Distribusi Obat Dalam Tubuh
Setelah diabsorpsi obat akan didistribusi keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah, karena selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dapat dibedakan menjadi 2 fase berdasarkan penyebaran didalam tubuh, yaitu : a. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik, seperti jantung, hati, ginjal dan otak. b. Distribusi fase kedua jauh j auh lebih luas lagi, yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ pada fase pertama, misalnya pada otot, visera, kulit dan jaringan lemak. Distribusi obat dari sirkulasi ke Susunan Saraf Pusat sulit terjadi, karena obat harus menembus Sawar Darah Otak, karena endotel kapiler otak tidak mempunyai celah antar sel maupun vesikel pinositotik. Apabila obat mencapai pembuluh darah, obat akan ditranspor lebih lanjut bersama dalam aliran darah dalam sistem sirkulasi. Akibat landaian konsentrasi darah terhadap jaringan, bahan obat mencoba m encoba untuk u ntuk meninggalkan men inggalkan pembuluh pembu luh darah dan terdistribusi dalam organisme keseluruhan. Penetrasi dari pembuluh darah ke dalam jaringan dan dengan demikian distribusinya, seperti halnya absorbsi, bergantung pada banyak peubah. Khususnya ukuran molekul, ikatan pada protein plasma dan protein jaringan, kelarutan dan sifat kimia. Selanjutnya bergantung pada pasokan darah dari organ dan jaringan masingmasing, ketelapan membran dan perbedaan pH antara plasma dan jaringan. 1. Ruang Distribusi
Berdasarkan fungsinya, organisme dapat dibagi dalam ruang distribusi yang berbeda (kompartemen). Ruang Intasel dan ruang ekstrasel, dalam ruang intrasel (sekitar 75% dari bobot badan) termasuk cairan intrasel dan komponen sel yang padat, ruang ekstrasel (sekitar 22% dari bobot badan) dibagi lagi atas :
Air plasma : air plasma (sekitar 4% dari bobot bad an) meliputi cairan intravasal.
Ruang usus : ruang usus (sekitar 16-20% dari bobot badan) meliputi cairan yang mudah berdifusi dalam intestinum serta cairan yang sukar berdifusi dalam jaringan
ikat tebal dari kulit, otot, persendian dan tulang.
Cairan transsel : cairan transsel (sekitar 1.5% dari bobot badan) Angka-angka yang diberikan hanya berlaku untuk orang dewasa usia pertengahan.
Pada bayi misalnya, bagian cairan pada bobot badan pada hakekatnya lebih tinggi. Bergantung pada sifat fisiko kimianya, berdasaran distribusi ke dalam berbagai ruang distribusi, dibedakan 3 jenis bahan obat :
Obat yang hanya terdistribusi dalam plasma.
Obat yang terdistribusi dalam plasma dan ruang eksternal sisa.
Obat yang terdistribusi dalam ruang ekstrasel dan juga d alam ruang intrasel. Distribusi bahan obat lain antara ruang plasma dan ruang usus dipengaruhi oeh
struktur kapiler dalam daerah atau organ masing-masing. Pertukaran mudah terjadi pada tempat endotel kapiler dan membran basal menunjukkan ruang (misalnya hati, limpa). Demikian juga yang baik dilewati ialah kapiler yang memiliki ruang endotel disekelilingi membran. Sebaliknya, yang sukar ialah penetrasi dalam daerah kapiler dengan endotel dan membran basal tanpa ruang dan selain itu penetrasinya sangat terbatas, apabila pada kaliper terdapat sel-sel lain. Kapiler otak misalnya, dikelilingi rapat dengan sel-sel glia dan dalam darah pleksus khorioidea, yaitu tempat terbentuknya cairan serebrospinalis, kapiler ke ruang cairan dilapisi oleh selapis tunggal epitel. Akibatnya ialah pembatasan permeasi. Ini disebut sawar darah otakdan sawar darah cairan otak. Bahan-bahan yang larut dalam lemak dapat melewati sawar dengan baik, sebaliknya bahan-bahan yang tak larut dalam lemak sukar melewatinya, sejauh tak terdapat mekanisme transpor aktif, seperti misalnya pada asam amino. Pada proses meradang, ketelapan naik seperti dalam jaringan-jaringan lain, sehingga bahan yang dalam keadaan normal tidak dapat berdifusi melalui sawar darah otak menembus ke dalam sistem saraf pusat. Ruang intrasel dipisahkan oleh membran sel lipofil menjadi ruang usus dan ruang plasma. Karena itu juga hanya zat yang lipofil dapat menembus sel dan organelnya, dengan kekecualian bahan yang ditranspor secara aktif.
2. Ikatan Protein
Faktor penting lain untuk distribusi obat ialah ikatan pada protein terutama protein plasma, protein jaringan dan sel darah merah. Sesuai dengan struktur kimia protein dapat terlibat ikatan ion, ikatan jembatan hidrogen dan ikatan dipol-dipol serta interaksi hidrofob. Kemungkinan terjadi ikatan yang berbeda-beda menjelaskan juga mengapa senyawa yang amat beragam diikat pada protein. Kecuali ikatan pada reseptor, ikatan pada protein relatif tidak khas untuk senyawa-senyawa yang asing bagi tubuh, walaupun begitu ikatan ini terjadi terutama pada tempat ikatan dengan afinitas tinggi yang jumlahnya relatif kecil. pada albumin serum manusia dapat dibuktikan dua tempat ikatan yang berbeda (tempat ikatan I dan II). Beberapa bahan obat terikat selektif hanya pada satu dari kedua tempat ikatan (misalnya natikoagulansia jenis dikumarol pada tempat ikatan I, benzodiazepin pada tempat ikatan II) sedangkan yang lain terikat pada kedua tempat ikatan. Pada senyawa basa misalnya propanolol, lidokain, disopiramid, petidin atau antidepresiva trisiklik, alfa glikoprotein asam membantu juga pembentukan ikatan protein plasma. Untuk senyawa tubuh sendiri seringkali terdapat protein transpor spesifik dari fraksi globulin. Ikatan protein adalah bolak-balik. Ikatan tak bolak-balik (kovalen) misalnya reaksi sitostatika yang mengalkilasi protein, tidak termasuk dalam ikatan protein. Makin besar afinitas bahan yang bersangkutan, pada protein, makin kuat ikatan protein.Sejauh tetapan afinitas terhadap berbagai protein, misalnya terhadap protein plasma dan protein jaringan, berbeda, maka kesetimbangan distribusi juga dipengaruhi : kesetimbangan akan bergeser ke protein dengan tetapan afinitas yang lebih besar. Selajutnya ikatan protein selain bergantung kepada sifat-sifat bahan berkhasiat, ia bergantung juga kepada harga pH plasma serta bergantung k epada umur. Contohnya pada keadaan asidosis, barbiturat yang terikat pada protein menurun. Pada bayi baru lahir, ikatan protein lebih rendah daripada ikatan protein dewasa (dengan akibat meningkatnya kepekaan bayi baru lahir). Ikatan protein mempengaruhi intensitas kerja, lama kerja dan eliminasi bahan obat sebagai berikut : bagian obat yang terikat pada protein plasma tidak dapat berdifusi
dan umumnya tidak mengalami biotransformasi dan eliminasi. Tanpa memperhatikan kekecualian, ini berarti bahwa hanya bentuk bebas yang mencapai tempat kerja yang sesungguhnya dan karena itu dapat berkhasiat. Dipihak lain bagian yang terikat merupakan bentuk cadangan yang tidak aktif. Pada penurunan konsentrasi bentuk bebas (misalnya akibat biotransformasi dan aliminasi), molekul obat dibebaskan dari cadangan ini untuk mengatur kembali kesetimbangan. Apabila dalam darah tedapat beberapa obat dalam waktu yang bersamaan, maka terdapat kemungkinan persaingan terhadap tempat ikatan dan dengan demikian sebaliknya
terjadi pengaruh terhadap intensitas kerja dan
lama kerja, terutama jika besarnya bagian yang terikat lebih dari sama dengan 80%. Selanjutnya harus dipikirkan bahwa obat dapat juga mengusir senyawa tubuh sendiri, misalnya bilirubin atau glikokortikoid dari ikatannya pada protein plasma dan menyebabkan bagian yang tidak terikat meningkat.