PSIKODIAGNOSTIK, PSIKOTES dan ASESMEN PSIKOLOGIS
Buku "Assesment of Human Characteristic" ditulis oleh Lowell
Kelley pada tahun 1969. Dalam buku tersebut, Kelley menyatakan bahwa
istilah asesmen digunakan pada tahun 1942. Istilah asesmen menunjuk
pada prosedur yang digunakan oleh sekelompok psikolog dan psikiater
untuk menyeleksi orang-orang yang memenuhi persyaratan untuk
mendapatkan tugas penting. Asesmen memiliki makna, yaitu menilai atau
menaksir. Definisi ini dianggap sama atau sepadan dengan istilah
diagnostik. Jadi pada dasarnya, kedua istilah itu sama secara konsep.
Penggunaan istilah diagnostik lebih sering diasosiasikan dengan bidang
klinis dan penggunaan alat tes. Istilah asesmen sifatnya lebih
menyeluruh, diasosiasikan dengan bidang yang lebih luas dan tidak
terbatas pada metode tes psikologi saja. Cronbach (dalam Markam)
menyatakan asesmen dapat terwujud dalam dua cara, yaitu : (1) Analisis
Klinis. Misal, dari satu tes psikologi dapat dibuat interpretasi
dengan teori psikoanalisis ; (2) Prediksi Kinerja (Performance) dari
orang-orang normal dan superior yang diberi tugas dengan tanggung
jawab besar.
Asesmen psikologis dapat dilakukan dalam beberapa konteks, yaitu
:
1. Konteks pendidikan. Dalam konteks ini, asesmen biasanya dilakukan
di sekolah atau lembaga pendidikan. Isu-isu yang ingin dijawab
biasanya seputar bagaimana hasil belajar siswa ; apakah jurusan
yang siswa pilih sesuai dengan bakatnya ; atau apakah siswa
memiliki bakat tertentu. Tes-tes psikologi yang dapat menjawab
pertanyaan ini adalah tes kecerdasan, tes bakat, atau tes minat.
Dalam praktik psikologi di sekolah, tes-tes ini dilengkapi dengan
inventori kepribadian, wawancara, dan hasil observasi siswa di
sekolah.
2. Konteks pekerjaan. Dalam konteks ini, isu yang ingin dijawab
biasanya seputar apakah seseorang cocok untuk jenis pekerjaan
tertentu yang tersedia dalam suatu perusahaan atau organisasi. Tes-
tes yang digunakan untuk tujuan ini biasanya adalah tes tes
kemampuan dasar, tes bakat khusus, dan tes kepribadian.
3. Konteks klinik-konseling. Fokus asesmen pada konteks ini adalah
pada kajian intensif atas satu atau beberapa individu, dengan
menggunakan berbagai metode, yaitu observasi, tes, wawancara,
riwayat hidup, dan sebagainya. Psikolog klinis biasanya melakukan
asesmen untuk keperluan diagnosis, prognosis, dan penentuan
intervensi yang tepat dalam bidang kesehatan jiwa. Psikolog klinis
dapat bekerja di berbagai setting, seperti forensik, sekolah, atau
rumah sakit. Dalam menentukan cara asesmen dan alat tes yang
digunakan, psikolog juga mempertimbangkan lingkungan kerja, klien,
dan usia klien. Tes yang paling sering digunakan dalam konteks
klinis adalah skala Wechsler (WBIS, WAIS, WPPSI, WISC), kuesioner,
dan skala rating untuk hal tertentu.
Asesmen psikologis cakupannya lebih luas dibandingkan psikotes.
Dalam asesmen psikologis, asesor akan mengintegrasikan informasi-
informasi yang diperolehnya dari berbagai sumber, seperti tes
tertulis, tes menggambar, observasi, wawancara, atau riwayat hidup
subjek. Istilah psikotes (atau psychological testing) digunakan
masyarakat untuk menggambarkan berbagai aktivitas dalam proses asesmen
yang menggunakan pendekatan psikologis. Namun, psikotes sebenarnya
hanyalah salah satu bagian dari proses tersebut. Keseluruhan rangkaian
kegiatan itu lebih tepat disebut sebagai Asesmen Psikologis atau
Pemeriksaan Psikologis.
Pada dasarnya, psikotes sudah dapat memberi banyak informasi
tetapi masih harus dilengkapi dan diuji lagi ketepatannya. Ada hal-hal
yang kurang lengkap jika hanya digali lewat psikotes saja. Misalnya :
Dalam penanganan anak dengan gangguan perilaku, tidak cukup hanya
dengan melakukan psikotes, tetapi perlu pengamatan langsung dengan
masuk ke dalam kelasnya.
Dalam asesmen untuk penjurusan, tidak cukup hanya dengan melakukan
psikotes, tetapi harus didukung oleh wawancara dengan siswa.
Dalam promosi jabatan, tidak cukup hanya dengan psikotes, tetapi
perlu dilengkapi juga dengan wawancara dan focus group discussion,
dimana para calon pemimpin diminta untuk mencari dan memikirkan
sebuah solusi atas suatu kasus.
Dalam proses seleksi, wawancara kerja digunakan untuk menguji
kesimpulan sementara yang diperoleh dari psikotes dan hasil
pengamatan selama psikotes berlangsung.
PROSES DALAM ASESMEN PSIKOLOGIS
Dalam asesmen psikologi, ada empat proses yang perlu diperhatikan,
yaitu :
Perencanaan prosedur pengumpulan data (Planning Data Collection
Procedures)
Tahap ini adalah tahap dimana seorang asesor memikirkan hal apa saja
yang ingin diketahui dari subjek dan memikirkan apa tujuan dari
asesmen tersebut. Ada tiga tujuan asesmen, yaitu :
a. Diagnostik, yaitu untuk menentukan jenis treatmen yang tepat. Misal
untuk memberikan treatmen yang tepat bagi anak dengan Gangguan
Berhitung. Sebelum diperoleh hasil diagnosis, maka diperlukan
proses asesmen yang tepat untuk penegakan diagnosis.
b. Deskripsi. Tujuan asesmen yang kedua adalah untuk menggambarkan
kepribadian seseorang secara lebih lengkap, dan dibuat dalam bentuk
profile (mencakup motivasi, kebutuhan, kecenderungan perilaku, pola
interaksi, dll)
c. Prediksi. Tujuan asesmen yang ketiga adalah untuk memprediksi
perilaku seseorang. Misalnya asesor diminta oleh perusahaan untuk
menyeleksi seseorang yang tepat bagi suatu posisi kerja tertentu.
Dalam kasus tersebut, asesor akan melakukan asesmen dengan
mengumpulkan dan menguji data deskriptif yang kemudian digunakan
sebagai dasar untuk melakukan prediksi dan seleksi.
Pengumpulan data (Collecting Assessment Data)
Tahap ini adalah tahap dimana seorang asesor memikirkan cara apa saja
yang perlu dilakukan untuk menemukan hal yang ingin diketahui dari
subjek. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Observasi.
Observasi adalah salah satu metode dalam psikodiagnostika, yang
dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan
pencatatan terhadap subjek yang diteliti. Dalam arti sempit,
observasi adalah pengamatan langsung terhadap subjek yang diteliti,
baik dalam situasi alami maupun situasi buatan. Dalam arti luas,
observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara tidak langsung
dengan menggunakan alat-alat bantu. Tujuan observasi dalam
psikodiagnostika adalah memperoleh data mengenai subjek, yang tidak
diperoleh dari metode lain. Selain itu, observer akan lebih
berfokus pada penemuan dalam proses observasi, dibandingkan dengan
pembuktian teori.
Beberapa hal yang dapat dijadian bahan observasi adalah ekspresi
atau respon verbal dan nonverbal, perilaku yang menjadi target
observasi, bahasa tubuh, dll. Observasi dapat dilakukan dalam
berbagai bidang, yaitu :
Bidang Industri & Organisasi, contohnya mengamati perilaku
karyawan dalam ketepatan menyelesaikan pekerjaan ; atau
mengamati perilaku hadir tepat waktu.
Bidang Pendidikan, contohnya mengamati perilaku siswa SMP yang
selalu tidur di kelas selama jam pelajaran matematika.
Bidang sosial, contohnya mengamati perilaku berkendara dari para
pengemudi di jalan raya.
b. Wawancara
Wawancara merupakan percakapan antara dua orang atau lebih, yang
berlangsung antara interviewee dan interviewer. Tujuan dari
wawancara adalah untuk mendapatkan informasi dimana interviewer
mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh interviewee.
Wawancara merupakan salah satu metode dalam psikodiagnostika dan
merupakan sumber yang sangat luas. Ada beberapa kelebihan dari
wawancara, yaitu : (1) tidak membutuhkan peralatan atau
perlengkapan yang khusus ; (2) dapat dilakukan di mana saja ; (3)
merupakan hal biasa dalam interaksi sosial sehingga memungkinkan
untuk mengumpulkan sampel tentang perilaku verbal atau non verbal
individu secara bersamaan ; (4) memiliki tingkat fleksibilitas yang
tinggi. Interviewer bebas melakukan inquiry (pendalaman) terhadap
topik pembicaraan. Namun sebaliknya, wawancara juga memiliki
kelemahan, yaitu dapat terdistorsi oleh karakteristik dan
pertanyaan interviewer, karakteristik interviewee, dan oleh situasi
pada saat wawancara berlangsung.
c. Analisa dokumen (riwayat hidup)
Dokumen yang dapat dianalisa dapat berupa ijazah sekolah, arsip
pekerjaan, catatan medis, tabungan, buku harian, surat, album foto,
catatan kepolisian, penghargaan, dsb. Data dalam bentuk dokumen ini
memiliki kelebihan, yaitu data dapat lebih terhindar dari distorsi
memori, jenis respon, motivasi atau faktor situasional. Misalnya,
ingin mendapatkan informasi tentang hasil belajar subjek, dengan
melihat nilai rapor, dibandingkan bertanya langsung (yang
kemungkinan, subjek dapat berbohong).
d. Tes Psikologi
Metode tes dapat membantu memperoleh gambaran diri subjek.
Kelebihan dari tes adalah bentuknya yang sudah standar, sehingga
mengurangi bias yang mungkin muncul selama proses pemeriksaan
berlangsung. Respon yang diberikan diubah dalam bentuk skor dan
dibuat analisis kuantitatif. Skor yang didapat kemudian
diinterpretasi sesuai dengan norma yang ada.
Mengolah Data Asesmen (Processing Assessment Data)
Tahap ini adalah tahap dimana seorang asesor mengintegrasikan data-
data yang telah diperoleh dalam proses asesmen. Semua data diberi skor
(scoring), di olah, dan di interpretasi, sehingga mendapatkan gambaran
diri subjek.
Komunikasi Data Asesmen (Communicating Assessment Data)
Tahap ini adalah tahap dimana seorang asesor memindahkan hasil
interpretasi nya ke dalam bentuk laporan (Laporan Hasil Pemeriksaan
Psikologis). Dalam pembuatan laporan ini, asesor perlu memikirkan
siapa orang yang akan menerima dan membaca laporan tersebut (Orangtua,
Kepala Sekolah, Siswa, Manajer HRD, Karyawan, dll). Ada tiga kriteria
yang harus dipenuhi suatu laporan asesmen yaitu :
Jelas. Laporan itu harus jelas. Tanpa kriteria ini, relevansi dan
kegunaan laporan tidak dapat dievaluasi. Ketidakjelasan laporan
psikologis merupakan suatu masalah karena kesalahan interpretasi
dapat menyebabkan kesalahan pengambilan keputusan.
Relevan dengan tujuan. Laporan asesmen harus relevan dengan tujuan
yang sudah ditetapkan pada awal asesmen. Jika tujuan awalnya adalah
untuk mengklasifikasikan perilaku, maka informasi yang relevan
dengan hal itu harus lebih ditekankan.
Berguna. Laporan diharapkan dapat memberikan informasi tambahan yang
penting tentang subjek.
ASPEK YANG DIUKUR DALAM ASESMEN PSIKOLOGIS
Pada umumnya, asesmen psikologis terhadap subjek dilakukan dengan
tujuan untuk mengukur tiga aspek yang ada pada dirinya. Ketiga aspek
tersebut bukan merupakan bagian-bagian yang berdiri sendiri. Dinamika
antara ketiga aspek tersebut saling berpengaruh dan menentukan
karakteristik manusia secara utuh.
Tiga aspek yang dimaksud adalah :
1. Aspek Kecerdasan Umum
Aspek ini sering disebut inteligensi umum. Inteligensi adalah
kemampuan dasar seseorang untuk memahami dunia sekitar, dimana
pemahamannya itu dapat diaplikasikan untuk meningkatkan kualitas
hidup. Oleh karena itu, isi tes untuk menggali inteligensi umum
biasanya mendorong seseorang menangkap hal-hal penting dari sesuatu
dan mengerahkan daya analisis untuk menangkap hubungan di antara
sejumlah komponen-komponennya. Tentu saja, selain dari tes
tertulis, asesor juga akan melengkapinya dengan hasil pengamatan
dan wawancara. Aspek kecerdasan umum ini digali untuk memprediksi
apakah subjek nantinya akan mampu mempelajari tugas-tugas baru dan
memecahkan persoalan-persoalan.
Hasil penelusuran kecerdasan seperti ini umumnya diungkapkan ke
dalam penggolongan berdasarkan norma atau standar yang berlaku,
Contoh : Seorang siswa memiliki kecerdasan umum yang tergolong di
atas rata-rata. Ini berarti tingkat kecerdasan siswa tersebut
berada di atas rata-rata orang dari "kelompoknya". Kelompok ini
adalah kelompok yang dijadikan norma atau standar. Kelompok itu
bisa berdasarkan usia, jenjang pendidikan, dan sebagainya.
2. Aspek Kepribadian
Ada berbagai alat yang sering digunakan untuk mengukur
kepribadian, misalnya mengisi semacam kuesioner yang intinya
menelusuri karakteristik psikologis tertentu, atau melalui tugas-
tugas menggambar. Tugas menggambar ini sebetulnya adalah sarana
bagi subjek untuk memproyeksikan diri. Bagi orang awam, tes
menggambar seperti ini tampak tidak masuk akal dalam menjelaskan
kepribadian. Namun alat-alat itu dibuat melalui kajian ilmiah
sehingga hasilnya pun bisa dipertanggungjawabkan.
Sifat tes kepribadian seperti ini adalah memberi indikasi
tentang sejumlah karakteristik psikologis tertentu. Psikolog
dituntut ketajaman dan kepekaannya untuk menganalisis lebih jauh
dan menemukan gambaran kepribadian yang khas dari subjek, dengan
didukung oleh hasil observasi dan wawancara. Untuk dapat mengungkap
kepribadian seseorang, psikolog dituntut memiliki pengalaman yang
memadai agar dapat melihat makna-makna tersirat dari hasil tes
setiap subjek.
3. Aspek Cara atau Perilaku Kerja
Aspek ini meliputi berbagai unsur, seperti kecepatan, ketelitian,
perencanaan dan lain-lain, sesuai dengan kebutuhan khusus
pekerjaan. Ada beberapa tes yang sudah digunakan untuk menelusuri
hal-hal tersebut, tetapi biasanya psikolog juga melihat keseluruhan
hasil dan cara kerja subjek, baik melalui observasi, wawancara,
maupun diskusi kelompok.
Daftar Pustaka
Markam, S.S. Pengantar Psikodiagnostik. Jakarta : Lembaga Pengembangan
Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia
Suryobroto, S (1984). Pembimbing ke Psikodiagnostika.
http://www.lptui.com/artikel.php?fl3nc=1¶m=c3VpZD0wMDAyMDAwMDAwODEm
ZmlkQ29udGFpbmVyPTY2&cmd=articleDetail
http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/search/psikodiagnostika+adalah
-----------------------
Communicating Assessment Data
Collecting Assessment Data
Processing Assessment Data
Planning Data Collection Procedures
-----------------------
1