I.
PENDAHULUAN
Elektronika merupakan pengembangan dari ilmu listrik yang mempelajari teori tentang gerakan-gerakan elektron dari komponen-komponen aktif serta penggunaannya. Ilmu elektronika
dikelompokkan menjadi menjadi dua cabang yang luas yaitu yang
berhubungan dengan aliran electron dalam tabung hampa, gas atau benda padat disebut elektronika fisika. fisika. Sedang yang berhubungan dengan perencanaan, pengembangan dan pemakaian peralatan disebut teknik elektronika.
1.1
Perkembangan Elektronika
Bidang elektronika dimulai dengan peremuan oleh Hertz (1888) bahwa energi elektromagnetik dapat dirambatkan dan dideteksi. Elektronika memasuki suatu masa evolusi yang cepat dengan ditemukan dioda tabung oleh Fleming (1903), diikuti penemuan pendeteksi kristal oleh Picard (1906) dan selanjutnya penemuan triode tabung oleh De Forest (1907). Perkembangan selanjutnya dengan ditemukan komponen semikonduktor sebagai bahan dasar pembuatan komponen elektronika; dan pada tahun 1948 ditemukan transistor oleh Bardeen dan Brattain selanjutnya oleh Shockly tahun 1949 dikembangkan teori junction transisitor dan berkembang terus sampai ke komponen terpadu (IC = integrated Circuit ) Elektronika telah maju dengan pesat dan digunakan secara luas di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan modern.
1.2
Tabung Elektron
Tabung elektron merupakan komponen elektronika yang berbentuk tabung silinder yang di dalam ruang hampa atau sebagian dihampakan terjadi penghantaran elektronis. Di dalam tabung electron terpasang elektroda-elektroda dan pemanas (heater ). ). Tabung electron terdapat 2 macam yaitu 1. Tabung hampa yaitu tabung electron yang di dalamnya tedapat tekanan gas sangat rendah
sehingga tak berpengaruh pada kerja tabung
1
2. Tabung gas yaitu tabung electron yang di dalamnya terdapat gas mulia sperti helium, neon,argon, krypton dan xenon untuk maksud-maksud tertentu. Uap dari gas-gas tersebut mempengaruhi kerja tabung. Tabung elektron didapatkan dalam berbagai jenis dengan ditandai jumlah elektrodanya yaitu dioda; trioda; tetroda; pentode; hexoda ; septoda dst. Konstruksi tabung electron dan simbulnya terlihat pada gambar berikut.
A= anoda A
K = Katoda
A
G = Grid
A
A
G K
K Dioda
G
SG K
K
Dioda gas
( a)
SG = Sreen Grid
Trioda
Tetroda
( b) Gambar 1. Tabung elektron a) Bentuk fisik b) Simbol-simbol
1.3
Pancaran /emmisi elektron
Emmisi elektron adalah peristiwa memancarnya elektron dari bahan emisi karena pengaruh dari luar luar yang yang
mampu mengalahkan mengalahkan rintangan permukaan bahan
emisi. Emisi elektron dapat terjadi akibat : 1. Panas disebut emmisi thermis 2. Medan listrik disebut emmisi kuat medan 3. Sinar (foto) disebut emmisi foto. 4. Enersi elektron disebur emisi primer 5. Pantulan elektron disebut emisi sekunder Tabung elektron bekerjanya berdasarkan emisi termis dan emmisi kuat medan.
1.4
Bahan emmisi
Oleh karena tabung berkerja berdasarkan emmisi thermis maka dibutuhkan 0
-1
bahan emisi yang mempunyai daya tahan terhadap panas ( K ) . Bahan-bahan tersebut adalah :
2
No 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Bahan
Calsium Carbon Cesium Nickel Oxide Coating
-1
K ()
No
31.100 54.400 21.000 58.000 11.600
6. 7. 8. 9.
˚
-1
Nama Bahan
( K ) ˚
Tantalum Thorium Tungsten Thoriated Tungsten
47.600 39.400 52.400 30.500
2. BAHAN SEMIKONDUKTOR
Susunan pita dari benda padat dapat dikelompakkan menjadi 3 kelompok yaitu : 1. logam (konduktor) yang memiliki tahanan jenis antara 10 2. isolator yang memiliki tahanan jenis antara 10
-6
-6
sampai 10
3. semikonduktor yang memiliki tahanan jenis antara 10
-3
sampai 10-5 Ω.
-18
Ω. -7
sampai 10
Ω.
Bahan semikonduktor besar tahanan jenisnya berada diantara konduktor dan isolator sehingga dapat bersifat sebagai konduktor dan isolator. Tahanan jenis dengan inisial p (baca rho) dihitung dengan rumus
P = p R A (q) l
= tahanan jenis = tahanan bahan = luas = panjang banah
R. A l
=
(Ω ) cm
cm 2
Ω/cm Ω 2
cm cm
-6
Contoh : konduktor ( tembaga tembaga p = 10 Ω cm ) 1 semikonduktor ( germanium p germanium p = 5. 10 12 isolator ( mica p mica p = 10 Ω cm )
4 silikon p = 5. 10 Ω cm ) Ω cm, silikon p
2.1. Level Energi
Diagram pita (band) energi elektron untuk bahan isolator, semikondfuktor dan konduktor seperti terlihat pada gambar 2. berikut b erikut ini.
3
Energi elektron
pita konduksi pita conduksi EG=0
pita konduksi EG EG
EG = Energi gap
pita valenci pita valenci pita valenci konduktor semi konduktor isolator jarak
isolator
jarak konduktor
semi konduktor
isolator
Gambar.2. Level energi Besar level energi W = Q.V ……………………(elektron ……………………(elektron Volt / eV ) -19 = (1,6 . 10 coulomb). V -19 1. eV = 1,6 . 10 joule 2.2. Bahan Dasar Semikonduktor
Penggolongan bahan untuk semikonduktor adalah sebagai berikut: Bahan utama : silicon dan germanium sebagai golongan IV 1. Bahan campuran : Be, Mg, Zn, Cd, Hg …………. golongan II B, Al, Ga, In, Tl ………………golongan III (aseptor) C, Sn, Pb ……………………...golongan I N, P, As, Sb, Bi ……………….golongan V (donor) O, S, Se, Te, Po ……………….golongan VI Bila golongan V didoping ke golongan IV maka menghasilkan logam type N (elektron) Golongan III didoping ke golongan IV menghasilkan logam type P (hole). Logam jenis N memiliki pembawa muatan negatip sebesar – 1,6. 10 pembawa muatan positip + 1,6. 10
-19
-19
C sedang logam jenis P
C. Apabila kedua kedua logam tersebut
dihubungkan/ disambung, maka akan terjadi sambungan sambungan (junction) PN dan dikenal dengan nama dioda PN.
4
2.3. Bahan Instrinsik N dan P
Penghantaran semikonduktor terutama hanya ditentukan oleh pembawa yang dibangkitkan panas, maka semikonduktor ini dinamakan semikonduktor murni atau o
instrinsik. Semikonduktor murni pada 0 K bersifat isolator. Semikonduktor yang mengandung atom pencampur dinamakan semikonduktor teresapi, tercamur atau ekstrinsik. Penghantaran semikonduktor ekstinsik ditentukan oleh kelebihan elektron atau hole dari atom ato-atom pencampur. Pencampuran yang sering digunakan adalah golongan III dan V. Semikonduktor yang berisi pencampur jenis donor (golongan V) dinamakan semikonduktor jenis N, karena pembawa-pembawa arus yang dihasilkan merupakan muatan negatip (elektron) sedang yang berisi pencampur jenis aseptor (golongan III) dinamakan semikonduktor jenis P karena pembawa-pembawa arusnya merupakan muatan positip (lobang)
5
3. DIODA SEMIKONDUKTOR
3.1. Karakteristik Dioda
Dioda semikonduktor merupakan sambungan antara logam jenis P dengan jenis N. Jenis P disebut anoda sedang N disebut katoda. Sifat dari dioda PN dipengaruhi oleh pemberian catu daya. 1. Dalam kondisi tidak diberi pengaruh (VD = 0V ) dari luar, pada sambungan tersebut layer (daerah kosong =dk) dan merupakan energi halangan, karena terjadi depletion layer (daerah pada daerah tersebut elektron (negatip) dan lobang (positip) saling berdifusi Daerah ini lebarnya sekitar 0,5µm. 2. Apabila dioda dicatu daya dengan VD > 0V atau P lebih positip terhadap N maka akan terjadi gaya pada lobang (positip) dan elektron (negatip) yang mengakibatkan lobang dan elektron bergerak menuju sambungan. Akibatnya daerah kosong menyempit dan energi halangan menjadi sangat kecil. Hal ini menyebabkan arus mengalir terutama akibat pembawa mayoritas (IB) yaitu jenis P ke N dan jenis N ke P. Sebaliknya arus pembawa minoritas(IS) mengalir arah sebaliknya tidak dipengaruhi oleh catu daya. Pemberian catu daya ini disebut
dicatu maju atau
forward bias. bias. 3. Apabila dioda dicatu daya dengan VD < 0V mengakibatkan lobang dan elektron bergerak menjauhi sambungan sehingga menyebabkan daerah kosong melebar dan energi halangan menjadi besar. Hal ini menyebabkan arus pembawa mayoritas akan sama dengan nol. Namun arus pembawa minoritas yang melalui daerah kosong ini sangat kecil. Arus ini disebut arus jenuh balik Pemberian catu daya ini disebut dicatu balik atau mundur atau reverse bias. anoda
katoda (a)
IB =0 IS =0 dk P N
VD=0 (b)
IB
IS
IB =0
dk P
dk N
VD>0 (c)
IS
P
N
VD<0 (d)
6
Gambar 3. Simbul dan catu daya pada dioda PN (a) simbul
(b) tanpa dicatu
(c) dicatu maju
(d) dicatu mundur
Dari ke tiga sifat tersebut dapat digambar digambar dalam satu salib sumbu sebagai berikut ID
-VD
mA
Forward bias VD>0V ID > 0
0
Reverse bias VD< 0V ID = - IS
VD non bias VD=0V ID = 0
- ID µA
Gambar 4. Karakteristik dioda Arus total yang mengalir pada dioda daerah forward dan reverse adalah kVD/T
I D = IS ( e - 1) Keterangan : IS = arus jenuh balik -19 e = muatan electron ( 1,6 . 10 colomb ) -23 o -1 k = konstanta Boltzman Boltzman ( 1,38 . 10 joule K ) VD = tegangan dioda o o T = temperature dalam K (300 K ) Bila dioda dialiri DC maka tahanan dioda dinamakan tahanan statis yang besarnya Bila dialiri AC tahanan dioda dinamakan tahanan dinamis sebesar R DC = r AC = vd / id r AC = (kT/e) / id
V D I D
vd = k. T /q r AC =
maka 26mV
id
3.2. Ekivalen Dioda
Dalam kondisi dioda tidak mendapat catu daya dari luar dioda memiliki daerah kosong. Daerah kosong tersebut akan dapat mengalirkan arus dari luar bila catu daya yang
7
dipasang mampu mengalahkan halangan pada daerah kosong tersebut.Tegangan E yang dibutuhkan lebih besar dari tegangan halangan (VT) yang dimiliki oleh dioda. tersebut dioda. VT dioda germanium adalah 0,3V sedang untuk silicon 0,7V. Demikian juga tahanan dioda besarnya dipengaruhi tegangan dari luar. Kondisi maju ( forward forward ) tahanan dioda ( R f f ) sangat kecil yang idealnya R f f =0. Bila dipersamakan dengan sebuah saklar maka saklar (S) tersebut dalam keadaan tertutup. Sedang kondisi mundur (
reverse ) tahanan dioda (Rr ) sangat besar yang idealnya Rr = ∞ . Bila dipersamakan saklar keadaan terbuka. Dioda dapat digambarkan rangkaian persamaannya seperti gambar 5.b berikut.ini. S Kondisi forward Kondisi reverse
R f f =0 Rr = ∞ .
S
(a)
Anoda + ID
VD
Katoda ID -
A
VT R
VD
K Dioda ideal
(b) Gambar. 5. Ekivalen dioda (a) saklar (b) rangkaian
8
4. RANGKAIAN DASAR DIODA
Dioda sering juga disebut komponen satu arah yang artinya bahwa dioda hanya dapat mengalirkan arus dari luar bilamana anoda lebih positip dari katoda. Sebaliknya bila anoda negatip terhadap katoda maka dioda tidak dapat mengalirkan arus. Pada kondisi maju, tahanan ideal dioda adalah nol, oleh karena itu rangkaian dioda perlu ditambahkan resistan yang dipasang seri sebagai pengaman terhadap arus lebih. Seperti komponen lainnya, dioda dalam rangkaian dapat dipasang seri, atau.parallel
4.1. Analisis Garis Beban
Karakteristik sebuah dioda dapat ditemukan pada katalog atau dioda spesifikasi sheet. Data spesifik dioda memuat antara lain : 1. Tegangan forward (VF) 2. Arus maksimum forward ( IF) 3. Arus jenuh reverse (IR ) 4. Tegangan reverse atau Peak Invert Voltage (PIV) 5. Penyimpangan daya ( power power dissipastion) 6. Operasi daerah panas.
Apabila sebuah dioda dibebani resistan R dan dihubungkan dengan batre E maka akan mengalis arus dioda sebesar ID dan tegangan pada R sebesar ID R
ID ID
VD
E
R
E/R
VR
IDQ
Garis beban
Q
0
E
VD
VDQ (a)
(b) Gambar 6. Susunan dioda seri. (a) Rangkaian (b) Garis beban
9
Dari gambar 6a menurut hukum Kirchoff tegangan : E - VD - VR = 0 E = VD + ID R Arus dioda ID akan maksimum apabila VD = 0 sehingga E = 0 + ID R maka IDmax = E / R VD maksimum bila ID = 0 sehingga
E = VDmax
Apabila antara IDmax dan E ditarik sebuah garis, maka garis tersebut disebut garis beban. Titik perpotongan antara garis beban dan lengkung karakteristik dinamakan titik Q (quisent point ) atau titik kerja ( work point ). ). Pada titik tersebut arus mengalir sebesar IDQ dan tegangan VDQ
4.2. Susunan Rangkaian Dioda
4.2.1. Dioda seri dengan beban
Sebuah dioda silicon dihubungkan seri dengan beban R seperti terlihat pada gambar 6.a bila besar E< VT maka ID = 0 ini berarti bahwa rangkaian dalam keadaan terbuka (open)dan tegangan pada beban nol atau VR = 0. Dengan demikian tegangan pada dioda VD=E Sebagai contoh Tegangan E sebesar 0,4V dicatukan pada dioda silicon yang dibebani R sebesar 1 Hitung besar ID ,VR , VD dan titik kerja. Penyelesaian: oleh karena 0,4 V < 0,7 V maka ID = 0
ID
VR = ID R = 0. 1 K Ω.= 0V VD = E= 0,4V
0
VD
E
0,7V ini berarti bahwa titik kerja dioda pada 0,4V
0,4V
Gambar 7. titik kerja E=0,4V
10
4.2.2. Dua dioda seri non oposisi
Rangkaian dua dioda silicon silicon dan germanium non oposisi oposisi atau terhubung seri saling memperkuat dibebaani R seperti gambar berikut +E ID
Si
Ge
Vo IR
R
Vo dan ID dapat dihitung sbb: Vo = E – ( 0,7 + 0,3) V ID = IR = VR /R = Vo / R
Gambar 8. Dioda seri saling memperkuat 4.2.3. Dioda seri oposisi
Rangkaian dua dioda silicon terhubung seri oposisi dibebani R seperti gambar berikut
Pada kondisi tersebut dioda D1 forward tapi D2 reverse maka IR terbuka sehingga ID = IR =0 maka Vo = 0 Tegangan VD2 = E dan VD1= 0 Gambar 9. Dioda seri oposisi Rangkaian dioda dengan 2 catu daya pada gambar berikut ini tegangan pada masingmasing R, tegangan output dan arus dapat dihitung sbb: Dari rangkaian tersebut E1 dan E2 dalam hubungan saling menguatkan sehingga besar tegangan catu adalah ET = E1+E2
E1
R 1
Si
Vo
Arus yang mengalir pada rangkaian
I V1
V2
R 2
E2 E2 Gambar 10. Rangkaian dioda dengan dua catu daya
I=
( E T − E T ) ( R1 + R2 )
V1 = I R 2 V2 = I R 2 Menurut hukum Kircchof tegangan - E2 + V2 – Vo Vo = 0 maka Vo = V2 - E2
Bila E2 > V2 maka Vo mempunyai arah berlawanan dari yang ditentukan
11
4.2.4. Dua dioda hubungan jajar (parallel )
Dua buah dioda silicon arah sama dihubungkan jajar arus pada msing-masing dioda dan tegangan ouput dapat dihitung sbb: I
D1 // D2 maka VT1 // VT2 = Vo = 0,7V I = ( E – Vo ) / R Oleh karena D1 = D2 maka ID1 = ID2
Vo R
E
ID1
ID2
D1
D2
Gambar 11. Dua dioda parallel
Soal soal : 1. Hitunglah besar arus ( I ) yang mengalir pada rangkaian gambar 12 berikut:
D1 R=2,2K
E1=20V
Si
E2=4V
I
Si
D2
Gambar 12. Rangkaian soal 1 2.Hitunglah V2, V1, I2, dan ID2 rangkaian berikut di bawah ini D1=D2=Silikon I2
VT1 I1 ID2
E=20V
VT2
R 1=3,3k V1
R 2=5,6K V2 Gambar 13. Rangkaian soal 2
12
5. APLIKASI DIODA 5.1. Gerbang AND / OR
Dioda sebagai saklar dapat digunakan untuk rangkaian gerbang /logika sebagai dasar dari rangkaian komputer. Dalam bilangan biner hanya dikenal angka 1 dan 0. Angka 1 dalam hal ini berarti positip, sedang angka nol berarti nol atau negatif.
5.1.1. Gerbang OR
Rangkaian gerbang OR (ATAU) (ATAU) logikanya adalah lampu C akan menyala (1) apabila saklar A atau B atau keduanya tertutup (1) ini berarti bahwa bila A dan B terbuka (0) maka lampu akan mati (1) seperti tabel 10.c A
B 0 0 1 1
0 1 0 1
C 0 1 1 1
Gambar 10. Gerbang OR (a) rangkaian logika (b) rangkaian dioda (c) tabel kebenaran Dari gambar 14 b. pada kondisi A=B=0 berarti terhubung pada batere minus, maka arus tidak mengalir (I=0) beban. Pada A=0 dan B=1 arus mengalir lewat D1 sebesar I = (E VT1) /R. Begitu juga saat A = 1 dan B = 0. Bila A = B = 1 maka arus mengalir melalui kedua dioda. Oleh karena VT1 = VT2 = VT besar arus yang mengalir pada beban adalah I = (E -VT) /R. Besar tegangan pada beban Vo = I. R 5.1.2
Gerbang AND
Rangkaian gerbang AND (DAN) logikanya adalah lampu C akan menyala (1) bila saklar A dan B tertutup (1). Ini berarti bahwa bila A atau B atau keduanya terbuka (0) maka lampu akan mati (0) seperti terlihat pada tabel kebenaran gambar 11 b.
A 0 0 1 1
B 0 1 0 1
C 0 0 0 1
Gambar 15. Gerbang AND (a) rangkaian logika (b) rangkaian dioda (c) tabel kebenaran
13
Bila A = B = 0 kedua dioda melalukan arus pada R sebesar I = ( E – VT ) /R besar tegangan pada C sama dengan VT atau I . (R f1 Besar arus tersebut akan f1 // R f2 f2 ) = 0 V Besar sama saat A = 0 ; B=1 atau A=1; B=0 Pada kondisi tersebut salah salah satu dioda “on” dan lainnya “off “ secara bergantian. Pada kondisi A = B = 1 rangkaian rangkaian menjadi terbuka sehingga arus tak mengalir dan tegangan pada C = E = 1
5.2. Pemotong (Clipper)
Dioda dapat melalukan
bagian positip atau bagian negatipnya saja apabila dioda
diberikan masukan (input (input ) berupa sinyal bolak balik dari berbagai bentuk. Pemasangan dioda dapat secara seri atau parallel terhadap masukannya.
0
vi R
vo 0
0
vi R
0
vi R
vo 0
0
vi R
vo 0
vo 0
Gambar 16. Clipper seri
R 0
R vi
vo 0
0
R 0
vi
vi
vo 0
R vo 0
0
vi
vo 0
Gambar 17. Clipper paralel
14
Dengan menambahkan tegangan DC sisipan
pemotong
dapat melalukan bentuk
gelombang masukkan dan keluaran (output (output ) sesuai dengan yang diinginkan
Gambar 18. Cliper seri dengan sisipan tegangan DC a) Rangkaian cliper seri b) Bentuk masukkan c) Bentuk keluaran
V R
vi Vm
vo Vm
VD
vi =Vm V
0
V 0
Gambar 19. Cliper paralel dengan sisipan tegangan DC a) Rangkaian cliper paralel b) Bentuk masukkan c) Bentuk keluaran
5.3. Dioda Penjepit (Clamper)
Dengan memanfaatkan sebuah kondensator maka dioda dapat berfungsi sebagai penjepit ( clamper) seperti terlihat pada gambar 12. berikut ini. Fungsi dari kondensator(C) adalah menyimpan dan melepas muatan pada beban R dengan tetapan waktu
RC. Pada Pada saat masukan masukan positip positip kondensator kondensator akan akan terisi terisi muatan muatan listrik listrik sampai sampai
tegangan maksimum sehingga tegangan pada kondensatorVc = Q/C sama dengan tegangan masukkan (V). Pada kondisi ini dioda akan forward atau hubung singkat short ), ( short ), sedang saat masukan negatip dioda akan reverse atau terbuka (open) dan kondensator melepas muatan ke beban R.Dalam satu periode input tegangan keluaran pada R menjadi vo= -V+(-Vc)= -2V
15
vi V 0 + -
+
vo
-
vo
vo
+2V
C vi
D
R
0
0
-2V (a)
(b)
(c) Gambar. 20 Clamping
(d)
a) bentuk masukkan b) rangkaian c) bentuk keluaran d) bentuk keluaran Apa bila dioda gambar 20 b. arahnya dibalik, maka bentuk gelombang keluaran akan menjadi positip tegangan sebesar vo= V+(Vc)= 2V Seperti halnya clipper, bila clamping disisipkan tegangan DC sebesar V dan masukkan mempunyai frekuensi dan amplitudo tertentu seperti terlihat pada gambar 19, bentuk gelombang keluaran dapat dianalisis sebagai berikut
Gambar 21 Clamping dengan sisipan DC Frekuensi 1 KHz dalam 1 periode T=1/f = 1 ms. Interval tiap setengah periode adalah 0,5 ms. Untuk setengan periode t1 – t 2 (gambar 21 a) tegangan masukkan adalah -20V dioda short (gambar 21.b) maka Vo = 5V. Tegangan pada konndensator Vc menurut persamaan Khirrchof dapat dihitung : - 20 + Vc – 5V = 0 Vc = 20 + 5 = 25 V Untuk setengah periode t2 – t3 masukkan + 10V dioda menjadi open dan tegangan DC tidak berfungsi maka arus mengalir dari masukkan ke kondensator kemudian ke R dan kembali ke masukkan. Menurut hokum Khirrchof tegangan + 10V + 25V – Vo = 0 Vo = 10V + 25V = 35V Tetapan waktu selama pengosongan kondensator adalah
τ = RC. = ( 100 K Ω) ( 0,1µF) = 0,01 s = 10 ms Tegangan keluaran Vo menjadi 35V – 5V = 30V diatas level tegangan DC 5V seperti terlihat pada gambar 21c.
16
5.4. Penyearah
Penyearah (rectifier (rectifier )
adalah rangkaian yang bertujuan megubah masukkan AC
(alternating current ) menjadi DC (direct (direct current ). ). Ada dua cara penyearahan AC menjadi DC yaitu:
5.4.1 Penyearah setengah gelombang ( half wave rectifier)
input ( positip dan Penyearah setengah gelombang adalah penyearah yang setiap periode input ( output nya menghasilkan setengah periode positip atau satu puncak positip. negatip) output nya
Gambar 22. Penyearah setengah gelombang. a) Rangkaian b) input sinusoidal input sinusoidal c) bentuk output bentuk output input setengah periode positip 0 – t 1 (gambar 22.b) dioda on maka tegangan pada Saat input setengah output R output R sebesar Vo = Vm - VT (gambar 22.c). Bila Vm >> VT maka Vo = VM atau dioda dianggap ideal. Setengah periode negatip berikutnya dioda akan off, sehingga tidak ada arus yang mengalir pada R sehingga output nya output nya Vo = 0. Tegangan output rataoutput ratarata VDC dapat ditentukan dengan rumus VDC = 0,318 (Vm - VT) output pada gambar 22 c.akan terbalik. Bila arah dioda dibalik maka bentuk gelombang output pada
5.4.2 Penyearah gelombang penuh ( full wave rectifier)
Penyearah gelombang penuh adalah penyearah yang setiap periode input pada output nya menghasilkan dua puncak positip. Ada dua cara penyearah gelombang penuh yaitu cara cabang tengah dan cara jembatan.
17
5.4.2.1 Cara cabang tengah ( centre tap )
Vi 0
D1 A
Vo t1
t2
0
VDC =0,636 V t2
t1
P
S
R
B
(a)
(b)
D2
(c)
Gambar 23. Penyearah cabang tengah a) bentuk input b) bentuk output c) rangkaian Saat input setengah input setengah periode 0-t1 titik A positip maka dioda D1 positip (on (on)) dan dioda D2 negatip (off (off )maka arus mengalir dari D1 ke R kemudian ke cabang tengah. Pada R menghasilkan setengah peiode positip. Setengah periode berikutnya t1
– t2
titik B
positip dioda D1 negatip (off ) (off ) dan dioda D2 positip (on (on ) dan arus mengalir dari D2 ke R kemudian ke cabang tengah. Pada Pada R menghasilkan setengah peiode positip. Dengan demikian dalam satu periode input menghasilkan input menghasilkan 2 puncak positip . Tegangan rata-rata DC adalah 2 x 0,318 VM = 0,636 VM. Tegangan maksimum VM adalah tegangan antara titik A atau B dengan cabang tengah.
5.4.2.2 Cara jembatan ( bridge )
Cara ini menggunakan 4 buah dioda jenis sama yang dihubungkan secara jembatan, Cara kerjanya tidak berbeda dengan cara cabang tengah. Pada cara jembatan ini saat input setengah input setengah periode 0-t1 titik A positip dioda D1 dan D3 positip (on (on)) dan dioda D2 dan D4 negatip (off (off ) maka arus dari A ke dioda D1 ke R ke D3 terakhir ke B. Pada R menghasilkan setengah peiode positip.
Gambar 24. Penyearah jembatan a) bentuk input b) bentuk output c) rangkaian
18
Setengah periode berikutnya t1 – t2 dioda D1 dan D3 negatip (off ) (off ) sedang dioda D2 dan D4 positip (on (on ) dan arus mengalir dari titik B ke D4 ke R kemudian ke. D2 dan terakhir ke titik A. Pada R menghasilkan setengah peiode positip. positip. Dengan demikian dalam satu periode input menghasilkan input menghasilkan 2 puncak positip . Tegangan rata-rata DC adalah 2 x 0,318 Vm = 0,636 Vm. Tegangan Vm.adalah tegangan maksimum antara titik A dan titik B.
5.5. Saringan ( filter)
Bentuk gelombang output penyearah setengah gelombang maupun gelombang penuh belum rata seperti yang diharapkan, namun masih merupakan perubahan dari 0 ke puncak positip dan ke 0 lagi. Perubahan ini disebut riak (ripple). ripple). Bila bentuk ini diberikan pada pesawat audio, maka akan menghasilkan suara yang berdengung, karena pengaruh frekuensi jala-jala sebesar 50 Hz. Agar bentuk gelombang menjadi/mendekati rata, maka perlu dipasangkan saringan ( filter filter ) pada bagian output . Sebagai komponen penyaring dapat dipergunakan kondensator. Kondensator dipilh oleh karena mempunyai sifat dapat diisi (charger (charger ) dan storage) serta membuang (discharger menyimpan ( storage) (discharger ) muatan listrik. Waktu yang dibutuh untuk terisi, menyimpan dan membuang muatan listrik dipengaruhi oleh besar komponen tempat pembuangan muatan listrik, seperti terlihat pada gambar berikut ini. S
Vo Vo
E
E C
Vc
RC
R 0 (a)
t t1 t2
t3 (b)
Gambar 25. Saringan kondensator a) rangkaian b) grafik pengisian, penyimpanan dan pengosongan Dari gambar 25 a. bila saklar S ditutup maka arus mengalir dari sumber tegangan E ke kondensator. Kondensator terisi muatan listrik selama t1 sampai mencapai maksimum sehingga tegangan kondensator besarnya sama dengan sumber tegangan (Vc=E). Karena Vc=E arus terhenti dan saklar S disamakan disamakan terbuka. Pada keadaan tersebut kondensator menyimpan muatan listrik selama t2. Kemudian pada saat tertentu
19
kondensator membuang muatan listriknya ke R selama t3 atau
RC. RC. Sem Semak akiin bes besar ar
kapasitas kondensator ( C ) dan resistan ( R ) maka waktu pembuangan semakin lama. Sifat kondensator tersebut diterapkan pada penyearah, sehingga bentuk output mendekati rata. Bentuk input dan output penyearah output penyearah terlihat pada gambar berikut ini. Penyearah setengah gelombang .
Vi Vm
Vo Vm
0
VDC VMin 0
t t1
t2 (a)
VRiple
VRiple max VRiple min
t
t3 (b) Gambar 26. Penyearah setengah gelombang (a) bentuk input bentuk input (b) bentuk output bentuk output
Penyearah gelombang penuh Vi Vm
Vo Vm VDC VMin
0
t1
t2
t3 (c)
t
0
VRiple
t
(d) Gambar 27. Penyearah gelombang penuh (a) bentuk input (b) bentuk output bentuk output
Saat input 0 input 0 - t1 kondensator terisi sampai mencapai maksimum Vm dan menyimpannya dan saat input t input t1 - t2 kondensator membuang muatan listrik ke beban ( R ). Muatan yang dibuang belum habis sudah terisi lagi saat saat input t2 - t3 sehingga output mencapai Vm lagi. Demikian seterusnya sehingga bentuk gelombang output seperti terlihat pada gambar 26 b dan 27 b. Penurunan tegangan dari Vm sampai Vmin disebut tegangan riak ripple), yang besarnya dapat dihitung (ripple), V Ripple = Q/C ……volt :
=
I .t c
Keterangan :
Q = muatan listrik …….coulomb C = kapasitas kondensator … Farad
20
I = arus pada beban ….ampere t = waktu …….. detik untuk setengan gelombang t = 0,02 detik, gelombang penuh t = 0,01 detik Tegangan ripple terdiri dari tegangan ripple masksimum (VRiple max ) dan tegangan ripple minimum (VRiple min ). V Ripple = (VRiple max ) + (VRiple min ). Tegangan searah VDC = Vm - VRiple max
5.6. Besaran-besaran listrik
Besaran listrik yang utama terdiri dari tegangan, arus dan daya terbagi menjadi tiga besaran yaitu :
5.6.1 Besaran maksimum
Besaran maksimum diukur dan digambarkan oleh alat ukur Osiloskop. Osiloskop mengukur dan menggambarkan dalam besaran puncak ke puncak peack (peack to peack ) atau maksimum positip sampai minimum negatip. Besaran maksimun merupakan setengah dari puncak ke puncak. Untuk tegangan maksimum Vm = (V ptp)/2 dan untuk arus maksimum Im = ((I ptp)/2
5.6.2 Besaran effektif.
Besaran effektif diukur dengan alat ukur AC. Besaran effektip lebih kecil 0.707 dari besaran maksimum Untuk tegangan effektip Veff = 0,707 Vm dan untuk arus maksimum Ieff = 0,707 Im
5.6.3. Besaran rata-rata
Besaran rata-rata (average (average)) diukur dengan alat ukur DC. Untuk penyearah setengah gelombang besaran rata-rata lebih kecil 0,318 dari besaran maksimum sedang untuk penyearah gelombang penuh 0,636 dari basaran maksimum Penyeerah setengah gelombang Tegangan rata-rata Vr = V rata-rata = 0.318 Vm dan arus rata-rata Ir = I rata-rata = 0.318 Im Penyearah gelombang penuh
21
Tegangan rata-rata V rata-rata = 0.636 Vm
arus rata-rata I rata-rata = 0.636 Im
5.6.4. Hubungan besaran effektip dengan besaran rata-rata
Besaran rata-rata bisa diukur dengan menggunakan alat ukur AC tetapi harga yang ditunjukkan meter harus diperhitungkan sebagai berikut: Penyearah setengah gelombang Veff = 0,707 Vm = 0,707. 3,144 V rata-rata = 2,22 V rata-rata maka untuk tegangan
V rata-rata = 0,45 Veff untuk arusnya I rata-rata = 0,45 Ieff
Penyearah gelombang penuh Untuk tegangan
V rata-rata = 0,9 Veff untuk arusnya I rata-rata = 0,9 Ieff
Demikian sebaliknya bila besaran AC diukur dengan meter DC. Dari ke tiga besaran tersebut bila digambarkan pada gelomnag bentuk sinusoidal adalah sepert berikut
V Vm 0,707 0,636 0,318 0
Veff Vr
Vr
Vm V p t p = Vm t m t
-Vm Gambar 22. Hubungan besaran besaran listrik
22
6. TRANSISTOR 6.1. Konstruksi dan Operasi
Pada
tanggal
23
Desember
1947
Walter
H
Brattain
dan
John
Barden
mendemonstrasikan penambahan elektroda ketiga diantara dua jenis semikonduktor kristal tunggal yang sama yaitu germanium atau silikon pada sambungan. Sehingga didapatkan
sambungan logam P diapit N dan logam N diapit P.(gambar 23a)
tranfer re Sambungan ketiga logam tersebut transistor singkatan dari tranfer re sistor atau disebut bi junction transistor (BJT). Pada dasarnya BJT tersebut merupaka dua buah dioda PN yang terhubung bertolak belakang seperti terlihat pada gambar 29b. berikut ini. ++ P
-- + + N P
--- ++ --N P N (a)
E
B
C
E
B
C
(b) E
C
E
B
C
B (c)
Gambar 29. Transistor a) Teknologi PNP dan NPN b) Analogi 2 dioda
c) Simbul PNP dan NPN
Dari gambar 29b. ujung kiri disebut elektroda Emitor, titik sambungan disebut Base dan ujung kanan disebut Colektor. Identik dengan tabung electron Trioda, emitor (katoda) sebagai penghasil emisi electron, Basis (grid) sebagai peng atur arus elektron dan Colektor (anoda) sebagai pengumpul electron. Simbul transistor PNP dan NPN dibedakan dengan arah panah pada Emitor. PNP arah emitor masuk sedang NPN keluar.
6.2. Susunan Penguat Transistor dan pembiasan
Fungsi utama dari transistor adalah untuk penguat sinyal input baik tegangan maupun arus. Disamping penguat, transisitor transisitor dapat juga berfungsi seperti apa yang dilakukan oleh dioda bahkan besaran pada output nya lebih besar dari input nya sedang dioda adalah sebaliknya.
23
Susunan /konfigurasi untuk penguat dapat disusun menjadi 3 (tiga) susunan yaitu: 1. Susunan penguat Common Base ( Basis bersama) 2. Susunan penguat Common Emitor (Emitor bersama) 3. Susunan penguat Common Colector (Colektor bersama) Common (bersama) artinya bahwa elektroda tersebut merupakan titik pertemuan dua sumber daya elektroda lainnya yang mempunyai kondisi netral dan biasanya ditandai dengan simbul ground atau tanah. Inisial sumber daya ditentukan oleh elektrodaelektroda yang bukan elektroda yang terhubung tanah. Ke tiga susunan tersebut diuraikan seperti berikut.
6.2.1 Susunan Common Base (CB)
Pada susunan ini, Basis terhubung dengan sumber tegangan VEE milik Emitor dan VCC milik Colektor dan Basis merupakan netral ground /ground nya. Biasanya sumber tegangan tidak digambarkan dalam simbul batre, tetapi cukup ditulis dengan inisial tegangan (V) dan polaritasnya ( + atau - ) saja. Arah arus input dan output untuk transisitor untuk PNP dan NPN adalah berlawanan seperti gamba r berikut
E + VEE
IE
IC
C -
E
IE
IC
C +
IB B
B (a)
(b)
Gambar 30. Susunan Common Base a) arah arus PNP b) arah arus NPN Pada gambar 30. arus IE adalah arus input , sedang IC arus output . Perbandingan antara output dengan input disebut penguatan. Penguatan arus DC pada CB diberi inisial
α
(alfa) adalah :
α dc = IC / IE
jadi
C
IC
= α IE ≈
dan I
IE = IC / α
IE
24
IB = IE - IC atau IB = IE -
α IE atau IB = IE ( 1 - α )
Dalam kondisi beroperasi, transisitor akan mengalami arus bocor dari basiss ke kolektor yang disebabkan oleh agitasi termis sebesar ICBO. Bilamana diperhitungkan maka :
α ) - ICBO
IB = IE ( 1 maka
IC =
α IE + ICBO
Makin tinggi temperature transisitor akan makin besar ICBO dan IC makin besar dan panas akan tinggi pula sehingga CBO I BO makin tinggi. Hali ini akan menyebabkan C transistor rusak. Peristiwa ini disebut Thermal run away. Penguatas arus AC
merupakan perbandingan antara perubahan arus output (∆IC)
input (∆IE) untuk tegangan output (VCB) tetap. terhadap pengaruh perubahan arus input (
α ac = (∆IC) / (∆IE) VCB = constant 6.2.2 Susunan Common Emitor (CE)
Untuk susunan Emitor bersama, input terletak input terletak antara Basis – Emitor sedang output nya nya Antara kolektor – emitor. Emitor merupakan netral seperti terlihat pada gambar 25 berikut. - VCC
IC
+ VCC
IC IB
IB
+VBB
- VBB IE
IE
(a)
(b)
Gambar 31. Susunan Common Emitor a) arah arus PNP b) arah arus NPN Arus-arus yang mengalir pada transistor adalah sebagai berikut: IE = IB + IC dan IC =
α IE + ICBO
IC = {α (IB + IC )} + ICBO IC = { ( α IB )/ (1- α) }+ { (ICBO) / (1- α) } IC =
α I B
+
I CBO
1 − α I − α
25
Penguatan arus untuk emitor bersama ditunjukkan dengan inisial β (beta) adalah arus output I output IC berbanding arus input I input IB Untuk penguatan arus DC
β Penguatas arus AC merupakan perbandingan antara perubahan arus output (∆IC) input (∆IB) untuk tegangan output (VCE) tetap. terhadap pengaruh perubahan arus input (
β ac = (∆IC) / (∆IB) VCE = constant Hubungan
α dan β dapat dikembangkan sehingga menjadi rumus-rumus sperti di
bawah ini dengan mengingat β = I C /IB ,
IB =
IC /
β ; α = IC / I E , dan IE = I C / α
disubstitusikan ke IE = IB + IC IC / α = IC / β + IC masing-masing dibagi dengan IC didapatkan 1/ α = 1/ β + 1
β=αβ+α
atau
= ( β +1 )
α
jadi
α = β / (β +1)
atau
β = α / 1- α
Arus emitor IE dapat ditentukan juga dengan mengingat IC = β IB maka IE = IB + IC = IB + β IB
IE = ( β +1 ) IB
6.2.3 Susunan Common Colector (CC)
Susunan common collector-kolektor bersama input nya nya adalah basis kolektor sedang output nya nya emitor – kolektor IE
IE +VEE
IB
-VEE IB
- VBB
+VBB IB
IB
26
(a)
(b)
Gambar 32. Susunan common colector colector a) PNP b) NPN Arus-arus pada susunan kolektor bersama adalah karena IC = α IE + ICBO
IE = IB + IC
= IB + (α IE + ICBO ) IE - α IE = IB + ICBO ( 1- α ) IE = IB + ICBO IE = {(1/1- α) IB } + {(1/1- α) ICBO}
⎧⎛ 1 ⎞ ⎫ ⎧⎛ 1 ⎞⎫ ⎟ I B ⎬ + ⎨⎜ ⎟⎬ I CBO − − 1 α 1 α ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎩ ⎭ ⎩ ⎭
IE = ⎨⎜
6.3. Karakteristik Dan Parameter Penguat
Notasi-notasi dan rumus umum yang digunakan untuk masing-masing susunan penguat seperti terlihat pada tabel berikut ini. Tabel 1. Karakteristik dan perameter
Karakteristik/ Karakteristik Input Output Penguatan arus Tegangan balik Parameter Impendansi Input (Zi) Input (Zi) Impendansi Output (Zo) Output (Zo) Penguatan arus (Ai) Penguatan Tegangan (Av)
parameter
CB
CE
IE = f(VEB); VCB=C IC = f(VCB); IE=C IC =f ( IE) ; VCB=C VEB= f(VCB); IE=C
IB = f(VBE); VCE=C IC = f(VCE); IB=C IC =f ( IB) ; VCE=C VBE= f (VCE); IB=C
VEB/ IE (kecil)
VBE/ IB (besar)
VBC /IB (besar)
VCB/ IC (besar)
VCE/ IC (besar)
VEC/IE (kecil)
IC / IE (kecil)
IC /( IB) (besar)
IE / IB (besar)
VCB/ VEB (besar)
VCE /VBE (besar)
CC
IB = f(VBC); VEC=C IC =f (VEC);VCE=C IE =f ( IB) ; VEC=C VBC= f(VEC); IB=C
VEC /VBC (kecil)
27
7. PEMBIASAN PADA TRANSISTOR PENGUAT
Berdasarkan besaran parameter ternyata penguat susunan Emitor bersama mempunyai besaran parameter yang lebih pada susunan Basis dan Kolektor bersama. Oleh karena itu pembahasan dan analisis penguat berdasarkan penguat susunan Emitor bersama. Pembiasan atau pemberian catu daya bertujuan agar penguat dapat bekerja sesuai dengan karakteristiknya dengan hanya menggunakan sebuah catu daya saja.
7.1. Fixed Bias (Bias tetap)
Pada susunan emitor bersama seperti pada gambar 31 menggunakan 2 catu daya yaitu VBB dan VCC sehingga tidak efisien. Oleh karena itu dipasangkan sebuah resistor yang berfungsi sebagai pembagi tegangan VCC dang dapat menggantikan besar tegangan VBB.
VCC R B
IB
IC R C Output AC Output AC C2
Input AC Input AC C1
VBE
IE
Gambar 31. Fixed bias input Basis Emitor, menurut hokum Kirchhof tegangan: Ditinjau dari input Basis + VCC - IB R B - VBE = 0 IB = (VCC - VBE ) / R B output Kolektor Basis Ditinjau dari output Kolektor IC = β IB Berdasarkan Kirrchof tegangan VCE + IC R C +VE - VCC = 0 VCE = VCC - VE - IC R C Maka
VCE = VCC - VC
dan
VBE = VB - VE
VE = 0 dan IC R C = VC
VBE = VB
28
7.2. Fixed bias dengan stabilisasi emitor
Dengan menambah resistor R E dan kondensator CE pada emitor maka akan terjadi kestabilan pada output nya nya karena merupakan umpan balik negatip (akan dijelaskan pada bab berikutnya) VCC R B
IB
IC R C Output AC Output AC C2
C1
VBE
Input AC Input AC VB R E
IE
CE
Gambar 34. Fixed bias stabilisasi emitor Ditinjau dari input berdasarkan input berdasarkan hokum Kirchoff tegangan + VCC - IB R B - VBE - IE R E = 0 + VCC - IB R B - VBE - (IB + IC )R E = 0 + VCC - IB R B - VBE - (IB + β IB)R E = 0 + VCC - IB R B - VBE - (β +1) IB R E = 0 - IB{ (R B +(β +1) R E}+ VCC - VBE = 0 Dengan mengalikan (-1) didapatkan IB{ (R B +(β +1) R E}- VCC +VBE = 0 IB{ (R B +(β +1) R E}= VCC -VBE IB didaptkan
IB =
V CC − V BE R B + ( β + 1) R E
Tegangan input V input VB VB = VBE + VE
atau
VB = VCC - IB R B Arus output I output IC dapat ditentukan dengan + VCC - IB R B - VBE - (IB + IC )R E = 0
IB = IC / β
+ VCC - (IC / β )R B - VBE - (IC / β + IC )R E = 0 VCC = (IC / β )R B + VBE + (IC / β + IC )R E
29
Oleh karena IC / β jauh lebih kecil terhadap IC, maka IC / β diabaikan, atau IE ≈ IC VCC = (IC / β )R B + VBE + IC R E
sehingga
VCC = (IC)R B/ β + VBE + IC R E VCC = IC{ (R B/ β )+ R E }+VBE IC didapatkan
IC =
V CC − V BE R B + R E β
input dilihat dari basis emitor sebesar Tahanan input dilihat R i = ( β +1) R E Ditinjau dari output , menurut Kircoff tegangan VCE + IC R C +IE R E - VCC = 0 VCE = VCC - IC (R C + R E )
7.3. Base bias
Pada bias ini resistor menghubungkan atara ba sis dengan seperti terlihat pada gambar.
I
VCC R C
IB R B
Output AC Output AC
IC
Input AC Input AC
C2 C1
VBE
IE
Gambar 35 Base bias Ditinjau dari input VCC = I R C + IB R B + VBE = (IB + IC) R C + IB R B + VBE = IC (R C + R B/ β ) + VBE IC dapat dihitung IC = ( VCC - VBE) / ((R C + R B/ β ) Ditinjau dari output VCE = VCC - IC R C
30
7.4. Base bias dengan stabilisasi Emitor
I
VCC R C
IB
IC
Output AC Output AC C2
R B Input AC Input AC C1
VBE
IE
R E
CE
Gambar 36. Base bias dengan stabilisasi Emitor Ditinjau dari input VCC = I R C + IB R B + VBE + IE R E = (IB + IC) R C + IB R B + VBE +(IB + IC) R E
⎧ ⎫ ⎛ R ⎞ = IC ⎨ RC + ⎜ B ⎟ + R E ⎬ + V BE ⎜ ⎟ ⎝ β ⎠ ⎩ ⎭ IC dapat dihitung
IC =
V CC − V BE R RC + B + R E β
Ditinjau dari output VCE = VCC - IC (R C + R E )
7.5. Potensio Bias
input merupakan pembagi tegangan (voltage Resistor pada bagian input merupakan (voltage divider ) VCC R 1
IB
C1 VB R 2
VBE
R C
Input AC Input AC
R E
IE
IC Output AC Output AC C2
CE
Gambar 31. Potensio bias
31
Dilihat dari basis tahanan input basis input basis (R B) merupakan R 2 dan R 1 terhubung jajar senigga R B = R 1 // R 2 =
Tegangan input basis input basis VB =
R1 R . 2 R1 + R
R1 R . 2 R1 + R
.V CC
Dari rumus-rumus tersebut bila digambar sebagai berikut: IB R B
VBE
VB R E
IE
Gambar 38. Rangkaian pengganti input Arus basis IB dapat dihitung VB = IB R B + VBE + IE R E VB = IB R B + VBE + R E( β +1) IB IB = (VB - VBE ) / {R B + ( β +1)R E} =
V B − V BE R B + ( β + 1) R E
Tegangan output VCE = VCC - IC (R C + R E )
32
8. PEMBIASAN FET
Rangkaian Bias FET
VGG = VDD R G2 G2 / (R G1 G1 + R G2 G2) VGG = VGS + ID R S ID = VGG/R S - 1/R S VGS
Rangkaian Bias FET dengan Feedback
Gambar 79. Rangkaian Biasfet Dengan Feedback vDS = VDD – R D iD iD = VDD/R D – 1/R D vDS 2 iD = K (vDS – Vt)
33
8.1. Rangkaian Dasar Amplifier FET
Gambar 80 Rangkaian Dengan Penguat FET Jenis Penguat
Common Source Common Gate Common Drain
Node Common (grounded) Y (source) X (gate) Z (drain)
Node Input
Node Output
X (gate) Z (drain) Y (source)
Z (drain) Y (source) X (gate)
34
Penguat Common Source
R i = R G Gm= -gm Av ≡vo/vi = - gm (R L//R D//r o) Av = - gm R L/(R L + R o) Avo ≡vo/vi = - gm (R D//r o) RL = ∞
R o = R D // r o
35
Penguat Common Gate
Gambar 81. Rangkaian Penguat Common Gate Mencari R i (≡vi/ii | vo=0) vgs = - vi R i ≈1/g 1/gm ( ! r o >> 1/gm)
R o = (r o // R D) Av ≡vo/vi = gm (R L // R D // r o) Av ≈gm (R L // R D )
36
Penguat Common Drain
Gambar 82. Penguat Common Drain
37
iy = -gmvgs + (vy/r o) iy = gmvy + (vy/r o) R o ≡vy/iy = 1/(gm + 1/r o) R o = 1/gm // r o ≈1/g 1/gm
Gambar 83. Penyederhanaan Gambar 82 Avo ≡ vo/vi R L = ∞ vs = gm vgs r o vo = vi = vgs + vo vi = vo/(gm r o) + vo -1 Avo = (1 (1 + 1/(gm r o)) vo R L/(R L+R o) Av ≡vo/vi A
8.2. Rangkaian Terintegrasi Penguat MOS
Beban MOS enhancement
Beban MOS Deplesi
38
Persamaan arus 2 i = K(-2 VtD v - v ) Pada batas saturasi 2 i = K VtD = IDSS dengan modulasi panjang kanal 2 i ≡K VtD (1 + v/VA) Amplifier dengan Beban MOS enhancement
Gambar 84. Penguat Dengan Beban MOS Enhancement
39
2
Arus pada transistor M1iD1 = K 1(vgs1 - Vt) dari rangkaian iD1 =iD2 = iD dan vgs1 = vI sehingga 2
iD = K 1(vI - Vt) dan iD = K 2(vgs2 - Vt) dengan vgs2 = VDD - vO
2
2
maka iD = K 2(VDD - vO - Vt) 1/2 1/2 atau vO = (VDD-Vt+(K 1/K 2) Vt) - (K 1/K 2) vI penguatan tegangan 1/2 1/2 Av = -(K 1/K 2) = - [(W/L)1/(W/L)2] Analisis Sinyal Kecil Amplifier MOS
vo = -gm1vgs1[(1/gm2) // r o1 o1 // r o2 o2 ] Av = vo/vi = -gm1 / (gm2 + 1/r o1 o1 + 1/r o2 o2)
40
Av ≈ gm1 / gm2 Body Effect pada MOS
gmb = χgm χ ≡ ≡ ∂Vt / ∂VSB = g/2 (2 Φf + VSB)-1/2
Body Effect pada Amplifier MOS
vo = - gm1vgs1[(1/gm2)//(1/gmb2)//r o1 o1//r o2 o2] dengan vgs1 = vI maka Av = - gm1 / [ gm2 + gmb2 + 1/r o1 o1 +1/r o2 o2 ] Av ≈- gm1 / [ gm2 + gmb2 ] Av = )] - gm1 / gm2 [1/ (1+χ )]
41
Amplifier dengan Beban MOS deplesi
untuk daerah III (kedua transistor saturasi) Av ≡ vo/vi = -gm [r o1 o1 // r o2 o2] untuk daerah III bila “body effect” diperhitungkan
42
vo = - gm1vgs1 [ (1/gmb2) // r o1 o1 // r o2 o2 ] Av ≡vo/vi = - gm1 [ (1/gmb2) // r o1 o1 // r o2 o2 ] m2) Av ≈- gm1 / gmb2 = gm1 / ( g alternatif lain 1/2 Av = - [(W/L)1/(W/L)2 ] [1 / Cermin Arus
2
Gambar 86. Cermin Arus
IREF = K 1 (VGS – Vt) IO = K 2 (VGS – Vt)2 IO = IREF K 2 / K 1 IO = IREF (W/L)2 / (W/L)1
43
Gambar 87. Garis Beban r o2 o2 = |VA| / IREF Av = - gm1 [ r o1 o1 // r o2 o2 ] 1/2 Av = - |VA| [ K n / IREF ]
gm1 = [2
n
1/2
COX (W/L)1 IREF]
Source Follower
Gambar 87. Source Follower
44
vo = [(1/gmb) // r o] vi (1/gmb) + [(1/gmb) // r o] vo/vi ≈ gm / (gm + gmb) vo/vi = 1 / (1 + χ ) R o = (1/gmb) // (1/gmb) // r o FET sebagai Saklar
Gambar 89. FET sebagai Saklar
45
Saklar Analog FET dan Arah Arus
Gambar 90. Saklar Analog FET dan Arah Arus
46
Gerbang Transmisi CMOS
Gambar 90. Gerbang Transmisi CMOS
47
Arah Arus Gerbang Transmisi CMOS Saat ON
Gambar 92. Arah Arus Gerbang Transmisi CMOS Saat ON
48
9. TRANSISTOR SEBAGAI PENGUAT
Untuk menganalisis transistor sebagai penguat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1. Analisis grafis. 2. Analisis teoritis
9.1. Analisis Grafis
Analisis grafis adalah analisis penguatan baik arus maupun tegangan yang memperhatikan masalah besaran dan bentuk gelombang baik input maupun output . Untuk keperluan analisis grafis ini dibutuhkan : 9.1.1 Grafik karakteristis output
Karakteristik output untuk penguat susunan Emitor bersama IC f VCE untuk IB = constant tergambar berikut ini IC mA IB1 (µA) IB2 IB3 IB4 IB5 IB6 IB7 0
VCE (volt)
Gambar 39. Karakteristik output Karakteristik output Emitor Emitor bersama 9.1.2
10.1.1.Garis beban ( load line) DC/AC
Garis beban adalah garis yang menghubungkan garis sumbu tegak IC dan garis sumbu datar VCE dan memotong garis lengkung IB . Untuk menentukan garis beban harus output nya memperhatikan rangkaian penguat dengan meninjau bagian output nya
49
VCC R 1
IB
IC R C Output AC Output AC C2
Input AC Input AC C1 VB R 2
VBE R E
IE
CE
Gambar 40. Rangkaian penguat Emitor bersama Dengan memperhatikan bagian outputnya
VCE = VCC - IC (R C + R E ) Garis beban didapatkan dengan menentukan arus dan tegangan maksimum IC maksimum bila VCE = 0, maka
IC Max = (VCC) / (R C + R E) E)
VCE maksimum bila IC = 0 maka VCE Max = VCC Garis beban dengan menghubungkan IC Max dengan VCC
terlihat pada gambar berikut
IC (mA) IB1 (µA) IB2 IB3
IC Max Q1 Q2 Q3
IB4 IB5 IB6 IB7
Q4 Q5 Q6
Garis beban DC
Q7 0
VCE (volt) VCC
Gambar 41. Garis beban DC
50
9.1.3
Titik Kerya dan daerah kerja
Titik Q (Q (Q point )disebut )disebut titik kerja, merupakan perpotongan antara garis beban dengan garis lengkung IB. Titik Q1 perpotongan antara garis beban dengan IB1 dan seterusnya untuk masing-masing IB. Dari gambar 41 terdapat tiga daerah dan dua titik keadaan yaitu : Daerah antara IC Max sampai Q1 disebut daerah jenuh (saturasi) Daerah antara Q1 sampai Q7 disebut daerah kerja Daerah antara Q7 sampai VCC disebut daerah mati (Cut (Cut off ) IC Max disebut titik jenuh VCC disebut titik mati. Kemiringan garis beban dipengaruhi oleh besar resistor R C dan R E. dan tegangan VCC VCC. Semakin besar R C + R E garis beban akan semakin landai dan semakin kecil R C + R E garis beban semakin curam untuk VCC yang tetap. Semakin tinggi VCC garis beban semakin landai dan semakin rendah VCC garis beban semakin curam untuk IC Max yang tetap. Daerah kerja dan titik kerja (Q) yang terbaik berada di tengah daerah kerja karena dengan sinyal input besar akan menghasilkan output yang besar pula dengan bentuk yang murni sesuai dengan bentuk input bentuk input nya. nya. Bila titik kerja berada di daerah jenuh atau titik jenuh, maka bila sinyal input nya besar, pada bentuk gelombang output nya akan cacat atau terpotong bagian positipnya. Sedangkan bila titk kerja berada pada daerah mati atau titik mati, maka benntuk gelombang output akan cacat atau terpotong bagian negatipnya seperti terlihat pada gambar 36.
Sebagai ilustrasi ilustrasi diberikan permisalan
analisis grafis berikut ini Nilai/besar R 1 dan R 2 menyebabkan arus basisi IB menghasilkan arus sebesar 20µA. Dengan memperhatikan karakteristik output maka arus
20µA adalah milik IB5. Ini
berarti titk kerjanya adalah Q5.
51
IC (mA)
IB1 60µA IB2 50 µA
IC Max input
Q1
IB3 40 µA
Q2 output 0
50 40 30 20
Q3
Q4 0 Q5 Q6
IB430µA IB5 20µA IB6 10µA IB7 0µA
Q7 0
Garis beban DC VCC
VCE (volt)
input dan output pada Gambar 42. Hubungan sinyal input dan pada daerah kerja 9.1.4
Penguatan arus dan tegangan
Misalkan penguat (gambar 42) menerima sinyal sinyal input AC input AC berbentuk sinusoidal sebesar 20µA ptp maka garis nol nya berada pada titik kerja Q4 dengan input 10µA positip pada Q3 dan 10µA negatip pada Q5.. Sinyal input digambarkan tegak lurus terhadap garis beban. Dengan memproyeksikan Q4, Q5 dan Q6 datar ke sumbu IC, ternyata Q6 memotong IC di 20mA, Q5 di 30 mA dan Q4 40 mA. Dengan demikian arus output IC sebesar 20 mA ptp. Penguatan arus Ai = ∆ IC /
∆ IB
= ( 40 – 20) mA / (30 – 10) µA 3 = 20. 10 / 20
= 1000 x Dengan membandingkan antara bentuk gelombang input dan output ternyata terjadi o
perbedaan phase sebesar 180 sehingga dikatakan terjadi penguatan 1000 kali dengan beda phase 180
o
52
input
IC output IC Max Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7
VCE
0 VCC output pada daerah jenuh dan mati Gambar 43 Hubungan input output pada
9.2.
Analisis Teoritis
Analisis penguatan secara teoritis harus memperhatikan semua parameter yang dimiliki oleh sebuah susunan penguat. Oleh karena analisis penguatan maka penguat dalam kondisi bekerja yang berarti ada sumber daya ( tegangan catu daya) dan sinyal input yang akan dikuatkan. Untuk menganalisis tersebut maka rangkaian penguat, khususnya transistor
harus
dibuat
rangkaian
pengganti
atau
dibuat
model
yang
dapat
menggambarkan sebagai transistor dengan berbagai parameternya.
53
10. PEMODELAN TRANSISTOR
Model adalah gabungan dari rangkaian komponen yang dipilih secara tepat dengan pendekatan sifat yang sebenarnya dari rangkaian semikonduktor pada keadaan kerja Tujuannya adalah untuk memudahkan analisis parameter-parameter yang ada pada komponen dan rangkaian semikonduktor. Pada keadaan kerja penguat menerima sinyal sinyal input berbentuk AC dan diperkuat oleh transistor. Parameter yang ada pada transistor adalah parameter AC. Parameter AC dipe ngaruhi juga oleh tegangan catu daya DC.
Penguatan transistor dapat dianalisis menggunakan model-model antara lain sebagai
berikut :
1. Model e““r 2. Model parameter hybrid “ h “ 3. Model parameter impedansi “z” 4. Model parameter parameter admitansi “y” 5. Model “ П “ 6. Model “ T “
dari model-model tersebut di atas yang akan dibahas adalah model “ r e “ dan “ h “
10.1. Pemodelan “ re “
Pada dioda tahanan AC diberi notasi r d = 26 mV/ Id Transisitor dalam kondisi tak kerja tahanan AC sebesar r e = 26 mV/ IE . Pada kondisi kerja faktor penguatan arus akan memperbesar tahanan AC menjadi r e = α (26 mV)/ IE untuk susunan basis bersama r e = β (26 mV)/ IE untuk susunan emitor dan kolektor bersama Model “r e“ mengganti transistor bagian input nya nya menjadi sebuah dioda dengan katoda terhubung pada jenis susunan, sedang pada output nya menjadi sebuah sumber arus outputnya sebesar arus output dengan faktor penguat arusnya, parallel dengan tahanan outputnya seperti terlihat pada gambar berikut:
54
Susunan basis bersama
Gambar 37 Susunan basis bersama a) transistor b) dioda E-B c) model “r e”nol ideal Dalam analisis model, kondisi transistor sebagai penguat dianggap “ideal” sehingga faktor-faktor yang menyebabkan turunnya penguatan dianggap nol atau ditiadakan. Oleh karena itu komponen “r o” dianggap takterhingga besarnya sehingga pada bagian output nya nya “r o” dianggap terbuka (open (open). ). Untuk analisis selanjutnya transistor dianggap ideal. Susunan Emitor bersama C Ic Ic B
Vo
B Vi I b
β
Vi I b
C Vo B βI b vi i b E
E (a)
E
C Ic
E Ie
R E Vo
(a)
βi b B
β
I b Vi
βi b
(b) (c) Gambar 45. Susunan Emitor bersama a) transistor b) dioda B-E c) model “r e” ideal
Susunan Kolektor bersama C
B
r e
C ic vo
ic
E
i b vi Ie
(b)
R E vo
C ic βI b
vi
r e B i b ie
E R E vo
(c)
Gambar 46. Susunan Kolektor bersama a) transistor b) dioda B-E c) model “r e” ideal
55
Dari ketiga model “r e” besaran parameter masing-masing susunan terlihat pada tabel di bawah Parameter
CB
Impendansi Input ( Input (Zi) Impendansi Output ( Output (Zo) Penguatan arus (Ai) Penguatan Tegangan (Av)
CE
r e + 50Ω (kecil)
CC
β r e + 7 K Ω (besar)
∞ Mega Ω (besar)
r o + 50 K Ω
-α ic / ie <1 (kecil)
β (besar)
α R L+ 100 (besar)
- R L/ r e
β r e + (1+ β)(besar)
(besar)
β r e // R E (kecil) -
(besar)
β (besar)
R E / (R E + r e) (kecil)
Analisis bias model “ r e “ Untuk mengganti sebuah rangkaian penguat menjadi rangkaian model, langkah pertama
yang perlu dilakukan adalah : 1. Semua kondensator dianggap hubung singkat ( short short ) karena untuk sinyal AC kondensator mempunyai reaktansi capasitip sangat ke cil (Xc = 0) 2. Catu daya DC dianggap hubung singkat short (short ) karena fungsinya hanya sebagai pemberi daya supaya transistor dapat bekerja, sedang fungsi utama transistor input berupa AC dalah menguatkan sinyal input berupa
10.2. Analisis Fixed bias
VCC R B
IB
Io R C Output AC Output AC
Ii Input AC Input AC Zi C1
VBE
C2 Zo
Ie (a)
ii
C
Ii
C
Vo
B
Io Vi
i b
B
R B Zi
E
βr e
Zi R C Zo
vi
βi b
R B
vo io Zo r o R C
E
(b)
(c)
Gambar 47. Fixed bias a) rangkaian DC b) rangkaian AC c) model “r e” non ideal
56
Analisis model
“r e” ideal
βr e oleh karena R B>> βre maka Zi = βr e
Zi = R B //
Z o = r o // R C
oleh karena r o >>R C maka r o = R C
io = iC = βi b
vo = - io R C vo = - βi b R C
oleh karena R B>> βre maka i b b = ii
vo = - βii R C
sedang ii = vi / βr e
vo = - β (vi / βr e) R C vo = - vi (R C / r e)
bila masing-masing dibagi dengan vi maka
didapatkan penguatan tegangan AV o
vo / vi = AV = - R C / r e ( tanda – menunjukkan beda phase 180 ) Penguatan arus Ai dapat dicari dengan mudah Ai = -io / ii = βi1 / ii = - β Bila non ideal r o diperhitungkan maka io = (-βi b){ r o / (r o+ R C) } io = (-βii){ r o / (r o+ R C) } bila masing-masing dibagi dengan ii maka: I O I 1
= Ai =
− β .r o r e didapatkan dari r o + RC
i b = ( VCC –VBE ) / R B ie = ( β +1 ) i b ic = ic
r e=
26mV
ic
10.3. Analisis fixed bias dengan stabilisasi emitor
VCC R B Ii Input AC Zi C1
I b
Io R C
Output AC VBE
Ie R E
C2 Zo
(a)
57
ii
C
Ii
C
Vo
B
Io Vi
i b
B
R B Zi
R C Zo
E
βr e
Zi vi
βi b
R B
vo io Zo r o R C
E
R E
ie
(b) (c) Gambar 48. Fixed bias dengan stabilisasi emitor a) rangkaian DC b) rangkaian AC c) model r e non ideal Analisis model “r e “ vi = i b βr e + R E ie = i b βr e + R E ( β +1 ) i b = i b { R E ( β +1 ) +
βr e }
ZB = vi / i b = R E ( β +1 ) + = R E β + = Impedansi input
βr e
1 << β
βr e
β (R E + r e )
Zi = ZB // R B = β (R E + r e ) // R B
Bila vo= 0 maka β i b = 0 Impedansi output
Zo = R C
Penguatan tegangan Av dapat ditentukan
vo = - io R C
io = iC = βI b
vo = - βi b R C vo = - βii R C
sedang ii = vi / ZB
vo = - β (vi / ZB) R C bila masing-masing dibagi dengan vi vo / vi = AV = - β R C / ZB
ZB =
β (R E + r e )
58
= - R C / R E + r e oleh karena r e << R E maka o
AV = - R C / R E ( tanda – menunjukkan beda phase 180 ) Penguatan arus dapat ditentukan i b = {R B / (R B + ZB) }ii masing-masing dibagi ii didapatkan i b / ii = R B / ( R B + ZB) i β = o i o i o ib Ai = = ib ii ib ii
R B A1 = − β R B + Z B Apabila pada R E dipasang kondensator CE maka R E = 0 dan ZB = maka AV = - R C / r e r e dapat dicari dari V CC − V BE ib = R B + ( β + 1) R E
β r e
ie = (β +1) i b r e = 26 mV / ie
10.4. Analisis petensio bias model “r e”
VCC R 1 Ii Input AC vi
IB C1 VB R 2
VBE R E
Io R C Output AC C2 Vo IE
CE
(a) ii
C
Ii R 2
B
i b
C
Vo
B
R 1 Zi
E
io Zi R C Zo vi R B
βr e
βi b
vo io Zo r o R C
E
(b)
( c)
Gambar 49.Potensio bias a. rangkaian DC b) rangkaian AC c) model r e non ideal
59
R B = R 1 // R 2
Zi = R B // βr e
Zo = R c
r o = ∞
Vo = Io R c = - β I b R c = - β ( Vi / βr e ) R c = - ( Vi / r e ) R c bila masing-masing dibagi dengan Vi maka
penguatan tegangan Vo /Vi = Av = - R c / r e
Penguatan arus dapat dicari sebagai berikut : I b = ( R B Ii ) / (R B + βr e) bila masing-masing masing-masing dibagi dengan Ii I b/ Ii = R B / (R B + βr e )
Io =
β I b
β = Io / I b
Ai = (Io / I b ) (I b/ Ii ) Ai= β R B / (R B + βr e ) Bila r o duipertimbangkan maka Zo = R c // r o Av = - (R c // r o) / r e
60
11. TRANSISTOR MODEL HYBRID “h”
Transistor merupakan sebuah kotak yang didalamnya berisi parameter-parameter transistor yang mempunyai sepasang input dan output . Parameter tersebut merupakan parameter hybid hybid “h” “h” yaitu yaitu h11, h12, h21 dan h22
Io Ii
Ii
Io Vi
Vi
Vo a)
h11 h12 h21 h22
Vo
(b) Gambar 50. Pengganti model “h” a) transistor CE b) pengganti transistor
Dari kotak pengganti transistor terdapat 2 persamaan yaitu persamaan input berupa persamaan tegangan dan persamaan output berupa persamaan arus.
Persamaa input
Vi = h11 Ii + h12 Vo
Persamaa output
Io = h21 Ii + h22 Vo
Untuk mengetahui parameter-parameter di dalam transistor maka langkahnya adalah: 1. Memberikan tegangan input dan menghubungsingkatkan bagian output (Vo = 0 ). Persamaan input Vi = h11 Ii + h12 Vo
menjadi Vi = h11 Ii untuk Vo = 0
maka h11 = Vi / Ii disebut impedansi input (hi) satuan ohm (Ω) Persamaa output Io = h21 Ii + h22 Vo menjadi Vi = h21 Ii untuk Vo = 0 maka h21 = Io / Ii disebut penguatan arus forward (hi ) satuan kali 2.Memasang tegangan pada output dengan membuka bagian input (Ii = 0 ) Persamaan input Vi = h11 Ii + h12 Vo
menjadi Vi = h12 Vo untuk Ii = 0
maka h12 = Vi / Vo disebut penguatan tegangan reverse (hr ) satuan kali Persamaa output Io = h21 Ii + h22 Vo menjadi Io = h22 Vo untuk Ii = 0 maka h22 = Io / Vo disebut admitansi output ( ho ) satuan mho atau simen
61
Ii Vi
Io Vo=0 (a)
Ii=0 Vi
Io Vo
(b) Gambar 51. Penentuan parameter a) h11 dan h21 b) h12 dan h22
Apabila parameter-parameter tersebut diterapkan pada susunan penguat maka seperti terlihat pada tabel berikut ini
Parameter
CB
CE
CC
Impedansi input (hi ) Penguatan tegangan reverse (hr ) Penguatan arus forward (hf ) Admitansi output (ho)
hiB hrB hfB hoB
hiE hrE hfE hoE
hiC hrC hfC hoC
Untuk susunan Emitor bersama mode “h” dapat digambarkan ic i
b
B
C
E
vBE
hiE
ic
B
C
i b vBE
vCE
hrEvCE
a)
E
hfE i b
vCE hoE
b)
Gambar 52. Susunan CE a) transistor b) model “h” Persamaan berdasarkan gambar 43 b. untuk CE adalah
Persamaa input Persamaa output
vBE = hiE i b + hrE vCE ic = hfE i b + hoE vCE
(rangkaian Thevenin) (rangkaian Norton)
Untuk transistor ideal penguatan tegangan reverse merupakan suatu kerugian, sehingga dianggap nol (hrE =0) maka persamaa input menjadi vBE = hiE i b + 0 . Ini berarti bahwa hiE langsung terhubung dengan Emitor (ground) Demikan juga admitansi output merupakan pembebanan output .Supaya .Supaya tak terjadi pembebanan pada output , ho dianggap nol (hoE = 0) ) maka persamaa output menjadi ic = hfE i b + 0 . Ini berarti bahwa besar impedansi output tak terhingga ohm (Zo = ∞). Ingat bahwa
62
Zo = 1/ho. Oleh karena itu rangkaian output nya nya terbuka. Susunan Emitor bersama model “h” kondisi ideal dapat digambarkan sebagai berikut. ic i
b
B
ic
B
C
i b vBE
C
E
vBE
hiE
vCE
E
hfE i b
E
a)
b) Gambar 53. Susunan CE a) transistor b) model “h” ideal
11.1. Susunan penguat model “h” 11.1.1 Susunan basis bersama
R E
E
C
E
hiB
C
iE vS
R L
B
iC
R E hrBVCB
VEE
VCC
(a)
vS
R L B
hfB iE
hoB
(b) Gambar 54. Penguat basis bersama a) rangkaian DC b) model “h”
11.1.2 Susunan emitor bersama
ic i vS
b RB
B E
VBB
R C VCC
hiE
ic i bB
C
C
R B hrEvCE
hfE i b
hoE
vCE R C
vS
(a)
(b) Gambar 55. Penguat emitor bersama a) rangkaian DC b) model “h”
63
11.1.3 Susunan kolektor bersama
hiC i vS
b
B
RB
VBB
i bB
C
R B
E
R E
vo
ic C
hrCvE
VCC
hfC i b vo
E
vS
R E
hoC
ie
(a) (b) Gambar 56. Penguat susunan kolektor bersama. a) rangkaian DC b) model “h”
11.2. Analisis bias model “h” 11.2.1 Fixed bias stabilisasi emitor model “h”
VCC R B R s
io R C i b C2
C1
R s is vs
vi
vs
VBE R E
C
is
ie CE
B
i b
C
vo
B
R B
E
io R C
R s
hiE vi R B
vs
hf Ei b
vo io R C
E
(b)
(c) Gambar 57. Fixed bias dengan stabilisasi emitor a) rangkaian DC b) rangkaian AC c) model ideal “h” Analisis model “h”
maka
vo = io R C = - hf E i b R C = - hf E R C ( vi / hiE ) bila masing-masing dibagi dengan vi , − h fE R . c vo / vi = Av = hiE
Bila ada input dari vs maka penguatan tegangan adalah vo = - hf E R C ( vi / hiE ) untuk R B // hiE = r b
64
− hf E . =
rb rb + Rs hiE
Vs Rc . bila masing-masing dibagi dengan vs
maka penguatan tegangan
− hf E . vo / vs = Av =
rb rb + Rs hiE
Vs Rc .
Penguatan arus dapat ditentukan sebagai berikut Ai = io / is io = - hf Ei b i b = R B is / (R B + hiE ) io / is = (- hf E ) R B is / (R B + hiE ) masing-masing masing-masing dibagi dengan is didapatkan Ai = io / is =
. B − h fE R
hiE
65
12. ANALSIS PENGUAT SATU TINGKAT 12.1. Analisis Susunan Emitor model “h”
VCC R 1
R C
is
i b C2
C1 vi VB R 2
R s is
iL vo R L
VBE R E
IE
CE
(a)
is
C
Iis
vo
B
iL is
R s
R B
E
R C
i b
B
vi is
R L
C
R s
R B
hiE hf Ei b E
R C
vo iL R L
(b)
( c) Gambar 58.Susunan emitor bersama a). rangkaian DC b) rangkaian AC c) model “h”ideal Analisis potensio bias stabilisasi emitor model “h” R B = R 1 // R 2 dan r i = R B // R s. Besar hiE dapat ditentukan berdasarkan analisis DC sebagai berikut Dari gambar 58 a. tegangan VB = R 2 Vcc / (R 2 + R 1) VE = VB - VBE
tegangan VBE untuk Si 0,7 V ; Ge = 0,3 V
IE = VE / R E hiE = (26 mV hf E) / IE Dari gambar 58c penguatan 58c penguatan arus dapat ditentukan Ai = iL / is sedang untuk iL = -hf E.ib / R C + R L ) i b =
r i r i + hiE
is
66
Bila disubstitusikan maka iL = {- hf E (R C / R C + R L ) }{ is r i / (r i + hiE)} masing masing dibagi dengan is maka Ai = iL / is = {- hf E (R C / R C + R L ) }{ ri / (ri + hiE)}
⎛ Rc ⎞⎛ ri ⎞ ⎟⎟ ⎟⎟⎜⎜ = − h fE ⎜⎜ Rc + R ri + h ⎝ L ⎠⎝ iE ⎠ Penguatan tegangan dapat ditentukan sebagai berikut Av = vo / vi vo = (R C //R L) (- hf Ei b ) untuk i b = vi / hiE maka vo = (R C //R L) (- h f E ) vi / h iE bila masing-masing dibagi vi didapatkan
Av = vo / vi =
Av = vo / vi =
(- hf E ) (R C //R L) / hiE bila (R C //R L) = r o
(- hf E ) r o / hiE tanda minus menunjukkan terjadi beda phase 180
o
67
13. ANALISIS PENGUAT BERTINGKAT
Seperti telah disinggung pada bab sebelumnya bahwa transistor fungsi utamanya sebagai penguat. Banyak cara yang dilakukan supaya transistor mampu menguatkan sinyal input yang kecil menjadi output yang besar dengan tanpa terjadi cacat (distorsi) baik bentuk maupun phasenya. Namun demikian kemampuan sebuah transistor sangat terbatas sehingga keinginan untuk memperkuat setinggi mungkin tidak terpenuhi. Oleh karena itu penguat disusun lebih dari satu penguat, yang sering disebut penguat bertingkat atau cascade amplifier . Tujuan utama dari penguat bertingkat adalah untuk mendapatkan penguatan daya yang besar tanpa terjadi kecacatan pada output nya. nya. Susunan penguat bertingkat dapat berupa hubungan antara masing-masing susunan penguat satu dengan yang lain, misalnya CB dengan CE; CE dengan CC; CE dengan CE dan sebagainya disesuaikan tujuan dari penguat.
13.1. Hubungan Penguat Bertingkat
Hubungan penguat bertingkat dapat dilakukan secara deret (seri) atau jajar (paralel) atau seri parallel. Vi (2)
Vi (1)
Vo(1) Vi Vi Vo
Vo
(1)
Vo
(1)
Vi (2)
(a)
(2)
Vo(2)
(b)
Gambar 59. Hubungan penguat a) seri b) paralel Untuk mendapatkan penguatan yang besar dari sebuah penguat bertingkat salah satu syarat adalah faktor kesimbangan (matching ) impedansi antara penguat pertama dengan penguat selanjutnya yaitu besar impedansi output penguat pertama (Zo1) harus sama dengan besar impedansi input penguat penguat kedua (Zi2) atau selanjtnya.
68
Utuk mendapatkan keseimbangan impedansi maka antara penguat pertama dan penguat selanjutnya dipasang penghubung (coupling ). ). Macam-macam kopling adalah: 1. Kopling langsung ( direct coupling ) 2. Kopling RC 3. Kopling RL 4. Kopling transformator Diantara ke 4 macam kopling tersebut kopling jenis RC yang paling banyak dipakai dengan alasan praktis karena dimensinya fisiknya kecil, dan ekonomis karena lebih murah dibanding serta dapat memblokir kerusakan pada tingkat selanjutnya. Kentungan kopling langsung memang lebih murah tetapi tidak bisa memblokir kerusakan penguat selanjutnya karena tidak ada komponen perantara sebagai penahan. Sehingga bila penguat pertama rusak, maka penguat selanjutnya akan mengalami kerusakkan juga.
13.2. Macam-Macam Kopling
Sedangkan kopling lainnya yaitu LC dan transformator dimensi fisik lebih besar sehingga memerlukan tempat yang luas. Transformator juga berfungsi sebagai selektivitas frekuensi untuk dikuatkan amplitudonya di tingkan berikutnya R
R C
(a) R
(b)
L
trafo
(c)
(d) Gambar 60. Macam-macam kopling a) langsung b) RC c) LC d) transformator
69
13.3. Analisis penguat bertingkat berbagai susunan
Penguat 2 tingkat susunan CE dengan CE dengan kopling RC Penguat tersebut menerima input berupa sinyal arus is yang mempunyai tahanan dalamR s
R 1 is
R s is
R C1 C1 i b2 C2
i b1
+ VCC R C2 C2 C3
R 3
C1 R 2 VBE vi VB1 R E1 CE1 E1
iL R 4
R E2 E2 CE2
R L
IE
(a)
B1
i b1
C1
B2
i b2
C2
vo R s
R 2
R 1
hiE1
R C1 C1
R 4
R 3 hiE2 R C2 C2 hfE2i b2 E2
is hf E1b1 E1
r b1 = R s // R 2 // R 1
(b) r b2 = R C1 C1 // R 4 // R 3
iL R C2 C2
R L
r o = R C2 C2 // R L
Gambar 61. Penguat 2 tingkat CE dengan CE a) Rangkaian DC b) Rangk pengganti model “h” ideal Masing-masing besar hiE dapat ditentukan dengan cara mengacu gambar 51 a. Untuk hiE1
VB1 = R 2 Vcc / (R 2 + R 1) VE1 = VB1 - VBE1
tegangan VBE untuk Si 0,7 V ; Ge = 0,3 V
IE1 = VE1 / R E1 E1 hiE1 = (26 mV hf E1) / IE1 Untuk hiE2
VB2 = R 4 Vcc / (R 4 + R 3) VE2 = VB2 - VBE2
tegangan VBE untuk Si 0,7 V ; Ge = 0,3 V
IE2 = VE2 / R E2 E2 hiE2 = (26 mV hf E2) / IE2
70
Penguatan arus dapat dihitung sebagai berikut: Ai = iL / is = (iL / i b2) (i b2 / i b1) (i b1 / is)
Masing-masing faktor dapat dihitung. iL= {R C2 C2 / (R C2 C2 +R L) }-h f E2i b2 i b2= {r b2 / (r b2 + hiE2)}-h f E1i b1 i b1= {r b1 / (r b1 + hiE1)} is Bila disubstutisikan (iL / i b2) = {R C2 C2 / (R C2 C2 +R L) }-h fE2 (i b2 / i b1) = {r b2 / (r b2 + hiE2)}-hf E1 (i b1 / is) = r b1 / (r b1 + hiE1) Maka Ai = iL / is = (iL / i b2) (i b2 / i b1) (i b1 / is )
⎛ r ⎞ ⎛ Rc 2 ⎞⎛ rb2 ⎞ ⎟⎟(− hf E 1 )⎜⎜ b1 ⎟⎟ ⎟⎟⎜⎜ Ai = − h fE ⎜⎜ ⎝ Rc 2 + R L ⎠⎝ rb2 + hiE 2 ⎠ ⎝ r b1 + r b1 ⎠ Bila hiE1 << r b1 Maka
hiE2 << r b2 dan R L << R C2 C2
Ai = (-hf E1) (-hfE2) (1)
Pada penguatan 2 tingkan CE dengan CE bentuk gelombang output tidak terjadi beda phase terbukti hasil perkalian (-hf E1) (-hfE2) menghasilkan nilai positip. Bila mana beberapa penguat susunan CE mempunyai hfE yang sama disusun sampai jumlah n buah tingkat maka besar penguatan arus total adalah: Ai = (-hf E )
n
bila n genap = tak terjadi beda phase
Penguatan arus penguat cascade dapat dihitung juga dengan Ai = iL / is = (iL / i b2) (i b2 / is) atau Ai = Ai1 Ai2 Penguatan daya Ap = Ai Av = (Ai (Ai )2 r o/(r b1//hiE2 ) bila r b1//hiE1 = r i 2
Ap = (Ai ) (r o/ r i) Penguatan tegangan Av = Av1 Av2 = Ai (r o/ r i )
71
13.4. Penguat 2 tingkat susunan CE dengan CC dengan kopling RC + VCC
R 1
R C1 C1
IB2
R B2 B2
is C2 R s vs
VB1
C1 R 2
VBE1
vi
VBE2 VB2 R E1 CE E1
C3 R E2 E2
iL R L
IE
(a)
is vs
B1
R s R 2 VB1
i b1
C1
B2
E2
hiE2 R 1
hiE1 R C1 C1
R B2 B2
vo iL
VB2 R E2 E2
hf E1i b1 E1 emitor bersama (CE)
R L C2
kolektor bersama (CC) (b)
r B1 B1 = R 2 // R 1
r o = R L//{( R E2 E2)( hf E2+1)}
Gambar 62. Penguat 2 tingkat CE dengan CC a) Rangkaian DC b) Rangk pengganti model “h” ideal Masing-masing besar hiE dapat ditentukan dengan cara mengacu gambar 55 a. Untuk mencari hiE1 VB1 = R 2 Vcc / (R 2 + R 1) VE1 = VB1 – VBE1tegangan VBEuntuk Si 0,7 V ; Ge = 0,3 V IE1 = VE1 / R E1 E1 hiE1 = (26 mV hf E1) / IE1 Untuk menentukan hiE2 Vcc = IB2 R B2 B2 + VBE2 + IE2 R E2 E2 = ( IE2/ hf E2) R B2 B2 + VBE2 + IE2 R E2 E2 = IE2 {(R B2 B2 / hf E2) + R E2 E2 } + VBE2
IE2 = (Vcc - VBE2 ) / ( R B2 B2 / hf E2) + R E2 E2 hiE2 = ( hf E2 26 mV) / IE2
72
Penguatan tegangan
⎛ Vo ⎞⎛ V B 2 ⎞⎛ ib1 ⎞ ⎟⎟⎜ ⎟ ⎟⎟⎜⎜ V i ⎝ B 2 ⎠⎝ b1 ⎠⎝ vS ⎠
Av = vo / vS = ⎜⎜
vo = vB2 {r o /( r o + hiE2)} vB2 ={ R C1 C1 // R B2 B2 // (hiE2 + r o ) }(- h f E1 i b1)} i b1 = v b1 / hiE1 v b1 = ( r i / r i + R s) vS untuk vo =
r i = (r B1 B1// hiE1)
{r o /( r o + hiE2)} {R C1 C1 // R B2 B2 // (hiE2 + r o ) }(- hf E1 / hiE1 ) ( r i / r i + R s) vS
bila masing-masing dibagi dengan vS maka didapatnak penguatan tegangan sebesar
⎛ − h ⎞ r 1 ⎞ ⎞ ⎟⎟( Rc1 // b 2 // hiE 2 + r o )⎜⎜ fE ⎟⎟⎛ ⎜ ⎟ ⎝ r o + hiE ⎠ ⎝ hiE 1 ⎠⎝ r 1 + rs ⎠ ⎛
vo / vS = Av = ⎜⎜
r o
13.5. Penguat susunan Darlington
Penguat Darlington adalah penguat 2 tingkat dengan kopling langsung. Kedua kolektor dihubungsingkatkan dan masing-masing transistor mempunyai jenis dan tipe yang sama. Bila kedua transistor mempunyai hfE sama maka besar penguatan total arusnya adalah (hfE)
2
. Rangkaian tersebut juga banyak dilaksanakan dalam rangkaian
terintegrasi Cara kerjanya adalah apabila arus input ii bertambah maka akan menyebabkan iB1 naik diukuti iE1 juga naik. Oleh karena iE1 juga merupakan iB2 maka iB2 naik dan menyebabkan iE2 dan iC2 meningkat sekitar hfE1 hfE2 ii. Bila tahanan beban R L << R C penguatan arus sekitan hfE1 hfE2
Vcc R 2
iC1
R C
iB1
iC2 CC
iE1=iB2 ii
R 1
iE2 R E
CE
R L
(a)
73
B1
is
hiB1
E1= B2 iB2
R b= R 2// R 1
C1
C2 iL
hiE2
iB2
iB2hfE2
R E
R L
(b) Gambar 63. Penguat Darlington a) Rangkaian DC b) rangkaian pengganti model “h” ideal Berdasarkan gambar 52 a. VCE2 = VCE1 + VBE = VCE1 +0,7 pada kondisi iC2 >> iC1 karena iC1 ≈ iB2 Vcc = VCE2 + R E {iC2 + (iC2 / hfE2 )} + iC2 R C VB1 = 1,4 + iC2 R E atau VB1 = R 1Vcc/ R 2+ R 1 R b = (R 2// R 1 ) VCE1 = VCE2 - VBE= VCE2 – 0,7 IC1 = IC2 / hfE2
Analisis penguatan arus diperoleh dengan merefleksikan rangkaian basis dari transistor pertama ke dalam rangkaian emitor dan rangkaian emitor dari transistor kedua kedalam rangkaian basis seperti terlihat pada gambar 56 b Besar penguatan arusnya adalah Ai = iL / ii = (iL / iB2 ) ( iB2 / ii ) iL = ( R c / R C+R L) (- h fE2 iB2 ) iB2 = ii (R b /{R b +( hiB1+ hiE2)} Ai = iL / ii =
Rc Rc + R L
(− hf E 2 ).
Rb
Rb + (hi B1 + hi E 2 )
Masing-masing hiE dapat dicari IE2 = hfE2 IE1
atau
IE1 = IE2 / hfE2
hiE1 = hiB1 = 26 mV / IE1 hiE2 = hfE2 26 mV / I E2 ≈26 mV / IE1 = hiB1
74
14. FET (FIELD EFFECT TRANSISTOR)
Gambar 56 MOSFET Kontak terminal Area Drain/Source Area Gate Substrate
: Metal : n+ atau p+ : SiO2-polysilicon : p atau n (well)
Gambar 57. Kanal pada MOSFET tipe - n Karakteristik iD vs vDS untuk vDS kecil
Gambar 58. karakteristik iD VS VDS untuk DS kecil
75
Karakteristik Arus dan Tegangan Pinch 0ff
Gambar 59. karakteristik Arus dan Tegangan Pinch Off Struktur Complementary MOSFET (dengan p-well)
Gambar 60 Struktur MOSFET (dengan p-Well) Simbol N MOSFET
Gambar 61. Simbol mosfet
76
14.1. Mode Operasi MOSFET
Gambar 62 Kurva iD VS VDS Persamaan Arus MOSFET tipe n
Gambar 63 iD VS VGS vGS < Vt
iD = 0
vGS ≥Vt
K = 1/2 µn COX (W/L)
Triode
vDS < vGS -Vt
iD = K [2(vGS-Vt) vDS - vDS ]
Saturasi
vDS µ vGS -Vt
iD = K[vGS-Vt]
Triode vDS kecil
Cutoff
2
2
iD ≈2K 2K (vGS-Vt) vDS] -
r DS DS ≡vDS/∂iD = [2K(vGS-Vt)]
77
Modulasi Panjang Kanal
Gambar 64. Kurva Operasi MOSFET
vDS ≥vGS Vt Resistansi output
2
iD = K[vGS-Vt] [1 + vDS] vDS] -1
2 -1
ro ≡[∂iD/∂vDS] = [ λK (vGS-Vt) ]
vGS konstant -1
ro ≈[ λ ID ]
≈[ V AID ]
Gambar 65 Rangkaian ekivalen N-mos
Persamaan Arus MOSFET tipe p
Gambar 66. Simbol P-Mos Dan Operasinya
78
vGS < Vt
iD = 0
Cutoff
vGS ≥Vt Triode
vDS < vGS Vt
iD = K [2(vGS-Vt) vDS - vDS2]
Saturasi
vDS ≥vGS Vt
iD = K[vGS-Vt]
2
K = 1/2 µp COX (W/L) µp ≈ µn µn
Gambar 67. Tegangan P-aios MOSFET tipe n Deplesi
Gambar 68. Neous Tipe Depleksi
IDSS = K Vt
2
Gambar 69. Gambar 69. Kurva N-Mos Tipe Depleksi
79
Gambar 70. Operasi Kerja N-mos Tipe Depesi
Gambar 71 Kurva N-Mos Untuk Semua Tipe Junction FET
Gambar 72 Juncsion FET
80
Pinchoff pada Junction FET
Gambar 73 Pinch Off Pada Junction FET
Gambar 74 Kondisi Depleksi Karakteristik i-v JFET
2
2
IDSS = K Vt = K VP
81
Gambar 75 Kondisi I-V J-FET trioda
vDS vGS-VP 2
ID = K [2(vGS-VP)vDS -vDS ] 2
ID = IDSS [2(1-vGS/VP)(vDS/VP)-(vDS/VP) ] Saturasi
vDS>vGS-Vt 2
ID = IDSS (1-vGS/VP) (1+ λ vDS)
λ≡ ≡1/V 1/VA 14.2. Analisis Grafis Amplier FET
82
Gambar 76. Analisis Penguat FET Untuk Input Yang Berbeda Analisis Aljabar Amplier FET Arus dan tegangan DC FET 2
ID = K(VGS-Vt)
VD = VDD – R D ID Arus lengkap DC FET 2
iD = K(vGS-Vt) = K(VGS+vgs-Vt)
2
2
= K(VGS-Vt) + 2K(VGS-Vt)vgs +K vgs
2
Bila vgs << (VGS-Vt), maka 2
iD ≈ K(V K(VGS-Vt) + 2K(VGS-Vt)vgs dan dengan iD = ID + id maka id = 2K(VGS-Vt)vgs dan transkonduktansi untuk sinyal kecilnya didapat: gm ≡id/vgs = 2K(VGS-Vt) atau
gm = µn COX W/L (VGS-Vt)
atau
gm = ( µn COX W/L ID)
Penguatan tegangan
1/2
vD = VDD – R D iD = VDD – R D (ID + id) vD = VD – R D id vd = - R D id = - gm R D vgs vd/vgs = - gm R D
83
Gambar 77. Rangkaian Pengganti Sinyal Kecil FET Rangkaian Pengganti Sinyal Kecil FET
MOSFET JFET Resistansi output
1/2
gm = ( µn COX W/L ID) 2 IDSS /|VP| ( ID/IDSS)1/2 gm = r o ≈ |VA|/ID
Gambar 78. Rangkaian Pengganti
84
Daftar Pustaka
Elektronika, Penerbit Universitas Indonesia. 1. D Chattopadhyay , Sutanto, Dasar Sutanto, Dasar Elektronika, 1989, Jakarta Electronic Fundamental and Aplication Integrated ang discrete 2. John D Ryder Electronic Symtem 1981, Prentice Hall, New Delhi. 3. Malvino, Transistor Circuit Approximations, 1981, Tata Mc Graw-Hill Newdelhi 4. Robert Boyslestad, Louis Nashelky Elexctronic Nashelky Elexctronic Devices and Circuit Theory fifth edition, 1992, Prentice Hall International, Inc. New Jersey Integrated International Student 5. Schilling and Belove Electronic Belove Electronic Circuit Discrete and Integrated International Edition, 1993, Mc Graw-Hill Kogakusha
85