LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DOSEN PEMULA
ANALISIS PERGESERAN STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS UNTUK MEMAKSIMALKAN DAYA SAING PEREKONOMIAN WILAYAH KOTA AMBON
TIM PENELITI KETUA NIDN
: SEFNAT KRISTIANTO TOMASOA, SE., M.Si : 1211067201
ANGGOTA : SAMIE LAMBERT JACOBS, SE., M.Si NIDN : 1218107201
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MANAJEMEN (STIEM) RUTU NUSA AMBON NOVEMBER 2014
DIBIAYAI OLEH : DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA) DIREKTORAT PENELITIAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT NOMOR DIPA-023.04.1.673453, TANGGAL 5 DESEMBER 2013 DIPA REVISI
ABSTRAK
S. Kristianto Tomasoa dan Samie L. Jacobs, “Analisis Pergeseran Struktur Ekonomi Dan Identifikasi Sektor Basis Untuk Memaksimalkan Daya Saing Perekonomian Wilayah Kota Ambon”. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik struktur dan pola pertumbuhan ekonomi, sektor/subsektor basis dan daya saing perekonomian wilayah Kota Ambon. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis Shift Share, analisis Tipology Klassen, analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Model Dong Sung Cho. Hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor kompetitif dan spesialisasi, yaitu: sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Hasil analisis Tipology Klassen menunjukkan sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat yaitu sektor sektor Angkutan dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa-jasa. Hasil analisis LQ menunjukkan sektor listrik, gas dan air bersih, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa merupakan sektor basis di Kota Ambon. Hasil analisis sektor/subsektor basis yang memiliki daya saing di Kota Ambon adalah subsektor perikanan dengan komoditi ikan. Hasil analisis Model Dong Sung Cho menunjukkan komoditi ikan Kota Ambon memiliki indeks daya saing permintaan domestik sebesar 8,66 berada pada rangking satu.
Kata Kunci : Sektor Basis, Daya Saing, Perekonomian Wilayah.
iii
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan Kuasanya menuntun
penulis sehingga
dapat menyelesaikan
penelitian ini dengan judul “Analisis Pergeseran Struktur Ekonomi Dan Identifikasi Sektor Basis Untuk Memaksimalkan Daya Saing Perekonomian Wilayah Kota Ambon”. Pembahasan utama dalam penelitian ini adalah mengetahui gambaran tentang karakteristik struktur dan pola pertumbuhan ekonomi, sektor basis dan daya saing perekonomian wilayah dan diharapkan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan di Kota Ambon. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penulisan ini tak lepas dari hambatan-hambatan yang penulis temui, meski demikian penulis dapat lalui dan mengatasi hambatan tersebut secara baik, berkat bantuan dari berbagai pihak yang berkompoten. Oleh karena itu, selayaknya penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung kepada: Ditlitabmas, Kampus STIEM Rutu Nusa Ambon, Kepala Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku dan jajarannya, Kepala Kantor DKP Kota Ambon dan jajarannya, Kepala Kantor DKP Kabupaten Maluku Tengah dan jajarannya dan Kepala Kantor DKP Kabupaten Seram Bagian Barat dan jajarannya yang telah membantu selama proses pengumpulan data penelitian. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga yang selama ini selalu mendampingi dan memberikan semangat serta perhatian dan Doa sehingga penulisan ini dapat diselesaikan. Akhirnya dengan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Ambon,
November 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
ABSTRAK
iii
PRAKATA
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1
1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
1 2 3 3
2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7.
BAB IV
4
TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
BAB III
Latar Belakang .....................................................................iii Permasalahan ........................................................................ Tujuan Penelitian Output Penelitian ..................................................................
Pergeseran Struktur Ekonomi Dalam Proses Pembangunan ............................................................ Teori Basis Ekonomi ............................................................ Konsep Daya Saing .............................................................. Daya Saing Sektor Basis Sebagai Strategi Pembangunan Daerah ............................................. Penelitian Terdahulu ............................................................ Kerangka Pikir Penelitian .................................................... Hipotesis ...............................................................................
4 5 6 6 8 8 9
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
10
3.1. 3.2.
10 10
Tujuan Penelitian ................................................................. Manfaat Penelitian ...............................................................
METODE PENELITIAN
12
4.1. 4.2.
12 12 12 12 13
4.3.
Lokasi Penelitian .................................................................. Jenis dan Sumber Data ......................................................... 4.2.1. Jenis Data.. ............................................................. 4.2.2. Sumber Data........................................................... Teknik Pengumpulan Data ................................................... v
4.4.
4.5. BAB V
Teknik Analisis Data ............................................................ 4.4.1. Analisis Deskriptif ................................................. 4.4.2. Analisis Shift Share .............................................. 4.4.3. Analisis Tipologi Klassen................................. 4.4.4. Analisis Location Quotient (LQ) ...................... 4.4.5 Analisis Model Dong Sung Cho ...................... Definisi Operasional.............................................................
14 14 15 20 22 23 24
HASIL DAN PEMBAHASAN
27
5.1.
27 27 28 29 29 29 30 31 32 33 33 35
5.2. 5.3.
5.4.
5.5. 5.6. .
5.7. 5.8.
Deskriptif Wilayah Penelitian .............................................. 5.1.1. Keadaan Geografis ................................................. 5.1.2. Keadaan Iklim ........................................................ 5.1.3. Pemerintahan.......................................................... 5.1.4. Kependudukan ....................................................... 5.1.4.1. Penduduk ............................................... 5.1.4.2. Ketenagakerjaan .................................... 5.1.4.3. Mata Pencaharian .................................. Potensi Sumber Daya Alam ................................................. Kondisi Ekonomi Wilayah Kota Ambon ............................. 5.3.1. Pendapatan Perkapita ............................................. 5.3.2. Pertumbuhan Ekonomi........................................... Karakteristik Struktur Dan Pola Pertumbuhan Perekonomian ....................................................................... 5.4.1. Karakteristik Struktur Perekonomian .................... 5.4.2. Pola Pertumbuhan Perekonomian .......................... 5.4.2.1. Analisis Shift Share ................................ 5.4.2.2. Analisis Tipologi Klassen....................... Penentuan Sektor/Subsektor Basis ........................................ Potensi Ekonomi Sektoral Kota Ambon ............................... 5.6.1. Analisis Sektor Pertanian ....................................... 5.6.2. Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian...... 5.6,3. Analisis Sektor Industri Pengolahan ...................... 5.6.4. Analisis Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih........... 5.6.5. Analisis Sektor Bangunan dan Kontruksi .............. 5.6.6. Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ................................................................. 5.6.7. Analisis Sektor Angkutan dan Komunikasi ........... 5.6.8. Analisis Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan ...................................................... 5.6.9. Analisis Sektor Jasa-Jasa ....................................... Daya Saing Sektor/Subsektor Basis Di Kota Ambon .......... Daya Saing Terhadap Permintaan Domestik .......................
42 42 47 64 75 84 84 86 87 88 89 90 92 93 95 102 108
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
112
6.1. 6.2.
112 114
Kesimpulan .......................................................................... Saran .....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
4.1.
Analisis Shift Share Esteban Marquilass .........................................
20
4.2.
Klasifikasi Sektor PDRB menurut Tipolgi Klassen .........................
22
5.1.
Letak dan Batas Wilayah Kota Ambon ............................................
28
5.2.
Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kota Ambon................
29
5.3.
Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan di Kota Ambon Tahun 2012 .................................................................
31
Penduduk Usia Kerja (15 Tahun Keatas) Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama dan Jenis Kelamin di Kota Ambon Tahun 2012 ......................................................................................
31
5.5.
Pendapatan Perkapita Kota Ambon Tahun 2003-2012 ....................
34
5.6.
Laju Pertumbuhan PDRB Kota Ambon Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2010 ....................
37
Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Kota Ambon dan Provinsi Maluku Tahun 2003 – 2010 .............................................................
39
Presentase Kontribusi PDRB Kota Ambon Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2010..........
44
Rasio Pertubumhan ekonomi Kota Ambon dan Provinsi Maluku (Rn, Rin, Rij) ....................................................................................
49
Komponen Pertumbuhan Ekonomi Kota Ambon Tahun 2003 – 2012 ..........................................................................
51
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Maluku Terhadap Perekonomian Kota Ambon .................................
54
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Provinsi Maluku Terhadap Peningkatan PDRB Kota Ambon Tahun 2003 dan 2012 .......................................................................
57
Identifikasi Keunggulan Kompetitif Terhadap Perekonomian Kota Ambon Tahun 2003 – 2012 .....................................................
59
5.4.
5.7.
5.8.
5.9.
5.10.
5.11.
5.12.
5.13.
vi
5.14.
Indentifikasi Spesialisasi Terhadap Perekonomian Kota Ambon Tahun 2003-2012 .............................................................................
61
Pengaruh Alokasi Terhadap Perekonomian Kota Ambon Tahun 2003-2012 .............................................................................
63
Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan perKapita Penduduk Provinsi Maluku dan Kota Ambon Tahun 2003-2012 .....................
65
Identifikasi Sektor/Subsektor Ekonomi Menurut Tipologi Klassen di Kota Ambon Tahun 2003-2012 ......................................
68
Klasifikasi Sektor/Subsektor Ekonomi Menurut Tipology Klassen di Kota Ambon Tahun 2003-2012 ......................................
69
Nilai Location Quotient Kota Ambon Dirinci Persektor/Subsektor Ekonomi Tahun 2003-2012 ............................
76
5.20.
Potensi Sektor Pertanian ..................................................................
85
5.21.
Potensi Sektor Pertambangan dan Penggalian .................................
87
5.22.
Potensi Sektor Industri Pengolahan .................................................
87
5.23.
Potensi Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih ......................................
89
5.24.
Potensi Sektor Bangunan dan Kontruksi..........................................
90
5.25.
Potensi Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ............................
91
5.26.
Potensi Sektor Angkutan dan Komunikasi ......................................
93
5.27.
Potensi Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.............
95
5.28.
Potensi Sektor Jasa-Jasa ...................................................................
97
5.29.
Perkembangan Nilai Produksi dan Nilai Ekspor Subsektor Perikanan Kota Ambon Tahun 2003-2012 ......................................
107
Indeks Daya Saing Permintaan Domestik Komoditi Ikan dan Komoditi Udang ...............................................................................
108
5.15.
5.16.
5.17.
5.18.
5.19.
5.30.
vii
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
2.1.
Kerangka Pikir ................................................................................
9
5.1.
Perkembangan Kontribusi Subsektor Perikanan Terhadap Sektor Pertanian Tahun 2003-2012 ..................................................
103
Perkembangan Kontribusi Subsektor Perikanan Terhadap PDRB Kota Ambon Tahun 2003-2012 ............................................
104
5.2.
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No. A.
Halaman Instrumen Penelitian 1. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003 - 2012 2. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003 - 2012 3. Hasil Perhitungan Shfit Share Tahun 2003 - 2012 4. Nilai Produksi dan Nilai Ekspor Komoditi Udang dan Komoditi Ikan Kabupaten/Kota Tahun 2003 -2012
B.
Laporan Penggunaan Dana 100 Persen Penelitian Dosen Pemula Tahun Anggaran 2014
C.
Catatan Harian (Log Book)
D.
Personalia Tenaga Peneliti Beserta Kualifikasinya.
E.
Evaluasi Atas Capaian Luaran Kegiatan
F.
Poster
viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beralihnya pemerintahan Indonesia dari Orde Baru ke Orde Reformasi membuat perekonomian yang terkena krisis ekonomi mulai dibenahi kembali dengan mengubah kebijakan yang pernah ditempuh sebelumnya, antara lain dengan memberlakukan azas desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab.
Daerah
lebih
leluasa
untuk
melaksanakan
pembangunannya, ketergantungan terhadap pemerintah pusat dikurangi dan daerah bebas mengelola dan memanfaatkan sumberdaya yang ada. Artinya pembangunan yang akan dilaksanakan berpusat di daerah. Untuk itu perencanaan pembangunan daerah mutlak diperlukan dan identifikasi awal (kegiatan pre-planning) mengenai kondisi daerah atau wilayah harus dilaksanakan. Kota Ambon memiliki potensi sumberdaya yang beragam untuk dapat dikembangkan yang tentunya akan dikelola sesuai dengan ketersediaan dan faktor-faktor yang dimiliki. Berkedudukan sebagai ibu kota provinsi yang merupakan pusat berkembangnya industri dan perdagangan perlu mendapat perhatian dalam mengerakan sektor-sektor perekonomian. Pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya dengan baik secara tidak langsung akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Demi pencapaian hasil pembangunan ekonomi sebagaimana yang disebutkan terdahulu kita perlu menganalisis sektor basis dan sektor non basis. Jika sektor-sektor tersebut dapat kita analisis dan diketahui, selanjutnya dibutuhkan langkah-langkah kebijakan dan perlu mendapat perhatian atau prioritas dari pemerintah untuk dikembangkan. Selanjutnya untuk melaksanakan kegiatan ekonomi terlebih dahulu membuat perencanaan secara matang, dengan menetapkan skala prioritas. Mengidentifikasi dan mengetahui sektor-sektor ekonomi yang merupakan sektor basis dan non basis sangat dibutuhkan agar dapat menentukan sektor
basis yang memiliki daya saing. Hal ini sangatlah penting, karena dengan alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang terarah, maka jumlah sektor basis yang memiliki daya saing dapat dikelola dan ditingkatkan sehingga akan mendorong peningkatan pendapatan daerah itu sendiri. Setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian yang pada akhirnya terjadi penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan. Permasalahan
pembangunan
daerah
tersebut
dapat
diatasi
apabila didukung oleh masyarakat di daerah itu sendiri. Selain itu, dibutuhkan kebijakan ekonomi daerah yang diarahkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan, melalui pengembangan kegiatan utama yang berdasarkan potensi lokal untuk meningkatkan kesejahteraan serta mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah. Oleh karena itu, diperlukan adanya informasi akurat yang memberikan gambaran tentang pergeseran struktur dan laju pertumbuhan, sektor basis dan daya saing sektor-sektor perekonomian di Kota Ambon yang dapat dikembangkan sesuai dengan potensi daerahnya. Dari latar belakang permasalahan yang diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Analisis Pergeseran Struktur dan Identifikasi Sektor Basis Untuk Memaksimalkan Daya Saing Perekonomian Wilayah Kota Ambon”. 1.2. Permasalahan Atas dasar latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah karakteristik pergeseran struktur dan pola pertumbuhan ekonomi di Kota Ambon.
2.
Sektor/subsektor apakah yang menjadi basis untuk dikembangkan guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Kota Ambon.
3.
Seberapa besar tingkat daya saing sektor/subsektor basis di Kota Ambon.
2
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Menganalisis karakteristik struktur dan pola pertumbuhan ekonomi di Kota Ambon.
2.
Menganalisis sektor/subsektor basis untuk dikembangkan guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Kota Ambon.
3.
Menganalisis tingkat daya saing sektor/subsektor basis di Kota Ambon terhadap permintaan domestik.
1.4. Output Penelitian 1.
Dapat diterbitkan pada jurnal Akreditasi Nasional di Indonesia
2.
Hasil Penelitian dapat dijadikan bahan pengembangan buku ajar.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pergeseran Struktur Ekonomi Dalam Proses Pembangunan Berkaitan dengan struktur ekonomi wilayah, Todaro (2008:82) menyatakan bahwa proses pertumbuhan ekonomi mempunyai kaitan erat dengan perubahan struktural dan sektoral yang tinggi. Beberapa perubahan komponen utama struktural ini mencakup pergeseran secara perlahan-lahan dari aktivitas pertanian ke sektor non pertanian dan dari sektor industri ke sektor jasa. Suatu wilayah yang sedang berkembang proses pertumbuhan ekonominya akan tercermin dari pergeseran sektor ekonominya, yaitu peran sektor pertanian dalam PDB atau PDRB akan mengalami pertumbuhan lebih lambat atau mengalami penurunan, sedangkan peran sektor non pertanian pertumbuhannya lebih cepat atau semakin meningkat. Mengambil arti pembangunan menurut Meir dalam Kuncoro (2006:112) bahwa pembangunan adalah suatu proses di mana pendapatan perkapita suatu negara meningkat selama kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan absolut tidak meningkat dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang.” Proses pembangunan menghendaki adanya pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan perubahan dalam hal: 1.
Perubahan struktur ekonomi dari pertanian ke industri atau jasa.
2.
Perubahan dalam kelembagaan baik melalui regulasi maupun reformasi kelembagaan itu sendiri. Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perubahan dalam
struktur ekonomi suatu negara antara lain pertama, disebabkan oleh sifat manusia dalam kegiatan konsumsinya, yaitu apabila pendapatan naik, elastisitas permintaan yang diakibatkan oleh perubahan pendapatan (income elasticity of demand) adalah rendah untuk konsumsi bahan makanan. Sedangkan permintaan terhadap bahan-bahan pakaian, perumahan, dan
barang-barang konsumsi hasil industri adalah sebaliknya. Sifat permintaan masyarakat tersebut sesuai dengan hukum Engels, di mana teori Engels mengatakan bahwa, makin tinggi pendapatan masyarakat maka akan semakin sedikit proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli bahan pertanian, sebaliknya proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli produksi barang-barang industri menjadi bertambah besar. Faktor kedua, yaitu perubahan struktur ekonomi disebabkan pula oleh perubahan teknologi yang terus-menerus berlangsung. Perubahan teknologi yang terjadi di dalam proses pembangunan akan menyebabkan perubahan pada struktur produksi yang bersifat cumpolsory dan inducive.
2.2. Teori Basis Ekonomi Aktivitas perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan, yaitu aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) keluar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan, sedangkan kegiatan non basis merupakan kegiatan berorientasi lokal yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan
masyarakat
dalam
batas
wilayah
perekonomian
yang
bersangkutan. Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005:28). Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian
daerah
karena
mempunyai
keuntungan
kompetitif
(Competitive Advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008:89).
5
2.3. Konsep Daya Saing Kajian mengenai daya saing berawal dari pemikiran Adam Smith mengenai konsep penting tentang “spesialisasi” dan “perdagangan bebas” melalui teori keunggulan absolut (absolute advantage). Teori keunggulan absolut menyatakan bahwa sebuah negara dapat melakukan perdagangan jika relatif lebih efisien (memiliki keunggulan absolut) dibanding negara lain, keuntungan akan diperoleh jika negara tersebut melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut tersebut. Konsep daya saing dalam perdagangan internasional sangat terkait dengan keunggulan yang dimiliki oleh suatu komoditi atau kemampuan suatu negara dalam menghasilkan suatu komoditi tersebut secara efisien dibanding negara lain. Daya saing atas suatu komoditi sering diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Menurut Abdullah P. Dkk, (2002) yang dimuat dalam Sutikno (2007;7):
Analisis
Development
daya
(IMD)
saing menurut
dengan
publikasinya
Institute “Word
of
Management
Competitiveness
Yearbook” melihat daya saing merupakan kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah kekayaan nasional dengan cara mengelola aset dan proses, daya tarik dan agresivitas, globality dan proximity, serta dengan mengan mengintegrasikan hubungan-hubungan tersebut ke dalam suatu model ekonomi dan sosial. Dengan perkataan yang lebih sederhana, daya saing nasional adalah suatu konsep untuk mengukur dan membandingkan seberapa baik suatu negara dalam menyediakan suatu iklim tertentu yang kondusif untuk mempertahankan daya saing domestik maupun global kepada perusahaanperusahaan yang berada di wilayahnya.
2.4. Daya Saing Sektor Basis Sebagai Strategi Pembangunan Daerah Perbedaan tingkat pembangunan yang di dasarkan atas potensi suatu daerah, berdampak terjadinya perbedaan sektoral dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara hipotesis dapat dirumuskan bahwa semakin besar peranan potensi sektor ekonomi yang
6
memiliki nilai tambah terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDRB di suatu daerah, maka semakin tinggi laju pertumbuhan PDRB daerah tersebut. Berdasarkan pengalaman negara-negara maju, pertumbuhan yang cepat dalam sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya berawal
dari
pengembangan beberapa sektor primer. Pertumbuhan cepat tersebut menciptakan efek bola salju (snow ball effect) terhadap sektor-sektor lainnya, khususnya sektor sekunder. Pembangunan ekonomi dengan mengacu pada sektor basis yang berdaya saing selain berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Pengertian sektor basis pada dasarnya dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional
maupun nasional. Pada lingkup internasional, suatu sektor
dikatakan basis jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan pada lingkup nasional, suatu sektor dapat di kategorikan sebagai sektor basis apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain, baik di pasar nasional ataupun domestik. Penentuan sektor basis yang berdaya saing menjadi hal yang penting sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di mana daerah memiliki kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan potensi daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi daerah untuk peningkatan kemakmuran masyarakat. Manfaat mengetahui daya saing sektor basis, yaitu mampu memberikan indikasi bagi perekonomian secara nasional dan regional. Sektor basis dipastikan memiliki potensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor lainnya dalam suatu daerah terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor basis tersebut yaitu akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan teknologi (technological progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor basis yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.
7
2.5. Penelitian Terdahulu Keseluruhan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu dalam literatur jrnal dapat dijadikan dasar dan bahan pertimbangan dalam mengkaji penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Kusreni, 2009 dengan judul Pengaruh Perubahan Struktur Ekonomi Terhadap Spesialisasi Sektoral Dan Wilayah Serta Struktur Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Untuk Daerah Perkotaan Di Jawa Timur. Menyimpulkan bahwa pengaruh perubahan struktur ekonomi berpengaruh terhadap fungsi spesialisasi dan struktur penyerapan tenaga kerja sektoral untuk daerah perkotaan di Jawa Timur. Hanya saja secara keseluruhan perubahan struktur yang ada berjalan secara tidak sehat artinya polanya tidak mengikuti teori yang ada. Penelitian Amir Hidayat dan Riphat Singgih, 2005 dengan judul Analisis Sektor Basis untuk Evaluasi Kebijakan Pembangunan Jawa Timur menggunakan Tabel Input-Output 1994 dan 2000. Menyimpulkan bahwa, berdasarkan analisis sektor basis menggunakan angka pengganda (output, pendapatan dan lapangan kerja) dan keterkaitan sektoral direkomendasikan untuk menjadikan Jawa Timur sebagai pusat industri, pusat perdagangan, dan pusat pertanian. Penelitian Imam Asngari tahun 2008, dengan judul Analisis Sektor Unggulan dan Daya Saing Wilayah Komoditas di Wilayah Oku Timur. Penelitian ini menggunakan alat analisis analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Competitive Productivity of Labour Index atau Indeks CLI. Menyimpulkan bahwa, hasil analisis persektor menunjukan bahwa terdapat sektor yang merupakan sektor basis namun tidak tergolong di dalam sektor yang yang memiliki daya saing.
2.6. Kerangka Pikir Penelitian Berdasarkan
tinjauan
pustaka,
penelitian
sebelumnya
serta
hubungan antara variable di atas maka penulis membuat kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut :
8
Kerangka Pikir Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kota Ambon Sektor-Sektor Perekonomian Kota Ambon
Karakteristik Struktur dan Pola Pertumbuhan Ekonomi Kota Ambon
Shift Share
Tipologi Klassen
Sektor Basis dan Non Basis Kota Ambon
Daya Saing SektorSektor Perekonomian Kota Ambon
LQ
Daya Saing Permintaan Domestik
Sektor Basis Kota Ambon
Analisis Dong Sung Cho
Relevansi Kebijakan Pembangunan Kota Ambon
2.7. Hipotesis Dari latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, maka dapat dibuat suatu hipotesis sebagai berikut: 1.
Diduga telah terjadi perubahan karakteristik struktur perekonomian dan pola pertumbuhan ekonomi di Kota Ambon.
2.
Diduga sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa-jasa dan sektor angkutan dan komunikasi merupakan sektor basis di Kota Ambon.
3.
Diduga sektor/subsektor basis di Kota Ambon memiliki daya saing terhadap permintaan domestik.
9
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian Kota Ambon memiliki potensi sumberdaya yang beragam untuk dapat dikembangkan yang tentunya akan dikelola sesuai dengan ketersediaan dan faktor-faktor yang dimiliki. Berkedudukan sebagai ibu kota provinsi yang merupakan pusat berkembangnya industri dan perdagangan perlu mendapat perhatian dalam mengerakan sektor-sektor perekonomian. Pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya dengan baik secara tidak langsung akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Berdasarkan pada alasan di atas maka, penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis sektor/subsektor basis dan non basis yang memiliki keunggulan dan daya saing di Kota Ambon. Secara rinci tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Menganalisis karakteristik struktur dan pola pertumbuhan ekonomi di Kota Ambon.
2.
Menganalisis sektor/subsektor basis untuk dikembangkan guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Kota Ambon.
3.
Menganalisis tingkat daya saing sektor/subsektor basis di Kota Ambon terhadap permintaan domestik.
3.2. Manfaat Penelitian Dalam melakukan peneletian ini suatu manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : 1.
Sebagai bahan masukan atau informasi bagi para pejabat pengambilan keputusan
di
Kota
Ambon,
dan
dinas-dinas
terkait
dengan
permasalahan di atas, agar dapat merumuskan kebijakan pembangunan secara tepat dalam mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan PDRB per sektor dari masing-masing daerah yang merupakan indikator keberhasilan pembangunan ekonomi daerah.
2.
Sebagai bahan informasi bagi dunia usaha yang berkeinginan menanamkan investasi pada berbagai sektor/subsektor ekonomi di Kota Ambon.
3.
Sebagai bahan refrensi dan informasi bagi para peneliti selanjutnya yang dapat dijadikan rujukan penelitian yang berkaitan dengan perekonomian wilayah dan khususnya yang berhubungan dengan pengembangan ekonomi sektoral.
11
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kota Ambon. Pilihan terhadap lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa, Kota Ambon memeliki sumber yang lengkap, sehingga hal ini akan memudahkan dalam pencaharian data.
4.2. Jenis dan Sumber Data 4.2.1. Jenis Data Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. -
Data kuantitatif yaitu, data dalam bentuk angka-angka seperti data besaran PDRB Kota Ambon dan PDRB Provinsi Maluku.
-
Data kualitatif yaitu data yang diperoleh berupa interaksi dan regulasi Peraturan Daerah Kota Ambon dan sebagainya.
4.2.2. Sumber Data Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini ada bentuk, yaitu terdiri dari data primer dan data sekunder. -
Data primer dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi yang lebih luas dari berbagai pejabat instansi yang terkait misalnya Dinas Perikanan Kota Ambon, Dinas Perikanan Provinsi Maluku, Pelabuhan Perikanan Nusantara, dan Lembaga Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan.
-
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari beberapa sumber data yang dipublikasi, yaitu dari BPS Kota Ambon, serta instansiinstansi terkait lainnya yang dapat mendukung kelengkapan data yang peneliti butuhkan. Data yang tercakup dalam penelitian ini adalah data berupa time series mulai pada tahun 2003 sampai dengan 2012. Data tersebut adalah data aspek Geografis, topografis dan administrasi
pemerintahan, Aspek demografis (kependudukan), Indikator Ekonomi (PDRB, PDRB Perkapita, Pendapatan Perkapita), Potensi dan perkembangan kegiatan sektoral yang menonjol dalam perekonomian dan pembangunan daerah, Kota Ambon Dalam Angka, Data ekonomi dan sosial lainnya yang terkait serta berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi: 1.
Data nilai produksi subsektor perikanan Provinsi Maluku dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2012.
2.
Data nilai produksi subsektor perikanan Kota Ambon dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2012.
3.
Data Ekspor terdiri dari: a.
Data nilai ekspor dan total ekspor subsektor perikanan Provinsi Maluku dari tahun 2003 sampai dengan 2012.
b.
Data nilai ekspor dan total ekspor subsektor perikanan Kota Ambon dari tahun 2003 sampai dengan 2012.
c.
Data nilai ekspor dan total ekspor subsektor perikanan Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Seram Bagian Barat dan Kabupaten Maluku Tengah dari tahun 2003 sampai dengan 2012.
4.3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1.
Pengumpulan data langsung pada Badan Pusat Statistik Kota Ambon, BPS Provinsi Maluku, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ambon, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku dan Pelabuhan Perikanan Nusantara.
2.
Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan untuk mendapatkan informasi dari pihak-pihak yang berhubungan dengan masalah penelitian. Wawancara untuk mendapatkan informasi ini langsung kepada Kepala Bidang Pesisir dan Sumber Daya Manusia Dinas Kelautan dan Perianan Kota Ambon, 13
Manajer Pemasaran PT. PLN Wilayah Ambon dan
Kepala Unit
Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Nusantara Maluku. 3.
Dokumentasi adalah cara memperoleh data dengan melihat dokumen terkait.
4.4. Teknik Analisis Data Untuk menjawab tujuan penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dikemukakan, maka digunakan model analisis deskriptif, analisis Shift Share, analisis Location Quotient (LQ), analisis Tipologi Klassen dan analisis model Dong Sung Cho.
4.4.1. Analisis Deskriptif Penelitian dengan menggunakan analisis deskriptif merupakan penelitian yang terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan
fakta
(fact
finding).
Jadi
hasil
penelitian
yang
menggunakan metode deskriptif ini ditekankan pada memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang di selidiki. Disamping itu agar mendapatkan manfaat penelitian yang lebih luas dalam penelitian melalui metode deskriptif, seringkali selain mengungkapkan fakta sebagaimana adanya juga dilakukan pemberian interpretasi-interpretasi yang memadai. Untuk mengetahui tingkat sumbangan atau kontribusi sektoral dan laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara sektoral yaitu dengan menggunakan teknik analisis (Widodo, 1990:36) : a.
Analisis Kontribusi Sektoral Distribusi persentase sektoral dihitung berdasarkan perbandingan persentase antara besarnya nilai tiap-tiap sektor/subsektor dengan PDRB.
Persentase Kontribusi =
PDRBit ---------------- . 100% ∑PDRBt 14
Di mana: PDRBit
=
nilai PDRB sektor i tahun bersangkutan
∑PDRBt
=
Total jumlah PDRB tahun bersangkutan
b. Analisis Pertumbuhan Sektoral Laju pertumbuhan sektoral digunakan untuk menunjukan pertumbuhan masing-masing
sektor/subsektor
dari
tahun
ke
tahun
dengan
memperbandingkan perubahan pendapatan suatu sektor dengan pendapatan sektor tersebut pada sebelumnya. PDRBit - PDRBit-1 Laju Pertumbuhan = ---------------------------- . 100% PDRBit-1 Dimana :
c.
PDRBit
=
nilai PDRB sektor i tahun bersangkutan
PDRBit-1
=
nilai PDRB sektor i tahun sebelumnya
Mengukur pertumbuhan rata-rata per tahun r=
√
tn n - 1 -----1 t0
. 100%
Di mana: r
=
Pertumbuhan ekonomi setiap tahun
n
=
Jumlah tahun (dihitung mulai dengan sampai akhir)
tn
=
Tahun terakhir periode PDRB
t0
=
Tahun awal periode PDRB
4.4.2. Analisis Shift Share (Shift Share Analysis = SSA) Menurut Robinson Tarigan, 2007, Analisis Shift Share juga membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor (industri) di wilayah Kota Ambon dengan wilayah Provinsi Maluku. Akan tetapi metode ini lebih tajam dibandingkan dengan metode LQ dimana metode LQ tidak memberikan penjelasan atas faktor penyebab perubahan sedangkan metode shift share memperinci penyebab perubahan atas beberapa variabel. Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu daerah dalam pertumbuhannya dari satu 15
kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan berbagai sektor di Kota Ambon tetapi dalam kaitannya dengan ekonomi Provinsi Maluku. Ada juga yang menamakan model analisis ini sebagai indutrial mix analysis karena komposisi industri yang ada sangat mempengaruhi laju pertumbuhan Kota Ambon tersebut. Artinya apakah industri yang berlokasi di Kota Ambon termasuk ke dalam kelompok industri Provinsi Maluku yang memang berkembang pesat dan bahwa industri tersebut cocok berlokasi di Kota Ambon atau tidak. Teknik analisis shift share ini membagi pertumbuhan sebagai perubahan (D) suatu variabel wilayah, seperti kesempatan kerja, nilai tambah, pendapatan atau output selama kurun waktu tertentu menjadi pengaruh-pengaruh pertumbuhan Provinsi Maluku (N), industry mix (bauran industri) (M) dan keunggulan kompetitif (C). Pengaruh pertumbuhan di Provinsi Maluku disebut pengaruh pangsa (share), pengaruh bauran industri disebut proportional shift atau bauran komposisi dan akhirnya pengaruh keunggulan kompetitif dinamakan differential shift atau regional share. Data yang digunakan dalam analisis shift share ini adalah PDRB Kota Ambon dan Provinsi Maluku tahun 2003-2012 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000. Penggunaan data harga konstan dengan tahun dasar yang sama agar bobotnya (nilai riilnya) bisa sama dan perbandingan menjadi valid (Tarigan, 2007:86). Bentuk umum dan persamaan dari analisis Shift-Share dan komponen-komponennya adalah sebagai berikut: Dij = Nij + Mij + Cij Keterangan: i
=
Sektor-sektor ekonomi yang diteliti
j
=
Wilayah ekonomi yang diteliti
D
=
Variabel wilayah
N
=
Pertumbuhan ekonomi daerah Propinsi Maluku
M
=
Bauran industri (industry mix)
C
=
Keunggulan kompetitif
16
Bila analisis itu diterapkan pada pendapatan (value adde) maka: Dij
=
E*ij – Eij
Nij
=
Eij . rn
Mij =
Eij . (rin - rn)
Cij
Eij . (rij – rin)
=
Di mana: Dij
=
Perubahan variabel output i di wilayah j
Nij
=
Pertumbuhan ekonomi nasional sektor i wilayah j
Mij =
Bauran industri sektor i di wilayah j
Cij
Keunggulan kompetitif sektor i di wilayah j
=
Di mana rij, rin, dan rn mewakili laju pertumbuhan wilayah Kota Ambon dan laju pertumbuhan daerah Propinsi Maluku yang masing-masing didefinisikan sebagai: rij
=
(E*ij – Eij) /Eij
rin
=
(E*in – Ein) /Ein
rn
=
(E*n – En) / En
Di mana: rij
=
Laju Pertumbuhan sektor i di wilayah j (Kota Ambon)
rin
=
Laju pertumbuhan sektor i wilayah n (Propinsi Maluku)
rn
=
Laju pertumbuhan PDRB di wilayah n (Propinsi Maluku)
Eij
=
Nilai tambah sektor i di wilayah j (Kota Ambon)
Ein =
Nilai tambah sektor i wilayah n (Propinsi Maluku)
*
=
Pendapatan (nilai tambah) pada tahun akhir analisis
En
=
Nilai tambah PDRB di wilayah n (Propinsi Maluku)
Untuk suatu daerah pertumbuhan propinsi, bauran industri, dan keunggulan kompetitif dapat dijumlahkan untuk semua sektor sebagai keseluruhan daerah, sehingga nantinya akan didapat persamaan Shift-Share untuk
sektor i di wilayah j adalah: Dij = Eij (rn) + Eij (rin – rn ) + Eij (rij – rin) Persamaan Shift-Share ini membebankan tiap sektor wilayah (Kota Ambon) dengan laju pertumbuhan yang setara dengan laju pertumbuhan yang dicapai
17
oleh perekonomian yang menjadi acuan (Propinsi Maluku) selama kurun waktu analisis. Melalui analisis shift share, maka pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural perekonomian wilayah Kota Ambon ditentukan oleh tiga komponen, yaitu: a.
Provincial Share (PS atau Nij), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian Kota Ambon dengan melihat nilai PDRB Kota Ambon sebagai daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian Provinsi Maluku. Hasil perhitungan Provincial Share akan menggambarkan peranan wilayah Provinsi Maluku yang mempengaruhi
pertumbuhan
pertumbuhan Kota Ambon
perekonomian sama dengan
Kota
Ambon.
pertumbuhan
Jika
Provinsi
Maluku maka peranannya terhadap provinsi tetap. b.
Proportional Shift (P atau Mij) adalah pertumbuhan nilai tambah bruto suatu sektor i pada Kota Ambon dibandingkan total sektor di tingkat Provinsi Maluku.
c.
Differential Shift (D atau Cij) adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi Kota Ambon dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat Provinsi Maluku. Selanjutnya untuk memecahkan masalah pengaruh-pengaruh yang
saling terkait di atas, Esteban-Marquillas melakukan modifikasi yang meliputi pendefinisian kembali kedudukan atau keunggulan kompetitif sebagai komponen ketiga dan menciptakan komponen ke empat yaitu pengaruh alokasi. Persamaan Shift Share yang direvisi ini mengandung suatu unsur baru yaitu homothetic employment di sektor i di Kota Ambon j, diberi notasi E’ij dan dirumuskan sebagai berikut : E’ij = Ej (Ein / En) E’ij : employment atau output atau pendapatan atau nilai tambah yang dicapai sektor i di Kota Ambon j bila struktur nilai output di wilayah itu sama dengan struktur Provinsi Maluku.
18
Dengan mengganti nilai output nyata Eij dengan homothetic employment E’ij maka persamaannya menjadi : Cij = E’ij (rij – rin) C’ij mengukur keunggulan atau ketidakunggulan kompetitif di sektor i di perekonomian Kota Ambon. Bagian yang belum dijelaskan dari perubahan suatu variabel wilayah (employment, misalnya) atau D – N – M – C disebut allocation effect. Untuk sektor i di Kota Ambon j, pengaruh alokasi Aij dirumuskan sbb : Aij = (Eij – E’ij) (rij – rin) Aij adalah bagian dari pengaruh (keunggulan) kompetitif tradisional (klasik) yang menunjukkan adanya tingkat spesialisasi di sektor i di Kota Ambon j. Dengan perkataan lain, Aij adalah perbedaan antara nilai output nyata di sektor i di Kota Ambon j dan nilai output di sektor Kota Ambon itu (rij) bila struktur nilai output itu sama dengan struktur nilai output Provinsi Maluku dan nilai perbedaan itu dikalikan dengan perbedaan antara laju pertumbuhan sektor di Kota Ambon (rij) dan laju pertumbuhan sektor di Provinsi Maluku (rin). (Eij–E’ij) : menunjukkan adanya spesialisasi di sektor tersebut didapat dari variabel nyata dengan variabel diharapkan, jika : 1. Eij – E’ij < 0
maka sektor tersebut bukan spesialisasi (Not Specialize)
2. Eij – E’ij > 0
maka sektor tersebut spesialisasi (Specialized).
(rij – rin) menunjukkan adanya keunggulan kompetitif di sektor tersebut yang didapat dari laju pertumbuhan sektor Kota Ambon dengan laju pertumbuhan sektor Provinsi Maluku, jika: rij – rin < 0
maka sektor tersebut tidak mempunyai keunggulan kompetitif (Competitive Disadvantage).
rij – rin > 0
maka sektor tersebut mempunyai keunggulan kompetitif (Competitive Advantage).
Persamaan (12) menunjukkan bahwa bila Kota Ambon mempunyai spesialisasi di sektor/subsektor tertentu, maka sektor/subsektor itu juga menikmati keunggulan kompetitif yang lebih baik. Maksudnya efek alokasi Aij itu dapat positif atau negatif.
19
Efek alokasi yang positif mempunyai 2 kemungkinan : 1.
Eij – E’ij < 0 dan rij – rin < 0
2.
Eij – E’ij > 0 dan rij – rin > 0
Dengan sendirinya, efek alokasi yang negatif mempunyai dua kemungkinan yang berkebalikan dengan efek alokasi yang positif tersebut di atas. Modifikasi Esteban-Marquillas terhadap analisis S-S adalah : Dij = Eij (rn) + Eij (rij- rin) + E’ij (rij- rin) + (Eij – E’ij ) (rij- rin) Menurut Olsen dan Herzog (1997, 445) dalam Sofwin Hardiati (2002:68), Efek Alokasi ini mempunyai 4 kemungkinan : Tabel 4.1. Analisis Shift Share Esteban Marquilass No.
1 2 3 4
rij – rin
> > < <
0 0 0 0
Eij–E*ij
> < > <
0 0 0 0
Keunggulan Kompetitif
Spesialisasi
√ √ x x
√ x √ x
4.4.3. Analisis Tipologi Klassen Tipologi Klassen merupakan alat analisis ekonomi regional yang digunakan untuk mengetahui klasifikasi sektor/subsektor perekonomian wilayah Kota Ambon. Analisis Tipologi Klassen digunakan dengan tujuan mengidentifikasi posisi sektor/subsektor perekonomian Kota Ambon dengan memperhatikan sektor/subsektor perekonomian Provinsi Maluku sebagai daerah referensi. Analisis Tipologi Klassen menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut (Sjafrizal, 2008:180): a.
Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut 20
terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si > s dan ski > sk. b.
Sektor maju tapi tertekan (stagnant sector) (Kuadran II). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang
menjadi
referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si < s dan ski > sk. c.
Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector) (Kuadran III). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si > s dan ski < sk.
d.
Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector) (Kuadran IV). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan sekaligus memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si < s dan ski < sk. Klasifikasi sektor PDRB menurut Tipologi Klassen sebagaimana tercantum pada Tabel 3.2.
21
Tabel 4.2. Klasifikasi Sektor PDRB menurut Tipolgi Klassen Laju Pertumbuhan
Pendapatan Perkapita Pendapatan Perkapita Diatas Rata-Rata
Pendapatan Perkapita Dibawah Rata-Rata
Laju Pertumbuhan Diatas Rata-Rata
Laju Pertumbuhan Dibawah Rata-Rata
Kuadran I Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) si > s dan ski > sk Kuadran III Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector) si > s dan ski < sk
Kuadran II Sektor maju tapi tertekan (stagnant sector) si < s dan ski > sk Kuadran IV Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sektor) si < s dan ski < sk
Sumber: Sjafrizal, 2008:180
4.4.4. Analisis Location Quotient (LQ) Untuk menentukan sektor/subsektor basis dan non basis di Kota Ambon digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Kota Ambon yang menjadi pemacu pertumbuhan. Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ yang sering digunakan untuk penentuan sektor/subsektor basis dapat dikatakan sebagai
sektor/subsektor
yang
akan
mendorong
tumbuhnya
atau
berkembangnya sektor/subsektor lain serta berdampak pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh (Arsyad, 2004:316) sebagai berikut:
LQ =
PDRBiKA / ∑PDRBKA --------------------------------PDRBiPM / ∑PDRBPM
22
Dimana: PRDBiKA
=
PDRB sektor i di Kota Ambon pada tahun tertentu.
∑PDRBKA
=
Total PDRB di Kota Ambon pada tahun tertentu.
PDRBiPM
=
PDRB sektor i di Provinsi Maluku pada tahun tertentu.
∑PDRBPM
=
Total PDRB di Provinsi Maluku pada tahun tertentu.
Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada tiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh (Tarigan, 2007:82), yaitu: a.
Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor/subsektor i di daerah Kota Ambon adalah sama dengan sektor/subsektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Maluku.
b.
Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor/subsektor i di
daerah
Kota
Ambon
lebih
besar
dibandingkan
dengan
sektor/subsektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Maluku. c.
Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor/subsektor i di
daerah
Kota
Ambon
lebih
kecil
dibandingkan
dengan
sektor/subsektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Maluku. Apabila nilai LQ > 1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor/subsektor tersebut merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kota Ambon. Sebaliknya apabila nilai LQ < 1, maka sektor/subsektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kota Ambon. Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ) adalah PDRB Kota Ambon dan Provinsi Maluku tahun 2003-2012 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000. 4.4.5. Analisis Model Dong Sung Cho Salah satu faktor penting dari model Dong Sung Cho adalah mengukur Daya Saing Permintaan Domestik. Tingkat permintaan domestik yang lebih besar mencerminkan daya saing yang lebih tinggi dari suatu komoditas. Untuk mengukur daya saing permintaan domestik, berdasarkan 23
konsep dan ukuran-ukuran yang dikemukakan oleh Dong sung Cho, maka digunakan model yang dimodifikasi dari model Euro W. Arto dan model Dong Sung Cho seperti yang dinotasikan oleh Junaidin (2009:12) yaitu sebagai berikut: Ij = Indeks Tingkat Permintaan Domestik = (1 - Tingkat ekspor) atau: 𝒏
𝟏 − 𝑿𝒊𝒋/ 𝑷𝒊𝒋 𝒏
Fd ij =
𝒏=𝟏
x 100
n
Di mana: 1
=
angka absolut
X
=
nilai ekspor
P
=
nilai produksi
N
=
jumlah tahun
Fd ij
=
indeks tingkat permintaan domestik rata-rata sektor/subsektor i di daerah j
Dalam penelitian ini, untuk mengukur tingkat daya saing dari sektor/subsektor basis yang ada di Kota Ambon terhadap permintaan pasar domestik, yaitu dengan membandingkan indeks permintaan domestik yang sama dari Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Seram Bagian Barat dan Kabupaten Maluku Tenggara. Jika
koefisien
indeks
permintaan
domestik
rata-rata
dari
sektor/subsektor basis suatu daerah menunjukan tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan indeks permintaan domestik terhadap sektor/subsektor basis yang sama dari daerah lain maka sektor/subsektor unggulan dari daerah tersebut mempunyai daya saing yang lebih tinggi pada pasar domestik. 4.5. Definisi Operasional Variabel Untuk memudahkan dan menghindari salah pengertian dalam penelitian ini, peneliti memberi batasan (defenisi operasional) terhadap
24
istilah-istilah (judul) dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan melihat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah yang diteliti yang dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelompok lapangan usaha (sektor). Dalam penelitian ini PDRB dihitung berdasarkan harga tetap (harga konstan), yaitu harga-harga yang berlaku pada tahun dasar yang dipilih yakni tahun dasar 2000, perhitungan dari harga konstan dipilih karena dalam hal ini sudah dibersihkan dari unsur inflasi. Pengukuran pertumbuhan ekonomi adalah dengan menggunakan angka ratio atau persentase. PDRB dalam konteks ini adalah PDRB Kota Ambon berdasarkan lapangan usaha tahun 2003 sampai dengan tahun 2012 atas dasar harga konstan tahun 2000, dengan satuan rupiah. 2. Sektor-sektor ekonomi yaitu, sektor pembentuk angka PDRB Tahun 2003-2012 Menurut Sektor Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Kota Ambon yang berperan dalam menentukan laju pertumbuhan ekonomi, adapun sektor ekonomi ini terdiri dari sembilan sektor utama, yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan/kontruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. 3. Karakteristik struktur dan pola pertumbuhan ekonomi adalah terjadinya
pergeseran atau perubahan baik pertumbuhan maupun penurunan kontribusi perekonomian wilayah Kota Ambon dari waktu ke waktu pada sektor-sektor ekonomi terhadap PDRB. Karakteristik struktur dan pola pertumbuhan ekonomi menunjukkan suatu pola dan posisi relatif suatu wilayah atau sektor dan subsektor ekonomi berdasarkan struktur dan pertumbuhannya jika dibandingkan dengan wilayah lainnya atau sektor dan subsektor ekonomi di wilayah lainnya. Biasanya untuk melihat karakteristik struktur atau pergeseran struktur digunakan kontribusi dari sektor-sektor ekonomi. Sedangkan 25
pola pertumbuhan ekonomi baik regional maupun sektoral digunakan klasifikasi dari klassen (Tipologi Klassen). 4. Penentuan Sektor/subsektor Ekonomi Basis, dalam penelitian ini
diartikan sebagai sektor/subsektor yang menjadi prioritas utama untuk terus ditingkatkan dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah guna
meningkatkan PDRB Kota Ambon secara umum. 5. Pendekatan Model Basis Ekonomi merupakan suatu pendekatan yang
membagi perekonomian wilayah Kota Ambon menjadi dua sektor yaitu kegiatan-kegiatan basis dan kegiatan bukan basis. Kegiatan basis (basic activities) adalah kegiatan-kegiatan yang mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ke tempat-tempat di luar batas perekonomian masyarakat bersangkutan, atau yang memasarkan barang-barang dan jasa-jasa mereka kepada orang-orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat. Kegiatan-kegiatan bukan basis (non basis activities) adalah kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor barang-barang, jadi luas lingkup produksi mereka dan daerah pasar mereka yang terutama adalah bersifat lokal. 6. Daya saing dalam penelitian ini adalah dalam hal meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pengelolaan sektor/subsektor ekonomi unggulan Kota Ambon, termasuk dalam hal tataran kebijakan yang terkait investasi, pemasaran maupun promosi daerah. Pada gilirannya, sektor/subsektor ekonomi basis tersebut memiliki daya saing dan diharapkan mampu memenuhi permintaan di tingkat domestik maupun global.
26
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Deskripsi Wilayah Penelitian 5.1.1.
Keadaan Geografis Ambon ibukota Provinsi Maluku, terletak dalam Teluk Ambon
yang indah permai. Sering disebut juga dengan Amboina. Kota ini terletak di pulau yang sama namanya yang dalam bahasa daerah disebut “Nusa Yapono” yang artinya Pulau Embun. Kota Ambon terletak di jasirah Leitimur dan memanjang melalui pesisir pada teluk dalam bagian luar. Di belakang pulau ini menjulang pegunungan soya dengan uncak seperti gunung Nona dan gunung Sirimau yang ditutupi oleh hutan dan padang rumput yang hijau subur. Dari puncak tersebut ke arah utara dan timur laut menantang pegunungan jasirah leihitu dengan puncak gunung salahutu dan gunung kerbau dan dilatar belakangi pula oleh puncak tertinggi di pulau ibu yaitu pulau Seram. Kearah selatan dan barat daya terhampar laut banda dan laut buru laksana permadani biru yang
berkilau-kilauan.
Sungguh
suatu
pemandangan
alam
yang
mengasyikan. Kota Ambon secara astronomis terletak antara 3 - 4 LS dan 128 - 129 BT (Kota Ambon Dalam Angka 2012). Total luas kawasan laut dan darat Kota Ambon adalah 786 Km2, terbagi atas luas daratan 377 Km2 (48 persen) sedangkan luas perairan 4 mil laut sebesar 409,0 Km2 (52 persen), dengan garis pantai sepanjang 102,7 Km. Kawasan pesisir dan perairan Kota Ambon dihadapkan kepada dinamika laut Banda, terdapat dalam bentuk teluk yang relatif tertutup (Teluk Ambon) dan yang lebih terbuka (Teluk Baguala) serta perairan terbuka (Pantai Selatan Kota Ambon). Adapun letak Kota Ambon secara geografis menurut Badan Pusat Statistik Kota Ambon (2013) dibatasi, antara lain :
Tabel 5.1. Letak dan Batas Wilayah Kota Ambon Kota
Letak Posisi
Batas Wilayah Sebelah Utara dengan: Desa Hitu, Hila, Kaitetu Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah
A
Sebelah Selatan dengan: Laut Banda
M B
3 - 4 Lintang Selatan
O
128 - 129 Bujur Timur
N
Sebelah Timur dengan: Desa Suli Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku tengah Sebelah Barat dengan: Desa Hatu Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah
Sumber : Kota Ambon Dalam Angka 2013
Total luasan wilayah Kecamatan adalah sekitar 35.944,62 km2, Wilayah Kota Ambon sebagian besar terdiri dari daerah berbukit yang berlereng terjal seluas ± 186,9 km2 atau 73 persen dan daerah daratan dengan kemiringan sekitar 10 persen seluas ± 55 km2 atau 17 persen dari total luas wilayah daratan.
5.1.2.
Keadaan Iklim Iklim di Kota Ambon adalah iklim laut tropis dan iklim musim,
karena letak pulau Ambon dikelilingi oleh laut. Oleh karena itu iklim di sini sangat dipengaruhi oleh lautan dan berlangsung bersamaan dengan iklim musim, yaitu musim Barat atau Utara dan musim Timur atau Tenggara. Pergantian musim selalu diselingi oleh musim Pancaroba yang merupakan transisi dari kedua musim tersebut. Musim Barat umumnya berlangsung dari bulan Desember sampai dengan bulan Maret, sedangkan pada bulan April merupakan masa transisi ke Musim Timur yang berlangsung dari bulan Mei sampai dengan bulan 28
Oktober disusul oeh masa pancaroba pada bulan Nopember yang merupakan transisi ke musim Barat.
5.1.3.
Pemerintahan Wilayah Kota Ambon secara administratif pemerintahan terbagi
menjadi
lima
kecamatan
dengan
50
desa/kelurahan
berklasifikasi
swasembada. Dari jumlah tersebut sesuai dengan perkembangan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa, seluruhnya telah berkategori maju.
5.1.4.
Kependudukan 5.1.4.1. Penduduk Kota Ambon terdiri dari 30 Desa dengan total jumlah penduduk sesuai hasil sensus penduduk Tahun 2012 adalah sekitar 354.464 jiwa. Secara keseluruhan Kota Ambon berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tengah. Sesuai Perda Nomor 2 Tahun 2006, Kota Ambon memiliki lima kecamatan yaitu Kecamatan Nusaniwe, Kecamatan Sirimau, Kecamatan Teluk Ambon, Kecamatan Baguala, dan Kecamatan Leitimur Selatan. Jumlah penduduk Kota Ambon pada tahun 2012 adalah sebesar 354.464 jiwa (Tabel 5.2.). Laju pertumbuhan penduduk Kota Ambon rata-rata per tahun dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2008-2012) adalah sebesar 5,65 persen. Tabel 5.2. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kota Ambon Luas Area
Kecamatan
Km2
%
Jumlah Penduduk Laki-Laki
L+P
Perempuan
Rasio Jenis Kelamin
Kepadatan Jiwa Tiap Km2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Teluk Ambon T. A. Baguala Leitimur Selatan Sirimau Nusaniwe
93,68 40,11 5.050 86,81 88,35
26,06 11,16 14,05 24,15 24,58
21 174 29 365 5 042 75 447 47 850
19 971 27 854 5 017 74 431 48 313
41 145 57 219 10 059 149 878 96 163
106,02 105,42 100,50 101,37 99,04
439,21 1 426,55 199,19 1 726,51 1 088,43
Kota Ambon
359,45
100
178 878
175 586
354 464
101,87
986,13
Sumber : Kota Ambon Dalam Angka 2013 * Hasil Tabulasi
29
Dari hasil
tersebut, diperoleh rasio jenis kelamin (Sex
Ratio) penduduk
Kota Ambon adalah 101,87. Hal ini
menggambarkan bahwa jumlah penduduk perempuan dan jumlah penduduk laki-laki berimbang. Seiring dengan kenaikan penduduk maka kepadatan penduduk dalam kurun waktu lima tahun (20082012) cenderung mengalami kenaikan, pada tahun 2012 tercatat sebesar 986,13 orang/km2. Kecamatan terpadat penduduknya adalah kecamatan Sirimau dengan 1.726,51 orang/km2, dan yang terjarang penduduknya adalah Kecamatan Leitimur Selatan, yaitu sebanyak 199,19 orang/km2. Jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahun tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran penduduk. Kepadatan penduduk di Kecamatan yang wilayahnya sebagian besar dekat dengan pusat kota mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan
dengan
kecamatan
yang
wilayahnya
masih
merupakan daerah pedesaan. Berdasarkan data BPMP dan KB Kota Ambon, jumlah penduduk miskin Kota Ambon pada tahun 2012 mencapai 45.071 jiwa atau 10.523 KK. Kondisi tersebut mengakibatkan
terjadinya
kesenjangan
di
berbagai
bidang
kehidupan antara perdesaan dan perkotaan, baik di bidang sosial, ekonomi, budaya, sarana dan prasarana, serta berbagai bidang lainnya. Perkembangan kota sebagai pusat pertumbuhan seringkali justru menimbulkan efek pengurasan sumber daya dari wilayah sekitarnya (backwash effect). 5.1.4.2. Ketenagakerjaan Tenaga kerja merupakan salah satu modal dalam perkembangan roda pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja
terus
mengalami
perubahan
seiring
dengan
proses
berlangsungnya demografi. Jumlah pencari kerja menurut jenis kelamin dan tingkat pendidikan di Kota Ambon pada tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
30
Tabel 5.3. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan di Kota Ambon Tahun 2012 Tingkat Pendidikan
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
2 21 3.680 433 1.190 5.326
1 9 3.763 622 1.795 6.190
3 30 7.443 1.055 2.985 11.516
SD ke bawah SLTP SLTA Sarjana Muda Sarjana Total
Sumber : Kota Ambon Dalam Angka 2013
5.1.4.3. Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk di Kota Ambon terbesar pada sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran kemudian sektor angkutan dan komunikasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.4. Penduduk Usia Kerja (15 Tahun Keatas) Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama dan Jenis Kelamin di Kota Ambon Tahun 2012 Tenaga Kerja Lapangan Usaha Utama No. Jumlah Laki-Laki Perempuan (Sektor) (1)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
(2)
Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan/ Kontruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keua, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa T o t a l
(3)
(4)
(5)
3.063 1.146 7.119 1.925 7.549 15.110 13.798 2.687 18.828 71.225
1.684 389 3.785 695 0 18.431 417 1.084 17.453 44.118
4.927 1.535 10.904 2.620 7.549 33.541 14.215 3.771 36.281 115.343
Sumber : Kota Ambon Dalam Angka 2013 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk paling banyak masih bekerja di sektor jasa-jasa sebesar 36.281 jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari laki-laki sebesar 18.828 jiwa dan perempuan sebesar 17.453 jiwa. Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran menempati urutan kedua dengan jumlah pekerja sebesar 33.541 jiwa. 31
5.2. Potensi Sumber Daya Alam Kota Ambon yang terletak di kawasan timur Indonesia adalah Ibukota Provinsi Maluku, yang lebih dikenal dengan sebutan "Daerah Seribu Pulau", karena terdiri dari 1.027 buah pulau besar dan kecil. Letak daerah ini sangat strategis karena terletak di titik pertemuan sirkum Pasifik dan sirkum Mediterranean, sehingga bentangan alam flora dan faunanya sangat unik. Potensi utama kawasan ini adalah taman lautnya yang diakui sebagai salah satu yang terindah di dunia, keunikan budayanya dan sumber daya alam lainnya. Dengan ditetapkannya daerah Maluku sebagai Daerah Tujuan Wisata ke-16, menjadikan kota Ambon sebagai pintu masuk ke daerah ini mulai berbenah diri, baik dari segi obyek wisata, sarana maupun prasarananya yang merupakan faktor utama dalam dunia pariwisata. Sampai dengan Tahun 2012 di Kota Ambon terdapat 39 objek wisata, berupa objek wisata alam 24 dan budaya 15 dengan penyebarannya yaitu untuk Kecamatan Nusaniwe 12 objek wisata alam (Laut 10, Darat 2) dan 2 objek wisata sejarah serta budaya. Kecamatan Sirimau, 3 objek wisata alam (darat) serta 8 objek budaya dan sejarah. Kecamatan Baguala objek wisata alam laut 6, Darat 1 dan Budaya serta sejarah 4. Sejumlah objek wisata di dua Kecamatan yaitu di Kecamatan Teluk Ambon dan Kecamatan Leitimur Selatan, belum dikembangkan. Upaya memperkenalkan obyek wisata di kota ini adalah untuk menarik wisatawan datang berkunjung dan untuk meningkatkan devisa bagi pemerintah daerah. Karena aset wisata yang ada cukup potensial dan mampu mendukung kemajuan kepariwisataan daerah ini, sehingga tujuan untuk mewujudkan Kota Ambon sebagai pintu gerbang Daerah Tujuan Wisata di Maluku dapat tercapai. Pengembangan pariwisata saat ini makin penting, tidak semata-mata hanya peningkatan penerimaan devisa, tetapi juga memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, sehingga mampu mendorong kegiatan sektor ekonomi lainnya seperti sektor angkutan, industri kecil/rumah tangga termasuk juga perhotelan/akomodasi.
32
Hal ini jelas terlihat dengan berkembangnya pembangunan hotel-hotel berbintang yang telah dibangun maupun dalam tahap proses pembangunan. Berkedudukan sebagai ibu kota provinsi yang sedang menggiatkan pembangunan di segala bidang, Kota Ambon merupakan daya tarik bagi penduduk daerah lain yang ingin mencari pekerjaan. Dengan banyaknya pendatang, maka pemukiman-pemukiman baru terus dibuka. Hal inipun dapat dibuktikan dengan perkembangan sektor Bangunan/ Kontruksi yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Kota Ambon bukan seperti daerah lainnya yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Kota ini adalah pusat transit perdagangan, bisnis dan jasa. Minimnya jenis sumber daya alam di Kota Ambon, membuat Pemerintah Kota Ambon hanya mengandalkan penerimaan dari sektor jasa. Kota Ambon seperti umumnya kota-kota pantai lainnya di Indonesia memiliki potensi wilayah pesisir dengan garis pantai yang panjang dan indah. Pesisir Kota Ambon saat ini kurang mendapat perhatian pemerintah dan investor dalam pembangunan. Pesisir Kota Ambon masih dianggap sebagai wilayah belakang kota, belum dilihat sebagai beranda depan kota. Sejarah Kota Ambon memperlihatkan bahwa terbentuknya pesisir Kota Ambon adalah sama tuanya dengan keberadaan kota itu sendiri. Lokasi pesisir pantai saat ini telah tumbuh dan berkembang dengan berbagai kegiatan untuk memenuhi kehidupan dan penghidupan masyarakat Ambon atau masyarakat Maluku secara umum, memiliki pencapaian yang baik dan kondisi tempat yang menarik.
5.3. Kondisi Ekonomi Wilayah Kota Ambon 5.3.1.
Pendapatan Perkapita Untuk melihat laju pertumbuhan pembangunan dan tingkat
kesejahteraan masyarakat di suatu daerah, maka indikator yang digunakan adalah dengan melihat angka perkembangan PDRB perkapita. Angka ini diperoleh dengan cara membagi jumlah PDRB dengan jumlah penduduk di suatu daerah pada tahun yang sama.
33
Prestasi pembangunan dapat dinilai dengan berbagai macam cara dan tolak ukur, baik dengan pendekatan ekonomi maupun pendekatan non ekonomi.
Penilaian
berdasarkan
tinjauan
dengan
pendekatan
ekonomi
dapat
aspek
pendapatan
maupun
non
dilakukan pendapatan.
Berdasarkan aspek pendapatan, perekonomian biasanya diukur dengan tolak ukur pendapatan per kapita/PDRB perkapita (Dumairy, 2004:28). Pendapatan
perkapita
merupakan
bagian
terpenting
dalam
mengukur kesejahteraan penduduk suatu daerah. Secara riil PDRB perkapita menunjukkan kemampuan daya beli penduduk. Pada tahun 2003 PDRB perkapita Kota Ambon Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 senilai 4.559.295 rupiah pada tahun 2004 menjadi 4.706.732 rupiah dengan pertumbuhan sebesar 3,23 persen. Pada tahun 2005 pendapatan perkapita mengalami peningkatan menjadi 4.892.984 rupiah atau meningkat sebesar 3,96 persen. Selanjutnya pada tahun 2006 hingga tahun 2008 pendapatan perkapita terus mengalami meningkat. Pada tahun 2009 pendapatan perkapita Kota Ambon mengalami penurunan menjadi 5.168.861 rupiah. Dimana pendapatan sebelumnya pada tahun 2008 sebesar 5.493.099 rupiah atau pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar -5,90 persen. Untuk selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
No.
Tabel 5.5. Pendapatan Perkapita Kota Ambon Tahun 2003-2012 Pendapatan Perkapita Kota Ambon Tahun (Rp)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Persentase
2003 4.559.295 2004 4.706.732 3,23 2005 4.892.984 3,96 2006 5.088.611 4,00 2007 5.241.531 3,01 2008 5.493.099 4,80 2009 5.168.861 -5,90 2010 4.913.427 -4,94 2011 5.098.825 3,77 2012 5.287.018 3,69 Rata-rata 5.045.038 1,74 Sumber : Kota Ambon dalam angka diolah penulis
34
Hal ini mengindikasikan terjadinya perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat secara relatif selama tahun 2003 hingga 2008. Namun pada tahun 2009 hingga 2010 terjadi penurunan. Hal ini disebabkan karena pada tahun tersebut kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap PDRB Kota Ambon mengalami penurunan. Walaupun demikian nilai PDRB perkapita tidak
menggambarkan
tingkat
pemerataan
dalam
distribusinya
di
masyarakat. Pada tahun 2011 hingga 2012 pendapatan perkapita terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 5.045.038. Namun dilihat dari persentase pertumbuhan pada tahun 2011 pertumbuhannya sebesar 3,77 persen. Sedangkan pada tahun 2012 persentase pertumbuhannya mengalami penurunan yaitu sebesar 3,69 dengan persentase rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 1,74 persen. 5.3.2. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian di suatu daerah diperoleh dari adanya berbagai aktivitas ekonomi dengan tolak ukurnya adalah PDRB yang berupa arus barang dan jasa. Hal ini menggambarkan adanya kemampuan suatu daerah di dalam mengelola sumber daya yang ada yang tercermin dalam perkembangan sektor-sektor ekonomi tersebut dalam kurun waktu tertentu. Secara umum PDRB Kota Ambon tahun 2003-2012 berdasarkan harga konstan Tahun 2000 cenderung mengalami fluktuasi. Nilai PDRB Kota Ambon dari tahun 2003 terus mengalami pertumbuhan hingga tahun 2012. Namun kita lihat periode tersebut, nilai PDRB sektor pertanian mengalami pertubuhan bernilai positif dari tahun ke tahun. Apabila kita lihat pada subsektor tanaman perkebunan pada tahun 2012 pertumbuhannya bernilai negatif sebesar -19,86 persen. Sehingga dilihat dari pertumbuhan rata-rata selama periode penelitian pertumbuhannya mengalami minus sebesar -0,79 persen. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih pada tahun 2009 mengalami pertumbuhan negatif sebesar -16,88 persen. Pertumbuhan bernilai negatif ini disebabkan oleh Subsektor Listrik yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar -18,04 persen. Hal ini disebabkan oleh laju peningkatan kapasistas
35
pembangkit tidak secepat dari laju permintaan sehingga margin cadangan cenderung rendah. Di samping itu kapasitas infrastuktur transmisi distribusi pada saat itu sudah tua dan sudah mencapai daya yang maksimal sehingga kapasitas pembangkit yang ada menjadi tidak efektif. Selama periode tahun penelitian sektor bangunan/kontrusi, sektor angkutan dan komunikasi serta sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor yang memiliki laju pertumbuhan rata-rata teringgi yaitu masing 13,93 persen, 9,22 persen dan 8,25 persen. Berdasarkan tabel 4.6, laju pertumbuhan sektor/subsektor ekonomi periode 2003-2012 dapat kita analisis sebagai berikut: Bila dilihat secara subsektor maka subsektor angkutan udara memiliki rata-rata laju pertumbuhan tertinggi sebesar 17,19 persen kemudian subsektor hotel sebesar 10,68 persen dan subsektor komunikasi sebesar 10,54 persen. Jika diamati secara teliti dapat kita lihat laju pertumbuhan rata-rata tertinggi dan pertumbuhan rata-rata tertinggi ketiga ini merupakan sumbangan dari sektor angkutan dan komunikasi. Subsektor yang memiliki laju pertumbuhan stabil setiap tahunnya adalah subsektor perikanan dan subsektor angkutan jalan raya. Kedua subsektor ini memiliki laju pertumbuhan yang cenderung meningkat, walaupun ada penurunan namun tidak mempengaruhi penurunan yang dratis. Jika diamati rata-rata laju pertumbuhan kedua subsektor ini, subsektor perikanan memiliki ratarata laju pertumbuhan lebih baik karena mampu meningkat lebih tinggi dari rata-rata laju pertumbuhan sektor pertanian. Laju pertumbuhan PDRB Kota Ambon sebagaimana dapat dilihat dalam grafik pada tabel sebagai berikut :
36
Lapangan Usaha 1 Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2 Pertambangan & Penggalian a. Pertambangan b. Penggalian Primer 3 Industri Pengolahan a. Industri Tanpa Migas 4 Listrik, Gas & Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih 5 Bangunan/ Kontruksi Sekunder 6 Perdagangan, Hotel & Restoran a. Perdagangan Besar Eceran b. Hotel c. Restoran 7 Angkutan & Komunikasi A. Angkutan a. Angkutan Jalan Raya b. Angkutan Laut c. Angkutan Penyeberangan d. Angkutan Udara e. Jasa Penunjang Angkutan B. Komunikasi 8 Keua, Persewaan & Jasa Perus. a. Bank b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa i. Pemerintahan Umum & Pertahanan ii. Swasta a. Jasa Sosial Kemasyarakatan b. Hiburan & Rekreasi c. Perorangan dan Rumah Tangga Tersier PDRB Sumber: BPS Kota Ambon, Kota Ambon Dalam Angka diolah penulis
2003 2
1
-
2004 3 3,09 2,12 1,43 2,61 0,03 3,24 5,14 5,14 3,10 7,25 7,25 8,09 8,51 2,61 6,31 7,25 5,48 5,36 7,74 5,94 14,57 14,70 3,66 3,20 10,71 44,47 9,97 12,18 3,74 4,61 2,60 3,47 7,34 3,21 3,17 3,91 2,68 6,45 4,58 6,33 5,73
2005 4 3,82 2,26 1,45 2,15 1,77 4,07 5,67 5,67 3,83 2,94 2,94 6,65 7,03 1,35 6,75 4,44 6,38 6,37 6,93 6,08 12,50 12,26 3,52 2,80 12,83 29,77 10,03 16,84 3,99 4,71 3,10 3,73 6,98 4,71 4,75 4,09 2,84 7,47 4,52 6,88 6,22
2006 5 3,80 2,40 1,51 2,29 1,32 4,03 5,91 5,91 3,81 5,71 5,71 7,23 7,49 3,47 7,81 6,32 6,94 6,95 7,36 6,43 11,28 10,45 3,75 4,65 13,41 19,42 10,67 25,79 4,88 5,01 4,63 4,82 7,03 5,00 5,06 4,14 3,04 7,54 4,38 7,06 6,43
2007 6 4,31 2,38 1,35 3,24 1,14 4,59 5,10 5,10 4,31 9,06 9,06 6,98 7,23 3,22 7,61 8,33 6,88 6,95 7,74 5,02 8,65 8,28 3,73 8,05 13,33 10,81 9,86 14,25 5,16 5,23 5,62 4,93 3,95 5,56 5,67 3,90 2,72 6,89 4,28 6,68 6,31
2008 7 4,00 0,26 1,28 2,93 0,96 4,45 5,12 5,12 4,01 8,49 8,49 1,42 1,37 2,23 7,80 6,85 6,59 6,61 7,99 5,12 6,44 6,27 3,71 5,79 7,66 8,11 6,49 8,80 5,44 5,77 5,75 5,04 4,69 6,18 6,38 3,12 1,76 6,07 3,65 6,29 5,91
2009 8 4,86 0,19 1,21 3,05 0,78 5,41 5,19 5,19 4,86 7,55 7,55 -16,88 -18,04 1,30 8,72 2,84 6,22 6,34 4,81 5,23 4,87 4,84 5,27 3,56 2,27 6,35 1,08 5,34 5,61 5,99 6,01 5,15 4,13 6,36 6,67 1,29 0,71 5,95 0,54 5,87 5,58
2010 9 8,50 1,86 0,71 4,04 0,07 9,34 13,84 13,84 8,53 4,36 4,36 7,66 7,95 3,94 56,74 15,70 5,91 4,62 36,14 5,59 10,25 10,97 8,94 5,54 8,84 16,19 6,81 0,21 2,15 1,06 0,33 3,92 2,26 3,71 3,75 2,97 3,94 2,17 2,27 5,84 6,65
2011 10 2,18 1,87 3,81 7,91 0,07 2,04 13,77 13,77 2,26 14,75 14,75 7,79 7,69 9,09 15,91 14,01 6,05 6,24 5,58 3,12 6,54 6,77 7,17 0,72 3,13 10,08 5,04 3,01 2,80 1,73 3,07 3,51 3,67 10,09 10,57 1,81 2,58 2,90 0,73 7,20 6,58
2012 11 9,00 6,71 -19,86 7,86 0,06 9,68 14,50 14,50 9,04 10,38 10,38 7,65 7,65 7,62 7,74 9,24 9,88 9,87 11,80 8,09 7,86 7,83 5,41 7,41 9,83 9,54 6,10 8,44 4,70 7,24 4,29 2,83 5,52 9,36 9,75 2,11 0,02 3,26 3,87 8,69 8,77
Rata-Rata 12 4,84 2,23 -0,79 4,01 0,69 5,21 8,25 8,25 4,86 7,83 7,83 4,07 4,10 3,87 13,93 8,33 6,70 6,59 10,68 5,62 9,22 9,15 5,02 4,64 9,11 17,19 7,34 10,54 4,27 4,59 3,93 4,16 5,06 6,02 6,20 3,04 2,25 5,41 3,20 6,76 6,46
37
Tabel 5.6. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Ambon Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003 - 2012
Tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun Kota Ambon dan Provinsi Maluku selama periode penelitian mengalami kenaikan dan penurunan baik sektor maupun subsektor menurut lapangan usaha. Untuk pertumbuhan ekonomi Kota Ambon selama periode penelitian mengalami pertumbuhan yang positif dan negatif, sedangkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku juga mengalami pertumbuhan baik positif maupun negatif. Secara lengkap tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun Kota Ambon dan Provinsi Maluku menurut lapangan usaha tahun 2003-2012 seperti terlihat pada tabel 5.7.
38
Tabel 5.7. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Kota Ambon dan Provinsi Maluku Tahun 2003 - 2012 (jutaan rupiah) Kota Ambon Lapangan Usaha 1
2
3 4
5 6
7
8
9
Provinsi Maluku
2003
2012
Ratarata
2003
2012
Ratarata
Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan & Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan & Penggalian a. Pertambangan b. Penggalian Industri Pengolahan a. Industri Tanpa Migas Listrik, Gas & Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih Bangunan/ Kontruksi Perdagangan, Hotel & Restoran a. Perdagangan Besar Eceran b. Hotel c. Restoran Angkutan & Komunikasi A. Angkutan a. Angkutan Jalan Raya b. Angkutan Laut c. Angkutan Penyeberangan d. Angkutan Udara e. Jasa Penunjang Angkutan B. Komunikasi Keua, Persewaan & Jasa Perus. a. Bank b. Lemb. Keuangan Tanpa Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan Jasa-jasa i. Pemerintahan Umum & Pert. ii.Swasta a. Jasa Sosial Kemasyarakatan b. Hiburan & Rekreasi c. Perorangan dan RT
230.930,76 20.846,53 3.983,56 5.676,94 364,45 200.059,28 1.391,44 0,00 1.391,44 24.775,08 24.775,08 8.547,62 7.942,24 605,38 7.842,79 284.730,46 259.003,25 10.782,62 14.944,59 189.940,34 179.768,72 65.793,85 47.053,40 9.714,89 42.093,93 15.112,65 10.171,62 104.194,34 36.413,25 21.353,83 45.107,83 1.319,43 337.302,41 316.597,77 20.704,64 9.474,29 2.219,06 9.011,29
352.601,30 25.384,61 3.622,18 8.085,23 387,60 315.121,68 2.830,17 0,00 2.830,17 48.641,22 48.641,22 11.904,64 11.054,91 849,73 23.550,52 510.255,86 459.679,31 26.135,78 24.440,77 418.638,27 394.057,00 102.093,37 70.606,13 21.170,73 171.694,79 28.491,98 24.581,27 151.766,80 54.474,45 30.179,20 65.057,45 2.055,70 569.712,74 542.624,30 27.088,44 11.573,46 3.560,31 11.954,66
4,81 2,21 (1,05) 4,01 0,69 5,18 8,21 0,00 8,21 7,78 7,78 3,75 3,74 3,84 12,99 6,70 6,58 10,34 5,62 9,18 9,11 5,10 4,61 9,04 16,91 7,30 10,30 4,27 4,58 3,92 4,15 5,05 6,00 6,17 3,03 2,25 5,39 3,19
1.029.450,16 264.691,02 214.495,22 36.711,87 54.694,94 458.857,11 25.260,22 14.298,34 10.961,88 142.165,09 142.165,09 15.946,09 14.181,07 1.765,02 37.369,87 719.658,30 687.894,41 11.663,01 20.100,88 257.266,28 244.985,49 97.978,77 69.493,55 15.872,19 44.212,58 17.428,40 12.280,79 168.612,35 43.036,31 25.674,66 98.342,61 1.558,77 574.737,34 521.228,01 53.509,33 34.076,29 2.318,97 17.114,07
1.458.218,14 342.100,68 288.994,67 51.895,12 51.618,27 723.609,40 38.200,78 17.357,39 20.843,39 234.164,31 234.164,31 23.222,39 20.795,92 2.426,47 93.285,97 1.282.675,22 1.222.148,74 27.610,12 32.916,36 527.268,12 498.456,43 152.003,85 103.203,96 34.483,97 176.517,67 32.246,98 28.811,69 243.013,48 63.965,67 36.014,02 140.638,89 2.394,90 961.301,55 889.331,73 71.969,82 45.379,93 3.716,29 22.873,61
3,94 2,89 3,37 3,92 (0,64) 5,19 4,70 2,18 7,40 5,70 5,70 4,27 4,35 3,60 10,70 6,63 6,60 10,05 5,63 8,30 8,21 5,00 4,50 9,00 16,63 7,08 9,94 4,14 4,50 3,83 4,05 4,89 5,88 6,12 3,35 3,23 5,38 3,28
PDRB
1.189.655,24
2.089.901,52
6,46
2.970.465,70
4.861.349,96
5,63
Sumber, Data BPS Kota Ambon, diolah penulis Berdasarkan tabel di atas, dapat kita lihat bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah Kota Ambon periode 2003-2012 mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata 6,46 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku sebesar 5,63 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun 39
dilihat baik secara sektor/subsektor pada Kota Ambon dan Provinsi Maluku periode 2003-2012 dapat kita analisis sebagai berikut: - Sektor Pertanian: Pertumbuhan rata-rata sektor pertanian pada Kota Ambon 4,81 persen dan untuk pertumbuhan rata-rata sektor ekonomi untuk Provinsi Maluku 3,94 persen. Dengan demikian secara keseluruhan pertumbuhan sektor Pertanian Kota Ambon lebih tinggi. Apabila kita lihat menurut subsektor, subsektor peternakan dan hasilhasilnya dan subsektor kehutanan Kota Ambon memiliki pertumbuhan rata-rata lebih baik dibandingkan dengan tingkat provinsi. Subsektor peternakan dan hasil-hasilnya di Kota Ambon sebesar 4,01 persen lebih tingi
dibandingkan
dengan
Provinsi
Maluku
yang
mengalami
pertumbuhan rata-rata 3,92 persen. Subsektor kehutanan Kota Ambon rata-rata pertumbuhannya sebesar 0,69 sedangkan pertumbuhan rata-rata di tingkat provinsi sebesar -0,64 persen. Sedangkan subsektor yang lain di Kota Ambon memiliki pertumbuhan rata-rata dibawah pertumbuhan subsektor yang sama pada Provinsi Maluku. - Pertambangan dan Penggalian Pertumbuhan rata-rata sektor Pertambangan dan Penggalian Kota Ambon 8,21 persen lebih tinggi dari pertumbuhan Provinsi Maluku yang hanya mencapai 4,70 persen. Penerimaan pada sektor pertambangan dan penggalian Kota Ambon hanya didukung oleh subsektor penggalian, hal ini sebabkan karena Kota Ambon tidak memiliki sumberdaya alam dari pertambangan. Sehingga pertumbuhan rata-rata sektor ini pada Kota Ambon lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan rata-rata Provinsi Maluku didominasi atau hanya didukung oleh subsektor penggalian. - Industri Pengolahan Untuk sektor Industri Pengolahan, Kota Ambon memiliki pertumbuhan rata-rata 7,78 persen lebih baik atau lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata Provinsi Maluku yang hanya mencapai 5,70 persen.
40
- Listrik, Gas dan Air Bersih Pertumbuhan rata-rata untuk sektor Listrik, Gas dan Air Bersih pada Kota Ambon lebih rendah dibandingkat dengan pertumbuhan rata-rata di tingkat provinsi. Sedangkan dilihat dari subsektor, hanya subsektor air bersih di kota Ambon pertumbuhan rata-ratanya lebih baik dibandingkan di tingkat provinsi. Hanya subsektor listrik di Kota Ambon angka pertumbuhannya lebih rendah atau lembih lambat dari pertumbuhan Provinsi Maluku. - Bangunan/Kontruksi Pertumbuhan rata-rata untuk sektor Bangunan/Kontruksi di Kota Ambon sebesar 12,99 persen, ini merupakan pencapaian yang lebih tinggi dari pertumbuhan rata-rata Provinsi Maluku yang hanya mencapai 10,70 persen. - Perdagangan Hotel dan Restoran. Pertumbuhan rata-rata sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Kota Ambon lebih tinggi dari pertumbuhan rata-rata Provinsi Maluku. Bila diamati secara subsektor pertumbuhan sektor ini lebih baik dari provinsi hanya didukung oleh sub sektor hotel. Sedangkan subsektor perdagangan besar dan eceran dan subsektor restoran tingkat pertumbuhan rata-ratanya lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata Provinsi Maluku. - Angkutan dan Komunikasi Pertumbuhan rata-rata untuk sektor Angkutan dan Komunikasi di Kota Ambon sebesar 9,18 persen, ini merupakan pencapaian yang lebih tinggi dari pertumbuhan rata-rata Provinsi Maluku yang hanya mencapai 8,30 persen.
Apabila
dilihat
menurut
subsektor,
secara
keseluruhan
pertumbuhan rata-rata di Kota Ambon, pertumbuhannya lebih tinggi atau lebih baik dibandingkan Provinsi Maluku. - Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Pertumbuhan rata-rata sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan di Kota Ambon baik dilihat dari sektor maupun subsektor lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata pada Provinsi Maluku.
41
- Jasa-jasa Pertumbuhan rata-rata sektor Jasa-jasa di Kota Ambon sebesar 6,00 persen lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Maluku sebesar 5,88 persen. Jika dilihat menurut subsektor, pertumbuhan rata-rata Kota Ambon pada subsektor Pemerintahan Umum dan Pertahanan di Kota Ambon memiliki pertumbuhan rata-rata lebih tinggi dari Provinsi maluku. Sedangkan subsektor Swasta di Kota Ambon memeliki pertumbuhan rata-rata sebesar 3,03 persen lebih rendah dari Provinsi Maluku yang mencapai 3,35 persen. Apabila dilihat dari subsektor bagian, subsektor bagian Jasa Sosial Kemasyarakatan dan subsektor bagian Perorangan dan Rumah Tangga di Kota Ambon pertumbuhan rata-ratanya lebih rendah dari pertumbuhan rata-rata Provinsi Maluku. Hanya subsektor Hiburan dan rekreasi pada Kota Ambon pertumbuhan rata-rata sebesar 5,39 persen lebih tinggi terpaut 0,01 persen dari Provinsi Maluku sebesar 5,38 persen. Secara keseluruhan dapat dilihat pertumbuhan rata-rata PDRB di Kota Ambon sebesar 6,46 persen lebih tinggi atau lebih baik dibandingkan dengan Provinsi Maluku sebesar 5,63 persen.
5.4. Karakteristik Struktur dan Pola Pertumbuhan Perekonomian 5.4.1. Karakteristik Struktur Perekonomian Struktur ekonomi dapat menggambarkan kemajuan suatu daerah. Semakin maju perekonomian suatu daerah maka kontribusi sektor/subsektor menunjukkan peningkatan. Di Indonesia struktur ekonomi biasanya dilihat dengan pendekatan makro sektoral, yaitu berdasarkan kontribusi sektor ekonomi terhadap pembentukan PDRB. Pada tabel 5.8. dapat dilihat bahwa kontribusi terbesar dalam PDRB Kota Ambon selama kurun waktu tahun 2003-2012 terdapat dua sektor adalah sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor jasa-jasa dalam kurun waktu 2003-2012 memberi kontribusi antara di atas 26 persen namun masih di bawah 29 persen tiap tahunnya. Sektor perdagangan, hotel dan restoran memberi kontribusi di atas 23 persen 42
hingga 24,42 persen. Kemudian disusul oleh sektor angkutan dan komunikasi yang mampu memberi kontribusi sebesar 15,96 persen pada tahun 2003 hingga mencapai 20,03 persen pada tahun 2012 dengan kontribusi rata-rata sebesar 19 persen. Sedangkan untuk sektor pertanian memberi kontribusi antara 16 persen hingga mencapai dibawah 20 persen. Sedangkan sektor sisanya hanya memberi kontribusi dibawah 9 persen dalam PDRB Kota Ambon. Kemampuan sektor jasa di Kota Ambon dalam menunjang pembangunan melalui PDRB, dapat terlihat sejak tahun 2003-2012, di mana telah terjadi perubahan struktur ekonomi yang tercermin pada perubahan kontribusi masing-masing sektor dalam menyumbang terhadap PDRB. Kontribusi sektor-sektor dalam mendukung ekonomi kota Ambon tidak lepas dari peran subsektor. Subsektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah subsektor pemerintahan umum dan pertahanan, subsektor perdagangan besar dan eceran, subsektor Angkutan dan subsektor Perikanan. Hal ini disebabkan karena Kota Ambon merupakan Ibukota Provinsi Maluku, dan sekaligus sebagai pusat pemerintahan, terdapat pusatpusat lembaga keuangan dan bank, militer, kepolisian, pendidikan, pusat perdagangan dan jasa lainnya. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa, sektor Jasa-jasa, sektor Perdagangan, Hotel & Restoran, sektor Angkutan & Komunikasi sangat potensial untuk dikembangkan di Kota Ambon. Hal ini disebabkan Kota Ambon sejak keluar dari krisis global dan baru saja bangkit dari adanya konflik sosial yang berkepanjangan telah membuat keberadaan sektor Jasajasa dan sektor Perdagangan, Hotel & Restoran, Angkutan dan Komunikasi mulai tumbuh subur. Bertumbuhnya sektor-sektor ini mulai jelas terlihat dengan adanya hotel-hotel berbintang yang ada, jalur transportasi (laut, darat dan udara) penghubung antara Kota Ambon dengan kabupaten/kota di Provinsi Maluku maupun provinsi lainnya yang semakin lancar dan berkembang. Gambaran umum mengenai kontribusi sektor/subsektor pada PDRB Kota Ambon dapat dilihat pada Tabel 5.8 di bawah ini.
43
Tabel 5.8. Presentase Kontribusi PDRB Kota Ambon Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003 - 2012 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Rata-rata
Sektor
PDRB
Sektor
PDRB
Sektor
PDRB
Sektor
PDRB
Sektor
PDRB
Sektor
PDRB
Sektor
PDRB
Sektor
PDRB
Sektor
PDRB
Sektor
PDRB
Sektor
PDRB
100,00 8,20 1,51 2,34 0,14 87,81 100,00 100,00 100,00
17,85 1,47 0,27 0,42 0,03 15,67 0,12 0,12 2,14
100,00 100,00 93,30 6,70 100,00 100,00 90,66 4,25 5,09 100,00 94,03 27,47 19,72
2,14 0,67 0,62 0,05 0,81 24,16 21,90 1,03 1,23 19,00 17,86 5,12 3,68 0,97 6,70 1,39 1,14 8,12 2,88 1,64 3,50 0,11 27,14 25,58 1,56 0,68 0,19 0,68
1
Pertanian a.Tanaman Bahan Makanan b.Tanaman Perkebunan c.Peternakan dan Hasil-hasilnya d.Kehutanan e.Perikanan
100,00 9,03 1,73 2,46 0,16 86,62
19,41 1,75 0,33 0,48 0,03 16,82
100,00 8,94 1,70 2,45 0,15 86,76
18,92 1,69 0,32 0,46 0,03 16,42
100,00 8,81 1,66 2,40 0,15 86,98
18,50 1,63 0,31 0,45 0,03 16,08
100,00 8,69 1,62 2,37 0,15 87,17
18,05 1,57 0,29 0,43 0,03 15,73
100,00 8,53 1,58 2,35 0,14 87,40
17,71 1,51 0,28 0,42 0,03 15,47
100,00 8,22 1,54 2,32 0,14 87,78
17,38 1,43 0,27 0,40 0,02 15,26
100,00 7,86 1,48 2,28 0,13 88,25
17,27 1,36 0,26 0,39 0,02 15,24
100,00 7,38 1,38 2,19 0,12 88,93
17,56 1,30 0,24 0,38 0,02 15,62
100,00 7,35 1,40 2,32 0,12 88,81
16,84 1,24 0,24 0,39 0,02 14,95
100,00 7,20 1,03 2,29 0,11 89,37
16,87 1,21 0,17 0,39 0,02 15,08
2
Pertambangan & Penggalian a.Pertambangan b.Penggalian
100,00 100,00
0,12 0,12
100,00 100,00
0,12 0,12
100,00 100,00
0,12 0,12
100,00 -
0,12 0,12
100,00 100,00
0,11 0,11
100,00 100,00
0,11 0,11
100,00 -
0,11 0,11
100,00 100,00
0,12 0,12
100,00 100,00
0,13 0,13
100,00 100,00
0,14 0,14
3
Industri Pengolahan a. Industri Tanpa Migas
100,00 100,00
2,08 2,08
100,00 100,00
2,11 2,11
100,00 100,00
2,05 2,05
100,00
100,00 100,00
2,09 2,09
100,00 100,00
2,14 2,14
100,00 100,00
2,13 2,13
100,00 100,00
2,29 2,29
100,00 100,00
2,33 2,33
Listrik, Gas & Air Bersih a.Listrik b.Air Bersih
100,00 92,92 7,08
0,72 0,67 0,05
100,00 93,28 6,72
0,73 0,68 0,05
100,00 93,61 6,39
0,74 0,69 0,05
0,75 0,70 0,05
100,00 94,05 5,95
0,74 0,70 0,04
100,00 94,00 6,00
0,72 0,67 0,05
100,00 100,00 92,69 7,31
2,18 2,18
4
100,00 100,00 93,83 6,17
2,03 2,03
0,56 0,52 0,04
100,00 92,94 7,06
0,57 0,53 0,04
100,00 92,86 7,14
0,58 0,53 0,04
100,00 92,86 7,14
0,57 0,53 0,04
5
Bangunan/ Kontruksi Perdagangan, Hotel & Restoran a.Perdagangan Besar Eceran b.Hotel c.Restoran
100,00 100,00 90,96 3,79 5,25
0,66 23,93 21,76 0,91 1,26
100,00 100,00 90,86 3,87 5,27
0,66 23,88 21,70 0,92 1,26
100,00 100,00 90,86 3,88 5,26
0,67 23,91 21,72 0,93 1,26
100,00 100,00 90,87 3,90 5,23
0,67 24,03 21,83 0,94 1,26
100,00 100,00 90,92 3,94 5,14
0,68 24,16 21,97 0,95 1,24
100,00 100,00 90,94 3,99 5,07
0,69 24,31 22,11 0,97 1,23
100,00 100,00 91,04 3,94 5,02
0,71 24,46 22,27 0,96 1,23
100,00 100,00 89,93 5,06 5,01
1,05 24,29 21,84 1,23 1,22
100,00 100,00 90,10 5,03 4,87
1,14 24,17 21,78 1,22 1,18
100,00 100,00 90,09 5,12 4,79
1,13 24,42 22,00 1,25 1,17
Angkutan & Komunikasi A. Angkutan a.Angkutan Jalan Raya b.Angkutan Laut
100,00 94,64 34,64 24,77
15,97 15,11 5,53 3,96
100,00 94,76 31,34 22,31
17,30 16,39 5,42 3,86
100,00 94,55 28,84 20,39
18,32 17,32 5,28 3,74
100,00 93,84 26,89 19,17
19,15 17,97 5,15 3,67
100,00 93,53 25,67 19,07
19,58 18,31 5,03 3,73
100,00 93,38 25,01 18,95
19,68 18,38 4,92 3,73
100,00 93,35 25,11 18,72
19,55 18,25 4,91 3,66
100,00 93,96 24,81 17,92
20,21 18,99 5,01 3,62
100,00 94,16 26,50 17,99
20,20 19,02 5,04 3,42
100,00 94,13 25,91 17,92
20,03 18,86 4,89 3,38
c.Angkutan Penyeberangan d.Angkutan Udara e.Jasa Penunjang Angkutan
5,11 22,16 7,96
0,82 3,54 1,27
4,94 28,52 7,64
0,86 4,93 1,32
4,96 32,90 7,47
0,91 6,03 1,37
5,05 35,30 7,43
0,97 6,76 1,42
5,27 36,01 7,51
1,03 7,05 1,47
5,33 36,57 7,52
1,05 7,20 1,48
5,20 37,09 7,24
1,02 7,25 1,42
5,13 39,09 7,02
1,04 7,90 1,42
5,27 42,89 7,35
1,00 8,16 1,40
5,37 43,57 7,23
1,01 8,22 1,36
B.Komunikasi Keua, Persewaan & Jasa Perus. a.Bank b.Lembaga Keuangan Tanpa Bank c.Sewa Bangunan d.Jasa Perusahaan
5,36 100,00 34,95 20,49 43,29 1,27
0,86 8,76 3,06 1,79 3,79 0,12
5,24 100,00 35,24 20,27 43,18 1,31
0,91 8,59 3,03 1,74 3,71 0,11
5,45 100,00 35,48 20,09 43,08 1,35
1,00 8,41 2,99 1,69 3,62 0,11
6,16 100,00 35,52 20,05 43,05 1,38
1,18 8,29 2,95 1,66 3,57 0,11
6,47 100,00 35,55 20,14 42,95 1,36
1,27 8,20 2,92 1,65 3,52 0,11
6,62 100,00 35,66 20,19 42,79 1,36
1,30 8,17 2,91 1,65 3,49 0,12
6,65 100,00 35,79 20,27 42,61 1,33
1,30 8,17 2,92 1,66 3,48 0,11
6,04 100,00 35,41 19,91 43,35 1,33
1,22 7,82 2,77 1,56 3,39 0,10
5,84 100,00 35,04 19,96 43,66 1,34
1,18 7,54 2,64 1,51 3,29 0,10
5,87 100,00 35,89 19,89 42,87 1,35
1,18 7,26 2,61 1,44 3,11 0,10
Jasa-jasa i.Pemerin. Umum & Pertahanan ii.Swasta a.Jasa Sosial Kemasyarakatan b.Hiburan & Rekreasi
100,00 93,86 6,14 2,81 0,66
28,35 26,61 1,74 0,80 0,19
100,00 93,82 6,18 2,79 0,68
27,69 25,97 1,72 0,78 0,19
100,00 93,86 6,14 2,74 0,70
27,28 25,60 1,68 0,75 0,19
100,00 93,91 6,09 2,69 0,71
26,91 25,28 1,63 0,72 0,19
100,00 94,00 6,00 2,62 0,73
26,73 25,13 1,60 0,70 0,19
100,00 94,18 5,82 2,52 0,72
26,80 25,24 1,56 0,67 0,19
100,00 94,45 5,55 2,38 0,72
26,99 25,49 1,50 0,64 0,19
100,00 94,49 5,51 2,38 0,72
26,25 24,80 1,45 0,63 0,19
100,00 94,91 5,09 2,22 0,66
27,11 25,73 1,38 0,60 0,18
100,00 95,25 4,75 2,03 0,62
27,26 25,96 1,30 0,55 0,17
5,16 35,41 7,44 5,97 100,00 35,45 20,13 43,08 1,34 100,00 94,27 5,73 2,52 0,69
c.Perorangan & Rumah Tangga
2,67
0,76
2,71
0,75
2,70
0,74
2,29
0,72
2,65
0,71
2,59
0,69
2,45
0,66
2,41
0,63
2,21
0,60
2,10
0,57
2,48
6
7
8
9
Sumber: BPS Kota Ambon, Kota Ambon Dalam Angka diolah penulis
100,00 100,00
44
Lapangan Usaha
Pada tahun 2003-2005 sektor pertanian merupakan penyumbang ketiga terbesar terhadap PDRB, namun pada tahun 2006-2011 kontribusi sektor pertanian mengalami penurunan. Sedangkan untuk sektor Angkutan dan Komunikasi pada tahun 2003-2005 merupakan penyumbang keempat setelah sektor pertanian. Namun pada tahun 2006-2010 kontribusi sektor ini mengalami peningkatan seiring dengan penurunan kontribusi dari sektor pertanian. Sehingga pada tahun 2006-2012 kontribusi sektor angkutan dan komunikasi naik menjadi penyumbang terhadap PDRB pada urutan ketiga terbesar dan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB turun ke posisi keempat. Dari hasil pengamatan, jelas telah terjadi perubahan atau pergeseran struktur ekonomi di Kota Ambon selama periode penelitian dari sektor Pertanian ke sektor Angkutan dan Komunikasi atau dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Perubahan struktur atau pergeseran struktur di Kota Ambon ini diakibatkan oleh: 1. Berkedudukan sebagai ibukota provinsi, pusat perdagangan, pusat pendidikan, pusat pemerintahan dan pendidikan merupakan daya tarik bagi pendatang. Sehingga semakin bertambahnya jumlah penduduk maka bertambah pula kebutuhan akan tempat tinggal. Sehingga hutan atau areal pertanian digusur dan dibangun tempat pemukiman atau perumahan. 2. Pendapatan dari sektor pertanian yang rendah dan tergantung dari hasil panen dan waktu panen mengakibatkan petani beralih menjadi pekerja pada sektor lainnya. Hal ini terlihat tahun 2012, sektor jasa-jasa di Kota Ambon yang mampu menyerap penduduk usia kerja (15 tahun keatas) sebesar 36.281 tenaga kerja atau 31,45 persen. Sektor perdagangan hotel dan restoran mampu menyerap 33.541 tenaga kerja atau sebesar 29,08 persen serta sektor angkutan dan komunikasi 14.215 tenaga kerja atau 12,32 persen (tabel 5.4). 3. Kontribusi terbesar dari sektor pertanian (sektor primer) berasal dari subsektor perikanan, namun kontribusinya dari tahun ke tahun mengalami penurunan walaupn relatif kecil. Sedangkan ketersediaan
45
sumber daya alam yang ada di darat terbatas sehingga sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian (sektor primer) hanya mampu memberikan kontribusi terhadap PDRB dibawah 1 (satu) persen. Hanya subsektor tanaman bahan makanan yang mampu memberikan kontribusi di atas 1 (satu) persen namun kontribusinya dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Sejalan dengan hal di atas, dapat dilihat bahwa untuk kebutuhan masyarakat Kota Ambon seperti, sayuran, buah-buahan, daging ayam dan kayu olahan harus didatangkan dari daerah lain. 4. Pola komsumsi masyarakat yang telah bergeser (mengalami perubahan) dari komsumsi makanan pokok, umbi-umbian ke komsumsi lainnya seperti beras. Perubahan ini terjadi karena dengan meningkatnya pendapatan masyarakat maka komposisi barang yang dikonsumsi mengalami perubahan, proporsi dalam konsumsi barang kebutuhan pokok menurun sedangkan proporsi barang bukan kebutuhan pokok meningkat. 5. Dari berbagai masalah di atas, muncul paradigma atau pandangan dari para petani agar generasi penerusnya untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan demikian, muncul suatu harapan agar generasi penerusnya tidak lagi bekerja sebagai petani dan bisa bekerja pada lapangan pekerjaan sesuai dengan pendidikan yang ditekuni. Meskipun demikian, apabila dilihat besaran angka pergeseran persektor, maka keberadaan sektor lainnya tidak dapat diabaikan. Apalagi jika pengamatan lebih difokuskan pada potensi subsektor dalam menunjang struktur ekonomi regional di Kota Ambon. Oleh karena itu, studi mengenai upaya peningkatan potensi ekonomi dalam menunjang struktur ekonomi regional Kota Ambon dirasa perlu dilakukan. Dengan demikian, hasil analisis penelitian menunjukan bahwa, di Kota Ambon telah terjadi pergeseran atau perubahan struktur dari sektor pertanian ke sektor jasa-jasa. Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Todaro (2000:122). Menyatakan bahwa proses pertumbuhan
ekonomi
struktural dan sektoral
mempunyai
kaitan
erat dengan perubahan
yang tinggi. Beberapa perubahan komponen
46
utama struktural ini mencakup pergeseran secara perlahan-lahan dari aktivitas pertanian ke sektor non pertanian dan dari sektor industri ke sektor jasa. Suatu wilayah yang sedang berkembang proses pertumbuhan ekonominya akan tercermin dari pergeseran sektor ekonominya, yaitu peran sektor pertanian dalam PDB atau PDRB akan mengalami pertumbuhan lebih lambat atau mengalami penurunan, sedangkan peran sektor non pertanian pertumbuhannya lebih cepat atau semakin meningkat. Hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil penelitian terdahulu. Fachrurrazy tahun 2008, dengan judul Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara Dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB. Penelitian ini menggunakan alat analisis Klassen Tipology, analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share. Menyimpulkan bahwa, hasil analisis persektor berdasarkan ketiga alat analisis menunjukan bahwa sektor yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Aceh Utara dengan kriteria sektor maju dan tumbuh pesat, sektor basis, dan kompetitif adalah sektor pertanian. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda yang menyebabkan potensi akan sektor-sektor penunjang perekonomian juga berbeda. 5.4.2.
Pola Pertumbuhan Perekonomian Upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan perkapita,
pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi dapat mencerminkan kinerja perekonomian suatu daerah. Pola pertumbuhan perekonomian daerah sangat penting diidentifikasi dan kemudian diklasifikasi guna mengetahui seberapa besar dampak atau pengaruh kinerja sektor-subsektor ekonomi tersebut sebagai penunjang pembangunan daerah. 5.4.2.1. Analisis Shift Share Analisis Shift Share digunakan untuk mengetahui proses pertumbuhan
ekonomi
Kota
Ambon
dikaitkan
dengan
perekonomian daerah yang menjadi referensi, yaitu Provinsi
47
Maluku. Analisis Shift Share dalam penelitian ini menggunakan variabel pendapatan, yaitu PDRB untuk menguraikan pertumbuhan ekonomi Kota Ambon. a.
Rasio PDRB Kota Ambon dan PDRB Provinsi Maluku (Rn, Rin, dan Rij) Tahun 2003-2012 Jika nilai PDRB Provinsi Maluku dan Kota Ambon tiap sektor dibandingkan antara dua titik waktu, yaitu tahun 2003 sebagai tahun dasar analisis dan tahun 2012 sebagai tahun akhir analisis, maka tiap-tiap sektor mempunyai nilai rasio yang besarnya tidak sama. Rasio Provinsi Maluku dan Kota Ambon inilah yang akan dijadikan bahan untuk perhitungan Rn, Rin, dan Rij. Nilai Rn (selisih antara total Provinsi Maluku pada tahun akhir analisis dan dasar analisis dibagi total Provinsi Maluku pada tahun dasar analisis) menghasilkan besaran yang sama yaitu sebesar 0,64 (tabel 5.9). Hal ini di karenakan nilai Rn didapat dari pembagian total Provinsi Maluku, sehingga keseluruhan sektor mempunyai nilai Rn sama yaitu sebesar 0,64. Nilai Rn yang bernilai positif ini (Rn > 0) mengindikasikan bahwa perekonomian Provinsi Maluku mengalami pertumbuhan. Nilai Rin didapat dari selisih antara Provinsi Maluku dari sektor i pada tahun akhir analisis dengan Provinsi Maluku sektor i pada tahun dasar analisis dibagi Provinsi Maluku sektor i pada tahun dasar analisis. Tahun 2003-2012 terdapat satu subsektor yang memiliki nilai Rin negatif (Rin < 0) yaitu subsektor perikanan. Sedangkan sisanya bernilai positif (Rin > 0) semua hal ini mengidentifikasikan bahwa setiap sektor perekonomian di Provinsi Maluku mempunyai rasio yang positif. Berdasarkan Tabel 5.9. nilai Rij terbesar terdapat pada subsektor bagian angkutan udara yaitu sebesar 3,08. Hal ini berarti subsektor bagian angkutan udara mempunyai rasio tertinggi terhadap Kota Ambon sedangkan nilai Rij terkecil 48
berada di subsektor Tanaman Perkebunan sebesar -0,09. Jadi secara keseluruhan pada Kota Ambon, subsektor Tanaman Perkebunan mempunyai rasio pertumbuhan yang terkecil dan bernilai negatif. Tabel 5.9. Rasio Pertubumhan ekonomi Kota Ambon dan Provinsi Maluku (Rn, Rin, Rij) Lapangan Usaha 1
2
3 4
5 6
7
8
9
Rn
Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan & Penggalian a. Pertambangan b. Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih Bangunan/ Kontruksi Perdagangan, Hotel & Restoran a. Perdagangan Besar Eceran b. Hotel c. Restoran Angkutan & Komunikasi A. Angkutan a. Angkutan Jalan Raya b. Angkutan Laut c. Angkutan Penyeberangan d. Angkutan Udara e. Jasa Penunjang Angkutan B. Komunikasi Keua, Persewaan & Jasa Perus. a. Bank b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan Jasa-jasa i. Pemerintahan Umum & Pertahanan ii. Swasta a. Jasa Sosial Kemasyarakatan b. Hiburan & Rekreasi c. Perorangan dan Rumah Tangga PDRB
Pertumbuhan (R) Rin Rij
0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64
0,42 0,29 0,35 0,41 -0,06 0,58 0,51 0,21 0,90 0,65 0,56 0,47 0,37 1,50 0,78 0,78 1,37 0,64 1,05 1,03 0,55 0,49 1,17 2,99 0,85 1,35 0,44 0,49 0,40 0,43 0,54 0,67 0,71 0,34 0,33 0,60 0,34
0,53 0,22 -0,09 0,42 0,06 0,58 1,03 0,00 1,03 0,96 0,39 0,39 0,40 2,00 0,79 0,77 1,42 0,64 1,20 1,19 0,55 0,50 1,18 3,08 0,89 1,42 0,46 0,50 0,41 0,44 0,56 0,69 0,71 0,31 0,22 0,60 0,33
0,64
0,64
1,67
Sumber: BPS Provinsi Maluku dan PBS Kota Ambon, diolah penulis
49
b. Komponen Pertumbuhan Wilayah Kota Ambon Komponen pertumbuhan wilayah Kota Ambon ialah perubahan produksi wilayah Kota Ambon yang disebabkan oleh perubahan produksi Provinsi Maluku atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian suatu sektor dan wilayah. Secara agregat, dari tahun 2003 hingga tahun 2012 terjadi pertambahan tingkat PDRB (output ekonomi/Dij) di Kota Ambon sebesar 1.981.590,74 rupiah. Dari jumlah tersebut, 82,27 persen disebabkan karena efek pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku (Nij). Tidak bisa dielakkan bahwa kondisi perekonomian Kota Ambon akan dipengaruhi oleh kinerja perekonomian Provinsi Maluku bahkan perekonomian Nasional.
Sementara
itu
pengaruh
dari
efek
bauran
industri/sektoral (Mij) terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Ambon yakni sebesar 12,36 persen. Ini menunjukkan bahwa dampak dari struktur ekonomi Provinsi Maluku hanya mampu menambah 244.930,35
pertumbuhan rupiah.
PDRB
Kota
Sementara
Ambon
pengaruh
sebesar
keunggulan
kompetitif/daya saing Kota Ambon terhadap perekonomian Kota
Ambon
hanya
mampu
mendorong
pertumbuhan
perekonomian Kota Ambon sebesar 3,56 persen. Hal ini jauh lebih
rendah
dibanding
dengan
pengaruh
komponen
pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku, yang menunjukkan masih rendahnya daya saing atau rendahnya kemandirian ekonomi Kota Ambon. Demikian halnya dengan pengaruh spesialisasi hanya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Kota Ambon sebesar 35.949,64 rupiah atau sebesar 1,81 persen.
50
Tabel 5.10. Komponen Pertumbuhan Ekonomi Kota Ambon Tahun 2003 - 2012 (juta rupiah) Nij
Mij
Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan & Penggalian a. Pertambangan b. Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih a.Listrik b.Air Bersih Bangunan/ Kontruksi Perdagangan, Hotel & Restoran a. Perdagangan Besar Eceran b. Hotel c. Restoran Angkutan & Komunikasi A. Angkutan a.Angkutan Jalan Raya b.Angkutan Laut c.Angkutan Penyeberangan d.Angkutan Udara e.Jasa Penunjang Angkutan B. Komunikasi Keua, Persewaan & Jasa Perus. a. Bank b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Sewa Bangunan c. Jasa Perusahaan Jasa-jasa i. Pemerin. Umum & Pertahanan ii. Swasta a.Jasa Sosial Kemasyarakatan b.Hiburan & Rekreasi c.Perorangan dan Rh. Tangga PDRB
147.795,69 13.341,78 2.549,48 3.633,24 233,25 128.037,94 890,52 0,00 890,52 15.856,05 5.470,48 5.083,03 387,44 5.019,39 182.227,49 165.762,08 6.900,88 9.564,54 121.561,82 115.051,98 42.108,06 30.114,18 6.217,53 26.940,12 9.672,10 6.509,84 66.684,38 23.304,48 13.666,45 28.869,01 844,44 215.873,54 202.622,57 13.250,97 6.063,55 1.420,20 5.767,23 1.630.186,23
Persentase
82,27
Lapangan Usaha 1
2
3 4
5 6
7
8
9
Differential Shift (Cij)
Aij
Dij
(50.804,77) (7.296,29) (1.155,23) (1.305,70) (255,12) (12.003,56) (180,89) 0,00 361,77 247,75 (683,81) (1.350,18) (163,45) 6.744,80 39.862,26 36.260,46 7.871,31 0,00 77.875,54 70.109,80 (5.921,45) (7.058,01) 5.148,89 98.920,74 3.173,66 7.221,85 (20.838,87) (5.461,99) (5.124,92) (9.472,64) (131,94) 10.119,07 22.161,84 (6.211,39) (2.937,03) (88,76) (2.703,39) 244.930,35
44.061,43 (7.665,39) (37.859,50) 209,12 2.705,72 (892,84) 5.300,95 (1.202,55) 588,22 17.838,86 (1.068,16) (443,49) 23,77 7.525,48 3.477,74 (1.432,23) 251,67 (36,82) 15.872,49 15.896,85 67,34 293,71 58,51 1.573,24 246,44 327,82 1.119,24 103,52 136,68 483,07 11,25 4.379,52 818,99 (678,76) (1.479,85) 4,11 (91,63) 70.524,52
(19.381,81) 6.157,98 36.103,87 (128,37) (2.660,70) (79,14) (4.571,85) 1.202,55 (401,78) (10.076,52) (361,49) (176,69) (3,41) (3.581,94) (42,09) 85,75 329,30 (31,54) 13.388,08 13.229,65 45,57 202,85 30,91 2.166,76 287,13 350,14 607,71 115,19 147,16 70,18 12,52 2.038,20 423,13 22,98 452,50 5,70 (28,84) 35.949,64
121.670,54 4.538,08 (361,38) 2.408,29 23,15 115.062,40 1.438,73 0,00 1.438,73 23.866,14 3.357,02 3.112,67 244,35 15.707,73 225.525,40 200.676,06 15.353,16 9.496,18 228.697,93 214.288,28 36.299,52 23.552,73 11.455,84 129.600,86 13.379,33 14.409,65 47.572,46 18.061,20 8.825,37 19.949,62 736,27 232.410,33 226.026,53 6.383,80 2.099,17 1.341,25 2.943,37 1.981.590,74
12,36
3,56
1,81
100,00
Sumber: BPS Provinsi Maluku dan PBS Kota Ambon, diolah penulis
Berdasarkan hasil analisis SS-EM, kenaikan PDRB Kota Ambon ini didominasi oleh tiga sektor ekonomi yaitu: sektor Jasa-jasa yang meningkat sebesar 232.410,33 rupiah, sektor Angkutan dan Komunikasi yang meningkat sebesar 51
Total ΔPDRB
C'ij
228.697,93 rupiah, dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yang meningkat sebesar 225.525,40 rupiah. Sektor Pertanian berada pada posisi keempat yang meningkat sebesar 121.670,54 rupiah. Jika dilihat per subsektor maka peningkatan PDRB sebesar 1.981.590,74 rupiah ini tidak terlepas dari peran subsektor-subsektor yang dominan di Kota Ambon, yaitu subsektor
Pemerintahan
Umum
dan
Pertahanan
yang
meningkat sebesar 226.026,53 rupiah. Subsektor Angkutan yang
meningkat
sebesar
214.288,28
rupiah,
subsektor
Perdagangan Besar dan eceran yang meningkat sebesar 200.676,06 rupiah, dan subsektor Perikanan yang meningkat sebesar 115.062,40 rupiah. c.
Pengaruh Pertumbuhan Perekonomian Provinsi Maluku Terhadap Perekonomian Kota Ambon Peningkatan kegiatan ekonomi suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kebijakan regional atau wilayah yang lebih luas (Sjafrizal, 2008). Kebijakan-kebijakan ini secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak pada kinerja perekonomian daerah. Maka perkembangan perekonomian Provinsi Maluku yang diindikasikan oleh laju pertumbuhan ekonomi akan mempengaruhi perkembangan perekonomian di Kota Ambon. Tabel 5.11. memperlihatkan kinerja perekonomian Provinsi Maluku selama periode penelitian yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi, memiliki kontribusi yang besar bagi kinerja perekonomian di Kota Ambon. Secara riil, pertumbuhan eksternal ini telah mengakibatkan peningkatan PDRB di Kota Ambon sebesar 1.981.590,74 rupiah. Kondisi ini menunjukkan bahwa 82,27 persen peningkatan PDRB di Kota Ambon sebesar 1.630.186,23 rupiah disebabkan oleh pertumbuhan perekonomian agregat Provinsi Maluku yang merupakan faktor eksternal dari Kota Ambon. 52
Secara sektoral, pengaruh perekonomian Provinsi Maluku terlihat jelas pada beberapa sektor, di antaranya adalah sektor Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 162,96 persen, sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan sebesar 140,17 persen dan persen.
Apabila
sektor pertanian, yaitu sebesar 121,47 dilihat
dari
subsektor,
yang
paling
mendominasi yaitu dari sektor pertanian dengan subsektornya yaitu subsektor kehutanan sebesar 1.007,56 persen dan subsektor Tanaman Bahan Makanan sebesar 294,00 persen. Subsektor yang mendomonasi di tempat ketiga adalah subsektor Jasa-jasa sebesar 207,57 persen. Akibat dari pengaruh yang kuat terhadap subsektor sesungguhnya dapat meningkatkan PDRB, namun secara riil sektor pertambangan tidak
memberikan
kontribusi
atau
sumbangan
pada
perekonomian Kota Ambon. Hal ini disebabkan Kota Ambon tidak memiliki sumberdaya alam dari hasil tambang. Pengaruh eksternal yang besar pada kegiatan sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, serta sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan disebabkan setelah pulih dari konflik sosial yang terjadi di Provinsi Maluku dan secara khusus Kota Ambon mengakibatkan pembangunan mulai di galakan. Bila dilihat secara administratif di mana Kota Ambon merupakan Ibu Kota Provinsi serta kebijakan-kebijakan pemerintah Provinsi melakukan event-event besar di Provinsi Maluku mengakibatkan Kota Ambon merupakan pintu masuk bagi para investor sekaligus dijadikan kota perdagangan.
53
Tabel 5.11. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Maluku Terhadap Perekonomian Kota Ambon Lapangan Usaha 1
Nij
Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan & Penggalian a. Pertambangan b. Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih Bangunan/ Kontruksi Perdagangan, Hotel & Restoran a. Perdagangan Besar Eceran b. Hotel c. Restoran Angkutan & Komunikasi A. Angkutan a. Angkutan Jalan Raya b. Angkutan Laut c. Angkutan Penyeberangan d. Angkutan Udara e. Jasa Penunjang Angkutan B. Komunikasi Keua, Persewaan & Jasa Perus. a. Bank b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan Jasa-jasa i. Pemerintahan Umum & Pertahanan ii. Swasta a. Jasa Sosial Kemasyarakatan b. Hiburan & Rekreasi c. Perorangan dan Rumah Tangga PDRB
Total Δ PDRB Dij
147.759,69 121.670,54 13.341,78 4.538,08 2.549,48 (361,38) 3.633,24 2.408,29 233,25 23,15 128.037,94 115.062,40 2 890,52 1.438,73 0,00 0,00 890,52 1438,73 3 15.856,05 23.866,14 4 5.470,48 3.357,02 5.083,03 3.112,67 387,44 244,35 5 5.019,39 15.707,73 6 182.227,49 225.525,40 165.762,08 200.676,06 6.900,88 15.353,16 9.564,54 9.496,18 7 121.561,82 228.697,93 115.051,98 214.288,28 42.108,06 36.299,52 30.114,18 23.552,73 6.217,53 11.455,84 26.940,12 129.600,86 9.672,10 13.379,33 6.509,84 14.409,65 8 66.684,38 47.572,46 23.304,48 18.061,20 13.666,45 8.825,37 28.869,01 19.949,62 844,44 736,27 9 215.873,54 232.410,33 202.622,57 226.026,53 13.250,97 6.383,80 6.063,55 2.099,17 1.420,20 1.341,25 5.767,23 2.943,37 1.630.186,23 1.981.590,74 Sumber: BPS Provinsi Maluku Kota Ambon, diolah penulis
Pengaruh % 121,47 294,00 (705,48) 150,86 1.007,56 111,28 61,90 0,00 61,90 66,44 162,96 163,30 158,56 31.95 80,80 82,60 44,95 100,72 53,15 53,69 116,00 127,86 26,40 20,79 72,29 45,18 140,17 129,03 154,85 144,71 114,69 92,88 89,65 207,57 288,86 105,89 195,94 82,27
Sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan yang baik, ini disebabkan kebijakan dari luar seperti kebijakan pemerintah pusat melalui lembaga keuangan dalam hal pemberian kredit. Kebijakan ini menimbulkan sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan 54
tumbuh. Subsektor bank dan subsektor lembaga keuangan tanpa bank tumbuh dan berperan aktif memberikan bantuan usaha kepada industri kecil dan menengah. Hal ini terlihat jelas dengan tumbuhnya usaha-usaha koperasi yang bermunculan dalam pemberian kredit mudah bagi usaha kecil menengah dan mikro. Disamping itu pula tumbuhnya perusahaan-perusahaan swasta non bank dalam memberikan kredit mudah bagi masyarakat.
Dengan
adanya
kebijakan
eksternal
yang
digulirkan kepada seluruh wilayah di Provinsi Maluku termasuk Kota Ambon, kedua sektor ini mampu memberikan pertumbuhan yang cukup besar di Kota Ambon. d. Pengaruh Bauran Industri Provinsi Maluku Terhadap Perekonomian di Kota Ambon Dampak bauran industri atau struktur pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku secara agregat berpengaruh positif terhadap peningkatan PDRB di Kota Ambon. Namun bila dilihat secara sektoral, banyak terdapat dampak negatif bauran industri terhadap sektoral di Kota Ambon. Hal tersebut terjadi karena komposisi industri di Provinsi Maluku yang ada sangat mempengaruhi laju pertumbuhan di Kota Ambon. Artinya, industri yang berlokasi di Kota Ambon termasuk ke dalam kelompok industri yang secara nasional kurang berkembang pesat dan bahwa struktur industri tersebut kurang cocok berlokasi di Kota Ambon. Hasil dari pengaruh bauran industri adalah sebagai berikut : Pada tabel 5.12. dapat dilihat akibat dampak bauran industri tersebut PDRB Kota Ambon meningkat sebesar 244.930,35 rupiah pada periode analisis. Peningkatan PDRB sebesar ini menunjukkan bahwa struktur pertumbuhan bauran industri Provinsi Maluku justru meningkatkan perekonomian di Kota Ambon sebesar 12,36 persen. Terdapat 5 (lima) sektor yang paling memperoleh pengaruh positif bauran industri dari 55
Provinsi Maluku adalah sektor Bangunan/Kontruksi meningkat sebesar 6.744,80 rupiah atau 42,94 persen. Sektor Angkutan dan Komunikasi sebesar 77.875,54 rupiah atau meningkat sebesar 34,05 persen. Kemudian sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran meningkat sebesar 39.862,26 rupiah atau meningkat 17,68 persen. Pada posisi kempat adalah sektor Jasa-jasa meningkat sebesar 10.119,07 rupiah atau meningkat 4,35 persen dan pada posisi kelima adalah sektor Industri Pengolahan meningkat sebesar 247,75 rupiah atau meningkat 1,04 persen. Adapun sektor yang memperoleh dampak bauran industri negatif yang sangat kuat adalah sektor Keuangan, Persewaan
dan
Jasa
Perusahaan
yaitu
sebesar
minus
(20.838,87) rupiah atau menurun sebesar minus (43,80%), lalu diikuti oleh sektor pertanian sebesar minus (50.804,77) rupiah atau menurun sebesar minus (41,76%),. Kemudian sektor Listrik, Gas dan Air Bersih yaitu sebesar minus (683,81) rupiah atau menurun sebesar minus (20,37%). Dari tabel di bawah, terlihat bahwa sektor Angkutan dan Komunikasi yang mengalami pengaruh bauran industri positif juga mengalami pengaruh negatif pada subsektornya, ini terlihat pada subsektor Angkutan Jalan Raya dan Angkutan Laut. Begitu pula sebaliknya pada sektor Pertambangan dan Penggalian
yang
mengalami
pengaruh
negatif,
namun
subsektor penggalian mengalami dampak positif. Sedangkan pada sektor Jasa-jasa di mana subsektor pemerintahan umum dan pertahanan mengalami pengaruh bauran industri yang positif dalam meningkatkan perekonomian Kota Ambon.
56
Tabel 5.12. Pengaruh Bauran Industri Ekonomi Sektoral Provinsi Maluku Terhadap Peningkatan PDRB Kota Ambon Tahun 2003 dan 2012 (juta rupiah) Lapangan Usaha 1
2
3 4
5 6
7
8
9
Mij
Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan & Penggalian a. Pertambangan b. Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih Bangunan/ Kontruksi Perdagangan, Hotel & Restoran a. Perdagangan Besar Eceran b. Hotel c. Restoran Angkutan & Komunikasi A. Angkutan a. Angkutan Jalan Raya b. Angkutan Laut c. Angkutan Penyeberangan d. Angkutan Udara e. Jasa Penunjang Angkutan B.Komunikasi Keua, Persewaan & Jasa Perus. a. Bank b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Sewa Bangunan d.Jasa Perusahaan Jasa-jasa i. Pemerintahan Umum & Pertahanan ii.Swasta a. Jasa Sosial Kemasyarakatan b. Hiburan & Rekreasi c. Perorangan dan Rh Tangga PDRB
(50.804,77) (7.296,29) (1.115,23) (1.305,70) (255,12) (12.003,56) (180,89) 0,00 361,77 247,75 (683,81) (1.350,18) (163,45) 6.744,80 39.862,26 36.260,46 7.871,31 0,00 77.875,54 70.109,80 (5.921,45) (7.058,01) 5.148,89 98.920,74 3.173,66 7.221,85 (20.838,87) (5.461,99) (5.124,92) (9.472,64) (131,94) 10.119,07 22.161,84 (6.211,39) (2.937,03) (88,76) (2.703,39) 244.930,35
Total Δ PDRB Dij 121.670,54 4.538,08 (361,38) 2.408,29 23,15 115.062,40 1.438,73 0,00 1.438,73 23.866,14 3.357,02 3.112,67 244,35 15.707,73 225.525,40 200.676,06 15.353,16 9.496,18 228.697,93 214.288,28 36.299,52 23.552,73 11.455,84 129.600,86 13.379,33 14.409,65 47.572,46 18.061,20 8.825,37 19.949,62 736,27 232.410,33 226.026,53 6.383,80 2.099,17 1.341,25 2.943,37 1.981.590,74
Pengaruh % (41,76) (160,78) 319,67 (54,22) (1.102,03) (10,43) (12,57) 0,00 25,15 1,04 (20,37) (43,38) 66,89 42,94 17,68 18,07 51,27 0,00 34,05 32,72 (16,31) (29,97) 44,95 76,33 23,72 50,12 (43,80) (30,24) (58,07) (47,48) (17,92) 4,35 9,80 (97,30) (139,91) (6,62) (91,85) 12,36
Sumber: BPS Provinsi Maluku Kota Ambon, diolah penulis
e.
Pengaruh Keunggulan Kompetitif Analisis Shift Share Esteban Marquillas dapat mendeteksi sektor dan subsektor ekonomi yang memiliki keunggulan kompetitif pada suatu wilayah. Sektor ekonomi dikatakan memiliki keunggulan kompetitif jika pertumbuhan 57
dan peranannya lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan dan peranan sektor yang sama dalam perekonomian di tingkat provinsi (rij – rin > 0) atau nilai Cij > 0. Tabel 5.13. menunjukkan bahwa hampir semua sektor ekonomi memiliki keunggulan kompetitif di Kota Ambon. Sektor yang tidak memiliki keunggulan kompetitif adalah sektor Listrik, Gas dan Air Bersih. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor tersebut belum mampu memberikan peranan yang lebih besar dibandingkan di tingkat provinsi. Jika dilihat dari pada sektor ekonomi tersebut, subsektor Air Bersih memiliki keunggulan kompetitif. Namun hal ini menandakan subsektor ini masih belum mampu memberikan kontribusi lebih untuk mengangkat keunggulan pada sektornya sehingga sektor ini tidak memiliki daya saing secara sektoral di Kota Ambon. Jika dilihat satu per satu, maka sektor ekonomi yang mempunyai keunggulan kompetitif di Kota Ambon tidak sepenuhnya didukung oleh subsektornya. Karena sektor-sektor ekonomi yang memiliki keunggulan kompetitif terdapat subsektor yang tidak memiliki keunggulan kompetitif. Namun semua sektor ini mampu memberikan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada tingkat propinsi. Untuk selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.13.
58
Tabel 5.13. Identifikasi Keunggulan Kompetitif Terhadap Perekonomian Kota Ambon Tahun 2003 - 2012 Cij
Dij
44.061,43 (7.665,39) (37.859,50) 209,12 2.705,72 (892,84) 5.300,95 (1.202,55) 588,22 17.838,86 (1.068,16) (443,49) 23,77 7.525,48 3.477,74 (1.432,23) 251,67 (36,82) 15.872,49 15.896,85 67,34 293,71 58,51 1.573,24 246,44 327,82 1.119,24 103,52 136,68 483,07 11,25 4.379,52 818,99 (678,76) (1.479,85) 4,11 (91,63)
121.670,54 4.538,08 (361,38) 2.408,29 23,15 115.062,40 1.438,73 0,00 1.438,73 23.866,14 3.357,02 3.112,67 244,35 15.707,73 225.525,40 200.676,06 15.353,16 9.496,18 228.697,93 214.288,28 36.299,52 23.552,73 11.455,84 129.600,86 13.379,33 14.409,65 47.572,46 18.061,20 8.825,37 19.949,62 736,27 232.410,33 226.026,53 6.383,80 2.099,17 1.341,25 2.943,37 1.981.590,74
Lapangan Usaha 1
2
3 4
5 6
7
8
9
Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan & Penggalian a. Pertambangan b. Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih Bangunan/ Kontruksi Perdagangan, Hotel & Restoran a. Perdagangan Besar Eceran b. Hotel c. Restoran Angkutan & Komunikasi A. Angkutan a. Angkutan Jalan Raya b. Angkutan Laut c. Angkutan Penyeberangan d. Angkutan Udara e. Jasa Penunjang Angkutan B. Komunikasi Keua, Persewaan & Jasa Perus. a. Bank b. Lemb Keuangan Tanpa Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan Jasa-jasa i. Pemer. Umum & Pertahanan ii.Swasta a. Jasa Sosial Kemasyarakatan b. Hiburan & Rekreasi c. Perorangan dan Rh Tangga PDRB
70.524,52
Pengaruh Keung Kompetitif % Rij - Rin Ket. 36,21 (168,91) 10,476,37 8,68 11,687,78 (0,78) 368,45 0,00 40,88 74,75 (31,82) (14,25) 9,73 47,91 1,54 0,71 1,64 (0,39) 6,94 7,42 0,19 1,25 0,51 1,21 1,84 2,28 2,35 0,57 1,55 2,42 1,53 1,88 0,36 (10,63) (70,50) 0,31 (3,11) 3,56
0,107 (0,072) (0,441) 0,014 0,124 (0,005) 0,524 (0,210) 0,134 0,313 (0,167) (0,078) 0,034 0,503 0,012 (0,005) 0,054 (0,005) 0,154 0,162 0,002 0,011 0,009 0,089 0,035 0,067 0,017 0,006 0,013 0,012 0,018 0,019 0,004 (0,032) (0,108) 0,004 (0,013)
Sumber: BPS Provinsi Maluku Kota Ambon, diolah penulis Sektor yang memiliki keunggulan kompetitif baik dilihat dari sektor maupun subsektor adalah, sektor Industri Pengolahan, sektor Bangunan dan Kontruksi, sektor Angkutan dan Komunikasi dan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan. Bila dilihat pada sektor Jasa-jasa, sektor ini 59
CA CD CD CA CA CD CA CD CA CA CD CD CA CA CA CD CA CD CA CA CA CA CA CA CA CA CA CA CA CA CA CA CA CD CD CA CD
tergolong dalam sektor yang memiliki keunggulan kompetitif. Namun kedua subsektornya tidak memiliki keunggulan kompetitif. Akan tetapi subsektor Swasta memiliki dua subsektor bagian yang tergolong dalam memiliki keunggulan kompetitif yaitu subsektor bagian hiburan dan rekreasi dan subsektor bagian perorangan dan rumah tangga. f.
Pengaruh Spesialisasi Analisis SS-EM ini juga dapat mendeteksi sektor dan subsektor ekonomi yang memiliki spesialisasi pada suatu wilayah. Sektor ekonomi dikatakan memiliki spesialisasi jika pertumbuhan dan peranannya lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan
dan
peranan
sektor
yang
sama
dalam
perekonomian di tingkat provinsi (Eij – E’ij > 0). Dapat diketahui bahwa secara agregat PDRB Kota Ambon dipengaruhi oleh spesialisasi sebesar 35.949,64 rupiah atau sebesar 1,81 persen. Sektor-sektor yang merupakan spesialisasi adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor yang tidak memiliki spesialisasi adalah sektor Pertanian, sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor Industri Pengolahan sektor Bangunan/Kontruksi dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Namun jika kita teliti persektor yang memiliki spesialisasi terdapat subsektornya tidak memiliki spesialisasi. Demikian pula jika diteliti terdapat sektor yang tidak memiliki spesialisasi dan keseluruhan subsektornya juga tidak memiliki spesialisasi. Untuk lebih jelasnya, hal ini dapat dilihat pada tabel 5.14. sebagai berikut:
60
Tabel 5.14. Indentifikasi Spesialisasi Terhadap Perekonomian Kota Ambon Tahun 2003-2012 (jutaan rupiah)
1
2
3 4
5 6
7
8
9
Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan & Penggalian a. Pertambangan b. Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih Bangunan/ Kontruksi Perdagangan, Hotel & Restoran a. Perdagangan Besar Eceran b. Hotel c. Restoran Angkutan & Komunikasi A. Angkutan a. Angkutan Jalan Raya b. Angkutan Laut c. Angkutan Penyeberangan d. Angkutan Udara e. Jasa Penunjang Angkutan B. Komunikasi Keua, Persewaan & Jasa Perus. a. Bank b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan Jasa-jasa i. Pemer Umum & Pertahanan ii. Swasta a. Jasa Sosial Kemasyarakatan b. Hiburan & Rekreasi c. Perorangan dan Rh Tangga PDRB
Spesialisasi
Aij
Dij
Pengaruh %
Eij - E'ij
Ket.
(19.381,81) 6.157,98 36.103,87 (128,37) (2.660,70) (79,14) (4.571,85) 1.202,55 (401,78) (10.076,52) (361,49) (176,69) (3,41) (3.581,94) (42,09) 85,75 329,30 (31,54) 13.388,08 13.229,65 45,57 202,85 30,91 2.166,76 287,13 350,14 607,71 115,19 147,16 70,18 12,52 2.038,20 423,13 22,98 452,50 5,70 (28,84)
121.670,54 4.538,08 (361,38) 2.408,29 23,15 115.062,40 1.438,73 0,00 1.438,73 23.866,14 3.357,02 3.112,67 244,35 15.707,73 225.525,40 200.676,06 15.353,16 9.496,18 228.697,93 214.288,28 36.299,52 23.552,73 11.455,84 129.600,86 13.379,33 14.409,65 47.572,46 18.061,20 8.825,37 19.949,62 736,27 232.410,33 226.026,53 6.383,80 2.099,17 1.341,25 2.943,37
15,93 135,70 (9.990,56) (5,33) (11.493,30) (0,07) (317,77) 0,00 (27,93) (42,22) (10,77) (5,68) (1,40) (22,80) (0,02) 0,04 2,14 (0,33) 5,85 6,17 0,13 0,86 0,27 1,67 2,15 2,43 1,28 0,64 1,67 0,35 1,70 0,88 0,19 0,36 21,56 0,42 (0,98)
(181.358,39) (85.160,77) (81.920,60) (9.025,96) (21.540,57) 16.289,52 (8.725,14) (5.726,41) (2.998,73) (32.161,26) 2.161,30 2.262,80 (101,50) (7.123,64) (3.488,75) (16.494,69) 6.111,65 6.894,30 86.906,60 81.653,37 26.553,89 19.221,61 3.358,16 24.387,03 8.132,67 5.253,23 36.666,02 19.177,44 11.071,27 5.722,15 695,15 107.123,25 107.848,81 (725,55) (4.173,08) 1.290,33 2.157,20
NS NS NS NS NS S NS NS NS NS S S NS NS NS NS S S S S S S S S S S S S S S S S S NS NS S S
35.949,64
1.981.590,74
1,81
Lapangan Usaha
Sumber: BPS Provinsi Maluku, BPS Kota Ambon, diolah Penulis Pada
sektor
Pertanian
yang
tidak
memiliki
spesialisasi, terdapat 5 (lima) subsektor. Namun terdapat satu subsektor
yang
memiliki
spesialisasi
yaitu
subsektor
Perikanan. Hal ini mengindikasikan subsektor Perikanan memiliki peranan yang besar bagi sektor Pertanian dan secara 61
umum berdampak bagi ekonomi Kota Ambon dibandingkan subsektor-subsektor lainnya. Pada sektor Angkutan dan Komunikasi dan sektor Keuangan, Perewaan dan Jasa Perusahaan baik sektor maupun subsektor secara keseluruhan memiliki spesialisasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua sektor ini dan subsektornya memberikan kontribusi atau peranan yang baik terhadap PDRB Kota Ambon dan berdampak terjadinya spesialisasi pada kedua sektor ini beserta subsektornya. g.
Pengaruh Alokasi Pengaruh Alokasi yang diwakili dengan notasi E’ij (modifikasi Esteban-Marquillas) mengandung arti nilai tambah output sektor Kota Ambon sama dengan di Propinsi Maluku. Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa pengaruh alokasi berdampak terhadap PDRB Kota Ambon sebesar 2.426.953,26 rupiah. Sedangkan pengaruh dari alokasi yang berdampak terhadap sektor ekonomi memiliki keunggulan kompetitif maupun berspesialisasi adalah sektor Angkutan dan Komunikasi, sektor Keuangan, Persewan dan jasa Perusahaan serta sektor Jasa-jasa. Sedangkan sektor yang mempunyai keunggulan
kompetitif
namn
tidak
memiliki
tingkat
spesialisasi yaitu sektor Pertanian, sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor Industri Pengolahan, sektor Bangunan dan Kontruksi dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Sementara sektor yang tidak memiliki keunggulan kompetitif namun berspesialisasi adalah sektor Listrik Gas dan air Bersih. Hal ini dapat dilihat secara jelas pada Tabel 5.15. sebagai berikut :
62
Tabel 5.15. Pengaruh Alokasi Terhadap Perekonomian Kota Ambon Tahun 2003-2012 (jutaan rupiah) Lapangan Usaha 1
2
3 4
5 6
7
8
9
Nilai E'ij
Pertanian a.Tanaman Bahan Makanan b.Tanaman Perkebunan c.Peternakan dan Hasil-hasilnya d.Kehutanan e.Perikanan Pertambangan & Penggalian a.Pertambangan b.Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih a.Listrik b.Air Bersih Bangunan/ Kontruksi Perdagangan, Hotel & Restoran a.Perdagangan Besar Eceran b.Hotel c.Restoran Angkutan & Komunikasi A.Angkutan a.Angkutan Jalan Raya b.Angkutan Laut c.Angkutan Penyeberangan d.Angkutan Udara e.Jasa Penunjang Angkutan B.Komunikasi Keua, Persewaan & Jasa Perus. a.Bank b.Lembaga Keuangan Tanpa Bank c.Sewa Bangunan d.Jasa Perusahaan Jasa-jasa i.Pemerintahan Umum & Pertahanan ii.Swasta a.Jasa Sosial Kemasyarakatan b.Hiburan & Rekreasi c.Perorangan dan Rumah Tangga PDRB
412.289,15 106.007,30 85.904,16 14.702,90 21.905,02 183.769,76 10.116,58 5.726,41 4.390,17 56.936,34 6.386,32 5.679,44 706,88 14.966,43 288.219,21 275.497,94 4.670,97 8.050,29 103.033,74 98.115,35 39.239,96 27.831,79 6.356,73 17.706,90 6.979,98 4.918,39 67.528,32 17.235,81 10.282,56 39.385,68 624,28 230.179,16 208.748,96 21.430,19 13.647,37 928,73 6.854,09
Pengaruh Alokasi Kompetitif Spesialisasi CA CD CD CA CA CD CA CD CA CA CD CD CA CA CA CD CA CD CA CA CA CA CA CA CA CA CA CA CA CA CA CA CA CD CD CA CD
2.426.953,26
Sumber: BPS Provinsi Maluku, BPS Kota Ambon, diolah Penulis Keterangan: CA CD S NS
= Competitive Advantage = Competitive Disadvantage = Specialisasi = Not Specialisasi
63
NS NS NS NS NS S NS NS NS NS S S NS NS NS NS S S S S S S S S S S S S S S S S S NS NS S S
Hasil penelitian tentang pola pertumbuhan sektor ekonomi sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Richardson (2001:35) perbedaan pokok antara analisis pertumbuhan perekonomian nasional dan analisis pertumbuhan daerah adalah bahwa yang dititikberatkan dalam analisis tersebut belakangan adalah perpindahan faktor (factors movement).
Kemungkinan
masuk
dan
keluarnya
arus
perpindahan tenaga kerja dan modal menyebabkan terjadinya perbedaan
tingkat
pertumbuhan
ekonomi
regional.
Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah akan lebih cepat apabila memiliki keuntungan absolute kaya akan sumber daya alam dan memiliki keuntungan komparatif apabila daerah tersebut lebih efisien dari daerah lain dalam melakukan kegiatan produksi dan perdagangan.
5.4.2.2. Analisis Tipologi Klassen Melalui
perbandingan
pertumbuhan
ekonomi
dan
pendapatan perkapita penduduk Kota Ambon dengan Provinsi Maluku, maka dapat diperoleh pola dan struktur pertumbuhan ekonomi Kota Ambon yang ditunjukkan oleh posisi relatif perekonomian Kota Ambon dalam konteks perekonomian Provinsi Maluku. Pada tabel 5.16 menginformasikan bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota Ambon selama tahun 2003-2012 sebesar 6,46 persen pertahun, dengan rata-rata pendapatan perkapita sebesar 5.045.038 rupiah pertahun. Sementara di Provinsi Maluku rata-rata pertumbuhan lebih rendah yaitu sebesar 5,63 persen pertahun selama tahun 2003-2012, dengan rata-rata pendapatan
perkapita
sebesar
2.359.973
rupiah
pertahun.
Berdasarkan kondisi ini, maka dapat disimpulkan Kota Ambon memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi daripada Provinsi Maluku dan juga pendapatan perkapita yang lebih tinggi 64
dibandingkan pendapatan perkapita di Provinsi Maluku. Oleh karena itu, berdasarkan tipologi klassen maka dalam konteks wilayah Provinsi Maluku, Kota Ambon masuk dalam klasifikasi daerah yang maju dan tumbuh cepat.
Tabel 5.16. Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan perKapita Penduduk Provinsi Maluku dan Kota Ambon Tahun 2003-2012 Kota Ambon Tahun
Pertumbuhan Ekonomi (%)
Provinsi Maluku
Pendapatan Perkapita (Rp)
Pertumbuhan Ekonomi (%)
2003 4.559.295 2 2004 5,73 4.706.732 4,43 3 2005 6,22 4.892.984 5,07 4 2006 6,43 5.088.611 5,55 5 2007 6,31 5.241.531 5,62 6 2008 5,91 5.493.099 4,23 7 2009 5,58 5.168.861 5,43 8 2010 6,55 4.913.427 6,48 9 2011 6,58 5.098.825 6,06 10 2012 8,77 5.287.018 7,81 Rata-rata 6,46 5.045.038 5,63 Sumber: BPS Provinsi Maluku, BPSKota Ambon Diolah penulis 1
Pendapatan Perkapita (Rp)
2.078.181 2.118.482 2.179.013 2,258.882 2.328.048 2.397.374 2.463.318 2.477.613 2.573.554 2.725.263 2.359.973
Selain untuk melihat klasifikasi pola dan struktur pertumbuhan ekonomi regional, tipologi klassen juga dapat digunakan untuk melihat pola dan struktur pertumbuhan ekonomi secara sektoral maupun subsektoral. Klasifikasi sektor dan subsektor ekonomi di Kota Ambon berdasarkan tipologi klassen adalah: 1.
Sektor/subsektor yang maju dan tumbuh cepat, sektor/subsektor kontribusinya
yang lebih
memiliki tinggi
laju
pertumbuhan
dibandingkan
dengan
yaitu dan laju
pertumbuhan dan kontribusi sektor/subsektor tersebut secara keseluruhan di Provinsi Maluku. Sektor yang termasuk klasifikasi ini adalah sektor Angkutan dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa-jasa.
65
Sedangkan subsektornya adalah subsektor Hotel, subsektor Angkutan, subsektor bagian Angkutan Laut, subsektor bagian Angkutan Penyeberangan, subsektor bagian Jasa Penunjang Angkutan, subsektor Komunikasi, subsektor Bank, subsektor Lembaga Keuangan Tanpa Bank, subsektor Sewa Bangunan, subsektor Jasa Perusahaan, subsektor Pemerintahan umum dan Pertahanan serta subsektor bagian swasta; Hiburan & Rekreasi. 2.
Sektor/subsektor
yang
maju
tapi
tertekan,
yaitu
sektor/subsektor yang laju pertumbuhannya lebih kecil dari laju pertumbuhan sektor/subsektor di Provinsi Maluku, akan tetapi kontribusi sektor/subsektor tersebut lebih besar dari kontribusi sektor/subsektor di Provinsi Maluku. Sektor ekonomi yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah sektor Listrik, Gas & Air Bersih. Sedangkan subsektornya adalah subsektor Perikanan, subsektor Listrik, subsektor bagian Angkutan Udara, subsektor bagian Angkutan Jalan Raya, subsektor Restoran dan subsektor bagian swasta; Perorangan dan Rumah Tangga. 3.
Sektor/subsektor
yang
berkembang
cepat,
yaitu
sektor/subsektor yang laju pertumbuhannya lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor/subsektor di Provinsi Maluku, akan tetapi kontribusi sektor/subsektor tersebut lebih rendah dari kontribusi sektor/subsektor di Provinsi Maluku. Sektor yang termasuk klasifikasi ini adalah sektor Pertanian, sektor Perdagangan, Hotel & Restoran, sektor Industri Pengolahan, sektor Bangunan/Kontruksi dan sektor Pertambangan & Penggalian. Sedangkan subsektornya adalah subsektor Kehutanan, subsektor Peternakan dan Hasil-hasilnya dan subsektor Penggalian. 4.
Sektor/subsektor yang relatif tertinggal, yaitu sektor/subsektor yang memiliki laju pertumbuhan dan kontribusinya lebih rendah dari laju pertumbuhan dan kontribusi sektor/subsektor
66
tersebut di Provinsi Maluku. Dalam klasifikasi ini tidak ada sektor yang masuk dalam kategori ini. Sedangkan subsektor yang masuk katagori di atas termasuk dalam kelompok sektor/subsektor yang relatif tertinggal adalah Subsektor Tanaman Bahan Makanan, Subsektor Tanaman Perkebunan, Subsektor Air Bersih, Subsektor Bg. Swasta; Jasa Sosial Kemasyarakatan,
Subsektor
Pertambangan,
Subsektor
Perdagangan Besar Eceran dan Subsektor Swasta (lihat tabel 5.17).
67
Tabel 5.17. Identifikasi Sektor/Subsektor Ekonomi Menurut Tipologi Klassen di Kota Ambon Tahun 2003-2012 Kota Ambon Lapangan Usaha 1
2
3 4
5 6
7
8
9
Pertanian a.Tanaman Bahan Makanan b.Tanaman Perkebunan c.Peternakan dan Hasil-hasilnya d.Kehutanan e.Perikanan Pertambangan & Penggalian a. Pertambangan b. Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih Bangunan/ Kontruksi Perdagangan, Hotel & Restoran a.Perdagangan Besar Eceran b.Hotel c.Restoran Angkutan & Komunikasi A. Angkutan a.Angkutan Jalan Raya b.Angkutan Laut c.Angkutan Penyeberangan d.Angkutan Udara e.Jasa Penunjang Angkutan B. Komunikasi Keua, Persewaan & Jasa Perus. a. Bank b.Lemb. Keuangan Tanpa Bank c.Sewa Bangunan d.Jasa Perusahaan Jasa-jasa i. Pemer. Umum & Pertahanan ii. Swasta a. Jasa Sosial Kemasyarakatan b. Hiburan & Rekreasi c.Perorangan dan Rh Tangga PDRB
Pertum (Si) 4,84 2,23 -0,79 4,01 0,69 5,21 8,25 8,25 7,83 4,07 4,10 3,87 13,93 6,70 6,59 10,68 5,62 9,22 9,15 5,02 4,64 9,11 17,19 7,34 10,54 4,27 4,59 3,93 4,16 5,06 6,02 6,20 3,04 2,25 5,41 3,20 6,46
Kontri (Ski) 17,85 1,47 0,27 0,42 0,03 15,67 0,12 0,12 2,14 0,67 0,62 0,05 0,81 24,16 21,90 1,03 1,23 19,00 17,86 5,12 3,68 0,97 6,70 1,39 1,14 8,12 2,88 1,64 3,50 0,11 27,14 25,58 1,56 0,68 0,19 0,68 100,00
Prov. Maluku Pertum (S) 3,95 2,90 3,38 3,94 -0,52 5,22 4,87 2,74 7,47 5,75 4,98 4,80 3,62 11,32 6,64 6,60 10,50 5,64 8,33 8,24 5,02 4,25 9,06 17,20 7,10 10,08 4,15 4,50 3,84 4,06 4,90 5,90 6,14 3,35 3,23 5,39 3,28 5,63
Kontri (Sk) 32,29 8,06 6,71 1,13 1,48 14,94 0,78 0,39 0,39 4,83 0,52 0,47 0,05 1,48 25,33 24,18 0,45 0,69 10,31 9,76 3,27 2,27 0,66 2,91 0,66 0,55 5,44 1,41 0,80 3,18 0,05 19,04 17,37 1,67 1,05 0,08 0,54 100,00
Keterangan.*) III (Si > S dan Ski < Sk) IV (Si < S dan Ski < Sk) IV (Si < S dan Ski < Sk III Si > S dan Ski < Sk) III (Si > S dan Ski < Sk) II (Si < S dan Ski > Sk) III (Si > S dan Ski < Sk) IV (Si < S dan Ski < Sk) III (Si > S dan Ski < Sk) III (Si > S dan Ski < Sk) II (Si < S dan Ski > Sk) II (Si < S dan Ski > Sk) IV (Si < S dan Ski < Sk) III (Si > S dan Ski < Sk) III (Si > S dan Ski < Sk) IV (Si < S dan Ski < Sk) I (Si > S dan Ski > Sk) II (Si < S dan Ski > Sk) I (Si > S dan Ski > Sk) I (Si > S dan Ski > Sk) II (Si < S dan Ski > Sk) I (Si > S dan Ski > Sk) I (Si > S dan Ski > Sk) II (Si < S dan Ski > Sk) I (Si > S dan Ski > Sk) I (Si > S dan Ski > Sk) I (Si > S dan Ski > Sk) I (Si > S dan Ski > Sk) I (Si > S dan Ski > Sk) I (Si > S dan Ski > Sk) I (Si > S dan Ski > Sk) I (Si > S dan Ski > Sk) I (Si > S dan Ski > Sk) IV (Si < S dan Ski < Sk IV (Si < S dan Ski < Sk I (Si > S dan Ski > Sk) II (Si < S dan Ski > Sk) I( Si > S)
Sumber: Hasil pengolahan berdasarkan data PDRB Provinsi Maluku dan PDRB Kota Ambon Keterangan: *) katagori menurut tipologi klassen
68
Setelah kita mengidentifikasi sektor/subsektor yang tergolong dalam klasifikasi tipology klassen kemudian dapat kita masukan ke dalam diagram atau tabel tipology klassen seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini. Tabel 5.18. Klasifikasi Sektor/Subsektor Ekonomi Menurut Tipology Klassen di Kota Ambon Tahun 2003-2012 Kuadran I Sektor/subsektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector si > s dan ski > sk
Kuadran II Sektor/subsektor maju tapi tertekan (stagnant sector) si < s dan ski > sk
-
Subsektor Hotel Sektor Angkutan & Komunikasi Subsektor Angkutan Subsektor Bg. Angkutan Laut Subsektor Bg. Angkutan Penyeberangan Subsektor Bg. Jasa Penunjang Angkutan Subsektor Komunikasi Sektor Keua.Persewaan & Jasa Perus. Subsektor Bank Subsektor Lembaga Keuang. Tanpa Bank Subsektor Sewa Bangunan Subsektor Jasa Perusahaan Sektor Jasa-jasa - Subsektor Pemer. Umum & Pertahanan - Subsektor Bg. Swasta; Hibur & Rekreasi Kuadran III Sektor/subsektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector) si > s dan ski < sk
- Subsektor Perikanan - Sektor Listrik, Gas & Air Bersih - Subsektor Listrik - Subsektor Bg. Angkutan Udara - Subsektor Bg. Angkutan Jalan Raya - Subsektor Restoran - Subsektor Bg. Swasta; Perorangan dan Rh Tangga
Kuadran IV Sektor/subsektor relatif tertinggal (underdeveloped sektor) si < s dan ski < sk
- Subsektor Kehutanan - Sektor Industri Pengolahan - Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran
- Subsektor Tanaman Bahan Makanan - Subsektor Tanaman Perkebunan - Subsektor Air Bersih
- Sektor Bangunan/ Kontruksi - Sektor Pertanian - Subsektor Peternakan dan Hasil-hasilnya - Sektor Petambangan & Penggalian - Subsektor Penggalian
- Subsektor Bg. Swasta; Jasa Sosial Kemasyarakatan - Subsektor Pertambangan - Subsektor Perdagangan Besar Eceran - Subsektor Swasta
Sumber: Hasil pengolahan berdasarkan data PDRB Provinsi Maluku dan PDRB Kota Ambon Dalam pengkasifikasian sektor/subsektor ekonomi yang ada ke dalam diagram tipology klassen, dapat kita lihat letak atau posisi
sektor/subsektor
tersebut
sesuai
pertumbuhannya menurut kuadran tipology klassen.
69
dengan
pola
Berdasarkan
posisi
atau
letak
masing-masing
sektor/subsektor berdasarkan analisis tipology klassen menurut kuadrannya, dapat kita analisis sebagai berikut: Kuadaran I: Subsektor-subsektor yang berada pada kuadran I, merupakan subsektor potensial sebagai penggerak ekonomi daerah Kota Ambon.
Bila
dilihat
berdasarkan
laju
pertumbuhan
dan
kontribusinya terhadap sektor dan PDRB Kota Ambon, merupakan subsektor maju dan menjadi penyangga dan motor penggerak dalam meningkatkan ekonomi daerah. Subsektor-subsektor yang berada pada kuadaran I, keseluruhannya merupakan subsektorsubsektor yang berada pada sektor tersier. Dengan demikian pola pertumbuhan ekonomi Kota Ambon, sebagai subsektor yang maju dan tumbuh dengan pesat berasal dari sektor tersier. Subsektor pemerintahan umum dan pertahanan tergolong dalam klasifikasi subsektor maju dan tumbuh dengan pesat. Keberadaan Kota Ambon sebagai ibu kota provinsi, pusat pendidikan, pusat pemerintahan, militer, kepolisian, pusat perdagangan dan jasa lainnya, mampu mengangkat sektor ini manjadi subsektor maju dan tumbuh pesat. Kuadaran II: Pada kuadaran II, terdapat 1 (satu) sektor dan 6 (enam) subsektor yang tergolong sebagai sektor/subsektor yang maju tapi tertekan. Seperti kita ketahui, subsektor perikanan merupakan subsektor potensial di Kota Ambon. Kenyataan ini dapat dilihat dari angka laju pertumbuhannya dan kontribusinya baik terhadap sektor pertanian maupun terhadap PDRB Kota Ambon. Namun dalam analisis tipology klassen, subsektor perikanan masih tergolong subsektor maju tapi tertekan. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan subsektor perikanan Kota Ambon masih di bawah pertumbuhan provinsi.
Selain itu, Provinsi Maluku merupakan
daerah kepulauan dengan laut yang luas, sehingga subsektor
70
perikanan Kota Ambon bersaing dengan subsektor perikanan dari kabupaten/kota yang lain. Subsektor listrik tergolong dalam subsektor maju tapi tertekan. Bila dilihat secara rill, sejak perekonomian Kota Ambon mulai bangkit seperti bertumbuhnya hotel-hotel berbintang, kegiatan produksi baik skala kecil maupun besar, semuanya ini membutuhkan energi listrik. Hasil wawancara dengan Manejer Pemasaran PT. PLN Wilayah Pemasaran Ambon (wawancara tanggal 8 September 2014), diperoleh informasi bahwa, PT. PLN Wilayah Ambon belum mampu untuk memenuhi permintaan konsumen. Hal ini nampak dengan sering terjadinya pemadaman listrik yang dilakukan secara bergiliran oleh PT. PLN diberbagai wilayah di Kota Ambon. Untuk mengatasi defisit listrik yang dipicu baik dari sisi suplai akibat mesin pembangkit yang sudah tua dan peningkatan permintaan masyarakat, PT. PLN Wilayah Ambon menyewa mesin genset dari Singapura yang berkapasitas 10 MW. Selain itu, pemerintah daerah belum memanfaatkan secara maksimal kondisi iklim dengan memanfaatkan potensi sumber panas bumi atau Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dapat dikelola menjadi energi listrik mencapai 600 MW yang terletak di Desa Suli. Subsektor Angkutan merupakan subsektor tergolong dalam klasifikasi maju dan tumbuh dengan pesat di Kota Ambon. Namun, subsektor bagian Angkutan Udara dan subsektor bagian angkutan jalan raya masih tergolong subsektor maju tapi tertekan. Seperti kita ketahui, jumlah kendaraan baik roda dua maupun roda empat di Kota Ambon pertumbuhannya sangat pesat. Akan tetapi, pertumbuhannya tidak sejalan dengan kebutuhan jalan. Hal ini dapat dilihat dari sering terjadinya kemacetan di ruas-ruas jalan tertentu pada saat tingkat mobilisasi masyarakat tinggi yang dapat menimbulkan pemborosan bahan bakar. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah daerah mulai melakukan pelebaran-pelebaran jalan
71
dari Bandara Pattimura menuju Kota Ambon. Sedangkan ruas-ruas jalan utama yang berada di dalam kota, sudah tidak mungkin dilakukan pelebaran jalan karena terbentur pembebasan lahan dan berdirinya
gedung-gedung
disamping
jalan
raya
sehingga
membutuhkan dana yang besar. Sedangkan subsektor bagian Angkutan Udara tergolong dalam klasifikasi maju tapi tertekan. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap orang yang akan melakukan penerbangan menjadikan Kota Ambon sebagai Kota Transit atau masyarakat yang menggunakan jasa angkutan udara sebagian besar berasal dari luar daerah. Kuadaran III: Sektor/subsektor potensial atau masih dapat berkembang pada kuadran III terdiri dari subsektor kehutanan, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor bangunan/kontruksi, sektor pertanian, subsektor peternakan dan hasil-hasilnya, sektor pertambangan dan penggalian dan subsektor penggalian. Subsektor kehutanan di Kota Ambon belum maksimal dalam memberikan kontribusi terhadap PDRB. Penyebab utamanya adalah ketersediaan lahan yang terbatas dan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya serta pengerusakan hutan sebagai akibat dari penebangan pohon secara liar. Sehingga pemerintah daerah lebih fokus dalam memperbaiki fungsi hutan dengan jalan melakukan reboisasi. Sektor industri pengolahan dapat dikatakan belum berkembang di Kota Ambon, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap PDRB sebesar 2,14 persen rata-rata pertahun. Selain itu, tidak tersedianya industri pengolahan guna mendukung sektor/subsektor unggulan dalam mengelola komoditi-komoditi yang ada. Sehingga pemasaran produk atau komoditi-komoditi dari sektor-sektor produktif masih dalam bentuk bahan mentah. Hal ini dapat dilihat
72
dari produk ikan olahan dalam bentuk kemasan atau kaleng yang beredar, berasal dari luar daerah. Subsektor penggalian di Kota Ambon merupakan penyumbang terendah kedua terhadap PDRB. Hal ini di karenakan pendapatan sektor ini hanya berasal dari bahan galian golongan C. Perhatian pemerintah belum maksimal terhadap sektor penggalian karena masih banyak penggalian seperti batu, pasir untuk kegiatan pembangunan masih bersifat bebas atau liar. Penggalian yang bersifat bebas dan liar ini akan berdampak terhadap pengrusakan lingkungan. Namun sektor ini masih dapat berkembang bila ada pengawasan yang ketat dari pemerintah daerah. Kontribusi rata-rata pertahun sektor bangunan/kontruksi terhadap PDRB hanya sebesar 0,81 persen. Pencapaian ini merupakan penyumbang ketiga terendah setelah sektor pertambangan dan penggalian dan sektor listrik, gas dan air bersih. Sedangkan bila dilihat dari laju pertumbuhannya, dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan sektor ini meningkat dratis pada tahun 2010 sebesar 56,74 persen dengan pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 13,93 persen. Hal ini, dapat dilihat dari proses pembangunan yang giat dilakukan seperti pembangunan mal, gedung-gedung perkantoran, hotel-hotel berbintang dan jembatan. Kegiatan-kegiatan di atas akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja. Namun sektor bangunan/kontruksi belum mampu menjadi sektor unggulan Kota Ambon. Karena kegiatan sektor ini hanya bersifat sementara, di mana bila kegiatan pekerjaan pembangunan selesai maka pekerjanya akan kembali menganggur. Kuadran IV: Pada kuadaran ini terdapat dua subsektor yang berasal dari sektor pertanian. Kedua subsektor ini terdiri dari subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor tanaman perkebunan. Seperti telah dijelaskan dalam analisis shift share, perekonomian Kota Ambon telah mengalami pergeseran dari sektor pertanian ke
73
sektor non pertanian. Proses pergeseran ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap PDRB yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Sehingga dampaknya terlihat pada kedua subsektor ini, karena merupakan subsektor penunjang terhadap sektor pertanian. Subsektor air bersih hanya mampu memberikan kontribusi terhadap PDRB sebesar 0,05 persen rata-rata pertahun dengan laju pertumbuhan yang berfluktuasi dari tahun ketahun dengan pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 3,87 persen. Hal ini disebabkan karena minimnya permintaan rumah tangga karena banyak yang telah memiliki sumur bor juga mengurangi pergerakan ekonomi pada subsektor air bersih. Penggunan air tanah atau sumur bor untuk kebutuhan rumah tangga ini pada awalnya adalah pelanggan dari PT. PAM. Beralihnya penggunaan air dari PT. PAM ke sumur bor karena masalah pipa milik PT. PAM tersebut telah berusia tua dan sering bocor, sehingga air tidak terdistribusi sampai ke masyarakat. Selain itu, penebangan hutan secara liar mengakibatkan tidak terjadinya penyerapan air pada musim hujan, sehingga debit air dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Subsektor jasa sosial kemasyarakatan memiliki peran dalam memberikan kontribusi terhadap PDRB sebesar 2,25 persen. Namun Kontribusi ini lebih rendah dari kontribusi subsektor hiburan dan rekreasi sebesar 5,41 persen rata-rata pertahun. Apabila dilihat dari laju pertumbuhan, subsektor ini memiliki laju pertumbuhan terendah dibandingkan subsektor yang lain pada sektor swasta. Sehingga subsektor ini juga belum masuk dalam kategori subsektor unggulan. Hal ini tergambar dari pola kehidupan masyarakat yang bermukim pada perumahan-perumahan elite yang penuh dengan kesibukan tanpa peduli akan kebersamaan. Tingkat partisipasi
keikutsertan
dalam
lembaga-lembaga
sosial
kemasyarakatan masih rendah. Hal ini juga berdampak kepada kegiatan pemerintah dalam menggerakan ekonomi masyarakat lewat lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan.
74
Subsektor perdagangan besar eceran merupakan subsektor yang masih dapat dikembangkan guna meningkatkan ekonomi daerah. Bila dilihat dari kontribusinya baik terhadap sektor maupun PDRB, sumbangan subsektor ini lebih tinggi dibandingkan subsektor yang lainnya. Mengingat Kota Ambon merupakan ibu kota provinsi dan sebagai pusat segala kegiatan bisnis dan perdagangan, belum menjadikan subsektor ini sebagai sektor unggulan. Hal ini disebabkan karena seluruh aktifitas bisnis dan perdagangan tidak sepenuhnya merupakan kegiatan ekonomi Kota Ambon. Setiap kegiatan bisnis dan perdagangan dari kabupaten/kota lain menjadikan Kota Ambon sebagai kota transit. Melalui pengklasifikasian tersebut, maka dapat pula diketahui potensi sektor/subsektor ekonomi di Kota Ambon sehingga dapat menjadi tolak ukur sekaligus acuan bagi Pemerintah Kota Ambon dalam menentukan perencanaan dan kebijakan pembangunan.
5.5. Penentuan Sektor/Subsektor Ekonomi Basis Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi dalam PDRB yang dapat digolongkan ke dalam sektor basis dan non basis. LQ merupakan suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor di Kota Ambon terhadap besarnya peranan sektor tersebut di tingkat Provinsi Maluku. Nilai LQ dapat dikatakan sebagai petunjuk untuk dijadikan dasar dalam menentukan sektor basis yang potensial untuk dikembangkan. Karena sektor tersebut tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di dalam daerah, akan tetapi dapat juga memenuhi kebutuhan di daerah lain atau surplus. Hasil perhitungan LQ Kota Ambon dari kurun waktu periode pengamatan tahun 2003-2012, maka dapat teridentifikasikan sektor-sektor basis dan non basis seperti terlihat pada tabel 5.19.
75
Tabel 5.19. Nilai Location Quotient Kota Ambon Dirinci Persektor/Subsektor Ekonomi Tahun 2003-2012 Nilai Location Quotient Lapangan Usaha 1
2
3 4
5 6
7
8
9
Pertanian a.Tanaman Bahan Makanan b.Tanaman Perkebunan c.Peternakan dan Hasil-hasilnya d.Kehutanan e.Perikanan Pertambangan & Penggalian a.Pertambangan b.Penggalian Industri Pengolahan a.Industri Tanpa Migas Listrik, Gas & Air Bersih a.Listrik b.Air Bersih Bangunan/ Kontruksi Perdagangan, Hotel & Restoran a.Perdagangan Besar Eceran b.Hotel c.Restoran Angkutan & Komunikasi A.Angkutan a.Angkutan Jalan Raya b.Angkutan Laut c.Angkutan Penyeberangan d.Angkutan Udara e.Jasa Penunjang Angkutan B.Komunikasi Keua, Persewaan & Jasa Perus. a.Bank b.Lembaga Keua. Tanpa Bank c.Sewa Bangunan d.Jasa Perusahaan Jasa-jasa i.Pemerin. Umum & Pertahanan ii.Swasta a.Jasa Sosial Kemasyarakatan b.Hiburan & Rekreasi c.Perorangan & Rumah Tangga
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
RataRata
0,56 0,20 0,05 0,39 0,02 1,09 0,14 0,00 0,32 0,44 0,44 1,34 1,40 0,86 0,52 0,99 0,94 2,31 1,86 1,84 1,83 1,68 1,69 1,53 2,38 2,17 2,07 1,54 2,11 2,08 1,15 2,11 1,47 1,52 0,97 0,69 2,39 1,32
0,55 0,19 0,05 0,38 0,02 1,08 0,14 0,00 0,31 0,45 0,45 1,33 1,38 0,85 0,52 0,98 0,93 2,28 1,83 1,86 1,85 1,65 1,67 1,53 2,37 2,15 2,05 1,53 2,09 2,05 1,13 2,10 1,45 1,50 0,96 0,69 2,36 1,31
0,55 0,19 0,04 0,38 0,02 1,06 0,14 0,00 0,31 0,44 0,44 1,32 1,37 0,84 0,52 0,97 0,92 2,26 1,81 1,87 1,86 1,64 1,65 1,51 2,36 2,13 2,04 1,51 2,07 2,03 1,12 2,08 1,43 1,48 0,96 0,68 2,34 1,30
0,55 0,19 0,04 0,37 0,02 1,06 0,14 0,00 0,31 0,44 0,44 1,31 1,36 0,84 0,52 0,96 0,91 2,25 1,79 1,86 1,85 1,59 1,61 1,49 2,34 2,12 2,08 1,50 2,06 2,03 1,10 2,07 1,43 1,47 0,95 0,67 2,30 1,29
0,54 0,18 0,04 0,37 0,02 1,05 0,16 0,00 0,30 0,42 0,42 1,32 1,38 0,81 0,52 0,95 0,91 2,27 1,76 1,83 1,81 1,49 1,60 1,50 2,33 2,15 2,15 1,48 2,03 2,07 1,09 2,04 1,45 1,50 0,95 0,66 2,32 1,29
0,54 0,18 0,04 0,36 0,02 1,04 0,16 0,00 0,29 0,43 0,43 1,29 1,35 0,79 0,53 0,95 0,90 2,34 1,74 1,83 1,81 1,47 1,59 1,50 2,34 2,14 2,17 1,48 2,04 2,05 1,08 2,02 1,45 1,50 0,93 0,64 2,32 1,28
0,54 0,18 0,04 0,36 0,02 1,04 0,16 0,00 0,29 0,43 0,43 1,29 1,36 0,78 0,53 0,95 0,90 2,29 1,77 1,79 1,77 1,47 1,58 1,45 2,22 2,05 2,14 1,49 2,06 2,09 1,08 2,01 1,44 1,49 0,92 0,62 2,35 1,28
0,56 0,17 0,04 0,36 0,02 1,03 0,17 0,00 0,30 0,45 0,45 1,19 1,24 0,80 0,57 0,94 0,89 2,23 1,77 1,85 1,84 1,54 1,62 1,46 2,29 2,07 2,04 1,48 2,02 2,04 1,10 2,02 1,39 1,43 0,91 0,62 2,29 1,25
0,55 0,17 0,04 0,36 0,02 1,01 0,16 0,00 0,30 0,48 0,48 1,19 1,24 0,81 0,59 0,93 0,88 2,21 1,74 1,86 1,85 1,58 1,61 1,44 2,28 2,07 1,99 1,47 1,99 1,97 1,10 2,01 1,39 1,43 0,90 0,62 2,25 1,23
0,56 0,17 0,03 0,36 0,02 1,01 0,17 0,00 0,32 0,48 0,48 1,19 1,24 0,81 0,59 0,93 0,87 2,20 1,73 1,85 1,84 1,56 1,59 1,43 2,26 2,06 1,98 1,45 1,98 1,95 1,08 2,00 1,38 1,42 0,88 0,59 2,23 1,22
0,55 0,18 0,04 0,37 0,02 1,05 0,15 0,00 0,31 0,45 0,45 1,28 1,33 0,82 0,54 0,96 0,91 2,26 1,78 1,84 1,83 1,57 1,62 1,48 2,32 2,11 2,07 1,49 2,05 2,04 1,10 2,05 1,43 1,47 0,93 0,65 2,32 1,28
Sumber: PDRB Provinsi Maluku dan BPS Kota Ambon Diolah Penulis
76
Dari tabel di atas, dapat kita analisis sektor-sektor yang merupakan sektor basis dan non basis sebagai berikut: - Sektor Pertanian, Sektor Pertanian merupakan sektor non basis karena nilai LQ < 1. Namun dilihat dari subsektor terdapat subsektor Perikanan yang tergolong subsektor basis karena nilai LQ > 1. Hal ini menunjukkan subsektor Perikanan di Kota Ambon memiliki peranan atau pengaruh lebih baik dibandingkan dengan subsektor yang lainnya. Sehingga subsektor Perikanan merupakan subsektor basis yang memiliki kekuatan ekonomi yang cukup baik dan sangat berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Kota Ambon, sehingga subsektor ini merupakan subsektor basis atau potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian daerah. Jika dilihat berdasarkan kondisi riil yang terjadi di Kota Ambon, subsektor perikanan merupakan subsektor primadona dan mendapat perhatian yang lebih dibandingkan dengan subsektor lainnya. Dari hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ambon diperoleh informasi bahwa; Pemerintah Kota Ambon melalui DKP Kota tetap berpihak kepada nelayan melalui intervensi program-program pemberdayaan dengan sasaran dan tujuan utama untuk meningkatkan pendapatan nelayan. Subsektor perikanan mendapat perhatian khusus karena, subsektor perikanan mampu memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan daerah Kota Ambon. Selain itu, komoditi dari subsektor perikanan mampu memenuhi permintaan domestik bahkan dapat melayani permintaan ekspor dari berbagai daerah. Hal ini jelas terlihat dimana masyarakat nelayan sering mendapat pelatihan bahkan bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ambon. Bantuan yang dilakukan seperti, pemberian alat tangkap seperti jaring, mesin motor tempel, alat pendingin, alat pengasapan, keramba jaring apung (KJA) dan modal. Sedangkan pelatihan yang diberikan berupa pengolahan ikan menjadi abon, terasi ikan, pengasapan ikan yang baik, pelatihan pengembangan
77
budidaya ikan kerapu, pengolahan rumput laut menjadi puding, es rumut laut dan mie rumput laut. - Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Pertambangan dan Penggalian tidak tergolong dalam sekor basis karena nilai LQ < 1, begitu pula subsektornya tidak tergololong dalam subsektor basis. Sektor ini merupakan sektor yang mempunyai kontribusi terendah terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Ambon. Kinerja sektor ini masih tergantung pada pertambangan golongan C, sedangkan untuk jenis kegiatan pertambangan lain relatif terbatas mengingat peta bahan tambang Kota Ambon secara keseluruhan belum tersedia. Sehingga kontribusi sektor pertambangan dan pengalian tersebut seluruhnya berasal dari sub sektor penggalian. - Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan juga tidak tergolong dalam sektor basis karena memiliki nilai LQ < 1. Perlambatan pertumbuhan pada sektor industri pengolahan disebabkan karena meningkatnya biaya operasional akibat terjadinya krisis listrik di Kota Ambon yang berlangsung cukup lama sehingga para pengusaha terpaksa menggunakan generator set dalam mengoperasikan usahanya. Belum tersediannya industri pengolahan dalam mendukung diversifikasi hasil
produksi
berupa
produk
atau
komoditi-komoditi
dari
sektor/subsektor basis. - Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, Sektor ini tergolong dalam sektor basis, karena memiliki nilai LQ > 1. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih terdiri dari subsektor Listrik dan subsektor Air Bersih. Namun hanya subsektor Listrik yang tergolong subsektor basis dengan nilai LQ rata-rata 1,33. Sedangkan subsektor Air Bersih bukan tergolong subsektor basis karena memiliki nilai LQ < 1 selama periode penelitian. Namun bila kita lihat periode tersebut, walaupun tergolong sektor basis nilai LQ subsektor listrik, dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Hal
78
ini disebabkan karena laju peningkatan kapasistas pembangkit tidak secepat dari laju permintaan sehingga margin cadangan cenderung rendah. Di samping itu kapasitas infrastuktur transmisi distribusi pada saat itu sudah tua dan sudah mencapai daya yang maksimal sehingga kapasitas
pembangkit
yang
ada
menjadi
tidak
efektif.
Sejak
perekonomian Kota Ambon mulai bangkit seperti bertumbuhnya hotelhotel berbintang, kegiatan produksi baik skala kecil maupun besar, semuanya ini membutuhkan energi listrik. Untuk mengatasi kebutuhan listrik yang semakin meningkat, maka pemerintah Kota Ambon melalui PT. PLN Wilayah Ambon menyewa mesin genset dari Singapura yang berkapasitas 10 MW dan telah mulai dioperasikan sejak minggu I bulan Maret 2010. Penyewaan mesin genset ini adalah solusi jangka pendek yang ditempuh PLN Wilayah Ambon untuk mengatasi defisit listrik yang dipicu baik dari sisi suplai akibat mesin pembangkit yang sudah tua dan peningkatan permintaan masyarakat. Upaya pengamanan suplai listrik di jangka menengah dan jangka panjang terkendala oleh fasilitas pembiayaan bagi PLN sehingga pemerintah perlu mencari solusi lewat investor swasta. Rendahnya kontribusi subsektor air bersih terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Ambon relevan dengan masih rendahnya pembiayaan perbankan kepada sektor ini. Miinimnya permintaan rumah tangga karena banyak yang telah memiliki sumur bor juga mengurangi pergerakan ekonomi pada subsektor air bersih. Hal ini dilihat dari nilai LQ rata-rata subsektor air bersih hanya sebesar 0,82. - Bangunan dan Kontruksi Sektor Bangunan dan Kontruksi tergolong dalam sektor non basis karena memiliki nilai LQ < 1. Gencarnya pemerintah daerah dan kalangan swasta di Kota Ambon untuk merealisasikan proyek pembangunan dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan Sail Banda 2010 yang telah dilaksanakan pada bulan JuliAgustus
2010.
Aktifitas
konstruksi
swasta
sebagai
pendorong
pertumbuhan pada sektor ini tercermin dari pembangunan beberapa
79
sarana akomodasi maupun hotel dan guest house yang dipersiapkan untuk menampung lonjakan wisatawan pada event di maksud. Di samping itu, dapat dilihat dari proyek pelebaran jalan dan perbaikan jembatan dari Bandara Pattimura menuju Kota Ambon dan juga ruas jalan menuju Pantai Natsepa, pembangunan mal-mal belum mampu menjadikan sektor ini sebagai sektor basis. - Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor ini tergolong dalam sektor non basis karena memiliki nilai LQ < 1. Sektor ini terdiri dari subsektor Perdagangan Besar dan Eceran, subsektor Hotel dan subsektor Restoran. Namn, hanya subsektor Hotel dan subsektor Restoran tergolong dalam subsektor basis. Aktivitas kegiatan subsektor perdagangan di Kota Ambon ditandai dengan terus meningkatnya minat usaha. Tahun 2010, terdapat 1.307 Surat Ijin Usaha yang diterbitkan Pemerintah Kota Ambon meliputi 196 ijin perusahaan besar, 342 ijin perusahaan menengah dan 769 ijin perusahaan kecil. Selama tahun 2010, program yang dilaksanakan adalah Program Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri melalui Pembangunan Pasar Gotong Royong, Pembangunan Pasar Komoditi Daerah Tahap II (Pasar Ole-Ole), dan Pameran Produk Ekspor; dan Program Perlindungan Konsumen dan Pengamanan Perdagangan melalui Pengawasan peredaran barang dan jasa, Pengawasan Operasional Kemetriologian (tera ulang dan ukur ulang), dan Peningkatan pengawasan terpadu barang berbahaya dan minuman beralkohol. Namun semua kegiatan ini belum mampu mengangkat subsektor perdagangan besar eceran menjadi subsektor basis. Hal ini disebabkan karena seluruh aktifitas bisnis dan perdagangan tidak sepenuhnya merupakan kegiatan ekonomi Kota Ambon. Setiap kegiatan bisnis dan perdagangan dari kabupaten/kota lain menjadikan Kota Ambon sebagai kota transit. Subsektor hotel dan subsektor restoran merupakan subsektor basis Kota Ambon. Hal ini dapat terlihat dengan bertumbuhnya restoran-restoran dan dibangunnya hotel-hotel berbintang baru di Kota Ambon.
80
Bila dilihat secara administratif di mana Kota Ambon merupakan Ibu Kota Provinsi serta kebijakan-kebijakan pemerintah Provinsi melakukan event-event besar di Provinsi Maluku mengakibatkan Kota Ambon merupakan pintu masuk bagi para investor, wisatawan sekaligus dijadikan kota perdagangan. Faktor ini menyebabkan subsektor hotel dan subsektor restoran di Kota Ambon tumbuh pesat. Selain itu, subsektor hotel pertumbuhannya terutama didorong oleh telah beroperasinya hotel yang memiliki jaringan internasional di kota Ambon seperti Swissbel Hotel dan Amaris Santika Hotel. Hal ini mengindikasikan banyak turis mancanegara yang mengunjungi Kota Ambon dan mengunjungi daerah lain dengan menjadikan Kota Ambon sebagai tempat transit, sehingga dibangun hotel-hotel bertaraf internasional. - Sektor Angkutan dan komunikasi, Sektor Angkutan dan Komunikasi tergolong dalam sektor basis karena memiliki nilai LQ > 1, begitu pula dengan semua subsektornya tergolong dalam subsektor basis. Sehingga sektor ini merupakan sektor basis atau potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian daerah. Pendorong kinerja susektor angkutan mengalami peningkatan seiring dengan berkembangnya jalur transportasi seperti: Transportasi laut; telah beroperasinya angkutan penyeberangan kapal feri, kapal-kapal milik PT. Pelni maupun kapal kecil dan besar yang menghubungkan Kota Ambon dengan kabupaten/kota di Provinsi Maluku maupun provinsi lainnya yang semakin lancar dan berkembang. Transportasi udara; dibukanya rute penerbangan Jakarta-SurabayaMakassar-Papua-Ambon oleh maskapai nasional serta rute penerbangan di dalam provinsi dengan volume penerbangan lebih dari sekali dalam sehari. Hal ini dapat terlihat dari kontribusi maupun tingkat pertumbuhan subsektor angkutan udara merupakan penyumbang terbesar terhadap sektor angkutan. Transportasi darat; dengan berkembangnya jumlah kendaraan maka pemerintah Kota Ambon melakukan pelebaran jalan dari bandara ke Kota Ambon maupun di dalam kota sendiri. Transportasi darat semakin
81
bertumbuh dengan tersedianya bus yang dapat menghubungkan Kota Ambon dengan kabupaten/kota lainnya yang semakin lancar dan berkembang. Pendorong kinerja susektor komunikasi sebagai subsektor basis mengalami peningkatan seiring dengan perkembangnya seperti: televisi swasta nasional, televisi swasta daerah, televisi daerah, warung telekomunikasi dan internet, restoran dan cafe yang menyediakan hotspot, koran-koran nasional dan daerah. Selain itu, munculnya operator selular yang berkembang pesat di kota ambon sehingga muncul persaingan dalam menguasai pasar komunikasi. - Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, Sektor ini tergolong dalam sektor basis dan subsektornya pun tergolong dalam subsektor basis. Karena secara keseluruhan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan beserta subsektornya memiliki nilai LQ > 1. Sektor
Keuangan,
persewaan
dan
jasa
perusahaan
mengalami
pertumbuhan yang baik, ini disebabkan kebijakan dari luar seperti kebijakan pemerintah pusat melalui lembaga keuangan dalam hal pemberian kredit. Kebijakan ini menimbulkan sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan tumbuh. Sub sektor jasa perbankan menjadi pendorong utama pertumbuhan pada sektor ini. Pertumbuhan indikator pokok perbankan terus meningkat diantaranya pertumbuhan realisasi kredit dan DPK yang cukup tinggi. Subsektor bank dan subsektor lembaga keuangan tanpa bank tumbuh dan berperan aktif memberikan bantuan usaha kepada industri kecil dan menengah. Hal ini terlihat jelas dengan tumbuhnya usaha-usaha koperasi yang bermunculan dalam pemberian kredit mudah bagi usaha kecil menengah dan mikro. Dengan adanya kebijakan eksternal yang digulirkan kepada seluruh wilayah di Provinsi Maluku termasuk Kota Ambon, kedua sektor ini mampu memberikan pertumbuhan yang cukup besar di Kota Ambon.
82
- Jasa-jasa, Sektor Jasa-jasa tergolong dalam sektor basis karena memiliki nilai LQ > 1. Sektor ini terdiri dari subsektor Pemerintahan Umum dan Pertahanan dan subsektor Swasta. Namun subsektor Pemerintahan Umum dan Pertahanan tergolong dalam subsektor basis sedangkan subsektor Swasta tidak tergolong dalam subsektor basis. Subsektor bagian Swasta terdiri dari subsektor bagian Jasa Sosial Kemasyarakatan, Hiburan dan Rekreasi serta Perorangan dan Rumah Tangga. Ketiga subsektor bagian ini, hanya subsektor bagian Hiburan dan Rekreasi serta Perorangan dan Rumah Tangga merupakan subsektor yang tergolong basis. Potensialnya subsektor pemerintahan umum di Kota Ambon disebabkan oleh agresifnya pemerintah daerah dalam melakukan penataan dan pembangunan di hampir seluruh lini. Hal tersebut bertujuan untuk mengejar ketertinggalan pembangunan yang diakibatkan oleh krisis global dan pasca konflik sosial yang terjadi. Meningkatnya
pertumbuhan
sektor
ini
terutama
didorong
oleh
meningkatnya pertumbuhan pada subsektor jasa-jasa pemerintahan umum. Peningkatan aktivitas ekonomi daerah juga mampu mendorong pertumbuhan pada sektor ini. Pertumbuhan pada sektor ini juga sejalan dengan realisasi pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari retribusi dan pajak yang mengalami pertumbuhan. Hal ini dapat terlihat di Kota Ambon dewasa ini, di jalanjalan umun dan tempat-tempat umum terdapat petugas-petugas parkir yang bertugas. Demikian pula untuk subsektor hiburan dan rekreasi di mana banyak dibuka tempat-tempat karaoke serta tempat rekreasi yang selalu dipenuhi pengunjung. Peranan
sektor/subsektor
basis
sangat
penting,
karena
dengan
mengoptimalkan sektor/subsektor basis diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dan peningkatan pendapatan. Hal ini secara riil dapat dilihat di Kota Ambon, dimana sektor-sektor basis seperti subsektor hotel,
83
subsektor restoran, sektor jasa-jasa, sektor angkutan dan komunikasi mampu menyerap tenaga kerja tertinggi. Hasil penelitian tentang sektor/subsektor basis ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Adisasmita (2005:28), bahwa; Aktivitas basis/unggulan memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional.
5.6. Potensi Ekonomi Sektoral Kota Ambon Analisis ini digunakan untuk mengambil kesimpulan dengan menggabungkan tiga hasil analisis, yaitu analisis analisis shift share. analisis Tipology Klassen dan analisis Location Quotient (LQ). Tujuannya untuk menentukan sektor/subsektor basis sekaligus untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai posisi masing-masing sektor/subsektor dilihat dari segi tingkat pertumbuhan, kemampuan daya saing, keunggulan kompetitif, keunggulan komparatif serta kemampuan berspesialisasinya. 5.6.1.
Analisis Sektor Pertanian Sektor Pertanian di Kota Ambon bila dilihat dari kontribusi
terhadap PDRB telah mengalami pergeseran namun dalam kontribusinya menduduki urutan keempat. Hal ini ditunjukan oleh kontribusi rata-rata sektor pertanian yang mencapai 17,85 persen pertahun. Laju rata-rata pertumbuhan sektor pertanian 4,84 persen melebihi laju pertumbuhan di tingkat provinsi. Namun bila dilihat secara subsektor, subsektor perikanan memiliki kontribusi rata-rata tertinggi mencapai 15,67 persen dengan laju pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 5,21 persen, ini merupakan laju pertumbuhan tertinggi bahkan melebihi laju pertumbuhan rata-rata sektor perikanan.
84
Berdasarkan analisis LQ, sektor pertanian menunjukkan nilai LQ rata-rata sebesar 0,55 (< 1), hal ini berarti sektor ini bukan merupakan sektor basis. Apabila dilihat secara keseluruhan hanya subsektor perikanan yang tergolong subsektor basis dengan nilai LQ rata-rata 1,05 (> 1). Artinya subsektor ini tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Ambon saja, tapi mampu memenuhi kebutuhan daerah lainnya sehingga subsektor perikanan merupakan subsektor yang berpotensi ekspor.
Tabel 5.20. Potensi Sektor Pertanian Sektor
Pertanian
a.. Tanaman Bahan Makanan
1
b. Tanaman Perkebunan
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
d. Kehutanan
e. Perikanan
Aspek
Parameter
Makna
Tipologi Klassen LQ P / Mij D / Cij / Kompetitif
Kuadran III <1 Negatif Positif
Aij / Spesialisasi
Negatif
Tipologi Klassen
Kuadran IV
LQ
<1
P / Mij
Negatif
Tumbuh lambat di Propinsi
D / Cij / Kompetitif
Negatif
Pertumbuhan lebih lambat dibanding Provoinsi.
Aij / Spesialisasi
Negatif
Tidak Spesialisasi
Tipologi Klassen
Kuadran IV
Sektor Potensial atau masih dapat berkembang Sektor Non Basis Tumbuh lambat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Tidak Spesialisasi Subsektor relatif tertinggal Sektor Non Basis
Subsektor relatif tertinggal
LQ
<1
P / Mij
Negatif
Subsektor Non Basis Tumbuh lambat di Propinsi
D / Cij / Kompetitif
Negatif
Pertumbuhan lebih lambat dibanding Provoinsi.
Aij / Spesialisasi
Negatif
Tidak Spesialisasi
Tipologi Klassen
Kuadran III
LQ
<1
Sektor Potensial atau masih dapat berkembang Subsektor Non Bais
P / Mij
Negatif
Tumbuh lambat di Propinsi
D / Cij / Kompetitif
Positif
Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi.
Aij / Spesialisasi
Negatif
Tipologi Klassen
Kuadran III
Tidak Spesialisasi Subsektor Potensial atau masih dapat berkembang Subsektor Non Basis
LQ
<1
P / Mij
Negatif
Tumbuh lambat di Propinsi
D / Cij / Kompetitif
Positif
Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi.
Aij / Spesialisasi
Negatif
Tidak Spesialisasi
Tipologi Klassen LQ P / Mij D / Cij / Kompetitif
Kuadran II >1 Negatif Negatif
Aij / Spesialisasi
Positif
Subsektor maju tapi tertekan Subsektor Basis Tumbuh lambat di Propinsi Pertumbuhan lebih lambat dibanding Provoinsi. Spesialisasi
Sumber : Hasil pengolahan berdasarkan data PDRB Provinsi Maluku dan PDRB Kota Ambon 85
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa subsektor perikanan tergolong sebagai subsektor basis dan memiliki spesialisasi (Aij). Walaupun subsektor ini tergolong subsektor maju namun pertumbuhannya tertekan (Tipologi klassen) serta pertumbuhannya lambat di provinsi (Mij) yang mengindikasikan tidak ada dampak bauran industri di tingkat provinsi terhadap bauran industri di Kota Ambon pada sektor yang sama. Hal ini disebabkan karena Provinsi Maluku merupakan provinsi kepulauan dengan laut yang luas dan kaya akan hasil laut. Sehingga subsektor perikanan Kota Ambon bersaing dengan subsektor perikanan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Maluku. 5.6.2.
Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDRB
Kota Ambon rata-rata sebesar 0,12 persen per tahun dan berada pada urutan kesembilan dibandingkan sektor-sektor lain. Hal ini disebabkan kontribusi dari sektor pertambangan dan penggalian hanya dari subsektor penggalian, karena Kota Ambon tidak memiliki sumberdaya alam dari subsektor pertambangan. Laju pertumbuhan sektor ini rata-rata sebesar 8,25 persen per tahun, lebih tinggi dibandingkan sektor yang sama di tingkat Provinsi. Berdasarkan tabel 5.21 dapat diketahui sektor pertambangan dan penggalian beserta subsektornya, tidak tergolong ke dalam sektor basis karena nilai LQ lebih kecil dari 1 (< 1). Sektor ini juga termasuk ke dalam sektor potensial dan masih dapat berkembang akan tetapi pertumbuhannya lebih cpat dibanding di tingkat provinsi namun belum berspesialisasi. Sedangkan sumbangan dari subsektor pengalian terhadap PDRB berasal dari bahan galian golongan C.
86
Tabel 5.21. Potensi Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor
Pertambangan dan Penggalian
Aspek
Parameter
Makna
Tipologi Klassen LQ
Kuadran III <1
Sektor Potensial atau masih dapat berkembang Sektor Non Basis
P / Mij D / Cij / Kompetitif
Negatif Positif
Tumbuh lambat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi.
Aij / Spesialisasi
Negatif
Tidak Spesialisasi
Tipologi Klassen LQ
2 a.. Pertambangan
P / Mij D / Cij / Kompetitif Aij / Spesialisasi Tipologi Klassen
b. Penggalian
Kuadran III
Sektor Potensial atau masih dapat berkembang
LQ
<1
P / Mij
Positif
Subsektor Non Basis Tumbuh cepat di Propinsi
D / Cij / Kompetitif Aij / Spesialisasi
Positif Negatif
Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Tidak Spesialisasi
Sumber : Hasil pengolahan berdasarkan data PDRB Provinsi Maluku dan PDRB Kota Ambon
5.6.3.
Analisis Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan apabila ditinjau dari segi kontribusinya
terhadap PDRB menduduki urutan keenam dengan konstribusi rata-rata 2,14 persen per tahun. Sektor ini memiliki laju pertumbuhan rata-rata sebesar 7,83 persen lebih rendah daripada provinsi yang mencapai 7,90 persen. Tabel 5.22. Potensi Sektor Industri Pengolahan Sektor
3
Industri Pengolahan
Aspek
Parameter
Makna
Tipologi Klassen
Kuadran III
Sektor Potensial atau masih dapat berkembang
LQ P / Mij D / Cij / Kompetitif Aij / Spesialisasi
<1 Positif Positif Negatif
Sektor Non Basis Tumbuh cepat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Tidak Spesialisasi
Sumber : Hasil pengolahan berdasarkan data PDRB Provinsi Maluku dan PDRB Kota Ambon
Sektor industri pengolahan memiliki nilai komponen P sebesar 247,75 yang menunjukkan bahwa sektor ini tumbuh cepat dibandingkan di
87
tingkat Provinsi. Sedangkan nilai komponen D sebesar 17.838,86 menggambarkan bahwa sektor industri pengolahan sebagai sektor yang memiliki daya saing sehingga pertumbuhannya lebih cepat dibanding pertumbuhan di provinsi. Berdasarkan tabel di atas, nilai rata-rata hasil analisis LQ sektor ini lebih kecil dari 1, yaitu sebesar 0,45, sehingga digolongkan sebagai sektor non basis. Walaupun termasuk sektor non basis tetapi pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan provinsi (memiliki keunggulan kompetititf) dan tergolong ke dalam sektor potensial atau masih dapat berkembang. 5.6.4.
Analisis Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Hasil analisis menggunakan Tipology Klassen sektor listrik dan air
bersih diklasifikasikan sebagai sektor maju tapi tertekan. Hal ini disebabkan pertumbuhan rata-rata sebesar 4,07 persen masih lebih kecil dibandingkan pertumbuhan rata-rata di tingkat provinsi sebesar 4,27 persen. Sedangkan kontribusi rata-rata terhadap PDRB sebesar 0,67 persen akan tetapi sektor ini tergolong dalam sektor basis. Hasil analisis terhadap subsektor listrik menunjukkan bahwa sektor ini termasuk sektor basis dan berspesialisasi. Walupun demikian subsektor listrik tergolong sebagai subsektor maju tapi tertekan dan laju pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan Provinsi (tidak kompetitif). Sedangkan subsektor air bersih tergolong subsektor relatif tertinggal dan pertumbuhan lebih lambat dibandingkan Provinsi sehingga tidak tergolong subsektor basis dan tidak berspesialisasi. Berikut ini dapat dilihat hasil analisis dari ketiga alat analisis yang digunakan terhadap potensi sektor listrik, gas dan air bersih.
88
Tabel 5.23. Potensi Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Sektor
Listrik, Gas dan Air Bersih
4 a.. Listrik
b. Air Bersih
Aspek
Parameter
Makna
Tipologi Klassen LQ P / Mij
Kuadran II >1 Negatif
D / Cij / Kompetitif
Negatif
Pertumbuhan lebih lambat dibanding Provoinsi.
Aij / Spesialisasi
Positif
Spesialisasi
Tipologi Klassen
Kuadran II
Sektor maju tapi tertekan Sektor Basis Tumbuh lambat di Propinsi
Subsektor maju tapi tertekan
LQ
>1
P / Mij
Negatif
Subsektor Basis Tumbuh lambat di Propinsi
D / Cij / Kompetitif
Negatif
Pertumbuhan lebih lambat dibanding Provoinsi.
Aij / Spesialisasi
Positif
Spesialisasi
Tipologi Klassen
Kuadran IV
LQ
<1
P / Mij
Negatif
Tumbuh lambat di Propinsi
D / Cij / Kompetitif Aij / Spesialisasi
Positif Negatif
Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Tidak Spesialisasi
Subsektor relatif tertinggal Subsektor Non Basis
Sumber : Hasil pengolahan berdasarkan data PDRB Provinsi Maluku dan PDRB Kota Ambon 5.6.5.
Analisis Sektor Bangunan dan Kontruksi Sektor bangunan dan konstruksi memberikan kontribusi rata-rata
sebesar 0,81 persen dan menempati peringkat ketujuh dibandingkan sektorsektor lain. Laju pertumbuhan rata-rata yang mencapai 13,93 persen lebih tinggi daripada provinsi yang hanya sebesar 10,70 persen. Kondisi ini menyebabkan sektor bangunan dan konstruksi digolongkan ke dalam sektor potensial atau masih dapat berkembang. Berdasarkan hasil analisis shift share, sektor bangunan dan konstruksi dapat dikategorikan sebagai sektor yang kompetitif, karena memiliki nilai komponen D positif, sehingga pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan provinsi. Sementara nilai komponen P atau Mij yang positif berarti sektor ini merupakan sektor yang tumbuh cepat di Provinsi Maluku dan memberikan dampak terhadap pertumbuhan bauran industri pada sektor/subsektor yang sama di Kota Ambon.
89
Tabel 5.24. Potensi Sektor Bangunan dan Kontruksi Sektor
5
Bangunan dan Kontruksi
Aspek
Parameter
Tipologi Klassen LQ P / Mij D / Cij / Kompetitif
Kuadran III <1 Positif Positif
Aij / Spesialisasi
Negatif
Makna Sektor Potensial atau masih dapat berkembang Sektor Non Basis Tumbuh cepat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Tidak Spesialisasi
Sumber : Hasil pengolahan berdasarkan data PDRB Provinsi Maluku dan PDRB Kota Ambon
Hasil analisis terhadap sektor bangunan dan konstruksi dapat disimpulkan bahwa sektor ini bukan merupakan sektor basis dan tidak berspesialisasi. Tetapi sektor ini mempunyai peluang untuk dikembangkan menjadi sektor basis karena tergolong sektor potensial atau masih dapat berkembang dan memiliki keunggulan kompetitif dengan laju pertumbuhan lebih tinggi daripada provinsi.
5.6.6.
Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Hasil analisis menggunakan Tipology Klassen terhadap sektor
perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan bahwa sektor ini tergolong ke dalam sektor potensial atau masih dapat berkembang dan sektor ini tergolong sektor non basis. Kontribusi sektor ini rata-ratanya sebesar 24,16 persen dan laju pertumbuhan rata-ratanya sebesar 6,70 persen lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan provinsi. Berdasarkan perkembangan nilai LQ sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan nilai LQ rata-rata < 1. Hal ini berarti sektor ini termasuk sektor non basis dan belum berspesialisasi, sehingga sektor ini dapat dikatakan belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Ambon atau tidak kompetitif. Namun nilai komponen P dan komponen D sektor perdagangan, hotel dan restoran bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini tumbuh cepat
di provinsi dan dapat dikatakan memiliki
keunggulan kompetitif.
90
Tabel 5.25. Potensi Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran
a.. Perdagangan Besar Eceran 6
b. Hotel
c. Restoran
Aspek
Parameter
Tipologi Klassen LQ P / Mij D / Cij / Kompetitif
Kuadran III <1 Positif Positif
Aij / Spesialisasi
Negatif
Tipologi Klassen
Kuadran IV
Makna Sektor Potensial atau masih dapat berkembang Sektor Non Basis Tumbuh cepat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Tidak Spesialisasi Subsektor Relatif Tertinggal
LQ
<1
P / Mij
Positif
Subsektor Non Basis Tumbuh cepat di Propinsi
D / Cij / Kompetitif
Negatif
Pertumbuhan lebih lambat dibanding Provoinsi.
Aij / Spesialisasi
Negatif
Tidak Spesialisasi
Tipologi Klassen
Kuadran I
Subsektor maju dan tumbuh dengan pesat
LQ
>1
P / Mij
Positif
Subsektor Basis Tumbuh cepat di Propinsi
D / Cij / Kompetitif
Positif
Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi.
Aij / Spesialisasi
Positif
Spesialisasi
Tipologi Klassen
Kuadran II
LQ
>1
Subsektor maju tapi tertekan Subsektor Basis
P / Mij
Positif
Tumbuh cepat di Propinsi
D / Cij / Kompetitif Aij / Spesialisasi
Negatif Positif
Pertumbuhan lebih lambat dibanding Provoinsi. Spesialisasi
Sumber : Hasil pengolahan berdasarkan data PDRB Provinsi Maluku dan PDRB Kota Ambon
Sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki tiga subsektor. Subsektor perdagangan besar dan eceran tergolong subsektor relatif tertinggal dan bukan subsektor basis namun bauran industri memiliki pertumbuhan lebih cepat dibanding ditingkat provinsi dan belum berspesialisasi. Sedangkan subsektor hotel merupakan sektor basis dan berspesialisasi. Hal ini terbukti subsektor ini tergolong subsektor maju dan tumbuh dengan pesat. Bahkan untuk komponen P atau Mij dan komponen D/Cij bernilai positif. Subsektor restoran tergolong dalam subsektor maju tapi tertekan, namun tergolong dalam subsektor basis. Komponen P/Mij dan komponen Aij bernilai positif namun subsektor ini tidak memiliki keunggulan kompetitif. Hasil analisis terhadap sektor perdagangan, hotel dan restoran dapat ditarik kesimpulan, subsektor hotel dan subsektor restoran merupakan
91
subsektor basis dan potensial sehingga sangat berdampak dalam memberikan kontribusi terbesar kedua terhadap PDRB Kota Ambon.
5.6.7.
Analisis Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor angkutan dan komunikasi menduduki peringkat ketiga
dalam kontribusi
rata-ratanya
terhadap
PDRB
Kota Ambon, yaitu
sebesar 19,00 persen. Laju pertumbuhan rata-rata mencapai 9,22 persen lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan di tingkat Provinsi yang sebesar 8.30
persen.
Sehingga
berdasarkan
Tipology
Klassen
sektor
ini
diklasifikasikan sebagai sektor maju dan tumbuh pesat. Perkembangan nilai LQ sektor ini > 1, sehingga sektor ini tergolong sebagai sektor basis. Sedangkan hasil analisis shift share terhadap sektor angkutan dan komunikasi diperoleh nilai komponen P dan nilai komponen D bersifat positif. Hal ini berarti sektor ini tergolong ke dalam sektor yang tumbuh cepat di tingkat provinsi dan mempunyai daya saing, sehingga pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan provinsi serta berspesialisasi. Sektor angkutan dan komunikasi terbagi atas dua subsektor, dimana kedua subsektor ini memiliki karakteristik dan pola pertumbuhan sama dengan sektornya bila dilihat dari analisis shift share, analisis Tipology Klassen dan analisis LQ. Subsektor angkutan terdiri dari subsektor bagian angkutan jalan raya, subsektor bagian angkutan laut, subsektor bagian angkutan penyeberangan, subsektor bagian angkutan udara dan subsektor bagian jasa penunjang angkutan. Namun secara keseluruhan sektor angkutan dan komunikasi termasuk sektor basis dan sangat potensial dalam meningkatkan PDRB Kota Ambon.
92
Tabel 5.26. Potensi Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor Angkutan dan Komunikasi
A.. Angkutan
a. Angkutan Jalan Raya
7
b. Angkutan Laut
c. Angkutan Penyeberangan
d. Angkutan Udara
e. Jasa Penunjang Angkutan
B. Komunikasi
Aspek
Parameter
Tipologi Klassen LQ P / Mij D / Cij / Kompetitif Aij / Spesialisasi Tipologi Klassen LQ P / Mij D / Cij / Kompetitif Aij / Spesialisasi Tipologi Klassen LQ P / Mij D / Cij / Kompetitif Aij / Spesialisasi Tipologi Klassen LQ P / Mij D / Cij / Kompetitif Aij / Spesialisasi Tipologi Klassen LQ P / Mij D / Cij / Kompetitif Aij / Spesialisasi Tipologi Klassen LQ P / Mij D / Cij / Kompetitif Aij / Spesialisasi Tipologi Klassen LQ P / Mij D / Cij / Kompetitif Aij / Spesialisasi Tipologi Klassen LQ P / Mij D / Cij / Kompetitif Aij / Spesialisasi
Kuadran I >1 Positif Positif Positif Kuadran I >1 Positif Positif Positif Kuadran II >1 Negatif Positif Positif Kuadran I >1 Negatif Positif Positif Kuadran I >1 Positif Positif Positif Kuadran II >1 Positif Positif Positif Kuadran I >1 Positif Positif Positif Kuadran I >1 Positif Positif Positif
Makna Subsektor maju dan tumbuh dengan pesat Sektor Basis Tumbuh cepat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Spesialisasi Subsektor maju dan tumbuh dengan pesat Sektor Basis Tumbuh cepat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Spesialisasi Subsektor maju tapi tertekan Subsektor Basis Tumbuh lambat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Spesialisasi Subsektor maju dan tumbuh dengan pesat Subsektor Basis Tumbuh lambat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Spesialisasi Subsektor maju dan tumbuh dengan pesat Subsektor Basis Tumbuh cepat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Spesialisasi Subsektor maju tapi tertekan Subsektor Basis Tumbuh cepat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Spesialisasi Subsektor maju dan tumbuh dengan pesat Subsektor Basis Tumbuh cepat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Spesialisasi Subsektor maju dan tumbuh dengan pesat Subsektor Basis Tumbuh cepat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Spesialisasi
Sumber : Hasil pengolahan berdasarkan data PDRB Provinsi Maluku dan PDRB Kota Ambon 5.6.8.
Analisis Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Berdasarkan analisis Tipology Klassen sektor keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan beserta semua subsektornya termasuk ke dalam klasifikasi sektor maju dan tumbuh dengan pesat. Laju pertumbuhan rata93
rata pertahun sebesar 4,27 persen lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di tingkat provinsi yang hanya sebesar 4,14 persen. Sedangkan nilai kontribusi rata-rata terhadap PDRB menduduki urutan kelima sebesar 8,12 persen. Berdasarkan analisis LQ, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan menunjukkan nilai LQ rata-ratanya > 1, hal ini berarti sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan termasuk sektor basis dan sudah berspesialisasi. Perhitungan analisis shift share terhadap sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan beserta semua subsektornya diperoleh nilai komponen D positif yang berarti sektor ini merupakan sektor yang tumbuh cepat di Provinsi Maluku. Sedangkan nilai komponen P keseluruhannya negatif berarti sektor ini beserta subsektornya tidak memiliki dampak bauran industri atau mempunyai laju pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan provinsi. Berdasarkan hasil analisis terhadap sektor keuangan, persewaan dan
jasa
perusahaan
beserta
subsektornya
termasuk
ke
dalam
sektor/subsektor basis dan tergolong sektor maju dan tumbuh dengan pesat.
94
Tabel 5.27. Potensi Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Sektor
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
a. Bank
8 b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank
c. Sewa Bangunan
d. Jasa Perusahaan
Aspek
Parameter
Tipologi Klassen LQ P / Mij
Kuadran I >1 Negatif
D / Cij / Kompetitif
Positif
Aij / Spesialisasi
Positif
Tipologi Klassen
Kuadran I
LQ
>1
P / Mij
Negatif
D / Cij / Kompetitif
Positif
Aij / Spesialisasi
Positif
Tipologi Klassen
Kuadran I
LQ
>1
P / Mij
Negatif
D / Cij / Kompetitif
Positif
Aij / Spesialisasi
Positif
Tipologi Klassen
Kuadran I
LQ
>1
P / Mij
Negatif
D / Cij / Kompetitif
Positif
Aij / Spesialisasi
Positif
Tipologi Klassen
Kuadran I
LQ
>1
P / Mij
Negatif
D / Cij / Kompetitif
Positif
Aij / Spesialisasi
Positif
Makna Sektor maju dan tumbuh dengan pesat Sektor Basis Tumbuh lambat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Spesialisasi Subsektor maju dan tumbuh dengan pesat Subsektor Basis Tumbuh lambat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Spesialisasi Subsektor maju dan tumbuh dengan pesat Subsektor Basis Tumbuh lambat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Spesialisasi Subsektor maju dan tumbuh dengan pesat Subsektor Basis Tumbuh lambat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Spesialisasi Subsektor maju dan tumbuh dengan pesat Subsektor Basis Tumbuh lambat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Spesialisasi
Sumber : Hasil pengolahan berdasarkan data PDRB Provinsi Maluku dan PDRB Kota Ambon
5.6.9.
Analisis Sektor Jasa-Jasa Sektor
jasa-jasa tergolong ke dalam sektor maju dan tumbuh
dengan pesat, karena kontribusi rata-rata sektor ini menduduki urutan pertama dengan nilai sebesar 27,14 persen. Sedangkan laju pertumbuhan rata-rata sektor jasa-jasa sebesar 6,02 persen lebih tinggi dibandingkan provinsi sebesar 5,88 persen hanya terpaut 0,14 persen. Perkembangan nilai LQ sektor jasa-jasa digolongkan ke dalam sektor basis. Sedangkan hasil perhitungan shift share, komponen P bernilai 95
positif yang menandakan memiliki dampak bauran industri dan tumbuh lebih cepat dibandingkan provinsi. Komponen D dan Aij bernilai positif, hal ini menunjukkan sektor ini tumbuh lebih cepat dibanding provinsi dan tergolong telah berspesialisasi. Sektor jasa-jasa terdiri dari dua subsektor yaitu, subsektor pemerintahan umum dan pertahanan dan subsektor swasta. Subsektor pemerintahan umum tergolong subsektor yang maju dan tumbuh dengan pesat sedangkan subsektor swasta tergolong subsektor relatif tertinggal. Namun dari hasil perhitungan LQ hanya subsektor pemerintahan umum dan pertahanan merupakan sektor basis. Hasil perhitungan shift share untuk komponen P dan komponen D bernilai positf dan komponen Aij subsektor ini telah berspesialisasi. Subsektor swasta di Kota Ambon tergolong subsektor yang relatif tertinggal dan tidak tergolong subsektor basis. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi rata-rata pertahun hanya sebesar 1,56 persen dengan laju pertumbuhan rata-rata pertahun 3,04 persen lebih rendah dibanding pertumbuhan provinsi sebesar 3,35 persen. Hasil perhitungan shift share menunjukkan seluruh komponen bernilai negatif. Dari kedua subsektor ini subsektor swasta memiliki tiga subsektor bagian. Subsektor
bagian
jasa
sosial
kemasyarakatan berdasarkan
perhitungan dengan alat analisis yang ada memiliki karakteristik dan pola pertumbuhan yang sama dengan subsektor swasta. Subsektor bagian hiburan dan rekreasi tergolong dalam sektor maju dan tumbuh dengan pesat dan merupakan sektor basis. Begitupun dengan perhitungan shift share menunjukkan komponen P/Mij bernilai negatif yang mengindikasikan tidak memiliki dampak bauran industri atau tumbuh lambat dibandingkan di tingkat provinsi. Komponen D/Cij dan Komponen Aij bernilai positif, namun subsektor bagian hiburan dan rekreasi merupakan subsektor yang memberikan kontribusi dalam menunjang PDRB Kota Ambon. Subsektor bagian Swasta Perorangan dan Rumah Tangga tergolong dalam subsektor maju tapi tertekan dan tergolong subsektor basis. Demikian pula dengan perhitungan shift share menunjukkan komponen P/Mij bernilai negatif yang
96
mengindikasikan tidak memiliki dampak bauran industri atau tumbuh lambat dibandingkan di tingkat provinsi. Komponen D/Cij bernilai negatif atau tidak memiliki daya saing namun komponen Aij bernilai positif atau telah berspesialisasi. Tabel 5.28. Potensi Sektor Jasa-Jasa Sektor
Jasa-Jasa
i.
Pemerintahan Umum dan Pertahanan
Aspek
Parameter
Tipologi Klassen LQ P / Mij D / Cij / Kompetitif
Kuadran I >1 Negatif Positif
Aij / Spesialisasi
Positif
Tipologi Klassen
Kuadran II
LQ
>1
P / Mij
Negatif
Tumbuh lambat di Propinsi
D / Cij / Kompetitif
Negatif
Pertumbuhan lebih lambat dibanding Provoinsi.
Aij / Spesialisasi
Positif
Spesialisasi
Tipologi Klassen
Kuadran IV
Subsektor relatif tertinggal Subsektor Non Unggulan
Spesialisasi Subsektor maju tapi tertekan Subsektor Unggulan
LQ
<1 Negatif
Tumbuh lambat di Propinsi
D / Cij / Kompetitif
Negatif
Pertumbuhan lebih lambat dibanding Provoinsi.
Aij / Spesialisasi
Negatif
Tidak Spesialisasi
Tipologi Klassen
Kuadran IV
Subsektor relatif tertinggal
LQ
<1
Subsektor Non Unggulan
P / Mij
Negatif
Tumbuh lambat di Propinsi
D / Cij / Kompetitif
Negatif
Pertumbuhan lebih lambat dibanding Provoinsi.
Aij / Spesialisasi
Negatif
Tidak Spesialisasi
Tipologi Klassen
Kuadran I
a. Jasa Sosial Kemasyarakatan
Sektor maju dan tumbuh dengan pesat
LQ
>1
P / Mij
Positif
Tumbuh cepat di Propinsi
D / Cij / Kompetitif
Positif
Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi.
Aij / Spesialisasi
Positif
Spesialisasi
Tipologi Klassen LQ P / Mij D / Cij / Kompetitif Aij / Spesialisasi
Kuadran I >1 Negatif Positif Positif
b.Hiburan dan Rekreasi
c Perorangan dan Rumah Tangga
Sektor maju dan tumbuh dengan pesat Sektor Unggulan Tumbuh lambat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi.
P / Mij
ii. Swasta 9
Makna
Subsektor Unggulan
Sektor maju dan tumbuh dengan pesat Subsektor Unggulan Tumbuh lambat di Propinsi Pertumbuhan lebih cepat dibanding Provoinsi. Spesialisasi
Sumber : Hasil pengolahan berdasarkan data PDRB Provinsi Maluku dan PDRB Kota Ambon
Dari
hasil
pembahasan
potensi
sektoral
ekonomi
dengan
menggunakan alat analisis shift share, Tipology Klassen, dan Location Quatient, dapat dilihat bahwa sektor/subsektor ekonomi Kota Ambon yang 97
tergolong sebagai sektor/subsektor maju dan tumbuh dengan cepat (Tipology Klassen/Kuadran I, sektor/subsektor basis, sektor/subsektor yang tumbuh cepat di provinsi (P/Mij), memiliki keunggulan kompetitif atau pertumbuhan lebih cepat dibanding provinsi (D/Cij) dan berspesialisasi (Aij) antara lain: subsektor hotel, sektor angkutan dan komunikasi, subsektor angkutan, subsektor bagian angkutan penyeberangan, subsektor bagian jasa penunjang angkutan, subsektor komunikasi, sektor jasa-jasa dan subsektor pemerintahan umum dan pertahanan. Berkenaan dengan masalah perencanaan pembangunan dalam upaya mendorong perekonomian daerah, selalu dihadapkan pada pemilihan kebijakan pembangunan yang tepat sasaran. Seharusnya pemilihan kebijakan tersebut dapat merangsang investasi baik asing maupun domestik untuk berinvestasi di Kota Ambon, dengan tujuan agar dapat memberikan devisa
bagi
pemerintah
untuk
pembangunan
daerah.
Untuk
itu,
sektor/subsektor yang perlu dikembangkan terus adalah sektor/subsektor tersebut di atas. Untuk lebih meningkatkan pembangunan baik ekonomi maupun manusianya diperlukan suatu gambaran yang dapat memperlihatkan keterkaitan yang terjadi pada setiap sektor ekonomi. Karakteristik dan pola pertumbuhan sektor/subsektor ekonomi serta identifikasi sektor basis dan dampak yang ditimbulkan dari sektor-sektor tersebut sangat dibutuhkan guna
menentukan
perencanaan
pembangunan.
Jika
perencanaan
pembangunan yang disusun dapat lebih terarah dan tepat sasaran, maka akan memicu pergerakkan ekonomi dan menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Dari pendapat pakar atau teori-teori yang dikemukakan, dapat dielaborasi dengan hasil penelitian ini. Maka kesempatan ini akan dikemukakan beberapa faktor yang dapat dijadikan fokus perhatian pemerintah Kota Ambon sebagai berikut: 1. Sektor Pertanian Potensi lahan yang dapat dikembangkan untuk produk perkebunan adalah kelapa dan komoditas rempah-rempah yang terdiri atas pala, kemiri, dan
98
cengkeh. Komoditi perkebunan ini merupakan komoditi yang sudah lama dikembangakan oleh masyarakat dari turun temurun. Selain itu, perlu melakukan
pemetaan
menyiapkan
sentra
petani/kelompok
produksi tani
yang
pertanian
unggulan
memerlukan
dan
dukungan
kredit/pembiayaan. Untuk itu, pemerintah perlu menetapkan kebijakan dan prioritas bidang usaha yang memerlukan dukungan kredit atau pembiayaan serta memfasilitasi hubungan usaha di sektor pertanian dengan perusahaan mitra/off taker dan menyediakan saluran distribusi dalam memasarkan hasil produksi. Investasi di sektor pertanian sangat dibutuhkan dalam membangun industri pengolahan berbahan baku dari sektor pertanian. Tujuannya agar dapat menciptakan diversifikasi komoditi hasil pertanian sehingga memiliki nilai jual dan dapat bersaing di pasar domestik maupun pasar internasional. 2. Sektor Pertambangan dan Penggalian Kontribusi dari sektor pertambangan dan penggalian, hanya berasal dari subsektor penggalian golongan C. Selama ini, perhatian pemerintah belum maksimal terhadap sektor penggalian karena masih banyak penggalian seperti batu, pasir untuk kegiatan pembangunan masih bersifat bebas atau liar. Penggalian yang bersifat bebas dan liar ini akan berdampak terhadap pengrusakan lingkungan. Untuk itu, perlu campur tangan pemerintah sehingga penerimaan dari subsektor penggalian dapat ditingkatkan dalam menunjang perekonomian daerah. 3. Sektor Industri Pengolahan Pengembangan sektor/subsektor potensial diharapkan dapat berdampak terhadap pertumbuhan sektor/subsektor ekonomi yang lain. Kemajuan teknologi sangat di harapkan untuk menunjang produktifitas dan diversifikasi terhadap produk atau komoditi yang dihasilkan dari sektor/subsektor yang ada. Dalam hal ini, peranan pemerintah dalam menarik minat investor untuk berinvestasi di Kota Ambon sangat dibutuhkan. Karena dengan investasi di sektor industri pengolahan berbahan
baku
dari
komoditi-komoditi
99
yang
dihasilkan
dari
sektor/subsektor yang ada, diharapkan terciptanya produk baru dan dapat bersaing di pasar domestik maupun pasar internasional. 4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Dalam mengembangkan subsektor listrik, pemerintah diharapakan dapat mencari energi alternatif guna dapat memenuhi permintaan konsumen. Kota Ambon merupakan iklim tropis dengan musim kemarau yang panjang, sehingga investasi dalam mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya dan panas bumi sangat dibutuhkan. Hal ini sangat diharapkan agar dapat mengatasi defisit listrik yang dihadapi. Subsektor air bersih merupakan subsektor yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk itu, pemerintah perlu menarik minat investasi dalam bentuk pendanaan agar pipa-pipa yang sudah tua dapat diganti. Sehingga air bersih dapat distribusi dan dinikmati oleh konsumen dan berdampak terhadap penerimaan subsektor air bersih. Selain itu, regulasi tentang batas-batas penggunaan sumor bor sangat dibutuhkan. Hal ini bertujuan agar dapat mengatur pemakaian sumur bor yang berlebihan oleh perusahaan atau industri berskala kecil maupun besar. 5. Sektor Bangunan dan Kontruksi Perlu
adanya
informasi
dalam
menarik
minat
investor
dalam
menanamkan modalnya di Kota Ambon. Birokrasi yang memudahkan dalam memberikan perijinan usaha dan ditunjang dari segi jaminan keamanan merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah. 6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Subsektor hotel merupakan subsektor basis dan merupakan subsektor maju dan tumbuh dengan pesat. Sehingga perlu adanya penyediaan sarana dan prasarana guna menunjang subsektor tersebut. Selain itu, pelatihan-pelatihan sangat diperlukan untuk meningkatkan ketrampilan. Tujuannya agar peranan sektor ini dapat dipertahankan dalam menunjang perekonomian daerah. Subsektor perdagangan besar eceran tidak memiliki keunggulan kompetitif, dan belum memiliki spesialisasi. Sehingga perlu dukungan
100
lembaga perbankan dalam menggerakan usaha UMKM. Mendorong dan menjadikan subsektor perdagangan sebagai salah satu pilar ekonomi Kota Ambon dengan mengoptimalkan peranan masyarakat dalam dunia usaha (pelaku ekonomi) melalui UMKM dengan pemanfaatan ekonomi rakyat dengan memanfaatkan komoditi unggulan daerah. Program-program pemerintah daerah melalui Dinas Koperasi dan UMK, untuk membangun Koperasi dan UMKM dalam bentuk penguatan dan memfasilitasi kepada Koperasi UMKM untuk terus tumbuh dan berkembang sebagai kekuatan ekonomi rakyat bagi kesejahteraan masyarakat. 7. Sektor Angkutan dan Komunikasi Keseluruhan subsektor
dalam sektor angkutan dan komunikasi
merupakan subsektor basis. Subsektor bagian angkutan laut, Subsektor bagian angkutan penyeberangan dan subsektor jasa penunjang angkutan tergolong maju dan tumbuh dengan pesat. Hanya subsektor bagian angkutan laut dan subsektor bagian angkutan jalan raya merupakan sektor maju tapi tertekan. Banyak yang sudah dicapai pada subsektor angkutan jalan raya, namun usaha perbaikan dan rehabilitasi masih perlu dilanjutkan dan diikuti dengan perluasan dan penambahan jalan, jembatan,
pelabuhan
dan
lain-lain
serta
peningkatan
kapasitas
angkutannya. Hal ini bertujuan untuk dapat mengatasi tingkat kemacetan pada ruas-ruas jalan dalam kota. Selain itu, dapat menghubungkan Kota Ambon dengan daerah lain melalui angkutan jalan raya. 8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Keseluruhan subsektor pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan ini tergolong subsektor maju dan tumbuh dengan pesat dan merupakan subsektor-susektor basis. Selain itu, keseluruhan subsektor memiliki keunggulan kompetitif dan berspesialisasi. Namun subsektorsubsektor tersebut belum mampu mendorong iklim usaha untuk berkembang lebih maksimal. Untuk itu, lembaga bank maupun non bank dan jasa perusahaan perlu aktif dalam menunjang dan menggerakan ekonomi masyarakat. Lewat pemberian bantuan kredit maupun jasa
101
perbankan lainnya untuk membantu usaha mikro kecil menengah agar dapat mengembangkan kegiatan usahanya. Sektor ini beserta seluruh subsektornya
tidak
memiliki
dampak
bauran
industri
atau
pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan di tingkat Provinsi. 9. Sektor Jasa-jasa Perkembangan sektor jasa-jasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Dengan
demikian,
diharapkan
pemerintah
daerah
perlu
bertanggung jawab melihat sektor jasa ini, sehingga pada tahun-tahun yang akan datang kontribusinya dapat mengimbangi sektor-sektor lain. Pertumbuhan pada sektor ini juga sejalan dengan realisasi pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari retribusi dan pajak yang mengalami pertumbuhan. Hal ini dapat terlihat di Kota Ambon dewasa ini, di jalanjalan umun dan tempat-tempat umum terdapat petugas-petugas parkir yang bertugas. Untuk itu, perlu pengelolaan, penataan dan pengawasan lebih baik lagi. 5.7. Daya Saing Sektor/Subsektor Ekonomi Basis Kota Ambon Analisis ini digunakan untuk mengetahui sektor/subsektor basis di Kota Ambon yang memiliki daya saing terhadap permintaan domestik. Dari hasil perhitungan LQ dapat kita identifikasi sektor/subsektor basis yang ada di Kota Ambon. Selanjutnya akan dilihat produk atau komoditi dari sektor/subsektor basis tersebut yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakatnya maupun dapat memenuhi permintaan domestik. Berdasarkan hasil perhitungan LQ pada tabel 5.19 dapat dilihat bahwa sektor/subsektor basis yang memiliki produk/komoditi yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat serta mampu memenuhi permintaan domestik adalah subsektor perikanan. Subsektor perikanan memiliki kontribusi rata-rata tertinggi mencapai 87,81 persen terhadap sektor pertanian dan 15,67 persen terhadap PDRB Kota Ambon dibandingkan dengan subsektor lainnya. Sedangkan laju pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 5,21 persen lebih lambat dari laju pertumbuhan Provinsi 5,23 persen hanya terpaut 0,2 persen.
102
Berikut ini dapat kita lihat kontribusi subsektor perikanan terhadap sektor pertanian maupun terhadap PDRB Kota Ambon dari tahun 20032012 sebagai berikut:
Gambar 5.1. Perkembangan Kontribusi Subsektor Perikanan Terhadap Sektor Pertanian Tahun 2003-2012 2012
0,11 2,29 1,03 7,20
2011
0,12 2,32 1,40 7,35
2010
0,12 2,19 1,38 7,38
2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003
89,37 88,81 88,93 Perikanan 88,25
0,13 2,28 1,48 7,86
Kehutanan 87,78
0,14 2,32 1,54 8,22 0,14 2,35 1,58 0,15 2,37 1,62 0,15 2,40 1,66 0,15 2,45 1,70
87,40
Peternakan dan Hasil-hasilnya
87,17
Tanaman Perkebunan
86,98
Tanaman Bahan Makanan
8,53
8,69
8,81
86,76 8,94
86,62
0,16 2,46 1,73 9,03
Dari gambar di atas, dapat lihat perkembangan kontribusi subsektor perikanan terhadap sektor pertanian dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan subsektor perikanan sangat berperan penting
dalam
memberikan
kontribusi
terhadap
sektor
pertanian
dibandingkan dengan subsektor yang lain. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kota Ambon juga dapat kita lihat dengan jelas nampak didominasi oleh subsektor perikanan selama periode penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor perikanan merupakan subsektor basis dalam menggerakan Perekonomian Kota Ambon. 103
Gambar 5.2. Perkembangan Kontribusi Subsektor Perikanan Terhadap PDRB Kota Ambon Tahun 2003-2012
2012
1,21 0,17 0,39 0,02
2011
1,24 0,24 0,39 0,02
2010
1,30 0,24 0,38 0,02
2009
1,36 0,26 0,39 0,02
2008 2007 2006 2005 2004 2003
0,27 0,4 0,02
15,08 14,95 15,62 15,24
Tanaman Bahan Makanan
15,26
Tanaman Perkebunan
1,43
0,28 0,42 0,03
1,51
0,29 0,43 0,03 0,31 0,45 0,03 0,32 0,46 0,03 0,33 0,48 0,03
15,47 1,57
15,73
Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan
1,63
16,08 1,69
16,42 1,75
16,82
Dari tabel di atas, dapat kita lihat subsektor perikanan memiliki peranan yang besar dalam memberikan kontribusi terhadap PDRB Kota Ambon selama tahun periode penelitian. Walaupun pada kenyataannya perkembangan kontribusi subsektor perikanan dari tahun 2003-2009 mengalami penurunan. Namun pada tahun 2010-2012 mengalami fluktuasi. Subsektor perikanan sekaligus merupakan subsektor potensial di Kota Ambon memiliki komoditi andalan adalah ikan. Wilayah Perairan kota Ambon dapat dibagi atas 4 (empat) wilayah perairan, yaitu: perairan Teluk Ambon Dalam, Perairan Teluk Ambon Luar, perairan Teluk Baguala dan perairan Pantai Selatan. Ke empat wilayah perairan ini merupakan daerah penangkapan (fishing ground) bagi masyarakat (nelayan) yang mendiami wilayah sekitarnya. Wilayah Perairan Teluk Ambon Dalam dengan luas kurang lebih 11,03 km2 sejak dulu 104
dijadikan daerah penangkapan bagi nelayan yang berasal dari 9 desa yang mendiami wilayah sekitarnya. Desa Galala, Halong, Latta, Lateri, Nania, Nageri Lama, Waiheru. Wilayah perairan pulau Ambon memiliki sumberdaya ikan yang potensial, sumberdaya tersebut harus mampu dikelola dengan tepat dengan tujuan yaitu kesejahteraan rakyat. Sumber daya perikanan Kota Ambon meliputi: A. Sumber daya ikan pelagis 1. Sumber daya ikan pelagis kecil. Sumber daya ikan pelagis kecil pootensial untuk wilayah perairan Kota Ambon yaitu; ikan teri, tembang, selar, layang, tongkol, kembung, peperek, lompa dan ikan terbang. 2. Sumber daya ikan pelagis besar. Kelimpahan stok ikan pelagis besar terdapat pada perairan selatan Kota Ambon. Sumber daya ikan pelagis besar di wilayah perairan ini adalah cakalang dan tuna. B. Sumber daya ikan demersal. Potensi ikan demersal untuk teluk Ambon dalam juga sangat potensial secara faktual namun belum terdata kedalam satuan angka. Spesies ikan demersal yang terdapat di perairan teluk Ambon dalam antara lain ikan kakap, biji nangka, kapas-kapas, kerapu dan lantjam. Sedangkan pada bagian teluk Ambon luar, spesies ikan demersal yang potensial adalah ikan kakap merah, silapa, kerapu, napoleon dan biji nangka. C. Sumber daya ikan karang perairan. Terumbuk karang Kota Ambon memiliki jumlah spesies dan potensi sumber daya ikan karang yang besar. Jumlah spesies ikan karang di perairan teluk Ambon luar 155 spesies dan untuk pesisir selatan Kota Ambon 144 spesies. D. Sumber daya Bentik. Kota
Ambon
memiliki
sumber
daya
bentik
yang
dapat
dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai komoditi perikanan dan kelautan. Potensi yang dimaksud meliputi: siput dan karang, teripang krustasea
105
(kepiting bakau, rajungan dan udang barong serta udang windu) dan rumput laut. Kegiatan distribusi dan pemasaran hasil perikanan oleh industri perikanan yang ada di PPN Ambon terdiri dari 3 (tiga) tujuan pemasaran yaitu lokal, regional dan ekspor. Komoditi subsektor perikanan yang merupakan komoditi andalan adalah ikan dan udang. Untuk pemasaran lokal, hanya mencakup Pulau Ambon, sedangkan untuk pemasaran antar pulau/daerah tujuannya meliputi Kendari, Makasar, Surabaya dan Jakarta. Untuk pasar ekspor, dipasarkan dengan negara tujuan Jepang, Hongkong dan Cina, Thailand, Vietnam dan Korea Selatan. Pada pemasaran antar pulau/interinsuler, saluran pemasaran oleh perusahaan ke konsumen luar daerah dilakukan dengan menggunakan transportasi kapal laut. Pemasaran hasil subsektor perikanan ditujukan juga untuk kegiatan ekspor yang dapat meningkatkan pendapatan daerah. Sehingga subsektor perikanan ini didukung dengan adanya Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Kegiatan ekspor subsektor perikanan berupa komoditi ikan dan udang dilakukan pada Pelabuhan Perikanan Nusantara. Pada Pelabuhan Perikanan Nusantara terdapat Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang bertugas mengawasi setiap kegiatan pemasaran maupun ekspor hasil perikanan. Keberhasilan dari suatu perdagangan yang dilakukan baik perdagangan dalam negeri maupun perdagangan luar negeri sangat ditentukan dari mutu produk yang diperdagangkan sehingga perlu penanganan secara baik. Sehingga pemerintah melalui adanya Lembaga Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) sangat membantu proses kegiatan ekspor dengan upaya melakukan pengujian mutu hasil perikanan bagi perusahaan yang akan melakukan kegiatan ekspor dengan mengeluarkan Sertifikat Mutu Ekspor (SME) dan sampai saat ini hanya melakukan kegiatan perikanan untuk tujuan ekspor. Perkembangan nilai produksi dan nilai ekspor komoditi ikan dan komoditi udang dari tahun 2003-2012 seperti terlihat pada tabel berikut ini.
106
Tabel 5.29. Perkembangan Nilai Produksi dan Nilai Ekspor Subsektor Perikanan Kota Ambon Tahun 2003-2012 (dalam ribuan)
(Rp)
%
Nilai Ekspor Komoditi Ikan (Rp) %
2003
18.039.690
-
4.099.848,58
-
32.990.209,77
-
2004
36.197.268
100,65
5.271.421,40
28,58
44.512.489,98
34,93
2005
206.418.814
470,26
5.833.167,08
10,66
52.152.451,97
17,16
2006
378.101.790
83,17
62.232.003,80
966,86
103.168.770,17
97,82
2007
325.822.618
(13,83)
68.447.983,93
9,99
500.250.986,70
384,89
2008
251.186.063
(22,91)
5.232.909,53
(92,35)
84.663.324,36
(83,08)
2009
501.884.856
99,81
65.116.627,77
1.144,37
29.232.672,19
(65,47)
2010
516.941.402
3,00
70.883.290,80
8,86
20.192.001,88
(30,93)
2011
585.496.884
13,26
81.675.096,75
13,21
19.552.875,67
(3,17)
2012
685.228.365
17,03
92.776.905,56
13,59
17.885.895,65
(8,53)
Nilai Produksi
Tahun
Nilai Ekspor Komoditi Udang (Rp) %
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Pemkot Ambon dan Pelabuhan Perikanan Nusantara, Diolah Penulis Dari tabel 5.29 dapat dilihat perkembangan nilai produksi dari tahun 2003-2012 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2003 hingga 2006 nilai produksi perikanan mengalami peningkatan. Kemudian pada tahun 20072008
mengalami
penurunan.
Setelah
itu,
pada
tahun
2009-2012
perkembangan nilai produksi subsektor perikanan kembali mengalami peningkatan. Perkembangan pertumbuhan nilai ekspor subsektor perikanan untuk komoditi ikan dan udang seperti terlihat pada tabel di atas dari tahun 2003-2007 terjadi peningkatan. Kemudian untuk komoditi ikan pada tahun 2008 pertumbuhannya terjadi penurunan sebesar -92,35 persen. Selanjutnya pada tahun 2009-2012 pertumbuhanya kembali meningkat. Sedangkan pertubuhan komoditi udang mengalami penurunan dari tahun 2008-2012.
107
5.8
Daya Saing Terhadap Permintaan Domestik Analisis ini bertujuan untuk mengetahui atau mengukur seberapa besar daya saing subsektor perikanan berupa komoditi ikan dan komoditi udang terhadap permintaan domestik dengan menggunakan analisis Model Dong Sung Cho. Dalam mengukur tingkat daya saing komoditi ikan dan komoditi udang Kota Ambon terhadap permintaan domestik, digunakan peranan ekspor dari Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Seram Bagian Barat dan Kabupaten Maluku Tenggara sebagai perbandingan. Alasan memilih kabupaten-kabupaten tersebut karena ketiga kabupaten tersebut memiliki data yang lengkap selama periode tahun penelitian. Berdasarkan data perkembangan nilai produksi dan nilai ekspor Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Seram Bagian Barat dan Kabupaten Maluku Tenggara pada lampiran 4 (empat), kemudian diolah dengan menggunakan analisis model dong sung cho seperti terlihat pada tabel 5.30, dapat diketahui tingkat daya saing permintaan domestik terhadap komoditi ikan dan komoditi udang Kota Ambon dibandingkan dengan kabupaten yang lain sebagai berikut:
Tabel 5.30. Indeks Daya Saing Permintaan Domestik Komoditi Ikan dan Komoditi Udang Indeks Daya Saing Permintaan Domestik Kabupaten/Kota
Komoditi Ikan Skor
Rank
Komoditi Udang Skor
Rank
Ambon
8,66
1
4,39
3
Maluku Tengah
3,83
4
5,22
2
Seram Bagian Barat
8,18
2
-170,37
4
Maluku Tenggara
7,80
3
8,88
1
Sumber : BPS Prov. Maluku, Pelabuhan Perikanan Nusantara, Laporan Tahuhann DKP Kab. Maluku Tengah Diolah Penulis Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat, komoditi ikan Kota Ambon memiliki indeks daya saing permintaan domestik 8,66 dan berada pada
108
rangking satu. Hal ini mengindikasikan Kota Ambon berperan penting terhadap permintaaan domestik terhadap komoditi ikan dibandingkan dengan kabupaten yang lain. Selanjutnya Kabupaten Seram Bagian Barat berada pada rangking kedua dengan indeks daya saing permintaan domestik sebesar 8,18. Kabupaten Maluku Tenggara pada posisi rangking tiga dengan indeks daya saing permintaan domestik 7,80 dan Kabupaten Maluku Tengah pada rangking terakhir dengan indeks sebesar 3,83. Sedangkan indeks daya saing terhadap permintaan domestik komoditi udang di Kota Ambon berada pada rangking tiga dengan nilai indeks 4,39. Kabupaten Maluku Tenggara berada pada rangking pertama dengan nilai indeks 8,88. Selanjutnya Kabupaten Maluku Tengah berada pada rangking dua dengan nilai indeks 5,22 dan Kabupaten Seram Bagian Barat berada pada rangking keempat dengan nilai indeks -170,37. Kabupaten Seram Bagian Barat memiliki nilai indeks daya saing terhadap permintaan domestik terendah dengan nilai minus. Hal ini disebabkan selama periode tahun penelitian komoditi udang Kabupaten Seram Bagian Barat dipasarkan ke luar daerah (antar pulau/interinsuler) hanya pada tahun 2006, 2007 dan 2008. Kota Ambon memiliki daya saing permintaan domestik untuk komoditi ikan lebih baik atau lebih unggul dari daerah lain. Keunggulan ini disebabkan karena untuk kebutuhan konsumsi masyarakat, Kota Ambon mendapat pasokan ikan dari nelayan tradisional dari desa terdekat. Desadesa tersebut antara lain, desa Hitu, Hila, Kaitetu, Tulehu yang merupakan wilayah Kabupaten Maluku Tengah yang berbatasan di darat. Selain itu, Kota Ambon juga mendapat pasokan ikan dari desa yang berada di pulau Saparua dan pulau Haruku. Sehingga produksi ikan berasal dari kapal-kapal penangkapan ikan milik perusahaan-perusahaan yang berdomisili di Kota Ambon dan sebagaian dari nelayan tradsional diutamakan untuk pemasaran luar daerah (antar pulau/interinsuler). Komoditi udang Kota Ambon memiliki tingkat daya saing ekspor yang lemah dari daerah lain. Hal ini disebabkan komoditi udang dari Kota Ambon sebagian besar diutamakan untuk permintaan domestik atau
109
pemasaran antar pulau. Sedangkan untuk komsumsi masyarakat sehari-hari sebagian besar adalah ikan karena komoditi udang jarang dijual dan harganya juga tinggi. Selain itu, Kota Ambon tidak memiliki hasil produksi dari perikanan darat berupa tambak dan budi daya udang air tawar. Kabupaten Maluku Tenggara lebih unggul atau memiliki daya saing ekspor komoditi udang tertinggi dikarenakan memiliki perairan laut yang luas dan sumber daya alam laut yang melimpah. Komoditi udang dari kabupaten Maluku tenggara juga berasal dari perikanan darat dan budidaya. Selain itu, tersedianya Pelabuhan Perikanan Nusantara yang berada di Kota Tual dan merupakan pintu ekspor kedua selain Kota Ambon, menyebabkan kegiatan ekspor dapat dilakukan tanpa harus melalui PPN di Kota Ambon. Produk perikanan di Kota Ambon umumnya dalam bentuk produk pimer
dan
merupakan
penyedia
bahan
baku,
sehingga
peluang
pengembangan usaha industri pengolahan dan industri terkait lainnya masih terbuka luas dan merupakan peluang investasi yang sangat menarik. Peluang investasi untuk sektor perikanan dapat dalam bentuk perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Untuk perikanan tangkap, pada bagian hulu dapat dikembangkan usaha pengadaan kapal, pasokan es dan Colt Strorage, sedangkan pada bagian hilir dapat dikembangkan usaha pengolahan komoditas kaleng, komoditas beku, dan komoditas segar. Disamping adanya kegiatan pengasapan ikan yang dapat dipasarkan untuk memasok kebutuhan lokal, regional (intra wilayah Maluku) dan nasional, selain itu juga dapat dikembangkan usaha rumah makan/restoran. Untuk perikanan budidaya usaha yang potensial dikembangkan adalah kolam pancing dan ekowisata. Komoditi ikan subsektor perikanan ini merupakan komoditi yang sangat potensial untuk terus ditingkatkan oleh pemerintah daerah. Untuk itu, pemerintah diharapkan dapat mengambil kebijakan yang tepat guna meningkatkan pendapatan daerah sekaligus sebagai pendorong bagi bertumbuhnya sektors-sektor yang lain. Hal ini, didukung oeh teori yang dikemkakan oleh Sjafrizal (2008:87), bahwa; Bila daerah yang bersangkutan dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang mempunyai keuntungan kompetitif sebagai basis untuk ekspor, maka pertumbuhan daerah yang
110
bersangkutan akan dapat ditingkatkan. Hal ini akan terjadi karena peningkatan ekspor tersebut akan memberikan dampak berganda (multiplier effect) kepada perekonomian daerah.
111
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1.
Struktur perekonomian wilayah Kota Ambon mulai terjadi pergeseran dari sektor primer menuju ke sektor sekunder dan tersier, walaupun tingkat pergeserannya masih relatif kecil. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor primer yang semakin menurun dengan pertumbuhan yang relatif rendah, sementara pada saat yang sama kontribusi sektor sekunder dan tersier terlihat semakin meningkat dengan pertumbuhan yang relatif tinggi. Selain itu, pola pertumbuhan ekonomi Kota Ambon secara sektoral maupun subsektoral berdasarkan analisis tipologi klassen adalah: a. Kuadran I (Sektor/subsektor yang maju dan tumbuh dengan pesat): Sektor yang termasuk klasifikasi ini adalah sektor Angkutan dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa-jasa. Sedangkan subsektornya adalah subsektor Hotel, subsektor Angkutan, subsektor bagian Angkutan Laut, subsektor bagian Angkutan Penyeberangan, subsektor bagian Jasa Penunjang Angkutan, subsektor Komunikasi, subsektor Bank, subsektor Lembaga Keuangan Tanpa Bank, subsektor Sewa Bangunan, subsektor Jasa Perusahaan, subsektor Pemerintahan umum dan Pertahanan serta subsektor bagian swasta; Hiburan & Rekreasi. b. Kuadran II (Sektor/subsektor maju tapi tertekan): Sektor ekonomi yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah sektor Listrik, Gas & Air Bersih. Sedangkan subsektornya adalah subsektor Perikanan, subsektor Listrik, subsektor bagian Angkutan Udara, subsektor bagian Angkutan Jalan Raya, subsektor Restoran dan subsektor bagian swasta; Perorangan dan Rumah Tangga.
c. Kuadran
III
(Sektor/subsektor
potensial
atau
masih
dapat
berkembang): Sektor yang termasuk klasifikasi ini adalah sektor Pertanian, sektor Perdagangan, Hotel & Restoran, sektor Industri Pengolahan, sektor Bangunan/Kontruksi dan sektor Pertambangan & Penggalian. Sedangkan subsektornya adalah subsektor Kehutanan, subsektor Peternakan dan Hasil-hasilnya dan subsektor Penggalian. d. Kuadaran IV (Sektor/subsektor relatif tertinggal): Dalam klasifikasi ini tidak ada sektor yang masuk dalam kategori ini. Sedangkan subsektor yang masuk katagori di atas termasuk dalam kelompok sektor/subsektor yang relatif tertinggal adalah Subsektor Tanaman Bahan Makanan, Subsektor Tanaman Perkebunan, Subsektor Air Bersih, Subsektor Bg. Swasta; Jasa Sosial Kemasyarakatan, Subsektor Pertambangan, Subsektor Perdagangan Besar Eceran dan Subsektor Swasta. 2.
Hasil perhitungan Location Quotient (LQ) Kota Ambon dari kurun waktu
periode
pengamatan
tahun
2003-2012,
maka
dapat
teridentifikasikan sektor/subsektor basis adalah, subsektor perikanan, sektor listrik, gas dan air bersih, subsektor listrik, subsektor hotel, subsektor restoran, sektor angkutan dan komunikasi beserta seluruh subsektornya, sektor keuangan dan jasa perusahaan beserta seluruh subsektornya, sektor jasa-jasa, subsektor pemerintahan umum dan pertahanan, subsektor bagian hiburan dan rekreasi dan subsektor bagian perorangan dan rumah tangga. 3.
Dari hasil pembahasan potensi sektoral ekonomi dengan menggunakan alat analisis shift share (sektor/subsektor yang tumbuh cepat di provinsi (P/Mij), memiliki keunggulan kompetitif atau pertumbuhan lebih cepat dibanding provinsi (D/Cij) dan berspesialisasi (Aij), Tipology Klassen (Kuadran I atau sektor/subsektor maju dan tumbuh dengan cepat), dan Location
Quatient
(sektor/subsektor
basis),
dapat
dilihat
sektor/subsektor ekonomi Kota Ambon yang tergolong kategori di atas antara lain: subsektor hotel, sektor angkutan dan komunikasi, subsektor
113
angkutan, subsektor bagian angkutan penyeberangan, subsektor bagian jasa penunjang angkutan, subsektor komunikasi, sektor jasa-jasa dan subsektor pemerintahan umum dan pertahanan. 4.
Daya saing sektor/subsektor ekonomi basis di wilayah Kota Ambon berdasarkan hasil perhitungan LQ, dapat dilihat bahwa sektor/subsektor basis yang memiliki produk/komoditi yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat serta mampu memenuhi permintaan domestik adalah subsektor perikanan. Komoditi ikan Kota Ambon memiliki indeks daya saing permintaan domestik 8,66 dan berada pada rangking satu. Hal ini mengindikasikan Kota Ambon berperan penting terhadap permintaaan domestik terhadap komoditi ikan dibandingkan dengan kabupaten yang lain.
6.2. Saran Berdasarkan hasil pembahasan di atas, penulis menyarankan beberapa hal untuk pihak-pihak terkait, yaitu: 1. Dalam
mengembangkan
dan
memajukan
sektor/subsektor
basis
diharapkan Pemerintah Kota Ambon tidak mengabaikan sektor/subsektor ekonomi yang lain sehingga tidak terjadi penurunan pertumbuhan pada sektor/subsektor tersebut melainkan adanya peningkatan yang sama, sehingga memberikan dampak yang tinggi bagi peningkatan pendapatan masyarakat dan terciptanya lapangan pekerjaan. 2. Kepada pengambil kebijakan, untuk menjadikan Kota Ambon sebagai wilayah yang maju, perlu dirumuskan formula untuk memulai menggerakkan industri pengolahan terutama yang berbahan baku dari subsektor perikanan yang melimpah (memiliki beberapa keunggulan) dan juga mensinergikan dengan sektor/subsektor yang memiliki beberapa keunggulan agar dihasilkan multiplier effect terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan percepatan pembangunan ekonomi yang lebih efektif, dengan tidak mengabaikan sektor/subsektor ekonomi lainnya.
114
3. Berkedudukan sebagai ibu kota provinsi yang merupakan pusat berkembangnya industri dan perdagangan, sehingga akan menarik masyarakat dari luar untuk datang mengadu nasib di Kota Ambon, maka perlu diupayakan kondisi yang dapat mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja oleh sektor/subsektor ekonomi yang ada. Apabila pemerintah ingin memprioritaskan investasi pada sektor/subsektor ekonomi basis yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar maka sektor yang direkomendasikan adalah subsektor hotel, sektor angkutan dan komunikasi, subsektor angkutan, subsektor bagian angkutan penyeberangan, subsektor bagian jasa penunjang angkutan, subsektor komunikasi, sektor jasa-jasa dan subsektor pemerintahan umum dan pertahanan yang secara riil memiliki kontribusi besar dalam menyerap tenaga kerja di Kota Ambon. Selain itu, sektor ini tergolong sebagai sektor/subsektor maju dan tumbuh dengan cepat (Tipology Klassen/Kuadran I, sektor/subsektor basis, sektor/subsektor yang tumbuh cepat di provinsi (P/Mij), memiliki keunggulan kompetitif atau pertumbuhan lebih cepat dibanding provinsi (D/Cij) dan berspesialisasi (Aij). Oleh karena itu, perlu ada kebijakan yang mendukung perkembangan sektor ini seperti peningkatan kualitas pelayanan hotelhotel dan restoran, serta peningkatan fasilitas penunjang dari sektor ini, diantaranya yaitu fasilitas perbankan dan fasilitas pelabuhan laut dan udara agar semakin memudahkan akses perdagangan di Kota Ambon. 4. Mengacu pada hasil perhitungan tipologi klassen, maka perlu perhatian khusus
pemerintah
daerah
dalam
mengembangkan
selain
sektor/subsektor maju dan tumbuh dengan pesat agar berkembang dan memberikan sumbangan kepada daerah. - Sektor/subsektor maju tapi tertekan (kuadaran II) Sudah seharusnya pihak pemerintah memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sektor listrik, gas dan air bersih dengan peningkatan penyediaan tenaga listrik yang meliputi peningkatan sarana distribusi PLN, pembangunan dan pengembangan Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA), Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP),
115
sehingga dapat memenuhi kebutuhan listrik masyarakat dengan penambahan pembangunan jaringan tegangan listrik baik tegangan rendah maupun tegangan menengah. Kemudian untuk meningkatkan dan mengembangkan pendayagunaan dan pelestarian sumberdaya air melalui reboisasi untuk pengawetan air dan tanah, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pertanian, rumah tangga seperti air PAM, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan sebagainya, sehingga dapat meningkatkan distribusi air ke masyarakat. - Sektor/subsektor potensial atau masih dapat berkembang (kuadran III) Untuk perkembangan sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran di Kota Ambon diperlukan adanya perbaikan infrastruktur termasuk sarana perhubungan dan komunikasi, perumusan kebijakan pemerintah yang mendukung pertumbuhan industri dan perdagangan di Kota Ambon seperti kebijaksanaan mengenai kemudahan di bidang investasi, perpajakan, perkreditan, asuransi, mempermudah ijin mendirikan usaha, perbaikan akses pemasaran produk industri dan perdagangan baik dalam wilayah maupun ke luar wilayah, pelatihan keterampilan, bimbingan manajemen dan alih teknologi. - Sektor/subsektor relatif tertinggal (kuadran IV) Perlu perhatian khusus pemerintah melalui dinas pertanian agar dapat menetapkan kebijakan dan prioritas bidang usaha yang memerlukan dukungan kredit/pembiayaan serta memfasilitasi hubungan usaha di sektor pertanian dengan perusahaan mitra/off taker dan menyediakan saluran distribusi dalam memasarkan hasil produksi. Investasi di sektor pertanian sangat dibutuhkan dalam membangun industri pengolahan berbahan baku dari sektor pertanian. Tujuannya agar dapat menciptakan diversifikasi komoditi hasil pertanian sehingga memiliki nilai jual dan dapat bersaing di pasar domestik maupun pasar internasional. 5. Analisis yang baik dihasilkan dari input data yang baik (detil, akurat, melalui tahap verifikasi dan validasi data serta konsisten antar instansi).
116
Oleh karena itu dibutuhkan ketersediaan data yang lengkap, detil, akurat dan terkoordinasi antar instansi terkait, agar keluarannya dapat diterapkan untuk mendukung program pembangunan yang tepat sasaran.
117
DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, R, 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah, Graha Ilmu, Yogyakarta. Amir, Hidayat, & Riphat, Singgih, 2005. Analisis Sektor Unggulan untuk Evaluasi Kebijakan Pembangunan Jawa Timur menggunakan Tabel Input-Output 1994 dan 2000, Jurnal Keuangan dan Moneter Departemen Keuangan RI. Arsyad, Lincolin, 2004. Ekonomi Pembangunan. STIE, Yogyakarta. Asngari Imam, 2008, “ Analisis Sektor Unggulan dan Daya Saing Wilayah Komoditas di Wilayah Oku Timur”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 6, No.1. Kuncoro, Mudjarad. 2005. Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif. Penerbit Erlangga. Jakarta. Sri Kusreni. Pengaruh Perubahan Struktur Ekonomi Terhadap Spesialisasi Sektoral Dan Wilayah Serta Struktur Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Untuk Daerah Perkotaan Di Jawa Timur. Jurnal Majalah Ekonomi Tahun XIX, No.1 April 2009. Sjafrizal, 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi, Baduose Media, Cetakan Pertama, Padang. Sutikno Dan Maryunani, Analisis Potensi Dan Daya Saing Kecamatan Sebagai Pusat Pertumbuhan Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) Kabupaten Malang. Journal Of Indonesian Applied Economics Vol.1 No.1 Oktober 2007. Tarigan, Robinson, 2007. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi, PT. Bumi Aksara, Cetakan Keempat, Jakarta. Todaro,
Michael P, 2008. Pembangunan Ekonomi di Penerbit Erlangga, Jilid 1, Edisi Kesembilan, Jakarta.
Dunia
Ketiga,
Zakaria Junaiddin, 2009, “Daya Saing Permintaan Domestik Komoditas Industri Manufaktur di Lima Daerah Propinsi di Pulau Jawa”, Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol. 7, No.4.
LAMPIRAN 1
1
2
3 4
5 6
7
8
9
PDRB KOTA AMBON 2003-2012 2005 2006 2007 2008
Lapangan Usaha
2003
2004
2009
2010
2011
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
230.930,76 20.846,53 3.983,56 5.676,94 364,45 200.059,28 1.391,44 1.391,44 232.322,20 24.775,08 24.775,08 8.547,62 7.942,24 605,38 7.842,79 41.165,49 284.730,46 259.003,25 10.782,62 14.944,59 189.940,34 179.768,72 65.793,85 47.053,40 9.714,89 42.093,93 15.112,65 10.171,62 104.194,34 36.413,25 21.353,83 45.107,83 1.319,43 337.302,41 316.597,77 20.704,64 9.474,29 2.219,06 9.011,29 916.167,55 1.189.655,24
238.059,21 21.289,05 4.040,50 5.825,06 364,56 206.540,04 1.462,91 1.462,91 239.522,12 26.571,27 26.571,27 9.239,51 8.618,30 621,21 8.337,85 44.148,63 300.345,13 272.895,02 11.617,08 15.833,03 217.613,36 206.202,70 68.203,68 48.559,83 10.755,58 62.063,88 16.619,73 11.410,66 108.090,77 38.092,49 21.908,42 46.673,57 1.416,29 348.143,17 326.629,20 21.513,97 9.728,17 2.362,13 9.423,67 974.192,43 1.257.863,18
247.145,65 21.769,71 4.099,10 5.950,49 371,02 214.955,33 1.545,85 1.545,85 248.691,50 27.352,91 27.352,91 9.853,99 9.224,37 629,62 8.900,53 46.107,43 319.504,89 290.287,23 12.421,98 16.795,68 244.818,36 231485,49 70.605,73 49.917,99 12.135,00 80.540,38 18.286,39 13.332,66 112.404,18 39.885,55 22.586,91 48.416,52 1.515,20 364.535,65 342.142,71 22.392,94 10.004,42 2.538,65 9.849,87 1.041.263,08 1.336.062,01
256.534,83 22.292,86 4.161,15 6.086,87 375,92 223.618,03 1.637,21 1.637,21 258.172,04 28.914,76 28.914,76 10.566,29 9.914,82 651,47 9.539,84 49.020,89 341.674,09 310.462,19 13.336,39 17.875,51 272.445,59 255.674,44 73.252,43 52.239,18 13.762,05 96.182,56 20.238,22 16.771,15 117.888,39 41.883,86 23.632,68 50.750,20 1.621,65 382.759,47 359.439,03 23.320,44 10.308,78 2.730,15 10.281,51 1.114.767,54 1.421.960,47
267.586,90 22.823,19 4.217,33 6.284,08 380,20 233.882,10 1.720,71 1.720,71 269.307,61 31.534,44 31.534,44 11.304,14 10.631,68 672,46 10.265,97 53.104,55 365.183,83 332.042,63 14.368,80 18.772,40 296.001,66 276.840,62 75.984,75 56.444,43 15.597,11 106.579,90 22.234,43 19.161,04 123.973,06 44.074,39 24.960,84 53.252,18 1.685,65 404.048,27 379.819,22 24.229,05 10.589,15 2.918,15 10.721,75 1.189.206,82 1.511.618,98
278.303,65 22.882,22 4.271,41 6.468,40 383,84 244.297,78 1.808,83 1.808,83 280.112,48 34.211,96 34.211,96 11.465,11 10.777,65 687,46 11.066,73 56.743,80 389.237,92 353.986,79 15.517,13 19.734,00 315.057,64 294.211,15 78.804,88 59.713,00 16.791,87 115.224,57 23.676,83 20.846,49 130.713,03 46.615,74 26.396,49 55.936,13 1.764,67 429.017,83 404.033,93 24.983,90 10.775,85 3.095,36 11.112,69 1.264.026,42 1.600.882,70
291.815,66 22.925,32 4.323,30 6.665,92 386,83 257.514,29 1.902,65 1.902,65 293.718,31 36.794,96 36.794,96 9.529,76 8.833,36 696,40 12.031,58 58.356,30 413.458,64 376.429,55 16.263,50 20.765,59 330.404,76 308.445,07 82.957,90 61.839,07 17.173,07 122.541,33 23.933,70 21.959,69 138.044,94 49.406,86 27.983,45 58.817,01 1.837,62 456.288,12 430.982,99 25.305,13 10.852,75 3.279,68 11.172,70 1.338.196,46 1.690.271,07
316.605,50 23.351,73 4.353,99 6.946,56 387,10 281.566,12 2.165,98 2.165,98 318.771,48 38.399,22 38.399,22 10.259,44 9.535,61 723,83 18.858,30 67.516,96 437.888,12 393.820,60 22.141,13 21.926,39 364.280,63 342.274,82 90.374,34 65.264,96 18.691,17 142.380,77 25.563,58 22.005,81 141.008,17 49.930,58 28.075,80 61.122,64 1.879,15 473.202,37 447.144,85 26.057,52 11.280,35 3.350,85 11.426,32 1.416.379,29 1.802.667,73
323.501,90 23.788,41 4.519,88 7.496,17 387,37 287.310,07 2.464,24 2.464,24 325.966,14 44.063,10 44.063,10 11.058,91 10.269,31 789,60 21.858,66 76.980,67 464.382,09 418.395,01 23.376,59 22.610,49 388.118,78 365.450,59 96.853,59 65.732,45 19.276,20 156.735,56 26.852,79 22.668,18 144.949,74 50.794,75 28.938,85 63.268,04 1.948,10 520.937,09 494.408,06 26.529,02 11.571,60 3.448,06 11.509,37 1.518.387,70 1.921.334,51
352.601,30 25.384,61 3.622,18 8.085,23 387,60 315.121,68 2.830,17 2.830,17 355.431,47 48.641,22 48.641,22 11.904,64 11.054,91 849,73 23.550,52 84.096,38 510.255,86 459.679,31 26.135,78 24.440,77 418.638,27 394.057,00 102.093,37 70.606,13 21.170,73 171.694,79 28.491,98 24.581,27 151.766,80 54.474,45 30.179,20 65.057,45 2.055,70 569.712,74 542.624,30 27.088,44 11.573,46 3.560,31 11.954,66 1.650.373,67 2.089.901,52
Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan & Penggalian a. Pertambangan b. Penggalian Primer Industri Pengolahan a. Industri Tanpa Migas Listrik, Gas & Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih Bangunan/ Kontruksi Sekunder Perdagangan, Hotel & Restoran a. Perdagangan Besar Eceran b. Hotel C. Restoran Angkutan & Komunikasi A. Angkutan a. Angkutan Jalan Raya b. Angkutan Laut c. Angkutan Penyeberangan d. Angkutan Udara e. Jasa Penunjang Angkutan B. Komunikasi Keua, Persewaan & Jasa Perus. a. Bank b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan Jasa-jasa i. Pemerintahan Umum & Pertahanan ii. Swasta a. Jasa Sosial Kemasyarakatan b. Hiburan & Rekreasi c. Perorangan dan Rumah Tangga Tersier PDRB
2012
LAMPIRAN 2
1
2
3 4
5 6
7
8
9
PDRB PROVINSI MALUKU 2003-2012 2004 2005 2006 2007 2008
Lapangan Usaha
2003
2009
2010
2011
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1.029.450,16 264.691,02 214.495,22 36.711,87 54.694,94 458.857,11 25.260,22 14.298,34 10.961,88 1.054.710,38 142.165,09 142.165,09 15.946,09 14.181,07 1.765,02 37.369,87 195.481,05 719.658,30 687.894,41 11.663,01 20.100,88 257.266,28 244.985,49 97.978,77 69.493,55 15.872,19 44.212,58 17.428,40 12.280,79 168.612,35 43.036,31 25.674,66 98.342,61 1.558,77 574.737,34 521.228,01 53.509,33 34.076,29 2.318,97 17.114,07 1.720.274,27 2.970.465,70
1.058.272,19 271.804,10 218.284,91 37.651,33 56.577,75 473.954,10 26.019,49 14.508,53 11.510,96 1.084.291,68 147.069,79 147.069,79 17.188,16 15.377,95 1.810,21 39.372,74 203.630,69 757.097,87 723.252,18 12.556,85 21.288,84 288.267,26 274.515,23 101.711,76 71.750,75 17.397,68 64.544,99 19.110,05 13.752,03 174.646,36 44.934,21 26.331,93 101.715,76 1.664,46 594.062,06 538.897,64 55.164,42 34.904,34 2.468,30 17.791,78 1.814.073,55 3.101.995,92
1.096.737,19 279.632,06 225.750,25 38.524,84 57.737,59 495.092,45 26.951,22 14.811,76 12.139,46 1.123.688,41 152.393,72 152.393,72 18.249,13 16.414,12 1.835,01 41.644,55 212.287,40 802.380,06 766.358,01 13.440,98 22.581,07 318.850,33 302.935,11 105.353,04 73.822,50 19.574,13 83.208,34 20.977,10 15.915,22 181.482,63 47.019,16 27.135,05 105.550,44 1.777,98 620.555,52 563.363,59 57.191,93 36.042,22 2.649,72 18.499,99 1.923.268,54 3.259.244,35
1.129.294,57 288.255,19 234.100,57 39.450,40 58.978,95 508.509,46 28.066,80 15.147,99 12.918,81 1.157.361,37 160.348,67 160.348,67 19.569,53 17.690,78 1.878,75 44.447,23 224.365,43 863.350,98 824.907,76 14.343,35 24.099,87 354.487,41 334.948,94 111.537,26 78.436,41 22.370,39 99.475,53 23.129,35 19.538,47 190.605,80 49.252,57 28.174,84 111.281,83 1.896,56 649.943,11 590.574,05 59.369,06 37.256,96 2.870,36 19.241,74 2.058.387,30 3.440.114,10
1.175.895,75 299.295,36 247.561,35 40.799,60 54.691,18 533.548,26 25.729,91 11.792,91 13.937,00 1.201.625,66 180.252,45 180.252,45 20.558,72 18.555,86 2.002,86 47.705,21 248.516,38 922.452,81 881.633,51 15.193,91 25.625,39 388.588,46 367.137,18 122.389,84 84.664,26 25.083,92 110.089,57 24.909,59 21.451,28 201.042,37 52.114,14 29.042,63 117.896,49 1.989,11 671.249,45 609.735,74 61.513,71 38.534,87 3.027,08 19.951,76 2.183.333,09 3.633.475,13
1.209.850,46 300.318,52 256.943,56 42.056,23 54.734,93 555.797,22 27.004,25 12.325,95 14.678,30 1.236.854,71 188.444,76 188.444,76 20.958,03 18.900,09 2.057,94 49.847,71 259.250,50 971.533,93 928.977,23 15.708,98 26.847,72 407.689,96 384.956,74 127.126,32 88.635,01 26.449,86 116.617,88 26.127,67 22.733,22 209.644,98 54.136,17 30.451,20 122.995,30 2.062,31 702.129,86 638.576,24 63.553,62 39.779,55 3.158,35 20.615,72 2.290.998,73 3.787.103,94
1.258.948,68 306.463,11 270.526,19 43.422,90 54.846,81 583.689,67 28.070,98 12.640,68 15.430,30 1.287.019,66 201.584,99 201.584,99 17.490,86 15.389,24 2.101,62 53.324,07 272.399,92 1.029.787,69 985.264,44 16.749,18 27.774,07 436.237,30 412.027,46 133.269,63 92.562,03 28.061,53 130.540,89 27.593,38 24.209,84 218.900,48 56.804,89 31.579,17 128.359,69 2.156,73 748.442,98 683.349,54 65.093,44 41.148,82 3.299,87 20.644,75 2.433.368,45 3.992.788,03
1.330.244,45 316.866,52 273.087,39 45.109,94 48.776,15 646.404,45 30.901,35 13.598,35 17.303,00 1.361.145,80 202.398,70 202.398,70 20.304,63 18.171,40 2.133,23 78.468,24 301.171,57 1.094.626,21 1.041.869,70 23.463,77 29.292,74 464.617,73 439.142,33 138.255,18 94.992,80 30.271,73 146.536,10 29.086,52 25.475,40 224.370,08 58.255,86 32.466,11 131.452,27 2.195,84 805.424,91 737.755,65 67.669,26 42.722,71 3.450,43 21.496,12 2.589.038,93 4.251.356,30
Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan & Penggalian a. Pertambangan b. Penggalian Primer Industri Pengolahan a. Industri Tanpa Migas Listrik, Gas & Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih Bangunan/ Kontruksi Sekunder Perdagangan, Hotel & Restoran a. Perdagangan Besar Eceran b. Hotel C. Restoran Angkutan & Komunikasi A. Angkutan a. Angkutan Jalan Raya b. Angkutan Laut c. Angkutan Penyeberangan d. Angkutan Udara e. Jasa Penunjang Angkutan B. Komunikasi Keua, Persewaan & Jasa Perus. a. Bank b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan Jasa-jasa i. Pemerintahan Umum & Pertahanan ii. Swasta a. Jasa Sosial Kemasyarakatan b. Hiburan & Rekreasi c. Perorangan dan Rumah Tangga Tersier PDRB
1.377.544,76 325.852,87 285.584,80 48.311,68 50.607,39 667.188,02 35.250,02 16.222,85 19.027,17 1.412.794,78 217.021,50 217.021,50 21.753,46 19.479,09 2.274,37 87.238,74 326.013,70 1.169.115,93 1.113.885,27 24.769,55 30.461,11 490.018,25 463.337,69 144.154,94 96.048,57 31.431,29 161.217,38 30.485,51 26.680,56 232.183,59 59.813,46 34.533,96 135.560,94 2.275,23 879.042,35 809.489,72 69.552,63 43.928,33 3.597,10 22.027,20 2.770.360,12 4.509.168,60
2012 11
1.458.218,14 342.100,68 288.994,67 51.895,12 51.618,27 723.609,40 38.200,78 17.357,39 20.843,39 1.496.418,92 234.164,31 234.164,31 23.222,39 20.795,92 2.426,47 93.285,97 350.672,67 1.282.675,22 1.222.148,74 27.610,12 32.916,36 527.268,12 498.456,43 152.003,85 103.203,96 34.483,97 176.517,67 32.246,98 28.811,69 243.013,48 63.965,67 36.014,02 140.638,89 2.394,90 961.301,55 889.331,73 71.969,82 45.379,93 3.716,29 22.873,61 3.014.258,37 4.861.349,96
LAMPIRAN 3 HASIL PERHITUNGAN SHIFT SHARE Kota Ambon Lapangan Usaha
Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan
2
Pertambangan & Penggalian a. Pertambangan b. Penggalian
3 4
Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih
5 6
7
2012
Dij
Rn
Rin
Rij
E'ij
Nij
Mij
C'ij
Aij
Dij
Eij
E*ij
Ein
E*in
E*ij - Eij
(E*n - En)/En
(E*in - Ein)/Ein
(E*ij - Eij)/Eij
Ej (Ein/En)
Eij . Rn
Eij (Rin-Rn)
E'ij (Rij-Rin)
(Eij-E'ij)(Rij-Rin)
Nij + Mij + C'ij + Aij
4
5=2-1
6 = (∑4 -∑3)/∑3
7 = (4 - 3) / 3
8 =5 / 1
13
14
2
3
352.601,30 25.384,61 3.622,18 8.085,23 387,60 315.121,68
1.029.450,16 264.691,02 214.495,22 36.711,87 54.694,94 458.857,11
1.458.218,14 342.100,68 288.994,67 51.895,12 51.618,27 723.609,40
1.391,44 0,00 1.391,44
2.830,17 0,00 2.830,17
25.260,22 14.298,34 10.961,88
38.200,78 17.357,39 20.843,39
24.775,08 8.547,62 7.942,24 605,38
48.641,22 11.904,64 11.054,91 849,73
142.165,09 15.946,09 14.181,07 1.765,02
234.164,31 23.222,39 20.795,92 2.426,47
Bangunan/ Kontruksi Perdagangan, Hotel & Restoran a. Perdagangan Besar Eceran b. Hotel c. Restoran
7.842,79 284.730,46 259.003,25 10.782,62 14.944,59
23.550,52 510.255,86 459.679,31 26.135,78 24.440,77
37.369,87 719.658,30 687.894,41 11.663,01 20.100,88
93.285,97 1.282.675,22 1.222.148,74 27.610,12 32.916,36
Angkutan & Komunikasi A. Angkutan a. Angkutan Jalan Raya b. Angkutan Laut c. Angkutan Penyeberangan d. Angkutan Udara
189.940,34 179.768,72 65.793,85 47.053,40 9.714,89 42.093,93
418.638,27 394.057,00 102.093,37 70.606,13 21.170,73 171.694,79
257.266,28 244.985,49 97.978,77 69.493,55 15.872,19 44.212,58
527.268,12 498.456,43 152.003,85 103.203,96 34.483,97 176.517,67
121.670,54 4.538,08 (361,38) 2.408,29 23,15 115.062,40 1.438,73 0,00 1.438,73
0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64
0,42 0,29 0,35 0,41 (0,06) 0,58
23.866,14 3.357,02 3.112,67 244,35 15.707,73 225.525,40 200.676,06 15.353,16 9.496,18 228.697,93 214.288,28 36.299,52 23.552,73 11.455,84 129.600,86
0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64
0,65 0,56 0,47 0,37
0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64
0,85
0,64
Jasa Penunjang Angkutan
15.112,65
28.491,98
17.428,40
32.246,98
B. Komunikasi Keua, Persewaan & Jasa Perus. a. Bank b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan
10.171,62 104.194,34 36.413,25 21.353,83 45.107,83 1.319,43
24.581,27 151.766,80 54.474,45 30.179,20 65.057,45 2.055,70
12.280,79 168.612,35 43.036,31 25.674,66 98.342,61 1.558,77
28.811,69 243.013,48 63.965,67 36.014,02 140.638,89 2.394,90
Jasa-jasa i. Pemerintahan Umum & Pertahanan ii. Swasta a. Jasa Sosial Kemasyarakatan b. Hiburan & Rekreasi c. Perorangan dan Rumah Tangga
337.302,41 316.597,77 20.704,64 9.474,29 2.219,06 9.011,29
569.712,74 542.624,30 27.088,44 11.573,46 3.560,31 11.954,66
574.737,34 521.228,01 53.509,33 34.076,29 2.318,97 17.114,07
961.301,55 889.331,73 71.969,82 45.379,93 3.716,29 22.873,61
13.379,33 14.409,65 47.572,46 18.061,20 8.825,37 19.949,62 736,27 232.410,33 226.026,53 6.383,80 2.099,17 1.341,25 2.943,37
PDRB 1.189.655,24 Sumber : Kota Ambon Dalam Angka dan Maluku Dalam Angka Diolah Penulis
2.089.901,52
2.970.465,70
4.861.349,96
1.981.590,76
8
9
Komponen (Jt Rupiah)
2003
230.930,76 20.846,53 3.983,56 5.676,94 364,45 200.059,28
e.
Pertumbuhan (R)
2012
1 1
Provinsi Maluku
2003
0,51 0,21 0,90
1,50 0,78 0,78 1,37 0,64 1,05 1,03 0,55 0,49 1,17 2,99
9
0,53 0,22 (0,09) 0,42 0,06 0,58 1,03 0,00 1,03
412.289,15 106.007,30 85.904,16 14.702,90 21.905,02 183.769,76
0,96 0,39 0,39 0,40 2,00 0,79 0,77 1,42 0,64 1,20 1,19 0,55 0,50 1,18 3,08
56.936,34 6.386,32 5.679,44 706,88
10.116,58 5.726,41 4.390,17
14.966,43 288.219,21 275.497,94 4.670,97 8.050,29 103.033,74 98.115,35 39.239,96 27.831,79 6.356,73 17.706,90 6.979,98
10
44.061,43 (7.665,39) (37.859,50) 209,12 2.705,72 (892,84)
(19.381,81) 6.157,98 36.103,87 (128,37) (2.660,70) (79,14)
121.670,54 4.538,08 (361,38) 2.408,29 23,15 115.062,40
(180,89) 0,00 361,77
5.300,95 (1.202,55) 588,22
(4.571,85) 1.202,55 (401,78)
1.438,73 0,00 1.438,73
15.856,05 5.470,48 5.083,03 387,44 5.019,39 182.227,49 165.762,08 6.900,88 9.564,54 121.561,82 115.051,98 42.108,06 30.114,18 6.217,53 26.940,12
247,75 (683,81) (1.350,18) (163,45)
17.838,86 (1.068,16) (443,49) 23,77
(10.076,52) (361,49) (176,69) (3,41)
23.866,14 3.357,02 3.112,67 244,35
6.744,80 39.862,26 36.260,46 7.871,31 0,00
7.525,48 3.477,74 (1.432,23) 251,67 (36,82)
(3.581,94) (42,09) 85,75 329,30 (31,54)
15.707,73 225.525,40 200.676,06 15.353,16 9.496,18
77.875,54 70.109,80 (5.921,45) (7.058,01) 5.148,89 98.920,74
15.872,49 15.896,85 67,34 293,71 58,51 1.573,24
13.388,08 13.229,65 45,57 202,85 30,91 2.166,76
228.697,93 214.288,28 36.299,52 23.552,73 11.455,84 129.600,86
3.173,66
246,44
287,13
13.379,33
7.221,85 (20.838,87) (5.461,99) (5.124,92) (9.472,64) (131,94)
327,82 1.119,24 103,52 136,68 483,07 11,25
350,14 607,71 115,19 147,16 70,18 12,52
14.409,65 47.572,46 18.061,20 8.825,37 19.949,62 736,27
10.119,07 22.161,84 (6.211,39) (2.937,03) (88,76) (2.703,39)
4.379,52 818,99 (678,76) (1.479,85) 4,11 (91,63)
2.038,20 423,13 22,98 452,50 5,70 (28,84)
232.410,33 226.026,53 6.383,80 2.099,17 1.341,25 2.943,37
244.930,35
70.524,52
35.949,64
1.981.590,73
0,67 0,71 0,34 0,33 0,60 0,34
230.179,16 208.748,96 21.430,19 13.647,37 928,73 6.854,09
9.672,10 6.509,84 66.684,38 23.304,48 13.666,45 28.869,01 844,44 215.873,54 202.622,57 13.250,97 6.063,55 1.420,20 5.767,23
0,64
1,67
2.426.953,26
1.630.186,22
4.918,39 67.528,32 17.235,81 10.282,56 39.385,68 624,28
12
(50.804,77) (7.296,29) (1.155,23) (1.305,70) (255,12) (12.003,56)
0,89 1,42 0,46 0,50 0,41 0,44 0,56 0,69 0,71 0,31 0,22 0,60 0,33
1,35 0,44 0,49 0,40 0,43 0,54
11
147.795,69 13.341,78 2.549,48 3.633,24 233,25 128.037,94 890,52 0,00 890,52
LAMPIRAN 4 Nilai Produksi Dan Nilai Ekspor Komoditi Ikan Dan Komoditi Udang Kabupaten/Kota Tahun 2003 - 2012 (Dakam Ribuan) KABUPATEN / KOTA KOTA AMBON
Kab. Maluku Tengah
Kab. Seram Bagian Barat
Kab. Maluku Tenggara
Tahun
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Nilai Produksi
Nilai Ekspor Komoditi Komoditi Ikan Udang
18.039.690
4.099.848,58
36.197.268
5.271.421,40
206.418.814
5.833.167,08
378.101.790
62.232.003,80
325.822.618
68.447.983,93
251.186.063
5.232.909,53
501.884.856
65.116.627,77
516.941.402
70.883.290,80
585.496.884
81.675.096,75
685.228.365
92.776.905,56
32.990.209,77 44.512.489,98 52.152.451,96 103.168.770,17 500.250.986,70 84.663.324,36 29.232.672,19 20.192.001,88 19.552.875,67 17.885.895,65
Nilai Produksi
Nilai Ekspor Komoditi Komoditi Ikan Udang 11.981.556,00
Nilai Produksi
0
5.005.137,48
0
5.595.347,87
0
6.280.888,79
2.290.775.700,00
7.442.087,84
2.362.810.227,36
6.813.512,18
2.385.138.868,12
5.233.386,80
0
8.217.331,85
0
12.208.509,54
72.092.575
15.589.904,43
113.014.600
18.357.298,28
158.851.242
164.557.508,58
237.736.153
165.765.731,30
271.978.656
289.572.318,25
154.400.475
10.563.866,43
231.734.975
204.630.813,98
316.064.169
299.924.650,00
16.139.519,60
62.637.416
9.147.625,25
339.639.850
312.093.450,00
27.546.400,00
64.516.414
11.553.690,85
35.018.130,00 267.394.040,46 268.126.716,00 266.295.174,45 15.473.119,22 13.416.088,56
Sumber: BPS Kota Ambon, Laporan Tahunan DKP Kabupaten/Kota, Pelabuhan Perikani Nusantara
20.683.425 24.906.700 36.731.550 44.560.000 36.707.875 34.867.025 39.415.725
Nilai Produksi
2.437.824,06
70.664.481
15.978.894,09
16.470.800
Nilai Ekspor Komoditi Komoditi Ikan Udang
0 0
898.326.655 920.920.291 1.412.226.406 1.588.155.180 1.585.650.953 586.978.600 736.631.260 758.730.198
Nilai Ekspor Komoditi Komoditi Ikan Udang 268.702.734,95
45.914.125,67
103.464.277,42
408.930.574,08
152.511.806,29
22.318.563,85
201.001.484,06
459.481.640,15
199.469.943,38
451.234.512,75
251.582.158,74
1.105.090,22
124.207.273,03
270.841,68
119.720.089,97
7.031.966,99
878.545.290
276.857.805,45
914.765.965
323.554.750,26
8.956.445,65 10.552.336,45
BIODATA KETUA PENELITI A.
B.
Identitas diri 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Lengkap Jenis Kelamin Jabatan Fungsional NIP/NIK/Identitas lainnya NIDN Tempat dan Tanggal Lahir e- mail Nomor Telepon/HP Alamat Kantor
10 11 12
Nomor Telepon/ Faks Lulusan yang telah dihasilkan Mata Kuliah Yang Diampu
Sefnat Kristianto Tomasoa SE.,M.Si. Laki- laki Assiten Ahli 8171021106720001 1211067201 Salatiga, 11 Juni 1972
[email protected] 081314550022 Jalan DR. Kayadoe. NO.80 Kelurahan Benteng RT 002 /RW 003. 0911-3345572 1. 2. 3. 4. 5.
Pengantar Ekonomi Mikro Pengantar Ekonomi Makro Pengantar Ekonomi Pembangunan Perekonomian Indonesia Ekonomi Manajerial
Riwayat Pendidikan S-1
S Program Pascasarjana 2
Nama Perguruan Tinggi
Universitas Pattimura Ambon
Bidang Ilmu
Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Ekonomi Perencanaan Pembangunan
Tahun Masuk- lulus
1991-1997
2010-2013
Judul Skripsi/ Tesis/Disertasi
Tinjauan Tentang Pemberlakuan UU Ketenagakerjaan (No. 3 Tahun 1992) Tentang Jamsostek Terhadap Perlindungan Tenaga Kerja Pada PT. Dok “Waiame” (Studi Kasus)
Analisis Penentuan Sektor Unggulan Dan Daya Saing Perekonomian Wilayah Kota Ambon
Nama Pembimbing
1. DR. J. Fr. Syauta, M.Ec. 2. Dra. D. Rumerung, M.Si
1. DR. Hj. A. Latuconsina, SU 2. DR. M. Bugis, M.Si.
Universitas Pattimura Ambon
S-3
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi) No. Tahun 1.
2011
2.
2011
3.
2014
Judul Penelitian Analisis Determinan Tingkat Pencarian Informasi Eksternal Untuk Jasa Perbankan Identifikasi Sektor Unggulan Dan Prioritas Pembangunan Ekonomi Di Kota Ambon Analisis Kesempatan Kerja Sektoral Di Kota Ambon Dengan Pendekatan Pertumbuhan Berbasis Ekspor
Pendanaan Sumber Jumlah (Juta Rr) KOPERTIS Wilayah XII
Rp. 5.000.000,-
DIKTI
Rp. 10.000.000,-
KOPERTIS Wilayah XII
Rp. 5.000.000,-
FORMULIR EVALUASI ATAS CAPAIAN LUARAN KEGIATAN
Ketua
: SEFNAT KRISTIANTO TOMASOA, SE,M.SI
Perguruan Tinggi
: SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MANAJEMEN (STIEM) RUTU NUSA AMBON
Judul
:
Waktu Kegiatan
: tahun ke 1 dari rencana 1 tahun
“ANALISIS PERGESERAN STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS UNTUK MEMAKSIMALKAN DAYA SAING PEREKONOMIAN WILAYAH KOTA AMBON”
Luaran yang direncanakan dan capaian tertulis dalam proposal awal: No. Luaran yang Direncanakan 1.
2.
Capaian
Artikel dimuat di Jurnal Nasional Draft/Dalam Proses Penyelesaian terakreditasi dan mencari tempat pemuatan atau publikasi jurnal Buku Ajar Draft atau dalam proses penyelesaian akhir