SELULITIS DAN ABSES
Definisi a. Selulitis
Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada permukaan jaringan lunak dan bersifat difus. Selulitis dapat terjadi pada semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah t ersebut kurang sempurna. Selulitis mengenai jaringan subkutan bersifat difus, konsistensinya bisa sangat lunak maupun keras seperti papan, ukurannya besar, spongius dan tanpa disertai adanya pus, serta didahului adanya infeksi bakteri. Tidak terdapat fluktuasi yang nyata seperti pada abses, walaupun infeksi membentuk suatu lokalisasi cairan (Peterson, 2003). Penyebaran infeksi selulitis progressif mengenai daerah sekitar, bisa melewati median line, kadang-kadang turun mengenai leher (Pedlar, 2007). Etiologinya berasal dari bakteri Streptococcus sp. Mikroorganisme lainnya negatif anaerob seperti Prevotella, Porphyromona dan Fusobacterium (Berini, et al, 1999). Infeksi odontogenik pada umumnya merupakan infeksi campuran dari berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob maupun anaerob mempunyai mempunyai fungsi yang sinergis (Peterson,2003). Infeksi Primer selulitis dapat berupa perluasan infeksi/abses periapikal, osteomyielitis dan perikoronitis yang dihubungkan dengan erupsi gigi molar tiga rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi periapikal/perikoronal, penyuntikan dengan menggunakan jarum yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah (Sialodenitis), fraktur compound maksila / mandibula, laserasi mukosa lunak mulut serta infeksi sekunder dari oral malignancy.
Menurut Berini, et al (1999) selulitis dapat digolongkan menjadi:
1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial, yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau spasia yang terlibat.
2. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan berdasarkan spasia
yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang purulen,
mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi. Peterson (2003) beranggapan bahwa selulitis dan abses sulit dibedakan, karena pada beberapa pasien dengan indurasi selulitis mempunyai daerah pembentukan abses. a. Selulitis Difus Akut Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu: 1) Ludwig’s Angina 2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid 3) Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal 4) Selulitis Fasialis Difus 5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya b. Selulitis Kronis Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi
pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan yang adekuat atau tanpa drainase.
3.Selulitis Difus yang Sering Dijumpai Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Angina Ludwig’s . Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang mengenai spasia sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai mengenai spasia pharingeal. Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai satu sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.
Biasanya infeksi primer dari selulitis berasal dari gigi molar kedua dan ketiga bawah, penyebab lainnya adalah sialodenitis kelenjar submandibula, fraktur mandibula compund, laserasi mukosa lunak mulut, luka yang menusuk dasar mulut dan infeksi sekunder dari keganasan oral. Gejala klinis dari Angina Ludwig’s (Pedlar, 2007), seperti oedema pada kedua sisi dasar mulut, berjalan cepat menyebar ke leher hanya dalam beberapa jam, lidah terangkat, trismus progressif, konsistensi kenyal – kaku seperti papan, pembengkakan warna kemerahan, leher kehilangan anatomi normalnya, seringkali disertai demam/kenaikkan
temperatur tubuh, sakit dan sulit menelan, kadang sampai sulit bicara dan bernafas serta stridor. Angina Ludwig’s memerlukan penangganan sesegera mungkin, berupa rujukan untuk mendapatkan perawatan rumah sakit, antibiotik intravenous dosis tinggi, biasanya untuk terapi awal digunakan Ampisillin dikombinasikan dengan metronidazole, penggantian cairan melalui infus, drainase through and through, serta penangganan saluran nafas, seperti endotracheal intubasi atau tracheostomi jika diperlukan.
b. Abses
Abses adalah daerah jaringan yang terbentuk dimana didalamnya terdapat nanah yang terbentuk sebagai usaha untuk melawan aktivitas bakteri berbahaya yang menyebabkan infeksi. Sistim imun mengirimkan sel darah putih untuk melawan bakteri. Sehingga nanah atau pus mengandung sel darah putih yang masih aktif atau sudah mati serta enzim. Abses terbentuk jika tidak ada jalan keluar nanah atau pus. Sehingga nanah atau pus tadi terperangkap dalam jaringan dan terus membesar.
Abses dapat terbentuk pada seluruh bagian di dalam tubuh. Khususnya di dalam mulut, dapat terbentuk di gusi, gigi, atau akarnya. Bakteri dapat masuk dengan beberapa jalan: 1. Melalui luka yang terbuka 2. Melalui lubang karies 3. Melalui poket atau gusi yang terbuka
Perbedaan Abses dan Selulitis
KARAKTERISTIK
SELULITIS
ABSES
Durasi
Akut
Kronis
Sakit
Berat dan merata
Terlokalisi
Ukuran
Besar
Kecil
Palpasi
Indurasi jelas
Fluktuasi
Lokasi
Difus
Berbatas Jelas
Kehadiran Pus
Tidak ada
Ada
Tingkat Keparahan
Lebih berbahaya
Tidak darurat
Bakteri
Aerob (Streptococcus)
Anaerob (Staphylococcus)
Enzim yang dihasilkan
Streptokinase / fibrinolisin
Coagulase
Hyaluronidase dan Streptodornase Sifat
Difus
Terlokalisir
Sumber :
http://www.gbipasko39bandung.com/artikel/39article/37/Abses-pada-Gigi penulis : Suryadinata, drg
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/10/pustaka_unpad_selulitis_fasialis.pdf
Peterson L J., et al. 2003. Contemporary Oral and Maxillofascial Surgery. 4th ed. Mosby. Saint Louis. Missouri
Topazian & Goldberg. 2004. Oral and Maxillofacial Infections. 3rd ed. WB. Saunders. Philadelphia
Pedlar, Jonathan. 2007. Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd ed. Elsevier. London