DIAPER RASH
I.
PENDAHULUAN Diaper rash atau yang sering disebut sebagai ruam popok, diaper dermatitis atau primary irritant napkin dermatitis. Diaper rash merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan suatu masalah iritasi yang timbul pada kulit yang tertutup oleh popok. Kondisi ini merupakan salah satu dari masalah kulit yang paling sering timbul pada bayi dan anak-anak yang popoknya selalu basah dan jarang diganti yang dapat menimbulkan dermatitis iritan. Hal ini juga sering diderita oleh neonatus sebagai gejala sisa dermatitis oral dan perianal. Sebagian besar kasus ruam diaper rash bersifat jangka pendek dan dapat diatasi dengan penanganan sederhana yang bisa dilakukan di rumah. (PI, ui)
II. PENGERTIAN (ZIDDU) Diaper Rash (Ruam Popok) adalah sebuah ruam atau iritasi di area popok. Diaper rash merupakan bentuk ruam kontak iritan primer yang paling umum ditemukan, disebabkan oleh kontak kulit dengan urin dan feses yang berkepanjangan, karena urin dan feses mengandung bahan kimia yang bersifat iritan seperti urea dan enzim-enzim usus. III. EPIDEMIOLOGI (pi,andrew, emed) Diaper rash paling sering terjadi pada bayi dan anak-anak, tanpa memperhatikan jenis kelamin. Prevalensi tertinggi yaitu pada bayi umur 6-12 bulan, tetapi bisa juga muncul pada anak-anak yang sering memakai popok. (pi,Andrew). Kondisi ini bisa terhenti ketika anak telah berada pada masa yang dinamakan toilettrained sekitar umur 2 tahun. Pada orang dewasa juga bisa terjadi diaper rash, yaitu pada orang yang mengalami inkontinensia alvi dan urin. Di USA, prevalensi diaper rash bervariasi dari 4-35% yang melaporkan terjadi pada 2
tahun pertama kehidupan. Di Italy, prevalensinya 15.2% dengan puncak insidennya 19.4% pada bayi umur 3-6 bulan. Penelitian British melaporkan 25% diaper dermatitis terjadi pada bayi umur 1 bulan. Tahun 1995-1996, peneliti Nigeria mengidentifikasi diaper dermatitis terjadi pada 7 % anak-anak. Sebuah penelitian di Kuwait mencatat bahwa diaper dermatitis merupakan 4% dari kasus dermatologi pediatri.
IV. ETIOLOGI (emed, rook, mernet) Etiologi pasti diaper rash tidak dapat ditentukan. Timbulnya ruam ini tergantung dari : -
Frekuensi penggantian popok yang jarang
-
Cara pembersihan dan pengeringan di daerah popok yang tidak tepat.
-
Kesalahan dalam menggunakan bahan topical untuk melindungi kulit
-
Diare
Maserasi. Stratum korneum hampir seluruhnya bertanggung jawab terhadap fungsi penyaring (barrier) pada epidermis, berisi sel yang selanjutnya akan berhenti mengelupas dan memperbarui diri pada siklus 12-24 hari. Matrix ekstraselular hydrophobic berperan sebagai barier, mencegah kehilangan cairan pada tubuh dan sebagai tempat masuknya air dan bahan hydrophilic lainnya, selama sel hydrophilic pada stratum korneum (coneocyte) memberikan perlindungan mekanis dari lingkungan luar dalam bentuk lapisan lilin. Keadaan basah yang berlebihan akan memberikan dampak berat pada stratum korneum. Pertama, keadaan ini akan membuat permukaan kulit menjadi pecah-pecah dan lebih sensitive terhadap kerusakan. Kedua, keadaan ini mengganggu fungsi perlindungan barrier, menambah penyerapan bahan iritan ke dalam lapisan sensitive pada kulit di bawah stratum korneum dan membuka lapisan ini sehingga menjadi kering dan tempat masuk mikroorganisme. Oklusi kulit yang berkepanjangan dapat
menimbulkan erythema, terutama jika air kontak dengan permukaan kulit dan akhirnya bisa terjadi dermatitis. Gesekan. Yaitu terjadi gesekan antara kulit dan kain popok merupakan factor penting dalam beberapa kasus. Hal ini didukung oleh predileksi tersering erupsi yaitu di tempat yang paling sering terjadi gesekan, misalnya pada permukaan dalam paha, permukaan genital, bokong dan pinggang. Gesekan ini bisa sampai menembus stratum korneum yang bisa menimbulkan maserasi. Urine. Bayi yang baru dilahirkan mengeluarkan urine lebih dari 20 kali dalam 24 jam. Frekuensi mikstruasi ini berkurang mengikuti pertumbuhan rata-rata mencapai 7 kali dalam 24 jam pada umur 12 bulan. Selama beberapa tahun, dipercaya bahwa ammonia dihasilkan oleh degradasi bacteri dari urea pada urin bayi, yang merupakan penyebab utama dari diaper rash. Sekarang sudah jelas bahwa hal ini bukan masalahnya. Sejumlah ammonia bisa ditemukan pada bayi dengan atau tanpa menderita diaper rash. Hal ini memberitahukan bahwa hasil degradasi urine lainnya selain ammonia memegang peranan penting. Suatu penelitian membuktikan bahwa urin yang disimpan selama 18 jam pada suhu 37 C bisa menginduksi terjadinya dermatitis ketika diberikan pada kulit bayi. Efeknya tidak berhubungan dengan pH atau konsentrasi ammonia, tetapi tanda iritasi tidak bisa dihindari. Saat ini jelas bahwa peranan pH urine adalah penting. pH urine yang tinggi (alkalis) pada bayi dapat menimbulkan irritant napkin dermatitis. Bagaimana pun juga, urine yang alkalis tidak berbahaya secara langsung, efek yang berbahayanya dihasilkan dari interaksi bahan faecal pada kain popok. Feses. Telah diketahui selama bertahun-tahun bahwa feses manusia memiliki efek iritan pada kulit. Pada feses bayi terdapat sejumlah bahan protease pancreas dan lipase, dan enzyme yang dihasilkan oleh beberapa bacteri dalam usus. Enzyme ini penting dalam hal iritasi kulit. Efek
iritantnya bisa menimbulkan beberapa factor, terutama dapat merusak fungsi barrier dan pH nya tinggi. Salah satu dari factor tersebut menunjukkan pengaruh pH faecal pada diet bayi, pH tertinggi ditemukan pada bayi yang mengkonsumsi susu sapi formula. Urea diproduksi oleh berbagai bacteri feses dan memiliki efek dalam menaikkan pH ketika bercampur dengan urine. Bertambahnya pH meningkatkan aktivitas faecal lipase dan protease. Berbagai factor lain yang bisa menurunkan ambang bayi sehingga terjadinya diaper rash atau bahkan lebih parahnya terjadi erupsi. Faktornya terdiri dari :
Kesalahan atau kurangnya perawatan kulit. Penggunaan sabun padat untuk mandi dan bedak dapat meningkatkan resiko terjadinya dermatitis iritan.
Mikroorganisme. Bakteri seperti streptococcus dan Staphylococcus, dan jamur (Candida) biasanya menyebabkan diaper rash. Umumnya, kedua tipe infeksi ini cenderung dihasilkan dari disrupsi kulit dan mekanisme pertahanan kulit pada daerah popok yang berlebihan.
Reaksi alergi biasanya jarang menyebabkan diaper rash. Alergennya biasanya adalah parfum dan bahan dari popok dan kain penyeka. Daerahnya
terkadang
berwarna
merah,
berbatas
tegas
dengan
permukaannya terdapat vesikel dan erosi. Hal ini membutuhkan semacam test yaitu Patch test untuk mengidentifikasi agen penyebab.
Antibiotic. Penggunaan antibiotik spectrum luas pada bayi dengan otitis media dan infeksi traktus respiratory menunjukkan peningkatan insiden terjadinya irritant napkin dermatitis. Antibiotik dapat membunuh bakteri, baik flora normal maupun bakteri patogen. Ketidakseimbangan kedua bakteri ini, dapat menyebabkan infeksi jamur. Ini dapat terjadi ketika bayi mengkonsumsi antibiotik atau pemberian ASI oleh ibu yang mengkonsumsi antibiotik.
Diare. Produksi feses cair yang berlebihan berhubungan dengan pemendekan waktu transit dan feses ini mengandung sejumlah besar sisa enzim percernaan.
Kelainan anomaly pada traktus urinarius yang menyebabkan terjadinya infeksi traktus urinarius.
V.
PATOFISIOLOGI 9emed) Etiologi pasti dari Diaper rash sebenarnya belum bisa ditentukan. Timbulnya ruam ini merupakan hasil kombinasi dari beberapa factor yang terdiri dari keadaan lembab, gesekan, urin dan feses dan munculnya mikroorganisme. Secara anatomis, bagian kulit yang menonjol banyak pada daerah lipatan, yang menyulitkan dalam pembersihan dan pengontrolan terhadap lingkungan. Bahan iritan utama dalam kondisi ini adalah enzim protease dan lipase dari feses, dimana aktivitasnya akan meningkat pesat seiring dengan kenaikan pH. Permukaan kulit yang bersifat asam juga perlu dalam pengaturan flora normal yang memberikan perlindungan antimikroba terhadap serangan invasi oleh bacteri pathogen dan jamur. Aktivitas enzim lipase dan protease feses akan ditingkatkan oleh percepatan transit gastrointestinal, inilah sebabnya mengapa insiden tertinggi diaper dermatitis iritan terjadi pada bayi yang diare dalam waktu kurang dari 48 jam. Penggunaan popok menyebabkan peningkatan signifikan dari kelembaban kulit dan pH. Kelembaban yang cukup lama dapat menyebabkan terjadinya maserasi (pengikisan) pada stratum korneum, lapisan luar, lapisan pelindung kulit yang berhubungan dengan kerusakan pada lapisan lipid interselular. Kelemahan integritas fisik membuat stratum korneum lebih mudah terkena kerusakan oleh (1) gesekan permukaan popok dan (2) iritasi lokal. Berikut siklus terjadinya ruam popok (diaper rash) :
Gambar 1 skema pathophysiology Diaper rash Dalam hal lain, kulit bayi merupakan barrier efektif terhadap penyakit dan sama halnya dengan orang dewasa mengenai permeabilitasnya. Berbagai studi melaporkan bahwa kehilangan cairan pada transepidermal bayi lebih rendah daripada kulit orang dewasa. Bagaimanapun juga, kelembaban, kekurangan paparan udara, keasaman atau paparan bahan iritan dan meningkatnya gesekan pada kulit dapat menyebabkan kerusakan barrier kulit. pH normal pada kulit berkisar antara 4.5 dan 5.5. Ketika zat urea dari urin dan feses bercampur, enzim urease mengurai urin, menurunkan konsentrasi ion hydrogen (meningkatkan pH). Peningkatan pH juga menyebabkan peningkatan hydrogen pada kulit dan membuat kulit lebih tipis. Sebelumnya, ammonia dianggap sebagai penyebab utama dari diaper dermatitis. Penelitian terbaru menyangkal hal ini, yang membuktikan bahwa kerusakan kulit tidak terjadi ketika ammonia atau urin ditempatkan pada kulit selama 24-48 jam. Penelitian lain menunjukkan bahwa pH pada produk
pembersih dapat mengubah spectrum mikrobiologi pada kulit. Sabun dengan kadar pH tinggi mendorong pertumbuhan propionibacterial pada kulit, dimana detergen sintetik dengan pH 5.5 tidak menyebabkan perubahan mikroflora. VI.
PATOLOGI (ROOK) Gambaran histology diaper rash umumnya seperti dermatitis iritan primer dengan spongiosis epidermal dan inflamasi ringan pada lapisan dermis.
VII.
GAMBARAN KLINIK Ada 2 tipe Diaper rash yaitu :
1. Ruam yang timbul akibat diaper (popok) 2. Ruam yang timbul tidak berhubungan dengan diaper (popok) VIII.
DIFFERENTIAL DIAGNOSTIK (rook) 1. Neonatal Kandidiasis Banyak variasi dari penyakit kulit dengan lesi pada daerah popok selama bayi. Ruam yang mengkilat, eritem dengan tepi yang tajam dengan deskuamasi perifer dan/atau pustula, dan biasanya dengan pustul satelit. Normalnya ruam timbul pada minggu kedua kehidupan, berbeda dengan
dermatitis popok iritan primer. Lesi ini biasanya bersamaan dengan kandidiasis oral. Gambaran khas dari kandidiasis neonatal, merupakan infeksi superficial Candida yang ditularkan ke bayi selama kelahiran. Naormalnya, ruam nampak pada minggu kedua kelahiran. 2. Sifilis kongenital Makula merah kecoklatan, terkadang terang, pada prinsipnya timbul pada ekstremitas termasuk telapak tangan dan telapak kaki, dan pada wajah umumnya sekitar mulut. Daerah popok juga sering terkena. Lesi bula dan erosi bisa terjadi pada daerah popok. Selain kelainan di daerah popok, juga ditemukan Flexural condiloma, rhinitis, hepatosplenomegali dan berat bayi lahir rendah. 3. Dermatitis seboroic Infantile (derma ilust 108) Terjadi pada beberapa minggu pertama kelahiran. Predileksi pada daerah lipatan kulit misalnya pada axilla, paha dan leher dan bahkan bisa pada wajah dan kulit kepala. Lesi flexural nampak lembab, eritema berbatas tegas, terang, tetapi pada kulit kepala kadang ditemukan krusta kekuningan.
4. Defisiensi zinc Harus dipertimbangkan pada beberapa bayi dengan dermatitis popok yang gagal terhadap pemberian terapi. Bayi dengan erupsi popok yang disebabkan oleh defisiensi zinc biasanya bersamaan dengan dermatitis fasial yang merupakan perluasan dari daerah perioral, paronikia erosif dan lesi erosi pada lipatan palmar telapak tangan
3. PEMERIKSAAN
4. PENATALAKSANAAN
5. PENCEGAHAN
6. KOMPLIKASI (andrw. Rox) Adanya maserasi dan abrasi kulit yang tertutup popok, menyebabkan ulserasi kulit dan infeksi sekunder oleh Candida albicans dapat terjadi. Reaksi psoriasis mengarah ke suatu psoriaticlike erupsi papul dan plak setelah terapi awal infeksi kandida yang mengenai anggota tubuh dan biasanya ekstremitas, terjadi beberapa hari setelah terapi antifungi dimulai. Komplikasi dari diaper rash yaitu ulkus punch-out atau erosi dengan tepi meninggi (Jacquet erosive dieper dermatitis), papul dan nodul pseudoverucous dan plak dan nodul violaceous (granuloma gluteale infantum). Pada jacquet erosive diaper dermatitis memberikan
gambaran eritema, berlapis, terdapat fisura dan area erosi pada kulit yang kontak dengan popok.
7. PROGNOSIS Diaper rash hampir selalu menunjukkan respon terhadap terapi dan dapat membaik jika popok tidak dipakai lama. Bagaimana pun juga, pada beberapa anak-anak dengan erupsi merupakan tanda awal untuk terjadinya penyakit kulit kronik terutama psoriasis dan dermatitis atopi.