1
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Industri penerbangan merupakan salah satu sektor industri yang memiliki pangsa pasar terbesar di dunia. Salah satu maskapai penerbangan yang juga merupakan pemain besar dalam industri penerbangan Indonesia adalah PT. Garuda Indonesia (PERSERO) Tbk. Sejak awal tahun 2000 sampai dengan sekarang, PT. Garuda Indonesia (PERSERO) Tbk. merupakan pemimpin dalam industri penerbangan di Indonesia. Hal ini dikarenakan PT.Garuda Indonesia (PERSERO) Tbk. merupakan maskapai penerbangan “plat merah”. Selain itu, maskapai-maskapai milik swasta yang merupakan pemain baru
dalam
industri
penerbangan
berkembang. Tujuan
mendirikan
memperoleh
keuntungan
perusahaan yang
Indonesia
belum
terlalu
tidak
adalah
untuk
dapat
lain
dipergunakan
untuk
kelangsungan hidup. Kemajuan dan perkembangan usaha akan membawa akibat bagi pembangunan itu sendiri baik positif maupun negatif. Pada kalangan pengusaha itu sendiri, perkembangan dan kemajuan dunia usaha telah membawa ke arah persaingan yang semakin ketat, sedangkan usaha untuk mencapai laba tidak dapat dipisahkan dari masalah penjualan, akan tetapi peningkatan penjualan yang tinggi bukan selalu berarti mendapatkan laba yang lebih besar.
2
Ukuran yang sering dipakai untuk menilai sukses tidaknya manajemen
suatu
perusahaan
adalah
laba
yang
diperoleh
perusahaan. Sedangkan laba dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu harga jual produk, biaya, dan volume penjualan (Kuswandi, 2006 : 210). Biaya menentukan harga jual untuk mempengaruhi volume penjualan, sedangkan penjualan langsung mempengaruhi volume produksi dan volume produksi mempengaruhi biaya. Tiga faktor itu saling berkaitan satu sama lain. Oleh karena itu dalam perencanaan laba, hubungan antara biaya, volume dan laba memegang peranan yang sangat penting. Analisis break even point (titik impas)merupakan teknik untuk menggabungkan, mengkoordinasikan dan menafsirkan data produksi dan distribusi untuk membantu manajemen dalam mengambil keputusan. Impas sendiri diartikan keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Dapat pula dengan kata lain suatu usaha dikatakan impas jika pendapatan sama dengan jumlah biaya (Sunyoto, 2013 : 123). Rencana manajemen mengenai kegiatan industri di masa yang akan datang pada umumnya dituangkan dalam anggaran, yang berisi taksiran pendapatan yang akan diperoleh dan biaya yang akan dikeluarkan untuk mendapatkan pendapatan tersebut. Bila mengadakan analisis secara langsung, informasi yang tercantum dalam anggaran manajemen akan menemui kesulitan untuk memahami hubungan antara biaya, volume, laba. Analisis break even point
menyajikan informasi hubungan biaya,
3
volume, dan laba kepada manajemen, sehingga memudahkannya dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian laba usaha di masa yang akan datang. Bertolak dari latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik
untuk
melakukan
penelitian
dengan
mengambil
judul
“ANALISIS PERENCANAAN LABA PADA PT. GARUDA INDONESIA (PERSERO), Tbk.”
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan break even point pada perencanaan laba PT. Garuda Indonesia (PERSERO), Tbk. ?
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penerapan break even point pada perencanaan laba pada PT. GARUDA INDONESIA (PERSERO), Tbk. 2. Kegunaan Penelitian a. Bagi Perusahaan Diharapkan dari hasil penelitian ini sedikit banyak bisa memberikan
kontribusi
pemikiran
yang
selanjutnya
dapat
membantu manajemen dalam perencanaan laba dimasa yang akan datang. b. Bagi Penulis
4
Sebagai wadah yang tepat dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama di bangku kuliah, terutama kaitannya dengan break even point. c. Bagi Pembaca Sebagai
tambahan
perencanaan laba.
pengetahuan
terutama
dalam
bidang
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Pengertian Break Even Point Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan di mana volume kegiatan (yang diukur dengan hasil penjualan) tidak menghasilkan laba tetapi juga tidak menghasilkan kerugian dan pada saat keadaan itu dicapai hasil penjualan sama dengan jumlah biayanya (Sunyoto, 2013 : 123). Dengan diketahuinya break even point dapat direncanakan tingkat volume produksi atau volume penjualan yang akan datang bagi perusahaan yang bersangkutan. Agar terhindar dari kerugian, perusahaan harus dapat mengusahakan jumlah pada break even point tersebut. Jika volume penjualan tidak mencapai break even point berarti perusahaan mengalami kerugian. Kaitannya dengan teknik analisis break even point ini, perlu dipahami berbagai hal, yaitu : a. Break even point
diidentifikasikan dengan volume kegiatan
perusahaan yang diukur dengan hasil penjualan, sehingga dapat dinyatakan dalam : 1) Jumlah satuan atau kuantitas produk yang dijual 2) Jumlah rupiah dari hasil penjualan 3) Suatu persentase dari kemampuan penjualan potensial perusahaan b. Biaya variabel dapat dinyatakan dalam bentuk rasio dan persentase dari hasil penjualan. Informasi ini memberitahukan berapa bagian dari setiap Rp. 1 hasil penjualan atau harga jual
6
per unit produk yang digunakan untuk menutupi biaya-biaya variabel per unit produk. c. Karena biaya variabel dapat dinyatakan dalam persentase atau rasionya dari hasil penjualan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan tentang hubungan antara hasil penjualan, biaya tetap dan laba. Hubungan antara biaya tetap dan laba dengan hasil penjualan
itu
seperti halnya
pada
biaya
variabel
dapat
dinyatakan dalam suatu persentase atau rasio dari hasil penjualan disebut kontribusi margin (margin contribution), yaitu merupakan selisih lebih hasil penjualan atau harga jual per unit produk dikurangi dengan biaya-biaya variabel per unit produk. d. Break even point yang dapat dinyatakan dalam suatu persentase dari kemampuan penjualan perusahaan, jika dihubungkan dengan kemampuan penjualan yang dinyatakan dalam anggaran penjualannya, memberikan informasi tentang apa yang disebut margin of safety (MOS) di mana akan memberikan informasi tentang seberapa jauh volume penjualan yang dianggarkan itu boleh berkurang sampai pada keadaan di mana perusahaan tidak mengalami kerugian. Atau MOS adalah merupakan batas maksimum jumlah penjualan yang direncanakan boleh berkurang yang tidak berakibat perusahaan menderita kerugian. 2. Asumsi Dalam Break Even Point Dalam perhitungan break even point, tetap mempergunakan asumsi-asumsi. Adapun asumsi-asumsi yang penting dan perlu diketahui yaitu (Nartono dan Harjito, 2004:269):
7
a. Biaya didalam perusahaan dapat digolongkan ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Oleh karena itu semua biaya yang dikeluarkan perusahaan harus dapat diklasifikasikan dan diukur secara realistik sebagai biaya tetap dan biaya variabel. b. Biaya variabel secara total berubah sebanding dengan volume penjualan/produksi, tetapi biaya variabel per unitnya tetap. c. Biaya tetap secara total jumlahnya tetap (pada range produksi tertentu) meskipun terdapat perubahan volume penjualan/ produksi. Hal ini berarti biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume penjualan/produksi. d. Harga jual per unit tidak berubah selama periode waktu yang dianalisis. Tingkat harga pada umumnya akan stabil dalam jangka pendek. Dengan demikian apabila harga berubah, maka break even point pun tidak berlaku (berubah). e. Perusahaan hanya menjual atau memproduksi satu jenis barang. Artinya hanya terdapat satu jenis produk yang diproduksi atau dijual perusahaan. Apabila perusahaan memproduksi lebih dari satu
jenis
produk,
maka
perimbangan
atau
komposisi
penggunaan biaya dan penghasilan atas produk yang dijual harus tetap konstan. f. Kebijakan manajemen
tentang
operasi
perusahaan
tidak
berubah secara material (perubahan besar) dalam jangka pendek. g. Kebijakan persediaan barang tetap konstan atau tidak ada persediaan
sama
persediaan akhir.
sekali,
baik
persediaan
awal
maupun
8
h. Efesiensi dan produktifitas per karyawan tidak berubah dalam jangka pendek. Dari asumsi-asumsi yang ada pada analisis break even point tersebut di atas, maka break even point akan berubah bila asumsiasumsi tersebut di atas mengalami perubahan : a. Adanya perubahan harga jual Perubahan harga jual produk dapat berubah naik atau turun. Menurut hukum permintaan, apabila harga jual naik maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen akan menurun. Hal ini dapat berakibat perubahan jumlah penghasilan totalnya (TR). Demikian pula jika harga jual turun, maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen akan naik sehingga total penghasilannya akan naik. Jika harga jual naik, dengan asumsi jumlah barang yang diminta tetap, maka titik pulang pokok (BEP) akan turun. Hal ini karena titik pulang pokok akan diperoleh dengan penjualan barang yang lebih sedikit. Sebaliknya, jika harga jual turun, maka titik pulang pokok akan naik karena untuk mencapai BEP diperlukan penjualan barang yang lebih banyak. b. Adanya perubahan biaya tetap dan atau biaya variabel Naik turunya biaya (biaya tetap dan biaya variabel) juga akan mempengaruhi besarnya BEP. Apabila biaya naik berarti kita memerlukan barang yang lebih banyak untuk mencapai BEP. Sebaliknya apabila biaya turun, maka kita memerlukan jumlah barang yang lebih sedikit untuk mencapai BEP. Batas penurunan jumlah produk yang direncanakan untuk dijual yang dianggap aman disebut margin of safety. Besarnya penurunan yang
9
dimaksud adalah penurunan dari penjualan yang direncanakan ksampai penjualan pada BEP. c. Adanya perubahan komposisi penjualan (sales mix) Analisis BEP merupakan analisis keuangan yang cukup lemah karena asumsinya. Asumsi BEP bahwa perusahaan hanya menjual satu macam produk hampir tidak mungkin terpenuhi. Hal ini karena sangat jarang perusahaan yang hanya menjual satu jenis produk saja. Oleh karena itu, apabila analisis BEP diberlakukan bagi perusahaan yang menjual barang lebih dari satu macam produk, maka komposisi atau perimbangan biaya dan produk yang dijual harus tetap. Misalnya perusahaan menjual dua macam produk A dan B dengan perimbangan 2 : 3. Maka, apabila perusahaan A menambah penjualannya 2 bagian maka produk B juga harus menambah sebanyak 3 bagian. Dengan demikian, maka komposisi penjualan produk A dan B akan tetap sama. 3. Klasifikasi Biaya Biaya adalah kas atau ekuivalen kas yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang diharapkan membawa keuntungan masa sekarang dan masa yang akan datang untuk organisasi (Hansen dan Mowen, 2000 : 38) Untuk tujuan mengadakan analisis break even point, biayabiaya
yang
telah
terjadi
selama
periode
tertentu
diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok biaya. Dalam operasi perusahaan, biaya yang perusahaan menurut perilakunya
harus
dikeluarkan
dikelompokkan dalam dua
10
kategori yaitu biaya tetap (fixed cost, disingkat FC) dan biaya vaiabel (variable cost, disingkat VC). Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya selalu tetap untuk seluruh jumlah barang yang dihasilkan. Jumlah biaya tetap ini tidak tergantung pada perubahan volume penjualan (jumlah barang yang dihasilkan). Termasuk biaya tetap misalnya biaya sewa, biaya penyusutan, biaya bunga, gaji pimpinan, biaya asuransi, dan sebagainya. Biaya tetap ini akan tetap
dikeluarkan
walaupun
tidak
ada
barang
yang
diproduksi/dihasilkan. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume (jumlah) barang yang dihasilkan atau diproduksi. Oleh karena itu, biaya variabel merupakan fungsi dari kuantitas barang yang diproduksi atau f(Q). Yang termasuk biaya variabel misalnya biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel. Biaya overhead pabrik ini merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kelancaran proses produksi seperti biaya listrik, biaya air, biaya pemeliharaan mesin pabrik dan sebagainya. Biaya total (TC) merupakan jumlah biaya tetap dan biaya variabel atas jumlah barang yang diproduksi/dihasilkan. Dari uraian biaya tetap dan variabel di atas, maka biaya total (TC) = FC + VC atau TC = k + f (Q). Setelah mengetahui total penghasilan (total revenue, disingkat TR) dan total biaya (TC), maka kita dapat mencari laba atau rugi operasi yaitu selisih antara TR dan TC.
11
Perusahaan akan memperoleh laba apabila penghasilan total (TR) lebih besar dari biaya total (TC) yang ditanggung. Sebaliknya, perusahaan akan mengalami rugi apabila penghasilan total yang diperoleh lebih kecil dari biaya total. Apabila penghasilan total yang diperoleh besarnya sama dengan biaya total yang dikeluarkan maka perusahaan tidak mendapat keuntungan dan tidak menderita kerugian. Adapun
klasifikasi
biaya
perusahaan
penerbangan
(fatmawahyuningsih.blogspot.com) : a. Penggolongan biaya menurut fungsi pokok kegiatan perusahaan 1) Biaya Produksi yaitu biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi barang dan / jasa. 2) Biaya organisasi yaitu semua biaya yang berhubungan dengan fugsi administrasi dan umum perusahaan. 3) Biaya pemasaran yaitu biaya yang berhubungan dengan fungsi pemasaran. b. Penggolongan biaya menurut struktur yang direkomendasikan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) : 1) Direct Operating Cost a) Variable Direct Operating Cost: (1) Fuel Cost: (a) Bahan bakar (b) Pelumas (2) Variable Flight Crew Cost /Cabin Crew Cost: (a) Travel allowance (b) Production allowance (c) Hotel acomodation (d) Transport dari hotel-airport (e) Crew meal di pesawat (f) Other (3) Direct engineering Cost (a) Biaya pemeliharaan (b) Spare part (4) Airport and an route charge (a) Biaya pendaratan
12
(b) Biaya pemakaian fasilitas (c) Route charge (d) Ground handling (e) Extended operation cost (5) Pasenger service cost
(passenger
meals/hotel
expension) (a) Biaya cathering di pesawat (b) Biaya ruang tunggu (c) Biaya galery service (d) Biaya peralatan cathering (e) Biaya penumpang yang tertunda keberangkatannya (hotel, makan, minum, transport) b) Fixed/standing direct operating cost: (1) Aircraft standing charges: (a) Penyusutan pesawat (b) Sewa pesawat (c) Asuransi pesawat (d) Bunga pinjaman (2) Annual Flight Crew Cost (Gaji Tetap Pilot, engineer) sudah termasuk seluruh crew pesawat : (a) Gaji tetap, bonus, biaya yang diperuntukkan bagi crew yang tidak berhubungan dengan pembayaran (b)
yang diperuntukkan atas dasar jam terbang. Biaya administrasi crew : biaya lisensi, imigrasi
(passport, visa dan exit permitt) c) Indirect Operating Cost Indirect Cost adalah biaya tidak langsung yang menunjang kegiatan proses produksi dalam pengoperasian pesawat, biaya tersebut terjadi tidak langsung berhubungan dengan produksi jasa yang dihasilkan, terdiri dari: (1) (2) (3) (4) (5)
Station and ground cost Passenger service (passenger service & Insurance) Ticketing sales& promotion Biaya komunikasi, seperti : biaya telex, reservation Biaya overhead dan biaya administrasi
13
4. Pengertian Analisis Break Even Point Analisis Break Even Point adalah cara mengetahui volume penjualan minimum agar perusahaan tidak menderita rugi juga belum memperoleh keuntungan (dengan kata lain = 0) (Sunyoto, 2013 : 123). Oleh sebab itu pihak perusahaan harus berusaha bagaimana cara meningkatkan laba untuk memperoleh laba yang maksimum dengan melihat volume penjualannya. Analisa break even point dapat membantu pimpinan dalam mengambil keputusan antara lain: a. Jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. b. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu. c. Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi. d. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan
volume
penjualan
terhadap
keuntungan
yang
akan
diperoleh. Adapun rumus break even point dalam rupiah sebagai berikut : Biaya Tetap Break Even Point (dalam rupiah) = 1 - Biaya Variabel Penjualan
Biaya Tetap Break even point (dalam unit) = Harga jual/unit – Biaya variabel/unit
14
BEP secara grafik Gambar 2.1 TR
R, C
TC
VC
R, Co BEP
FC
0
Qo
Q
(Jumlah unit)
Sumber : Sunyoto 2013 : 124
5. Perencanaan Laba Menurut Supriyono (2002: 331) Perencanaan laba (profit planning) adalah perencanaan yang digambarkan secara kuantitatif dalam keuangan dan ukuran kuantitatif lainnya. Didalamnya juga ditentukan tujuan laba yang dicapai oleh perusahaan. Menurut Krismiaji (2002: 163) dalam penetapan laba terdapat pendekatan yang berbeda, yaitu :
15
a. Didasarkan pada masa kembali modal yang diinvestasikan. Metode ini
menghendaki
penetapan
tingkat
keuntungan
menjadi titik tolak penyusunan rencana. b. Didasarkan kepada produk yang akan dijual. Metode ini menghendaki perencanaan yang diformulasikan akan diperoleh berupa keuntungan. c. Didasarkan pada perhitungan menurut standar. Metode ini melakukan perhitungan dari proses perencanaan yang diukur dengan standar yang ada. Manajemen
memperhitungkan
relatif keuntungan menurut standar yang dianggap memuaskan perusahaan. d. Perencanaan merupakan proses awal sebelum melakukan kegiatan usaha, tanpa perencanaan maka kegiatan usaha tidak berjalan terarah dan tidak mempunyai tujuan yang pasti. Untuk itu perencanaan merupakan hal penting dalam mengambil keputusan. Perencanaan merupakan fungsi manajemen dalam aktivitas organisasi untuk merumuskan aktivitas-aktivitas serta asumsiasumsi mengenai masa depan atau dalam jangka waktu yang panjang dalam mencapai tujuan. Setiap industri mempunyai tujuan untuk
mencari
memperoleh
keuntungan
laba
tersebut
atau
memperoleh
sebelumnya
laba.
harus
Untuk
diadakan
perencanaan sehingga sesuai yang ditargetkan oleh pihak industri dan perencanaan tersebut disebut perencanaan laba. Pada perencanaan laba maka pihak manajer industri akan mudah dalam pengambilan keputusan, dapat memperkirakan
16
anggaran yang dibutuhkan,mengetahui kesalahan yang mungkin muncul. Hal itu dapat dilihat dari pengalaman masa lalu serta dengan perencanaan laba yang dapat merangsang atau memacu menuju persaingan yang lebih ketat melalui efektivitas dan efisiensi. Anggaran merupakan masalah utama yang dibahas dalam perencanaan laba sebab anggaran tersebut meliputi seluruh biayabiaya yang ada dalam industri, harga jual yang harus ditentukan dan berapa volume penjualan produk tersebut. Diantara tiga hal itu yang meliputi biaya, harga jual, dan volume penjualan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain, sebab harga jual ditafsirkan
berdasarkan
biaya
dan
volume
penjualan
yang
dihasilkan pada harga jual walaupun juga harus melihat bagaimana situasi pasar tetapi pasar tersebut juga melihat harga jual yang ditetapkan industri. Selain itu kualitas produk yang dibebankan pada biaya industri, maka akan dihasilkan berapa anggaran industri yang dapat digunakan untuk menentukan berapa besar laba yang diinginkan. Dalam hal ini perlu adanya teknik atau cara agar laba tersebut dapat diperoleh seefektif dan seefisien mungkin, untuk itu perlu diterapkan analisis BEP. Analisis BEP dapat digunakan sebagai pedoman di masa mendatang apabila terjadi pengaruh-pengaruh atau perubahanperubahan yang akan muncul terhadap perolehan besar kecilnya laba.
Analisis
BEP
dengan
perencanaan
laba
mempunyai
hubungan kuat sebab analisis BEP dan perencanaan laba sama-
17
sama berbicara dalam hal anggaran atau di dalamnya mencakup anggaran yang meliputi biaya, harga produk, dan volume penjualan, yang kesemua itu mengarah ke perolehan laba. Untuk itu dalam perencanaan perlu penerapan atau menggunakan analisis BEP untuk perkembangan ke arah masa datang dan perolehan laba. Selain itu analisis BEP dapat dijadikan tolak ukur untuk menaikkan laba atau untuk mengetahui penurunan laba yang tidak mengakibatkan kerugian pada industri.
B. KERANGKA PIKIR Gambar 2.2 Kerangka Pikir
PT. Garuda Indonesia, Tbk.
Laporan Keuangan
18
Analisis Break Even Point
Perencanaan Laba
Kesimpulan dan Saran
Keterangan: Penelitian ini dilakukan pada perusahaan PT. Garuda Indonesia (PERSERO), Tbk. Dalam penelitian ini menggunakan laporan keuangan
perusahaan
yang
telah
diaudit
dan
dapat
dipertanggungjawabkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis break even point dalam perencanaan laba pada PT. Garuda Indonesia (PERSERO), Tbk. Analisis break even point yang telah dilakukan dapat digunakan untuk menentukan besarnyapenjualan minimal yang harus dicapai untuk memungkinkan diperolehnyalaba yang
diinginkan.
Diharapkan
dari
penelitian
ini
menghasilkan
kesimpulan dan saran yang dapat diteruskan ke perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan laba di masa yang akan datang.
19
BAB III METODE PENELITIAN
A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di kantor Bursa Efek Indonesia Perwakilan Makassar yang beralamat di Jl. A. P. Pettarani No. 18 A–4 Makassar. Waktu yang diperlukan untuk penelitian kurang lebih satu bulan.
B. JENIS DAN SUMBER DATA 1. Jenis data Data yang digunakan pada penelitian adalah data kuantitatif. Data kuantitatif berupa laporan keuangan konsolidasian PT. Garuda Indonesia (PERSERO), Tbk. 2. Sumber data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data ini diperoleh dari laporan keuangan perusahaan PT. Garuda Indonesia Tbk. yang telah diaudit dan dipublikasikan.
C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah metode dokumentasi. Pengumpulan data berdasarkan dokumen atau laporan tertulis yang terpublikasikan dan dapat dipertanggung jawabkan. D. ANALISIS DATA Data diteliti dengan menggunakan analisis break even point. Analisis ini dalam bentuk angka-angka atau perhitungan dan cara penyelesaiannya yaitu melalui (Garrison, 2006 : 336):
20
1. Analisis Pemisahan biaya ke dalam komponen-komponen biaya tetap dan biaya variabel. 2. Analisis break even point dihitung dengan cara yaitu : Perhitungan break event point atas dasar penjualan dalam rupiah dapat dilakukan dengan rumus : Biaya Tetap Break Even Point (rupiah) = 1 - Biaya Variabel Penjualan 3. Menghitung margin keamanan (margin of safety), perhitungannya dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Margin keamanan (Rp)= Total penjualan – Penjualan Impas Margin keamanan (%) = Margin keamanan dalam rupiahx 100% Penjualan 4. Analisis perencanaan penjualan digunakan untuk menentukan besarnya
penjualan
memungkinkan
minimal
diperolehnya
yang laba
harus
yang
dicapai
diinginkan,
untuk dengan
menggunakan rumus: Penjualan (Rp) = Beban Variabel + Beban Tetap + Laba 5. Analisis perencanaan laba adalah analisis yang memperlihatkan besarnya volume dari laba yang dinginkan, dengan menggunakan rumus: Penjualan pada laba yang direncanakan =
FC + laba 1 – VC/penjualan
E. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memudahkan penulis selanjutnya, maka di rumuskan sistematika penulisan sebagai berikut :
21
Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian. Bab Kedua, merupakan bab tinjauan pustaka. Dalam bab ini diuraikan mengenai landasan teori dan kerangka pemikiran. Bab Ketiga, merupakan bab metode penelitian. Dalam bab ini menguraikan lokasi dan waktu penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis data. Bab Keempat, merupakan bab pembahasan. Dalam bab ini menguraikan
gambaran
umum
unit
penelitian,
hasil
pada
pembahasan. Bab Kelima, merupakan bab penutup. Dalam bab ini menguraikan kesimpulan dan saran.