TUGAS PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH
ANALISA PEREKONOMIAN WILAYAH
KOTA YOGYAKARTA
Disusun oleh:
Ayu Kumala Sari 135130018
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN"
YOGYAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya. Tidak lupa sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, sehingga penyusunan tugas perencanaan pembangunan wilayah tentang analisa perekonomian wilayah ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tugas perencanaan pembangunan wilayah tentang analisa perekonomian wilayah.
Disadari bahwa salah satu hambatan dalam penyusunan tugas perencanaan pembangunan wilayah tentang analisa perekonomian wilayah ini adalah keterbatasan informasi dan bahan sehingga hasil ini dirasakan masih belum sempurna. Oleh karena itu diharapkan adanya kritik dan saran untuk perbaikannya di masa yang akan datang. Penyusun berharap tugas perencanaan pembangunan wilayah tentang analisa perekonomian wilayah ini dapat bermanfaat bagi lingkungan belajar penulis aamiin.
Yogyakarta, April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 2
1.3 Tujuan 3
1.4 Tinjauan Pustaka 3
1.5 Kerangka Pemikiran 6
BAB II ANALISA HASIL
Data PDRB Kota Yogyakarta 7
2.2 Data PDRB D.I.Yogyakarta 7
2.3 Cara Perhitungan Location Quotient 8
2.4 Data Perhitungan Location Quotient 8
2.5 Perbandingan Hasil Location Quotient 9
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 12
DAFTAR PUSTAKA 13
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penentuan komoditas unggulan daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah.
Pertumbuhan sektor pertanian suatu daerah pada dasarnya dipengaruhi oleh keunggulan kompetitif suatu daerah, spesialisasi wilayah serta potensi pertanian yang dimiliki oleh daerah tersebut. Adanya potensi pertanian disuatu daerah tidaklah mempunyai arti bagi pertumbuhan pertanian daerah tersebut bila tidak ada upaya memanfaatkan dan mengembangkan potensi pertanian secara optimal. Oleh karena itu pemanfaatan dan pengembangan seluruh potensi pertanian yang potensial harus menjadi prioritas utama untuk digali dan dikembangkan dalam melaksanakan pembangunan pertanian daerah secara utuh (Hendayana, 2003).
Indonesia telah bergerak dari negara paling sentralistik menjadi negara dengan desentralisasi sejak awal tahun 2001. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Oleh karena itu, suatu daerah harus mampu melaksanakan pembangunan daerah berdasarkan pada potensi sumberdaya yang ada, sehingga daerah harus dapat menentukan sektor yang menjadi basis (unggulan) baik dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang agar pembangunan daerah dapat diarahkan kepada pengembangan sektor basis tersebut yang pada akhirnya dapat memberikan dampak bagi pengembangan sektor lain (Wicaksono, 2011).
Berbagai pendekatan dan alat analisis telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan, menggunakan beberapa kriteria teknis dan non teknis dalam kerangka memenuhi aspek penawaran dan permintaan. Setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahannya, sehingga dalam memilih metode analisis untuk menentukan komoditas unggulan ini perlu dilakukan secara hati-hati dan bijaksana. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menginisiasi komoditas unggulan adalah metode Location Quotient (LQ). Dari hasil metode LQ nantinya akan diketahui potensi basis dan bukan basis suatu sektor di suatu wilayah sehingga pentingnya manfaaat dari metode LQ ini merupakan salah satu yang melatar belakangi penulis tertarik mempelajari ini lebih dalam.
Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah yang dapat dikemukakan adalah:
Bagaiamana hasil analisa keunggulan Kota Yogyakarta menggunakan LQ?
Apa saja yang menjadi sektor basis dan non basis di Kota Yogyakarta?
Apakah sektor pertanian merupakan sektor basis pada Kota Yogyakarta?
Bagaimana mempertahankan pada sektor yang menjadi basis dan meningkatkan non basis di Kota Yogyakarta?
Tujuan
Tujuan ini adalah sebagai berikut :
Menganalisa keunggulan Kota Yogyakarta menggunakan LQ
Mendeskripsikan sektor-sektor di Kota Yogyakarta yang termasuk sektor basis dan non basis.
Mendeskripsikan sektor pertanian sebagai sektor basis atau non basis.
Memberikan pemecahan masalah untuk mempertahankan sektor basis dan meningkatkan sektor non-basis.
Tinjauan Pustaka
Ditinjau dari landasan teori pada tinjauan pustaka ini sebagai berikut :
Location Quotient
Location Quotient adalah suatu alat pengembangan ekonomi yang lebih sederhana dengan segala kelebihan dan keterbatasannya. Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan (Ron Hood, 1998).
Besaran nilai LQ maka semakin tinggi kinerja subsektor tersebut dibandingkan subsektor lain atau subsektor di daerah lain, sehingga nilai LQ menggambarkan keunggulan kompetitif suatu subsektor di suatu daerah (Wicaksono, 2011).
Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ)
Perubahan yang terjadi selama kurun waktu tertentu dalam suatu perekonomian lokal dapat diuji dengan menggunakan Dynamic Location Quotient (DLQ), sehingga dapat diketahui perubahan atau reposisi sektoral. Sektor dan subsektor pertanian masih dapat diharapkan untuk menjadi sektor basis di masa yang akan datang, ditunjukkan dengan koefisien DLQ yang lebih besar dari atau sama dengan satu (DLQ > 1). Sektor dan subsektor pertanian tidak dapat diharapkan untuk menjadi sektor basis di masa yang akan datang, apabila koefisien DLQ kurang dari satu (DLQ < 1) (Wicaksono, 2011).
Kegiatan Basis dan Kegiatan Non Basis
Kegiatan basis merupakan kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa ditujukan untuk ekspor ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang berorientasi keluar, regional, nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis sangat menentukan dalam pertumbuhan basis suatu wilayah. Sedangkan kegiatan non basis merupakan kegiatan masyarakat yang hasilnya baik berupa barang atau jasa diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi masyarakat tersebut. Konsep swasembada, mandiri, kesejahteraan dan kualitas hidup sangat menentukan dalam kegiatan non basis ini (Rusastra dkk, 2000).
Menghitung Location Quotient
Menghitung nilai LQ dengan caranya dengan memasukkan notasi-notasi yang diperoleh ke dalam formula LQ, sebagai berikut:
LQ=VikVkVipVp
Keterangan:
Vik merupakan nilai output (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kota misalnya) dalam pembentukan Produk Domestik Regional Riil (PDRR) daerah studi k.
Vk merupakan produk domestik regional bruto total semua sektor di daerah studi k.
Vip merupakan nilai output (PDRB) sektor i daerah referensi p (misalnya provinsi) dalam bentuk PDRB daerah referensi p.
Vp merupakan produk domestik regional bruto total semua sektor di daerah refrensi p.
Berdasarkan hasil perhitungan Location Quotient (LQ), dapat diketahui konsentrasi suatu kegiatan pada suatu wilayah dengan kriteria sebagai berikut:
Nilai LQ di sektor i=1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah sama dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian daerah referensi p.
Nilai LQ di sektor lebih besar dari 1 (LQ > 1). Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian, sektor i merupakan sektor unggulan daerah studi k sekaligus merupakan basis ekonomi untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k.
Nilai LQ di sektor lebih kecil dari 1 (LQ < 1). Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian, sektor i bukan merupakan sektor unggulan daerah studi k dan bukan merupakan basis ekonomi serta tidak propektif untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k (Bendavid-Val, 1991).
Kerangka Pemikiran
Pemecahan masalah mempertahankan sektor basis & meningkatkan sektor non-basis.Data PDRB BPS Nilai output (PDRB) dibagi Total PDRB di daerah refrensi DIY.Nilai output (PDRB) dibagi Total PDRB di daerah studi Kota Yogyakarta.Sektor Basis dan Sektor Non Basis Pemecahan masalah mempertahankan sektor basis & meningkatkan sektor non-basis.Data PDRB BPS Nilai output (PDRB) dibagi Total PDRB di daerah refrensi DIY.Nilai output (PDRB) dibagi Total PDRB di daerah studi Kota Yogyakarta.Sektor Basis dan Sektor Non Basis
Pemecahan masalah mempertahankan sektor basis & meningkatkan sektor non-basis.
Data PDRB BPS
Nilai output (PDRB) dibagi Total PDRB di daerah refrensi DIY.
Nilai output (PDRB) dibagi Total PDRB di daerah studi Kota Yogyakarta.
Sektor Basis dan Sektor Non Basis
Pemecahan masalah mempertahankan sektor basis & meningkatkan sektor non-basis.
Data PDRB BPS
Nilai output (PDRB) dibagi Total PDRB di daerah refrensi DIY.
Nilai output (PDRB) dibagi Total PDRB di daerah studi Kota Yogyakarta.
Sektor Basis dan Sektor Non Basis
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran
Pengambilan data PDRB dari BPS, baik untuk daerah studi maupun daerah refrensi. Kemudian dari data tersebut PDRB pada sektor tertentu pada wilayah studi dibagi dengan total PDRB wilayah studi Kota Yogyakarta. Setelah itu hasil tersebut akan dibagi dengan hasil dari nilai PDRB daerah refresi DIY yang sudah dibagi dengan total PDRB di daerah refrensi DIY. Maka diperolehlah LQ pada sektor tersebut dan dapat digolongkan termasuk dalam sektor basis atau bukan basis (non-basis) yang nantinya akan dicari pememecahan masalah. Bila dalam sektor basis maka akan dicarikan pemecahan solusi agar tetap mempertahankan sebagai sektor basis. Sebaliknya bila termasuk dalam sektor bukan basis (non-basis) maka akan dicarikan solusi untuk meningkatkan sektor tersebut.
BAB II
ANALISA HASIL
2.1 Data PDRB Kota Yogyakarta
Tabel 1. PDRB Sektor dan Total Sektor PDRB di Kota Yogyakarta
PDRB SEKTOR
2008
(Jutaan Rupiah)
2009
(Jutaan Rupiah)
2010
(Jutaan Rupiah)
Pertanian
18.140
17.359
17.455
Pertambangan Penggalian
258
265
272
Industri Pengolahan
543.050
549.574
594.845
Listrik, Gas, Air Bersih
65.488
67.212
68.725
Bangunan
412.972
413.965
426.740
Perdagangan, Hotel, Restoran
1.253.026
1.332.070
1.393.111
Pengangkutan, komunikasi
984.783
1.055.067
1.097.987
Keuangan,Persewaan,Jasa Perusahaan
696.816
731.975
770.658
Jasa-jasa lain
1.046.615
1.077.364
1.135.751
TOTAL PDRB
5.021.148
5.244.851
5.505.544
Sumber data sekunder: BPS Yogyakarta.
2.2 Data PDRB D.I. Yogyakarta
Tabel 2. PDRB Sektor dan Total Sektor PDRB di D.I. Yogyakarta
PDRB SEKTOR
2008
(Jutaan Rupiah)
2009
(Jutaan Rupiah)
2010
(Jutaan Rupiah)
Pertanian
3.523.943
3.642.696
3.632.681
Pertambangan Penggalian
138.328
138.748
139.967
Industri Pengolahan
2.562.549
2.610.760
2.793.580
Listrik, Gas, Air Bersih
174.933
185.599
193.027
Bangunan
1.838.429
1.923.720
2.040.306
Perdagangan, Hotel, Restoran
3.947.662
4.162.116
4.383.851
Pengangkutan, komunikasi
2.008.919
2.128.594
2.250.664
Keuangan,Persewaan,Jasa Perusahaan
1.793.789
1.903.411
2.024.368
Jasa-jasa lain
3.223.929
3.368.614
3.585.598
TOTAL PDRB
19.212.481
20.064.258
21.044.042
Sumber data sekunder: BPS D.I. Yogyakarta.
2.3 Cara Perhitungan Location Quotient
Menghitung nilai LQ dengan caranya memasukkan angka-angka dari data diatas ke dalam formula LQ, sebagai berikut:
LQ=VikVkVipVp
LQ=PDRB SEKTOR X Kota YogyakartaTotal PDRB Kota YogyakartaPDRB SEKTOR X D.I.YTotal PDRB D.I.Y
2.4 Data Perhitungan Location Quotient
Tabel 3. Perhitungan Location Quotient 2008
SEKTOR
PDRB SEKTOR X Kota YogyakartaTotal PDRB Kota Yogyakarta
PDRB SEKTOR X D.I.YTotal PDRB D.I.Y
LQ
Pertanian
0,0036
0,1834
0,0196
Pertambangan Penggalian
0,0001
0,0072
0,0139
Industri Pengolahan
0,1082
0,1334
0,8111
Listrik, Gas, Air Bersih
0,0130
0,0091
1,4286
Bangunan
0,0822
0,0957
0,8589
Perdagangan, Hotel, Restoran
0,2495
0,2055
1,2141
Pengangkutan, komunikasi
0,1961
0,1046
1,8748
Keuangan,Persewaan,Jasa Perusahaan
0,1388
0,0934
1,4861
Jasa-jasa lain
0,2084
0,1678
1,2420
Tabel 4. Perhitungan Location Quotient 2009
SEKTOR
PDRB SEKTOR X Kota YogyakartaTotal PDRB Kota Yogyakarta
PDRB SEKTOR X D.I.YTotal PDRB D.I.Y
LQ
Pertanian
0,0033
0,1816
0,0182
Pertambangan Penggalian
0,0001
0,0069
0,0145
Industri Pengolahan
0,1048
0,1301
0,8055
Listrik, Gas, Air Bersih
0,0128
0,0093
1,3763
Bangunan
0,0789
0,0959
0,8227
Perdagangan, Hotel, Restoran
0,2540
0,2074
1,2247
Pengangkutan, komunikasi
0,2012
0,1061
1,8963
Keuangan,Persewaan,Jasa Perusahaan
0,1396
0,0949
1,4710
Jasa-jasa lain
0,2054
0,1679
1,2233
Tabel 5. Perhitungan Location Quotient 2010
SEKTOR
PDRB SEKTOR X Kota YogyakartaTotal PDRB Kota Yogyakarta
PDRB SEKTOR X D.I.YTotal PDRB D.I.Y
LQ
Pertanian
0,0032
0,1726
0,0185
Pertambangan Penggalian
0,0000
0,0067
0,0000
Industri Pengolahan
0,1080
0,1327
0,8139
Listrik, Gas, Air Bersih
0,0125
0,0092
1,3587
Bangunan
0,0775
0,0970
0,7990
Perdagangan, Hotel, Restoran
0,2530
0,2083
1,2146
Pengangkutan, komunikasi
0,1994
0,1070
1,8636
Keuangan,Persewaan,Jasa Perusahaan
0,1400
0,0962
1,4553
Jasa-jasa lain
0,2063
0,1704
1,2107
2.5 Perbandingan Hasil Location Quotient
Tabel 6. Perbandingan Hasil Location Quotient
PDRB SEKTOR
LQ
LQ
LQ
Pertanian
0,0196
0,0182
0,0185
Pertambangan Penggalian
0,0139
0,0145
0,0000
Industri Pengolahan
0,8111
0,8055
0,8139
Listrik, Gas, Air Bersih
1,4286
1,3763
1,3587
Bangunan
0,8589
0,8227
0,7990
Perdagangan, Hotel, Restoran
1,2141
1,2247
1,2146
Pengangkutan, komunikasi
1,8748
1,8963
1,8636
Keuangan,Persewaan,Jasa Perusahaan
1,4861
1,4710
1,4553
Jasa-jasa lain
1,2420
1,2233
1,2107
BAB III
PEMBAHASAN
Dari hasil analisis Location Quotient pada bab sebelumnya dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa hasil tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan sektor basis dan non basis dari Kota Yogyakarta. Dengan ketentuan atau syarat untuk menempati sektor basis dan non basis seperti berikut:
Nilai LQ di sektor i= 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah sama dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian daerah referensi p.
Nilai LQ di sektor lebih besar dari 1 (LQ > 1). Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian, sektor i merupakan sektor unggulan daerah studi k sekaligus merupakan basis ekonomi untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k.
Nilai LQ di sektor lebih kecil dari 1 (LQ < 1). Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian, sektor i bukan merupakan sektor unggulan daerah studi k dan bukan merupakan basis ekonomi serta tidak propektif untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k (Bendavid-Val, 1991).
Sehingga bila kita melihat dari tabel perbandingan hasil analisis Location Quotient, dapat kita kata katagorikan sektor-sektor tersebut dalam sektor basis dan non basis menggunakan ketentuan diatas dalam tabel seperti berikut:
Tabel 7. Penggolongan Sektor Basis dan Non-Basis
PDRB SEKTOR
LQ
LQ
LQ
Sektor
Pertanian
0,0196
0,0182
0,0185
Non-Basis
Pertambangan Penggalian
0,0139
0,0145
0,0000
Non-Basis
Industri Pengolahan
0,8111
0,8055
0,8139
Non-Basis
Listrik, Gas, Air Bersih
1,4286
1,3763
1,3587
Basis
Bangunan
0,8589
0,8227
0,7990
Non-Basis
Perdagangan, Hotel, Restoran
1,2141
1,2247
1,2146
Basis
Pengangkutan, komunikasi
1,8748
1,8963
1,8636
Basis
Keuangan,Persewaan,Jasa Perusahaan
1,4861
1,4710
1,4553
Basis
Jasa-jasa lain
1,2420
1,2233
1,2107
Basis
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sektor non-basis yang ada di Kota Yogyakarta adalah pertambangan, industri pengolahan dan bangunan. Sedangkan sektor basis di Kota Yogyakarta berupa listrik, gas, air bersih, perdagangan, hotel, resroran, jasa pemgangkutan, komunikasi, keuangan, persewaan, dan jasa –jasa lain. Selain itu apabila melihat dari daa tabel diatas juga bahwa pertanian termasuk dalam sektor non-basis di Kota Yogyakarta.
Untuk memecahkan masalah bagi sektor non basis seperti pertanian dan yang lain kita harus melakukan beberapa tindakan perencanaan pembangunan wilayah. Tindakan yang harus dilakukan untuk meningkatkan sektor non basis khususnya pertanian yaitu melakukan pelayanan dalam wilayah dan melakukan ketahanan ekonomi masyarakat. Disisi lain kita juga tidak boleh membiarkan begitu saja sektor yang sudah masuk dalam sektor basis sehingga tindakan untuk mempertahankan sektor basis juga diperlukan. Tindakan itu berupa melakukan ekspor dari hasil produk atau jasa sektor basis Kota Yogyakarta ke luar wilayah sehingga meningkatkan pendapatan wilayah juga meningkatkan konsumsi atau investasi pada sektor basis Kota Yogyakarta.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
Didapatkan hasil analisa keunggulan Kota Yogyakarta menggunakan LQ pada tahun 2008 hingga 2010.
Pendeskripsian sektor-sektor di Kota Yogyakarta bahwa bahwa sektor non-basis yang ada di Kota Yogyakarta adalah pertambangan, industri pengolahan dan bangunan. Sedangkan sektor basis di Kota Yogyakarta berupa listrik, gas, air bersih, perdagangan, hotel, resroran, jasa pemgangkutan, komunikasi, keuangan, persewaan, dan jasa –jasa lain.
Pendeskripsian sektor pertanian sebagai sektor non-basis di Kota Yogyakarta.
Pemecahan masalah untuk sektor non basis dengan pelayanan dalam wilayah dan ketahanan ekonomi masyarakat Kota Yogyakarta. Sedangkan pemecahan untuk sektor basis dengan ekspor ke luar wilayang Kota Yogyakarta dan meningkatkan konsumsi atau investasi sehingga meningkatakan pendapatan ke wilayah
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah,
Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE – UGM.
Bendavid-Val., Avrom, 1991. Regional and Local Economic Analysis for
Practitioners, Fourth edition, New York: Prager Publisher.
BPS DIY. 2011. Dalam" Angka". Jakarta: BPS.
BPS Produk. 2011. "Domestik Regional Bruto Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta 2007-2011". Jakarta: BPS.
Hendayana, Rachmat. 2003. Aplikasi Metode Location Quotient (Lq) Dalam
Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Bogor: Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor.
Putra, Aditya Nugraha. 2013. Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten Dan Kota Di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Jurusan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ron Hood. 1998. Economic Analysis: A Location Quotient. Primer. Principal Sun
Region Associates, Inc.
Rusastra, I.W., Pantjar Simatupang dan Benny Rachman. 2000. Pembangunan
Ekonomi Pedesaan Berlandaskan Agribisnis. Dalam Tahlim Sudaryanto, dkk (Penyunting) Analisis Kebijaksanaan: Pembangunan Pertanian Andalan Berwawasan Agribisnis. Monograph Series N0 23. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Wicaksono, Istiko Agus. 2011. Analisis Location Quotient Sektor Dan Subsektor
Pertanian Pada Kecamatan Di Kabupaten Purworejo. Purworejo: Program Studi Agribisnis Universitas Muhammadiyah Purworejo.