ETIKA DISKRIMINASI PEKERJAAN
A. Sifat Diskriminasi Tenaga Kerja
Istilah diskriminasi berasal dari bahasa latin
discernere yang
berarti membedakan, memilah,
atau memisahkan (bertens, 2000: 186). Diskriminasi adalah “membedakan suatu objek dengan objek lainnya”. Dalam pengertian ini Diskriminasi merupakan suatu tindakan yang secara moral adalah netral dan tidak dapat disalahkan. Namun, dalam pengertian modern, istilah ini secara moral ini tidak netral karna biasanya mengacu pada tindakan membedakan seorang dari orang lain bukan berdasarkan keunggulan yang dimiliki, tetapi berdasarkan prasangka atau berdasarkan sikap-sikap yang secara moral tercela. Diskriminasi terjadi dalam semua sector kehidupan masyarakat, termasuk bisnis. Sebagai contoh diskrimasi rasial dan seksual telah lama ada dalam sejarah bisnis. Meskipun saat ini banyak kaum minoritas dan perempuan memasuki dunia kerja, namun berbagai masalah diskriminasi masih menyelimuti para pekerja. Melakukan diskriminasi tenaga kerja berarti membuat keputusanyang merugikan pegawai yang merupakan anggota kelompok tertentu karna adanya prasangka yang secara moral tidak dibenarkan terhadap kelompok tersebut. Banayk pegawai yang diperlakukan berbeda tanpa alasan yang relevan. Dalam hal ini, diskriminasi melibatkab 3 elemen dasar : 1. Keputusan yang merugikan pegawai, karna tidak berdasarkan kemampuan yang dimiliki. 2. Keputusan yang merugikan pegawai karna diambil berdasarkan prasangka (misalnya : rasial, seksual, dan agama) stereorip yang salah, atau sikap lain yang secara moral tidak benar terhadap anggota kelompok tertentu dimana pegawai tersebut berasal. 3. Keputusan yang miliki pengaruh negatif atau merugikan kepentingan-kepentinga pegawai yang dapat mengakibatkan mereka kehilangan pekerjaan. Dalam suatu organisasi tindakan diskriminatif dapat terjadi dalam beragai bentuk, yaitu : 1. Sengaja Diskriminasi dilakukan secara sengaja dan sadar karena : a. Prilaku pribadi individu yang ada dalam organisasi dan bukan merupakan praktek yang dikehendaki organisasi. Misalnya, suatu perusahaan tidak bermaksu melakukan
diskriminasi, tetapi petugas wawancara yang tunjuk saat melakukan rekrutmensecara sengaja dan sdar melakukan diskriminasi karna prasangka pribadi. b. Perilaku rutin organisasi yang secara historis (turun-temurun) melakuakn
praktek
diskriminasi karna prasangka pribadi para anggotanya sehingga praktek tersebut nakhirnya melembaga. Misalnya, suatu perusahaan dari dulu sampai sekarang hanya menerima pria sebagai tenaga keamanan, karna beranggapan wanita tidak cocok sebagai keamanan. Tindakan ini akhirna melembaga dan akhirnya dilakukan terus-menerus. 2. Tidak sengaja Suatu organisasi mungkin saja tidak bermaksud melakukan tindak diskriminasi, tetapi secara tidak sengaja dan tidak sadar telah melaukannya karena : a. Menerima praktek stereotip tradisional dari masyarakat sekitarnya. Misalnya, disuatu lingkungan masyarakat terdapat anggapan bahwa wanita tidak pantas menjadi pemimpin, sehingga wanita tidak lumrah menduduki posisi atau jabatan penting. b. Menjalankan prosedur formal perusahaan. Misalnya, suatu perusahaan wajib mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dalam melakukanrekeutmen. Tetapi ternyata prosedur tersebut ternyata mengakibatkan adanya kelompok tertentu terdiskriminasi. c. Kebetulan. Misalnya, jumlah pekerja yang diterima bekerja dalam suatu perusahaan mayoritas pria, karna kebetulan yang melamar pekerjaan dan memenuhi standar kelulusan sebagian besar pria.
B. Tingkat Diskriminasi
Indikator diskriminasi timbul apabila terdapat proporsi yang tidak seimbang atas anggota kelompok tertentu yang memegang jabatan yang kurang diminati dalam suatu institusi tanpa mempertimbangkan preferensi ataupun kemampuan mereka. Ada tiga perbandingan yang mungkin bisa membuktikan distribusi seperti itu: 1. Perbandingan atas keuntungan rata-rata yang di berikan institusi pada kelompok yang terdiskriminasi dengan keuntungan rata-rata yang diberikan pada kelompok lain dalam pekerjaan yang sama.
2. Perbandingan atas proporsi kelompok terdiskriminasi yang terdapat dalam tingkat perkerjaan paling rendah dengan proporsi kelompok lain dalam tingkat yang sama. 3. Perbandinga proporsi dari anggota kelompok tersebut yang memegang jabatan lebih menguntungkan dengan proporsi kelompok lain dalam jabatan yang sama.
C. Diskriminasi: Utilitas, Hak, dan Keadilan
Dengan melihat penjelasan sebelumnya mengenai diskriminasi pekerjaan maka muncul pertanyaan apakah semua ketidakadilan tersebut salah dan bagaimna cara mengubahnya jika itu salah? Yang pasti bahwa ketidakadilan yang merugikan pihak lain merupakan pelanggaran etika. Argumentasi yang menolak diskriminasi secara umum dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu argumen utilitarian, argumen hak, dan argumen keadilan. 1. Utilitas
Argument utilitas yang menentang diskriminasi rasial dan seksual didasarkan pada gagasan bahwa produktivitas masyarakat akan optimal jika pekerjaan diberikan dengan berdasarkan kompetensi yang dimiliki masing-masing. Sehingga diskriminasi terhadap para pencari kerja berdasarkan ras, jenis kelamin, agama, atau karakteristik-karakteristik lain yang tidak berkaitan dengan pekerjaan adalah tidak efisien dan bertentangan dengan prinsip-prinsip utilitarian. Argument utilitarian dihadapkan pada dua kritik. Pertama, bahwa ada faktor-faktor lain yang dapat menjadi pertimbangan selain dari sekedar kompetensi dalam memberikan pekerjaan, misalnya diberikan berdasarkan kebutuhan. Kedua, argument utilitarian juga harus menjawab tuntutan penentangnya yang menyatakan bahwa masyarakat secara keseluruhan akan memperoleh keuntungan dari keberadaan bentuk-bentuk diskriminasi seksual tertentu. Misalnya bahwa seorang perempuan memiliki karakteristik-karakteristik yang membuatnya cocok untuk di rumah tangga saja. 2. Hak
Teori Kant menyatakan bahwa “manusia haruslah diperlakukan sebagai tujuan dan tidak boleh hanya sebagai sarana.” Argument ini menyatakan bahwa masing-masing individu memiliki hak moral untuk diperlakukan sebagai seorang yang merdeka dan sejajar dengan semua orang lain, dan bahwa semua individu memiliki kewajiban moral korelatif untuk memperlakukan satu sama lain sebagai individu yang merdeka dan sederajat.
3. Keadilan
John Rawls menyatakan bahwa diantara prinsip-prinsip keadilan yang menjelaskan posisi asal, yang paling penting adalah prinsip kesamaan hak untuk memperoleh kesempatan. Prinsip keadilan menganggap bahwa diskriminasi melanggar prinsip keadilan dengan cara menutup kesempatan bagi kaum minoritas untuk menduduki posisi-posisi tertentu dalam sebuah lembaga sehingga otomatis berarti mereka tidak memperoleh kesempatan yang sama seperti orang lain.
D. Praktek-Praktek Diskriminasi
Apapun argument yang menentang tindakan diskriminasi, tetap jelas bahwa diskriminasi merupakan sesuatu yang salah. Berikut ini beberapa tindakan-tindakan dianggap diskriminatif: 1. Rekrutmen, Perusahaan yang sepenuhnya bergantung pada referensi verbal para pegawai saat ini dalam merekrut karyawan baru cenderung merekrut karyawan dari kelompok ras dan seksual yang sama yang terdapat dalam perusahaan. 2. Seleksi, kualifikasi pekerjaan dianggap diskriminatif jika tidak relevan dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan. 3. Kenaikan pangkat, dikatakan diskriminatif jika perusahaan memisahkan evaluasi kerja pria kulit putih dengan pegawai perempuan dan pegawai dari kelompok minoritas. 4. Kondisi pekerjaan, pemberian gaji akan diskriminatif jika dalam jumlah yan g tidak sama untuk orang yang melaksanakan pekerjaan yang pada dasarnya sama 5. PHK, memecat berdasarkan pertimbangan ras, dan jenis kelamin merupakan diskriminasi.
E. Tindakan Afirmatif
Untuk menghapus pengaruh diskriminasi masa lalu, banyak perusahaan yang melaksanakan pogram tindakan afirmatif yang dimaksudkan untuk mencapai distribusi yang lebih representatif dalam perusahaan dengan memberikan preferensi pada kaum perempuan dan minoritas. Inti dari program ini adalah suatu penyelidikan yang mendetail atas semua klasifikasi pekerjaan besar dalam perusahaan untuk menentukan apakah jumlah pegawai perempuan dan minoritas dalam klasifikasi pekerjaaan tertentu lebih kecil bila dibandingkan dengan tingkat ketersediaan tenaga kerja di wilayah tempat pekerja direkrut. Perusahaan menunjuk seseorang untuk mengoorinasikan dan melaksanakan program afirmatif, dan melaksanakan program dan
langkah khusus untuk menambah pegawai baru dari kelompok minoritas dan perempuan untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan. Meskipun memiliki tujuan yang baik, Tindakan afirmatif dikritik dengan alasan bahwa upaya memperbaiki kerugian diskiminasi masa lalu diatasi justru dengan melakukan diskriminasi kebalikan, yaitu dengan memberikan preferensi kepada kaum minoritas dan perempuan. Diskriminasi kebalikan apa pun bentuknya tetap merupakan tindakan yang tidak adil, karena merupakan diskriminasi. Disisi lain terdapat sejumlah argumen yang mendukung tindakan afirmatif yaitu bahwa: 1. Tindakan Afirmatif Sebagai Kompensasi Keadilan kompensatif mengimplementasikan bahwa seseorang wajib memberikan kompensasi terhadap orang yang dirugikan secara sengaja. Selanjutnya, program tindakan afirmatif diinterpretasikan sebagai salah satu bentuk ganti rugi yang diberikan kaum pria kulit putih kepada perempuan dan kaum minoritas karena telah merugikan mereka di masa lalu. Kelemahan argumen yang mendukung tindakan afirmatif yang didasarkan pada prinsip kompensasi adalah prinsip ini mensyaratkan hanya dari individu yang sengaja merugikan orang lain, dan hanya memberikan kompensasi kepada individu yang dirugikan. 2. Tindakan Afirmatif Sebagai Instrumen untuk Mencapai Tujuan Sosial Hambatan utama yang dihadapi oleh pembenaran utilitarian atas program afirmatif, pertama berkaitan dengan persoalan apakah biaya sosial dari program tindakan afirmatif lebih besar dari keuntungan yang diperoleh. Kedua, mempertanyakan asumsi bahwa ras merupakan indikator kebutuhan yang tepat. Salah satu tujuan pogram tindakan afirmatif adalah mendistribusikan keuntungan dan beban masyarakat yang konsisten dengan prinsip keadilan distributif, dan mampu menghapuskan dominasi rasatau jenis kelamin tertentu atas kelompok pekerjaan yang penting. Tujuan dasarnya adalah terciptanya masyarakat yang lebih adil. Kesempatan yang dimiliki seseorang tidak dibatasi oleh ras atau jenis kelaminnya. Tujuan ini secara moral sah sejauh usaha untuk memperoleh kesempatan yang sama secara moral juga masih dianggap sah. 3. Penerapan Tindakan Afirmatif dan Penanganan Keberagaman Kriteria lain selain ras dan jenis kelamin yang perlu dipertimbangkan saat mengambil keputusan dalam program tindakan afirmatif. Pertama, jika hanya kriteria ras dan jenis kelamin yang digunakan akan mengarah pada perekrutan pegawai yang tidak berkualifikasi dan
mungkin menurunkan produktivitas. Kedua, banyak pekerjaan yang memiliki pengaruh penting pada kehidupan orang lain. Jika suatu pekerjaan memiliki pengaruh penting, katakanlah pada jiwa orang lain, kriteria selain ras dan jenis kelamin harus diutamakan dan lebih dipertimbangkan dibandingkan tindakan afirmatif. Kontroversi sehubungan dengan kelayakan moral program tindakan afirmatif belum berakhir. Tidak berarti program seperti itu tidak melanggar semua prinsip moral. Jika argumen itu benar, program tindakan afirmatif setidaknya konsisten dengan prinsip moral.