_____________
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam,(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003), Ed.I, Cet.8, hal.50
Rohiman Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hal.65
Khalil al-Musawi, Bagaimana Membangun Kepribadian Anda, (Jakarta: Lentera, 2000), hal.21
Teguh, Moral Islam dan Moral Jawa (Jember: CSS Jember, 2008), hal. 4
Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan Akhlak (Jakarta: Amzah, 2001), hal. 239
Imam al-Ghazali, Neraca Beramal, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal.95
Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal.210-211
Fathullah al-Hafnawi, Mutiara Nasihat Luqman al-Hakim, (Jakarta: Cahaya Press, 2002), hal. 30
Ali Alhamidy. Jalan Hidup Muslim (Bandung : PT. Alma'arif, 1976) Cet. II h. 183
Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, (Bandung: al-Bayan, 1999), hal.41
Adnan Hasan Shalih, Tanggung Jawab Ayah dalam Pembentukan Keluarga, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hal. 25
Ukasyah Athibi, Wanita Mengapa Merosot Akhlaknya, (Jakarta: Gema Insani, 1998), hal. 306
Quraish Shihab, Pengantin al-Qur'an Kalung Permata Buat Anak-anakku, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hal 70
Husein Syahatah, Ekonomi Rumah Tangga Muslim, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), ha. 127
Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam, (Bandung: CV.Diponegoro, 1992), hal.37
Al-Gazali, Ilmu dalam Perspektif Tasauf al-Gazali, Terj. Muhammad al-Baqir, (Bandung: Karisma, 1996) cet. Ke-I, hlm. 165-180
Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Hida Karya Agung, 1989) h. 136-137
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. H. Bustami A. Gani (Jakarta : Bulan Bintang, 1970), h. 147-148
Hasan Fahmi, Sejarah Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1970) h. 174-175
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), cet keV, hlm. 120
Imam al-Ghazali, Dibalik Ketajaman Hati, (Jakarta: Pustaka Amani, 1987), hal. 135
Imam Ibn Muhammad l-Manbaji,Pelipur Lara Mereka yang Tertimpa Musibah, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2003), hal.147-148
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an, Tafsir Maudlu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 2000), cet. X, h.6
Darmono, Manajemen dan Tata Kerja Perpustakaan Sekolah, (Jakarta: Grafindo, 2004), cet.II, h. xiv
Mahdy Saeed Reziq Krezem, Studi Islam Praktis, (Jakarta: Media Dakwah, 2002), hal.107
Untuk aturan berpakaian di STAIN Bukittinggi di tata dengan aturan yang ketat. Termasuk dalam wisuda STAIN Bukittinggi aturan juga di tata oleh Wakil Ketua III supaya mahasiswa STAIN tampil sebagai muslim yang sejti.
Khozin Abu Faqih, Tawadhu' (Jakarta: Al-I'thisom, 2001), hal.16
Sayid Muhammad Husain Fadhlullah, Dunia Wanita dalam Islam, (Jakarta: Lentera, 2000), hal.136
108
II
BAB II
AKHLAK KEPADA SESAMA MANUSIA
Pengantar
1. Urgensi Akhlak dalam Kehidupan
Akhlak merupakan garis pemisah antara yang berakhlak dengan orang yang tidak berakhlak. Akhlak juga merupakan roh Islam yang mana agama tanpa akhlak samalah seperti jasad yang tidak bernyawa.karena salah satu misi yang dibawa oleh Rasulullah saw ialah membina kembali akhlak manusia yang telah runtuh sejak zaman para nabi yang terdahulu mulai pada jaman penyembahan berhala oleh pengikutnya yang telah menyeleweng.
Hal ini juga berlaku pada zaman jahilliyyah dimana akhlak manusia telah runtuh,perangai umat yang terdahulu dengan tradisi meminum arak, membuang anak, membunuh, melakukan kezaliman sesuka hati, menindas, suka menjolimi kaum yang rendah martabatnya dan sebagainya. Dengan itu mereka sebenarnya tidak berakhlak dan tidak ada bedanya dengan manusia yang tidak beragama.
Akhlak juga merupakan nilai yang menjamin keselamatan dari siksa api neraka. Islam menganggap mereka yang tidak berakhlak tempatnya di dalam neraka. Umpamanya seseorang itu melakukan maksiat, durhaka kepada kedua orang tuanya, melakukan kezhaliman dan sebagainya, sudah pasti Allah akan menolak mereka untuk dijadikan ahli syurga.
Selain itu, akhlak juga merupakan ciri-ciri kelebihan di antara manusia karena akhlak merupakan lambang kesempurnaan iman, ketinggian taqwa dan kealiman seseorang manusia yang berakal. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda yang bermaksud : "Orang yang sempurna imannya ialah mereka yang paling baik akhlaknya" Kekalnya suatu ummah juga karena kokohnya akhlak dan begitulah juga runtuhnya suatu ummah itu karena lemahnya akhlaknya. Tidak adanya akhlak yang baik pada diri individu atau masyarakat akan menyebabkan manusia krisis akan nilai diri, keruntuhan rumah tangga, yang tentunya hal seperti ini dapat membawa kehancuran dari suatu Negara. Pencerminan diri seseorang juga sering digambarkan melalui tingkah laku atau akhlak yang ditunjukkan.
Malahan akhlak merupakan perhiasan diri bagi seseorang karena orang yang berakhlak jika dibandingkan dengan orang yang tidak berakhlak tentu sangat jauh perbedaannya.Akhlak tidak dapat dibeli atau dinilai dengan suatu mata uang apapun. Akhlak merupakan wujud di dalam diri seseorang yang merupakan hasil didikan dari kedua orang tua serta pengaruh dari masyarakat sekeliling mereka. Jika sejak kecil diarahkan pada akhlak yang mulia, maka secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari hingga seterusnya.
Proses pembentukan sebuah masyarakat adalah sama seperti membina sebuah bangunan. Kalau dalam pembinaan bangunan, asasnya disiapkan terlebih dahulu, begitu juga dengan membentuk masyarakat mesti di mulai dengan pembinaan asasnya terlebih dahulu. Jika kukuh asas yang dibina maka tegaklah masyarakat itu. Jika lemah maka robohlah apa-apa yang telah dibina diatasnya.
Akhlak tentu amat penting karena merupakan asas yang dilakukan oleh Rasulullah saw ketika memulai pembentukan masyarakat Islam. Sungguh akhlak itu sangat penting artinya dalam kehidupan bermasyarakat.dapat dibayangkan sperti apa jadinya bila suatu masyarakat tidak di bangun dengan asas akhlak yang mulia. Sungguh akan terjadi suatu kehancuran pada masyarakat itu.
2. Akhlak: Hubungannya dengan Hak dan Kewajiban
Akhlak sangat berkaitan dengan hak dan kewajiban seorang hamba. Dimana hak ialah sesuatu yang dipunyai oleh seseorang atau kelompok orang. Hak yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok orang itu dapat berupa benda atau wewenang melakukan sesuatu.hak juga dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu.
Sedangkan yang dimaksud kewajiban ialah apa yang harus dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang kepada orang lain atau kelompok orang lainnya. Apa yang dipunyai oleh seseorang dinamakan Hak, dan apa yang harus diperbuat oleh seseorang kepada orang lain dinamakan Kewajiban.
Hak dan Kewajiban merupakan dua hal yang saling berkaitan. Oleh karena hak itu merupakan wewenag dan bukan kekuatan, maka ia merupakan tuntutan, dan terhadap orang lain hak itu menimbulkan kewajiban, yaitu kewajiban menghormati terlaksananya hak-hak orang lain. Dengan cara demikian orang lain pun akan berbuat yang sama pada dirinya. Maka dalam hal ini kalau akhlak anak kepada orang tua maka yang dimaksud dalam hal ini adalah kewajiban-kewajiban anak kepada orang tua. Dengan adanya kewajiban ini ditunaikan maka aka nada yang mendapatkan haknya dalam hal ini kedua orang tua.
Jadi antara hak dan kewajiban saling berakaitan. Walaupun di tengah-tengah masyarakat terjadi perbedaan mana yang lebih didahulukan antara hak atau kewajiban.
Akhlak juga sangat berkaitan dengan kebudayaan. Dikarenakan kebudayaan banyak corak dan ragamnya. Kebudayaan berpakaian, bergaul, bermasyarakat dan sebagainya.
Akhlak Kepada Diri Sendiri
1. Pengantar
Berakhlak pada diri sendiri dasarnya mutlak diperlukan oleh semua manusia utamanya bagi seluruh umat muslim. Berakhlak kepada diri sendiri berarti cinta kepada diri sendiri. Seorang muslim adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Oleh karena itulah, Islam memandang bahwa setiap muslim harus menunaikan etika dan akhlak yang baik terhadap dirinya sendiri, sebelum ia berakhlak yang baik terhadap orang lain. Dan ternyata hal ini sering dilalaikan oleh kebanyakan kaum muslimin.
Secara garis besar, akhlak seorang muslim terhadap dirinya dibagi menjadi tiga bagian yaitu: terhadap fisiknya, terhadap akalnya, dan terhadap hatinya. Karena memang setiap insan memiliki tiga komponen tersebut dan kita dituntut untuk memberikan hak kita terhadap diri kita sendiri dalam ketiga unsur yang terdapat dalam dirinya tersebut. Namun, tanpa disadari seseorang telah berakhlak tidak baik pada dirinya sendiri.
Adapun akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau ruhani. Manusia dapat diperbaiki akhlaknya dengan menghilangkan akhlak-akhlak tercela. Di sinilah terletak tujuan pokok agama, yakni mengajarkan dan menawarkan sejumlah nilai moral atau akhlak mulia agar mereka menjadi baik dan bahagia dengan melatih diri untuk melakukan hal yang terbaik. Iman tidak akan sempurna kecuali dengan menghiasi diri dengan Akhlak.
Berakhlak pada diri sendiri sangat penting dikarenakan beberapa hal diantaranya sebagai wujud penghargaan atas ciptaan Allah, Dengan berakhlak kepada diri sendiri maka akan tercermin berakhlak kepada orang lain. Hal yang sangat penting juga untuk bisa menjadi kepribadian sendiri.
Salah satu tuntutan akal dan himah adalah bahwa seorang manusia harus berakhlak dengan baik. Akhlak merupkan tindakan dan perilaku di tengah-tengah, tidak berlebih-lebihan dan tidak kurang.
2. Urgensi Berakhlak pada Diri Sendiri
Akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau ruhani. Manusia dapat diperbaiki akhlaknya dengan menghilangkan akhlak-akhlak tercela. Di sinilah terletak tujuan pokok agama, yakni mengajarkan dan menawarkan sejumlah nilai moral atau akhlak mulia agar mereka menjadi baik dan bahagia dengan melatih diri untuk melakukan hal yang terbaik. Iman tidak akan sempurna kecuali dengan menghiasi diri dengan Akhlak.
Ada beberapa hikmah atau manfaat berakhlak pada diri sendiri:
1. Berakhlak terhadap jasmani:
Jauh dari penyakit karena sering menjaga kebersihan
Tubuh menjadi sehat dan selalu bugar
Menjadikan badan kuat dan tidak mudah lemah
2. Berakhlak terhadap akalnya:
Memperoleh banyak ilmu
Dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain
Membantu orang lain
Mendapat pahala dari Allah SWT
3. Berakhlak terhadap jiwa:
Selalu dalam lindungan Allah SWT
Jauh dari perbuatan yang buruk
Selalu ingat kepada Allah SWT
3. Bentuk-bentuk Akhlak Kepada Diri Sendiri
Adapun bentuk-bentuk berakhlak kepada diri sendiri adalah sebagai berikut:
1. Berakhlak terhadap jasmani
Menjaga kebersihan dirinya
Kebersihan sebahagian dari Iman. Nabi sangat menekankan kebersihan secara menyeluruh meliputi pakaian, makanan dan juga badan. Rasulullah memerintahkan sahabat-sahabatnya supaya memakai pakaian yang bersih, baik, dan rapi.
Menjaga makan minumnya
Allah memerintahkan hambanya untuk makan dan minum serta mencari rezeki dengan halal lagi baik. Selalulah bersederhana dalam makan minum. Jangan berlebihan atau melampaui, hal itu sangat dilarang dalam Islam. Dalam makan dan minum mesti mengikuti aturan yang dituntunkan oleh Rasulullah. Seperti untuk perut dibagi tiga yaitu sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk bernafas.
Berolahraga dengan teratur
Berolahraga yang teratur adalah untuk menjaga kesehatan. Olahraga yang dilakukan tentunya mesti sesuai dengan syari'at agama dan tidak melalaikan kewajiban sebagai hamba Allah. Apalagi karena berolahraga menyebabkan tertinggalanya kewajiban yang ada.
Berhias diri.
Mempercantik diri dengan menghiasi diri sesuatu yang lumrah dilakukan. Sebagai makhluk yang sempurna mestilah selalu berhias diri. Islam tidak pernah mengizinkan budaya tidak senonoh, compang-camping, kusut, dan lainny. Islam tidak melarang umatnya menggunakan nikmat Allah kepadanya asalkan tidak melampaui batas dan takabur.
2. Berakhlak terhadap akalnya
Memperbanyak Ilmu Pengetahuan
Setiap muslim diperintahkan untuk menuntut ilmu untuk memenuhi akalnya. Nabi mewajibkan setiap muslim untuk menuntut ilmu bahkan mulai adari ayunan sampai ke liang lahat. Nabi Muhammad menempati kedudukan sebagai manusia sempurna. Allah menciptakan microcosmos, manusia sempurna, dan insan kamil dengan perantaraan kesadaran keilahian-Nya diungkap pada diri sendiri. Untuk itulah manusia harus berusaha untuk bisa menjadi insan kamil. Maka setiap orang berusaha untuk memperbanyak ilmu pengetahuan untuk memperbaiki akalnya.
Penguasaan ilmu
Sepatutnya umat Islamlah yang selayaknya menjadi pemandu ilmu supaya manusia dapat bertemu dengan kebenaran. Rasulullah pernah menyuruh Zaid bin Tsabit supaya belajar bahasa Yahudi dan Syiria. Di antara sahabat Rasululllah, Abdullah bin Zubair merupakan sahabat yang memahami dan menguasai bahasa asing. Beliau mempunyai seratus orang khadam yang masing-masing bertutur kata berlainan dan apabila berhubungan dengan mereka, dia menggunakan bahasa yang dituturkan oleh mereka.
3. Berakhlak terhadap jiwa
Pembinaan akhlak secara efektif dengan memperhatikan faktor kejiwaan, menurut ahli penelitian para psikolog bahwa kejiwaan manusia berbeda-beda menurut perbedaan tingkat usia. Untuk itu perlu adanya suatu cara dalam membersihkan jiwa manusia. Pembersihan jiwa beda dengan pembersihan jasad. Banyak yang bisa dilakukan untuk membersihkan jiwa manusia yaitu:
a. Bertaubat
b. Bermuraqabah
c. Bermuhasabah
d. Bermujahadah
e. Memperbanyak ibadah
f. Menghadiri lembaga-lembaga ilmu
1. Berilmu
a. Nilai positif berilmu bagi diri sendiri:
1) Memperoleh kepuasan batin
2) Dapat mencapai taraf hidup yang lebih baik
3) Dapat melaksanakan ajaran agama secara benar
4) Dapat menambah keimanan kepada Allah SWT
5) Memperoleh pahala di sisi Allah SWT
6) Terangkat derajatnya
b. Nilai positif berilmu bagi orang lain:
Memberi jalan terang dalam memberi petunjuk, pengarahan, dan saran
Tempat orang bertanya dalam mengatasi masalah
Dapat membantu orang lain dalam menyelesaikan persoalannya
c. Membiasakan bersikap berilmu:
Memiliki semangat untuk menguasai ilmu tentang hal-hal yang belum diketahui
Rajin mendatangi lembaga-lembaga ilmu untuk memperoleh tambahan ilmu
Rajin mendatangi pengajian untuk memperoleh ilmu keagamaan
Cukup ringan mengeluarkan biaya demi tercapainya suatu ilmu
Gemar bergaul dengan orang yang berilmu untuk mendapatkan tambahan ilmu
2. Kerja keras
a. Nilai positif kerja keras:
Terpuji dalam pandangan Allah SWT
Terpuji dalam pandangan sesama manusia
Dapat diharapkan mencapai hasil yang maksimal sehingga lebih semangat
Tercukupinya kebutuhan hidup karena Allah memberikan rahmat untuk hambanya yang mau berusaha
Memperoleh kepercayaan dari sesama manusia
b. Membiasakan bersikap kerja keras:
Selalu menyadari bahwa hasil dari jerih payahnya sendiri lebih terpuji dan mulia daripada menerima pemberian orang lain
Islam memuji sikap kerja keras dan mencela meminta-minta
Memiliki semboyan tidak suka mempersulit orang lain
Menyadari sepenuhnya bahwa memberi lebih mulia daripada meminta
3. Kreatif, produktif, inovatif
a. Nilai positif kreatif, produktif, inovatif:
1) Dapat mengikuti perkembangan zaman
2) Memperoleh hasil yang cukup banyak dari karyanya
3) Tercukupi kebutuhan hidupnya
4) Memperoleh kepuasan batin
5) Bertambah banyaknya hubungan persaudaraan
b. Membiasakan bersikap kreatif, produktif, inovatif:
Berusaha untuk menciptakan lapangan kerja baru
Berusaha mengembangkan kemampuan yang dimiliki
Mengutamakan kualitas produk dengan harga yang terjangkau di pasaran
Memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Selalu mengadakan evaluasi hasil usahanya
Memiliki tekad bahwa besok harus lebih baik dari hari ini
B. Akhlak Anak Pada Orang Tua
1. Akhlak Anak Kepada Orang Tua yang Masih Hidup
a. Pengantar
Anak adalah anugerah terindah yang dimiliki oleh setiap pasangan. Sebagai amanah dari Allah maka orang tua mesti menjaga dan memelihara amanah tersebut. Sebagai anak tentunya mesti berakhlak kepada orang tua tua karena mereka telah melahirkan dan membesarkan anaknya. Sebagai wujud dan terimakasih kepada orang yang telah memberikan kenikmatan kepada anak maka berkewajibanlah anak untuk berakhlak kepada kedua orang tuanya. Sebab orang tua adalah orang yang bersedia berkorban demi anaknya, tanpa memperdulikan apa balasan yang akan diterimanya.
Orang tua (ibu dan bapak) adalah orang secara jasmani menjadi asal keturunan anak. Jadi anak adalah keturunan dari orang tuanya dan darahnya adalah juga mengalir darah orang tuanya. Seorang anak kandung merupakan bagian dari darah dan daging orang tuanya, sehingga apa yang dirasakaan oleh anaknya juga dirasakan oleh orang tuanya dan demikian sebaliknya.
Itu pula sebabnya secara kudrati, setiap orang tua menyayangi dan mencintai anaknya sebagai mana ia menyayangi dan mencintai dirinya sendiri. Kasih dan sayang ini mulai dicurahkan sepenuhnya terutama oleh ibu, semenjak anak masih dalam kandungan sampai ia lahir dan menyusui bahkan sampai tua.
Orang tua tidak mengharapkan balas jasa dari anak atas semua pengorbanan yang diberikan kepada anak. Harapan orang tua hanya satu yaitu kelak anaknya menjadi anak yang saleh dan salehah, anak yang memberi kebahagiaan orang di dunia dan mendo'akan mereka setelah mereka meninggal dunia.
Atas dasar itu, antara lain yang menyebabkan seorang anak harus berbakti kepada orang tua, bukan saja saat keduanya masih hidup, tetapi kebaktian anak itu harus lanjut sampai kedua orang tuanya meninggal.
b. Urgensi Pentingnya Berakhlak Kepada Orang tua.
Perintah Allah
Berakhlak kepada orang tua adalah merupakan perintahAllah kepadasetiap anak. Oleh sebab itu berakhlak kepada orang tua itu merupakan ibadah kepadaAllah sekaligus perintah dari Allah kepada setiap anak. Hal ini sebagaimana tertuang dalam surat al-Isra' ayat 2.
Orang Tua Telah Mengandung
Pekerjaan mengandung merupakan bahagian dari para ibu. Mengandung sangat berkaitan dengan melahirkan. Pekerjaan mengandung dan melahirkan bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Mengandung setidaknya punya jangka waktu dan kesulitan yang akan dialami. Hal ini tertuang dalam surat Luqman ayat 14.
Ibu Yang Menyusukannya.
Menyusui dilakukan dengan jangka waktu dua tahun. Hal ini dijelaskan dalam al-Qur'an surat Luqman ayat 14:
Keridhaan Orang Tua.
Rasulullah bersabda : RidhaNya Allah karena ridha kedua orang tua dan murkaNya Allah diperolah karena murka orang tua.
Adapun yang menjadi akhlak anak kepada kedua Ibu bapaknya adalah:
Menyanyangi, mencintai dan menghormati keduanya Hal ini dijelaskan dalam Hadis dan al-Qur'an.
Hadis:
Tidaklah seseorang melihat kepada orang tuanya dengan pandangan kasih sayang melainkan Allah menetapkan baginya akibat pandangannya itu adalah haji yang diterima dan mabrur.
Bergaul dengan Ma'ruf.
Kepada kedua orang tua hendaknya bergaul dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberikan kegembiraan kepada seorang mu'min termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberikan kegembiraan kepada kedua orang tua. Dalam nasihat perkawinan dikatakan agar suami senantiasa berbuat baik kepada istri, maka kepada kedua orang tua harus lebih dari kepada istri. Karena dia yang melahirkan, mengasuh, mendidik dan banyak jasa lainnya kepada setiap anak. Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa ketika seseorang meminta izin untuk berjihad (dalam hal ini fardhu kifayah kecuali waktu diserang musuh maka fardhu 'ain) dengan meninggalkan orang tuanya dalam keadaan menangis, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Kembali dan buatlah keduanya tertawa seperti engkau telah membuat keduanya menangis" [Hadits Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i] Dalam riwayat lain dikatakan : "Berbaktilah kepada kedua orang tuamu" [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim].
Berkata dengan lemah lembut.
Hendaknya setiap anak jangan menyamakan antara berbicara dengan kedua orang tua dan berbicara dengan anak, teman atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua, tidak boleh mengucapkan 'ah' apalagi mencemooh dan mencaci maki atau melaknat keduanya karena ini merupakan dosa besar dan bentuk kedurhakaan kepada orang tua. Jika hal ini sampai terjadi, wal iya 'udzubillah. Tidak boleh berkata kasar kepada orang tua, meskipun keduanya berbuat jahat atau pernah melukai anaknya. Jangan anak sampai durhaka kepada kedua orang tuanya. Hal ini dijelaskan dalam al-qur'an:
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ
Jangan Menelantarkan Keduanya
Ketika kedua orang tua telah berumur lanjut maka janganlah anak menelantarkan keduanya. Apalagi menitipkan kedua orang tua ke panti asuhan dengan alasan sibuk dan tidak punya waktu untuk menjaganya. Hal ini sebagaimana tertuang dalam al-Qur'an:
وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا
Rendah Diri dihadapan Keduanya
Hendaknya anak merasa rendah diri dihadapan orang tuanya. Merasa Tawadlu (rendah diri) dan tidak boleh kibir (sombong) apabila sudah meraih sukses atau mempunyai jabatan di dunia. Padahal sewaktu lahir anak berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan. Kedua orang tualah yang menolong dengan memberi makan, minum, pakaian dan semuanya.Andaikan diperintahkan untuk melakukan pekerjaan yang anggap ringan dan merendahkan anak yang mungkin tidak sesuai dengan kesuksesan atau jabatan yang disandangnya. Bukanlah sesuatu yang tabu, wajib bagi anak untuk tetap taat kepada keduanya. Lakukan dengan senang hati karena hal tersebut tidak akan menurunkan derajat kita, karena yang menyuruh adalah orang tua langsung. Hal itu merupakan kesempatan bagi anaknya untuk berbuat baik selagi keduanya masih hidup. Hal itu dijelaskan dalam al-Qur'an:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
Memberikan Bantuan kepada kedua orang tua
Hal ini dijelaskan dalam al-Qur'an: Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka infakkan. Jawablah, "Harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapakmu, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa saja kebajikan yang kamu perbuat sesungguhnya Allah maha mengetahui". Apabila anak sudah berkecukupan dalam hal harta hendaklah ia menafkahkannya yang pertama adalah kepada kedua orang tuanya. Kedua orang tua memiliki hak tersebut sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat Al-Baqarah di atas. Kemudian kaum kerabat, anak yatim dan orang-orang yang dalam perjalanan. Berbuat baik yang pertama adalah kepada ibu kemudian bapak dan yang lain, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berikut. "Artinya : Hendaklah kamu berbuat baik kepada ibumu kemudian ibumu sekali lagi ibumu kemudian bapakmu kemudian orang yang terdekat dan yang terdekat" [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 3, Abu Dawud No. 5139 dan Tirmidzi 1897, Hakim 3/642 dan 4/150 dari Mu'awiyah bin Haidah, Ahmad 5/3,5 dan berkata Tirmidzi, "Hadits Hasan"].
Sebagian orang yang telah menikah tidak menafkahkan hartanya lagi kepada orang tuanya karena takut kepada istrinya, hal ini tidak dibenarkan. Yang mengatur harta adalah suami sebagaimana disebutkan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. Harus dijelaskan kepada istri bahwa kewajiban yang utama bagi anak laki-laki adalah berbakti kepada ibunya (kedua orang tuanya) setelah Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan kewajiban yang utama bagi wanita yang telah bersuami setelah kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kepada suaminya. Ketaatan kepada suami akan membawanya ke surga. Namun demikian suami hendaknya tetap memberi kesempatan atau ijin agar istrinya dapat berinfaq dan berbuat baik lainnya kepada kedua orang tuanya.
Mendo'akan keduanya.
Mendo'akan kedua orang tua tidak hanya ketika meninggal dunia namun masih hidup pun anak berkewajiban mendo'akannya. Hal ini dijelaskan dalam al-Qur'an:
وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Jika kedua orang tua belum mengikuti dakwah yang haq dan masih berbuat syirik serta bid'ah, anak harus tetap berlaku lemah lembut kepada keduanya. Dakwahkan kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut sambil berdo'a di malam hari, ketika sedang shaum, di hari Jum'at dan di tempat-tempat dikabulkannya do'a agar ditunjuki dan dikembalikan ke jalan yang haq oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
8.Tidak boleh menentang, membantah dan sombongkepada keduanya.
Adapun cara menghadapi perintah kedua orang tua yang bertentangan dengan ajaran Islam:
Jika suatu saat kamu disuruh berbohong oleh ibu atau ayah, sebaiknya katakan kepada keduanya kata-kata yang baik.
Jangan sekali-kali membantah perintah orang tua dengan nada kesal dan ngotot, sebab tidak akan mambuahkan hasil. Akan tetapi hadapi dengan tenang dan penuh keyakinan dan percaya diri.
Ayah dan ibu itu manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Jangan posisikan kedua orang tua seperti nabi yang tak pernah berbuat salah. Maafkan mereka, bila dianggap cara dan perintah orang tua bertentangan dari hati nurani atau nilai-nilai yang diyakini kebenarannya.
Menurut Ali Alhamidiy mengemukakan tentang berbuat baik kepada orang tua, yaitu :
Disuruh berbuat baik kepada ibu-bapak. Ini umum mengenai waktu dan masa, segala tingkatan dan golongan, dengan cara yang paling baik dianggap oleh pergaulan umum.
Kalau ibu-bapak telah berumur tua, anak dilarang mengeluarkan perkataan kasar, seperti "ah" dan dilarang menghardik
Disuruh berkata kepada keduanya dengan perkataan yang paling sopan.
Disuruh merendahkan diri kepada ibu-bapak. Dilakukan kerendahan itu disebabkan kasih sayang, bukan karena terpaksa atau ada keuntungan materi yang diharapkan dari keduanya.
Disuruh mendo'akan keduanya supaya dikasihi Allah sebagaimana keduanya sering mendo'akan dikala anaknya masih kecil, supaya anak selamat, sehat dan sejahtera
Diperingatkan, agar anak memelihara ibu-bapak baik-baik dengan tulus ikhlas karena Allah. Sebab Allah mengetahui apa-apa yang terkandung dalam hati anak ketika memelihara dan memberi pertolongan kepada ibu-bapaknya.
Bila dirasa hal-hal yang akan membikin marah ibu-bapaknya, hendaklah lekas anak meminta ma'af kepada keduanya.
2.Akhlak Anak Kepada Orang Tua yang Sudah Wafat
a. Pengantar
Anak yang berbakti kepada orang tua, jauh dari kejahatan, tahu sopan santun, hidup jujur sejak kecil, serius dalam bekerja dan takut akan Tuhan. Siapa yang tidak ingin mempunyai anak dengan karakter seperti ini? Semua orang tua, siapapun mereka tentu mendambakan anak yang bisa menjadi teladan bagi orang lain. Itulah sebabnya meski orang tuanya mungkin hanya lulusan sekolah tingkat rendah, mereka akan berusaha sedaya upaya mereka untuk menyekolahkan anak setinggi mungkin.
Kalau perlu harta benda, sawah atau hewan ternak pun dijual demi masa depan anaknya. Ironisnya ada banyak orang tua yang berpikir bahwa sekolah setinggi mungkin adalah satu-satunya jawaban agar anaknya bisa menjadi orang sukses. Kekayaan secara materi seringkali dijadikan satu-satunya tujuan yang dianggap bisa membawa kebahagiaan. Dan yang juga tidak kalah ironis, ada banyak orang tua yang berpikir bahwa mereka tetap bisa berlaku seenaknya dan dalam waktu yang sama berharap anaknya bisa menjadi anak yang baik.
B. Urgensi Berakhlak Kepada Ibu Bapak Yang Sudah Wafat
Orang tua yang sudah meninggal dunia tidak lagi dapat menerima apa-apa, selain apa yang mereka lakukan selama di dunia kecuali jika mereka memiliki tiga hal yang mensubsidi bekal berupa pahala untuk mereka di akhirat sebagai tambahan dari mereka bawa dari dunia, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang diajarkan, dan anak yang saleh yang mendo'akannya.
Seorang ayah atau ibu yang sudah meninggal dunia masih memiliki hak mendapatkan limpahan pahala dari do'a yang disampaikan anaknya. Hal ini juga mengandung arti bahwa anak memiliki kewjiban mendo'akan orang tuanya yang sudah meninggal. Dalam ajaran tasawuf, dikatakan, do'a yang paling besar kemungkinan diterima Allah adalah do'a seorang anak untuk orang tuanya dan do'a oaring fakir untuk orang kaya.
sebagai anak, meskipun orang tua sudah wafat, orang tua tetap sebagai orang tua yang wajib dihormati, oleh sebab itu, kewajiban anak terhadap mereka berlanjut sampai mereka wafat. Semua manusia termasuk kedua orang tua, dituntut untuk beramal sebanyak mungkin di dunia untuk bekal di akhirat. Orang yang bahagia di akhirat adalah orang yang lebih banyak amal kebaikannya yang dilakukan di dunia. Sebaliknya orang yang malas beramal ibadah di dunia, di akhirat menjadi orang yang menderita.
Kesempatan mempersiapkan bekal di akhirat hanya dilakukan manusia slam mereka hidup di dunia. Setelah di akhirat tinggal menerima balasan perbuatannya. Amal yang baik dibalasi dengan kebaikan dan yang buruk dibalasi dengan keburukan.
c. Akhlak anak Kepada orang Tua yang Sudah Wafat.
Apabila orang tua sudah meninggal dunia maka ada kewajiban anak untuk berbakti kepada orang tuanya. Dalam hal ini menurut tuntunan ajaran Islam sebagaimana yang disampaikan oleh rasulullah dari Abu Usaid. Abu Usaid berkata:
:"kami pernah berada pada suatu majelis bersama nabi, seorang bertanya kepada rasulullah: wahai rasulullah, apakah ada sisa kebajikan setelah keduanya meninggal dunia yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan kepada kedua orang tuaku. "rasulullah bersabda: "ya, ada empat hal :mendoakan dan memintakan ampun untuk keduanya, menempati / melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman kedua orang tua, dan bersilaturrahim yang engkau tiada mendapatkan kasih sayang kecuali karena kedua orang tua.
Dari hadis itu adalah menunjukkan cara berbuat baik kepada ibu dan ayah yaitu:
Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan meminta ampun kepada allah dari segala dosa orang tua.
Menepati janji kedua ibu bapak. Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji kepada seseorang, maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut. Umpamanya beliau akan naik haj, yang belum sampai melaksanakannya. Maka kewajiban anaknya menunaikan haji orang tua tersebut.
Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Diwaktu hidupnya ibu atau ayah mempunyai teman akrab, ibu atau ayah saling tolong-menolong dengan temannya dalam bermasyarakat. Maka untuk berbuat kebajikan kepada kedua orang tua yang telah tiada, selain tersebut di atas, anak harus memuliakan teman ayah dan ibu semasa ia masih hidup.
Bersilalaturrahmi kepada orang yang mempunyai hubungan karena kedua orang tua. Maka terhadap orang yang dipertemukan oleh ayah atau ibu sewaktu masih hidup, maka hal itu termasuk berbuat baik kepada ibu dan bapak yang sudah meninggal dunia.
Selain itu juga ada hal yang dilakukan dalam berbuat baik kepada orang tua yang sudah wafat yaitu:
Menyelenggarakan Jenazahnya
Penyelenggaraan jenazah dimaksud adalah mulai memandikan, mengafani, menshalatkan dan menguburkan. Sebagai anak mesti berkewajiban untuk melaksanakan tersebut. Selain sebagai fardhu kifayah juga anak punya tugas utama.
Melunasi hutang-hutangnya.
Anak berkewajiban untuk melunasi hutang-hutang dari orang tua.
Mengurus waqaf secara baik
Menziarahi kubur
Membagi warisan secara baik.
C. Akhlak Orang Tua Kepada Anak
Dewasa ini, sebagian besar orang tua kurang memperhatikan akhlak anaknya. Hal ini tidak lepas dari kesibukan orang tua dalam bekerja atau memang tidak memperdulikan anak-anaknya. Dengan berbagai alasan yang mendasarinya mereka dapat mengambil jalan pintas dengan cara menitipkan anak kepada lembaga pendidikan formal maupun informal. Karena dengan cara ini menjadi langkah yang sering mudah dalam mendidik dan membina akhlak kepribadian anak.
Sebagai orang tua harusnya mempunyai tugas untuk mendidik, membimbing dan mengarahkan anak-anaknya ke arah yang baik dan benar. Akan tetapi tidak semua orang tua memahami hal tersebut sehingga yang muncul adalah banyak orang tua yang tidak memperdulikan hal tersebut. Padahal dalam kehidupan sehari-hari sudah diperlihatkan berbagai macam bentuk perilaku anak yang kurang baik seperti banyak anak yang mencuri, berkata kotor, menghina orang lain, mengejek teman, berani kepada orang tua, sombong dan angkuh. Perilaku tersebut sering dilihat dan hanya bisa merasa kasihan kepada orang yang disakiti atau dikhianati.
Semua manusia menjadi pemimpin dan nanti pada hari kiamat akan dimintai pertanggungjawabannya selama di dunia. Seperti halnya, mengasuh, mendidik, dan membina akhlak anak nanti akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt.
Dalam waktu yang singkat kenikmatan yang diberikan Allah Swt kepada manusia, marilah sebagiannya digunakan untuk mengurusi keluarga. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi perilaku tersebut:
1. Menanamkan pendidikan agama yang kuat
2. Menanamkan pendidikan sopan santun
3. Menanamkan pendidikan sosial
4. Menanamkan pendidikan demokrasi
5. Menanamkan pendidikan disiplin, tanggung jawab, jujur, menghargai orang lain
6. Menanamkan pendidikan hadiah dan hukuman
7. Memberi nafkah kepada anak baik sandang, pangan dan papan.
Tanggung jawab orang tua terhadap anaklah sangat besar. Perhatian itu tidak hanya kepada anak namun kepada Ibunya. Sebagai ayah ada tanggung jawab yang mest1 diemban:
Perhatian terhadap istri selama kehamilan
Penetapan nasab
Mengadzankan anak ketika lahir
Membelikan susunya.
Memberi nama anak.
Mengaqiqahkan anak.
Pencukuran
Mengkhitankan anak.
C. Akhlak Berumah Tangga
a. Pengantar
Agama menjadi kriteri pokok dalam menentukan pasangan hidup karena dengan agama (Islam) seseorang dapat mengerti bahwa pernikahan adalah ibadah semata-mata mencari ridho Allah SWT. Dengan ajaran agama Islam seseorang dapat memahami hak dan kewajibannya masing-masing dalam membina suatu rumah tangga.
Sehingga apabila sepasang suami isteri masing-masing saling memahami apa tujuan dan hikmah sutu pernikahan serta mengerti dan mau menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing dengan penuh rasa tanggung jawab, maka keluarga tersebut akan menjadi sebuah keluarga yang harmonis, segala sesuatu berjalan dengan lancar, dan tentu saja pada akhirnya akan membuahkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
B. Akhlak Suami dan Istri
Kewajiban Suami Kepada Istri
Dengan akad perkawinan yang sah maka akan terjadi kewajiban suami terhadap isterinya dan kewajiban isteri terhadap suami. Adapun yang menjadi kewajiban suami menjadi hak isteri dan apa yang menjadi kewajiban isteri menjadi haknya suami. Pria atau suami punya tanggung jawab terhadap kemerosotan akhlak wanita. Maka yang menjadi kewajiban suami terhadap isteri dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:
Kewajiban materiil atau disebut al-Huquq al-Maddiyah
Kewajiban immateriil atau disebut al-Huquq gairu al-Maddiyah.
Yang termasuk kepada kewajiban materi ialah:
Nafakah.
Suami wajib memberi nafakah kepada isterinya yang meliputi:
Pangan, yaitu kebutuhan makanan, minuman, lauk pauk sebagai kebutuhan hidup sehari-hari dengan segala rangkaiannya
Pakaian, yaitu segala yag diperlukan untuk menutup dan memelihara tubuh isteri dari panas, dingin, dan menjaga harga diri menurut yang pantas.
Pengobatan, yaitu segala sesuatu yang diperlukan untuk memelihara kesehatan jasmani isteri dan pengobatan di waktu sakit, melahirkan dsb.
Papan (tempat Tinggal)/ Rumah.
Sukna.
Suami diwajibkan menyediakan dan menyelenggarakan rumah tempat tinggal bersama isterinya menurut yang pantas dan sesuai dengan kemampuannya, lengkap dengan peralatan yang diperlukan. Rincian kewajiban sukna ini meliputi:
Papan, yaitu rumah tempat berteduh dan bertempat tinggal, baik milik sendiri, menyewa atau dengan cara lain. Suami wajib menyediakan tempat tinggal untuk isteri dan anak-anaknya dan isteri pada dasarnya wajib mengikuti domisili suami atau bertempat tinggal sesuai hasil permusyawaratan suami isteri
Peralatan, yaitu segala peralatan yang diperlukan untuk rumah tangga, meiiputi peralatan ruang tamu, peralatan ruang tidur, peralatan dapur, dan lain-lain.
Pelayanan, yaitu menyediakan tenaga atau pembantu untuk melayani kebutuhan isteri apabila suami mampu dan isteri termasuk orang yang pantas memiliki pelayan dengan melihat kebiasaan keluarganya atau isteri karena kondisinya memerlukan pelayan. Tetapi apabila suami tidak mampu maka ia tidak wajib menyediakannya.
Kewajiban nafakah termasuk tamlik, artinya apa yang diberikan oleh suami kepada isterinya menjadi milik bagi isteri dan suami tidak boleh meminta kembali apabila terjadi perceraian. Adapun kewajiban sukna termasuk imta' artinya untuk diambil kesenangan dan manfaatnya, tidak diberikan menjadi milik isteri.
Beberapa dalil tentang kewajiban suami untuk menyelenggarakan nafakah dan sukna bagi isterinya ialah:
a. Al-Qur'an surat Al-Baqarah (2) ayat 233:
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya,
b. Al-Qur'an surat at-Talaq (65) ayat 7:
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا ءَاتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا ءَاتَاهَا Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya.
c. Al-Qur'an surat at-Talaq (65) ayat 6:
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى
"Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya".
Kewajiban immateriil atau disebut al-Huquq gairu al-Maddiyah.
Beberapa kewajiban suami yang bersifat immaterial ialah:
Mempergauli isteri menurut garis-garis perintah Allah swt berdasarkan kecintaan yang tulus.
Menghormati isteri dan memperlakukannya dengan cara yang baik serta bersikap sopan terhadapnya. Suami wajib menghormati isteri sebagai teman hidup dan jalinan jiwa. Suami dilarang memperlakukan isteri sebagai pelayan yang boleh diperlakukan semena-mena, dan suami dilarang berlaku kasar terhadapnya. Berlaku lemah lembut dan halus serta sopan terhadap isteri termasuk tanda kesempurnaan akhlak suami.
Menjaga dan melindungi isteri. Suami wajib menjaga diri dan pribadi isterinya dari segala sesuatu yag menurunkan martabatnya dipandang dari segi agama maupun di mata masyarakat.
Suami wajib menjaga rahasia rumah tangga termasuk rahasia isterinya sebab hal ini berarti menepuk air di dulang terpecik muka sendiri.
Memperhatikan keadaan isteri, memperjinak hati agara isteri selalu gembira dan senang berada di samping suami, antara lain dengan cara suami selalu bermuka manis, selalu necis, dan bertingkah laku yang simpatik. Jika isteri menunjukkan sikap tegang atau marah maka suami harus pandai menormalisir keadaan dan mengembalikan kepada suasana gembira.
Mendatangi isteri menurut cara yang ma'ruf, sopan dan baik. Dalam hal ini syariat Islam memberikan tuntunan dengan bercanda terlebih dahulu, membaca do'a, khidmat, tidak mendatangi isteri ada duburnya, tidak mendatangi isteri pada waktu haid dan sebagainya
Mengajar dan mendidik isteri.
Bagi suami yang beristeri lebih dari seorang, ia diwajibkan berlaku adil dalam hal nafakah, sukna, waktu gilir.
Kewajiban Istri Kepada suami
Mengurus rumah tangga.
Wajib mentaati suami, selama bukan untuk bermaksiat kepada Allah SWT.
Menjaga kehormatan dan harta suami
Allah SWT berfirman, "Maka wanita-wanita yangbaik itu ialah yang mentaati suaminya dan menjaga hal-hal yang tersembunyi dengan cara yang dipelihara oleh Allah." (QS. An Nisa':34)
Menjaga kemuliaan dan perasaan suami
Melaksanakan hak suami, mengatur rumah dan mendidik anak. Anas r.a berkata, "Para sahabat Rasulullah SAW apabila menyerahkan pengantin wanita kepada suaminya, mereka memerintahkan agar melayani suami, menjaga haknya, dan mendidik anak-anak."
Tidak boleh seorang istri menerima tamu yang tidak disenangi suaminya.
Seorang istri tidak boleh melawan suaminya, baik dengan kata-kata kasar maupun dengan sikap sombong.
Tidak boleh membanggakan sesuatu tentang diri dan keluarganya di hadapan suami, baik kekayaan, keturunan maupun kecantikannya.
Tidak boleh menilai dan memandang rendah suaminya.
Tidak boleh menuduh kesalahan atau mendakwa suaminya, tanpa bukti-bukti dan saksi-saksi.
Tidak boleh menjelek-jelekkan keluarga suami.
Tidak boleh menunjukkan pertentangan di hadapan anak-anak.
Agar perempuan (istri) menjaga iddahnya, bila ditalak atau ditinggal mati oleh suaminya, demi kesucian ikatan perkawinannya.
Apabila melepas suami pergi bekerja, lepaslah suami dengan sikap kasih, dan apabila menerima suami pulang bekerja, sambutlah kedatangannya dengan muka manis/tersenyum, pakaian bersih dan berhias.
Setiap wanita (istri) harus dapat mempersiapkan keperluan makan, minum, dan pakaian suaminya.
D. Akhlak Dalam Menuntut ilmu
Islam adalah syari'at Allah yang diturunkan kepada umat manusia agar beribadah kepada Allah. Pelaksanaan syari'at itu menuntut adanya pendidikan manusia. Sehingga dia pantas untuk memikul amanat dan menjalankan khalifah di muka bumi.
Untuk mencapai keberhasilan dalam mendapatkan ilmu maka dibutuhkan tanggung jawab dari siswa/murid/mahasiswa dalam menuntut ilmu sebagai berikut :
Membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu. Hal ini disebabkan karena belajar adalah ibadah dan tidak sah kecuali dengan hati yang bersih
Tujuan pembelajaran hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keutamaan
Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat
Wajib menghormati pendidiknya
Belajar secara bersungguh-sungguh dan tabah dalam belajar.
Kemudian hak-hak dan kewajiban yang mesti ditunaikan oleh setipa penuntut ilmu itu adalah:
Sebelum mulai belajar, sisiwa ini harus terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat yang buruk, karena belajar dan mengajar ini dianggap sebagai ibadah. Ibadah tidak sah kecuali dengan hati yang suci, berhias dengan moral yang baik seperti berkata benar, ikhlas, taqwa, rendah hati, zuhud, menerima apa yang ditentukan Tuhan serta menjauhi sifat-sifat yang buruk seperti dengki, iri, benci, sombong, menipu, tinggi hati dan angkuh.
Dengan belajar itu ia bermaksud hendak mengisi jiwanya dengan fadhilah, mendekatkan diri kepada Allah, bukanlah dengan maksud menonjolkan diri, berbangga dan gagah-gagahan.
Bersedia mencari ilmu, termasuk meninggalkan keluarga dan tanah air, dengan tidak ragu-ragu bepergian ketempat-tempat yang paling jauh sekali pun bila dikehendaki demi untuk mendatangi guru
Jangan terlalu sering menukar guru, tetapi haruslah ia berpikir panjang dulu sebelum bertindak hendak mengganti guru
Hendaklah ia menghormati guru dan memuliakannya serta mengangungkannya karena Allah, dan berdaya upaya pula menyenangkan hati guru dengan cara yang baik
Jangan merepotkan guru dengan banyak pertanyaan, jangan meletihkan dia untuk menjawab, jangan berjalan dihadapannya, jangan duduk ditempat duduknya, dan jangan mulai bicara kecuali setelah mendapat izin dari guru
Jangan membukakan rahasia kepada guru, jangan pula seorang pun menipu guru, jangan pula minta pada guru membukakan rahasia, diterima pernyataan maaf dari guru bila selip lidahnya
Bersungguh-sungguh dan tekun belajar, bertanggang siang malam untuk memperoleh pengetahuan, dengan terlebih dahulu mencari ilmu yang lebih penting
Jiwa saling mencintai dan persaudaraan haruslah menyinari pergaulan antara siswa sehingga merupakan anak-anak yang sebapak
Siswa harus terlebih dahulu memberi salam kepada gurunya, mengurangi percakapan di hadapan guru, jangan mengatakan kepada guru " si anu bilang begini lain dari yang bapak katakan" dan jangan pula ditanya kepada guru siapa teman duduknya
Hendaklah siswa itu tekun belajar, mengulangi pelajarannya di waktu senja dan menjelang subuh. Waktu antara Isya dan makan sahur itu adalah waktu yang penuh berkat
Bertekad untuk belajar hingga akhir umur, jangan meremehkan suatu cabang ilmu, tetapi hendaklah menganggapnya bahwa setiap ilmu ada faedahnya, jangan meniru-niru apa yang didengarnya dari orang-orang yang terdahulu yang mengkritik dan merendahkan sebagian ilmu seperti ilmu mantik dan filsafat.
Dalam proses perkuliahan atau pembelajaran hubungan antara dosen dengan mahasiswa amat "dekat" sekali, tetapi jalinan itu tidak boleh meniadakan "jarak" dan rasa hormat peserta didik terhadap guru. Wibawa harus senantiasa ditegakkan, namun "keakraban" juga harus terjalin. Inilah seni hubungan yang harus diciptakan dalam situasi pendidikan.
Sebagai orang yang telah memberikan ilmu atau pelajaran kepada peserta didik, maka adalah menjadi tugas peserta didik/ siswa/mahasiswa untuk memuliakan guru, dengan cara antara lain :
Ucapkanlah salam lebih dahulu bila berjumpa dengan guru
Senantiasa patuh dan hormat kepada segala perintah guru, sepanjang tidak melanggar ajaran agama dan undang-undang negara
Tunjukkan perhatian ketika guru memberikan pelajaran, bertanyalah dengan sopan menurut keperluannya.
Bersikap merendahkan diri, sopan dan hormat dalam bergaul atau berhadapan dengan guru.
Jangan berjalan di muka atau berjalan mendahului guru, kecuali dengan izinnya.
Hal yang sangat mesti diperhatikan adalah adab dengan sesame peserta didik khususnya antara pria dan wanita, karena pergaulan diantara mereka itulah sering terbuka peluang yang mengganggu kehidupan belajar dan dapat berakibat jauh dalam kehidupan mereka kelak.
Untuk itu hendaknya menjadi tugas peserta didik, agar :
Senantiasa menjaga "jarak", baik dalam arti yang sesungguhnya maupun dalam arti kiasan, sehingga hubungan hanya berlangsung sesuai dengan kepentingan dan seperlunya
Berpakaian secara pantas, sopan dan memadai sehingga tidak melempaui batas batas pandangan mata yang dapat menimbulkan berbagai gairah yang menyesatkan
Pelihara diri dari ucapan dan tingkah laku yang "saling memikat" agar terhindar dari pikiran dan perbuatan maksiat
Saling ingat mengingatkan di antara mereka kepada kehormatan dirinya, kepada tanggung jawab yang terpikul di atas pundaknya serta keselamatan dunia dan akhirat, sehingga mereka terhindar dari "keterlanjuran" yang mungkin terjadi
Secara bersama-sama sennatiasa berusaha membina pergaulan sesuai dengan norma-norma agama dalam berbagai kegiatan belajar di luar maupun di dalam kelas/sekolah.
Akhlak peserta didik merupakan sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap para penuntut ilmu, agar ilmu yang dipelajari dapat dihayati dipergunakan pribadi dan masyarakat. Mengenai akhlak peserta didik terdapat beberapa pendapat dari Tokoh Islam, diantaranya :
Imam al-Gazali (450-505 H) merumuskan adab dan sifat-sifat yang harus dimiliki peserta didik sebagai berikut:
Mengawali langkah untuk menunut ilmu dengan menyucikan hati dari perilaku yang buruk dan sifat-sifat tercela. Hal ini mengingat bahwa ilmu adalah merupakan ibadah untuk mendekatkan bathin manusia kepada Allah.
Mengurangi segala keterkaitan dengan kesibukan-kesibukan duniawi dan menjauhkan dari keluarga dan kota tempat tinggal. Sebab semua keterkaitan akan memalingkan dari tujuan yang hendak di capai. Padahal Allah tidak pernah memberikan dua "hati" (sarana berfikir) sekaligus dalam diri siapapun. Karena jika pikiran terbagi, tidak mungkin ia berhasil mencapai kebenaran hakiki.
Hendaknya ia tidak bersikap angkuh terhadap ilmu dan tidak pula menonjolkan kekuasaan terhadap guru yang mengajarinya, tetapi menyerahkan bulat-bulat kendali dirinya kepada sang guru dan mematuhi segala nasihatnya. Seperti layaknya seorang penderita sakit yang lemah tak berdaya, harus mematuhi nasihat dokter dan menyayanginya.
Bagi seorang pemula dalam upaya menuntut ilmu, ialah tidak memalingkan perhatiannya sendiri untuk mendengar pendapat-pendapat manusia yang bersimpang siur, baik ilmu yang sedang ia pelajari termasuk ilmu-ilmu dunia maupun ilmu-ilmu umum.
Menunjukkan perhatiannya yang sungguh-sungguh kepada tiap-tiap disiplin ilmu yang terpuji, agar dapat mengetahui tujuannya masing-masing. Jika ia berumur panjang sebaiknya ia berusaha mendalaminya.
Hendaknya ia tidak melibatkan diri di dalam pelbagai macam ilmu pengetahuan secara bersamaan, melainkan melakukan dengan menjaga urutan prioritasnya, yakni memulai ilmu yang paling penting.
Hendaknya ia tidak melibatkan diri dalam suatu bagian ilmu sebelum manguasai bagian yang sebelumnya. Sebab, semua ilmu berurutan secara teratur. Sebagiannya merupakan sarana menuju ke bagian yang lain.
Hendaknya ia berusaha mengetahui apa kiranya yang menjadi sesuatu menjadi semulia-mulia ilmu. Hal ini dapat diketahui dengan memperhatikan dua hal, (1) kemuliaan buah dari ilmu tersebut; (2) kemantapan dan kekuatan dalil yang menopangnya.
Hendaknya penuntut ilmu menjadikan tujuannya yang segera, demi menghiasi batinnya dengan segala aspek kebajikan. Sedangkan tujuan selanjutnya, demi mendekatkan diri kepada Allah.
Hendaknya ia mengetahui hubungan antara suatu ilmu dengan tujuannya, agar yang demikian ia dapat mendahulukan yang dekat dan perlu, sebelum yang jauh.
Menurut Mahmud Yunus pelajar-pelajar harus beradab dan melakukan tata tertib sebagai berikut:
Hendaklah pelajar-pelajar berjiwa suci murni, suci dari kelakuan yang tidak baik dan sifat-sifat yang buruk.
Hendaklah pelajar-pelajar mengurangkan perhubungannya dengan urusan-urusan dunia dan terjauh dari keluarga dan tanah tumpah darahnya, karena banyak urusan itu akan menghalanginya untuk menghadapkan sepenuh perhatiannya menuntut ilmu. Allah tidak menjadikan dua hati dalam dada seorang manusia.
Hendaklah pelajar-pelajar berniat dengan menuntut ilmu itu untuk menyucikan jiwanya dan mendapat fadilah, (pahala) bukan untuk mendapat harta benda, kemegahan, kebesaran dan kehormatan.
Hendaklah pelajar-pelajar merendahkan diri terhadap gurunya, dan membesarkan dan menghormati guru itu, serta patuh menurut nasihatnya, seperti patuh orang sakit menurut nasihat dokternya. Bahkan hak guru lebih besar dari hak ibu bapa, karena ibu bapa menjadi sebab wujud sekarang dan hidup yang fana, sedangkan guru menjadi sebab hidup yang baqa dan abadi. Setengah ahli didik berkata: "Bapa itu ada tiga : Bapa yang menganakkan engkau, bapa yang mengasuh engkau, bapa yang mengajar engkau. Yang sebaik-baik bapa ialah yang mengajar engkau."
Pelajar yang mula-mula janganlah mendengarkan perselisihan ulama dalam maslah-masalah ilmu karena hal itu akan mengherankan akalnya dan meragukan pikirannya. Bahkan sepatutnya dipelajari dengan baik satu aliran saja. Kemudian sesudah itu boleh mendengarkan beberapa aliran.
Hendaklah pelajar-pelajar pada mula-mulanya mempelajari semua ilmu yang baik. Dipelajarinya ilmu-ilmu itu, sehingga diketahui tujuan dan maksud ilmu itu. Kemudian hendaklah dipilihnya satu macam diantara ilmu-ilmu yang banyak itu untuk takhassus dan berdalam-dalam dalam ilmu.
Janganlah pelajar-pelajar masuk mempelajari semua ilmu-ilmu itu dengan sekaligus, bahkan harus dijaga tata tertibnya, yaitu mendahulukan yang lebih penting dan mendahulukan yang penting dari yang kurang penting, karena umur manusia tidak sanggup untuk mempelajari semua ilmu-ilmu itu dengan sedalam-dalamnya. Sebab itu hendaklah diambil yang terbaik diantara tiap-tiap ilmu itu.
Hendaklah peajar-pelajar penuh dengan semangat dan kegiatan dan melakukan pekerjaannya dengan keinginan dan kerajinan.
Apabila pelajar belajar pada seorang guru atau disatu madrasah hendaklah ia tetap dan tabah meneruskan pelajaran pada guru atau madrasah itu. Janganlah berpindah-pindah dari seorang guru pada guru yang lain, atau dari satu madrasah ke madrasah yang lain. Akhirnya tidak mendapat hasil apa-apa.
Apabila pelajar telah berhasil mendapat ilmu dari gurunya, janganlah ia mengira, bahwa ia telah sampai ketujuan yang terakhir dalam menuntut ilmu. Berkata Ibnul Mubarak : Manusia itu tetap menjadi alim selama ia menuntut ilmu. Apabila ia menyangka, bahwa ia telah alim, maka mulai ia menjadi jahil.
M. Athiyah al-Abrasyi mengemukakan akhlak peserta didik sebagai berikut:
Sebelum muai belajar, siswa itu harus terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat yang buruk, karena belajar dan mengajar itu dianggap sebagai ibadah. Ibadat tidak sah kecuali dengan hati yang suci, berhias dengan moral yang baik seperti berkata benar, ikhlas, taqwa, rendah hati, zuhud, menerima apa yang ditentukan Tuhan serta menjauhi sifat-sifat yang buruk seperti dengki, iri, benci, sombong, menipu, tinggi hati dan angkuh.
Dengan belajar itu ia bermaksud hendak mengisi jiwanya dengan fadhilah, mendekatkan diri kepada Allah, bukanlah dengan maksud menonjolkan diri, berbangga dan gagah-gagahan.
Bersedia mencari ilmu, termasuk meninggalkan keluarga dan tanah air, dengan tidak ragu-ragu bepergian ketempat-tempat yang paling jauh sekalipun bila dikehendaki demi untuk mendatangi guru.
Jangan terlalu sering menukar guru, tetapi haruslah ia berfikir panjang dulu sebelum bertindak hendak mengganti guru.
Hendaklah ia menghormati guru dan memuliakannya serta mengegungkannya karena Allah, dan berdaya upaya pula menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.
Jangan merepotkan guru dengan banyak pertanyaan, janganlah meletihkan dia untuk menjawab, jangan berjalan dihadapannya, jangan duduk di tempat duduknya, dan jangan mulai bicara kecuali setelah mendapat izin dari guru.
Jangan membukakan rahasia kepada guru, jangan pula seorangpun menipu guru, jangan pula minta pada guru membukakan rahasia, diterima pernyataan maaf dari guru bila selip lidahnya.
Bersungguh-sungguh dan tekun belajar, bertanggang siang malam untuk memperoleh pengetahuan, dengan terlebih dahulu mencari ilmu yang lebih penting.
Jiwa saling mencintai dan persaudaraan haruslah menyinari pargaulan antara siswa sehingga merupakan anak-anak yang sebapak.
Siswa harus terlebih dahulu memberi salam kepada gurunya, mengurangi percakapan dihadapan guru, jangan mengatakan kepada guru "si anu bilang begini lain dari yang bapak katakan" dan jangan pula ditanya kepada guru siapa teman duduknya.
Hendaklah siswa itu tekun belajar, mengulangi pelajarannya di waktu senja dan menjelang subuh. Waktu antara Isya dan makan sahur itu adalah waktu yang penuh berkat.
Bertekad untuk belaar hingga akhir umur, jangan meremehkan suatu cabang ilmu, tetapi hendaklah menganggapnya bahwa setiap ilmu ada faedahnya, jangan meniru-niru apa yang didengarnya dari orang-orang yang terdahulu yang mengkritik dan merendahkan sebagian ilmu seperti ilmu mantik dan filsafat.
Sementara itu Asma' Hasan Fahmi mengemukakan etika yang harus diketahui / dimiliki oleh peserta didik adalah sebagai berikut:
Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu.
Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi roh dengan berbagai sifat keutamaan.
Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat
Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah.
Menurut Ramayulis etika peserta didik adalah sebagai berikut:
Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum ia menuntut ilmu, sebab belajar merupakan ibadah yang harus dikerjakan dengan hati yang bersih.
Peserta didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa dengan sifat ke-Imanan, mendekatkan diri kepada Allah.
Seseorang peserta didik harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan sabar dalam menghadapi tantangan dan cobaan yang datang.
Seseorang harus ikhlas dalam menuntut ilmu dan menghormati guru atau pendidik, berusaha memperoleh kerelaan dari guru dengaqn mempergunakan beberapa cara yang baik.
E. Akhlak Bertetangga dan Bertamu
1. Akhlak Bertetangga
Islam adalah agama yang paripurna. Sehingga dalam kehidupan masyarakat hidup rukun dalam bertetangga adalah moral yang sangat ditekankan dalam Islam. Jika umat Islam memberikan perhatian dan menjalankan poin penting ini, niscaya akan tercipta kehidupan masyarakat yang tentram, aman dan nyaman.
Dalam menentukan batasan siapa yang disebut tetangga para ulama banyak pendapat mengenai hal ini. Sebagian mereka mengatakan tetangga adalah 'orang-orang yang shalat subuh bersamamu', sebagian lagi mengatakan '40 rumah dari setiap sisi', sebagian lagi mengatakan '40 rumah disekitarmu, 10 rumah dari tiap sisi' dan beberapa pendapat lainnya.
Hak dan kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah besar dan mulia. Sampai-sampai sikap terhadap tetangga dijadikan sebagai indikasi keimanan.
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya" (HR. Bukhari 5589, Muslim 70)
Bahkan besar dan pentingnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah ditekankan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:
مَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْـجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
"Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris" (HR. Bukhari 6014, Muslim 2625)
Karena demikian penting dan besarnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim, Islam pun memerintahkan ummatnya untuk berbuat baik terhadap tetangga. Allah Ta'ala berfirman (yang artinya) :
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang memiliki hubungan kerabat dan tetangga yang bukan kerabat, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri" (QS. An Nisa: 36)
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam juga bersabda:
خَيْرُ اْلأَصْحَابِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ ، وَخَيْرُ الْـجِيْرَانِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِـجَارِهِ
"Sahabat yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap sahabatnya. Tetangga yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap tetangganya" (HR. At Tirmidzi 1944, Abu Daud 9/156, dinilai shahih oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 103.
Maka jelas sekali bahwa berbuat baik terhadap tetangga adalah akhlak yang sangat mulia dan sangat ditekankan penerapannya, karena diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.Disamping anjuran, syariat Islam juga mengabakarkan kepada kita ancaman terhadap orang yang enggan dan lalai dalam berbuat baik terhadap tetangga. Bahkan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menafikan keimanan dari orang yang lisannya kerap menyakiti tetangga.
Beliau Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:
وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ . قِيْلَ: وَ مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: الَّذِيْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
"Demi Allah, tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman. Ada yang bertanya: 'Siapa itu wahai Rasulullah?'. Beliau menjawab: 'Orang yang tetangganya tidak aman dari bawa'iq-nya (kejahatannya)'" (HR. Bukhari 6016, Muslim 46).
Semua bentuk akhlak yang baik adalah sikap yang selayaknya diberikan kepada tetangga. Diantaranya adalah bersedekah kepada tetangga jika memang membutuhkan. Bahkan anjuran bersedekah kepada tetangga ini sangat ditekankan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam :
لَيْسَ الْـمُؤْمِنُ الَّذيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إلَى جَنْبِهِ
"Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan" (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 18108, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 149)
Beliau juga bersabda:
إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ، ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيْرَانِكَ فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوْفٍ
"Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya. Lalu lihatlah keluarga tetanggamu, berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan cara yang baik" (HR. Muslim 4766.
Dan juga segala bentuk akhlak yang baik lainnya, seperti memberi salam, menjenguknya ketika sakit, membantu kesulitannya, berkata lemah-lembut, bermuka cerah di depannya, menasehatinya dalam kebenaran, dan sebagainya.
Anjuran berbuat baik kepada tetangga berlaku secara umum kepada setiap orang yang disebut tetangga, bagaimana pun keadaannya. Ketika menjelaskan hadits
مَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْـجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
"Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris"
Oleh karena itu para ulama menjelaskan bahwa tetangga itu ada tiga macam:
Tetangga muslim yang memiliki hubungan kerabat. Maka ia memiliki 3 hak, yaitu: hak tetangga, hak kekerabatan, dan hak sesama muslim.
Tetangga muslim yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Maka ia memiliki 2 hak, yaitu: hak tetangga, dan hak sesama muslim.
Tetangga non-muslim. Maka ia hanya memiliki satu hak, yaitu hak tetangga.
Membuat makanan bagi keluarga apalagi tetangga yang dalam ditimpa musibah merupakan perbuatan yang mulia. Hal ini bisa dilihat dari dua sisi untuk menolong mereka:
Mereka sibuk menghadapi musibah ditingal mati; sibuk mengurus jenazah, memandikan, mengafani, menshalatkan dan menguburkannya.
Keluarga si mayat tidak harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk mengurusi mayat dan tentu saja ini mengjadi penghibur mereka.
Agaknya sudah cukup rinci hak-hak tetangga dan kewjiban-kewajiban mereka, dijelaskan oleh Rasulullah dalam hadits yang tergolong panjang diatas. Hak dan kewajiban tetangga yang disebutkan dalam hadits antara lain :
Tolong menolong antar sesama tetangga
Meminjamkan sesuatu yang dibutuhkan tetangga
Membantu tetangga yang fakir dan miskin dengan zakat
Menjenguk tetangga yang sakit
Ikut bahagia atas kesuksesan tetangga
Saling memberi nasehat
Mengurus jenazah tetangga yang wafat
Membangun rumah dengan seizin tetangga
Jangan menyakiti tetangga dengan bau gurih masakan
Memberikan oleh-oleh untuk anak-anak mereka
Memberi izin fasilitas kepada tetangga
Memilih tetangga
2. Akhlak Bertamu
Setiap manusia pasti pernah bertamu atau paling tidak menerima bertamu dirumahnya, entah itu dari kalangan kerabatnya, tetangga, teman sejawat, atau yang lainnya. Etika bertamu merupakan salah satu cara yang mendapatkan perhatian khusus dalam ajaran agama Islam.
a. Akhlak yang harus diperhatikan Tuan rumah
Niat yang bersih
Jika seseorang akan menerima tamu, sebaiknya dia berniat terlebih dahulu, bahwa apa yang dia lakukan seperti menyambut tamu atau menyiapkan hidangan bagi tamunya, hanya dia tujukan untuk mendapatkan ridha Allah. Dengan demikin, baik orang yang bertamu maupun yang menerima tamu akan mendapatkan pahala dari Allah, apabila dia mengawalinya dengan niat yang telah disebutkan di atas.
Menyambut tamu dengan baik
Jika tuan rumah menyambut kedatangan tamunya dengan wajah maam dan juga sikap yang tak ramahmaka akan membuat tamunya tersakiti dan enggan berkunjung lagi kerumahnya, bahkan tamu tersebut ingin cepat-cepat pulang walaupun tuan rumah sudah memenuhi segala hal yang berkaitan dengan hak-hak tamunya.
Mempersilahkan tamu untuk duduk
Selayaknya mempersilahkan tamu untuk duduk ditempat yang nyaman atau di kursi yang dipunyai oleh tuan rumah.
Menghargai tamu
Tuan rumah seharusnya bersegera dalam memenuhi hak-hak tamunya, dengan menyuguhkan hidangan ala kadarnya atau berbasa-basi bahkan mengajak untuk menginap.
Menyuguhkan makanan
Dalam hal ini tentu sebatas kemampuan yang dimiliki.
Tidak memaksakan diri
Sebagai tuan rumah seharusnya tidak terlalu memaksakan diri dalam melayani tamunya sehingga dia memikul beban berat hanya karena ingin menghormati tamunya.akan tetapi, cukup bagi tuan rumah tersebut menghidangkan makanan yang layak sesuai dengan kemampuannya, tanpa harus mengurangi rasa hormat pada tamunya.
Memenuhi hak tamu
Menurut sunnah, memberikan pelayanan yang terbaik bagi tamu itu sehari semalam, dan bertamu itu paling maksimal selama tiga hari tiga malam. Tidak lazim bagi seseorang untuk bertamu lebih dari tiga hari, akan tetapi pelayanan yang diberikan diatas tiga hari dianggap sedekah.
Mengantar tamu sampai pintu
Pada saat tamu ingin berpamitan, maka tuan rumah berkewajiban mengantarkan tamunya sampai pintu rumah, karena hal itu merupakan dari sikap hormat kepada tamu.
b.Akhlak bagi orang yang bertamu
Dalam buku ini juga dijelaskan mengenai sikap atau etika bagi orang yang bertamu, yaitu:
Memenuhi Undangan Bila Diundang
Seorang muslim wajib memenuhi undangan dari saudaranya itu.
Beretika dengan Etika Meminta Izin dan Berkunjung
Seorang yang bertamu, harus memilih waktu yang tepat untuk bertamu, mengetuk pintu degan santun, dan tidak menghadap pintu secara langsung (tidak berdiri tepat di depan pintu atau berdiri agak menyamping). Kemudian mengucapkan salam dan bersikap yang wajar serta menahan pandangan dan tidak berteriak. Mengambil tempat duduk yang sesuai dengan arahan tuan rumah setalah dia dipersilahkan.
Berterima Kasih Terhadap Tuan Rumah
Seorang tamu, wajib berterima kasih kepada tuan rumah atas penerimaan dan sambutan dari tuan rumah.
Memperhatikan Etika Makan dan Minum
Setiap orang harus memperhatikan etika-etika itu ketika mereka duduk untuk makan bersama tuan rumah. Hal itu bukan sekedar kewajiban, akan tetapi untuk kebaikan bagi diri mereka sendiri dan kebaikan bagi saudaranya..
Tidak Menjadi Beban bagi Tuan Rumah
Jika seorang tamu mendapati tuan rumah dalam keadaan berat atau sulit untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap tamu maka hendaknya dia tidak berlam-lama yang menjadikan tuan rumah merasa terbebani atau sempit.
F. AKHLAK MAHASISWA KEPADA PERPUSTAKAAN
1. Pengantar
Melalui buku, manusia dapat merealisasikan salah satu bentuk dari perintah pertama dan utama yang berasal dari Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw, yakni membaca. "Membaca" dalam aneka maknanya sebagaimana yang diungkapkan oleh Quraish Shihab, adalah syarat pertama dan utama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta syarat utama membangun peradaban.
Mengingat akan pentingnya peran membaca dalam pendidikan, karena seluruh materi belajar membutuhkan kemampuan membaca peserta didik untuk dapat menyelesaikan kompetensi tertentu di segala bidang studi. Oleh karena itu, perpustakaan merupakan bagian penting dari komponen pendidikan yang tidak dapat dipisahkan keberadaannya dari lingkungannya.
Membaca adalah kunci ilmu, sedangkan gudangnya ilmu adalah buku. Sepintas ungkapan ini sederhana, namun didalamnya terkandung makna penting bahwa dalam hal menuntut ilmu tidak terlepas dari membaca buku-buku. Membaca bagi mahasiswa adalah untuk mendapatkan gagasan yang menyangkut esai dan tugas. Untuk meluaskan pengetahuan tentang suatu bidang. Untuk memahami hal-hal yang telah ditulis oleh orang lain mengenai topik yang diminati. Selain itu Untuk memahami gagasan-gagasan dari kuliah atau seminar, atau dari sumber-sumber tertulis lainnya. Untuk meningkatkan gaya tulisan. Untuk menghadapi ujian. Untuk dapat "menyebutkan beberapa nama" ketika menuliskan tugas. Untuk "mendapatkan acungan jempol" kaeran menampilkan rujukan yang mengesankan dan kutipan hebat.
Ilmu dan pengetahuan tumbuh dan berkembang dengan cepat. Maka perpustakaan pendidikan (educational library) pun berkembang dengan pesat sesuai dengan tingkat kesadaran pengelola lembaga pendidikan akan besarnya makna perpustakaan bagi pendidikan yang ingin mereka selenggarakan. Penyelenggara pendidikan yang ingin menyajikan pendidikan yang bermutu berusaha menyisihkan dana yang memadai untuk melengkapi perpustakaan sekolah atau lembaga pendidikan lainnya yang mereka asuh. Pada waktu yang bersamaan perpustakaan sekolah mulai diperhatikan masyarakat sebagai suatu indikator terpercaya mengenai mutu sekolah atau lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan dengan perpustkaan yang baik –lengkap dan mutakhir—dianggap pasti mampu menyajikan pendidikan yang bermutu. Sebaliknya, lembaga pendidikan yang tidak memiliki perpustakaannya sendiri akan dipandang sebagai suatu lembaga pendidikan yang tidak bermutu.
Ini berarti, bahwa dalam setiap lembaga pendidikan yang dewasa dan sehat selalu tersedia dana yang memadai untuk akwisisi (acquisition) buku-buku yang memuat informasi mutakhir serta relevant tentang persoalan-persoalan yang terdapat dalam kehidupan manusia. Koleksi informasi mengenai persoalan-persoalan kemanusian ini tidak terbatas pada persoalan-persoalan yang terdapart di negeri sendiri, tetapi yang terdapat juga di negara-negara lain. Melalui akwisisi-akwisisi seperti ini masyarakat yang gemar belajar menjadi sadar akan persoalah-persoalan yang dihadapi oleh umat manusia, dan juga akan usaha-usaha yang telah dan sedang dilakukan manusia –baik yang berhasil, maupun yang gagal untuk "menaklukkan" masalah-masalah yang sedang dihadapi.
2. Hal-hal yang Berkaitan dengan Perpustakaaan
Di Perguruan Tinggi tidak ada kegiatan belajar yang dapat dilaksanakan tanpa membaca dan gudang bacaan adalah perpustakaan. Perpustakaan mempunyai fungsi bagi perguruan tinggi yaitu:
Sebagai pusat sistem belajar-mengajar bagi civitas akademika perguruan tinggi yang bersangkutan, sehingga menghasilkan lulusan yang bermutu tinggi.
Sebagai tempat terselenggaranya penelitian bagi sivitas akademika perguruan tunggi sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi dapat berkembang dengan baik.
Sebagai sarana untuk kerjasama dengan pihak-pihak luar perguruan tinggi dalam pengumpulan, pengolahan, serta penyebarluasan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebagai sarana untuk mengakses informasi baik didalam kampus maupun luar kampus, bahkan luar negeri.
Sebagai sarana untuk pemanfaatan koleksi secara bersama dengan perpustakaan lain sehingga memperlancar pencarian maupun penyebaran informasi.
Akan tetapi, fungsi perpustakaan belum maksimal apabila mahasiswa sendiri tidak mengetahui tata cara dan tata tertib dalam perpustakaan tersebut, sehingga perpustakaan Perguruan Tinggi hanya sebagai simbol atau tempat penumpukan buku-buku tanpa dipergunakan oleh mahasiswa. Untuk menjadi seorang pengguna perpustakaan yang cerdas, ada sekurang-kurangnya 4 langkah yang perlu ditempuh, yaitu:
Mengetahui waktu kerja perpustakaan perguruan tinggi.
Mempelajari semua peraturan tata tertib penggunaan perpustakaan.
Memahami tertib penggolongan buku pada perpustakaan.
Menguasai rakitan buku ilmiah dan cara-cara memanfaatkannya.
Upaya Meningkatkan Minat baca Mahasiswa Di Perpustakaan
Ada beberapa usaha untuk meningkatkan minat baca mahasiswa di perpustakaan, diantara lain adalah:
Adanya perpustakaan yang memadai. Menurut keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 0686/U/1991 tentang pedoman pendirian perguruan tinggi, salah satu syarat untuk mendirikan perguruan tinggi adalah adanya sarana prasarana perpustakaan. Hal ini dapat menarik minat baca mahasiswa masuk keperpustakaan dengan fasilitas yang memadai, sehingga pengunjung menjadi betah diperpustakaan.
Adanya koleksi yang juga memadai. Koleksi merupakan komponen yang paling penting bagi perpustakaan. Koleksi yang harus dimiliki oleh perpustakaan adalah sekurang-kurangnya buku wajib bagi setiap mata ajaran dengan jumlah memadai. Untuk meningkatkan koleksi memang cukup mahal, namun bila pustakawan mempunyai kreativitas tinggi, maka dia dapat memanfaatkan tawaran-tawaran donatur beberapa instansi baik nasional maupun internasional.
Penciptaan lingkungan kondusif. Lingkungan akademik yang baik akan mendorong mahasiswa untuk menggunakan perpustakaan. Dosen yang rajin membaca akan selalu memberikan tugas membaca bagi mahasiswanya. Kemudian perpustakaan memberikan layanan yang baik dan menyediakan kebutuhan literatur yang dibutuhkan oleh pengguna, maka mahasiswa akan banyak mendatangi perpustakaan. Lingkungan akademik ini memang tidak bisa lahir sendiri tanpa adanya kerjasama dosen dan pimpinan universitas.
Promosi minat baca. Ketidakdatangan mahasiswa dan dosen keperpustakaan sering disebabkan karena ketidaktahuan terhadap keeradaan koleksi serta layanan perpustakaan. Karena itu promosi tentang perpustakaan harus dilakukan, baik melalui website, mailing list, surat elektronik kepada dosen perorangan, dan bahkan memanfaatkan pertemuan atau rapat difakultas maupun jurusan.
Melakukan lomba menulis. Adanya kerjasama perpustakaan dengan pihak luar baik penerbit buku, maupun produk-produk yang lain mengadakan lomba menulis. Seperti menulis abstrak atau ringkasan artikel, ringkasan buku dan lain-lain dengan hadiah yang menarik biasanya dapat menimbulkan minat mahasiswa untuk ikut lomba tersebut.
Peranan staf pengajar. Di Perguruan Tinggi staf pengajar atau dosen mempunyai kedudukan istimewa. Karena mempunyai andil besar dalam memajukan mutu perguruan tinggi. Oleh sebab itu staf pengajar mempunyai peranan dalam meningkatkan baca-tulis di perguruan tinggi.
Pelaksanaan program bimbingan perpustakaan (awal kuliah). Pada awal kuliah biasanya dosen selain memperkenalkan diri, memberikan gambaran awal tentang mata kuliahnya, juga memberikan informasi bahan bacaan atau bahan ajar yang menjadi pegangan wajib bagi mahasiswa yang mengikuti kuliahnya. Pada saat inilah dosen juga mengingatkan bahwa bacaan tersebut diperpustakaan. Tentunya dosen sebelumnya sudah mengecek keperpustakaan apakah buku pegangannya sudah dimiliki perpustakaan atau belum. Bila belum, maka perpustakaan harus berusaha untuk mendapatkannya baik melalui fotokopi (yang tidak melanggar hak cipta), maupun membeli aslinya.
Keterlibatan dosen dalam pengelolaan perpustakaan. Dosen yang terlibat dalam pengelolaan perpustakaan atau staf perpustakaan mempunyai keuntungan daripada dosen yang tidak terlibat. Biasanya akan lebih tahu bahan bacaan apa saja yang ada diperpustakaan. Dengan demikian dosen tersebut bisa membaca lebih dahulu dan kemudian menginformasikan kepada mahasiswa atau memberi tugas kepadsa mahasiswanya untuk membaca bacaan tersebut. Di beberapa perpustakaan seringkali dibentuk komisi perpustakaan yang beranggotakan dosen-dosen yang mempunyai kepedulian terhadap pengembangan perpustakaan.
3. Akhlak Mahasiswa kepada Perpustakaan
Maka dalam hal ini dibutuhkan akhlak mahasiswa terhadap perpustakaan tersebut sebagai gudangnya ilmu pengetahuan yaitu:
Menjaga kenyamanan dan ketertiban di perpustakaan.
Menjaga kebersihan baik di dalam maupun di sekitar perpustakaan.
Tidak merobek dan mencuri buku pustaka.
Tidak menjadikan pustaka sebagai ajang berdua-duan atau ngobrol apalagi ngerumpi.
Pustaka sebagai jantungnya perguruan tinggi mesti dipahami bahwa pustka merupakan tempat menimba ilmu pengetahuan.
Berpakaianlah yang sopan ketika memasuki perpustakaan.
Merapikan kembali buku yang telah dibaca dan mengembalikan ke tempat semula.
Tidak merusak buku yang telah dipinjam.
Menambah referensi yang ada di perpustakaan kalau mempunyai kemampuan.
G. Akhlak Mahasiswa dalam Berpakaian dan Berhias
1. Akhlak Mahasiswa dalam Berpakaian
Memakai pakaian tidak lepas dari kehidupan manusia. Termasuk juga mahasiswa sebagai intelektual. Apalagi mahasiswa di perguruan tinggi agama Islam. Berpakaian tidak hanya sebatas menutup aurat. Akan tetapi haruslah berpakaian sesuai dengan yang telah diatur oleh Allah SWT. Berpakaian sesuai dengan syari'at Islam, akan membuat perasaan kewajiban untuk menjaganya agar tetap dengan aturan yang ada.
Sebagai kebutuhan pokok bagi setiap orang berpakaian harus sesuai dengan situasi dan kondisi dimana seorang berada. Pakaian termasuk salah satu kebutuhan yang tak bisa lepas dari kehidupan. Karena pakaian mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kehidupan. Melindungi tubuh kita agar tidak mengalami dan mendapatkan bahaya dari luar. Dalam bahasa Arab pakaian disebut dengan kata "Libaasun-tsiyaabun". Pakaian diartikan sebagai barang apa yang biasa dipakaio leh seorang baik berupa jaket, celana, sarung, selendang, kerudung, jubah, surban dan lain-lain.
Secara isltilah, pakaian adalah segala sesuatuyang dikenakan seseorang dalam berbagai ukuran dan modenya berupa baju, celana, sarung, jubah, ataupun yang lain, yang disesuaikan dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan yang bersifat khusus artinya pakaian yang digunakan lebih berorientasi pada nilai keindahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi pemakaian.
Pakaian mempunyai tujuan umum untuk melindungi ataupun menutup tubuh manusia agar terhindar dari bahaya yang dapat merusak tubuh kita secara langsung melalui kontak fisik. Sedangkan menurut agama lebih mengarah kepada menutup aurat tubuh manusia, agar tidak melanggar ketentuan syariat.
Di dalam pandangan Islam pakaian terbagi menjadi 2 bentuk: pertama pakaian untuk menutupi aurat tubuh sebagai realisasi dari perintah Allah bagi wanita seluruh tubuhnya kecuali tangan dan wajah, dan bagi pria menutup aurat dibawah lutut dan diatas pusar. Batasan pakaian yang telah ditetapkan oleh Allah ini melahirkan kebudayaan yang sopan dan enak dilihat dan merasa aman dan tenang karena pakaian yang memenuhi kewajaran pikiran manusia. Sedangkan yang kedua, pakaian merupakan perhiasan yang menyatakan identitas diri sebagai konsekuensi perkembangan peradaban manusia.
Apabila berpakaian dalam tujuan menutup aurat dalam Islam, memiliki ketentuan – ketentuan yang jelas, baik dalam hal ukuran pakaian maupun jenis pakaian yang akan dipakai. Maka dari itu, sebagai muslim harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Pakaian yang berfungsi sebagai perhiasan menyatakan identitas diri, sesuai dengan adat dan tradisi dalam berpakaian, yang menjadi kebutuhan untuk menjaga dan mengaktualisasi dirinya dalam perkembangan zaman.
Setiap manusia berhak mengekspresikan dirinya lewat pakaian yang dipakainya, tetapi tidaklah sembarangan. Tetap harus mengikuti syari'at Islam. Didalam Islam, dikenal salah satu jenis pakaian yang dapat menutup salah satu aurat wanita yaitu Jilbab. Jilbab mempunyai berbagai ragam jenisnya, tetapi walaupun banyak ragamnya Jilbab boleh dikatakan Jilbab apabila dapat menutup aurat, dari atas kepala manusia sampai dengan dada manusia,menutupi bagian – bagian yang harus ditutupi terkecuali muka. Bagi wanita, aurat adalah seluruh bagian tubuh kecuali muka dan telapak tangan, yang lainnya haram untuk diperlihatkan kepada masyarakat umum.
Setidaknya busana Muslimah haruslah mempunyai kriteria sebagai berikut:
Tidak jarang dan Ketat
Tidak menyerupai laki – laki
Tidak menyerupai busana khusus non-muslim
Pantas dan sederhana.
Nilai positif Akhlak Berpakaian
Agama Islam memerintahkan pemeluknya agara berpakaian yang baik dan bagus, sesuai dengan kemampuan masing – masing. Dalam pengertian bahwa pakaian tersebut dapat memenuhi hajat tujuan berpakaian, yaitu menutup aurat dan keindahan. Islam memiliki etika berbusana yang telah diatur oleh Allah SWT didalam Al – Qur'an dan Hadits.
Zaman semakin berkembang bukan berarti harus mengikuti perkembangan yang ada secara keseluruhan. Pakaian merupakan pengaruh yang besar bagi perkembangan zaman. Karena, akibat dari perkembangan zaman yang datangnya dari Dunia Barat, sangat mempengaruhi mode pakaian sebagai umat muslim. Maka dari itu biasakanlah berpakaian sesuai syari'at Islam, agar tidak terpengaruh oleh pengaruh – pengaruh negatif, yang membuat kita lupa akan Allah serta aturanNya.
Didalam berpakaian sebagai muslim haruslah tetap berpakaian dengan mengikuti syari'at Islam, dengan menutup aurat, tidak menggunakan pakaian yang ketat atau membentuk lekukan tubuh.
Dalam keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam dijelaskan tentang tata tertib Perguruan Tinggi Agama Islam berpakaian larangan mahasiswa untuk memakai kaos oblong/tidak berkerah, celana atau baju yang sobek, sarung dan sandal, topi, rambut panjang dan atau bercat, antin-anting, kalung, gelang (khusus laki-laki) dan tato dalam mengikuti akademik, layanan administrasi dan kegiatan kampus.
Khusus bagi mahasiswi dilarang memakai baju dan atau celana ketat, tembus pandang dan tanpa berjilbab dalam mengikuti kegiatan kampus. Di STAIN Bukittinggi profil tentang berpakaian mahasiswa STAIN Bukittinggi telah di pajang di sekitar kampus untuk menjadi acuan mahasiswa dalam berpakaian. Sehingga busana muslim terlihat apik di STAIN Bukittinggi.
2. Akhlak Mahasiswa dalam Berhias
Berhias adalah naluri yang dimiliki oleh manusia. Berhias sudah menjadi kebutuhan bagi sebagian besar manusia, agara dapat memperindah diri baik di lingkungan sekitar maupun diluar termasuk mahasiswa. Berhias adalah salah satu alat untuk mengekspresikan diri, yang menunjukkan identitas serta jati diri seseorang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berhias diartikan "usaha memperelok diri dengan pakaian ataupun yang lainnya yang indah, berdandan dengan dandanan yang indah dan menarik".
Berhias dapat memberikan kesan indah tersendiri bagi orang lain yang melihatnya, baik dari segi pakaian, maupun make up wajah mereka. Maka dari itu berhias dikategorikan sebagai akhlak terpuji. Tetapi berhias juga terdapat aturannya agar tidak melanggar syari'ay Islam.
Berhias bukanlah dipandang dari segi dandanan muka, tetapi pakaian juga termasuk sesuatu yang bisa dikatakan alat untuk berhias.
Pakaian yang sederhana bisa menjadi pakaian yang mempunyai nilai keindahan yang tinggi apabila diberi hiasan dan akan terlihat cantik memakainya. Jilbab juga dapat menjadi hiasan. Sekarang sudah banyak bentuk Jilbab yang berbagai macam, dan dapat menghias diri kita agar terlihat indah dan nyaman dipakai. Perhiasan juga termasuk salah satu alat untuk berhias. Arloji, kalung, gelang, cincin dan alat-lat lainnya termasuk juga parfum. Namun yang jadi catatan bahwa ada rambu – rambu dalam berhias agar tidak melanggar Syari'at yang sudah ditetapkan oleh Allah.
Berhias memberikan dampak yang positif bagi mahasiswa Berhias dapat menunjukkan kepribadian mahasiswa tersebut. Apabila seseorang menggunakan hiasan yang cocok dengan dirinya, maka orang akan menilai dirinya dengan pandangan yang berbeda ketika tidak berhias. Jika kita menggunakan arloji, jas, kerudung, maka orang lain akan memandang kita dengan penug pemikiran.
Berhias memberikan pengaruh positif dalam berbagai aspek kehidupan, karena berhias diniatkan untuk beribadah, maka setiap langkah akan menjadi langkah menggapai barokan dan pahala dari Allah SWT. Namun sebaliknya apabila berhias hanya untuk menarik perhatian orang lain untuk tergoda dan memuji muji kita agar disenangi sendiri, maka itu menjadi alat yang sesat. Lupa akan Allah, dan hanya ingin dijadikan alat pemuas diri maka yang demikian itu adalah haram.Apalagi seorang mahasiswi yang sengaja datang ke kampus kemudian berhias untuk menarik lawan jenis atau mahasiswa lainnya. Ini jelas-jelas menyalahi aturan agama.
Adapun akhlak dalam berhias itu baik di kampus maupun di luar kampus yang akan dilakukan mahasiswa sebagai berikut:
Niat yang lurus.
Berhias hanya untuk beribadah yang diorientasikan sebagai rasa syukur atas nikmat yang telah Allah berikan.
Dalam berhias tidak diperbolehkan menggunakan bahan – bahan yang dilarang agama.
Tidak boleh menggunakan hiasan yang menggunakan simbol non muslim.
Tidak berlebih – lebihan.
Tidak Boleh berhias seperti orang jahiliah.
Berhias menurut kelaziman dan kepatutan dengan memperhatikan jenis kelamin.
Berhias bukan untuk berfoya – foya
Ketika berhias terkadang kita lupa akan aturan, melewati batas kewajaran yang telah ditetapkan.
Berhias merupakan kebutuhan manusia untuk menjaga dan mengaktualisasikan dirinya menurut tunutan perkembangan zaman. Nilai keindahan dan kekhasan dalam berhias menjadi tuntutan yang terus dikembangkan seiring dengan perkembangan zaman. Dalam kaitannya dengan kegiatan berhias atau berhias atau berdandan, maka setiap manusia memiliki kebebasan untuk mengekspresikan keinginan mengembangkan berbagai mode menurut fungsi dan momentumnya, sehingga berhias dapat menyatakan identitas diri seseorang.
Dalam Islam diperintahkan untuk berhias yang baik, bagus, dan indah sesuai dengan kemampuan masing – masing. Terutama apabila kita akan melakukan ibadah shalat maka seyogyanya perhiasan yang kita pakai itu haruslah baik, bersih dan indah (bukan berarti mewah), karena mewah itu sudah memasuki wilayah berlebihan. Hal ini sesuai firman Allah; "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki ) masjid, makan, minumlah, dan janganlah berlebih – lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang brlebih – lebihan." Qs. Al - A'raf /7 : 31)
H. Akhlak Mahasiswa dalam Pergaulan
1. Pengantar
Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang "masih hidup" di dunia ini. Sungguh menjadi sesuatu yang aneh atau bahkan sangat langka, jika ada orang yang mampu hidup sendiri. Karena memang begitulah fitrah manusia. Manusia membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya.
Tidak ada mahluk yang sama seratus persen di dunia ini. Semuanya diciptakan Allah berbeda-beda. Meski ada persamaan, tapi tetap semuanya berbeda. Begitu halnya dengan manusia. Karena perbedaan itulah, maka sangat wajar ketika nantinya dalam bergaul sesama manusia akan terjadi banyak perbedaan sifat, karakter, maupun tingkah laku.
Akhlak Mahasiswa dalam Pergaulan
a. Ta'aruf.
Ta'aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika akan melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dengan ta'aruf kita dapat membedakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang.
b. Tafahum.
Memahami, merupakan langkah kedua yang harus dilakukan ketika bergaul dengan orang lain. Setelah mengenal seseorang dipastikan tahu juga semua yang ia sukai dan yang ia benci. Inilah bagian terpenting dalam pergaulan.
Dengan memahami dapat memilah dan memilih siapa yang harus menjadi teman bergaul dan siapa yang harus dijauhi, karena mungkin sifatnya jahat. Bergaul dengan orang shalih ibarat bergaul dengan penjual minyak wangi, yang selalu memberi aroma yang harum setiap kita bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat ibarat bergaul dengan tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap besi ketika bersamanya.
Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama dengan orang-orang shalih akan banyak sedikit membawa kita menuju kepada kesalihan. Dan begitu juga sebaliknya, ketika bergaul dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan membawa kepada keburukan perilaku ( akhlakul majmumah ).
c. Ta'awun.
Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika belum tumbuh sikap ta'awun (saling menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta pada diri seseorang kepada kita. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullullah SAW telah mengatakan bahwa bukan termasuk umatnya orang yang tidak peduli dengan urusan umat Islam yang lain.
Allah telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan sempurna, teratur, dan berpasang-pasangan. Ada langit dan ada bumi, ada siang dan ada malam, ada dunia ada akhirat, ada surga dan neraka, ada tua dan ada muda, ada laki-laki dan ada perempuan.
Laki-laki dan perempuan: merupakan makhluk Allah yang telah diciptakan scara berpasang-pasangan. jadi, merupakan suatu keniscayaan dan sangat wajar, jika terjadi pergaulan di antara mereka. Dalam pergaulan tersebut, masing-masing berusaha untuk saling mengenal. Bahkan lebih jauh lagi, ada yang berusaha saling memahami, saling mengerti dan ada yang sampai hidup bersama dalam kerangka hidup berumah tangga. lnilah indahnya kehidupan.
Laki-laki dan perempuan ditentukan dalam sunah Allah untuk saling tertarik satu dengan yang lainnya. Laki-laki tertarik dengan perempuan, demikian juga sebaliknya, perempuan tertarik kepada laki-laki. Allah Swt. memberikan rasa indah untuk saling menyayangi di antara mereka. Tidak jarang juga masing-masing merindukan yang lainnya. Rindu untuk saling menyapa, saling melihat, serta saling membenci atas. dasar ketulusan dan kasih sayang.
Pergaulan yang baik dengan lawan jenis. hendaklah tidak didasarkan pada nafsu (syahwat) yang dapat menjerumuskan pada pergaulan bebas yang dilarang agama. Inilah yang tidak dikehendaki dalam Islam. Islam sangat memperhatikan batasan-batasan yang sangat jelas dala pergaulan antara laki-laki dengan perempuan.
Seorang laki-laki yang bukan muhrim, dilarang untuk berduaan di tempat-tempat yang memungkinkan melakukan perbuatan yang dilarang. Kalau pun bersama-sama sebaiknya disertai oleh muhrimnya atau minimal ditemani tiga orang, yaitu: dua laki-laki dan satu perempuan. atau Juga pergaulan untuk belajar atau bergaul jika ada dua orang perempuan dan seorang laki-laki. Hal ini memungkinkan untuk lebih menjaga diri.
Dalam pergaulan sehari-hari di lingkungan kampus terutama antar mahaiswa dan mahasiswi, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian khusus, disamping ketentuan umum tentang hubungan bersosialisasi lainnya, yaitu tentang mengucapkan dan menjawab salam, berjabat tangan, dan khalwah. Pembahasan tentang pergaulan ini berfokus pada tiga hal tersebut.
a) Mengucapkan dan Menjawab Salam
Islam mengajarkan kepada sesama muslim untuk saling bertukar salam apabila bertemu (Q.S. An-Nisa' 4:86) atau bertamu (Q.S. An-Nur 24:27), Supaya rasa kasih sayang sesama dapat selalu terpupuk dengan baik. Salam yang diucapkan minimal adalah "Assalamu'alaikum". Tetapi akan lebih baik dan lebih besar pahalanya apabila diucapkan secara lebih lengkap. Mengucapkan salam hukumnya sunat, tetapi menjawabnya wajib, minimal dengan salam yang seimbang. Bila bertemu yang terlebih dahulu mengucapkan salam adalah yang berada di atas kendaraan kepada yang berjalan kaki, yang berjalan kaki kepada yang duduk, yang sedikit kepada yang banyak, dan yang lebih muda kepada yang lebih tua. Salam tidak hanya diucapkan waktu saling bertemu, tetapi juga tatkala mau berpisah.
Jika ada rombongan, baik yang mengucapkan maupun yang menjawab salam boleh hanya salah seorang dari anggota rombongan tersebut. Laki-laki boleh mengucapkan salam kepada perempuan dan juga sebaliknya. Salam yang diajarkan oleh Islam adalah salam yang bernilai tinggi, universal dan tidak terikat dengan waktu.
b) Berjabat Tangan
Rosululloh mengajarkan bahwa untuk lebih menyempurnakan salam dan menguatkan tali ukhuwah Islamiyah, sebaiknya ucapan salam diikuti dengan berjabatan tangan. Berjabat tangan haruslah dilakukan dengan penuh keikhlasan yang tercermin dari cara bersalama. Rosululloh telah mengajarkan kalau menjabat tangan seseorang harus dengan penuh perhatian, keramahan, dan muka yang manis. Pandanglah muka orang yang disalami, jangan bersalaman sambil memandang objek lain, karena sikap demikian akan menimbulkan perasaan tidak dihargai. Bisa-bisa yang disalami akan tersinggung. Juga jangan menarik tangan dengan cepat dan tergesa-gesa yang mengesankan kita tidak berjabatan tangan tidak dengan senang hati tapi karena terpaksa karena keadaan atau dengan perasaan yang berat. Namun anjuran berjabatan tangan tidak berlaku antar lawan jenis. Bahkan Islam mengharamkan berjabat tangan antara pria dan wanita asing.
c) Khalwah
Satu hal lagi yang sangat penting diperhatikan dalam pergaulan pria dan wanita, terutama antar muda mudi adalah masalah pertemuan antara pria dan wanita, terutama pertemuan-pertemuan pribadi. Rosululloh SAW melarang pria dan wanita ber khalwah, baik di tempat umum, apalagi di tempat sepi.
Khalwah adalah berdua-duaan antara pria dan wanita yang tidak punya hubungan suami isteri dan tidak pula mahram tanpa ada orang ketiga.