cedera Nervus Radialis
Tidak mampu ekstensi wrist, MCP, abduksi ibu jari
Oppenheimer splint (wire wrist-extension assist orthoses)
Membantu ekstensi wrist melalui efek tenodesis
Quadriplegic
Wrist extension (+)
Reciprocal wrist-extension finger-flexion orthosis
Membantu prehension
C6 complete tetraplegia
Tidak mampu ekstensi wrist (gangguan kontraksi extensor carpi radialis)
Wrist-driven prehension orthosis (tenodesis orthosis, flexor hinge splints)
Substitusi prehension melalui tenodesis dan mempertahankan fleksibilitas hand, wrist dan elbow.
Lesi UMN, luka bakar, wrist Resiko kontraktur flexor / extensor tendinitis, pasca operasi ORIF, skin graft, endon / nerve / arteri repair, Dupuytren’s release, brachial plexus injury, dsb.
Wrist-hand-finger stabilizers (resting hand splints), stabilisasi 2/3 distal forearm hingga ujung jari dan / atau ibu jari.
Imobilisasi dan membantu penyembuhan jaringan, mempertahankan LGS secara pasif, mencegah kontraktur akibat spastis.
Rheumatoid arthritis, luka bakar pada jari.
Swan neck deformity, Boutonniere deformity, mallet finger.
Finger ring stabilizers
Imobilisasi, mencegah kontraktur, meningkatkan LGS.
Stroke, SCI, TBI, MS, CP.
Resiko kontraktur dan kelemahan otot antagonis.
Tone-reduction orthosis (misal hand-cone orthosis, Snook splint)
Mengurangi spastisitas tonus flexor, (2 jam pakai, 2 jam lepas).
CTS, CTD, SCI, lesi UMN
Nyeri Edema
- Shock absorbing gloves - Compression gloves (edema)
- absorbsi shock / vibrasi - mengurangi edema
225
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Peresapan dan Check-Out Prostesis Definisi -
Peresepan Prothesis adalah prosedur/ tindakan penilaian gangguan dan penentuan/
-
Pengecekan prothesis adalah prosedur/ tindakan evaluasi ketepatan prothesis
penetapan jenis prothesis. yang telah diresepkan, apakah sudah nyaman dipakai dan tepat dalam hal: ukuran, bentuk dan fungsinya.
Tujuan Untuk memberikan jenis prothesis yang sesuai dengan gangguan yang ditemukan.
Jenis Prosedur •
Peresepan prosthesis ekstremitas atas
•
Check-out prosthesis ekstremitas atas
•
Peresepan prosthesis ekstremitas bawah
•
Check-out prosthesis ekstremitas bawah
Indikasi •
Semua gangguan fisik yang memerlukan prothesis.
Kontra Indikasi Tidak Ada
Efek Samping Tidak Ada
Bahan dan Alat
226
-
Formulir resep
•
Paralel Bar
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
-
Formulir check out
-
Peralatan check-out: meteran, penggaris 12 inch, goniometer
Prosedur 1. Persiapan peralatan yang diperlukan 2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan peresepan dan Check-out
• Menjelaskan tahapan peresepan dan Check-out
3. Pelaksanaan asesmen 4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka: 1. Tulaar Ranti A. Upper and lower extremity prosthetics and orthotic. Physical Medicine and Rehabilitation Departement. University of Indonesia. 2. Uustal H, Baerga E. Prosthetics and orthotics. In: Cuccurullo SJ et al. Physical medicine and Rehabilitation Board Review. 2004. Demos. p. 409-85 3. Hopkins MS, Binder KE. Prosthetics, orthotics and Amputee care. In : GonzalesFernandes M, Friedman JD. Physical medicine and Rehabilitation Pocket Medicine.2011. Demos Medical New York.p.213-53
227
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1 __________________________________________________________________
Peresepan Prosthesis Ekstremitas Atas 1. Amputasi transradial (Below-elbow/BE)
Komponen-komponen prosthesis terdiri dari :
- Socket
- Elbow hinge
- Upper arm cuff
- Harness
- Control system
Amputasi & Tipe Prosthesis
Socket
Upper Arm Cuff
Elbow Hinge
Harness and Control System
Very short BE
Muenster or split
Half cuff
Step up hinge
Figure of 8 dengan single control
Short BE
Muenster or standard
Half cuff
Rigid hinge
Figure of 8 dengan single control
Long BE
Double wall
Tricep pad
Flexible hinge
Figure of 8 dengan single control
Wrist disarticulation
Double wall
Tricep pad
Flexible hinge
Figure of 8 dengan single control
Transcarpal
Double wall
Tricep pad
Flexible hinge
Figure of 8 dengan single control
2. Amputasi transhumeral (Above-elbow/AE)
228
Komponen-komponen prosthesis terdiri dari :
- Terminal device
- Wrist unit
- Forearm
- Elbow unit
- Upper arm component
- Socket
- Harness
- Control system
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Amputasi & Tipe Prosthesis
Socket
Forearm Component
Elbow Device
Harness & Control System
Forequarter
Double wall
Standard Forearm shell, Wrist dan terminal device tergantung pada kasus nya
Internal unit dengan active control, Forearm lift assist
Basic Chest Strap dengan dual control, Shoulder elevation, Shouder extention, manual or nudge control of elbow lock
Shoulder Disarticulation
Double wall
Standard Forearm shell, Wrist dan terminal device tergantung pada kasus nya
Internal unit dengan active control, Forearm lift assist
Basic Chest Strap dengan dual control, Shoulder elevation, Shouder extention, manual or nudge control of elbow lock
Humeral Neck
Double wall
Standard Forearm shell, Wrist dan terminal device tergantung pada kasus nya
Internal unit dengan active control, Forearm lift assist
Basic Chest Strap dengan dual control, Shoulder elevation, Shouder extention, manual or nudge control of elbow lock
Short AE
Double wall
Standard Forearm shell, Wrist dan terminal device tergantung pada kasus nya
Internal unit dengan active control, Forearm lift assist
AE Figure of 8, Harness dengan dual control
Standard AE
Double wall or single wall
Standard Forearm shell, Wrist dan terminal device tergantung pada kasus nya
Internal unit dengan active control, Forearm lift assist
AE Figure of 8, Harness dengan dual control
Elbow Disarticulaton
Double wall or single wall
Standard Forearm shell, Wrist dan terminal device tergantung pada kasus nya
Outside locking hinge AE Figure of 8, Harness dengan dual control
229
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2 __________________________________________________________________
Check-out Prosthesis Ekstremitas Atas 1. Below-Elbow Case:
a. Fleksi Prosthesis lengan bawah sejauh mungkin.
b. Fleksi Stump sejauh mungkin tanpa prosthesis.
c. (dengan flexible hinges) : pada saat fleksi 90°, diukur lingkup gerak pada saat
pronasi dan supinasi dengan dan tanpa prosthesis.
d. Amputee memfleksikan lengan bawah hingga 90°. Fisiatris mendorong terminal
device, amputee menahan dalam posisi fleksi humeral dan fleksi stump.
2. Above-Elbow Case:
a. Mengukur gaya (force) yang dibutuhkan untuk melakukan fleksi 90°
b. Fisiatris memfleksikan amputee lengan bawah secara manual dan mengukur
sudut maksimal fleksi.
c. Amputee memfleksikan lengan bawah hingga maksimal. Mengukur lingkup gerak sendi fleksi.
d. Amputee memfleksikan lengan bawah hingga maksimal. Mengukur fleksi
humeral yang dibutuhkan (sisi sehat).
e. Amputee berjalan dengan siku yang tak terkunci.
f. Amputee mengabduksikan lengan hingga 60° dengan siku terkunci ataupun
tidak.
g. Amputee berusaha untuk mengaktifkan elbow-lock.
h. Amputee mengekstensikan lengan bawah maksimal dan mengunci siku.
Amputee kemudian memfleksikan, ektensi dan abduksi (elevasi) stump hingga
maksimal.
i. (termasuk amputasi shoulder level) : Dengan lengan bawah fleksi 90°, above
elbow amputee mendorong kebawah prosthesisnya. Untuk AE dan amputasi
shoulder, fisiatris mendorong terminal device sementara amputee menahan
dalam posisi fleksi.
3. All cases:
a. Amputee menggerakkan terminal device dengan fleksi 90° lengan bawah.
b. Amputee menggerakkan terminal device hingga ujung mulut untuk above
c. Fisiatris/Prostetis menaruh beban 50 lb diujung terminal device dengan posisi
230
elbow dan below elbow hingga ujung perineum). ekstensi maksimal.
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Formulir Check-out prosthesis extremitas atas: TEST ITEM
AMPUTEE PERFORMANCE
Is prosthesis proper length
Yes…. No…..
Active elbow flexion
Prosthesis On…………. Off…………
Opening terminal device operation
Elbow Fully extended……inch Flexed 90………….inch Fully flexed…………inch
Terminal device prehension
Grasp an object the size Size of awater glass at table top level with flexed elbow and position at mouth without dropping PASS…… FAIL…
Control system efficiency (Terminal Device and Harness)
………%
Tension stability
Control cable remain s slack Yes….. No……
Be with flexible hinges Active fore arm Pronation Supination
MINIMAL REQUIREMENTS
EXPLANATION
1350
3 inch or more 3 inch or more 1 inch or more
BE & AE 70%-80% SA - 50% Axial pull of 50 Ibs must be maintained by the harness support straps while the control cable remains slack. Test is made by pulling on the non movable hook finger with a spring scale elbow extended
…………….degree …………….degree
Total rotation with prosthesis on should be at least 50% with prosthesis off
Active shoulder joint motion prosthesis on (degree)
Abduction……….. Rotation………….. Flexion………………. Extension…………..
900 Exception : 450 Short AE 900 SA 30
Above-Elbow Only Force required to flex extrended elbow to 900 Force required to operate the Terminal Device
………………Ibs
At least 10 lbs
………………lbs
231
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 3 __________________________________________________________________
Peresepan Prosthesis Extremitas bawah Peresepan prosthesis anggota gerak bawah: -
Semua prosthesis anggota gerak bawah menggunakan foot-ankle assembly , kecuali
partial-foot prosthesis
-
Pada peresepan prosthesis maka dijelaskan komponen-komponen yang kita
perlukan. -
Pada amputasi below knee (transtibial), prothesa juga mencakup shank, socket, dan
suspensi.
Foot-ankle assembly, terbagi menjadi jenis non-artikulasi dan mempunyai artikulasi
a. Non-artikulasi : dapat dibedakan menjadi 2 jenis. i. Non energy storing prosthetic feet : bisa berupa Solid ankle cushion heel (SACH) foot attachment flexible endoskeleton (SAFE) foot. ii. Dynamic response (energy – storing) prosthetic feet : Seattle foot, Seattle light foot, The STEN (Stored Energy) foot, Carbon Copy II foot, Quantum modular foot, Flex-foot, atau jenis Flex-walk
b. Articulated prosthetic feet : bisa berupa Single axis prosthetic feet,
Multiple-axis prosthetic feet
Shank : endoskeletal atau eksoskeletal Transtibial socket: Total contact (patellar tendon bearing (PTB)), atau Total
surface-bearing socket
Transtibial suspension:
• Supracondylar cuff suspension : dengan atau tanpa fork strap atau wrist belt
suspension
232
• Brim suspension : supracondylar, supracondylar/suprapatellar (SC/SP)
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
• Steeve suspension
• Suction suspension
Pada amputasi above knee (transfemoral), komponen prothesa seperti pada amputasi below knee, namun ditambah knee unit 1. Knee Unit. Komponen-komponennya adalah sebagai berikut :
a. Knee-unit axis : single axis, polycentric axes.
b. Friction mechanisms : constant, variable, fluid friction knee unit
c. Mechanical stabilizer : Manual lock, weight activated friction brake
d. Extension aids : internal atau eksternal aids.
2. Transfemoral socket : Quadrilateral (ischial-gluteal bearing) socket, Narrow
mediolateral atau ischial containment
3. Transfemoral Suspensi
a. Suction suspense : total suction atau partial suspense
b. Nonsuction atau belt suspense : soft belt (Silesian belt atau bandage, total leastic
suspense), pelvic band and belt suspension
Gambar: Endo- vs Eksoskeletal prosthesis ekstremitas bawah
233
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 4 __________________________________________________________________
Check-out Prosthesis Ekstremitas Bawah 1. Check Out Prosthesis Transtibial Below Knee
a. Apakah prosthesis sesuai dengan yang diresepkan?
b. Jika merupakan prosthesis perbaikan, apakah sudah dikerjakan atau
disempurnakan lagi?
c. Dapatkah pasien mengenakan prosthesis dengan mudah?
Pemeriksaan sewaktu pasien berdiri
a. Apakah pasien merasa nyaman bila berdiri dengan jarak antara garis tengah
tumit t
tidak lebih dari 15 cm?
b. Apakah kesegarisan anteroposterior memuaskan? (pasien merasa bahwa lututnya stabil, atau merasa bahwa lutut terdorong ke belakang)
c. Apakah kesegarisan mediolateral memuaskan? (sepatu menempel rata dengan lantai dan tekanan yang nyaman pada bibir medial dan lateral socket) d. Apakah panjang prosthesis sudah benar? e. Apakah gerak piston minimal ketika pasien mengangkat prosthesis? f. Apakah dinding anterior, medial dan lateral cukup tinggi? g. Apakah dinding medial dan lateral kontak dengan epicondylus, dan pada varian PTB, pada daerah di atasnya? Check-out Thigh Corset a. Apakah upright menyesuaikan dengan tonjolan daerah epicondylus? b. Apakah knee joint dekat ke epicondylus? (sekitar 3-6 mm) c. Apakah thigh corset pas, dan dapat diatur kekencangannya? d. Apakah konstruksi dan panjang thigh corset memenuhi kebutuhan akan weight a. bearing atau stabilisasi? Pemeriksaan sewaktu pasien duduk a. Apakah pasien dapat duduk dengan nyaman dengan sedikit tonjolan jaringan lunak pada daerah popliteal, kalau lutut fleksi 90°? Penilaian sewaktu pasien berjalan a. Apakah kinerja pasien berjalan pada lantai rata memuaskan? Berikan tanda di bawah ini pada deviasi gait yang memerlukan perhatian. b. Apakah aksi piston minimal antara puntung dan socket? c. Apakah pasien dapat naik dan turun tangga dan lantai miring dengan baik? d. Apakah socket dan sistem suspensi sudah nyaman? e. Apakah knee cuff tetap pada posisinya? f. Apakah pasien dapat berlutut dengan baik? g. Apakah prosthesis tidak berisik? h. Apakah ukuran, kontur dan warna prosthesis mirip seperti tungkai yang sehat? i. Apakah pasien berpendapat bahwa prosthesis memuaskan?
234
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Penilaian sewaktu prosthesis dibuka a. Apakah puntung bebas dari abrasi, perubahan warna, dan berkeringat banyak segera setelah prosthesis dilepas? b. Apakah tumpuan berat tubuh terdistribusi merata pada daerah yang seharusnya? c. Apakah baji (wedge) sudah betul ukurannya? d. Apakah dinding posterior socket cukup tinggi? e. Apakah secara umum pembuatannya memuaskan? 2. Check-out Prosthesis Transfemoral (Above Knee) a. Apakah prosthesis sesuai dengan yang diresepkan? Jika merupakan prosthesis perbaikan, apakah sudah dikerjakan atau disempurnakan lagi?
Pemeriksaan sewaktu pasien berdiri a. Cocok (Pas) dan Segaris? b. Apakah pasien merasa nyaman bila berdiri dengan jarak antara garis tengah tumit tidak lebih dari 15 cm? c. Apakah tendon adductor longus sudah berada pada posisi saluran yang tepat dan pasien bebas dari tekanan yang berlebih pada aspek anteromedial dari stump? d. Apakah tuberositas ischial beristirahat dengan tepat pada ischial seat? e. Apakah panjang prosthesis sudah tepat? f. Apakah lutut sudah stabil pada tumpuan berat tubuh? g. Apakah posisi brim pada dinding posterior kira-kira sudah paralel dengan permukaan tanah? h. Apakah pasien bebas dari tekanan vertikal pada area perineum? i. Pada saat katup dari socket total kontak dihilangkan, apakah jaringan stump menonjol sedikit ke dalam lubang katup dan hasilnya memuaskan? (kira-kira mengutamakan thenar)
Pemeriksaan suspensi a. Apakah bagian medial dan lateral dari silesia bandage terlokalisasi dengan baik? b. Apakah pelvic band pas dengan kontur tubuh? c. Apakah pusat sendi pelvis sedikit di atas dan di depan promontorium dari trochanter major? d. Apakah lokasi katup mudah untuk menarik keluar pull sock dan melepaskan tekanan secara manual?
Pemeriksaan waktu pasien duduk a. Apakah sisa socket berada pada posisi aman di atas stump? b. Apakah sisa socket berada pada kesegarisan yang baik? c. Apakah pusat dari knee bolt ½ sampai ¾ inchi di atas tingkatan medial tibial plateau? d. Dapatkah pasien duduk tanpa adanya sensasi terbakar pada area hamstring? e. Dapatkah pasien bangkit dari duduk ke posisi berdiri tanpa adanya suara udara yang mengganggu?
235
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Pemeriksaan waktu pasien berjalan
Penampilan
Apakah penampilan pasien pada saat berjalan memuaskan? (hal-hal yang
menunjukkan deviasi gait dan membutuhkan perhatian)
a. Gait abduksi
b. Lateral bending of trunk
i. Foot slap
c. Sirkumduksi
j. Panjang langkah tidak sama rata
d. Medial whip
k. Lumbar lordosis
e. Lateral whip
l. Vaulting
f. Rotasi kaki saat heel strike
m. Lain-lain
g. Heel rise tidak seimbang
h. Terminal swing impact
Komentar dan Rekomendasi: a. Apakah suction dapat dipertahankan selama berjalan? b. Dengan adanya total-contact socket, apakah pasien memiliki sensasi untuk kontak antara stump dan socket pada saat fase swing dan stance? c. Apakah pasien dapat mendaki naik dan turun dengan baik? d. Apakah pasien dapat naik dan turun tangga dengan baik? Socket (Periksa hal-hal di bawah ini setelah melakukan evaluasi penampilan) a. Apakah tuberositas ischial dapat dipertahankan pada posisi ischial seat? b. Apakah ada daging yang berlebih di atas socket? c. Apakah dinding lateral socket dapat dipertahankan kuat dan mantap pada bagian lateral stump? Lain-lain a. Apakah prosthesis dapat dioperasikan dengan baik? b. Apakah ukuran, kontur, dan warna prosthesis kira-kira sama dengan warna kulit asli? c. Apakah pasien betul-betul mempertimbangkan kepuasan prosthesis untuk kenyamanan, kegunaan dan penampilan? Penilaian waktu prosthesis dibuka
Pemeriksaan Stump: a. Apakah stump pasien bebas dari abrasi, perubahan warna, keringat berlebih segera setelah prosthesis dilepas? Pemeriksaan Prosthesis: a. Apakah dinding anterior dan lateral sedikitnya 2 inchi lebih tinggi dibandingkan dengan dinding posterior? b. Apakah bagian dalam socket memiliki hasil akhir yang lembut? c. Apakah ada jarak yang kurang memuaskan antara artikulasi lutut dan tumit? d. Apakah permukaan posterior thigh dan shank tampak adanya tekanan konsentrasi minimal pada saat lutut difleksikan penuh? e. Dengan menggunakan prosthesis pada posisi berlutut, dapatkah bagian paha digeser paling sedikit pada posisi vertikal? f. Pada total-contact socket, apakah lubang katup bagian bawah setinggi bagian dasar socket (mungkin saja lebih rendah terutama dengan adanya soft insert)?
236
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
g. Apakah bagian belakang sudah tersambung dengan dinding posterior socket? h. Apakah seluruh hasil kerja sudah memuaskan? i. Apakah fungsi komponen sudah tepat?
237
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
238
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
239
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
240